SKRIPSI
Oleh
SOPIATI ALIMAH
G1D012090
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan
Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Oleh
SOPIATI ALIMAH
G1D012090
ii
LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN
Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yang lain atau di perguruan tinggi
lain. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Sopiati Alimah
G1D012090
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dalam rangka proses tugas akhir pendidikan Sarjana
Keperawatan. Skripsi dengan judul ―Gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman‖ ini dilaksanakan di bidang
Keperawatan Jiwa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Warsinah, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Ns. Lutfatul Latifah, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Yunita Sari, MHS., Ph.D selaku ketua komisi skripsi Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman.
4. Ns. Keksi Girindra Swasti, S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing I yang
selalu sabar dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk kepada
saya selama penyusunan skripsi.
5. Ns. Wahyu Ekowati, S.Kep., M.Kep., Sp.J., selaku dosen pembimbing II yang
selalu menyempatkan waktunya ditengah kesibukan yang padat dalam
memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk selama penyusunan skripsi.
6. Made Sumarwati, S. Kp., MN selaku dosen penguji yang telah berkenan
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Ns. Dian Ramawati, S.Kep., M.Kep selaku wakil komisi.
8. Mahasiswa Jurusan Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 yang telah bersedia
menjadi responden, sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
9. Kedua orang tua tercinta, kedua teteh (Nurhasanah, A.Md dan Nina Khusnul
Khotimah) dan adik (Yuke Suryani) tersayang atas segala dukungan dan doa,
sehingga selalu menjadi penyemangat bagi saya, serta Alm.A Endang Lutfiana
yang telah memotivasi saya untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi.
10. Bharada Bambang Alfernia Musmarliansyah yang selalu menemani hari-hari
saya meski dalam jarak jauh, pendengar setia, senantiasa memberikan arahan
dan motivasi, sehingga menjadi penyemangat, teman senang dan duka.
vi
11. Kedua sahabat terbaik Rosi Widiyaningsih (UIN Bandung) yang selalu
memberikan motivasi bijak juga menghibur dan Wulan Apriani P D, S. Kep.
yang selalu memberikan terapi tertawa sebagaimana dengan skripsinya dan
menemani hari-hari saya.
12. Kedua Roommate Marta Magdalena (G1D013019-Bogor) yang selalu
mengatakan ‖fighting‖ juga menghibur dan Adinda Handayani Trenggono
(I1B015010-Majalengka) yang bijak juga perhatian, sehingga menjadi
penyemangat bagi saya.
13. Ketiga teman yang selalu ada membantu kapanpun Afif Rido Herlambang,
Khaeru Ibnu M, dan Ais Kunting (Ekonomi, Peternakan, FISIP - Unsoed).
14. Rekan-rekan alumni PASKIBRA SMANCI Kuningan 2010 (abang Galih,
bang Joni, Teten, Hafidz, Anggy, Ayyuthika, Wulan, Siska, Popy, Sulastri,
Euis, Rizal) yang selalu menghibur dan memberikan semangat untuk saya,
serta masih banyak pihak yang belum saya sebutkan satu per satu di sini.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga skripsi ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan. Aamiiin Yaa Rabbal’alamin…
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di : Purwokerto
Pada tanggal : 29 April 2016
Yang Menyatakan
Sopiati Alimah
viii
GAMBARAN BURNOUT PADA MAHASISWA JURUSAN
KEPERAWATAN FIKES UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
ABSTRAK
1
Mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman
2, 3
Laboratorium Keperawatan Jiwa FIKes Universitas Jenderal Soedirman
ix
DESCRIPTION OF BURNOUT IN STUDENTS OF NURSING
DEPARTMENT, FACULTY OF HEALTH SCIENCES, JENDERAL
SOEDIRMAN UNIVERSITY
ABSTRACT
Background: Burnout is physical, emotional, and mental fatigue due to long-term
involvement in situations full of emotional demands. Nursing students may be at
risk for burnout due to the many tasks and routines of life while undergoing
lectures conducted especially to the block system.
Objective: This research aimed to describe burnout in students of nursing
department and burnout level difference between two periods of intake.
Method: This research used quantitative descriptive study with the type of cross
sectional design. The sampling technique used total sampling technique. The
sample size was 156 respondents who met inclusion and exclusion criteria. Data
were analyzed by using frequency distribution and percentage, as well as
Kolmogorov-Smirnov.
Result: The majority of respondents were female (80,8%), chose a major that fit
their interest (67,9%), very satisfactory GPA (62,8%), and from Central Java
(65,4%). The number of respondents in 2013 and 2014 was 77 and 79 students.
respectively. The majority of students experiencing moderate level of burnout was
(56,4%). Kolmogorov-Smirnov test indicated p-value of 0,170.
Conclusion: The majority of students experienced moderate level of burnout and
there was no difference of burnout level between 2013 intake and 2014 intake.
1
Student of Nursing Department, Jenderal Soedirman University
2, 3
Psychiatric Nursing Laboratory Faculty of Health Sciences Jenderal Soedirman
University
x
DAFTAR ISI
xi
4.01.1 Analisis Univariat ....................................................................... 37
4.01.2 Analisis Bivariat ......................................................................... 40
4.02 Pembahasan .............................................................................................. 41
4.03 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 61
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 63
5.01 Kesimpulan ................................................................................. 63
5.02 Saran ........................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................. 30
Tabel 3.2 Distribusi Pernyataan Skala Burnout ........................................ 31
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ......................... 37
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Total Burnout .................................. 38
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dimensi............................... 38
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Burnout Berdasarkan Karakteristik
Responden ................................................................................................ 39
Tabel 4.5 Hasil Uji Komparatif ................................................................ 40
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori.................................................................. 26
Gambar 2.2 Kerangka Konsep.............................................................. 27
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB 1. PENDAHULUAN
menunjukkan rerata burnout pada mahasiswa yang bekerja sebesar 83,57 pada
laki-laki dan 82,56 pada perempuan.
Burnout dapat memberikan dampak negatif tidak hanya bagi individu yang
mengalaminya, tetapi juga bagi institusi. Dampak yang ditimbulkan tergantung
pada tahap burnout yang dialami individu. Menurut Goliszek dalam Lamria
(2009) burnout dapat diklasifikasikan menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah
idealisme dan harapan yang tinggi. Tahap kedua adalah pesimis dan
ketidakpuasan kerja dini. Tahap ketiga, mundur dan mengisolasi diri. Tahap
keempat, tidak dapat berbalik dan kehilangan minat. Berdasarkan hasil penelitian
Jennings (2009) mahasiswa medis yang mengalami burnout lebih cenderung
berpotensi dua hingga tiga kali lipat memiliki keinginan untuk bunuh diri
dibandingkan mahasiswa lain yang tidak mengalami burnout. Selain itu, hasil
penelitian Gerber, et al (2013) bahwa siswa yang burnout mengalami gejala
depresi, penurunan skor kepuasan hidup, dan kualitas tidur berkurang.
Berdasarkan studi pendahuluan pada 25 mahasiswa Jurusan Keperawatan
Unsoed, 14 orang diantaranya mengatakan rutinitas yang dilakukan ketika
menjalani perkuliahan sangat padat. Rutinitas tersebut diantaranya mengikuti
perkuliahan dengan berbagai metode yang hampir setiap hari berlangsung dari
pagi hingga sore, kewajiban membuat berbagai laporan, serta persiapan untuk
evaluasi blok baik tertulis maupun praktikum. Selain itu, di luar perkuliahan,
sebagian besar mahasiswa aktif dalam UKM. Padatnya rutinitas dan tugas yang
harus dikerjakan membuat mahasiswa merasa lelah tidak hanya fisik, tetapi juga
emosi dan mental. Kelelahan fisik yang dialami mahasiswa berupa sakit kepala,
sakit punggung, demam, tegang otot leher dan bahu, sulit tidur, perubahan
kebiasaan makan, dan letih. Kelelahan emosi yang dialami yaitu perasaan capek
dan lelah setiap hari, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, suka marah,
bosan, sulit mendapatkan kesempatan untuk istirahat karena rutinitas, putus asa,
merasa tidak memiliki apa-apa, merasa gagal, dan kehilangan semangat. Serta
kelelahan mental yang dialami yaitu kaku dalam berfikir, rutinitas sehari-hari
mulai terasa tertekan, selalu bekerja keras tapi pencapaian selalu kurang, merasa
kurang kompeten, tujuan yang ingin dicapai mulai berubah, tidak peka, acuh tak
acuh, dan tidak puas dengan jalan hidup. Hal tersebut menunjukan bahwa 14
yang tinggi, dan 87,72% pada dimensi pencapaian prestasi pribadi yang
rendah. Selain itu, 48,77% memiliki tingkat kontrol yang tinggi, 61,40%
tingkat komitmen yang tinggi, dan 35,44% tingkat tantangan yang tinggi. Ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara frekuensi hardiness dan
burnout (p = 0,033), dengan 68,00% dari siswa hardy tidak menunjukkan
burnout.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout, subjek penelitian, dan alat ukur burnout. Sedangkan
perbedaannya terletak pada teknik pengambilan sampel, desain penelitian dan
analisa data.
b. Penelitian yang berjudul ―Nursing burnout at a general healthcare facility and
a mental healthcare institution in the Caribbean‖ yang dilakukan oleh Andrew
(2012). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat burnout antara
perawat yang terdaftar bekerja pada dua fasilitas di sebuah pulau Karibia:
fasilitas kesehatan umum dan rumah sakit jiwa. Jumlah populasi dalam
penelitian ini sebanyak 132 orang, namun hanya 58 orang yang berpartisipasi.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, cross sectional, dan desain survey.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner Maslach Burnout Inventory-
Human Service Survey dan kuesioner demografi. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis t-test dan regresi linear. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa burnout mempengaruhi perawat di Karibia, namun
burnout lebih besar mempengaruhi perawat di fasilitas kesehatan umum
dibandingkan dengan perawat di rumah sakit jiwa.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout dan desain penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada
variabel terikat, subjek penelitian, alat ukur burnout, dan analisa data.
c. Penelitian yang berjudul ―Pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout
pada mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta‖ yang dilakukan oleh Laili (2014). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout. Subjek yang
diteliti berjumlah 43 Mahasiswa Pendidikan Dokter di UII Yogyakarta. Alat
ukur yang digunakan ialah skala burnout yang merupakan modifikasi skala
yaitu burnout dan motivasi berprestasi adalah tidak normal. Hasil uji linearitas
burnout dengan motivasi berprestasi menunjukan hasil yang linear dimana skor
F sebesar 168,1194 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05).
Selanjutnya data penelitian dianalisis dengan menggunakan perhitungan
statistik non parametrik. Pada uji korelasi Karl Pearson, didapat koefisien
korelasi (r) sebesar -0,798 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0.05). Hasil uji
korelasi tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara burnout dengan motivasi berprestasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout dan teknik pengambilan sampel. Sedangkan, perbedaannya
terletak pada variabel terikat, alat ukur burnout, subjek penelitian, dan analisa
data.
e. Penelitian yang berjudul ―Hubungan antara stres dengan burnout pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang‖ yang dilakukan oleh Kurniati (2012). Penelitian ini bertujuan
untuk: 1) mengetahui tingkat stres pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2) mengetahui tingkat burnout pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 3)
mengetahui adanya hubungan antara stres dengan burnout pada mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah korelasional kuantitatif. Populasinya adalah seluruh
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang
masih aktif pada tahun ajaran 2011- 2012 (796 mahasiswa) dan diambil 10%
dari populasi sebagai sampel (80 mahasiswa). Sampel diambil menggunakan
teknik sampel random. Alat ukur yang digunakan adalah skala stres dan
burnout yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka.
Reliabilitas, validitas dan analisa data korelasi Product Moment dari Pearson
menggunakan bantuan komputerisasi SPSS 15.0 For Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres mahasiswa Fakultas
Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada 80 responden pada
kategori rendah sebesar 0%, kategori sedang sebesar 3,8%, dan kategori tinggi
sebesar 96,2%. Sedangkan tingkat burnout pada responden yang sama,
seluruhnya berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 100%. Pada ketegori
rendah dan sedang memperoleh persentase yang sama yaitu sebesar 0%. Nilai
koefisien korelasi (r) = 0,686; p = 0,000 dengan jumlah sampel 80 responden.
Berarti ada hubungan positif yang signifikan antara stres dengan burnout.
Semakin tinggi stres maka semakin tinggi pula tingkat burnout pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Begitu
juga sebaliknya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout alat ukur burnout. Sedangkan perbedaannya terletak pada
teknik pengambilan sampel, subjek penelitian, desain penelitian dan analisa
data.
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari landasan teori, kerangka teori,
dan kerangka konsep.
2.01 Landasan Teori
Landasan teori dari penelitian ini mencakup aspek burnout diantaranya pengertian
burnout, dimensi burnout, faktor-faktor penyebab, tahapan, tanda gejala, burnout
pada mahasiswa keperawatan, dan instrumen burnout.
2.01.1 Burnout
Istilah burnout diperkenalkan oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang
dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout adalah Herbert
Freudenberger yang menulis artikel tentang fenomena burnout pada tahun 1974
(Gunarsa, 2004). Pada masa itu, Freudenberger yang bekerja sebagai psikiater di
salah satu klinik kecanduan obat di New York melihat bahwa banyak tenaga
sukarelawan yang semula bersemangat melayani pasien lalu mengalami
penurunan motivasi dan komitmen kerja yang disertai dengan gejala keletihan
fisik dan mental.
Sejauh ini terjemahan baku untuk istilah burnout dalam bahasa Indonesia
tampaknya belum ditemukan (Gunarsa, 2004). Menurut Annual Review of
Psychology 2003 dalam Gunarsa (2004) disebutkan bahwa istilah burnout
dipandang sebagai konsep yang tidak memiliki definisi baku. Namun demikian,
menurut Pines dan Aronson dalam Nursalam (2015) burnout merupakan
kelelahan secara fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka
panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Sementara itu,
Freudenberger dalam Nursalam (2015) juga mendefinisikan burnout sebagai
kelelahan yang terjadi karena bekerja terlalu intens tanpa memperhatikan
kebutuhan pribadinya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
burnout adalah rasa kelelahan baik secara fisik, mental, maupun emosional, yang
menyebabkan seseorang terganggu.
2.01.1.1 Dimensi Burnout
Leiter dan Maslach dalam Gunarsa (2004) menyatakan ada tiga dimensi burnout,
dalam hal ini dimensi disituasikan pada mahasiswa, yaitu:
11
Universitas Jenderal Soedirman
12
a. Exhaustion
Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan kelelahan yang
berkepanjangan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ketika individu
merasakan kelelahan (exhaustion), individu tersebut tidak mampu menyelesaikan
masalah sendiri, tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang cukup, serta kurang
energi dalam melakukan aktivitas.
b. Cynicism / Depersonalisation
Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap sinis,
cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja atau kuliah. Ketika individu
merasakan cynicism (sinis), individu tersebut cenderung dingin, menjaga jarak,
cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan perkuliahannya. Cynism juga
merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa. Secara konkret seseorang yang
sedang depersonalisasi cenderung meremehkan, memperolok, tidak peduli dengan
orang lain yang dilayani, dan bersikap kasar. Perilaku negatif seperti ini dapat
memberikan dampak yang serius pada efektivitas perkuliahan.
c. Reduced sense of personal accomplishment
Penurunan pencapaian prestasi pribadi atau penurunan keyakinan akademik jika
pada mahasiswa disebabkan oleh perasaan bersalah telah melakukan orang lain di
sekitarnya secara negatif. Hal ini berkembang dari depersonalisasi, sikap kurang
positif terhadap orang lain, lama kelamaan berubah menjadi penilaian negatif
tentang diri sendiri. Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah menjadi orang
yang berkualitas buruk terhadap orang lain di sekitarnya, misalnya tidak
memperhatikan kebutuhannya. Padahal seorang pemberi layanan dituntut untuk
selalu memiliki perilaku yang positif, misalnya penyabar, penuh perhatian,
hangat, humoris, dan yang paling penting adalah mempunyai rasa empati.
2.01.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout
Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2015) membagi beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya burnout, yaitu:
a. Work Overload
Work overload kemungkinan terjadi akibat ketidaksesuaian antara individu
dengan pekerjaannya. Individu terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu
yang sedikit. Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjaan melebihi kapasitas
membantu antar rekan. Selain itu, individu yang kurang memiliki rasa
belongingness terhadap lingkungan kerjanya (komunitas) atau lingkungan
perkuliahan pada mahasiswa, akan menyebabkan kurangnya rasa keterikatan
positif di lingkungannya.
e. Treated Fairly
Perasaan diperlakukan tidak adil merupakan faktor terjadinya burnout. Seseorang
merasa tidak percaya dengan lingkungan kerjanya atau lingkungan perkuliahan
ketika tidak ada keadilan. Rasa ketidakadilan biasa dirasakan pada saat masa
promosi kerja, atau individu disalahkan ketika individu tersebut tidak melakukan
kesalahan.
f. Dealing with Conflict Values
Seseorang akan melakukan yang terbaik ketika melakukan apa yang sesuai
dengan nilai, belief, dan self respect. Namun, ketika pekerjaan mengharuskan
seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai individu tersebut, hal
tersebut dapat menyebabkan performa dan kualitas kerja seseorang menurun,
karena tidak sesuai dengan nilai yang dimiliki. Misalnya seorang sales terkadang
harus berbohong agar produk yang ditawarkan dapat terjual.
Selanjutnya, Sullivan dalam Spector (2008) menjelaskan beberapa faktor
yang dapat menyebabkan burnout, yaitu:
a. Environmental factor
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan fisik
(peralatan, ventilasi, pencahayaan, kebisingan, privasi, tempat duduk yang tidak
nyaman, dan ketiadaan fasilitas yang mendukung), konflik peran (adanya
ketidakcocokan individu dengan pekerjaannya, konflik antara nilai-nilai yang
dimiliki individu dengan pekerjaan, atau memiliki peran ganda seperti menjadi
pekerja dan ibu rumah tangga), beban kerja yang berlebihan (lamanya jam kerja,
banyaknya tanggungjawab yang harus diterima, dan banyaknya tugas yang harus
diselesaikan), keterlibatan terhadap pekerjaan, tingkat fleksibilitas waktu kerja
atau kuliah, dan kurangnya dukungan sosial,. Berdasarkan hasil penelitian
Adawiyah (2013) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang baik dapat
mendukung berkurangnya kecenderungan burnout. Individu yang memperoleh
dukungan sosial yang tinggi tidak hanya mengalami stres yang rendah, tetapi juga
dapat mengatasi stres secara lebih berhasil dibanding dengan individu yang
kurang memperoleh dukungan sosial. Dalam keluarga, faktor lingkungan termasuk
dalam jumlah anak, keterlibatan dalam keluarga, serta kualitas hubungan dengan
anggota keluarga.
b. Individual Factor
Faktor individu meliputi faktor demografik seperti jenis kelamin, etnis, usia,
status perkawinan, latar belakang pendidikan, status ekonomi, faktor kepribadian
seperti tipe keperibadian introvert atau extrovert, konsep diri yang rendah,
kebutuhan, motivasi, kemampuan dalam mengendalikan emosi, mekanisme
koping, dan locus of control. Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi cara
seseorang dalam menyikapi masalah, karena pria dan wanita tumbuh dan
dibesarkan dengan cara yang berbeda. Pria diajarkan bertindak tegas, tegar, dan
tanpa emosional, sedangkan wanita diajarkan untuk berprilaku lembut dan kasih
sayang. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015) pada perawat usia < 30 tahun
cenderung mengalami burnout ringan yaitu sebanyak tiga puluh orang dari 42
orang, sedangkan usia ≥ 30 tahun cenderung mengalami burnout sedang yaitu
sebanyak lima orang dari sebelas orang. Namun, dilihat dari tingkatan burnout
berat, tiga orang dengan usia < 30 tahun dan dua orang dengan usia ≥ 30 tahun
mengalaminya. Sedangkan, hasil penelitian Dewi dan Pramesti (2013)
menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat burnout yang signifikan pada guru SDN
yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) dan dewasa madya (40-60 tahun).
Annual Review of Psychology (dalam Nurjayadi, 2004) melaporkan bahwa
individu yang belum menikah (khususnya laki-laki) dilaporkan lebih rentan
terhadap sindrom burnout dibandingkan individu yang sudah menikah. Namun
perlu penjelasan lebih lanjut untuk status perkawinan. Individu yang sudah
menikah bisa saja memiliki resiko untuk mengalami burnout jika perkawinannya
kurang harmonis atau mempunyai pasangan yang tidak dapat memberikan
dorongan sosial (Nurjayadi, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015)
terdapat lima orang dari 23 orang yang sudah menikah mengalami burnout berat.
Tanggungjawab seseorang setelah menikah tentu berbeda dengan yang belum
menikah baik secara finansial maupun sosial.
tersebut dan terlihat lebih mampu menahan stres dibandingkan dengan locus of
control eksternal.
c. Cultural factor
Menurut Potter dan Perry (2005) budaya menggambarkan sifat non-fisik, seperti
nilai, keyakinan, sikap, atau adat istiadat yang disepakati oleh kelompok
masyarakatdan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur juga
merupakan kumpulan dari keyakinan, praktik, kebiasaan, kesukaan,
ketidaksukaan, norma, adat istiadat, dan ritual yang dipelajari dari keluarga
selama sosialisasi bertahun-tahun. Banyak keyakinan, pikiran, dan tindakan
masyarakat, baik disadari maupun tidak disadari, ditentukan oleh latar belakang
budaya. Akhirnya, kultur adalah sistem meta komunikasi yang di dalamnya tidak
hanya bahasa lisan, tetapi juga sesuatu yang lain. Salah satu contoh adalah cara
individu bereaksi secara nonverbal terhadap percakapan seseorang, cara individu
membuat kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
Potter dan Perry (2005) menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek-aspek
budaya diantaranya adalah komunikasi, waktu, variasi biologi, dan organisasi
sosial. 1) Perbedaan komunikasi ditujukkan dalam banyak cara, termasuk
perbedaan bahasa, perilaku verbal dan non-verbal, dan diam. 2) Orientasi waktu
beragam diantara kelompok kultur yang berbeda. Terdapat kultur yang mengacu
pada kejadian sekarang, adapula yang mengacu pada waktu yang akan datang.
Misalnya individu dalam hal kesehatan yang berorientasi pada waktu yang akan
datang, individu tersebut akan mencegah kejadian penyakit di masa mendatang.
3) Terdapat beberapa cara dimana seseorang dari satu kelompok kultural berbeda
secara biologis misalnya secara fisik dan genetik. Contoh signifikan diantaranya
adalah struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetic,
kerentanan terhadap penyakit, dan variasi nutrisi. 4) Lingkungan sosial dimana
seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal memainkan peranan penting dalam
perkembangan dan identitas kultural seseorang. Organisasi sosial mengacu pada
unit keluarga (keluarga kecil, orangtua tunggal, atau keluarga besar) dan
organisasi kelompok sosial (keagamaan atau etnik). Aspek-aspek budaya tersebut
dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout pada
seseorang.
teknik pengukuran burnout juga dianggap tidak efisien karena melelahkan, rumit,
serta membutuhkan banyak biaya. Sedangkan melalui teknik wawancara, para
peneliti juga menilai bahwa teknik tersebut dapat bersifat subjektif, tidak efisien,
sehingga juga dianggap kurang reliabel untuk mengukur burnout. Oleh sebab itu,
itu, disarankan untuk menggunakan kuesioner pelaporan diri. Kuesioner ini tersaji
dalam berbagai bentuk, yakni Freudenberger Burnout Inventories (FBI), Burnout
Measure (BM), dan Maslach Burnout Inventorry (MBI). Hanya saja diantara
ketiga alat ukur tersebut, hanya MBI yang dinilai paling lengkap untuk mengukur
burnout.
Maslach dan Jackson pada awal tahun 1980-an mengembangkan MBI yang
merupakan alat ukur untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Awalnya, MBI
hanya terbatas digunakan untuk mengukur tingkat burnout seseorang yang
memiliki kontak langsung dengan orang yang membutuhkan pelayanan. Ketika itu
terdapat MBI yang sering digunakan yaitu MBI-Human Services Survey (MBI-
HSS), MBI-Educator Survey (MBI-ES), dan MBI-General Survey (MBI-GS).
MBI-HSS ditujukan untuk mengukur tingkat burnout pada orang-orang yang
bekerja di bidang pelayanan publik, MBI-ES digunakan untuk mengukur tingkat
burnout pada pendidik atau guru. Sedangkan, MBI-GS digunakan untuk
mengukur tingkat burnout pada berbagai bidang pekerjaan. Selain itu terdapat
pula MBI-Student Survey (MBI-SS) yang dimodifikasi dari MBI-GS oleh
Schaufeli, et al. (2002). MBI-SS digunakan untuk mengukur tingkat burnout pada
mahasiswa dengan mengacu pada perasaan kelelahan karena tuntutan studi,
memiliki sikap sinis dan terpisah terhadap salah satu studi, dan merasa tidak
kompeten sebagai mahasiswa.
Hingga saat ini MBI merupakan alat ukur yang peling sering digunakan
untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Hal ini disebabkan dalam MBI
tercakup tiga indikator burnout yang bersifat multidimensional, yaitu dimensi
exhaustion, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi. Adanya
ketiga indikator yang bersifat multidimensional tersebut membuat MBI dinilai
lebih dapat memahami perilaku individu dalam konteks sosial dan memfokuskan
pada faktor-faktor sosial dan personal. Selain itu, administrasi pengerjaan tes yang
cepat dan mudah serta cara skoring yang relatif sederhana menjadikan MBI
Dimensi Burnout
1. Exhaustion
BURNOUT 2. Cynicism
3. Reduced Sense of
Personal
Accomplishment
Keterangan:
: Diteliti/dikendalikan : tidak diteliti
28
Universitas Jenderal Soedirman
29
mengukurnya. Menurut Widjono (2007) definisi ini disebut juga definisi subjektif,
karena disusun berdasarkan keinginan peneliti.
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Data
Burnout Kelelahan fisik, Menggunakan lembar Skor total 0-144 Ordinal
emosional, dan kuesioner, skoring diklasifikasikan
mental pada menggunakan skala alat menjadi
mahasiswa yang ukur Maslach Burnout 0 (tidak burnout)
sedang menjalani Inventory-Student Survey 1-48 (ringan)
perkuliahan di (MBI-SS), terdiri dari 24 49-96 (sedang)
Jurusan pertanyaan dengan 97-144 (berat)
Keperawatan pilihan jawaban 0=tidak
Fikes Unsoed pernah, 1=jarang pada masing-masing
sekali/satu kali dalam dimensi skor 0-48
setahun, 2=jarang/satu diklasifikasikan
kali dalam enam bulan, menjadi
3=kadang-kadang/satu 0 (tidak)
kali dalam sebulan, 1-16
4=sering/satu kali dalam (ringan),
seminggu, 5=sering 17-32
sekali/beberapa kali (sedang),
dalam seminggu, 33-48
6=selalu/setiap hari. (berat).
Jenis Perbedaan jenis Kuesioner Laki-laki, Nominal
kelamin dan fungsi perempuan
biologis yang
dicirikan dengan
organ vital
Pilihan Pilihan Jurusan Kuesioner Sesuai minat Nominal
jurusan keperawatan Tidak sesuai minat
berdasarkan merupakan
minat jurusan yang
diminati atau
tidak
Periode Periode tahun Kuesioner 2013 Nominal
angkatan angkatan ketika 2014
mahasiswa
memulai
perkuliahan
pertama kali
IPK Indeks prestasi Kuesioner dan dokumen < 2,00 (kurang Ordinal
kumulatif atau memuaskan)
akumulasi nilai di 2,00-2,75
seluruh semester (memuaskan)
yang telah dilalui 2,76-3,50
(sangat memuaskan)
3,51-4,00
(dengan pujian)
Daerah asal Tempat dimana Kuesioner DKI Jakarta, Jawa Nominal
mahasiswa Barat, Jawa Tengah,
berasal Jawa Timur,
berdasarkan Sumatera, dan
provinsi Maluku.
37
Universitas Jenderal Soedirman
38
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan skor total burnout (N=156)
Kategori Frekuensi (n) Persentase %
Tidak Burnout 0 0
Burnout Ringan 67 42,9
Burnout Sedang 88 56,4
Burnout Berat 1 0,6
Sumber: data primer terolah
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas Mahasiswa Jurusan
Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 mengalami burnout tingkat sedang sebesar
56,4%.
Tabel 4.5 Hasil uji komparatif variabel periode angkatan dengan skor total
burnout (n = 156)
Tingkat Burnout pv
Variabel Kategori Ringan Sedang Berat
n % n % n %
Periode Angkatan 2013 40 51,9 37 48,1 0 0 0,170
2014 27 34,2 51 64,6 1 1,3
Sumber: data primer terolah
Berdasarkan tabel 4.5 hasil menunjukkan bahwa nilai kemaknaan yaitu p =
0,170 atau p > 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat burnout antara periode angkatan 2013 dan 2014 Mahasiswa
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed.
4.02 Pembahasan
Penelitian ini membahas beberapa hal yang mengacu pada hasil penelitian berupa
analisis univariat dan bivariat.
4.02.1 Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini meliputi gambaran karakteristik responden,
gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed secara
umum dan berdasarkan karakteristik responden.
4.02.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, pilihan jurusan
berdasarkan minat, periode angkatan, IPK, dan daerah asal tempat tinggal.
Deskripsi karakteristik responden tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar mahasiswa jurusan keperawatan
angkatan 2013 dan 2014 berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin merupakan
perbedaan jenis dan fungsi biologis yang dicirikan dengan organ vital. Meskipun
dalam ilmu keperawatan tidak membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan dalam menjalani profesi sebagai seorang perawat yang profesional.
Namun, menurut peneliti profesi keperawatan lebih disenangi oleh kaum
perempuan dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Chahyani (2012) bahwa jenis kelamin perempuan pada mahasiswa S1
keperawatan menempati proporsi terbanyak yaitu sebesar 93,9%, karena
perempuan memang lebih memiliki minat untuk mengambil jurusan keperawatan.
Selain itu, persepsi masyarakat di Indonesia lebih mengidentikkan profesi perawat
dengan perempuan.
Hal ini sesuai dengan temuan yang dikemukakan oleh Australian Institute of
Health and Welfare dalam Wulandari dan Hening (2013) yang menyatakan bahwa
perawat didominasi oleh perempuan. Tidak hanya mahasiswa S1, mahasiswa D3
keperawatan dalam penelitian Prasetyo dan Petrus (2009) jenis kelamin
perempuan juga menempati proporsi terbanyak yaitu sebesar 80,26%. Begitupun
dengan penelitian Simbolon (2015) mayoritas mahasiswa keperawatan berjenis
kelamin perempuan yaitu sebesar 86,67 %. Menurut Sullivan (2001)
perbandingan perawat laki-laki dan perempuan yang ada sebesar 1:19. Jenis
kelamin perempuan juga rata-rata menempati proporsi 65% pada setiap institusi
pendidikan keperawatan di Indonesia (Razi, 2014).
Hal ini kemungkinan disebabkan pekerjaan di dunia keperawatan
membutuhkan kesabaran, ketekunan dan ketelatenan yang biasanya sifat tersebut
lebih banyak dimiliki oleh sebagian besar kaum perempuan. Sifat sabar, tekun,
dan telaten yang dimiliki oleh perempuan, menyebabkan mahasiswa perempuan
mampu mengerjakan asuhan keperawatan dengan lebih teliti (Fikri dalam Beauty
dan Arif, 2009). Perempuan juga lebih unggul dalam sifat pengasuhan, perhatian,
dan kelembutan. Sifat-sifat tersebut dibutuhkan dalam menjalankan tugas
keperawatan sesuai dengan prinsip caring. Selain itu menurut Douglas (2007),
bahwa dunia keperawatan didominasi oleh kaum wanita karena profesi
keperawatan identik dengan rasa keibuan seorang wanita.
Sejarah keperawatan dalam Potter dan Perry (2005), laki-laki dan
perempuan telah memegang peran perawat. Masuknya perempuan dalam
keperawatan sekitar 300 M. Perempuan memasuki dunia keperawatan karena
posisi sosial perempuan pada zaman Romawi meningkat, penganut agama Kristen
meyakini bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama, dan kaum tersebut
meminta perempuan untuk melaksanakan pekerjaan Tuhan atas nama orang-orang
yang distres. Kemudian Ordo Benedictine, berdiri pada abad keenam,
meningkatkan jumlah laki-laki yang memasuki dunia keperawatan. Kemiliteran
membutuhkan perawat laki-laki dalam peperangan untuk menangani
kegawatdaruratan. Menurut Prayoga (2009) dalam penelitiannya bahwa sosok jati
diri seorang perawat laki-laki memiliki sifat maskulin namun mempunyai sisi
feminis. Melalui pemberian kesempatan itulah perawat laki-laki akan mempunyai
kesempatan yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian
integral dari perawat. Walaupun pada tugas tertentu perawat laki-laki mendapat
simpati, namun sudah seharusnya perawat laki-laki harus meningkatkan
profesionalitasnya sebab keterbatasan anggota perawat laki-laki akan sangat
berpengaruh pada kinerjanya. Perawat laki-laki harus lebih bersikap dewasa dan
memantapkan diri dalam setiap tugas pelayanan yang diembannya, termasuk
menghilangkan citra buruk laki-laki, baik di rumah maupun pada saat tugas.
luas. Berbagai arah karier dan tujuan terbuka bagi perawat baru maupun yang
sudah berpengalaman. Kesempatan untuk mengembangkan karier meningkat.
Pengembangan daftar pilihan karier keperawatan dapat membantu perawat-
perawat berhak memutuskan mana dari empat bidang keperawatan yaitu klinis,
administrasi, riset atau pendidikan yang menjadi keinginan atau pilihan aktivitas
kerja perawat. Selain itu, profesi perawat saat ini telah diperbolehkan untuk
melakukan praktik Keperawatan mandiri sebagaimana yang telah tercantum
dalam UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 28.
Namun, dalam hasil penelitian ini juga terdapat sebagian mahasiswa yang
kuliah di keperawatan tidak sesuai dengan minatnya. Hal ini kemungkinan karena
dalam menentukan pilihan jurusan terdapat kontribusi keluarga, teman, atau
orang-orang terdekat, sehingga jurusan yang dipilih mengikuti bagaimana yang
disarankan orang-orang tersebut. Jika melihat latar belakang saat SMA,
berdasarkan wawancara Montu (2014) dalam penelitiannya siswa tidak berminat
di bidang keperawatan dikarenakan menurut siswa sekarang telah banyak yang
berminat masuk dalam dunia pendidikan keperawatan, secara otomatis siswa
berpikir nantinya akan menjadi sangat sulit untuk mencari lapangan pekerjaan
disebabkan pendidikan keperawatan yang telah menjamur dimana-mana. Ada juga
yang berpikir bahwa bagi siswa profesi perawat sangat membosankan sebab akan
menimbulkan risiko tinggi terhadap perawat untuk dapat terjangkit penyakit.
Selain itu kemungkinan besar siswa belum mengetahui lebih banyak tentang dunia
keperawatan secara menyeluruh atau hanya ingin mengikuti zaman bahwa saat ini
yang menjadi jurusan favorit dan banyak diminati adalah jurusan keperawatan.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
sesuai dengan minatnya. Hal ini disebabkan akreditasi Keperawatan Unsoed
memang sudah baik dan pendidikan tinggi keperawatan juga penting bagi
seseorang yang ingin menjadi perawat. Lahan untuk karier seorang perawat juga
banyak, bahkan dapat melakukan praktik secara mandiri. Pekerjaan perawat pun
sudah dilindungi oleh UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan.
c. Periode Angkatan
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden angkatan 2013 dan 2014 hampir
seimbang. Hal ini dikarenakan daya tampung untuk Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed yang cenderung tetap atau hampir sama dari tahun ke tahunnya yaitu 80
hingga 90 orang (SPMB Unsoed, 2014). Dimana dalam proses pembelajaran
semester awal, terdapat juga beberapa mahasiswa yang mengundurkan diri. Pada
penerimaan awal perkuliahan jumlah mahasiswa angkatan 2013 adalah 79 orang
dan 2014 adalah 82 orang.
d. IPK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa angkatan 2013 dan
2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berada pada kategori IPK 2,76 – 3,50
atau sangat memuaskan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Utami dan Efy
(2013) bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan memiliki IPK dengan
kategori sangat memuaskan sebanyak 62,3%. Begitu juga hasil penelitian
Wulandari dan Hening (2013) bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan
berada pada kategori IPK sangat memuaskan sebanyak 59,8% dengan rata-rata
IPK 3,43. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar IPK mahasiswa
keperawatan tergolong baik.
Hal ini sesuai dengan kriteria kelulusan sistem blok di Jurusan Keperawatan
FIKes Unsoed berdasarkan SK Dekan FIKes No. Kept.713/UN23.07/DT/2014
bahwa mahasiswa dinyatakan kompeten dan lulus blok apabila kompetensi
masing-masing elemen penilaian (kognitif, psikomotor, dan afektif) lulus dengan
nilai minimal 65,00 (B/C) atau bobot 2,5 dengan catatan nilai psikomotor atau
skills lab minimal 75 (A/B) atau bobot 3,5 dan afektif minimal 70 (B) atau bobot
3. Apabila didapati komponen kognitif dan psikomotor lulus namun afektif tidak
mencapai 70 maka nilai tidak diproses, yang bersangkutan langsung mendapatkan
nilai E dan dinyatakan tidak lulus. Mahasiswa yang masih mendapat nilai baru C
atau bobot 2 dan D atau bobot 1 setelah mengikuti remedial, harus mengulang
blok secara non regular sesuai jadwal sebelum yudisium (Buku Pedoman FIKes
Unsoed Jurusan Keperawatan, 2015).
Bagi mahasiswa memiliki keilmuan yang kompeten adalah hal yang sangat
penting untuk menjadi seorang perawat nantinya. Sesuai dengan UU no.38 tahun
mendaftarkan anaknya di Unsoed. Selain itu, di Jawa Tengah bagian selatan hanya
terdapat Unsoed yang merupakan universitas negeri.
Selain yang berasal dari Jawa Tengah, terdapat juga mahasiswa yang berasal
dari luar Jawa Tengah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, bahkan
Sumatera dan Maluku. Meskipun di DKI Jakarta terdapat banyak universitas baik
negeri maupun swasta, karena saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 492.a/M/KP/VIII/2015 tentang
klasifikasi dan pemeringkatan perguruan tinggi di Indonesia tahun 2015, Unsoed
telah menduduki peringkat ke enam belas dari 3320 perguruan tinggi di Indonesia
(Ristekdikti, 2015). Maka Unsoed termasuk salah satu universitas negeri yang
baik, sehingga peminat pun banyak berdatangan dari daerah ibu kota. Selain itu,
Unsoed terletak di daerah perbatasan Jawa Barat, sehingga banyak juga
mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut. Pemerintah daerah Maluku juga
telah bekerja sama dengan Unsoed, karena jurusan di bidang kesehatan sangatlah
kurang, sehingga pemerintah daerah meminta agar Unsoed menerima putra-putri
daerahnya untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Unsoed khususnya di
bidang kesehatan. Walaupun pemerintah memberikan kebebasan pada mahasiswa
dalam memilih jurusan di luar bidang kesehatan, tetapi lebih dituntut untuk
memilih jurusan di bidang kesehatan. Mahasiswa asal Maluku mayoritas memilih
jurusan keperawatan (15,5%) dari 20 jurusan di Unsoed (Nurlette, 2014).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas Mahasiswa
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berasal dari Jawa Tengah adalah hal yang
wajar. Namun, peran Unsoed semakin berkembang dari masa ke masa dan
diminati, bahkan oleh masyarakat di luar wilayah Banyumas sebagai lembaga
pendidikan tinggi yang mampu mengemban amanah masyarakat untuk
pengembangan sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (Adjisoedarmo, et al., 2015). Sehingga Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes Unsoed juga banyak yang berasal dari luar Jawa Tengah.
4.02.1.2 Gambaran Burnout Pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed
Gambaran burnout disajikan berdasarkan skor total dan skor masing-masing
dimensi. Berdasarkan skor total hasil menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa
jurusan keperawatan angkatan 2013 dan 2014 mengalami burnout tingkat sedang.
Berdasarkan masing-masing dimensi, pada dimensi keletihan emosi dan
menurunnya pencapaian prestasi akademik juga mayoritas mahasiswa mengalami
burnout sedang. Sedangkan pada dimensi sinisme mayoritas mengalami burnout
ringan. Selain itu, terdapat satu orang pada masing-masing dimensi keletihan
emosi dan sinisme, serta dua orang pada dimensi menurunnya pencapaian prestasi
akademik yang tidak mengalami burnout.
Jika dilihat sesuai dengan kuesioner, keletihan emosi dapat disebabkan
mahasiswa merasa lelah menjalani rutinitas perkuliahan sehari-hari yang cukup
padat, merasa tugas-tugasnya membuat mahasiswa menjadi penat, serta merasa
jenuh dengan pelajaran-pelajaran, sehingga mahasiswa merasa lelah dan tidak
memiliki energi yang cukup meski sudah istirahat yang cukup. Menurunnya
pencapaian prestasi akademik disebabkan mahasiswa merasa kurang percaya diri
dalam mengerjakan setiap tugas-tugas akademik, merasa semuanya diselesaikan
dengan tidak efektif, merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat kuliah
dan merasa kompetensi yang dimiliki dalam perkuliahan menurun. Sedangkan
dimensi sinisme pada kategori ringan disebabkan mayoritas mahasiswa tertarik
pada jurusan keperawatan sejak mendaftarkan diri di kampus, merasa bangga
kuliah di jurusan keperawatan, dan menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap
tugas yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa yang
kuliah di jurusan keperawatan sesuai dengan minatnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa
mayoritas mahasiswa keperawatan mengalami sinisme yang ringan sebesar
72,7%, disebabkan mahasiswa tertarik dengan kampusnya dan memiliki rasa
empati yang baik terhadap orang lain. Namun berbeda pada dimensi keletihan
emosi, mahasiswa mengalami burnout ringan sebesar 62,8% dan pencapaian
prestasi pribadi yang rendah sebesar 38,8% atau dapat dikatakan menurunnya
pencapaian prestasi akademik pada kategori berat. Sebaliknya, hasil penelitian
Silva, et al. (2014) bahwa mayoritas mahasiswa keperawatan mengalami burnout
berat pada semua dimensi, yaitu masing-masing sebesar 64%, 35,79%, dan
87,72%. Hal ini disebabkan ketika mahasiswa menjalani proses pembelajaran,
mungkin persepsi mahasiswa berbeda terhadap situasi yang berhubungan dengan
teori dan aktivitas praktik yang membuat mahasiswa sangat stres. Sehingga
memungkinkan mahasiswa menggunakan strategi koping untuk mengurangi efek
dari stres. Tetapi, ketika strategi ini tidak efektif untuk mengurangi stres, maka
stres yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan mahasiswa menjadi mudah
mengalami burnout.
Berdasarkan hasil observasi Silva, et al. (2014) meskipun burnout terdiri
dari tiga dimensi, namun keletihan emosi dapat menjadi faktor pencetus utama
untuk nantinya mengalami burnout ditambah pengalaman sebagian besar individu
yang memiliki mental lemah. Burnout mungkin lebih tinggi terjadi pada program
keperawatan, hal ini kemungkinan berhubungan dengan suasana akademik dan
fungsi dari penyelenggaraan pada pembelajaran setiap mata kuliah mahasiswa
yang berbeda. Menurut pakar burnout dalam Silva, et al. (2014) menyebutkan
bahwa burnout juga disebabkan mahasiswa terlibat dalam aktivitas klinik, seperti
interaksi dengan pasien, sehingga membuat mahasiswa merasa ragu-ragu dan
tanggungjawabnya menjadi lebih berat. Namun, menurut American Nursing
Student lingkungan belajar mengajar dari aktivitas klinik dapat memperluas
pengalaman mahasiswa.
Burnout dapat disebabkan oleh faktor work overload. Menurut Leiter dan
Maslach dalam Nursalam (2009) work overload adalah suatu keadaan dimana
individu terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu yang sedikit.
Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjakan melebihi kapasitas
kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan. Work overload dapat terjadi
karena mahasiswa harus menjalani perkuliahan dari pagi hingga sore dan hampir
setiap hari dari Senin hingga Jumat. Selain menjalani perkuliahan di kampus,
mahasiswa juga harus mengerjakan tugas-tugas dengan waktu pengumpulan tugas
yang terbatas.
Pada metode pengajaran yang digunakan dalam kurikulum sistem blok di
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed diantaranya kuliah interaktif (lecture),
Debate Session (DS), praktikum laboratorium, lapangan, dan skill lab. Selain itu
terdapat berbagai macam diskusi seperti SGD, PBL, diskusi film, Diskusi Panel
Narasumber (DPN), dan sebagainya. Selain kegiatan perkuliahan, praktik,
maupun diskusi, terdapat juga berbagai macam tugas yang harus diselesaikan
seperti laporan diskusi, SDL, DL, portofolio, refferat journals, pembuatan poster
dan film, serta karya tulis ilmiah atau skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir.
Mahasiswa juga harus mempersiapkan untuk ujian yang dilaksanakan hampir
setiap minggu. Selain itu, 7 dari 10 mahasiswa juga mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) di luar perkuliahan. Mahasiswa mengatakan bahwa
mahasiswa sepakat dengan berbagai metode tersebut, karena sistem pembelajaran
menjadi bervariasi. Tetapi, dari metode-metode tersebut menimbulkan banyaknya
tugas-tugas yang harus diselesaikan, sehingga hal ini yang menjadi beban bagi
mahasiswa dan terjadi work overload, yang akhirnya mengakibatkan mahasiswa
menjadi burnout.
Struktur kurikulum yang digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada SK
Mendiknas no.045/U/2002 tentang kurikulum berbasis kompetensi yaitu
kurikulum dengan sistem blok. Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa diharapkan
dapat mengatur waktu seefektif mungkin, karena waktu untuk menyelesaikan
dalam satu blok cukup singkat, sehingga sistem pembelajaran pun akan menjadi
cukup padat. Namun, bagi mahasiswa yang pintar dalam mengatur waktu dan
mengelola work overload tersebut, mahasiswa tetap dapat menjalani rutinitas
tanpa begitu banyak tekanan. Sehingga hal ini juga lah yang menjadi penyebab
mayoritas mahasiswa burnout tidak pada kategori berat. Sedangkan hasil
penelitian Ruzyczka dan Magdalena (2013) bahwa penyebab burnout pada
mahasiswa keperawatan adalah 32% karena ketidakhadiran dosen, 28% karena
jam praktik atau kuliah yang berlebih, 16% karena pengalaman yang tidak
menyenangkan saat praktik, dan lain-lain 7,4%. Selain itu hasil penelitian
Purnama, Darmiyati, dan Eva (2011) bahwa penyebab burnout pada mahasiswa
adalah 19% karena karakteristik mahasiswa, 33% keterlibatan emosional dengan
lingkungan belajar, dan 48% faktor lingkungan.
Beberapa hasil penelitian mengenai pembelajaran sistem blok diantaranya
oleh Simbolon (2015) menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti sistem
belajar blok mengalami gejala-gejala stres akademis dalam kategori sering dengan
gejala yang lebih sering dirasakan oleh mahasiswa adalah gejala sulit
berkonsentrasi. Namun, seberapa sering gejala yang mahasiswa alami dapat
berdampak terhadap pencapaian akademis mahasiswa tersebut tergantung dari
strategi atau manajemen stres yang dimiliki. Selain itu hasil penelitian Utami
(2012) bahwa dari 79 responden mahasiswa angkatan 2010 dengan sistem blok
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed, yang mengalami stres sebanyak 66
responden. Hal ini disebabkan oleh penugasan yang cukup banyak, tugas yang
jeda pengumpulannya singkat dan terkadang mendadak, ujian atau evaluasi yang
dilakukan hampir setiap minggu, serta jadwal kuliah yang padat. Hasil penelitian
Dayfiventy (2012) juga menunjukan bahwa dari 66 responden mahasiswa sistem
blok, 75,8% diantaranya mengalami stres terkait dengan mempersiapkan ujian
blok fakultas kedokteran.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
mengalami burnout tingkat sedang. Pada dimensi keletihan emosi dan
menurunnya pencapaian prestasi akademik mayoritas mengalami burnout sedang.
Sedangkan pada dimensi sinisme mayoritas mengalami burnout ringan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh faktor work overload. Mahasiswa diharapkan
dapat mengatur waktu seefektif mungkin, karena waktu untuk menyelesaikan
dalam satu blok cukup singkat. Bagi mahasiswa yang pintar dalam mengatur
waktu dan mengelola work overload tersebut, mahasiswa tetap dapat menjalani
rutinitas tanpa banyak tekanan. Hal ini juga lah yang menjadi penyebab
mahasiswa burnout berdasarkan skor total tidak pada tingkat berat.
4.02.1.3 Gambaran Burnout Berdasarkan Karakteristik Responden
Gambaran burnout dilihat berdasarkan karakteristik responden meliputi jenis
kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat, periode angkatan, IPK, dan daerah
asal tempat tinggal.
a. Gambaran Burnout Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, persentase laki-laki
mengalami burnout sedang lebih tinggi dari pada perempuan. Menurut Anggreini
(2012) hal ini dapat dipengaruhi oleh rasa percaya diri, minat terhadap pelajaran,
dan juga motivasi. Kemungkinan motivasi dan minat responden laki-laki dalam
bidang keperawatan dan untuk menjadi perawat rendah. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Cecil, et al. (2014) bahwa persentase mahasiswa kedokteran
berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi mengalami burnout yaitu sebesar 30,6%
bidang keperawatan dan untuk menjadi perawat rendah. Namun, hal ini juga dapat
terjadi karena kurang meratanya jumlah mahasiswa berdasarkan jenis kelamin.
b. Gambaran Burnout Berdasarkan Minat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase burnout dengan kategori tingkat
sedang, lebih banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah tidak sesuai dengan
minatnya. Selain itu terdapat juga 2% yang mengalami burnout berat. Hal ini
disebabkan ketika individu tidak tertarik dengan jurusan program pendidikan
tinggi yang dipilih atau tidak sesuai minatnya, maka dapat menyebabkan
kurangnya rasa ketertarikan positif di lingkungannya, dan individu akan kurang
memiliki rasa belongingness terhadap lingkungan perkuliahan yang dijalaninya.
Menurut Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2009) breakdown in community
adalah suatu kondisi dimana seseorang akan melakukan pekerjaan dengan
maksimal ketika memiliki kenyamanan, kebahagiaan, dan hubungan yang baik di
lingkungannya. Ketika semua itu dirasakan tidak baik, maka akan membuat
suasana di lingkungan tidak nyaman, full of anger, frustasi, cemas, dan merasa
tidak dihargai.
Menurut Purwanto (2007) minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar
sebagai gerak-gerik, dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat
dengan pikiran dan perasaan. Dengan begitu minat sangat menentukan sikap yang
menyebabkan seseorang aktif dalam suatu pekerjaan, atau dengan kata lain, minat
dapat menjadi sebab dari suatu kegiatan. Menurut Prima, et al. (2011) minat
merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
yang diinginkan. Motivasi juga dapat berpengaruh terhadap burnout. Berdasarkan
hasil penelitian Tawale, Widjajaning, dan Gartinia (2011) menunjukkan bahwa
jika motivasi yang dimiliki rendah, maka kecenderungan burnout akan tinggi,
begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase burnout
dengan ketegori tingkat sedang, lebih banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah
tidak sesuai dengan minatnya. Hal ini dapat disebabkan kurangnya rasa
ketertarikan positif di lingkungan, kurang memiliki rasa belongingness terhadap
lingkungan perkuliahan, dan motivasi yang rendah saat proses memilih jurusan
program pendidikan tinggi.
c. Gambaran Burnout Berdasarkan Periode Angkatan
Hasil menunjukkan bahwa responden angkatan 2013 mengalami burnout ringan
lebih tinggi dari angkatan 2014. Selain itu, terdapat juga 1,3% yang mengalami
burnout tingkat berat pada angkatan 2014. Hal ini kemungkinan disebabkan saat
pengambilan data yang dilaksanakan selama satu minggu, angkatan 2014 sedang
berada di blok Circulation and Oxygenation dimana mahasiswa sedang menjalani
perkuliahan yang cukup padat, dengan tugas-tugas yang cukup banyak, serta
menjalani skill lab bahkan persiapan untuk ujian skill lab dan ujian akhir blok atau
kompre. Sehingga, mahasiswa sedang mengalami banyak tekanan. Berbeda
dengan angkatan 2013, pengambilan data dilakukan pada satu hari secara
bersamaan dalam satu kelas, dan baru saja memasuki blok Mental Health Nursing
di minggu pertama, sehingga mahasiswa tidak banyak mengalami tekanan karena
perkuliahan belum padat dan masih belum mendapatkan banyak tugas.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Cecil, et al. (2014) bahwa persentase
burnout mahasiswa kedokteran pada tahun kedua lebih besar daripada tahun
ketiga, yaitu masing-masing sebesar 27,3% dan 24,2%. Hal ini disebabkan
perbedaan adaptasi dalam pembelajaran, pengalaman menjadi mahasiswa, dan
mata kuliah yang diambil. Berbeda dengan hasil penelitian Celik dan Emel (2013)
bahwa mahasiswa arsitektur pada tahun ketiga mayoritas mengalami burnout
sedang (2,60 – 3,39) sebesar 2,99 dan mahasiswa tahun kedua mengalami
burnout ringan (1,80 – 2,59) sebesar 2,56. Hal ini disebabkan pada tahun ketiga
mahasiswa sedang melaksanakan berbagai proyek penting seperti arsitektur,
perencanaan proyek kota, serta proyek konservasi dan restorasi, dimana proyek-
proyek tersebut merupakan proyek yang cukup sulit dan berat, sehingga
mahasiswa memiliki banyak tekanan. Selain itu hasil penelitian Purwati (2012)
tentang stres akademik, bahwa semakin tinggi tingkatan usia, maka tingkat stres
akademik cenderung mengalami semakin rendah.
Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa responden
angkatan 2013 mayoritas mengalami burnout ringan, sedangkan angkatan 2014
mayoritas mengalami burnout sedang masih merupakan hal yang wajar. Karena
2013 dan 2014 memasuki perkuliahan pada periode yang berbeda, dengan mata
kuliah atau blok yang dijalani juga berbeda.
d. Gambaran Burnout Berdasarkan IPK
Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi IPK mahasiswa, maka semakin ringan
dalam mengalami burnout. Hal ini disebabkan mahasiswa dengan IPK tinggi akan
lebih merasa percaya diri dalam menjalani perkuliahan dan mengerjakan berbagai
tugas yang diberikan dosen dengan efektif. Mahasiswa tersebut juga merasa
menjadi seorang pelajar yang baik, merasa kompeten, dan mengikuti pelajaran di
kelas tanpa sebuah ketegangan. Meskipun terdapat 1% yang mengalami burnout
berat pada kategori IPK sangat memuaskan, hal ini kemungkinan mahasiswa
dituntut untuk mendapatkan IPK yang tinggi oleh keluarga, sehingga menjadi
sebuah tekanan bagi dirinya.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Savitri (2005) tentang kecemasan
yang menunjukkan semakin tinggi prestasi yang diraih mahasiswa, maka tingkat
kecemasannya semakin rendah. Sedangkan hasil Utami (2013) bahwa responden
dengan IPK tinggi memiliki proporsi kecemasan sedang yang lebih besar
dibandingkan IPK yang rendah. Perbedaan ini dapat terjadi karena orang yang
berpengetahuan baik atau pandai, cenderung perfeksionis, sehingga mudah
khawatir bila berbuat salah dan gagal serta takut menghadapi tantangan (Petersen,
2009).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi IPK
semakin ringan mahasiswa mengalami burnout. Namun, hal ini bukanlah hal yang
menjadi jaminan, karena mahasiswa dengan IPK tinggi juga berisiko
mendapatkan banyaknya tuntutan dari keluarga atau mahasiswa tersebut
cenderung memiliki kepribadian yang menuntut harus sempurna dalam segala hal.
e. Gambaran Burnout Berdasarkan Asal Daerah
Hasil menunjukkan bahwa persentase yang mengalami burnout dengan kategori
tingkat sedang lebih tinggi pada mahasiswa yang berasal dari Sumatera dan
Maluku, namun terdapat 1% yang mengalami burnout tingkat berat berasal dari
Jawa Tengah. Hal ini disebabkan mahasiswa yang berasal dari Sumatera dan
Maluku adalah mahasiswa perantau dan terdapatnya perbedaan budaya. Menurut
Potter dan Perry (2005) bahwa banyak keyakinan, pikiran, dan tindakan
masyarakat baik disadari maupun tidak, ditentukan oleh latar belakang budaya.
Terdapat berbagai aspek-aspek budaya diantaranya komunikasi, waktu, variasi
biologi, dan organisasi sosial. Aspek-aspek budaya tersebut dapat menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout seseorang.
Menurut Fitriany (2008) mahasiswa perantauan adalah suatu kelompok
dalam masyarakat yang pergi ke daerah lain untuk menuntut ilmu pengetahuan di
perguruan tinggi sehingga memperoleh statusnya dalam ikatan perguruan tinggi
tersebut. Orang yang merantau harus dapat menyesuaikan dirinya dengan
berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda etnis dan
kebudayaannya. Mahasiswa perantau pada masa remaja lanjut menghadapi
berbagai kesulitan penyesuaian dan tidak mampu mengatasi sendiri. Tidak sedikit
mahasiswa perantau yang membutuhkan bantuan dalam menyesuaikan diri
sebagai mahasiswa, serta bantuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam
pergaulan maupun studi.
Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih
kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang
diinginkan. Fenomena ini juga dianggap sebagai usaha pembuktian kualitas diri
sebagai orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat
keputusan (Santrock, 2002). Pada proses pendewasaan dalam mencapai
kesuksesan, mahasiswa perantau dihadapkan pada berbagai perubahan dan
perbedaan diberbagai aspek kehidupan yang membutuhkan kepercayaan diri,
mandiri serta banyak penyesuaian (Chandra, 2004). Berdasarkan hasil penelitian
Anggarini (2013) bahwa semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi
penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa perantau, begitupun semakin
tinggi penyesuaian diri maka semakin tinggi pula kemandirian yang dilakukan.
Ketika mahasiswa perantau tersebut tidak memiliki kepercayaan diri, mandiri
serta banyak penyesuain diri, maka hal tersebut dapat berdampak pada
terguncangnya emosi, kecemasan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib
yang dialami (Fitriany, 2008). Hal tersebut juga lah yang mengakibatkan
mahasiswa perantau mengalami burnout.
Hasil penelitian Nurlette (2014) menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa
yang berasal dari Maluku mengalami kecemasan tingkat sedang (82,8%), namun
diri yang baik, maka mahasiswa tersebut juga tidak akan mengalami burnout. Hal
ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
4.02.2 Analisis Bivariat
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat burnout antara
periode angkatan 2013 dan 2014. Walaupun pada analisis univariat didapatkan
persentase yang berbeda, hal tersebut kemungkinan dikarenakan waktu
pengambilan data yang berbeda dan beban blok yang sedang ditempuh pun
berbeda. Tidak adanya perbedaan tingkat burnout disebabkan sarana dan
prasarana yang mahasiswa gunakan atau lingkungan perkuliahan adalah sama,
sistem pembelajaran yang digunakan adalah sama-sama dengan sistem blok.
Faktor penyebab burnout mahasiswa kedua angkatan juga hampir sama jika
dilihat dari beberapa faktor penyebab burnout menurut Leiter dan Maslach dalam
Nursalam (2009) diantaranya faktor work overload, reward, breakdown in
community, dan usia. Selain itu dilihat berdasarkan data asal daerah tempat tinggal
dan pendapat mahasiswa mengenai pelaksanaan sistem blok.
Berdasarkan kuesioner, jawaban yang diungkapkan oleh angkatan 2013 dan
2014 hampir sama, seperti pada dimensi exhaustion mayoritas mahasiswa kedua
angkatan menjawab pernyataan merasa lelah ketika bangun pagi dan merasa penat
pada skor yang sama yaitu 5 atau sering sekali. Hal ini menunjukkan bahwa
mahasiswa sama-sama merasakan lelah akibat beban yang cukup berat karena
perkuliahan. Namun, kedua angkatan ini sama-sama sepakat tentang pelaksanaan
sistem blok, karena selain memang tuntutan harus menggunakan sistem blok,
mahasiswa merasa sistem blok sudah cukup efektif untuk dilaksanakan, seperti
dengan ujian yang dilaksanakan hampir setiap minggu, hal ini membuat
mahasiswa belajar menjadi tidak menumpuk diakhir semester, karena pelajaran
yang dijadikan materi ujian belum lama dipelajari saat lecture maupun secara
mandiri.
Berdasarkan data yang diambil, mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 yang
kuliah tidak sesuai dengan minatnya yaitu hampir sama, masing-masing 24 orang
dan 26 orang. Asal daerah tempat tinggal mahasiswa 2013 dan 2014 juga sama,
yaitu berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera,
dan Maluku. Mahasiswa yang berasal dari Sumatera ataupun Maluku pada
angkatan 2013 dan 2014 hampir seimbang, yaitu masing-masing 6 orang dan 4
orang. Sehingga, faktor budaya asal daerah kedua angkatan ini hampir sama. Jika
dilihat dari faktor reward, berdasarkan data yang mendapatkan beasiswa
mahasiswa kedua angkatan ini sama-sama banyak yang mendapatkan beasiswa
baik itu beasiswa berdasarkan prestasi maupun tidak mampu.
Berdasarkan usia, usia mahasiswa angkatan 2013 berada pada rentang 20
hingga 21 tahun, dan angkatan 2014 berada pada rentang 19 hingga 20 tahun.
Menurut Depkes RI (2009) usia tersebut sama-sama berada pada kategori remaja
akhir yaitu 17 – 25 tahun. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa tidak
ada perbedaan kategori usia mahasiswa antara kedua angkatan. Selain itu, kedua
angkatan ini juga sama-sama mengakui bahwa meskipun padatnya rutinitas sistem
blok, mahasiswa telah dapat beradaptasi dengan sistem blok ini. Menurut hasil
penelitian Christyanti, Dewi, dan Wiwik (2010) terhadap stres pada mahasiswa
kedokteran yang menggunakan sistem blok menunjukkan bahwa apabila
mahasiswa memiliki penyesuaian diri terhadap tuntutan akademik yang baik,
maka kecenderungan stresnya rendah, begitu pun sebaliknya. Hal ini juga yang
dapat membantu meminimalisir tingkat burnout pada mahasiswa.
Paparan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat burnout
antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2014. Hal ini dikarenakan keseluruhan
faktor penyebab burnout mahasiswa dari kedua angkatan hampir sama. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Galan, et al. (2011) bahwa tidak ada perbedaan
tingkat burnout antara mahasiswa tahun kedua (53%) dan tahun ketiga (43%) di
Universitas Minnesota Spanyol. Hal ini dikarenakan sama-sama merasa tidak ada
tugas yang mudah. Hasil penelitian Zulkarnain dan Ferry (2009) tentang
kecemasan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecemasan antara mahasiswa tahun
kedua (mean=77,83) dan tahun ketiga (mean=78,69), tingkat kecemasan hanya
lebih tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Hal ini disebabkan mahasiswa yang
memiliki masa studi yang lebih lama, memiliki pengalaman-pengalaman yang
lebih banyak, sehingga menjadi lebih tahan terhadap tekanan-tekanan yang
dialami dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki masa studi tahun
pertama.
Berbeda dengan hasil penelitian Ried, et al. (2006) bahwa ada perbedaan
tingkat burnout pada mahasiswa tahun kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan oleh
faktor kurikulum. Mahasiswa tahun kedua lebih berisiko mengalami kelelahan
emosi 13% dari 42,4% karena persepsi burnout lebih kuat dari mahasiswa yang
lain. Mahasiswa merasa burnout akibat perkuliahan, merasa bekerja lebih keras
dalam kuliah, frustasi karena kuliah, dan merasa ingin mengakhiri segala ikatan
dengan perkuliahan. Selain itu, merasa tidak mempunyai prestasi apapun yang
bermanfaat, dan hal ini memang dirasakan sedikit nyata. Hasil penelitian Alvi et
al. (2010) tentang depresi juga menemukan tidak adanya hubungan signifikan
antara tahun studi dan tingkat gejala depresi pada mahasiswa kedokteran.
Prevalensi mahasiswa yang memiliki gejala depresi lebih banyak ditemukan pada
tahun kedua (39,4%), diikuti tahun pertama (32,9%), dan tahun ketiga (18,7%).
Alasannya mungkin stres berhubungan dengan lingkungan belajar baru dan
tingkat yang berat dari beban kerja dengan kewajiban untuk meraih kesuksesan.
Prevalensi gejala depresi pada tahun ketiga mengalami penurunan karena
mahasiswa sudah mengembangkan mekanisme adaptasi dan coping terhadap
lingkungan belajar dan perkuliahan di Fakultas Kedokteran.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat burnout antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2014. Walaupun
pada analisis univariat didapatkan persentase yang berbeda, hal tersebut
kemungkinan dikarenakan waktu pengambilan data yang berbeda dan beban blok
yang sedang ditempuh pun berbeda. Tidak adanya perbedaan tingkat burnout
disebabkan oleh beberapa faktor penyebab burnout di kedua angkatan ini hampir
seluruhnya sama seperti sarana dan prasarana yang mahasiswa gunakan atau
lingkungan perkuliahan adalah sama, sistem pembelajaran yang digunakan adalah
sama-sama dengan sistem blok. Selain itu, dilihat dari faktor work overload,
reward, breakdown in community, usia, asal daerah tempat tinggal dan pendapat
mahasiswa mengenai pelaksanaan sistem blok.
4.03 Keterbatasan Penelitian
Penelitian gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes
Universitas Jenderal Soedirman ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu terdapat
banyak faktor-faktor penyebab burnout yang tidak dapat diteliti atau dikorelasikan
satu persatu dengan tingkat burnout, sehingga hasil yang didapat kurang
maksimal. Selain itu pengambilan data pada kedua angkatan tidak dilakukan
dalam kondisi beban yang hampir sama, sehingga mempengaruhi hasil distribusi
frekuensi gambaran burnout berdasarkan periode angkatan. Pengambilan data
hanya melalui kuesioner dan tidak dilakukan wawancara secara keseluruhan.
Faktor yang tidak di kendalikan juga menjadikan keterbatasan dalam penelitian
ini, seperti treated fairly, dukungan sosial, status ekonomi, dan faktor kepribadian.
5.01 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan angkatan 2013
dan 2014 berjenis kelamin perempuan dan kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed sesuai dengan minatnya. Jumlah responden angkatan 2013 dan 2014
hampir seimbang, mayoritas berada pada kategori IPK sangat memuaskan, dan
mayoritas berasal dari Jawa Tengah. Gambaran burnout mahasiswa mayoritas
mengalami burnout tingkat sedang dan berdasarkan masing-masing dimensi
mayoritas mahasiswa pada dimensi keletihan emosi dan menurunnya pencapaian
prestasi akademik mengalami burnout tingkat sedang, sedangkan pada dimensi
sinisme mayoritas mengalami burnout ringan.
Gambaran burnout berdasarkan jenis kelamin, persentase laki-laki
mengalami burnout dengan kategori tingkat sedang lebih tinggi dari pada
perempuan. Berdasarkan kesesuaian minatnya, persentase burnout sedang, lebih
banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah tidak sesuai dengan minatnya.
Responden angkatan 2013 mengalami burnout ringan yang lebih tinggi
dibandingkan angkatan 2014. Berdasarkan IPK nya, semakin tinggi IPK maka
semakin ringan tingkat burnout mahasiswa. Selain itu, persentase yang
mengalami burnout sedang lebih tinggi pada mahasiswa yang berasal dari
Sumatera dan Maluku yaitu masing-masing sebanyak 71,4% dan 66,7%, serta
terdapat 1% yang mengalami burnout berat berasal dari Jawa Tengah. Selain itu,
tidak terdapat perbedaan tingkat burnout antara periode angkatan 2013 dan 2014.
5.02 Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai gambaran burnout pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman, peneliti
ingin menyampaikan saran sebagai berikut :
5.02.1 Bagi Mahasiswa
Saran yang dapat diberikan kepada mahasiswa diantaranya bagi mahasiswa yang
berada pada tingkat burnout sedang diharapkan dapat terus beradaptasi dengan
pembelajaran sistem blok, pintar mengatur waktu seefektif mungkin, dan
63
Universitas Jenderal Soedirman
64
mengelola work overload dengan lebih baik. Selain itu, mahasiswa diharapkan
memiliki strategi koping yang efektif untuk menangani burnout. Bagi mahasiswa
yang kuliah di jurusan keperawatan tidak sesuai dengan minatnya, diharapkan
lebih meningkatkan wawasan tentang keperawatan seperti dengan melihat prospek
kerja perawat yang cukup luas, tidak hanya di klinis namun dapat menjadi tenaga
pendidik atau membuka praktik mandiri. Mahasiswa juga dapat melihat tokoh-
tokoh yang sukses di bidang keperawatan agar belongingness terhadap profesi
perawat semakin kuat. Bagi mahasiswa perantau, diharapkan lebih meningkatkan
kepercayaan diri, kemandirian, serta banyak penyesuaian diri. Selain itu,
mahasiswa lainnya diharapkan memberikan dukungan bagi mahasiswa perantau,
agar mahasiswa perantau lebih dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
sosialisasi terhadap sesama teman di lingkungan.
5.02.2 Bagi Institusi
Saran yang dapat diberikan kepada institusi Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
diantaranya yaitu dapat mengadakan kegiatan bagi mahasiswa yang kuliah di
jurusan keperawatan tidak sesuai dengan minatnya, seperti dengan mendatangkan
tokoh-tokoh yang telah sukses di bidang keperawatan, agar wawasan mahasiswa
semakin terbuka terhadap bidang keperawatan. Bagi dosen pembimbing akademik
dapat memberikan arahan, konsultasi, atau nasehat bagi mahasiswa yang diketahui
mengalami burnout tingkat sedang.
5.02.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Saran yang dapat diberikan pada penelitian selanjutnya adalah, jika pengambilan
data dilakukan pada angkatan yang berbeda sebaiknya dilakukan dalam kondisi
beban yang hampir sama, dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi burnout pada mahasiswa, membandingkan tingkat
burnout antara mahasiswa yang mengikuti sistem blok dan yang bukan, dan
memberikan intervensi atau strategi koping yang tepat untuk meminimalkan atau
bahkan mencegah terjadinya kondisi burnout.
Alvi, et al. (2010). Depression, anxiety and their associated factors among
medical students. Journal of the Collage of Physicians and Surgeons
Pakistan, 20(2). Retrieved from
http://www.jcpsp.pk/archive/2010/Feb2010/13.pdf.
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi 2013. Nilai dan peringkat akreditasi
institusi perguruan tinggi. Retrieved from http://ban-
pt.kemdiknas.go.id/hasil-pencarian.php.
Beauty, S. & Arif, W. (2009). Hubungan antara peran dosen pembimbing dengan
kecemasan mahasiswa keperawatan dalam menghadapi tugas akhir skripsi
di Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. (Naskah Publikasi). Retrieved from
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle.
Cecil, J., et al. (2014). Behaviour and burnout in medical students. Research
Article Medical Education Online, 19. Retrieved from
http://media.proquest.com.
65
Universitas Jenderal Soedirman
66
Christyanti, D., Dewi, M., & Wiwik, S. (2010). Hubungan antara penyesuaian diri
terhadap tuntutan akademik dengan kecenderungan stress pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya. Jurnal INSAN,
12(03). Retrieved from http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/3-12_3.pdf.
Dewi, S.L., & Pramesti, P.P. (2013). Tingkat burnout ditinjau dari karakteristik
demografis (usia, jenis kelamin, dan masa kerja) guru SDN Inklusi di
Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 2(01).
Retrieved from
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Shinta%20Larashati%20110810062_ring
kasancorel.pdf.
Fakhsianoor & Shinta, D. (2014). Hubungan antara stress kerja dengan burnout
pada perawat di ruang ICU, ICCU, dan PICU RSUD Ulin Banjarmasin.
Universitas Jenderal Soedirman
67
Galan, F., et al. (2011). Burnout risk in medical students in Spain using the
Maslach Burnout Inventory-Student Survey. Original Article Int Arch
Occup Environ Health. Retrieved from
http://content.ebscohost.com/ContentServer.
Gerber, et al. (2013). Burnout and mental health in Swiss Vocatioal students: the
moderating role of physical activity. Journal of Research on Adolescence,
25(1), 63-74. DOI: 10.1111/jora.12097.
Hadidarsono, K. & Subandi. (2012). Buku ajar bahasa Indonesia sebagai mata
kuliah pengembangan kepribadian. Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman.
Hidayat, A.A.A. (2008). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Jakarta : Salemba Medika.
Li X, et al. (2014). Core self-evaluation and burnout among nurses: the mediating
role of coping styles. Journal PLOS ONE. DOI:
10.1371/journal.pone.0115799.
Limonu, F. (2013). Hubungan motivasi kerja dengan burnout pada perawat IRD
RSUD Dr. M. M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo. (Skripsi). Retrieved
from http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/viewFile/2854/2830.
Purnama, D. S., Darmiyati, Z., & Eva, I. E. (2011). Model konseling kelompok
untuk mengatasi masalah kejenuhan (burnout) belajar bagi Mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta. (Laporan Penelitian Institusional).
Retrieved from http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/diana-
septi-purnama-mpd/model-konseling-kelompok-bagi-mahasiswa-uny-yang-
mengalami-burnout.pdf.
Ruzyczka, E. W., & Magdalena, J. (2013). Job burnout syndrome and stress
coping strategies of academic students. Original Article Zdr Publ, 123(3):
241-246. DOI: 10.12923/j.0044-2011/123-3/a.07.
Santrock, J. W. (2002). Life span development. Dallas: Brown And Bench Mark
Inc.
Siagian, S. (2009). Manajemen sumber daya manusia (cetakan 15). Jakarta: Bumi
Aksara.
Silva, R. M., et al. (2014). Hardy personality and burnout syndrome among
nursing students in three Brazilian universities—an analytic study. Research
Universitas Jenderal Soedirman
71
Sutarjo, E., Dewi, A.W.M.P, & Ni Kt, S. (2014). Efektivitas teori behavioral
teknik relaksasi dan brain gym untuk menurunkan burnout belajar pada
siswa kelas VIII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja tahun pelajaran
2013/2014. e-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling, 2(1).
Retrieved from
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJBK/article/download/3740/2995.
Tawale, E.N., Widjajaning, B., & Gartinia, N. (2011). Hubungan antara motivasi
kerja perawat dengan kecenderungan mengalami burnout pada perawat di
RSUD Serui-Papua. Jurnal INSAN, 13(02). Retrieved from
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/2-13_2.pdf.
Zulkarnain & Ferry, N. (2009). Sense of humor dan kecemasan menghadapi ujian
di kalangan mahasiswa. Majalah Kedokteran Nusantara, 43(1). Retrieved
from
https://www.researchgate.net/profile/Zulkarnain_Amin/publication/2378417
75_Sense_of_Humor_dan_Kecemasan_Menghadapi_Ujian_di_Kalangan_
Mahasiswa/links/0deec51bde6e01a379000000.pdf.
Yth. Mahasiswa/i
Di tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Sopiati Alimah
NIM : G1D012090
Status : Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Dengan ini mengajukan permohonan kepada mahasiswa/i untuk menjadi
responden dalam penelitian saya yang berjudul “Gambaran burnout pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman”.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran tentang burnout pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas
Jenderal Soedirman berdasarkan karakteristik responden yang telah ditentukan.
Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk meluangkan waktu mengisi
kuisioner ini dengan menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan
terlebih dahulu. Tidak ada paksaan dalam keikutsertaan mahasiswa/i untuk
menjadi responden dalam penelitian ini
Setiap data yang Anda berikan akan sangat berarti dalam penelitian ini. Data yang
Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk
keperluan penelitian ini. Bilamana Anda membutuhkan informasi yang belum
jelas dapat langsung menghubungi saya. Sebelumnya saya sampaikan terimakasih
atas kesediaan Anda untuk turut serta dalam penelitian ini.
Hormat saya,
Sopiati Alimah
Hormat saya,
(…………………………….)
INSTRUMENT A
DATA DEMOGRAFI
( ) Perempuan
( ) 2014
4. IPK :………………………….
INSTRUMENT B
KUISIONER BURNOUT
Semakin besar angkanya berarti semakin sering keadaan tersebut Anda alami dan
semakin kuat keadaan tersebut Anda rasakan.
Sebagai contoh
0 1 2 3 4 5 6
Saya merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran saya
Pilihan angka 6 menunjukkan bahwa Anda setiap hari merasa jenuh dengan
pelajaran-pelajaran.
Pilihan Jawaban
No Pernyataan
0 1 2 3 4 5 6
Exhaustion
1 Saya merasa lelah ketika saya bangun pagi dan saya harus
menghadapi hari-hari berikutnya di kampus
2 Belajar atau mengikuti pelajaran di kelas benar-benar sebuah
ketegangan bagi saya
3 Saya merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran saya
4 Saat mengerjakan tugas kuliah saya merasa penat
5 Saya merasa bersemangat dalam mengerjakan setiap tugas
6 Saya merasa setiap tugas yang diberikan dosen merupakan
tantangan yang menyenangkan untuk saya hadapi
7 Saya merasa memiliki energi yang penuh untuk menghadapi
perkuliahan
8 Saya merasa fokus dalam mengerjakan tugas
Sinisme
9 Saya merasa menjadi kurang tertarik pada jurusan saya dan
saya alami sejak mendaftarkan diri di kampus
10 Saya merasa menjadi kurang antusias terhadap pelajaran-
pelajaran saya
11 Saya meragukan pentingnya saya kuliah
12 Seringkali saya merasa ingin bolos kuliah
13 Bagi saya mengerjakan tugas kuliah adalah hal yang bermakna
14 Saya merasa bangga kuliah di jurusan saya saat ini
15 Saya menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap tugas yang
diberikan
16 Tugas dari dosen pada kegiatan perkuliahan memunculkan
minat dalam diri saya
Penurunan Pencapaian Prestasi Akademik
17 Saya merasa kurang percaya diri dalam mengerjakan tugas-
tugas akademik
18 Pencapaian diri dalam kuliah yang saya miliki berkurang dari
sebelum-sebelumnya
19 Saya merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat
kuliah
20 Menurut saya kompetensi yang saya miliki dalam perkuliahan
menurun
21 Saya percaya bahwa saya memberikan kontribusi yang efektif
pada kelas-kelas yang saya hadiri
22 Menurut saya, saya seorang pelajar yang baik
23 Saya telah belajar banyak hal yang menarik selama saya kuliah
24 Selama pelajaran saya merasa percaya diri bahwa saya
menyelesaikan semuanya dengan efektif
Sumber: Laili (2014)
Pilihan Jawaban
No Pernyataan
0 1 2 3 4 5 6
1 Saya merasa menjadi kurang tertarik pada jurusan saya
dan saya alami sejak mendaftarkan diri di kampus
2 Saya merasa kurang percaya diri dalam mengerjakan
tugas-tugas akademik
3 Bagi saya mengerjakan tugas kuliah adalah hal yang
bermakna
4 Saya merasa menjadi kurang antusias terhadap pelajaran-
pelajaran saya
5 Saya merasa bersemangat dalam mengerjakan setiap tugas
6 Saya merasa bangga kuliah di jurusan saya saat ini
7 Saya percaya bahwa saya memberikan kontribusi yang
efektif pada kelas-kelas yang saya hadiri
8 Saya merasa lelah ketika saya bangun pagi dan saya harus
menghadapi hari-hari berikutnya di kampus
9 Saya merasa setiap tugas yang diberikan dosen merupakan
tantangan yang menyenangkan untuk saya hadapi
10 Menurut saya, saya seorang pelajar yang baik
11 Belajar atau mengikuti pelajaran di kelas benar-benar
sebuah ketegangan bagi saya
12 Saya meragukan pentingnya saya kuliah
13 Pencapaian diri dalam kuliah yang saya miliki berkurang
dari sebelum-sebelumnya
14 Saya menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap tugas
yang diberikan
15 Saya merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran saya
16 Saya merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat
kuliah
17 Saya merasa memiliki energi yang penuh untuk
menghadapi perkuliahan
18 Tugas dari dosen pada kegiatan perkuliahan memunculkan
minat dalam diri saya
19 Saya telah belajar banyak hal yang menarik selama saya
kuliah
20 Saat mengerjakan tugas kuliah saya merasa penat
21 Seringkali saya merasa ingin bolos kuliah
22 Menurut saya kompetensi yang saya miliki dalam
perkuliahan menurun
23 Saya merasa fokus dalam mengerjakan tugas
24 Selama pelajaran saya merasa percaya diri bahwa saya
menyelesaikan semuanya dengan efektif
Sumber: Laili (2014)
3 Konsultasi
dan revisi
proposal
4 Seminar
proposal
5 Revisi dan
konsultasi
6 Perijinan
penelitian
7 Pelaksanaan
penelitian
8 Penyusunan
hasil
penelitian
9 Seminar hasil
10 Pengumpulan
skripsi