Anda di halaman 1dari 99

GAMBARAN BURNOUT PADA MAHASISWA

JURUSAN KEPERAWATAN FIKES


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SKRIPSI

Oleh
SOPIATI ALIMAH
G1D012090

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
APRIL, 2016

GAMBARAN BURNOUT PADA MAHASISWA


JURUSAN KEPERAWATAN FIKES
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan
Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Oleh
SOPIATI ALIMAH
G1D012090

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
APRIL, 2016

ii

LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN

Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yang lain atau di perguruan tinggi
lain. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Purwokerto, 29 April 2016

Sopiati Alimah
G1D012090

iii

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Sopiati Alimah

Alamat

: Desa Manggari Dusun Oleced Rt.01 Rw.01,


Kec. Lebakwangi Kab. Kuningan, Jawa Barat 45574

Tempat, tanggal lahir

: Kuningan, 20 Maret 1994

Agama

: Islam

No. Telp/Handphone

: +6281226575406

Email

: sopiatialimah@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Manggari
2. SMP Negeri 1 Ciawigebang
3. SMA Negeri 1 Ciawigebang
4. Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman
Riwayat Organisasi

1. Kepala Bidang Administrasi Paduan Suara Mahasiswa Gita Buana Soedirman


2013
2. Koordinator Paduan Suara Keperawatan FIKes Unsoed 2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan

rahmat,

hidayah

dan

inayah-Nya

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi dalam rangka proses tugas akhir pendidikan Sarjana


Keperawatan. Skripsi dengan judul Gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman ini dilaksanakan di bidang
Keperawatan Jiwa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Warsinah, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Ns. Lutfatul Latifah, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Yunita Sari, MHS., Ph.D selaku ketua komisi skripsi Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman.
4. Ns. Keksi Girindra Swasti, S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing I yang
selalu sabar dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk kepada
saya selama penyusunan skripsi.
5. Ns. Wahyu Ekowati, S.Kep., M.Kep., Sp.J., selaku dosen pembimbing II yang
selalu menyempatkan waktunya ditengah kesibukan yang padat dalam
memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk selama penyusunan skripsi.
6. Made Sumarwati, S. Kp., MN selaku dosen penguji yang telah berkenan
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Ns. Dian Ramawati, S.Kep., M.Kep selaku wakil komisi.
8. Mahasiswa Jurusan Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 yang telah bersedia
menjadi responden, sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
9. Kedua orang tua tercinta, kedua teteh (Nurhasanah, A.Md dan Nina Khusnul
Khotimah) dan adik (Yuke Suryani) tersayang atas segala dukungan dan doa,
sehingga selalu menjadi penyemangat bagi saya, serta Alm.A Endang Lutfiana
yang telah memotivasi saya untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi.
10. Bharada Bambang Alfernia Musmarliansyah yang selalu menemani hari-hari
saya meski dalam jarak jauh, pendengar setia, senantiasa memberikan arahan
dan motivasi, sehingga menjadi penyemangat, teman senang dan duka.

vi

11. Kedua sahabat terbaik Rosi Widiyaningsih (UIN Bandung) yang selalu
memberikan motivasi bijak juga menghibur dan Wulan Apriani P D, S. Kep.
yang selalu memberikan terapi tertawa sebagaimana dengan skripsinya dan
menemani hari-hari saya.
12. Kedua Roommate Marta Magdalena (G1D013019-Bogor) yang selalu
mengatakan fighting juga menghibur dan Adinda Handayani Trenggono
(I1B015010-Majalengka) yang bijak juga perhatian, sehingga menjadi
penyemangat bagi saya.
13. Ketiga teman yang selalu ada membantu kapanpun Afif Rido Herlambang,
Khaeru Ibnu M, dan Ais Kunting (Ekonomi, Peternakan, FISIP - Unsoed).
14. Rekan-rekan alumni PASKIBRA SMANCI Kuningan 2010 (abang Galih,
bang Joni, Teten, Hafidz, Anggy, Ayyuthika, Wulan, Siska, Popy, Sulastri,
Euis, Rizal) yang selalu menghibur dan memberikan semangat untuk saya,
serta masih banyak pihak yang belum saya sebutkan satu per satu di sini.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga skripsi ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan. Aamiiin Yaa Rabbalalamin

Purwokerto, 29 April 2016

Penulis

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: Sopiati Alimah

NIM

: G1D012090

Jurusan

: Keperawatan

Departemen : Jiwa
Fakultas

: Ilmu-Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi


demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Jenderal Soedirman Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Universitas
Jenderal Soedirman
Dengan ini Universitas Jenderal Soedirman berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di

: Purwokerto

Pada tanggal : 29 April 2016


Yang Menyatakan

Sopiati Alimah

viii

GAMBARAN BURNOUT PADA MAHASISWA JURUSAN


KEPERAWATAN FIKES UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Sopiati Alimah1, Keksi Girindra Swasti2, Wahyu Ekowati3


ABSTRAK
Latar Belakang: Burnout merupakan kelelahan fisik, emosional, dan mental
yang disebabkan keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang penuh dengan
tuntutan emosional. Mahasiswa keperawatan dapat berisiko mengalami burnout
akibat banyaknya tugas dan rutinitas kehidupan yang dilakukan saat menjalani
perkuliahan terlebih dengan sistem blok.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran burnout pada
mahasiswa jurusan keperawatan dan perbedaan tingkat burnout antara kedua
periode angkatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif kuantitatif dengan
jenis desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
total sampling. Besar sampel yaitu 156 responden yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi dan persentase, serta
Kolmogorov-Smirnov.
Hasil: Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (80,8%), kuliah sesuai
dengan minatnya (67,9%), IPK sangat memuaskan (62,8%), dan berasal dari Jawa
Tengah (65,4%). Jumlah responden angkatan 2013 dan 2014 adalah 77 dan 79
orang. Mayoritas mahasiswa mengalami burnout tingkat sedang (56,4%). Uji
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan p-value 0,170.
Kesimpulan: Mayoritas mahasiswa mengalami burnout tingkat sedang dan tidak
ada perbedaan tingkat burnout antara angkatan 2013 dan 2014.
Kata kunci: burnout, mahasiswa keperawatan, sistem blok.

Mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman


Laboratorium Keperawatan Jiwa FIKes Universitas Jenderal Soedirman

2, 3

ix

DESCRIPTION OF BURNOUT IN STUDENTS OF NURSING


DEPARTMENT, FACULTY OF HEALTH SCIENCES, JENDERAL
SOEDIRMAN UNIVERSITY
Sopiati Alimah1, Keksi Girindra Swasti2, Wahyu Ekowati3

ABSTRACT
Background: Burnout is physical, emotional, and mental fatigue due to long-term
involvement in situations full of emotional demands. Nursing students may be at
risk for burnout due to the many tasks and routines of life while undergoing
lectures conducted especially to the block system.
Objective: This research aimed to describe burnout in students of nursing
department and burnout level difference between two periods of intake.
Method: This research used quantitative descriptive study with the type of cross
sectional design. The sampling technique used total sampling technique. The
sample size was 156 respondents who met inclusion and exclusion criteria. Data
were analyzed by using frequency distribution and percentage, as well as
Kolmogorov-Smirnov.
Result: The majority of respondents were female (80,8%), chose a major that fit
their interest (67,9%), very satisfactory GPA (62,8%), and from Central Java
(65,4%). The number of respondents in 2013 and 2014 was 77 and 79 students.
respectively. The majority of students experiencing moderate level of burnout was
(56,4%). Kolmogorov-Smirnov test indicated p-value of 0,170.
Conclusion: The majority of students experienced moderate level of burnout and
there was no difference of burnout level between 2013 intake and 2014 intake.
Keywords: block system, burnout, nursing student

Student of Nursing Department, Jenderal Soedirman University


Psychiatric Nursing Laboratory Faculty of Health Sciences Jenderal Soedirman
University
2, 3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN ........................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................ viii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.01 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.02 Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.03 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.01 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
1.02 Keaslian Penelitian .................................................................................. 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11
2.01 Burnout................................................................................................... 11
2.01.1 Dimensi Burnout ......................................................................... 11
2.01.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout ............................... 12
2.01.3 Tahapan Burnout ......................................................................... 18
2.01.4 Tanda gejala Burnout .................................................................. 18
2.01.5 Burnout Pada Mahasiswa Keperawatan ...................................... 19
2.01.6 Instrumen burnout ...................................................................... 23
2.02 Kerangka Teori ...................................................................................... 26
2.03 Kerangka Konsep .................................................................................. 27
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................... 28
3.01 Desain Penelitian ................................................................................... 28
3.02 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 28
3.03 Populasi dan Sampel ............................................................................. 28
3.04 Variabel Penelitian ................................................................................ 29
3.05 Definisi Operasional .............................................................................. 29
3.06 Instrumen Penelitian .............................................................................. 31
3.07 Validitas dan Reliabilitas ....................................................................... 32
3.08 Jalannya Penelitian ................................................................................ 32
3.09 Pengolahan Data Penelitian ................................................................... 33
3.10 Analisis Data ......................................................................................... 34
3.11 Etika Penelitian ..................................................................................... 35
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 37
4.01 Hasil Penelitian ....................................................................................... 37

xi

4.01.1 Analisis Univariat .......................................................................


4.01.2 Analisis Bivariat .........................................................................
4.02 Pembahasan ..............................................................................................
4.03 Keterbatasan Penelitian ............................................................................
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
5.01
Kesimpulan .................................................................................
5.02
Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN

xii

37
40
41
61
63
63
63
65

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................

30

Tabel 3.2 Distribusi Pernyataan Skala Burnout ........................................

31

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden .........................

37

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Total Burnout ..................................

38

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dimensi...............................

38

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Burnout Berdasarkan Karakteristik


Responden ................................................................................................

39

Tabel 4.5 Hasil Uji Komparatif ................................................................

40

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori..................................................................

26

Gambar 2.2 Kerangka Konsep..............................................................

27

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2.

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3.

Instrumen A Data Demografi

Lampiran 4.

Instrumen B Kuisioner Burnout

Lampiran 5.

Jadwal kegiatan

Lampiran 6.

Surat Ijin Penelitian

Lampiran 7.

Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi

xv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.01 Latar Belakang


Perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan globalisasi dunia berdampak secara
langsung terhadap sistem pelayanan kepada masyarakat, termasuk pelayanan
kesehatan. Masyarakat bisa mendapatkan informasi secara cepat dan mudah,
sehingga tuntutan terhadap pelayanan yang diberikan semakin meningkat, baik di
tatanan klinik maupun di komunitas. Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
harus terjamin, tidak berisiko, dan dapat memberi kepuasan, termasuk pelayanan
keperawatan yang profesional (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Berdasarkan hal tersebut, perawat harus memiliki kompetensi yang memadai dan
memiliki tanggungjawab yang dapat diandalkan. Untuk menghasilkan tenaga
keperawatan ini perlu melalui jalur pendidikan tinggi yaitu penyelenggaraan
Pendidikan Sarjana Keperawatan. Program ini diharapkan dapat memberikan
pengalaman belajar pada peserta didik untuk menumbuhkan dan membina sikap,
pengetahuan, serta keterampilan profesional yang diperlukan sebagai seorang
perawat profesional (Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Pada pendidikan sarjana keperawatan mahasiswa diajarkan teori-teori dan
konsep-konsep seperti mata kuliah yang sifatnya umum, mata kuliah penunjang,
dan mata kuliah keahlian (Nurhidayah, 2009). Jurusan Keperawatan Fakultas
Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman (FIKes Unsoed) juga
menyelenggarakan program studi sarjana keperawatan. Struktur kurikulum yang
digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada SK Mendiknas no.045/U/2002 tentang
kurikulum berbasis kompetensi yaitu kurikulum dengan sistem blok.
Kurikulum berbasis kompetensi dengan sistem blok menurut Direktorat
Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta (2008) yaitu
menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL). Pada kurikulum ini
mahasiswa didorong untuk memiliki motivasi dan berupaya keras mencapai
kompetensi yang diinginkan. Mahasiswa juga secara aktif mengembangkan
maupun mengelola pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya materi tetapi juga
dalam mengembangkan karakter. Selain itu, fungsi dosen dalam metode ini
sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama mahasiswa.
1
Universitas Jenderal Soedirman

Kurikulum

Berbasis

Kompetensi

dengan sistem

blok

di Jurusan

Keperawatan FIKes Unsoed diselesaikan dalam waktu delapan semester dan


selama-lamanya empat belas semester, dengan total beban studi 144 sks. Pada
kurikulum tersebut mahasiswa dididik untuk mampu berkomunikasi secara
efektif, mengembangkan profesionalisme terus menerus, menjalin hubungan
interpersonal dengan klien dan tim kesehatan lain. Selain itu, mampu menerapkan
aspek etik dan legal, melaksanakan asuhan keperawatan, melakukan pendidikan
kesehatan, mengaplikasikan manajemen dan kepemimpinan keperawatan,
melakukan penelitian sederhana, dan menerapkan hasil penelitian dalam
mengelola asuhan (Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Tujuan tersebut dicapai melalui berbagai metode pengajaran yang
digunakan pada program pendidikan sarjana keperawatan diantaranya untuk
pengembangan kognitif dilaksanakan SGD, kuliah interaktif (lecture), SDL, PBL,
Diskusi Panel Narasumber (DPN), CL, Debate Session (DS), DL, CD interaktif,
portofolio, diskusi film, refferat journals, dan karya tulis ilmiah atau skripsi.
Selain itu, untuk pengembangan skills dilaksanakan praktikum laboratorium, role
play atau simulasi, pembuatan poster dan film, praktek lapangan, dan skill lab.
Adapun untuk pengembangan attitude atau afektif dilaksanakan tahap
pengumpulan informasi bahwa mahasiswa diharapkan secara aktif mampu
mencari dan menyerap semua informasi pembelajaran dari berbagai sumber yang
ada disekitarnya. Selain itu tahap analisis dan pemantapan, serta tahap umpan
balik dan evaluasi. Terdapat juga kegiatan di luar perkuliahan untuk mengasah
soft skill yaitu dengan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Banyaknya metode dan rutinitas kehidupan yang dilakukan saat menjalani
perkuliahan di kampus, mahasiswa dapat berisiko mengalami kelelahan tidak
hanya fisik, tetapi juga emosi dan mental. Kondisi ini dikenal dengan istilah
burnout. Menurut Pines & Aronson dalam Nursalam (2015) burnout merupakan
kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka
panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Leiter & Maslach
dalam Nursalam (2015) membagi beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya burnout. Pertama, work overload dimana individu terlalu banyak
melakukan pekerjaan dengan waktu yang sedikit. Kedua, lack of work control
Universitas Jenderal Soedirman

yaitu aturan yang terkadang membuat individu memiliki batasan dalam


berinovasi. Ketiga, rewarded for work

dimana kurangnya apresiasi dari

lingkungan perkuliahan. Keempat, breakdown in community dimana individu


yang kurang memiliki rasa belongingness terhadap lingkungan kuliahnya. Kelima,
treated fairly yaitu perasaan diperlakukan tidak adil. Keenam, dealing with
conflict values yaitu individu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan
nilainya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan profesi bidang kesehatan dan
pekerja sosial menempati urutan pertama yang paling banyak mengalami burnout,
yaitu sekitar 43% (Hadi,2009). Pangastiti (2011) menyatakan burnout syndrome
banyak ditemukan pada profesi yang bersifat human service seperti polisi,
perawat, dokter, konselor, dan pekerja sosial. Penelitian yang dilakukan oleh
Moreira et al (2009) pada perawat di suatu rumah sakit besar di Brasil Selatan
menunjukkan bahwa prevalensi profesi perawat yang mengalami burnout
sebanyak 35,7% dari 151 responden. Fakhsianoor dan Shinta (2014) juga
melakukan penelitian pada perawat di Rumah Sakit Banjarmasin yang
menunjukkan hasil bahwa 20% responden mengalami burnout ringan dan 80%
mengalami burnout sedang.
Burnout tidak hanya dialami oleh perawat, tetapi dapat juga terjadi pada
mahasiswa keperawatan ketika menjalani perkuliahan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa dari 183 mahasiswa keperawatan
di Universitas Swansea yang mengalami tingkat emotional exhaustion tinggi
sebelas orang, tingkat depersonalisasi tinggi 9 orang, dan pecapaian prestasi
pribadi yang tinggi 61 orang. Hasil penelitian Silva, et al. (2014) menunjukkan
bahwa 570 mahasiswa keperawatan dari tiga Universitas di Brazil mengalami
burnout 64% pada dimensi exhaustion tinggi, 35,79% pada dimensi sinisme yang
tinggi, dan 87,72% pada dimensi pencapaian prestasi pribadi yang rendah. Selain
itu, hasil penelitian Galan, et al. (2011) menunjukkan bahwa dari 270 Mahasiswa
Kedokteran di Universitas Seville Spanyol, 61 diantaranya berisiko mengalami
burnout. Hasil penelitian Kurniati (2012) juga menunjukkan bahwa tingkat
burnout pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang berada pada kategori
tinggi 100% dengan responden 80 orang. Sedangkan, hasil penelitian Diaz (2007)
Universitas Jenderal Soedirman

menunjukkan rerata burnout pada mahasiswa yang bekerja sebesar 83,57 pada
laki-laki dan 82,56 pada perempuan.
Burnout dapat memberikan dampak negatif tidak hanya bagi individu yang
mengalaminya, tetapi juga bagi institusi. Dampak yang ditimbulkan tergantung
pada tahap burnout yang dialami individu. Menurut Goliszek dalam Lamria
(2009) burnout dapat diklasifikasikan menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah
idealisme dan harapan yang tinggi. Tahap kedua adalah pesimis dan
ketidakpuasan kerja dini. Tahap ketiga, mundur dan mengisolasi diri. Tahap
keempat, tidak dapat berbalik dan kehilangan minat. Berdasarkan hasil penelitian
Jennings (2009) mahasiswa medis yang mengalami burnout lebih cenderung
berpotensi dua hingga tiga kali lipat memiliki keinginan untuk bunuh diri
dibandingkan mahasiswa lain yang tidak mengalami burnout. Selain itu, hasil
penelitian Gerber, et al (2013) bahwa siswa yang burnout mengalami gejala
depresi, penurunan skor kepuasan hidup, dan kualitas tidur berkurang.
Berdasarkan studi pendahuluan pada 25 mahasiswa Jurusan Keperawatan
Unsoed, 14 orang diantaranya mengatakan rutinitas yang dilakukan ketika
menjalani perkuliahan sangat padat. Rutinitas tersebut diantaranya mengikuti
perkuliahan dengan berbagai metode yang hampir setiap hari berlangsung dari
pagi hingga sore, kewajiban membuat berbagai laporan, serta persiapan untuk
evaluasi blok baik tertulis maupun praktikum. Selain itu, di luar perkuliahan,
sebagian besar mahasiswa aktif dalam UKM. Padatnya rutinitas dan tugas yang
harus dikerjakan membuat mahasiswa merasa lelah tidak hanya fisik, tetapi juga
emosi dan mental. Kelelahan fisik yang dialami mahasiswa berupa sakit kepala,
sakit punggung, demam, tegang otot leher dan bahu, sulit tidur, perubahan
kebiasaan makan, dan letih. Kelelahan emosi yang dialami yaitu perasaan capek
dan lelah setiap hari, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, suka marah,
bosan, sulit mendapatkan kesempatan untuk istirahat karena rutinitas, putus asa,
merasa tidak memiliki apa-apa, merasa gagal, dan kehilangan semangat. Serta
kelelahan mental yang dialami yaitu kaku dalam berfikir, rutinitas sehari-hari
mulai terasa tertekan, selalu bekerja keras tapi pencapaian selalu kurang, merasa
kurang kompeten, tujuan yang ingin dicapai mulai berubah, tidak peka, acuh tak
acuh, dan tidak puas dengan jalan hidup. Hal tersebut menunjukan bahwa 14
Universitas Jenderal Soedirman

mahasiswa keperawatan FIKes Unsoed diantaranya cenderung dikatakan


mengalami burnout.
Selanjutnya 9 mahasiswa mengalami kelelahan fisik yaitu sakit kepala,
demam, tegang otot leher dan bahu, sering flu, sulit tidur, perubahan kebiasaan
makan, dan letih. Mahasiswa juga mengalami kelelahan emosional yaitu perasaan
capek dan lelah setiap hari, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, bosan, dan
sulit mendapatkan kesempatan untuk istirahat karena rutinitas. Sedangkan 2
mahasiswa lainnya hanya mengalami kelelahan fisik yaitu sakit kepala, demam,
sulit tidur, perubahan kebiasaan makan, dan letih. Sehingga 11 orang tersebut
cenderung dikatakan tidak mengalami burnout.
Paparan di atas menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan beberapa
diantaranya cenderung mengalami burnout. Sehingga, penulis tertarik meneliti
gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
1.02 Rumusan Masalah
Burnout merupakan sindrom kelelahan fisik, mental, dan emosional yang
disebabkan keterlibatan jangka panjang situasi penuh tuntutan emosional yang
disebabkan oleh banyak faktor. Burnout juga cenderung dapat dialami oleh
mahasiswa keperawatan. Hasil studi pendahuluan pada 25 mahasiswa Jurusan
Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Unsoed diperoleh informasi bahwa
14 diantaranya cenderung mengalami burnout. Sehingga penulis mengangkat
permasalahan yang diteliti yaitu Bagaimana gambaran burnout pada mahasiswa
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman?
1.03 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) karakteristik responden meliputi jenis
kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat (sesuai minat atau tidak sesuai minat),
periode angkatan, IPK, dan daerah asal tempat tinggal, 2) gambaran burnout yang
dikategorikan menjadi tidak burnout, burnout ringan, sedang, dan berat pada
mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed, 3) gambaran burnout
berdasarkan karakteristik responden, 4) perbedaan tingkat burnout antara periode
angkatan 2013 dan 2014.
Universitas Jenderal Soedirman

1.04 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat bagi:
1.04.1 Bagi mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan menambah pengetahuan
bagi mahasiswa tentang burnout, sehingga mahasiswa dapat mengenali dan
mengantisipasi kondisi burnout.
1.04.2 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada institusi
pendidikan tentang gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, sehingga
diharapkan institusi pendidikan dapat ikut serta untuk mengantisipasi terjadinya
burnout pada mahasiswa.
1.04.3 Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar mengenai burnout mahasiswa untuk
penelitian selanjutnya, seperti dengan memberikan terapi untuk meminimalkan
atau mencegah kondisi burnout.
1.05 Keaslian Penelitian
Menurut pustaka yang ada, penulis menemukan beberapa penelitian mengenai
burnout, diantaranya adalah:
a. Penelitian yang berjudul Hardy personality and burnout syndrome among
nursing students in three Brazilian universitiesan analytic study yang
dilakukan oleh Silva, et al. (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tipe kepribadian hardy dengan burnout. Subjek yang diteliti
berjumlah 570 Mahasiswa Keperawatan dari tiga Universitas di Brazil. Alat
ukur yang digunakan ialah Maslach Burnout Inventory-Student Survey (MBISS) dan skala Hardiness. Metode yang digunakan adalah analisis dengan
desain cross sectional. Data dianalisis menggunakan Statistical Analysys
System. Variabel kuantitatif dipresentasikan dalam bentuk statistic deskriptif
seperti nilai maksimum dan minimum, rata-rata dan standar deviasi. Fischers
exact probability test digunakan untuk mengetahui hubungan burnout dengan
hardiness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64% mahasiswa mengalami
burnout pada dimensi emotional exhaustion tinggi, 35,79% pada dimensi sinis
Universitas Jenderal Soedirman

yang tinggi, dan 87,72% pada dimensi pencapaian prestasi pribadi yang
rendah. Selain itu, 48,77% memiliki tingkat kontrol yang tinggi, 61,40%
tingkat komitmen yang tinggi, dan 35,44% tingkat tantangan yang tinggi. Ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara frekuensi hardiness dan
burnout (p = 0,033), dengan 68,00% dari siswa hardy tidak menunjukkan
burnout.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout, subjek penelitian, dan alat ukur burnout. Sedangkan
perbedaannya terletak pada teknik pengambilan sampel, desain penelitian dan
analisa data.
b. Penelitian yang berjudul Nursing burnout at a general healthcare facility and
a mental healthcare institution in the Caribbean yang dilakukan oleh Andrew
(2012). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat burnout antara
perawat yang terdaftar bekerja pada dua fasilitas di sebuah pulau Karibia:
fasilitas kesehatan umum dan rumah sakit jiwa. Jumlah populasi dalam
penelitian ini sebanyak 132 orang, namun hanya 58 orang yang berpartisipasi.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, cross sectional, dan desain survey.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner Maslach Burnout InventoryHuman Service Survey dan kuesioner demografi. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis t-test dan regresi linear. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa burnout mempengaruhi perawat di Karibia, namun
burnout lebih besar mempengaruhi perawat di fasilitas kesehatan umum
dibandingkan dengan perawat di rumah sakit jiwa.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout dan desain penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada
variabel terikat, subjek penelitian, alat ukur burnout, dan analisa data.
c. Penelitian yang berjudul Pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout
pada mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam

Indonesia

Yogyakarta yang dilakukan oleh Laili (2014). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout. Subjek yang
diteliti berjumlah 43 Mahasiswa Pendidikan Dokter di UII Yogyakarta. Alat
ukur yang digunakan ialah skala burnout yang merupakan modifikasi skala
Universitas Jenderal Soedirman

MBI-SS dan skala kesejahteraan spiritual yang merupakan modifikasi skala


SWBQ. Metode yang digunakan adalah kuantitatif korelasional. Data dianalisis
menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga
hipotesis diterima. Terdapat pengaruh keempat domain kesejahteraan spiritual
(personal, komunal, environmental, dan transcendental) terhadap burnout
dimensi keletihan emosi (p>0,05), dimensi sisnisme (p>0,05), dan dimensi
menurunnya keyakinan akademik (p>0,05). Sedangkan dari keempat domain
kesejahteraan spiritual yang berpengaruh secara signifikan terhadap ketiga
dimensi burnout adalah domain transendental.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout, pengambilan sampel, dan alat ukur burnout. Sedangkan
perbedaannya terletak pada subjek penelitian, desain penelitian, dan analisa
data.
d. Penelitian yang berjudul Hubungan antara burnout dengan motivasi
berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja yang dilakukan oleh Diaz
(2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara burnout
dengan motivasi berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja. Penelitian
ini bersifat korelasional yang dilakukan terhadap 98 mahasiswa yang bekerja
dari lima lembaga perguruan tinggi di Jakarta dan Depok, dengan karakteristik
antara lain berusia minimal 20 tahun, belum menikah, mengambil strata satu
dari berbagai jurusan. Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai.
Motivasi berprestasi akademis diukur dengan skala motivasi berprestasi
akademis

yang

disusun

berdasarkan

karakteristik

tanggung

jawab,

membutuhkan umpan balik, inovatif, risiko pemilihan tugas, dan ketekunan.


Sedangkan burnout diukur dengan skala burnout yang disusun berdasarkan
dimensi yang dikemukakan oleh Maslach yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi.
Uji asumsi dalam penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji lineritas. Uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov
dan Shapiro-Wilk Test. Untuk nilai signifikan pada burnout adalah 0,000
(p<0,05). Skor signifikan pada motivasi berprestasi adalah 0,000 (p<0,05).
Hasil uji normalitas menunjukan bahwa sebaran skor kedua variabel penelitian
Universitas Jenderal Soedirman

yaitu burnout dan motivasi berprestasi adalah tidak normal. Hasil uji linearitas
burnout dengan motivasi berprestasi menunjukan hasil yang linear dimana skor
F sebesar 168,1194 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05).
Selanjutnya data penelitian dianalisis dengan menggunakan perhitungan
statistik non parametrik. Pada uji korelasi Karl Pearson, didapat koefisien
korelasi (r) sebesar -0,798 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0.05). Hasil uji
korelasi tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara burnout dengan motivasi berprestasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout dan teknik pengambilan sampel. Sedangkan, perbedaannya
terletak pada variabel terikat, alat ukur burnout, subjek penelitian, dan analisa
data.
e. Penelitian yang berjudul Hubungan antara stres dengan burnout pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang yang dilakukan oleh Kurniati (2012). Penelitian ini bertujuan
untuk: 1) mengetahui tingkat stres pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2) mengetahui tingkat burnout pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 3)
mengetahui adanya hubungan antara stres dengan burnout pada mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah korelasional kuantitatif. Populasinya adalah seluruh
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang
masih aktif pada tahun ajaran 2011- 2012 (796 mahasiswa) dan diambil 10%
dari populasi sebagai sampel (80 mahasiswa). Sampel diambil menggunakan
teknik sampel random. Alat ukur yang digunakan adalah skala stres dan
burnout yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka.
Reliabilitas, validitas dan analisa data korelasi Product Moment dari Pearson
menggunakan bantuan komputerisasi SPSS 15.0 For Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres mahasiswa Fakultas
Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada 80 responden pada
kategori rendah sebesar 0%, kategori sedang sebesar 3,8%, dan kategori tinggi
sebesar 96,2%. Sedangkan tingkat burnout pada responden yang sama,
Universitas Jenderal Soedirman

10

seluruhnya berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 100%. Pada ketegori
rendah dan sedang memperoleh persentase yang sama yaitu sebesar 0%. Nilai
koefisien korelasi (r) = 0,686; p = 0,000 dengan jumlah sampel 80 responden.
Berarti ada hubungan positif yang signifikan antara stres dengan burnout.
Semakin tinggi stres maka semakin tinggi pula tingkat burnout pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Begitu
juga sebaliknya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout alat ukur burnout. Sedangkan perbedaannya terletak pada
teknik pengambilan sampel, subjek penelitian, desain penelitian dan analisa
data.

Universitas Jenderal Soedirman

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari landasan teori, kerangka teori,
dan kerangka konsep.
2.01 Landasan Teori
Landasan teori dari penelitian ini mencakup aspek burnout diantaranya pengertian
burnout, dimensi burnout, faktor-faktor penyebab, tahapan, tanda gejala, burnout
pada mahasiswa keperawatan, dan instrumen burnout.
2.01.1 Burnout
Istilah burnout diperkenalkan oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang
dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout adalah Herbert
Freudenberger yang menulis artikel tentang fenomena burnout pada tahun 1974
(Gunarsa, 2004). Pada masa itu, Freudenberger yang bekerja sebagai psikiater di
salah satu klinik kecanduan obat di New York melihat bahwa banyak tenaga
sukarelawan yang semula bersemangat melayani pasien lalu mengalami
penurunan motivasi dan komitmen kerja yang disertai dengan gejala keletihan
fisik dan mental.
Sejauh ini terjemahan baku untuk istilah burnout dalam bahasa Indonesia
tampaknya belum ditemukan (Gunarsa, 2004). Menurut Annual Review of
Psychology 2003 dalam Gunarsa (2004) disebutkan bahwa istilah burnout
dipandang sebagai konsep yang tidak memiliki definisi baku. Namun demikian,
menurut Pines dan Aronson dalam Nursalam (2015) burnout merupakan
kelelahan secara fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka
panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Sementara itu,
Freudenberger dalam Nursalam (2015) juga mendefinisikan burnout sebagai
kelelahan yang terjadi karena bekerja terlalu intens tanpa memperhatikan
kebutuhan pribadinya. Berdasarkan uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa

burnout adalah rasa kelelahan baik secara fisik, mental, maupun emosional, yang
menyebabkan seseorang terganggu.
2.01.1.1 Dimensi Burnout
Leiter dan Maslach dalam Gunarsa (2004) menyatakan ada tiga dimensi burnout,
dalam hal ini dimensi disituasikan pada mahasiswa, yaitu:
11
Universitas Jenderal Soedirman

12

a. Exhaustion
Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan kelelahan yang
berkepanjangan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ketika individu
merasakan kelelahan (exhaustion), individu tersebut tidak mampu menyelesaikan
masalah sendiri, tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang cukup, serta kurang
energi dalam melakukan aktivitas.
b. Cynicism / Depersonalisation
Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap sinis,
cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja atau kuliah. Ketika individu
merasakan cynicism (sinis), individu tersebut cenderung dingin, menjaga jarak,
cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan perkuliahannya. Cynism juga
merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa. Secara konkret seseorang yang
sedang depersonalisasi cenderung meremehkan, memperolok, tidak peduli dengan
orang lain yang dilayani, dan bersikap kasar. Perilaku negatif seperti ini dapat
memberikan dampak yang serius pada efektivitas perkuliahan.
c. Reduced sense of personal accomplishment
Penurunan pencapaian prestasi pribadi atau penurunan keyakinan akademik jika
pada mahasiswa disebabkan oleh perasaan bersalah telah melakukan orang lain di
sekitarnya secara negatif. Hal ini berkembang dari depersonalisasi, sikap kurang
positif terhadap orang lain, lama kelamaan berubah menjadi penilaian negatif
tentang diri sendiri. Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah menjadi orang
yang berkualitas buruk terhadap orang lain di sekitarnya, misalnya tidak
memperhatikan kebutuhannya. Padahal seorang pemberi layanan dituntut untuk
selalu memiliki perilaku yang positif, misalnya penyabar, penuh perhatian,
hangat, humoris, dan yang paling penting adalah mempunyai rasa empati.
2.01.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout
Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2015) membagi beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya burnout, yaitu:
a. Work Overload

Work overload kemungkinan terjadi akibat ketidaksesuaian antara individu


dengan pekerjaannya. Individu terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu
yang sedikit. Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjaan melebihi kapasitas
Universitas Jenderal Soedirman

13

kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan. Hal ini dapat menyebabkan


menurunnya kualitas individu, hubungan yang tidak sehat di lingkungan pekerjaan
atau perkuliahan jika pada mahasiswa, menurunkan kreativitas, dan menyebabkan
burnout.
b. Lack of Work Control

Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak seseorang itu diatur oleh
agenda kerja (aturan protokoler) yang sering kali tidak dapat dihindari meskipun
hal tersebut tidak disukai. Adanya aturan terkadang membuat individu memiliki
batasan dalam berinovasi, merasa kurang memiliki tanggung jawab dengan hasil
yang didapatkan karena adanya kontrol yang terlalu ketat dari atasan.
c. Rewarded for work

Salah satu kontributor yang berperan besar terhadap munculnya burnout adalah
tidak adanya sistem imbalan intrinsik seperti dapat melakukan tugas-tugas yang
menyenangkan, membangun keahlian, dan memperoleh penghargaan dari mitra
kerja. Kurangnya keseimbangan antara sistem imbalan yang bersifat ekstrinsik
gaji, tunjangan) dan sistem imbalan intrinsik akan melemahkan semangat untuk
menyukai pekerjaan. Selain itu, kurangnya apresiasi dari lingkungan kerja juga
membuat individu merasa tidak bernilai. Apresiasi bukan hanya dilihat dari
pemberian gaji, tetapi hubungan yang terjalin baik antar individu, individu dengan
atasan turut memberikan dampak pada individu tersebut. Pada mahasiswa,
apresiasi dapat berupa nilai dari sebuah tugas yang dikerjakan atau beasiswa bagi
mahasiswa yang berprestasi.
d. Breakdown in Community

Pada hakikatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari
komunitasnya dimana pun berada. Seseorang akan bekerja dengan maksimal
ketika memiliki kenyamanan dan kebahagiaan yang terjalin dengan rasa saling
menghargai. Persaingan yang ketat dan waktu kerja atau kuliah yang padat
menyebabkan individu terpisah dari sesamanya, sehingga ada kesenjangan baik
antar individu maupun dengan atasan, sibuk dengan diri sendiri, dan tidak
memiliki quality time dengan rekan. Hubungan yang tidak baik membuat suasana
di lingkungan tidak nyaman, full of anger, frustasi, cemas, merasa tidak dihargai.
Hal ini membuat dukungan sosial menjadi tidak baik, kurang rasa saling
Universitas Jenderal Soedirman

14

membantu antar rekan. Selain itu, individu yang kurang memiliki rasa
belongingness terhadap lingkungan kerjanya (komunitas) atau lingkungan
perkuliahan pada mahasiswa, akan menyebabkan kurangnya rasa keterikatan
positif di lingkungannya.
e. Treated Fairly

Perasaan diperlakukan tidak adil merupakan faktor terjadinya burnout. Seseorang


merasa tidak percaya dengan lingkungan kerjanya atau lingkungan perkuliahan
ketika tidak ada keadilan. Rasa ketidakadilan biasa dirasakan pada saat masa
promosi kerja, atau individu disalahkan ketika individu tersebut tidak melakukan
kesalahan.
f. Dealing with Conflict Values

Seseorang akan melakukan yang terbaik ketika melakukan apa yang sesuai
dengan nilai, belief, dan self respect. Namun, ketika pekerjaan mengharuskan
seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai individu tersebut, hal
tersebut dapat menyebabkan performa dan kualitas kerja seseorang menurun,
karena tidak sesuai dengan nilai yang dimiliki. Misalnya seorang sales terkadang
harus berbohong agar produk yang ditawarkan dapat terjual.
Selanjutnya, Sullivan dalam Spector (2008) menjelaskan beberapa faktor
yang dapat menyebabkan burnout, yaitu:
a. Environmental factor
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan fisik
(peralatan, ventilasi, pencahayaan, kebisingan, privasi, tempat duduk yang tidak
nyaman, dan ketiadaan fasilitas yang mendukung), konflik peran (adanya
ketidakcocokan individu dengan pekerjaannya, konflik antara nilai-nilai yang
dimiliki individu dengan pekerjaan, atau memiliki peran ganda seperti menjadi
pekerja dan ibu rumah tangga), beban kerja yang berlebihan (lamanya jam kerja,
banyaknya tanggungjawab yang harus diterima, dan banyaknya tugas yang harus
diselesaikan), keterlibatan terhadap pekerjaan, tingkat fleksibilitas waktu kerja
atau kuliah, dan kurangnya dukungan sosial,. Berdasarkan hasil penelitian
Adawiyah (2013) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang baik dapat
mendukung berkurangnya kecenderungan burnout. Individu yang memperoleh
dukungan sosial yang tinggi tidak hanya mengalami stres yang rendah, tetapi juga
Universitas Jenderal Soedirman

15

dapat mengatasi stres secara lebih berhasil dibanding dengan individu yang
kurang memperoleh dukungan sosial. Dalam keluarga, faktor lingkungan termasuk
dalam jumlah anak, keterlibatan dalam keluarga, serta kualitas hubungan dengan
anggota keluarga.
b. Individual Factor
Faktor individu meliputi faktor demografik seperti jenis kelamin, etnis, usia,
status perkawinan, latar belakang pendidikan, status ekonomi, faktor kepribadian
seperti tipe keperibadian introvert atau extrovert, konsep diri yang rendah,
kebutuhan, motivasi, kemampuan dalam mengendalikan emosi, mekanisme
koping, dan locus of control. Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi cara
seseorang dalam menyikapi masalah, karena pria dan wanita tumbuh dan
dibesarkan dengan cara yang berbeda. Pria diajarkan bertindak tegas, tegar, dan
tanpa emosional, sedangkan wanita diajarkan untuk berprilaku lembut dan kasih
sayang. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015) pada perawat usia < 30 tahun
cenderung mengalami burnout ringan yaitu sebanyak tiga puluh orang dari 42
orang, sedangkan usia 30 tahun cenderung mengalami burnout sedang yaitu
sebanyak lima orang dari sebelas orang. Namun, dilihat dari tingkatan burnout
berat, tiga orang dengan usia < 30 tahun dan dua orang dengan usia 30 tahun
mengalaminya. Sedangkan, hasil penelitian Dewi dan Pramesti (2013)
menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat burnout yang signifikan pada guru SDN
yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) dan dewasa madya (40-60 tahun).
Annual Review of Psychology (dalam Nurjayadi, 2004) melaporkan bahwa
individu yang belum menikah (khususnya laki-laki) dilaporkan lebih rentan
terhadap sindrom burnout dibandingkan individu yang sudah menikah. Namun
perlu penjelasan lebih lanjut untuk status perkawinan. Individu yang sudah
menikah bisa saja memiliki resiko untuk mengalami burnout jika perkawinannya
kurang harmonis atau mempunyai pasangan yang tidak dapat memberikan
dorongan sosial (Nurjayadi, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015)
terdapat lima orang dari 23 orang yang sudah menikah mengalami burnout berat.
Tanggungjawab seseorang setelah menikah tentu berbeda dengan yang belum
menikah baik secara finansial maupun sosial.

Universitas Jenderal Soedirman

16

Menurut Maslach dan Jackson dalam Nurjayadi (2004) menyebutkan bahwa


tingkat pendidikan juga turut berperan dalam sindrom burnout. Hal ini didasari
oleh kenyataan bahwa stres yang terkait dengan masalah pekerjaan seringkali
dialami oleh pekerja dengan pendidikan yang rendah. Namun, Siagian (2009)
mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimilikinya serta semakin besar pula tuntutan pekerjaan sehingga
berpengaruh terhadap perilaku kerjanya. Seseorang dengan pendidikan sarjana
paling berisiko mengalami burnout dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.
Profesional yang berpendidikan tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis,
sehingga ketika dihadapkan pada kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan maka
muncul kegelisahan dan kekecewaan yang dapat menimbulkan burnout. Faktor

kepribadian dapat mempengaruhi tingkat burnout seseorang menurut hasil


penelitian Mufida (2012) bahwa gaya kepribadian steadiness cenderung lebih
mudah mengalami burnout dibanding dengan individu dengan gaya kepribadian
lainnya. Ciri-ciri dari orang yang memiliki gaya kepribadian steadiness adalah
introvert, stabil, dapat dipercaya, rileks, pasif, santai, menghindari tanggung
jawab, tidak tegas, tidak berorientasi pada target, menyukai sesuatu yang berjalan
dengan konsisten dan kurang menyukai perubahan yang bersifat mendadak.
Motivasi juga dapat berpengaruh terhadap burnout. Berdasarkan hasil
penelitian Tawale, Widjajaning, dan Gartinia (2011) menunjukkan jika motivasi
yang dimiliki rendah, maka kecenderungan burnout akan tinggi, begitu pula
sebaliknya. Selain itu, locus of control dapat berpengaruh terhadap burnout.
Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015) menunjukkan bahwa responden dengan
locus of control internal cenderung mengalami burnout ringan yaitu sebanyak 32
orang dari 41 orang, sedangkan responden dengan locus of control eksternal lebih
cenderung mengalami burnout sedang yaitu sebanyak tujuh orang dari dua belas
orang. Locus of control berpengaruh terhadap pemilihan strategi koping individu.
Selain itu, kecenderungan locus of control pada individu akan mempengaruhi
karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Locus of control internal
cenderung memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dengan pekerjaan individu

Universitas Jenderal Soedirman

17

tersebut dan terlihat lebih mampu menahan stres dibandingkan dengan locus of
control eksternal.
c. Cultural factor
Menurut Potter dan Perry (2005) budaya menggambarkan sifat non-fisik, seperti
nilai, keyakinan, sikap, atau adat istiadat yang disepakati oleh kelompok
masyarakatdan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur juga
merupakan

kumpulan

dari

keyakinan,

praktik,

kebiasaan,

kesukaan,

ketidaksukaan, norma, adat istiadat, dan ritual yang dipelajari dari keluarga
selama sosialisasi bertahun-tahun. Banyak keyakinan, pikiran, dan tindakan
masyarakat, baik disadari maupun tidak disadari, ditentukan oleh latar belakang
budaya. Akhirnya, kultur adalah sistem meta komunikasi yang di dalamnya tidak
hanya bahasa lisan, tetapi juga sesuatu yang lain. Salah satu contoh adalah cara
individu bereaksi secara nonverbal terhadap percakapan seseorang, cara individu
membuat kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
Potter dan Perry (2005) menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek-aspek
budaya diantaranya adalah komunikasi, waktu, variasi biologi, dan organisasi
sosial. 1) Perbedaan komunikasi ditujukkan dalam banyak cara, termasuk
perbedaan bahasa, perilaku verbal dan non-verbal, dan diam. 2) Orientasi waktu
beragam diantara kelompok kultur yang berbeda. Terdapat kultur yang mengacu
pada kejadian sekarang, adapula yang mengacu pada waktu yang akan datang.
Misalnya individu dalam hal kesehatan yang berorientasi pada waktu yang akan
datang, individu tersebut akan mencegah kejadian penyakit di masa mendatang.
3) Terdapat beberapa cara dimana seseorang dari satu kelompok kultural berbeda
secara biologis misalnya secara fisik dan genetik. Contoh signifikan diantaranya
adalah struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetic,
kerentanan terhadap penyakit, dan variasi nutrisi. 4) Lingkungan sosial dimana
seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal memainkan peranan penting dalam
perkembangan dan identitas kultural seseorang. Organisasi sosial mengacu pada
unit keluarga (keluarga kecil, orangtua tunggal, atau keluarga besar) dan
organisasi kelompok sosial (keagamaan atau etnik). Aspek-aspek budaya tersebut
dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout pada
seseorang.
Universitas Jenderal Soedirman

18

2.01.1.3 Tahapan Burnout


Goliszek dikutip dalam Lamria (2009) mengidentifikasi empat tahap burnout,
yaitu:
a. Idealisme dan harapan yang tinggi. Pada tahap pertama, seorang antusias
berdedikasi terhadap pekerjaan dan menampilkan tingkat energi yang tinggi
dan sikap yang positif.
b. Pesimis dan ketidak puasan kerja dini. Pada tahap kedua, rasa frustasi, ilusi
yang negatif, dan kebosanan terhadap pekerjaan dan individu mulai
menunjukkan gejala-gejala stres baik fisik maupun kejiwaan.
c. Mundur dan mengisolasi diri. Pada tahap ini seseorang masuk ke dalam tahap
ketiga, sifat marah, permusuhan, menghindari kontak dengan rekan kerja, tidak
bersahabat, berpandangan sangat negatif, mengalami depresi dan tekanan emosi
lainnya, menjadi tidak mampu berpikir atau konsentrasi, mengalami kelelahan
fisik dan mental yang ekstrim, serta menunjukkan banyak gejala stres. Tanda-

tanda stres terhadap fisik maupun jiwa semakin memburuk. Melalui tahap
ketiga ada perubahan yang sederhana didalam tujuan pekerjaan, sikap, dan
tindakan dapat membalik proses burnout.
d. Tidak dapat berbalik dan kehilangan minat. Kehilangan minat yang sulit
dikembalikan dengan gejala-gejala tekanan fisik memburuk, akan terlihat antara

lain rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, acuh terhadap kehadiran


untuk bekerja, sinis, dan berfikir negatif. Sekali seorang masuk pada tahap ini
dan terus berada dalam kondisi seperti itu dalam jangka waktu tertentu, maka
burnout tidak dapat dihindarkan lagi.
2.01.1.4 Tanda Gejala Burnout
Menurut Pines dan Aronson dalam Sutjipto (2001) tanda gejala burnout dapat
dilihat dari ketiga dimensi:
a. Kelelahan fisik, yaitu suatu kelelahan yang bersifat sakit fisik dan energi fisik.
Sakit fisik dapat berupa sakit kepala, demam, sakit punggung, rasa ngilu,
rentan terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu, sering terkena flu,
sulit tidur, mual-mual, gelisah, dan perubahan kebiasaan makan. Energi fisik
dicirikan seperti energi yang rendah, rasa letih yang kronis, dan lemah.

Universitas Jenderal Soedirman

19

b. Kelelahan emosional, yaitu suatu kelelahan pada individu yang berhubungan


dengan perasaan pribadi. Kelelahan emosi dapat berupa rasa bosan, mudah
tersinggung, perasaan tidak menolong, merasa tidak memiliki apa-apa, ratapan
yang tiada henti, perasaan capek dan lelah setiap hari, sulit mendapatkan
kesempatan untuk istirahat karena rutinitas, suka marah, gelisah, tidak peduli
terhadap tujuan, putus asa, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, rutinitas
membuat sedih, rasa tidak berdaya, merasa tidak memiliki apa-apa, kehilangan
semangat, atau depresi.
c. Kelelahan mental, yaitu suatu kondisi kelelahan pada individu yang
berhubungan dengan rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi.
Kelelahan mental dapat berupa merasa tidak berharga, tidak peka, selalu
menyalahkan, rasa benci, kurang bersimpati dengan oranglain, cenderung
merasa bodoh, rutinitas sehari-hari mulai terasa tertekan, selalu bekerja keras
tetapi pencapaian selalu kurang, merasa kurang kompeten, merasa gagal, tujuan
yang ingin dicapai mulai berubah, acuh tak acuh, atau tidak puas dengan jalan
hidup.
2.01.1.5 Burnout pada Mahasiswa Keperawatan
Pelayanan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat harus memenuhi
standar mutu internasional, yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan
klien beserta keluarganya. Perawat dituntut untuk tampil profesional saat
memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak agar pelayanan yang diberikan dilakukan secara komprehensif dan
dapat memenuhi kebutuhan dasar, meliputi kebutuhan bio, psiko, sosio dan
spiritual klien (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang
diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi
sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan
Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Praktik
keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan,
registrasi, sertifikasi, akreditasi dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan
Universitas Jenderal Soedirman

20

terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Agar menghasilkan seorang perawat yang profesional, maka seorang
mahasiswa keperawatan harus menempuh program pendidikan keperawatan yang
yang sesuai dengan kurikulum pendidikan ners. Kurikulum pendidikan ners terdiri
atas kurikulum program Sarjana Keperawatan dan kurikulum program profesi
ners. Pendidikan ners merupakan pendidikan akademik-profesional dengan proses
pembelajaran yang menekankan pada tumbuh kembang kemampuan mahasiswa
untuk menjadi seorang akademisi dan profesional. Landasan tumbuh kembang
kemampuan ini merupakan kerangka konsep pendidikan yang meliputi falsafah
keperawatan sebagai profesi, dan keperawatan sebagai bentuk pelayanan
profesional yang akan mempengaruhi isi kurikulum dan pendekatan utama dalam
proses pembelajaran (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Pelaksanaan pendidikan sarjana keperawatan diharapkan dapat memberikan
pengalaman belajar pada peserta didik untuk menumbuhkan dan membina sikap,
pengetahuan, serta keterampilan profesional yang diperlukan sebagai seorang
perawat profesional (Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman (FIKes Unsoed) juga menyelenggarakan program studi sarjana
keperawatan. Struktur kurikulum yang digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada
SK Mendiknas no.045/U/2002 tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu
Kurikulum dengan sistem blok. Kurikulum dikembangkan sejalan dengan visi
dan misi institusi. Kurikulum tersebut diselesaikan dalam waktu delapan semester
dan selama-lamanya empat belas semester, dengan total beban studi 144 sks
(Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Metode pengajaran yang digunakan pada program pendidikan sarjana
keperawatan Unsoed dalam Buku Pedoman FIKes Unsoed (2015) diantaranya
adalah:
a. Untuk pengembangan kognitif dilaksanakan: 1) diskusi kelompok kecil / Small
Group Discussion (SGD) merupakan sarana diskusi mahasiswa dalam
kelompok yang didampingi tutor untuk melatih kemampuan analisis dan
pendalaman materi tertentu yang terarah untuk mencapai tujuan yang telah
Universitas Jenderal Soedirman

21

ditetapkan. SGD ini dilakukan dalam kelompok yang telah ditetapkan. 2)


kuliah interaktif (lecture) merupakan metode pembelajaran dengan kegiatan
ceramah atau tatap muka yang dibawakan oleh narasumber, terjadwal, dan
mengacu pada prinsip student centered learning. 3) Self Direct Learning (SDL)
yaitu mahasiswa belajar secara mandiri untuk meningkatkan kemampuan dan
pemahaman setelah mengikuti beberapa proses pembelajaran. 4) Problem
Based Learning (PBL) yang menerapkan tujuh langkah (seven jumps) untuk
memecahkan permasalahan yaitu klarifikasi istilah dan konsep, menetapkan
definisi atau batasan permasalahan, menganalisa masalah, menyusun berbagai
penjelasan mengenai permasalahan, merumuskan tujuan belajar, belajar
mandiri, menarik atau mengambil system informasi yang dibutuhkan dari
informasi yang ada. 5) Diskusi Panel Narasumber (DPN) merupakan diskusi
pleno dengan beberapa narasumber untuk menjawab berbagai pertanyaan yang
tidak terjawab maupun penjelasan materi yang masih dirasakan kurang. 6)
Cooperative Learning (CL) yaitu mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil dan
didampingi oleh seorang tutor. 7) Debate Session (DS) yaitu kegiatan
interaktif,

ide/gagasan

disampaikan

dalam

debate

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara logis dan ilmiah. 8) Discovery Learning (DL)


ada dua jenis yaitu mengeksplorasi film dan poster. 9) CD interaktif yaitu
menampilkan gambaran secara audiovisual dengan bimbingan langsung oleh
narasumbernya yang ahli. 10) Portofolio, 11) diskusi film, 12) refferat journals
atau mengkritisi sebuah penelitian yang tertuang dalam jurnal ilmiah, dan 13)
karya tulis ilmiah atau skripsi.
b. Untuk pengembangan skills dilaksanakan praktikum laboratorium, role play
atau simulasi, pembuatan poster dan film, praktek lapangan, dan skill lab.
c. Untuk pengembangan attitude atau afektif dilaksanakan tahap pengumpulan
informasi bahwa mahasiswa diharapkan secara aktif mampu mencari dan
menyerap semua informasi pembelajaran dari berbagai sumber yang ada
disekitarnya.
d. Tahap analisis dan pemantapan, pada tahap ini mahasiswa dibimbing dan
diarahkan oleh dosen atau tutor atau narasumber agar mampu memanfaatkan
semua informasi yang diperoleh dalam memecahkan sebuah problem dalam
Universitas Jenderal Soedirman

22

bidang keperawatan. Selain itu, mahasiswa juga dibimbing untuk memiliki


profesional skill yang terkait dengan materi yang diselenggarakan.
e. Tahap umpan balik dan evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap proses
dan hasil kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Metode yang digunakan pada
tahap ini nadalah: 1) Self-assesment dengan menggunakan checklist oleh
mahasiswa,

2)

Peer

review

antar

mahasiswa,

3)

Pengamatan

berkesinambungan oleh tutor dengan observation sheet, 4) Daftar hadir dan


dinamika kelompok dengan checklist oleh tutor, 5) Laporan perorangan tanpa
laporan kelompok, 6) Angket mahasiswa untuk mengevaluasi tutor, 7)
Portofolio, dan 8) Ujian: MCQ, SOCA, OSCE.
Banyaknya metode dan rutinitas kehidupan yang dilakukan saat menjalani
perkuliahan di kampus, mahasiswa dapat berisiko mengalami burnout. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa dari 183
mahasiswa keperawatan di Universitas Swansea United Kingdom yang
mengalami emotional exhaustion tinggi 19 orang, sedang 45 orang, dan rendah
115 orang. Pada dimensi depersonalisasi dengan tingkat tinggi 9 orang, sedang 25
orang, dan rendah 113 orang. Pada dimensi pencapaian prestasi pribadi dengan
tingkat tinggi 61 orang, sedang 42 orang, dan rendah 71 orang. Hasil penelitian
Silva, et al. (2014) menunjukkan bahwa 570 mahasiswa keperawatan dari tiga
Universitas di Brazil 64% mengalami burnout pada dimensi emotional exhaustion
tinggi, 35,79% pada dimensi sinisme yang tinggi, dan 87,72% pada dimensi
pencapaian prestasi pribadi yang rendah. Ruzyczka dan Magdalena (2013) dalam
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 47 mahasiswa keperawatan dan
keguruan di Universitas Krakow Polandia 32% mengalami burnout. Burnout pada
mahasiswa

keperawatan

berdasarkan

penyebab

yaitu

karena

perilaku

ketidakhadiran professor 32%, jam praktik yang berlebihan 28%, pengalaman


yang tidak menyenangkan saat praktik 16%, lain-lain 7,4%, dan tidak menjawab
4%.
Burnout juga dapat terjadi pada mahasiswa lainnya seperti hasil penelitian
Galan, et al. (2011) menunjukkan bahwa dari 270 Mahasiswa Kedokteran di
Universitas Seville Spanyol, 61 diantaranya berisiko mengalami burnout.
Sedangkan hasil penelitian Cecil, et al. (2014) menunjukkan bahwa dari 356
Universitas Jenderal Soedirman

23

Mahasiswa Kedokteran dari Universitas di St Andrews dan Manchester 55%


mengalami emotional exhaustion tinggi, 34% depersonalisasi tinggi, dan 46,6%
penurunan pencapaian prestasi pribadi. Selain itu, hasil penelitian Kurniati (2012)
menunjukkan bahwa tingkat burnout pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Malang berada pada kategori tinggi 100% dengan responden 80 orang. Diaz
(2007) dalam hasil penelitiannya menunjukkan rerata burnout pada mahasiswa
yang bekerja sebesar 83,57 pada laki-laki dan 82,56 pada perempuan. Hasil
penelitian Purnama, Darmiyati, dan Eva (2011) juga menunjukkan bahwa dari
1944 Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta jenjang S1 periode 2008/2009
yang mengalami kelelahan emosi 20%, kelelahan fisik 33%, 17% kelelahan
kognitif, dan 30% kehilangan motivasi. Faktor penyebab burnout pada mahasiswa
adalah 19% karaktersitik mahasiswa, 33% keterlibatan emosional dengan
lingkungan belajar, dan 48% faktor lingkungan.
Menurut Sutarjo, Dewi, dan Ni Kt (2014) dampak seorang siswa yang
mengalami burnout, siswa tersebut merasa rentang waktu tertentu yang digunakan
untuk belajar tidak mendatangkan hasil. Siswa merasa seakan-akan pengetahuan
dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya
kemajuan belajar pada umumnya berlangsung selamanya. Seorang siswa yang
sedang burnout, sistem akal tak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan
dalam proses-proses item-item informasi atau pengalaman, sehingga kemajuan
belajarnya seakan-akan "jalan ditempat". Bila kemajuan belajar yang jalan di
tempat ini digambarkan dalam bentuk kurva, yang akan tampak adalah garis
mendatar yang lazim disebut plateau. Burnout dapat melanda seorang siswa yang
kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu
sebelum sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.
2.01.1.6 Instrumen Burnout
Schaufeli dan Enzman dalam Parameshwary (2007) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa cara yang digunakan untuk mengukur burnout, seperti observasi,
interview, dan kuesioner pelaporan diri (self-report questionnaires). Hanya saja
para peneliti beranggapan bahwa metode observasi dinilai kurang sistematis dan
tidak terstandarisasi, sehingga hasilnya dapat mempengaruhi validitas dan
reliabilitas metode ini sebagai salah satu teknik pengukuran burnout. Salah satu
Universitas Jenderal Soedirman

24

teknik pengukuran burnout juga dianggap tidak efisien karena melelahkan, rumit,
serta membutuhkan banyak biaya. Sedangkan melalui teknik wawancara, para
peneliti juga menilai bahwa teknik tersebut dapat bersifat subjektif, tidak efisien,
sehingga juga dianggap kurang reliabel untuk mengukur burnout. Oleh sebab itu,
itu, disarankan untuk menggunakan kuesioner pelaporan diri. Kuesioner ini tersaji
dalam berbagai bentuk, yakni Freudenberger Burnout Inventories (FBI), Burnout
Measure (BM), dan Maslach Burnout Inventorry (MBI). Hanya saja diantara
ketiga alat ukur tersebut, hanya MBI yang dinilai paling lengkap untuk mengukur
burnout.
Maslach dan Jackson pada awal tahun 1980-an mengembangkan MBI yang
merupakan alat ukur untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Awalnya, MBI
hanya terbatas digunakan untuk mengukur tingkat burnout seseorang yang
memiliki kontak langsung dengan orang yang membutuhkan pelayanan. Ketika itu
terdapat MBI yang sering digunakan yaitu MBI-Human Services Survey (MBIHSS), MBI-Educator Survey (MBI-ES), dan MBI-General Survey (MBI-GS).
MBI-HSS ditujukan untuk mengukur tingkat burnout pada orang-orang yang
bekerja di bidang pelayanan publik, MBI-ES digunakan untuk mengukur tingkat
burnout pada pendidik atau guru. Sedangkan, MBI-GS digunakan untuk
mengukur tingkat burnout pada berbagai bidang pekerjaan. Selain itu terdapat
pula MBI-Student Survey (MBI-SS) yang dimodifikasi dari MBI-GS oleh
Schaufeli, et al. (2002). MBI-SS digunakan untuk mengukur tingkat burnout pada
mahasiswa dengan mengacu pada perasaan kelelahan karena tuntutan studi,
memiliki sikap sinis dan terpisah terhadap salah satu studi, dan merasa tidak
kompeten sebagai mahasiswa.
Hingga saat ini MBI merupakan alat ukur yang peling sering digunakan
untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Hal ini disebabkan dalam MBI
tercakup tiga indikator burnout yang bersifat multidimensional, yaitu dimensi
exhaustion, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi. Adanya
ketiga indikator yang bersifat multidimensional tersebut membuat MBI dinilai
lebih dapat memahami perilaku individu dalam konteks sosial dan memfokuskan
pada faktor-faktor sosial dan personal. Selain itu, administrasi pengerjaan tes yang
cepat dan mudah serta cara skoring yang relatif sederhana menjadikan MBI
Universitas Jenderal Soedirman

25

sebagai instrumen yang dapat memberikan informasi mengenai tingkat burnout


yang dialami seseorang dengan cepat (Parameshwary, 2007).

Universitas Jenderal Soedirman

26

2.02 Kerangka Teori


Kerangka teori penelitian ini berasal dari berbagai sumber yaitu Leiter & Maslach
dalam Nursalam (2015), Sullivan dalam Spector (2008), Pines dan Aronson dalam
Sutjipto (2001), Goliszek dalam Lamria (2009), dan Buku pedoman Jurusan
Keperawatan FIKes Unsoed (2015).
Faktor Penyebab burnout
1. Work Overload

2. Lack of Work Control


3. Rewarded for work
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Breakdown in Community
Treated Fairly
Dealing with Conflict Values
Environmental
Individual
Cultural

Tahapan Burnout

Gejala Burnout

1. Idealisme dan harapan yang


tinggi

Tingkat energi yang tinggi dan


sikap yang positif

2. Pesimis dan ketidak puasan


kerja dini

Bosan, menunjukkan gejala-gejala


stres, frustasi

3. Mundur dan mengisolasi diri

4. Tidak dapat berbalik dan


kehilangan minat

BURNOUT

Sifat marah, permusuhan,


menghindari kontak dengan rekan,
tidak bersahabat, berpandangan
negatif, tidak mampu berpikir atau
konsentrasi, depresi, kelelahan fisik
dan mental yang ekstrim.
Sinis, acuh tak acuh, berpikir negatif,
kehilangan minat, dan rendahnya
penghargaan terhadap diri sendiri.

Dimensi Burnout
1. Exhaustion
2. Cynicism
3. Reduced Sense of
Personal
Accomplishment

Gambar 2.1 Kerangka teori gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan


Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman

27

2.03 Kerangka konsep


Berdasarkan landasan teori diatas maka dibentuk kerangka konsep penelitian yang
dapat dijelaskan melalui gambar sebagai berikut :

Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes
Unsoed

Tingkat Burnout Mahasiswa


a. Ringan
b. Sedang
c. Berat

Faktor yang mempengaruhi


burnout pada mahasiswa:
1. Treated Fairly
2. Dukungan sosial
3. Status ekonomi
4. Faktor kepribadian

Keterangan:
: Diteliti/dikendalikan

: tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konsep gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan


Keperawatan FIKes Unsoed

Universitas Jenderal Soedirman

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.01 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif kuantitatif. Metode
deskriptif yaitu metode penelitian bentuk analisis yang menyampaikan sebaran
atau distribusi dalam bentuk frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, diagram atau narasi (Riwidikdo, 2010). Menurut Kuntjojo
(2009) penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang
menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai
apa yang ingin diketahui.
Rancangan penelitian ini menggunakan jenis desain cross sectional. Jenis
desain cross sectional atau biasa disebut dengan studi potong lintang artinya
observasi dan pengukuran variabel hanya dilakukan pada satu saat tertentu saja.
Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat pada satu waktu bersamaan, namun
memiliki makna bahwa setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran
(Saryono, 2010).
3.02 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di kampus Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmuilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Sedangkan waktu penelitian
dilakukan pada bulan Oktober 2015 hingga April 2016 dan pengambilan data
dilakukan pada bulan Maret 2016.
3.03 Populasi dan Sampel
Menurut Saryono (2010) populasi merupakan keseluruhan sumber data yang
diperlukan dalam suatu penelitian. Populasi dapat dibedakan menjadi populasi
target dan populasi terjangkau atau sumber. Populasi target adalah sasaran akhir
penerapan hasil penelitian. Bagian populasi target yang dapat dijangkau oleh
peneliti disebut populasi terjangkau. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas
Jenderal Soedirman.
Menurut Eriyanto (2007) sampel adalah elemen dari populasi yang akan
diteliti dan memnuhi kriteria. Sampel yang dikehendaki untuk menjawab masalah

28
Universitas Jenderal Soedirman

29

penelitian merupakan bagian dari populasi terjangkau. Teknik pengambilan


sampel yang dipilih yaitu dengan metode total sampling yang sesuai dengan
kriteria inklusi yaitu 157 mahasiswa. Agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan,
maka penentuan sampel yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria tertentu
yang ditetapkan. Kriteria ini berupa kriteria inklusi, merupakan batasan ciri umum
pada subjek penelitian. Subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi, maka akan
masuk kriteria eksklusi. Kriteria ekslusi adalah subjek yang tidak memenuhi
kriteria inklusi karena sebab yang dapat mempengaruhi hasil penelitian sehingga
terjadi bias.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah Mahasiswa Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2013 dan
2014, serta bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini
adalah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, mahasiswa alih jenjang,
mahasiswa profesi Ners, mahasiswa yang menjalani perkuliahan kurang dari satu
tahun, dan mahasiswa yang mengalami sakit fisik dalam jangka waktu lama
hingga berakhirnya proses penelitian. Saat penelitian berlangsung dari 157
mahasiswa, yang menjadi responden adalah 156 mahasiswa, karena satu orang
sedang cuti yaitu dari angkatan 2014.
3.04 Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian.
Variabel merupakan fenomena yang menjadi pusat perhatian penelitian untuk
diobservasi atau diukur. Variabel adalah konsep yang memiliki variasi, bahwa
sesuatu atau konsep dapat disebut variabel jika konsep tersebut memiliki
variabilitas atau dapat dibedakan menjadi beberapa jenis (Kuntjojo, 2009).
Penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu burnout pada Mahasiswa Jurusan
Keperawatan.
3.05 Definisi Operasional Variabel
Menurut Hadidarsono dan Subandi (2012) definisi operasional adalah batasan
pengertian yang dijadikan pedoman untuk melakukan suatu penelitian atau
kegiatan. Dalam definisi, peneliti harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukannya. Apa yang akan diukur dan bagaimana cara

Universitas Jenderal Soedirman

30

mengukurnya. Menurut Widjono (2007) definisi ini disebut juga definisi subjektif,
karena disusun berdasarkan keinginan peneliti.
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel
Burnout

Definisi
Operasional
Kelelahan fisik,
emosional, dan
mental pada
mahasiswa yang
sedang menjalani
perkuliahan di
Jurusan
Keperawatan
Fikes Unsoed

Cara Ukur

Hasil Ukur

Menggunakan lembar
kuesioner, skoring
menggunakan skala alat
ukur Maslach Burnout
Inventory-Student Survey
(MBI-SS), terdiri dari 24
pertanyaan dengan
pilihan jawaban 0=tidak
pernah, 1=jarang
sekali/satu kali dalam
setahun, 2=jarang/satu
kali dalam enam bulan,
3=kadang-kadang/satu
kali dalam sebulan,
4=sering/satu kali dalam
seminggu, 5=sering
sekali/beberapa kali
dalam seminggu,
6=selalu/setiap hari.
Kuesioner

Skor total 0-144


diklasifikasikan
menjadi
0 (tidak burnout)
1-48 (ringan)
49-96 (sedang)
97-144 (berat)
pada masing-masing
dimensi skor 0-48
diklasifikasikan
menjadi
0 (tidak)
1-16
(ringan),
17-32
(sedang),
33-48
(berat).
Laki-laki,
perempuan

Skala
Data
Ordinal

Jenis
kelamin

Perbedaan jenis
dan fungsi
biologis yang
dicirikan dengan
organ vital

Pilihan
jurusan
berdasarkan
minat

Pilihan Jurusan
keperawatan
merupakan
jurusan yang
diminati atau
tidak
Periode tahun
angkatan ketika
mahasiswa
memulai
perkuliahan
pertama kali
Indeks prestasi
kumulatif atau
akumulasi nilai di
seluruh semester
yang telah dilalui

Kuesioner

Sesuai minat
Tidak sesuai minat

Nominal

Kuesioner

2013
2014

Nominal

Kuesioner dan dokumen

Ordinal

Tempat dimana
mahasiswa
berasal
berdasarkan
provinsi

Kuesioner

< 2,00 (kurang


memuaskan)
2,00-2,75
(memuaskan)
2,76-3,50
(sangat memuaskan)
3,51-4,00
(dengan pujian)
DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur,
Sumatera, dan
Maluku.

Periode
angkatan

IPK

Daerah asal

Nominal

Nominal

Universitas Jenderal Soedirman

31

3.06 Instrumen Penelitian


Menurut Saryono (2010) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan sistematis) sehingga lebih
mudah diolah. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui
kuesioner yang terdiri dari dua bagian. Pertama terdiri dari karakteristik
responden yaitu jenis kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat (sesuai minat
atau tidak sesuai minat), periode angkatan, IPK, dan daerah asal tempat tinggal.
Bagian kedua berisi pernyataan tentang burnout.
Instrument yang digunakan untuk mengukur burnout adalah Maslach
Burnout Inventory-Student Survey (MBI-SS) yang diadopsi dari Laili (2014)
dalam penelitiannya Pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout pada
Mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Model yang digunakan ialah model rating scale dengan tujuh alternatif pilihan.
Namun, keterangan rating scale yang digunakan berdasarkan instrumen MBI asli
yaitu 0 tidak pernah, 1 jarang sekali paling tidak satu kali dalam setahun, 2 jarang
paling tidak satu kali dalam enam bulan, 3 kadang-kadang paling tidak satu kali
dalam sebulan, 4 sering paling tidak satu kali dalam seminggu, 5 sering sekali
paling tidak beberapa kali dalam seminggu, 6 selalu paling tidak setiap hari.
Jawabannya adalah apa yang paling dialami oleh responden.
Skala terdiri dari dua pernyataan, yaitu pernyataan favourable dan
unfavourable. Pada pernyataan favourable penyekoran 0 untuk jawaban tidak
pernah. Pernyataan sebaliknya atau unfavourable diskor secara kebalikannya yaitu
0 untuk setiap hari. Skala tidak dihitung skor total untuk mengetahui tingkat
burnout, tetapi skor dihitung berdasarkan masing-masing dimensi burnout yaitu
dimensi keletihan emosi, sinisme, dan menurunnya pencapaian prestasi akademik.
Berikut ini distribusi pernyataan skala burnout dalam Laili (2014) :
Tabel 3.2 Distribusi Pernyataan Skala Burnout
No.
1.
2.
3.

Dimensi
Exhaustion
Sinisme
Menurunnya
Pencapaian
Prestasi Akademik
Jumlah

Favourable
8, 11, 15, 20
1, 4, 12, 21
2, 13, 16, 22

Unfavourable
5, 9, 17, 23
3, 6, 14, 18
7, 10, 19, 24

Jumlah
8
8
8

12

12

24

Universitas Jenderal Soedirman

32

Sehingga, skor total seluruh dimensi adalah 0 144 diklasifikasikan menjadi 0


(tidak burnout), 1 48 (ringan), 49 96 (sedang), dan 97 144 (berat).
Sedangkan skor pada masing-masing dimensi adalah 0 48 diklasifikasikan
menjadi 0 (tidak burnout), 1 16 (ringan), 17 32 (sedang), dan 33 48 (berat).
Semakin tinggi skor yang diperoleh menandakan semakin berat tingkat burnout
pada mahasiswa.
Adapun menurut jenisnya, angket yang yang disebarkan merupakan angket
langsung yaitu angket yang disampaikan langsung kepada orang yang diminta
informasinya tentang dirinya sendiri. Sebelum mengisi instrumen, responden
diminta kesediaannya dengan mengisi lembar inform consent.
3.07 Validitas dan Reliabilitas
Menurut Notoatmodjo (2010) uji validitas adalah uji tentang kemampuan sesuatu,
sehingga benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur, sedangkan
reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk melihat kekonsistenan jawaban
terhadap pernyataan atau pertanyaan yang diajukan.
Uji validitas kuesioner MBI-SS telah dilakukan oleh Laili (2014). Validitas
yang diuji adalah validitas isi. Validitas isi diestimasi melalui pengujian isi tes
dengan analisis rasional atau yang biasa disebut dengan professional judgement.
Professional judgement dalam penelitian Laili adalah dosen pembimbing skripsi.
Uji reliabilitas kuesioner MBI-SS juga telah dilakukan Laili (2014) dengan
reliabilitas skala 0,936. Nunnaly dan Berstein dalam Ferdinand (2006)
menjelaskan bahwa untuk penelitian eksplorasi, reliabilitas yang sedang antara
0,50-0,60 sudah cukup untuk menjustifikasi sebuah penelitian. Reliabilitas pada
tiap dimensi juga dihitung, yaitu sebesar 0,779 pada dimensi keletihan emosi,
0,859 pada dimensi sinisme, dan pada dimensi menurunnya keyakinan akademik
ialah sebesar 0,881.
3.08 Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian ini terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian.
3.08.1 Tahap Persiapan
Pertama, mempersiapkan sumber-sumber pustaka dan data-data penunjang di
lapangan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Tahap persiapan
dilakukan sejak Oktober 2015, dimana peneliti mulai membaca berbagai jurnal
Universitas Jenderal Soedirman

33

dan referensi untuk mencari topik penelitian. Kedua, melakukan studi


pendahuluan kepada mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Setelah itu peneliti memutuskan untuk
meneliti mengenai gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Peneliti kembali
mencari literatur untuk mendalami topik.
Ketiga, menyusun proposal penelitian yang terlebih dahulu dikonsultasikan
kepada pembimbing I dan pembimbing II. Selanjutnya melakukan revisi proposal
penelitian sebelum melaksanakan penelitian, kemudian dikonsultasikan kembali
kepada pembimbing. Keempat, melakukan uji proposal. Kelima, mengurus
permohonan izin untuk pengambilan data kepada Ketua Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman.
3.08.2 Tahap Pelaksanaan
Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2016. Pertama, menetapkan objek
penelitian. Kedua, peneliti mengumpulkan mahasiswa sesuai periode angkatan
yang sama di dalam satu kelas, kecuali angkatan 2014 diambil data secara
berkelompok ataupun personal, karena sedang berada pada proses pembelajaran
skill lab. Ketiga, kuesioner diberikan kepada responden untuk diisi yang
sebelumnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, cara pengisian
kuesioner, serta responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan menjadi
responden terlebih dahulu (inform consent).
Keempat, menindaklanjuti pengumpulan data yaitu dengan melakukan
pengecekan. Setelah kuesioner diisi oleh responden, peneliti mengumpulkan data
dan memeriksa kelengkapannya. Keempat, membuat laporan hasil penelitian.
3.08.3 Tahap Penyelesaian
Pertama, penulisan ulang hasil dokumentasi berdasarkan kategori yang telah
ditentukan sesuai dengan definisi operasional penelitian. Selanjutnya melakukan
revisi hasil penelitian.
3.09 Pengolahan Data
Menurut Notoatmojo (2010) data yang diterima diolah dengan langkah-langkah
yaitu pertama editing adalah memeriksa pertanyaan yang telah diserahkan oleh
responden. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan dan kekurangan yang
Universitas Jenderal Soedirman

34

ada dalam lembar pertanyaan yang sudah diselesaikan. Peneliti memeriksa


kembali kuesioner yang sudah diisi oleh responden dan melihat apakah responden
sudah lengkap mengisi kuesioner yang diberikan. Semua jawaban harus lengkap
terisi, jelas, dan dapat dibaca. Kedua, coding adalah mengklasifikasikan jawaban
dari responden ke dalam kategori-kategori. Klasifikasi dilakukan dengan jalan
menandai jawaban berupa angka-angka, kemudian dimasukan ke dalam lembar
jawaban, agar mempermudah membacanya. Ketiga, scoring dilakukan untuk
mempermudah menganalisis data dengan memberikan nilai. Keempat, tabulating
yaitu membuat tabel semua jawaban yang sudah diberi skor dan dimasukan ke
dalam tabel yang tersedia. Kelima, entry data setelah data penelitian diperoleh,
peneliti memasukkan data yang telah ditabulasi ke dalam komputer dengan
menggunakan program komputer.
3.10 Analisis Data
Cara analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.
Menurut Gani dan Siti (2015) analisis univariat adalah alat analisis yang hanya
mengukur satu variabel untuk n sampel. Pada beberapa kasus, dapat saja
dilakukan pengukuran untuk beberapa variabel, namun masing-masing variabel
tetap dianalisis secara sendiri-sendiri. Menurut Dahlan (2013) pada analisis
univariat, jika variabel berupa kategorik umumnya dikenal dengan istilah jumlah
atau frekuensi tiap kategori (n) dan persentase tiap kategori (%) dan disajikan
dalam bentuk tabel atau grafik. Sedangkan untuk variabel numerik umumnya
digunakan parameter ukuran pemusatan dan parameter ukuran penyebaran,
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik (histogram dan plots).
Parameter ukuran pemusatan yaitu mean, median, dan modus, sedangkan ukuran
penyebaran yaitu standar deviasi, varians, koefisien varians, interkuartil, range,
dan minimum-maksimum.
Pada penelitian ini semua data berupa kategorik, sehingga data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan terhadap karakteristik responden
dan gambaran burnout yang dikategorikan menjadi tidak burnout, burnout ringan,
sedang, dan berat pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Gambaran juga dilihat berdasarkan
Universitas Jenderal Soedirman

35

karakteristik responden meliputi jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), pilihan


jurusan berdasarkan minat (sesuai minat atau tidak sesuai minat), periode
angkatan (2013 dan 2014), IPK (memuaskan, sangat memuaskan, dengan pujian),
dan daerah asal (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY,
Sumatera, dan Maluku).
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data terhadap data numerik hasil skor
total burnout dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov, karena sampel lebih
dari lima puluh dengan nilai kemaknaan (p) > 0,05. Berdasarkan hasil uji
normalitas data terdistribusi normal dengan p = 0,20 atau p > 0,05, maka
dilakukan uji komparatif dengan menggunakan uji Chi-Square karena seluruh
data kategorik. Namun, uji Chi-Square tidak memenuhi syarat karena terdapat
nilai expected kurang dari lima sebesar 33,3% atau > 20%, sehingga digunakan uji
alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov.
3.11 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2008) standar etika dalam melakukan penelitian merupakan
prinsip etika penelitian. Peneliti harus memahami hak dasar manusia, karena
penelitian dilakukan pada manusia yang memiliki kebebasan dalam menentukan
dirinya. Etika penelitian yang harus diterapkan diantaranya:
3.11.1

Prinsip respect for autonomy

Pertama, mahasiswa diberikan hak untuk menentukan pilihan yaitu mempunyai


hak untuk memutuskan dengan sukarela apakah akan menjadi responden dalam
penelitian atau tidak. Hak tersebut diantaranya hak untuk memberikan pertanyaan,
mengungkapkan keberatan, memberikan informasi, dan mengundurkan diri dari
penelitian. Kedua, confidentially yaitu peneliti merahasiakan informasi yang
diberikan oleh mahasiswa. Identitas mahasiswa dan informasi yang didapat dijaga
kerahasiaannya dari publikasi umum. Informasi disimpan sebagai dokumentasi
untuk kepentingan penelitian saja. Ketiga, anonymity yaitu seluruh mahasiswa
diberikan kode penomoran. Mahasiswa sejak awal diberikan informasi bahwa
namanya tidak akan tercantum dalam laporan hasil penelitian ini. Keempat, hak
untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai keikutsertaan dalam
penelitian, yang dalam hal ini peneliti telah memberikan penjelasan mengenai
burnout, tujuan dan manfaat penelitian, cara pengisian kuesioner, dan
Universitas Jenderal Soedirman

36

memberikan hasil secara pribadi apabila terdapat responden yang menginginkan


hasil skor untuk mahasiswa tersebut.
3.11.2

Prinsip Beneficence

Prinsip ini meliputi hak untuk mendapatkan perlindungan dan eksploitasi.


Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan mahasiswa
atau secara keseluruhan. Prinsip paling pokok dalam penelitian adalah
memperkecil risiko dan memaksimalkan manfaat. Manfaat penelitian ini dapat
memberikan gambaran dan menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang
burnout, sehingga mahasiswa dapat mengenali dan mengantisipasi kondisi
burnout.
3.11.3

Prinsip Justice

Prinsip ini dilakukan dengan menghargai hak-hak perawatan secara adil dan hak
privasi untuk menjunjung tinggi keadilan mahasiswa sebagai responden dengan
tidak membeda-bedakan berdasarkan ras, agama, atau status sosial ekonomi.
Peneliti memperlakukan mahasiswa secara adil baik sebelum, selama, dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian ini tanpa adanya diskriminasi apabila
ternyata tidak bersedia sebagai responden. Seluruh mahasiswa mendapatkan
kesioner yang sama, baik itu dari pernyataan burnout maupun penjelasan
mengenai burnout atau penelitian ini.

Universitas Jenderal Soedirman

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.01 Hasil Penelitian


Pada penelitian ini peneliti menyajikan hasil penelitian berupa analisis univariat
dan analisis bivariat.
4.01.1

Analisis Univariat

Analisis univariat pada penelitian ini meliputi: gambaran karakteristik responden


berupa jenis kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat, periode angkatan, IPK,
dan daerah asal tempat tinggal, serta gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes Unsoed secara umum dan berdasarkan karakteristik
responden.
4.01.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
Karakteristik responden digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi
mengenai data demografi responden. Variabel jenis kelamin, pilihan jurusan
berdasarkan minat, periode angkatan, dan daerah asal tempat tinggal merupakan
variabel kategorik dengan data nominal. Sedangkan variabel IPK merupakan
variabel kategorik dengan data ordinal Berikut ini statistik demografi responden
Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden (N=156)
Variabel
Jenis Kelamin
Pilihan Jurusan
Berdasarkan Minat
Periode Angkatan
IPK

Daerah Asal Tempat


Tinggal

Kategori
Laki-laki
Perempuan
Sesuai minat
Tidak sesuai minat
2013
2014
Kurang memuaskan
Memuaskan
Sangat memuaskan
Dengan pujian
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sumatera
Maluku

(n)
30
126
106
50
77
79
3
25
98
30
4
34
102
6
7
3

%
19,2
80,8
67,9
32,1
49,4
50,6
1,9
16,0
62,8
19,2
2,6
21,8
65,4
3,8
4,5
1,9

Sumber: data primer terolah


37
Universitas Jenderal Soedirman

38

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas Mahasiswa Jurusan


Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 berjenis kelamin perempuan (80,8%).
Mayoritas responden (67,9%) kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
sesuai dengan minatnya. Jumlah responden angkatan 2013 dan 2014 hampir
seimbang, masing-masing 77 dan 79 orang. Mayoritas responden berada pada
kategori IPK sangat memuaskan sebesar 62,8%. Selain itu dapat diketahui bahwa
mayoritas responden berasal dari Jawa Tengah sebesar 65,4%.
4.01.1.2 Gambaran Burnout Pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes
Universitas Jenderal Soedirman
Variabel burnout merupakan variabel kategorik dengan data ordinal yang
disajikan berdasarkan skor total dan skor masing-masing dimensi, sehingga
dilakukan analisis deskriptif dengan distribusi frekuensi dan persentase sebagai
berikut:
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan skor total burnout (N=156)
Kategori
Tidak Burnout
Burnout Ringan
Burnout Sedang
Burnout Berat
Sumber: data primer terolah

Frekuensi (n)

Persentase %

0
67
88
1

0
42,9
56,4
0,6

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas Mahasiswa Jurusan


Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 mengalami burnout tingkat sedang sebesar
56,4%.
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan dimensi burnout (N=156)

Exhaustion

Tingkat Burnout
Tidak
Ringan
Sedang
n
% n %
n
%
1 0,6 48 30,8 104 66,7

Berat
n %
3 1,9

Sinisme

0,6 96 61,5

57

36,5

1,3

1,3 64

87

55,8

1,9

Dimensi

Menurunnya Pencapaian Prestasi


Akademik
Sumber: data primer terolah

41

Universitas Jenderal Soedirman

39

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa mayoritas Mahasiswa Jurusan


Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 pada dimensi keletihan emosi dan
menurunnya pencapaian prestasi akademik mengalami burnout sedang, masingmasing sebesar 66,7% dan 55,8%. Sedangkan pada dimensi sinisme mayoritas
mengalami burnout ringan sebesar 61,5%.
4.01.1.3 Gambaran Burnout Berdasarkan Karakteristik Responden
Gambaran burnout dilihat berdasarkan karakteristik responden meliputi jenis
kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat, periode angkatan, IPK, dan daerah
asal tempat tinggal.

Tabel 4.4 Gambaran burnout berdasarkan karakteristik responden (N=156)


Variabel
Jenis
Kelamin
Pilihan
Jurusan
Periode
Angkatan
IPK

Daerah
Asal
Tempat
Tinggal

Kategori

Tingkat Burnout
Ringan
Sedang
Berat
n
%
n
%
n
%

Laki-laki

11

36,7

19

63,3

Perempuan
Sesuai minat

56
52

44,4
49,1

69
54

54,8
50,9

1
0

0,8
0

Tidak sesuai minat

15

30

34

68

2013
2014
<2
2,00 2,75
2,76 3,50
3,51 4,00

40
27
0
9
38
20
2
14
45
3
2
1

51,9
34,2
0
36
38,8
66,7
50
41,2
44,1
50
28,6
33,3

37
51
3
16
59
10
2
20
56
3
5
2

48,1
64,6
100
64
60,2
33,3
50
58,8
54,9
50
71,4
66,7

0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0

0
1,3
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0

DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sumatera
Maluku
Sumber: data primer terolah

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin,


persentase laki-laki mengalami burnout sedang lebih tinggi dari pada perempuan
yaitu sebanyak 63,3%. Berdasarkan kesesuaian minatnya, persentase burnout
sedang, lebih banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah tidak sesuai dengan
minatnya yaitu sebesar 68%. Responden angkatan 2013 mayoritas mengalami
Universitas Jenderal Soedirman

40

burnout ringan sebesar 51,9%, sedangkan angkatan 2014 mayoritas mengalami


burnout sedang sebesar 64,6%. Berdasarkan IPK nya, seluruh mahasiswa yang
memiliki IPK kurang memuaskan mengalami burnout sedang dan persentase yang
memiliki IPK memuaskan mengalami burnout sedang lebih tinggi dari pada yang
memiliki IPK sangat memuaskan yaitu sebesar 64%. Sedangkan yang memiliki
IPK dengan pujian mayoritas mengalami burnout ringan sebesar 66,7%. Selain itu
juga diketahui bahwa mahasiswa yang berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Timur
antara yang mengalami burnout ringan dan sedang yaitu seimbang. Sedangkan
dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, dan Maluku mayoritas mengalami
burnout sedang. Persentase yang mengalami burnout sedang lebih tinggi pada
mahasiswa yang berasal dari Sumatera dan Maluku yaitu masing-masing
sebanyak 71,4% dan 66,7%, serta terdapat 1% yang mengalami burnout berat
berasal dari Jawa Tengah.
4.01.2 Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk membandingkan tingkat burnout antara angkatan
2013 dan 2014 dengan menggunakan uji Chi-Square karena seluruh data
kategorik. Namun, pada hasil uji Chi-Square terdapat nilai expected < 5 sebesar
33,3% (maksimal 20%) sehingga tidak memenuhi syarat, maka dilakukan uji
alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai kemaknaan p < 0,05.
Berikut adalah hasil analisisnya:

Tabel 4.5 Hasil uji komparatif variabel periode angkatan dengan skor total
burnout (n = 156)
Variabel
Periode Angkatan

Kategori

2013
2014
Sumber: data primer terolah

Tingkat Burnout
Ringan
Sedang
Berat
n
%
n
%
n
%
40
51,9
37
48,1
0
0
27
34,2
51
64,6
1
1,3

pv

0,170

Berdasarkan tabel 4.5 hasil menunjukkan bahwa nilai kemaknaan yaitu p =


0,170 atau p > 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat burnout antara periode angkatan 2013 dan 2014 Mahasiswa
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed.

Universitas Jenderal Soedirman

41

4.02 Pembahasan
Penelitian ini membahas beberapa hal yang mengacu pada hasil penelitian berupa
analisis univariat dan bivariat.
4.02.1 Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini meliputi gambaran karakteristik responden,
gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed secara
umum dan berdasarkan karakteristik responden.
4.02.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, pilihan jurusan
berdasarkan minat, periode angkatan, IPK, dan daerah asal tempat tinggal.
Deskripsi karakteristik responden tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar mahasiswa jurusan keperawatan
angkatan 2013 dan 2014 berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin merupakan
perbedaan jenis dan fungsi biologis yang dicirikan dengan organ vital. Meskipun
dalam ilmu keperawatan tidak membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan dalam menjalani profesi sebagai seorang perawat yang profesional.
Namun, menurut peneliti profesi keperawatan lebih disenangi oleh kaum
perempuan dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Chahyani (2012) bahwa jenis kelamin perempuan pada mahasiswa S1
keperawatan menempati proporsi terbanyak yaitu sebesar 93,9%, karena
perempuan memang lebih memiliki minat untuk mengambil jurusan keperawatan.
Selain itu, persepsi masyarakat di Indonesia lebih mengidentikkan profesi perawat
dengan perempuan.
Hal ini sesuai dengan temuan yang dikemukakan oleh Australian Institute of
Health and Welfare dalam Wulandari dan Hening (2013) yang menyatakan bahwa
perawat didominasi oleh perempuan. Tidak hanya mahasiswa S1, mahasiswa D3
keperawatan dalam penelitian Prasetyo dan Petrus (2009) jenis kelamin
perempuan juga menempati proporsi terbanyak yaitu sebesar 80,26%. Begitupun
dengan penelitian Simbolon (2015) mayoritas mahasiswa keperawatan berjenis
kelamin perempuan yaitu sebesar

86,67 %. Menurut Sullivan (2001)

perbandingan perawat laki-laki dan perempuan yang ada sebesar 1:19. Jenis
Universitas Jenderal Soedirman

42

kelamin perempuan juga rata-rata menempati proporsi 65% pada setiap institusi
pendidikan keperawatan di Indonesia (Razi, 2014).
Hal ini kemungkinan disebabkan pekerjaan di dunia keperawatan
membutuhkan kesabaran, ketekunan dan ketelatenan yang biasanya sifat tersebut
lebih banyak dimiliki oleh sebagian besar kaum perempuan. Sifat sabar, tekun,
dan telaten yang dimiliki oleh perempuan, menyebabkan mahasiswa perempuan
mampu mengerjakan asuhan keperawatan dengan lebih teliti (Fikri dalam Beauty
dan Arif, 2009). Perempuan juga lebih unggul dalam sifat pengasuhan, perhatian,
dan kelembutan. Sifat-sifat tersebut dibutuhkan dalam menjalankan tugas
keperawatan sesuai dengan prinsip caring. Selain itu menurut Douglas (2007),
bahwa dunia keperawatan didominasi oleh kaum wanita karena profesi
keperawatan identik dengan rasa keibuan seorang wanita.
Sejarah keperawatan dalam Potter dan Perry (2005), laki-laki dan
perempuan telah memegang peran perawat. Masuknya perempuan dalam
keperawatan sekitar 300 M. Perempuan memasuki dunia keperawatan karena
posisi sosial perempuan pada zaman Romawi meningkat, penganut agama Kristen
meyakini bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama, dan kaum tersebut
meminta perempuan untuk melaksanakan pekerjaan Tuhan atas nama orang-orang
yang distres. Kemudian Ordo Benedictine, berdiri pada abad keenam,
meningkatkan jumlah laki-laki yang memasuki dunia keperawatan. Kemiliteran
membutuhkan

perawat

laki-laki

dalam

peperangan

untuk

menangani

kegawatdaruratan. Menurut Prayoga (2009) dalam penelitiannya bahwa sosok jati


diri seorang perawat laki-laki memiliki sifat maskulin namun mempunyai sisi
feminis. Melalui pemberian kesempatan itulah perawat laki-laki akan mempunyai
kesempatan yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian
integral dari perawat. Walaupun pada tugas tertentu perawat laki-laki mendapat
simpati, namun sudah seharusnya perawat laki-laki harus meningkatkan
profesionalitasnya sebab keterbatasan anggota perawat laki-laki akan sangat
berpengaruh pada kinerjanya. Perawat laki-laki harus lebih bersikap dewasa dan
memantapkan diri dalam setiap tugas pelayanan yang diembannya, termasuk
menghilangkan citra buruk laki-laki, baik di rumah maupun pada saat tugas.

Universitas Jenderal Soedirman

43

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah perempuan di


jurusan keperawatan lebih banyak dibandingkan laki-laki adalah hal yang wajar.
Hal ini disebabkan sifat-sifat perempuan yang lebih banyak berperan dalam
keperawatan, sehingga keperawatan banyak diminati oleh perempuan. Selain itu,
persepsi masyarakat juga mengidentikkan perawat adalah perempuan. Namun,
bukan berarti hal tersebut menyebabkan laki-laki tidak dibutuhkan untuk menjadi
perawat. Perawat laki-laki juga banyak dibutuhkan terutama dalam menangani hal
kegawatdaruratan. Walaupun pada tugas tertentu perawat laki-laki mendapat
simpati, namun sudah seharusnya perawat laki-laki harus meningkatkan
profesionalitasnya sebab keterbatasan anggota perawat laki-laki akan sangat
berpengaruh pada kinerjanya.
b. Pilihan Jurusan Berdasarkan Minat
Hasil

penelitian

menunjukkan

mayoritas

responden

kuliah

di

Jurusan

Keperawatan FIKes Unsoed sesuai dengan minatnya. Berdasarkan data statistik


peminat jurusan keperawatan tahun 2013 2014 mencapai hingga kurang lebih
735 orang setiap tahunnya dengan daya tampung kurang lebih delapan puluh
hingga sembilan puluh orang (SPMB Unsoed, 2014). Hal ini disebabkan
akreditasi Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed sudah menjadi B sejak 2013,
sehingga banyak diminati. Sebagaimana sesuai dengan SK no. 257/SK/BANPT/Ak-XVI/S/XII/2013 (BAN-PT 2013). Selain itu, prospek kerja ke depannya
dari lulusan sarjana keperawatan atau bidang ilmu kesehatan pada umumnya lebih
menjanjikan dan akan selalu dibutuhkan, serta bekerja merawat seseorang yang
lemah adalah pekerjaaan yang mulia.
Agar menjadi perawat yang profesional nantinya dan sesuai dengan undangundang, maka perlu melalui jalur pendidikan keperawatan. Sehingga, dari minat
untuk menjadi seorang perawat itu lah muncul minat untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi di jurusan keperawatan. Selain itu, saat ini perawat
telah dilindungi oleh undang-undang yang legal, sehingga legalitas dalam bekerja
sudah tidak diragukan. Hal ini sesuai dengan UU No.38 tahun 2014 tentang
keperawatan pasal 1 bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pada pasal
Universitas Jenderal Soedirman

44

36 bahwa perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berhak memperoleh


perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Montu (2014) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi minat siswa kelas XII untuk melanjutkan pendidikan
di bidang keperawatan menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki minat yang
tinggi (71,7%), dan jika dilihat berdasarkan faktor kemauan mayoritas siswa ada
kemauan (73,6%), serta pada faktor ketertarikan juga mayoritas siswa tertarik
(69,8%). Berdasarkan wawancara hal ini dikarenakan siswa menganggap profesi
perawat adalah profesi yang menyenangkan karena sesuai dengan pengalaman dan
apa yang pernah dialami oleh siswa sewaktu dirawat di rumah sakit, perawat
bukan hanya sekedar membantu dalam proses penyembuhan pasien tetapi perawat
juga memiliki sikap, perilaku, serta kinerja yang baik dalam pemberian asuhan
keperawatan terhadap setiap pasien. Selain itu, bagi siswa profesi perawat adalah
profesi yang mulia.
Menurut Potter dan Perry (2005) satu tren dalam pendidikan keperawatan
adalah berkembangnya jumlah peserta didik keperawatan yang menerima
pendidikan keperawatan dasar di sekolah dan universitas. Organisasi keperawatan
profesional terus menerus menekankan pentingnya pendidikan bagi perawat
dalam mendapatkan dan memperluas peran baru. Sejalan dengan berkembangnya
profesi keperawatan, berbagai jenis pendidikan yang menawarkan untuk menjadi
registered nurse (RN) atau perawat terdaftar juga ikut berkembang. Di Amerika
Serikat seorang individu dapat menjadi RN melalui program pendidikan tingkat
dasar, diploma atau sarjana, begitupun di Indonesia sebagaimana telah diatur
dalam UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan. Menurut DepKes RI (2009)
pada institusi Diknakes non Poltekkes dari jumlah 854 institusi, jurusan
keperawatan menempati jumlah terbanyak yaitu sebesar 74,94%.
Lebih lanjut Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa pendidikan
berkelanjutan menjadi penting ketika perawat mulai bekerja di lingkungan
manapun, baik bekerja di lingkungan dewasa, anak-anak, penyakit kronik atau
akut, di rumah, ataupun di rumah sakit. Perawat mencakup sejumlah peran yang
Universitas Jenderal Soedirman

45

luas. Berbagai arah karier dan tujuan terbuka bagi perawat baru maupun yang
sudah berpengalaman. Kesempatan untuk mengembangkan karier meningkat.
Pengembangan daftar pilihan karier keperawatan dapat membantu perawatperawat berhak memutuskan mana dari empat bidang keperawatan yaitu klinis,
administrasi, riset atau pendidikan yang menjadi keinginan atau pilihan aktivitas
kerja perawat. Selain itu, profesi perawat saat ini telah diperbolehkan untuk
melakukan praktik Keperawatan mandiri sebagaimana yang telah tercantum
dalam UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 28.
Namun, dalam hasil penelitian ini juga terdapat sebagian mahasiswa yang
kuliah di keperawatan tidak sesuai dengan minatnya. Hal ini kemungkinan karena
dalam menentukan pilihan jurusan terdapat kontribusi keluarga, teman, atau
orang-orang terdekat, sehingga jurusan yang dipilih mengikuti bagaimana yang
disarankan orang-orang tersebut. Jika melihat latar belakang saat SMA,
berdasarkan wawancara Montu (2014) dalam penelitiannya siswa tidak berminat
di bidang keperawatan dikarenakan menurut siswa sekarang telah banyak yang
berminat masuk dalam dunia pendidikan keperawatan, secara otomatis siswa
berpikir nantinya akan menjadi sangat sulit untuk mencari lapangan pekerjaan
disebabkan pendidikan keperawatan yang telah menjamur dimana-mana. Ada juga
yang berpikir bahwa bagi siswa profesi perawat sangat membosankan sebab akan
menimbulkan risiko tinggi terhadap perawat untuk dapat terjangkit penyakit.
Selain itu kemungkinan besar siswa belum mengetahui lebih banyak tentang dunia
keperawatan secara menyeluruh atau hanya ingin mengikuti zaman bahwa saat ini
yang menjadi jurusan favorit dan banyak diminati adalah jurusan keperawatan.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
sesuai dengan minatnya. Hal ini disebabkan akreditasi Keperawatan Unsoed
memang sudah baik dan pendidikan tinggi keperawatan juga penting bagi
seseorang yang ingin menjadi perawat. Lahan untuk karier seorang perawat juga
banyak, bahkan dapat melakukan praktik secara mandiri. Pekerjaan perawat pun
sudah dilindungi oleh UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan.

Universitas Jenderal Soedirman

46

c. Periode Angkatan
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden angkatan 2013 dan 2014 hampir
seimbang. Hal ini dikarenakan daya tampung untuk Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed yang cenderung tetap atau hampir sama dari tahun ke tahunnya yaitu 80
hingga 90 orang (SPMB Unsoed, 2014). Dimana dalam proses pembelajaran
semester awal, terdapat juga beberapa mahasiswa yang mengundurkan diri. Pada
penerimaan awal perkuliahan jumlah mahasiswa angkatan 2013 adalah 79 orang
dan 2014 adalah 82 orang.
d. IPK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa angkatan 2013 dan
2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berada pada kategori IPK 2,76 3,50
atau sangat memuaskan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Utami dan Efy
(2013) bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan memiliki IPK dengan
kategori sangat memuaskan sebanyak 62,3%. Begitu juga hasil penelitian
Wulandari dan Hening (2013) bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan
berada pada kategori IPK sangat memuaskan sebanyak 59,8% dengan rata-rata
IPK 3,43. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar IPK mahasiswa
keperawatan tergolong baik.
Hal ini sesuai dengan kriteria kelulusan sistem blok di Jurusan Keperawatan
FIKes Unsoed berdasarkan SK Dekan FIKes No. Kept.713/UN23.07/DT/2014
bahwa mahasiswa dinyatakan kompeten dan lulus blok apabila kompetensi
masing-masing elemen penilaian (kognitif, psikomotor, dan afektif) lulus dengan
nilai minimal 65,00 (B/C) atau bobot 2,5 dengan catatan nilai psikomotor atau
skills lab minimal 75 (A/B) atau bobot 3,5 dan afektif minimal 70 (B) atau bobot
3. Apabila didapati komponen kognitif dan psikomotor lulus namun afektif tidak
mencapai 70 maka nilai tidak diproses, yang bersangkutan langsung mendapatkan
nilai E dan dinyatakan tidak lulus. Mahasiswa yang masih mendapat nilai baru C
atau bobot 2 dan D atau bobot 1 setelah mengikuti remedial, harus mengulang
blok secara non regular sesuai jadwal sebelum yudisium (Buku Pedoman FIKes
Unsoed Jurusan Keperawatan, 2015).
Bagi mahasiswa memiliki keilmuan yang kompeten adalah hal yang sangat
penting untuk menjadi seorang perawat nantinya. Sesuai dengan UU no.38 tahun
Universitas Jenderal Soedirman

47

2014 tentang keperawatan pasal 16 bahwa mahasiswa keperawatan pada akhir


masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti uji kompetensi secara
nasional. Uji kompetensi ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
yang memenuhi standar kompetensi kerja. Perawat yang kompeten sangat penting
agar dapat memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 37. Sehingga diharapkan pelayanan kesehatan pun akan menjadi semakin
berkualitas, karena salah satu unsur yang berperan dalam percepatan
pembangunan kesehatan adalah tenaga kesehatan (DepKes RI, 2009).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPK mahasiswa
angkatan 2013 dan 2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed secara umum sudah
baik, namun terdapat 17,9% dari jumlah mahasiswa yang perlu ditingkatkan
dalam kompetensi akademik. Hal ini bermanfaat dalam pencetakan lulusan yang
berkualitas bagi dunia keperawatan dan lingkungan sekitar.
e. Asal Daerah Tempat Tinggal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berasal dari Jawa
Tengah. Hal ini dikarenakan Unsoed terletak di Provinsi Jawa Tengah, sehingga
peminatnya banyak yang berasal dari daerah sendiri. Berdasarkan latar belakang
sejarah dan perkembangan Unsoed pada 1960-an para orangtua ingin mendukung
putra-putrinya melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi harus
menyediakan biaya yang cukup besar, baik untuk biaya studi maupun biaya hidup.
Kondisi yang demikian itu menimbulkan keinginan masyarakat Banyumas untuk
mendirikan sebuah perguruan tinggi yang dapat memenuhi harapan putra-putri
masyarakat di Karesidenan Banyumas (Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan
Banjarnegara) dan sekitarnya untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Kemudian atas usaha yang gigih dari para Pengurus Yayasan Pembina Unsoed,
maka dengan Surat Keputusan Presiden No.195 tanggal 23 September 1963 dan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP)
No.153 tanggal 12 September 1963, lahirlah Universitas Jenderal Soedirman pada
tanggal 23 September 1963 di kota Purwokerto (Adjisoedarmo, et al., 2015).
Melihat latar belakang tersebut, sehingga banyak masyarakat Banyumas yang
Universitas Jenderal Soedirman

48

mendaftarkan anaknya di Unsoed. Selain itu, di Jawa Tengah bagian selatan hanya
terdapat Unsoed yang merupakan universitas negeri.
Selain yang berasal dari Jawa Tengah, terdapat juga mahasiswa yang berasal
dari luar Jawa Tengah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, bahkan
Sumatera dan Maluku. Meskipun di DKI Jakarta terdapat banyak universitas baik
negeri maupun swasta, karena saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 492.a/M/KP/VIII/2015 tentang
klasifikasi dan pemeringkatan perguruan tinggi di Indonesia tahun 2015, Unsoed
telah menduduki peringkat ke enam belas dari 3320 perguruan tinggi di Indonesia
(Ristekdikti, 2015). Maka Unsoed termasuk salah satu universitas negeri yang
baik, sehingga peminat pun banyak berdatangan dari daerah ibu kota. Selain itu,
Unsoed terletak di daerah perbatasan Jawa Barat, sehingga banyak juga
mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut. Pemerintah daerah Maluku juga
telah bekerja sama dengan Unsoed, karena jurusan di bidang kesehatan sangatlah
kurang, sehingga pemerintah daerah meminta agar Unsoed menerima putra-putri
daerahnya untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Unsoed khususnya di
bidang kesehatan. Walaupun pemerintah memberikan kebebasan pada mahasiswa
dalam memilih jurusan di luar bidang kesehatan, tetapi lebih dituntut untuk
memilih jurusan di bidang kesehatan. Mahasiswa asal Maluku mayoritas memilih
jurusan keperawatan (15,5%) dari 20 jurusan di Unsoed (Nurlette, 2014).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas Mahasiswa
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berasal dari Jawa Tengah adalah hal yang
wajar. Namun, peran Unsoed semakin berkembang dari masa ke masa dan
diminati, bahkan oleh masyarakat di luar wilayah Banyumas sebagai lembaga
pendidikan tinggi yang mampu mengemban amanah masyarakat untuk
pengembangan sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (Adjisoedarmo, et al., 2015). Sehingga Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes Unsoed juga banyak yang berasal dari luar Jawa Tengah.
4.02.1.2 Gambaran Burnout Pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed
Gambaran burnout disajikan berdasarkan skor total dan skor masing-masing
dimensi. Berdasarkan skor total hasil menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa
Universitas Jenderal Soedirman

49

jurusan keperawatan angkatan 2013 dan 2014 mengalami burnout tingkat sedang.
Berdasarkan masing-masing dimensi, pada dimensi keletihan emosi dan
menurunnya pencapaian prestasi akademik juga mayoritas mahasiswa mengalami
burnout sedang. Sedangkan pada dimensi sinisme mayoritas mengalami burnout
ringan. Selain itu, terdapat satu orang pada masing-masing dimensi keletihan
emosi dan sinisme, serta dua orang pada dimensi menurunnya pencapaian prestasi
akademik yang tidak mengalami burnout.
Jika dilihat sesuai dengan kuesioner, keletihan emosi dapat disebabkan
mahasiswa merasa lelah menjalani rutinitas perkuliahan sehari-hari yang cukup
padat, merasa tugas-tugasnya membuat mahasiswa menjadi penat, serta merasa
jenuh dengan pelajaran-pelajaran, sehingga mahasiswa merasa lelah dan tidak
memiliki energi yang cukup meski sudah istirahat yang cukup. Menurunnya
pencapaian prestasi akademik disebabkan mahasiswa merasa kurang percaya diri
dalam mengerjakan setiap tugas-tugas akademik, merasa semuanya diselesaikan
dengan tidak efektif, merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat kuliah
dan merasa kompetensi yang dimiliki dalam perkuliahan menurun. Sedangkan
dimensi sinisme pada kategori ringan disebabkan mayoritas mahasiswa tertarik
pada jurusan keperawatan sejak mendaftarkan diri di kampus, merasa bangga
kuliah di jurusan keperawatan, dan menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap
tugas yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa yang
kuliah di jurusan keperawatan sesuai dengan minatnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa
mayoritas mahasiswa keperawatan mengalami sinisme yang ringan sebesar
72,7%, disebabkan mahasiswa tertarik dengan kampusnya dan memiliki rasa
empati yang baik terhadap orang lain. Namun berbeda pada dimensi keletihan
emosi, mahasiswa mengalami burnout ringan sebesar 62,8% dan pencapaian
prestasi pribadi yang rendah sebesar 38,8% atau dapat dikatakan menurunnya
pencapaian prestasi akademik pada kategori berat. Sebaliknya, hasil penelitian
Silva, et al. (2014) bahwa mayoritas mahasiswa keperawatan mengalami burnout
berat pada semua dimensi, yaitu masing-masing sebesar 64%, 35,79%, dan
87,72%. Hal ini disebabkan ketika mahasiswa menjalani proses pembelajaran,
mungkin persepsi mahasiswa berbeda terhadap situasi yang berhubungan dengan
Universitas Jenderal Soedirman

50

teori dan aktivitas praktik yang membuat mahasiswa sangat stres. Sehingga
memungkinkan mahasiswa menggunakan strategi koping untuk mengurangi efek
dari stres. Tetapi, ketika strategi ini tidak efektif untuk mengurangi stres, maka
stres yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan mahasiswa menjadi mudah
mengalami burnout.
Berdasarkan hasil observasi Silva, et al. (2014) meskipun burnout terdiri
dari tiga dimensi, namun keletihan emosi dapat menjadi faktor pencetus utama
untuk nantinya mengalami burnout ditambah pengalaman sebagian besar individu
yang memiliki mental lemah. Burnout mungkin lebih tinggi terjadi pada program
keperawatan, hal ini kemungkinan berhubungan dengan suasana akademik dan
fungsi dari penyelenggaraan pada pembelajaran setiap mata kuliah mahasiswa
yang berbeda. Menurut pakar burnout dalam Silva, et al. (2014) menyebutkan
bahwa burnout juga disebabkan mahasiswa terlibat dalam aktivitas klinik, seperti
interaksi dengan pasien, sehingga membuat mahasiswa merasa ragu-ragu dan
tanggungjawabnya menjadi lebih berat. Namun, menurut American Nursing
Student lingkungan belajar mengajar dari aktivitas klinik dapat memperluas
pengalaman mahasiswa.
Burnout dapat disebabkan oleh faktor work overload. Menurut Leiter dan
Maslach dalam Nursalam (2009) work overload adalah suatu keadaan dimana
individu terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu yang sedikit.
Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjakan melebihi kapasitas
kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan. Work overload dapat terjadi
karena mahasiswa harus menjalani perkuliahan dari pagi hingga sore dan hampir
setiap hari dari Senin hingga Jumat. Selain menjalani perkuliahan di kampus,
mahasiswa juga harus mengerjakan tugas-tugas dengan waktu pengumpulan tugas
yang terbatas.
Pada metode pengajaran yang digunakan dalam kurikulum sistem blok di
Jurusan Keperawatan

FIKes Unsoed diantaranya kuliah interaktif (lecture),

Debate Session (DS), praktikum laboratorium, lapangan, dan skill lab. Selain itu
terdapat berbagai macam diskusi seperti SGD, PBL, diskusi film, Diskusi Panel
Narasumber (DPN), dan sebagainya. Selain kegiatan perkuliahan, praktik,
maupun diskusi, terdapat juga berbagai macam tugas yang harus diselesaikan
Universitas Jenderal Soedirman

51

seperti laporan diskusi, SDL, DL, portofolio, refferat journals, pembuatan poster
dan film, serta karya tulis ilmiah atau skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir.
Mahasiswa juga harus mempersiapkan untuk ujian yang dilaksanakan hampir
setiap minggu. Selain itu, 7 dari 10 mahasiswa juga mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) di luar perkuliahan. Mahasiswa mengatakan bahwa
mahasiswa sepakat dengan berbagai metode tersebut, karena sistem pembelajaran
menjadi bervariasi. Tetapi, dari metode-metode tersebut menimbulkan banyaknya
tugas-tugas yang harus diselesaikan, sehingga hal ini yang menjadi beban bagi
mahasiswa dan terjadi work overload, yang akhirnya mengakibatkan mahasiswa
menjadi burnout.
Struktur kurikulum yang digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada SK
Mendiknas no.045/U/2002 tentang kurikulum berbasis kompetensi yaitu
kurikulum dengan sistem blok. Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa diharapkan
dapat mengatur waktu seefektif mungkin, karena waktu untuk menyelesaikan
dalam satu blok cukup singkat, sehingga sistem pembelajaran pun akan menjadi
cukup padat. Namun, bagi mahasiswa yang pintar dalam mengatur waktu dan
mengelola work overload tersebut, mahasiswa tetap dapat menjalani rutinitas
tanpa begitu banyak tekanan. Sehingga hal ini juga lah yang menjadi penyebab
mayoritas mahasiswa burnout tidak pada kategori berat. Sedangkan hasil
penelitian Ruzyczka dan Magdalena (2013) bahwa penyebab burnout pada
mahasiswa keperawatan adalah 32% karena ketidakhadiran dosen, 28% karena
jam praktik atau kuliah yang berlebih, 16% karena pengalaman yang tidak
menyenangkan saat praktik, dan lain-lain 7,4%. Selain itu hasil penelitian
Purnama, Darmiyati, dan Eva (2011) bahwa penyebab burnout pada mahasiswa
adalah 19% karena karakteristik mahasiswa, 33% keterlibatan emosional dengan
lingkungan belajar, dan 48% faktor lingkungan.
Beberapa hasil penelitian mengenai pembelajaran sistem blok diantaranya
oleh Simbolon (2015) menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti sistem
belajar blok mengalami gejala-gejala stres akademis dalam kategori sering dengan
gejala yang lebih sering dirasakan oleh mahasiswa adalah gejala sulit
berkonsentrasi. Namun, seberapa sering gejala yang mahasiswa alami dapat
berdampak terhadap pencapaian akademis mahasiswa tersebut tergantung dari
Universitas Jenderal Soedirman

52

strategi atau manajemen stres yang dimiliki. Selain itu hasil penelitian Utami
(2012) bahwa dari 79 responden mahasiswa angkatan 2010 dengan sistem blok
Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed, yang mengalami stres sebanyak 66
responden. Hal ini disebabkan oleh penugasan yang cukup banyak, tugas yang
jeda pengumpulannya singkat dan terkadang mendadak, ujian atau evaluasi yang
dilakukan hampir setiap minggu, serta jadwal kuliah yang padat. Hasil penelitian
Dayfiventy (2012) juga menunjukan bahwa dari 66 responden mahasiswa sistem
blok, 75,8% diantaranya mengalami stres terkait dengan mempersiapkan ujian
blok fakultas kedokteran.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
mengalami burnout tingkat sedang. Pada dimensi keletihan emosi dan
menurunnya pencapaian prestasi akademik mayoritas mengalami burnout sedang.
Sedangkan pada dimensi sinisme mayoritas mengalami burnout ringan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh faktor work overload. Mahasiswa diharapkan
dapat mengatur waktu seefektif mungkin, karena waktu untuk menyelesaikan
dalam satu blok cukup singkat. Bagi mahasiswa yang pintar dalam mengatur
waktu dan mengelola work overload tersebut, mahasiswa tetap dapat menjalani
rutinitas tanpa banyak tekanan. Hal ini juga lah yang menjadi penyebab
mahasiswa burnout berdasarkan skor total tidak pada tingkat berat.
4.02.1.3 Gambaran Burnout Berdasarkan Karakteristik Responden
Gambaran burnout dilihat berdasarkan karakteristik responden meliputi jenis
kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat, periode angkatan, IPK, dan daerah
asal tempat tinggal.
a. Gambaran Burnout Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, persentase laki-laki
mengalami burnout sedang lebih tinggi dari pada perempuan. Menurut Anggreini
(2012) hal ini dapat dipengaruhi oleh rasa percaya diri, minat terhadap pelajaran,
dan juga motivasi. Kemungkinan motivasi dan minat responden laki-laki dalam
bidang keperawatan dan untuk menjadi perawat rendah. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Cecil, et al. (2014) bahwa persentase mahasiswa kedokteran
berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi mengalami burnout yaitu sebesar 30,6%
Universitas Jenderal Soedirman

53

daripada perempuan yaitu sebesar 24,6%. Laki-laki lebih tinggi mengalami


burnout pada dimensi sinisme dan pencapaian prestasi pribadi yang rendah.
Hasil penelitian Djara (2013) menunjukkan bahwa perawat laki-laki lebih
mengalami burnout (mean= 35,44) dibandingkan perempuan (mean= 30,56). Hal
ini disebabkan oleh koping stres, karena perempuan lebih lentur dan lebih mampu
menangani tekanan-tekanan besar dalam pekerjaan. Sedangkan laki-laki lebih
kaku dan serius dalam menghadapi masalah pekerjaan. Berbeda dengan hasil
penelitian Li X, et al. (2014) pada perawat bahwa perempuan lebih berisiko
mengalami burnout dengan perbedaan standar deviasi antara laki-laki dan
perempuan pada dimensi keletihan emosi masing-masing sebesar 7,19 dan 8,05.
Begitu juga pada dimensi sinisme standar deviasinya antara laki-laki dan
perempuan masing-masing sebesar 5,06 dan 6,20. Perempuan lebih mudah lelah
dan sinis. Seperti halnya dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini
terdapat persentase sebesar 0,8% yang mengalami burnout berat pada jenis
kelamin perempuan. Sedangkan hasil penelitian Diaz (2007) bahwa rerata burnout
mahasiswa yang bekerja pada laki-laki dan perempuan hampir seimbang yaitu
masing-masing sebesar 83,7 dan 82,56.
Menurut Mizmir (2011) dalam penelitiannya bahwa pria lebih rentan
terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan perempuan, karena
perempuan lebih dapat mengatasi kondisi tersebut. Sebaliknya, hasil penelitian
Maharani (2011) bahwa burnout yang dialami pria lebih rendah dibandingkan
wanita, karena diketahui bahwa pria memiliki self efficacy yang lebih tinggi
daripada wanita. Selain itu hasil penelitian Sari (2015) pada perawat bahwa jenis
kelamin dan burnout tidak ada hubungan yang bermakna, karena sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan yaitu 77,4% dan hanya 22,6% yang
berjenis kelamin laki-laki. Tidak adanya hubungan yang signifikan kemungkinan
disebabkan kurang meratanya jumlah perawat berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis
kelamin, mahasiswa jurusan keperawatan angkatan 2013 dan 2014, presentase
laki-laki mengalami burnout dengan kategori tingkat sedang lebih tinggi dari pada
perempuan. Hal ini kemungkinan motivasi dan minat responden laki-laki dalam

Universitas Jenderal Soedirman

54

bidang keperawatan dan untuk menjadi perawat rendah. Namun, hal ini juga dapat
terjadi karena kurang meratanya jumlah mahasiswa berdasarkan jenis kelamin.
b. Gambaran Burnout Berdasarkan Minat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase burnout dengan kategori tingkat
sedang, lebih banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah tidak sesuai dengan
minatnya. Selain itu terdapat juga 2% yang mengalami burnout berat. Hal ini
disebabkan ketika individu tidak tertarik dengan jurusan program pendidikan
tinggi yang dipilih atau tidak sesuai minatnya, maka dapat menyebabkan
kurangnya rasa ketertarikan positif di lingkungannya, dan individu akan kurang
memiliki rasa belongingness terhadap lingkungan perkuliahan yang dijalaninya.
Menurut Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2009) breakdown in community
adalah suatu kondisi dimana seseorang akan melakukan pekerjaan dengan
maksimal ketika memiliki kenyamanan, kebahagiaan, dan hubungan yang baik di
lingkungannya. Ketika semua itu dirasakan tidak baik, maka akan membuat
suasana di lingkungan tidak nyaman, full of anger, frustasi, cemas, dan merasa
tidak dihargai.
Menurut Purwanto (2007) minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar
sebagai gerak-gerik, dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat
dengan pikiran dan perasaan. Dengan begitu minat sangat menentukan sikap yang
menyebabkan seseorang aktif dalam suatu pekerjaan, atau dengan kata lain, minat
dapat menjadi sebab dari suatu kegiatan. Menurut Prima, et al. (2011) minat
merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
yang diinginkan. Motivasi juga dapat berpengaruh terhadap burnout. Berdasarkan
hasil penelitian Tawale, Widjajaning, dan Gartinia (2011) menunjukkan bahwa
jika motivasi yang dimiliki rendah, maka kecenderungan burnout akan tinggi,
begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase burnout
dengan ketegori tingkat sedang, lebih banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah
tidak sesuai dengan minatnya. Hal ini dapat disebabkan kurangnya rasa
ketertarikan positif di lingkungan, kurang memiliki rasa belongingness terhadap

Universitas Jenderal Soedirman

55

lingkungan perkuliahan, dan motivasi yang rendah saat proses memilih jurusan
program pendidikan tinggi.
c. Gambaran Burnout Berdasarkan Periode Angkatan
Hasil menunjukkan bahwa responden angkatan 2013 mengalami burnout ringan
lebih tinggi dari angkatan 2014. Selain itu, terdapat juga 1,3% yang mengalami
burnout tingkat berat pada angkatan 2014. Hal ini kemungkinan disebabkan saat
pengambilan data yang dilaksanakan selama satu minggu, angkatan 2014 sedang
berada di blok Circulation and Oxygenation dimana mahasiswa sedang menjalani
perkuliahan yang cukup padat, dengan tugas-tugas yang cukup banyak, serta
menjalani skill lab bahkan persiapan untuk ujian skill lab dan ujian akhir blok atau
kompre. Sehingga, mahasiswa sedang mengalami banyak tekanan. Berbeda
dengan angkatan 2013, pengambilan data dilakukan pada satu hari secara
bersamaan dalam satu kelas, dan baru saja memasuki blok Mental Health Nursing
di minggu pertama, sehingga mahasiswa tidak banyak mengalami tekanan karena
perkuliahan belum padat dan masih belum mendapatkan banyak tugas.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Cecil, et al. (2014) bahwa persentase
burnout mahasiswa kedokteran pada tahun kedua lebih besar daripada tahun
ketiga, yaitu masing-masing sebesar 27,3% dan 24,2%. Hal ini disebabkan
perbedaan adaptasi dalam pembelajaran, pengalaman menjadi mahasiswa, dan
mata kuliah yang diambil. Berbeda dengan hasil penelitian Celik dan Emel (2013)
bahwa mahasiswa arsitektur pada tahun ketiga mayoritas mengalami burnout
sedang (2,60 3,39)

sebesar 2,99 dan mahasiswa tahun kedua mengalami

burnout ringan (1,80 2,59) sebesar 2,56. Hal ini disebabkan pada tahun ketiga
mahasiswa sedang melaksanakan berbagai proyek penting seperti arsitektur,
perencanaan proyek kota, serta proyek konservasi dan restorasi, dimana proyekproyek tersebut merupakan proyek yang cukup sulit dan berat, sehingga
mahasiswa memiliki banyak tekanan. Selain itu hasil penelitian Purwati (2012)
tentang stres akademik, bahwa semakin tinggi tingkatan usia, maka tingkat stres
akademik cenderung mengalami semakin rendah.
Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa responden
angkatan 2013 mayoritas mengalami burnout ringan, sedangkan angkatan 2014
mayoritas mengalami burnout sedang masih merupakan hal yang wajar. Karena
Universitas Jenderal Soedirman

56

2013 dan 2014 memasuki perkuliahan pada periode yang berbeda, dengan mata
kuliah atau blok yang dijalani juga berbeda.
d. Gambaran Burnout Berdasarkan IPK
Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi IPK mahasiswa, maka semakin ringan
dalam mengalami burnout. Hal ini disebabkan mahasiswa dengan IPK tinggi akan
lebih merasa percaya diri dalam menjalani perkuliahan dan mengerjakan berbagai
tugas yang diberikan dosen dengan efektif. Mahasiswa tersebut juga merasa
menjadi seorang pelajar yang baik, merasa kompeten, dan mengikuti pelajaran di
kelas tanpa sebuah ketegangan. Meskipun terdapat 1% yang mengalami burnout
berat pada kategori IPK sangat memuaskan, hal ini kemungkinan mahasiswa
dituntut untuk mendapatkan IPK yang tinggi oleh keluarga, sehingga menjadi
sebuah tekanan bagi dirinya.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Savitri (2005) tentang kecemasan
yang menunjukkan semakin tinggi prestasi yang diraih mahasiswa, maka tingkat
kecemasannya semakin rendah. Sedangkan hasil Utami (2013) bahwa responden
dengan IPK tinggi memiliki proporsi kecemasan sedang yang lebih besar
dibandingkan IPK yang rendah. Perbedaan ini dapat terjadi karena orang yang
berpengetahuan baik atau pandai, cenderung perfeksionis, sehingga mudah
khawatir bila berbuat salah dan gagal serta takut menghadapi tantangan (Petersen,
2009).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi IPK
semakin ringan mahasiswa mengalami burnout. Namun, hal ini bukanlah hal yang
menjadi jaminan, karena mahasiswa dengan IPK tinggi juga berisiko
mendapatkan banyaknya tuntutan dari keluarga atau mahasiswa tersebut
cenderung memiliki kepribadian yang menuntut harus sempurna dalam segala hal.
e. Gambaran Burnout Berdasarkan Asal Daerah
Hasil menunjukkan bahwa persentase yang mengalami burnout dengan kategori
tingkat sedang lebih tinggi pada mahasiswa yang berasal dari Sumatera dan
Maluku, namun terdapat 1% yang mengalami burnout tingkat berat berasal dari
Jawa Tengah. Hal ini disebabkan mahasiswa yang berasal dari Sumatera dan
Maluku adalah mahasiswa perantau dan terdapatnya perbedaan budaya. Menurut
Potter dan Perry (2005) bahwa banyak keyakinan, pikiran, dan tindakan
Universitas Jenderal Soedirman

57

masyarakat baik disadari maupun tidak, ditentukan oleh latar belakang budaya.
Terdapat berbagai aspek-aspek budaya diantaranya komunikasi, waktu, variasi
biologi, dan organisasi sosial. Aspek-aspek budaya tersebut dapat menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout seseorang.
Menurut Fitriany (2008) mahasiswa perantauan adalah suatu kelompok
dalam masyarakat yang pergi ke daerah lain untuk menuntut ilmu pengetahuan di
perguruan tinggi sehingga memperoleh statusnya dalam ikatan perguruan tinggi
tersebut. Orang yang merantau harus dapat menyesuaikan dirinya dengan
berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda etnis dan
kebudayaannya. Mahasiswa perantau pada masa remaja lanjut menghadapi
berbagai kesulitan penyesuaian dan tidak mampu mengatasi sendiri. Tidak sedikit
mahasiswa perantau yang membutuhkan bantuan dalam menyesuaikan diri
sebagai mahasiswa, serta bantuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam
pergaulan maupun studi.
Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih
kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang
diinginkan. Fenomena ini juga dianggap sebagai usaha pembuktian kualitas diri
sebagai orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat
keputusan (Santrock, 2002). Pada proses pendewasaan dalam mencapai
kesuksesan, mahasiswa perantau dihadapkan pada berbagai perubahan dan
perbedaan diberbagai aspek kehidupan yang membutuhkan kepercayaan diri,
mandiri serta banyak penyesuaian (Chandra, 2004). Berdasarkan hasil penelitian
Anggarini (2013) bahwa semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi
penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa perantau, begitupun semakin
tinggi penyesuaian diri maka semakin tinggi pula kemandirian yang dilakukan.
Ketika mahasiswa perantau tersebut tidak memiliki kepercayaan diri, mandiri
serta banyak penyesuain diri, maka hal tersebut dapat berdampak pada
terguncangnya emosi, kecemasan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib
yang dialami (Fitriany, 2008). Hal tersebut juga lah yang mengakibatkan
mahasiswa perantau mengalami burnout.
Hasil penelitian Nurlette (2014) menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa
yang berasal dari Maluku mengalami kecemasan tingkat sedang (82,8%), namun
Universitas Jenderal Soedirman

58

tidak kemungkinan mahasiswa Unsoed asal Maluku rentan untuk mengalami


kecemasan berat. Menurut Stuart dan Laraia (2005) individu yang mengalami
tingkat kecemasan sedang, perhatian individu menjadi tidak selektif dan perhatian,
tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih jika diarahkan. Saran yang diberikan
dalam penelitian tersebut bahwa mahasiswa harus dapat mencari solusi untuk
mengatasi kecemasan yang dialami, sehingga proses belajar dapat berjalan dengan
baik. Hal ini juga lah yang dapat membantu mahasiswa perantau untuk
mengantisipasi kondisi burnout.
Jika burnout berat dialami oleh 1% mahasiswa dari Jawa Tengah,
kemungkinan disebabkan mahasiswa tersebut diketahui kuliah di jurusan
keperawatan tidak sesuai dengan minatnya. Hal tersebut sesuai dengan yang telah
dipaparkan sebelumnya pada gambaran burnout berdasarkan minat. Selain itu,
mahasiswa yang berasal dari Jawa Tengah cenderung tinggal bersama
orangtuanya, karena Unsoed terletak di daerah tempat mahasiswa tersebut tinggal.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Diaz (2007) bahwa rerata burnout lebih
tinggi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua di bandingkan dengan
mahasiswa kos. Kemungkinan hal ini dikarenakan adanya peran ganda seperti
dalam teori Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2009) bahwa faktor konflik
peran salah satunya peran ganda, dapat menyebabkan seseorang mengalami
burnout. Peran ganda terjadi pada mahasiswa ketika di rumah berperan menjadi
seorang anak yang cenderung harus membantu pekerjaan rumah, sedangkan
mahasiswa tersebut juga berperan sebagai mahasiswa yang harus menyelesaikan
semua tugas-tugas perkuliahannya, sehingga mahasiswa memiliki lebih banyak
tekanan.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase yang
mengalami burnout sedang lebih tinggi pada mahasiswa yang berasal dari
Sumatera dan Maluku, namun terdapat 1% yang mengalami burnout tingkat berat
berasal dari Jawa Tengah. Hal ini masih merupakan hal yang wajar, karena tinggal
di rumah sendiri atau bersama orangtua bukanlah hal yang dapat menjamin
seseorang tidak mengalami burnout. Begitupun sebaliknya, mahasiswa perantau
jika mahasiswa tersebut memiliki kepercayaan diri, kemandirian, dan penyesuaian

Universitas Jenderal Soedirman

59

diri yang baik, maka mahasiswa tersebut juga tidak akan mengalami burnout. Hal
ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
4.02.2 Analisis Bivariat
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat burnout antara
periode angkatan 2013 dan 2014. Walaupun pada analisis univariat didapatkan
persentase yang berbeda, hal tersebut kemungkinan dikarenakan waktu
pengambilan data yang berbeda dan beban blok yang sedang ditempuh pun
berbeda. Tidak adanya perbedaan tingkat burnout disebabkan sarana dan
prasarana yang mahasiswa gunakan atau lingkungan perkuliahan adalah sama,
sistem pembelajaran yang digunakan adalah sama-sama dengan sistem blok.
Faktor penyebab burnout mahasiswa kedua angkatan juga hampir sama jika
dilihat dari beberapa faktor penyebab burnout menurut Leiter dan Maslach dalam
Nursalam (2009) diantaranya faktor work overload, reward, breakdown in
community, dan usia. Selain itu dilihat berdasarkan data asal daerah tempat tinggal
dan pendapat mahasiswa mengenai pelaksanaan sistem blok.
Berdasarkan kuesioner, jawaban yang diungkapkan oleh angkatan 2013 dan
2014 hampir sama, seperti pada dimensi exhaustion mayoritas mahasiswa kedua
angkatan menjawab pernyataan merasa lelah ketika bangun pagi dan merasa penat
pada skor yang sama yaitu 5 atau sering sekali. Hal ini menunjukkan bahwa
mahasiswa sama-sama merasakan lelah akibat beban yang cukup berat karena
perkuliahan. Namun, kedua angkatan ini sama-sama sepakat tentang pelaksanaan
sistem blok, karena selain memang tuntutan harus menggunakan sistem blok,
mahasiswa merasa sistem blok sudah cukup efektif untuk dilaksanakan, seperti
dengan ujian yang dilaksanakan hampir setiap minggu, hal ini membuat
mahasiswa belajar menjadi tidak menumpuk diakhir semester, karena pelajaran
yang dijadikan materi ujian belum lama dipelajari saat lecture maupun secara
mandiri.
Berdasarkan data yang diambil, mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 yang
kuliah tidak sesuai dengan minatnya yaitu hampir sama, masing-masing 24 orang
dan 26 orang. Asal daerah tempat tinggal mahasiswa 2013 dan 2014 juga sama,
yaitu berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera,
dan Maluku. Mahasiswa yang berasal dari Sumatera ataupun Maluku pada
Universitas Jenderal Soedirman

60

angkatan 2013 dan 2014 hampir seimbang, yaitu masing-masing 6 orang dan 4
orang. Sehingga, faktor budaya asal daerah kedua angkatan ini hampir sama. Jika
dilihat dari faktor reward, berdasarkan data yang mendapatkan beasiswa
mahasiswa kedua angkatan ini sama-sama banyak yang mendapatkan beasiswa
baik itu beasiswa berdasarkan prestasi maupun tidak mampu.
Berdasarkan usia, usia mahasiswa angkatan 2013 berada pada rentang 20
hingga 21 tahun, dan angkatan 2014 berada pada rentang 19 hingga 20 tahun.
Menurut Depkes RI (2009) usia tersebut sama-sama berada pada kategori remaja
akhir yaitu 17 25 tahun. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa tidak
ada perbedaan kategori usia mahasiswa antara kedua angkatan. Selain itu, kedua
angkatan ini juga sama-sama mengakui bahwa meskipun padatnya rutinitas sistem
blok, mahasiswa telah dapat beradaptasi dengan sistem blok ini. Menurut hasil
penelitian Christyanti, Dewi, dan Wiwik (2010) terhadap stres pada mahasiswa
kedokteran yang menggunakan sistem blok menunjukkan bahwa apabila
mahasiswa memiliki penyesuaian diri terhadap tuntutan akademik yang baik,
maka kecenderungan stresnya rendah, begitu pun sebaliknya. Hal ini juga yang
dapat membantu meminimalisir tingkat burnout pada mahasiswa.
Paparan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat burnout
antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2014. Hal ini dikarenakan keseluruhan
faktor penyebab burnout mahasiswa dari kedua angkatan hampir sama. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Galan, et al. (2011) bahwa tidak ada perbedaan
tingkat burnout antara mahasiswa tahun kedua (53%) dan tahun ketiga (43%) di
Universitas Minnesota Spanyol. Hal ini dikarenakan sama-sama merasa tidak ada
tugas yang mudah. Hasil penelitian Zulkarnain dan Ferry (2009) tentang
kecemasan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecemasan antara mahasiswa tahun
kedua (mean=77,83) dan tahun ketiga (mean=78,69), tingkat kecemasan hanya
lebih tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Hal ini disebabkan mahasiswa yang
memiliki masa studi yang lebih lama, memiliki pengalaman-pengalaman yang
lebih banyak, sehingga menjadi lebih tahan terhadap tekanan-tekanan yang
dialami dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki masa studi tahun
pertama.

Universitas Jenderal Soedirman

61

Berbeda dengan hasil penelitian Ried, et al. (2006) bahwa ada perbedaan
tingkat burnout pada mahasiswa tahun kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan oleh
faktor kurikulum. Mahasiswa tahun kedua lebih berisiko mengalami kelelahan
emosi 13% dari 42,4% karena persepsi burnout lebih kuat dari mahasiswa yang
lain. Mahasiswa merasa burnout akibat perkuliahan, merasa bekerja lebih keras
dalam kuliah, frustasi karena kuliah, dan merasa ingin mengakhiri segala ikatan
dengan perkuliahan. Selain itu, merasa tidak mempunyai prestasi apapun yang
bermanfaat, dan hal ini memang dirasakan sedikit nyata. Hasil penelitian Alvi et
al. (2010) tentang depresi juga menemukan tidak adanya hubungan signifikan
antara tahun studi dan tingkat gejala depresi pada mahasiswa kedokteran.
Prevalensi mahasiswa yang memiliki gejala depresi lebih banyak ditemukan pada
tahun kedua (39,4%), diikuti tahun pertama (32,9%), dan tahun ketiga (18,7%).
Alasannya mungkin stres berhubungan dengan lingkungan belajar baru dan
tingkat yang berat dari beban kerja dengan kewajiban untuk meraih kesuksesan.
Prevalensi gejala depresi pada tahun ketiga mengalami penurunan karena
mahasiswa sudah mengembangkan mekanisme adaptasi dan coping terhadap
lingkungan belajar dan perkuliahan di Fakultas Kedokteran.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat burnout antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2014. Walaupun
pada analisis univariat didapatkan persentase yang berbeda, hal tersebut
kemungkinan dikarenakan waktu pengambilan data yang berbeda dan beban blok
yang sedang ditempuh pun berbeda. Tidak adanya perbedaan tingkat burnout
disebabkan oleh beberapa faktor penyebab burnout di kedua angkatan ini hampir
seluruhnya sama seperti sarana dan prasarana yang mahasiswa gunakan atau
lingkungan perkuliahan adalah sama, sistem pembelajaran yang digunakan adalah
sama-sama dengan sistem blok. Selain itu, dilihat dari faktor work overload,
reward, breakdown in community, usia, asal daerah tempat tinggal dan pendapat
mahasiswa mengenai pelaksanaan sistem blok.
4.03 Keterbatasan Penelitian
Penelitian gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes
Universitas Jenderal Soedirman ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu terdapat
Universitas Jenderal Soedirman

62

banyak faktor-faktor penyebab burnout yang tidak dapat diteliti atau dikorelasikan
satu persatu dengan tingkat burnout, sehingga hasil yang didapat kurang
maksimal. Selain itu pengambilan data pada kedua angkatan tidak dilakukan
dalam kondisi beban yang hampir sama, sehingga mempengaruhi hasil distribusi
frekuensi gambaran burnout berdasarkan periode angkatan. Pengambilan data
hanya melalui kuesioner dan tidak dilakukan wawancara secara keseluruhan.
Faktor yang tidak di kendalikan juga menjadikan keterbatasan dalam penelitian
ini, seperti treated fairly, dukungan sosial, status ekonomi, dan faktor kepribadian.

Universitas Jenderal Soedirman

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.01 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan angkatan 2013
dan 2014 berjenis kelamin perempuan dan kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed sesuai dengan minatnya. Jumlah responden angkatan 2013 dan 2014
hampir seimbang, mayoritas berada pada kategori IPK sangat memuaskan, dan
mayoritas berasal dari Jawa Tengah. Gambaran burnout mahasiswa mayoritas
mengalami burnout tingkat sedang dan berdasarkan masing-masing dimensi
mayoritas mahasiswa pada dimensi keletihan emosi dan menurunnya pencapaian
prestasi akademik mengalami burnout tingkat sedang, sedangkan pada dimensi
sinisme mayoritas mengalami burnout ringan.
Gambaran burnout berdasarkan jenis kelamin, persentase laki-laki
mengalami burnout dengan kategori tingkat sedang lebih tinggi dari pada
perempuan. Berdasarkan kesesuaian minatnya, persentase burnout sedang, lebih
banyak dialami oleh mahasiswa yang kuliah tidak sesuai dengan minatnya.
Responden angkatan 2013 mengalami burnout ringan yang lebih tinggi
dibandingkan angkatan 2014. Berdasarkan IPK nya, semakin tinggi IPK maka
semakin ringan tingkat burnout mahasiswa. Selain itu, persentase yang
mengalami burnout sedang lebih tinggi pada mahasiswa yang berasal dari
Sumatera dan Maluku yaitu masing-masing sebanyak 71,4% dan 66,7%, serta
terdapat 1% yang mengalami burnout berat berasal dari Jawa Tengah. Selain itu,
tidak terdapat perbedaan tingkat burnout antara periode angkatan 2013 dan 2014.
5.02 Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai gambaran burnout pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman, peneliti
ingin menyampaikan saran sebagai berikut :
5.02.1 Bagi Mahasiswa
Saran yang dapat diberikan kepada mahasiswa diantaranya bagi mahasiswa yang
berada pada tingkat burnout sedang diharapkan dapat terus beradaptasi dengan
pembelajaran sistem blok, pintar mengatur waktu seefektif mungkin, dan
63
Universitas Jenderal Soedirman

64

mengelola work overload dengan lebih baik. Selain itu, mahasiswa diharapkan
memiliki strategi koping yang efektif untuk menangani burnout. Bagi mahasiswa
yang kuliah di jurusan keperawatan tidak sesuai dengan minatnya, diharapkan
lebih meningkatkan wawasan tentang keperawatan seperti dengan melihat prospek
kerja perawat yang cukup luas, tidak hanya di klinis namun dapat menjadi tenaga
pendidik atau membuka praktik mandiri. Mahasiswa juga dapat melihat tokohtokoh yang sukses di bidang keperawatan agar belongingness terhadap profesi
perawat semakin kuat. Bagi mahasiswa perantau, diharapkan lebih meningkatkan
kepercayaan diri, kemandirian, serta banyak penyesuaian diri. Selain itu,
mahasiswa lainnya diharapkan memberikan dukungan bagi mahasiswa perantau,
agar mahasiswa perantau lebih dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
sosialisasi terhadap sesama teman di lingkungan.
5.02.2 Bagi Institusi
Saran yang dapat diberikan kepada institusi Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
diantaranya yaitu dapat mengadakan kegiatan bagi mahasiswa yang kuliah di
jurusan keperawatan tidak sesuai dengan minatnya, seperti dengan mendatangkan
tokoh-tokoh yang telah sukses di bidang keperawatan, agar wawasan mahasiswa
semakin terbuka terhadap bidang keperawatan. Bagi dosen pembimbing akademik
dapat memberikan arahan, konsultasi, atau nasehat bagi mahasiswa yang diketahui
mengalami burnout tingkat sedang.
5.02.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Saran yang dapat diberikan pada penelitian selanjutnya adalah, jika pengambilan
data dilakukan pada angkatan yang berbeda sebaiknya dilakukan dalam kondisi
beban yang hampir sama, dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi burnout pada mahasiswa, membandingkan tingkat
burnout antara mahasiswa yang mengikuti sistem blok dan yang bukan, dan
memberikan intervensi atau strategi koping yang tepat untuk meminimalkan atau
bahkan mencegah terjadinya kondisi burnout.

Universitas Jenderal Soedirman

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R.A.R. (2013). Kecerdasan emosional, dukungan sosial, dan


kecenderungan burnout. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 2(2).
Retrieved
from
http://jurnal.untagsby.ac.id/index.php/persona/article/view/97.
Adjisoedarmo, S. et al. (2015). Buku ajar jatidiri Unsoed. Purwokerto:
Universitas Jenderal Soedirman.
Alvi, et al. (2010). Depression, anxiety and their associated factors among
medical students. Journal of the Collage of Physicians and Surgeons
Pakistan,
20(2).
Retrieved
from
http://www.jcpsp.pk/archive/2010/Feb2010/13.pdf.
Andrew, P. R. (2012). Nursing burnout at a general healthcare facility and a
mental healthcare institution in the Caribbean. (Disertasi). Walden
University. Retrieved from http://media.proquest.com.
Anggarini, E. N. (2013). Hubungan antara kemandirian dengan penyesuaian diri
pada mahasiswa baru yang merantau di Kota Malang. Jurnal Psikologi.
Retrieved from http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnalERINA.pdf.
Anggreini. T. (2012). Hubungan antara kecemasan dalam menghadapi mata
pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja
(Skripsi). Retrieved from http://www.gunadarma.ac.id/.
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi 2013. Nilai dan peringkat akreditasi
institusi
perguruan
tinggi.
Retrieved
from
http://banpt.kemdiknas.go.id/hasil-pencarian.php.
Beauty, S. & Arif, W. (2009). Hubungan antara peran dosen pembimbing dengan
kecemasan mahasiswa keperawatan dalam menghadapi tugas akhir skripsi
di Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. (Naskah Publikasi). Retrieved from
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle.
Cecil, J., et al. (2014). Behaviour and burnout in medical students. Research
Article
Medical
Education
Online,
19.
Retrieved
from
http://media.proquest.com.
Celik, G. T. & Emel, L. O. (2013). Burnout levels personality traits-the case of
Turkish Architectural Students. Journal Creative Education, 4(2). Retrieved
from http://dx.doi.org/10.4236/ce.2013.42018.

65
Universitas Jenderal Soedirman

66

Chahyani, I. (2012). Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap Mahasiswa


Regular FIK UI terhadap RUU Keperawatan. (Skripsi). Retrieved from
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299357-S1984-Isti%20Cahyani.pdf.
Chandra, P. E. (2004). Trik bisnis menuju sukses. Yogyakarta: Grafika Indah.
Christyanti, D., Dewi, M., & Wiwik, S. (2010). Hubungan antara penyesuaian diri
terhadap tuntutan akademik dengan kecenderungan stress pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya. Jurnal INSAN,
12(03). Retrieved from http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/3-12_3.pdf.
Dahlan, M. S. (2013). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif,
bivariate, dan multivariat, dilengkapi dengan menggunakan SPSS, ed. 5.
Jakarta: Salemba Medika.
Dayfiventy, Y. (2012). Gambaran stresor dan koping mahasiswa pembelajaran
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera
Utara.
(Skripsi).
Retrieved
from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37993/7/Cover.pdf.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Frofil Kesehatan Indonesia.
Jakarta:
DepKes
RI.
Retrieved
from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2008.pdf.
Dewi, S.L., & Pramesti, P.P. (2013). Tingkat burnout ditinjau dari karakteristik
demografis (usia, jenis kelamin, dan masa kerja) guru SDN Inklusi di
Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 2(01).
Retrieved
from
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Shinta%20Larashati%20110810062_ring
kasancorel.pdf.
Diaz, R. (2007). Hubungan antara burnout dengan motivasi berprestasi akademis
pada
mahasiswa
yang
bekerja.
(Skripsi).
Retrieved
from
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Arti
kel_10599179.pdf.
Direktorat Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta. (2008). Buku
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pendidikan tinggi. Retrieved
from http://www.unud.ac.id.
Djara, J. A. Perbedaan kelelahan kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan
perawat perempuan di RSUD Kota Soe. (Skripsi). Retrieved from
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6781/2/T1_802009139_Ful
l%20text.pdf.
Douglas, M. (2007). Sejarah pendidikan keperawatan. Jakarta: EGC.
Fakhsianoor & Shinta, D. (2014). Hubungan antara stress kerja dengan burnout
pada perawat di ruang ICU, ICCU, dan PICU RSUD Ulin Banjarmasin.
Universitas Jenderal Soedirman

67

Artikel An-Nadaa, 1(1), 10-13. Retrieved from


bjm.ac.id/index.php/ANN/article/viewFile/102/97.

http://ojs.uniska-

Ferdinand, A. (2006). Metode penelitian manajemen. Semarang: Universitas


Diponegoro.
Fitriany, R. (2008). Hubungan adversity quotient dengan penyesuaian diri sosial
pada mahasiswa perantau di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Skripsi).
Retrieved
from
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/13700/1/RANY%
20FITRIANY-PSI.pdf.
Galan, F., et al. (2011). Burnout risk in medical students in Spain using the
Maslach Burnout Inventory-Student Survey. Original Article Int Arch
Occup
Environ
Health.
Retrieved
from
http://content.ebscohost.com/ContentServer.
Gerber, et al. (2013). Burnout and mental health in Swiss Vocatioal students: the
moderating role of physical activity. Journal of Research on Adolescence,
25(1), 63-74. DOI: 10.1111/jora.12097.
Gunarsa, S. D. (2004). Seri psikologi: bunga rampai psikologi perkembangan dari
anak sampai usia lanjut. Jakarta: BPK.
Hadi, M. (2009). 51 persen perawat mengalami stres.
http://www.makassar-community.com.

Retrieved from

Hadidarsono, K. & Subandi. (2012). Buku ajar bahasa Indonesia sebagai mata
kuliah pengembangan kepribadian. Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman.
Hidayat, A.A.A. (2008). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Jakarta : Salemba Medika.
Jennings, M.L. (2009). Medical student burnout: interdisciplinary exploration and
analysis. Journal Med Humanit. 30:253-269. DOI: 10.1007/S10912-0099093-5.
Katsifaraki, M. & Philip, T. (2013). Alexithymia and burnout in nursing students.
Journal
of
Nursing
Education,
52(11).
Retrieved
from
http://media.proquest.com.
Kuntjojo. (2009). Metodologi penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Kurikulum Inti Pendidikan Ners. (2015). Rancangan kurikulum Ners. Retrieved
from
https://xa.yimg.com/kq/groups/39174454/1359475091/name/Final+Revisi+
4+Juni+2015+Rancangan+Kurikulum+Ners.pdf.

Universitas Jenderal Soedirman

68

Kurniawati, F. (2012). Hubungan antara stres dengan burnout pada Mahasiswa


Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang. (Skripsi). Retrieved from http://etheses.uin-malang.ac.id.
Laili, L. (2014). Pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout pada
mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
(Skripsi).
Retreived
from
http://digilib.uinsuka.ac.id/13716/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf.
Lamria, E., & Monalisa, S. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
burnout pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini Jakarta. (Naskah
Publikasi).
Retrieved
from
http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=20276212&lokasi=lokal.
Li X, et al. (2014). Core self-evaluation and burnout among nurses: the mediating
role
of
coping
styles.
Journal
PLOS
ONE.
DOI:
10.1371/journal.pone.0115799.
Limonu, F. (2013). Hubungan motivasi kerja dengan burnout pada perawat IRD
RSUD Dr. M. M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo. (Skripsi). Retrieved
from http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/viewFile/2854/2830.
Maharani, D. R. (2011). Hubungan antara self efficacy dengan burnout pada
Guru Sekolah Dasar Negeri X di Kota Bogor. (Naskah Publikasi). Retrieved
from http://www.gunadarma.ac.id/.
Mizmir. (2011). Hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Pusat
Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. (Skripsi). Retrieved from http://lib.ui.ac.id/.
Montu, S. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan minat siswa SMA
kelas XII untuk melanjutkan pendidikan di bidang keperawatan di MAN
Barudaa Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo. Jurnal Ilmu
Keperawatan.
Retrieved
from
http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/download/10420/10299.
Moreira, et al. (2009). Prevalence of Burnout Syndrome in Nursing Staff In A
Large Hospital in South of Brazil. Medline Journal, 25(7):1559-68.
Retrieved from http://media.proquest.com.
Mufida, S. (2012). Perbedaan burnout ditinjau dari gaya kepribadian dominance,
influence, steadiness, dan compliance. Journal of Social and Industrial
Psychology,
1(1).
Retrieved
from
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sip.
Naviati, E. (2011). Hubungan dukungan perawat dengan tingkat kecemasan
orangtua di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita Jakarta. (Tesis).
Retrieved from http://lib.ui.ac.id/.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Universitas Jenderal Soedirman

69

Nurhidayah, R. E. (2009). Pendidikan keperawatan. Medan: USU Press.


Nurjayadi, D.R. (2004). Burnout pada karyawan. Pronesis, 6(11), 40-54.
Retrieved
from
http://journal.tarumanagara.ac.id/index.php/psi/article/view/288.
Nurlette, R. (2014). Gambaran tingkat kecemasan pada Mahasiswa Universitas
Jenderal Soedirman asal Maluku. (Skripsi). Purwokerto: Universitas
Jenderal Soedirman.
Nursalam. (2015). Metodologi penelitian ilmu keperawatan: pendekatan praktis,
ed. 4. Jakarta: Salemba Medika.
Pangastiti, N.K. (2011). Analisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap
burnout pada perawat kesehatan di rumah sakit jiwa. (Skripsi). Retreived
from https://core.ac.uk/download/files/379/11728657.pdf.
Parameshwary, D. (2007). Gambaran burnout pada caregiver keluarga pasien
stroke: (menggunakan Maslach Burnout Inventory). (Tugas Akhir Magister
Profesi). Retreived from http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20341484T32837-Dyah%20parameshwary.pdf.
Petersen, L. (2009). Bagaimana memotivasi anak belajar. Jakarta: Grasindo.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik, ed. 4, vol.1. Jakarta: EGC.
Prasetyo, H. & Petrus, N. D. S. (2009). Tingkat pengetahuan mahasiswa dalam
merawat pasien jiwa pada praktik klinik keperawatan jiwa. Jurnal
Keperawatan
Soedirman,
4(1).
Retrieved
from
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/download/217/108.
Prayoga, G. (2009). Kesetaraan gender perawat laki-laki dan perawat perempuan
dalam
pelayanan
kesehatan.
(Skripsi).
Retrieved
from
https://dglib.uns.ac.id/dokumen/download/8925/MjE2NjQ.pdf.
Prima, M. S. et al. (2011). Motivasi mahasiswa regular tingkat akhir FIK UI
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang profesi. (Skripsi). Retrieved from
http://lib.ui.ac.id.
Purnama, D. S., Darmiyati, Z., & Eva, I. E. (2011). Model konseling kelompok
untuk mengatasi masalah kejenuhan (burnout) belajar bagi Mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta. (Laporan Penelitian Institusional).
Retrieved from http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dianasepti-purnama-mpd/model-konseling-kelompok-bagi-mahasiswa-uny-yangmengalami-burnout.pdf.
Purwanto. (2007). Motivasi dalam pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Universitas Jenderal Soedirman

70

Purwati. S. (2012). Tingkat stres akademik mahasiswa regular angkatan 2010


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. (Skripsi). Retrieved
from
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20299163-S1958Tingkat%20stres.pdf.
Razi. (2014). Proporsi antara perawat laki-laki dan perempuan di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Pidie Jaya. Aceh: Unsyiah.
Ried, et al. (2006). Comparing self-reported burnout of Pharmacy Students on the
founding campus with those at distance campuses. American Journal of
Pharmaceutical
Education,
70(5).
Retrieved
from
http://content.ebscohost.com/ContentServer.
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (2015). Klasifikasi dan pemeringkatan
perguruan tinggi di Indonesia tahun 2015. Retrieved from
http://ristekdikti.go.id/sk-klasifikasi-dan-pemeringkatan-perguruan-tinggidi-indonesia-tahun-2015/.
Riwidikdo, H. (2010). Statistik untuk penelitian kesehatan dengan aplikasi
program R dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Ruzyczka, E. W., & Magdalena, J. (2013). Job burnout syndrome and stress
coping strategies of academic students. Original Article Zdr Publ, 123(3):
241-246. DOI: 10.12923/j.0044-2011/123-3/a.07.
Santrock, J. W. (2002). Life span development. Dallas: Brown And Bench Mark
Inc.
Sari, N.L.P.D.Y. (2015). Hubungan beban kerja, factor demografi, locus of
control, dan harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana
IRD RSUP Sanglah. Coping Ners Journal, 3(2). Retrieved from
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/viewFile/15724/10503.
Saryono. (2010). Metodologi penelitian kesehatan: penuntun praktis bagi pemula.
Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Savitri, V. (2005). Hubungan prestasi akademik dengan kecemasan memperoleh
pekerjaan. (Skripsi). Retrieved from http://digilib.umm.ac.id.
Schaufeli, W. B., et al. (2002). Burnout and engagement in University students: A
cross-national study. Journal Of Cross-Cultural Psychology, 33(5), 464481.
Retrieved
from
http://www.beanmanaged.com/doc/pdf/arnoldbakker/articles/articles_arnold
_bakker_78.pdf.
Siagian, S. (2009). Manajemen sumber daya manusia (cetakan 15). Jakarta: Bumi
Aksara.
Silva, R. M., et al. (2014). Hardy personality and burnout syndrome among
nursing students in three Brazilian universitiesan analytic study. Research
Universitas Jenderal Soedirman

71

Article
of
Biomed
http://media.proquest.com.

Central

Nursing.

Retrieved

from

Simbolon, I. (2015). Gejala stres akademik mahasiswa keperawatan akibat sistem


belajar blok di Fakultas Ilmu Keperawatan X Bandung. Jurnal Skolastik
Keperawatan,
1(1).
Retreived
from
http://jurnal.unai.edu/index.php/jsk/article/viewFile/16/10.
Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Jenderal Soedirman 2014.
Retrieved from http://spmb.unsoed.ac.id/.
Spector, P. E. (2008). Industrial and organizational psychology. USA: John
Wiley and Sons Inc.
Sugiyono. (2007). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabetta.
Sullivan, K. T. (2001). Understanding the relationship between religiosity and
marriage: an investigation of the immediate and longitudinal effect of
religiosity of newlywed couple. Journal of Family Psychology, 15.
Retrieved
from
http://scholarcommons.scu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1013&context=
psych.
Sutarjo, E., Dewi, A.W.M.P, & Ni Kt, S. (2014). Efektivitas teori behavioral
teknik relaksasi dan brain gym untuk menurunkan burnout belajar pada
siswa kelas VIII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja tahun pelajaran
2013/2014. e-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling, 2(1).
Retrieved
from
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJBK/article/download/3740/2995.
Sutjipto. (2001). Apakah anda mengalami burnout. Jurnal Pendidikan
Kebudayaan, (032), 688-706 Jakarta UNJ.
Tawale, E.N., Widjajaning, B., & Gartinia, N. (2011). Hubungan antara motivasi
kerja perawat dengan kecenderungan mengalami burnout pada perawat di
RSUD Serui-Papua. Jurnal INSAN, 13(02). Retrieved from
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/2-13_2.pdf.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan.
Retrieved from http://www.kemenkopmk.go.id/content/uu-nomor-38tahun-2014.
Universitas Jenderal Soedirman. (2015). Buku pedoman Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Jurusan Keperawatan.
Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Utami, R. N. & Efy, A. (2013). Tingkat kecemasan saat melakukan tindakan
invasive pada Mahasiswa Reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Universitas Jenderal Soedirman

72

Indonesia Angakatan
http://lib.ui.ac.id/.

2010.

(Naskah

Publikasi).

Retrieved

from

Utami, W. (2012). Analisis faktor-faktor penyebab stres pada mahasiswa dengan


kurikulum berbasis kompetensi (sistem blok) angkatan 2010 jurusan
keperawatan universitas jenderal soedirman (Skripsi). Purwokerto: Fakultas
Ilmu-ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.
Widjono, H. S. (2007). Buku ajar bahasa Indonesia sebagai mata kuliah
pengembangan kepribadian, ed. revisi. Jakarta: PT Grasindo.
Wulandari, P. & Hening, P. (2013). Faktor-faktor motivasi mahasiswa
keperawatan untuk mengikuti program profesi. (Naskah Publikasi).
Retrieved from http://lib.ui.ac.id/.
Wuryanano. (2007). The 21 principles to build and develop fighting spirit.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Zulkarnain & Ferry, N. (2009). Sense of humor dan kecemasan menghadapi ujian
di kalangan mahasiswa. Majalah Kedokteran Nusantara, 43(1). Retrieved
from
https://www.researchgate.net/profile/Zulkarnain_Amin/publication/2378417
75_Sense_of_Humor_dan_Kecemasan_Menghadapi_Ujian_di_Kalangan_
Mahasiswa/links/0deec51bde6e01a379000000.pdf.

Universitas Jenderal Soedirman

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth. Mahasiswa/i
Di tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama

: Sopiati Alimah

NIM

: G1D012090

Status

: Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan


Universitas Jenderal Soedirman

Dengan ini mengajukan permohonan kepada mahasiswa/i untuk menjadi


responden dalam penelitian saya yang berjudul Gambaran burnout pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran tentang burnout pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas
Jenderal Soedirman berdasarkan karakteristik responden yang telah ditentukan.
Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Anda untuk meluangkan waktu mengisi
kuisioner ini dengan menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan
terlebih dahulu. Tidak ada paksaan dalam keikutsertaan mahasiswa/i untuk
menjadi responden dalam penelitian ini
Setiap data yang Anda berikan akan sangat berarti dalam penelitian ini. Data yang
Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk
keperluan penelitian ini. Bilamana Anda membutuhkan informasi yang belum
jelas dapat langsung menghubungi saya. Sebelumnya saya sampaikan terimakasih
atas kesediaan Anda untuk turut serta dalam penelitian ini.
Hormat saya,

Sopiati Alimah

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama

NIM

Nomor telepon

Menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan dilakukan


oleh saudari Sopiati Alimah dengan judul Gambaran burnout pada Mahasiswa
Jurusan Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman. Demikian
surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari pihak
manapun untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Hormat saya,

(.)

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 3. Lembar Instrumen A Data Demografi

INSTRUMENT A
DATA DEMOGRAFI

PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER


Beri tanda silang (X) dan isi pertanyaan di bawah ini:

1. Jenis kelamin

:(
(

2. Pilihan Jurusan keperawatan

:(
(

3. Periode angkatan

) Laki-laki
) Perempuan

) Sesuai minat
) Tidak sesuai minat

:(

) 2013

) 2014

4. IPK

:.

5. Asal daerah tempat tinggal

) DKI Jakarta

) Jawa Timur

) Jawa Barat

) Sumatera

) Jawa Tengah

) Maluku

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 4. Lembar Instrumen B Kuisioner Burnout


INSTRUMENT B
KUISIONER BURNOUT

PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER


Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan yang menggambarkan keadaan diri
mahasiswa jurusan keperawatan. Anda diminta untuk memikirkan apakah keadaan
tersebut pernah Anda alami atau rasakan. Kemudian beri tanda silang salah satu
alternatif jawaban yang tersedia. Terdapat enam alternatif jawaban yang berkisar 0
sampai 6 yang menunjukkan seberapa sering Anda mengalami keadaan tersebut.
Arti dari masing-masing alternatif jawaban sebagai berikut:
Angka 0

: tidak pernah Anda rasakan.

Angka 1

: jarang sekali, paling tidak Anda merasakan satu kali dalam setahun.

Angka 2

: jarang, paling tidak Anda merasakan satu kali dalam enam bulan.

Angka 3

: kadang-kadang, paling tidak Anda merasakan satu kali dalam sebulan.

Angka 4

: sering, paling tidak Anda merasakan satu kali dalam seminggu.

Angka 5

: sering sekali, paling tidak Anda merasakan beberapa kali dalam


seminggu.

Angka 6

: selalu, paling tidak Anda merasakan setiap hari.

Semakin besar angkanya berarti semakin sering keadaan tersebut Anda alami dan
semakin kuat keadaan tersebut Anda rasakan.
Sebagai contoh
0
Saya merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran saya

Pilihan angka 6 menunjukkan bahwa Anda setiap hari merasa jenuh dengan
pelajaran-pelajaran.
Universitas Jenderal Soedirman

Kode Responden :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17
18
19
20
21
22
23
24

Pernyataan

Pilihan Jawaban
1 2 3 4 5

Exhaustion
Saya merasa lelah ketika saya bangun pagi dan saya harus
menghadapi hari-hari berikutnya di kampus
Belajar atau mengikuti pelajaran di kelas benar-benar sebuah
ketegangan bagi saya
Saya merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran saya
Saat mengerjakan tugas kuliah saya merasa penat
Saya merasa bersemangat dalam mengerjakan setiap tugas
Saya merasa setiap tugas yang diberikan dosen merupakan
tantangan yang menyenangkan untuk saya hadapi
Saya merasa memiliki energi yang penuh untuk menghadapi
perkuliahan
Saya merasa fokus dalam mengerjakan tugas
Sinisme
Saya merasa menjadi kurang tertarik pada jurusan saya dan
saya alami sejak mendaftarkan diri di kampus
Saya merasa menjadi kurang antusias terhadap pelajaranpelajaran saya
Saya meragukan pentingnya saya kuliah
Seringkali saya merasa ingin bolos kuliah
Bagi saya mengerjakan tugas kuliah adalah hal yang bermakna
Saya merasa bangga kuliah di jurusan saya saat ini
Saya menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap tugas yang
diberikan
Tugas dari dosen pada kegiatan perkuliahan memunculkan
minat dalam diri saya
Penurunan Pencapaian Prestasi Akademik
Saya merasa kurang percaya diri dalam mengerjakan tugastugas akademik
Pencapaian diri dalam kuliah yang saya miliki berkurang dari
sebelum-sebelumnya
Saya merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat
kuliah
Menurut saya kompetensi yang saya miliki dalam perkuliahan
menurun
Saya percaya bahwa saya memberikan kontribusi yang efektif
pada kelas-kelas yang saya hadiri
Menurut saya, saya seorang pelajar yang baik
Saya telah belajar banyak hal yang menarik selama saya kuliah
Selama pelajaran saya merasa percaya diri bahwa saya
menyelesaikan semuanya dengan efektif

Sumber: Laili (2014)


Universitas Jenderal Soedirman

Kode Responden :
Pilihan Jawaban
No

Pernyataan
0

Saya merasa menjadi kurang tertarik pada jurusan saya


dan saya alami sejak mendaftarkan diri di kampus
2
Saya merasa kurang percaya diri dalam mengerjakan
tugas-tugas akademik
3
Bagi saya mengerjakan tugas kuliah adalah hal yang
bermakna
4
Saya merasa menjadi kurang antusias terhadap pelajaranpelajaran saya
5
Saya merasa bersemangat dalam mengerjakan setiap tugas
6
Saya merasa bangga kuliah di jurusan saya saat ini
7
Saya percaya bahwa saya memberikan kontribusi yang
efektif pada kelas-kelas yang saya hadiri
8
Saya merasa lelah ketika saya bangun pagi dan saya harus
menghadapi hari-hari berikutnya di kampus
9
Saya merasa setiap tugas yang diberikan dosen merupakan
tantangan yang menyenangkan untuk saya hadapi
10
Menurut saya, saya seorang pelajar yang baik
11
Belajar atau mengikuti pelajaran di kelas benar-benar
sebuah ketegangan bagi saya
12
Saya meragukan pentingnya saya kuliah
13
Pencapaian diri dalam kuliah yang saya miliki berkurang
dari sebelum-sebelumnya
14
Saya menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap tugas
yang diberikan
15
Saya merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran saya
16
Saya merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat
kuliah
17
Saya merasa memiliki energi yang penuh untuk
menghadapi perkuliahan
18
Tugas dari dosen pada kegiatan perkuliahan memunculkan
minat dalam diri saya
19
Saya telah belajar banyak hal yang menarik selama saya
kuliah
20
Saat mengerjakan tugas kuliah saya merasa penat
21
Seringkali saya merasa ingin bolos kuliah
22
Menurut saya kompetensi yang saya miliki dalam
perkuliahan menurun
23
Saya merasa fokus dalam mengerjakan tugas
24
Selama pelajaran saya merasa percaya diri bahwa saya
menyelesaikan semuanya dengan efektif
Sumber: Laili (2014)

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 5. Jadwal kegiatan


No
1

Kegiatan
Studi
pendahuluan
penelitian

Penyusunan
proposal
penelitian

Konsultasi
dan revisi
proposal

Seminar
proposal

Revisi dan
konsultasi

Perijinan
penelitian

Pelaksanaan
penelitian

Penyusunan
hasil
penelitian

9
10

Seminar hasil
Pengumpulan
skripsi

Okt

Nov

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian

Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 7. Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi

Universitas Jenderal Soedirman

Universitas Jenderal Soedirman

Universitas Jenderal Soedirman

Anda mungkin juga menyukai