Anda di halaman 1dari 94

GAMBARAN TINGKAT BURNOUT PADA PERAWAT

DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT


BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
BANDUNG TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Keperawatan

MULKY HARDIANSYAH

NPM.AK.1.15.079

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI
KENCANA BANDUNG
2019
ABSTRAK
Perawat rentan sekali mengalami Burnout akibat begitu banyaknya beban
tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi dan dijalani oleh perawat.
Burnout merupakan istilah yang pupuler untuk respon individu terhadap stres
yang dialaminya dalam situasi kerja, ditandai dengan adanya kelelahan fisik dan
psikis, perasaan tidak berdaya serta berkembangnya konsep diri negatif terhadap
pekerjaan dan kehidupannya (Farber, dalam Nevi dkk, 2005). Tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengambarkan tingkat burnout pada perawat di ruangan rawat
inap Bhayangkara Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif
kuantitatif. Jumlah populasi dari penelitian ini yaitu berjumlah 47 perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih, teknik sampeling yang
digunakan yaitu total sampling yang artinya menggunakan seluruh total populasi
untuk dijadikan responden penelitian. Intrumen yang digunakan yaitu Kuesioner
Maslach Burnout Inventory (MBI) yang sudah baku sehingga tidak memerlukan
uji validitas dan reliabilitas.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar dari seluruh perawat
yaitu 35 perawat (74,5%) memiliki gambaran burnout pada sinyal abu-abu yang
artinya tingkat ini menunjukan perlunya memonitor situasi yang dihadapi dan
pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi menjadi lebih buruk.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa perawat di Rumah
Sakit Bhayangkara Sartika Asih perlu diberikan pengetetahuan tentang bagaimana
cara meningkatkan kualitas pelayanan tanpa adanya penekanan kerja sehingga
dapat mengurangi tingkat burnout pada perawat dan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan Rumah Sakit dalam hal pemberian asuhan keperawatan.

Kata Kunci : Tingkat Burnout dan Perawat


Sumber : 2 Buku (1996-2012)
: 24 jurnal (1996-2018)
ABSTRACT

Nurses are very vulnerable to experiencing burnout due to so many


responsibilities and demands that must be fulfilled and lived by nurses. Burnout is
a pupular term for an individual's response to the stress he experiences in work
situations, characterized by physical and psychological fatigue, feelings of
helplessness and the development of negative self-concepts for work and life
(Farber, in Nevi et al, 2005). The purpose of this study is to describe the level of
burnout in nurses in Bhayangkara Sartika Asih Hospital Inpatient Room
The research method used in this study is quantitative descriptive. The
population of this study is 47 nurses in Bhayangkara Sartika Asih Hospital, the
sampling technique used is total sampling, which means using the entire total
population to be used as research respondents. The instrument used is the
Maslach Burnout Inventory Questionnaire (MBI) which has been standardized so
that it does not require validity and reliability testing.
The results of this study indicate that the majority of all nurses, 35 nurses
(74.5%) have a picture of burnout on gray signals which means that this level
indicates the need to monitor the situation at hand and take action if the situation
at hand gets worse.
Based on these results it was found that nurses at Bhayangkara Sartika Asih
Hospital need to be given knowledge about how to improve the quality of service
without any work emphasis so as to reduce the level of burnout for nurses and to
improve the quality of hospital services in terms of providing nursing care.

Key words : Burnout level and Nurses


Bibliography : 2 Books (1996-2012)
24 Journals (1996-2018)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat kekuatan, kesehatan, karunia dan berkat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan berjudul “Gambaran Tingkat
Burnout pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bhayangkara
Sartika Asih Bandung Tahun 2019”
Skripsi ini dibuat oleh penulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Program Studi Sarjana Keperawatan Tahun 2019.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu selayaknya penulis dengan segala kerendahan hati
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. H. Mulyana, SH., M.Pd., M.HKes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana.
2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt selaku rektor Universitas Bhakti
Kencana Bandung.
3. R. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana Bandung.
4. Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M.Kep selaku ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana
Bandung dan selaku pembimbing II saya yang selalu memberikan
bimbingan, masukan, motivasi, dan bantuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Pihak lahan penelitian yaitu Ruangan Rawat Inap RS Bhayangkara Sartika
Asih Bandung yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan
penelitian.
6. Kurniawan Yudianto, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing I yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, motivasi, dan bantuan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Angga Satria Pratama, S.Kep., Ners., M.Kep selaku penguji I yang telah
memberikan arahan dan masukan demi kelancaran proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini.

i
8. Dedep Nugraha, S.Kep., Ners., M.Kep selaku penguji II yang telah
memberikan arahan dan masukan demi kelancaran proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh dosen, staf pengajar dan karyawan Universitas Bhakti Kencana
Bandung terutama Program Studi Sarjana Keperawatan Faktultas
Keperawatan yang telah banyak memberikan wawasan dan segala bentuk
bantuan.
10. Terimakasih kepada Papah dan Mamah tercinta yang selalu memberikan
doa, kasih sayang yang tiada henti, memberikan motivasi dan support
setiap saat serta memberikan dukungan baik moril maupun material.
11. Teman-teman seperjuangan Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung angkatan 2015 yang
telah membantu dan memberikan support setiap saat.
12. Seluruh alumni yang selalu memberikan motivasi kepada saya selama
proses penyusunan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan memberikan motivasi pada penulis.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Penulis menyadari dalam
penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga peneliti
dapat memperbaiki dalam proses penelitian selanjutnya.
Bandung, 13 Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

DAFTAR BAGAN ..................................................................................... v

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6

2.1 Konsep Tenaga Kesehatan ................................................................... 6

2.2 Konsep Burnout ................................................................................... 12

2.3 Konsep Kualitas Pelayanan .....................................................................23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 30

3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 30

3.2 Paradigma Penelitian ............................................................................ 30

3.3 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 32

iii
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................ 33

3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Oprasional ....................................... 33

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 36

3.7 Pengumpulan Data ................................................................................ 37

3.8 Langkah-langkah Penelitian ................................................................. 41

3.9 Pengolahan dan Analisa Data................................................................ 43

3.10 Etika Penelitian ................................................................................... 46

3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................48

4.1 Hasil Penelitian Analisa Univariat...........................................................48

4.2 Pembahasan..............................................................................................49

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................56

iv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 29

Bagan 3.1 Kerangka Penelitian .....................................................................32

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................... 35

Tabel 4.1 Hasil Penelitian .............................................................................48

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Tentang Kesehatan No.36 tahun 2014 adalah setiap individu yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan dan memiliki kemampuan serta
keterampilan melalui pendidikan dalam bidang kesehatan untuk jenis-jenis
tertentu yang memerlukan kewenangan dalam upaya melakukan tindakan
kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas yang dalam kerjanya
saling berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan ketenagaan
medis lainnya (Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2014). Tenaga kesehatan
yang bergerak dirumah sakit sebagai pionir kesehatan yang utama yang
sangat mempunyai peranan penting dan berhadapan langsung dengan pasien
secara terus menerus adalah perawat.
Data menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 tercatat
ada sekitar 7,8 juta tenaga kesehatan di 198 negara. Sedangkan menurut
Kemenkes RI pada tahun 2018 ada sekitar 410.064 perawat di seluruh rumah
sakit berdasarkan rekapitulasi SDM Kesehatan yang didayagunakan di
Fasyankes pada tahun 2018. Dan menurut sistem informasi SDM di olah oleh
Sekertariat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDMK, Kemenkes RI,
2019, jumlah perawat yang bekerja di Puskesmas berjumlah 147.388 perawat.
Perawat sangat berperan penting dalam proses pelaksanaan keperawatan
dan kesehatan serta mengharuskan juga untuk berkolaborasi dengan profesi-
profesi yang lain untuk melaksanakan proses keperawatan supaya berjalan
dengan lancar dan juga tentunya perawat harus memiliki keahlian dan
keterampilan khusus dalam bidangnya dalam memberikan pelayanan terhadap
pasien. Oleh karena seringnya bersinggungan dengan tenaga profesi lain
sering juga munculnya masalah dalam komunikasi sehingga mengakibatkan
meningkatnya emosi dan stress pada perawat (Fernando Hengki, 2018).

1
2

Perawat rentan sekali mengalami Burnout akibat begitu banyaknya beban


tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi dan dijalani oleh perawat.
Burnout merupakan istilah yang pupuler untuk respon individu terhadap stres
yang dialaminya dalam situasi kerja, ditandai dengan adanya kelelahan fisik
dan psikis, perasaan tidak berdaya serta berkembangnya konsep diri negatif
terhadap pekerjaan dan kehidupannya (Farber, dalam Nevi dkk, 2005).
Sementara itu De La Fuente (2015) menyimpulkan bahwa tingkat burnout
pada kalangan keperawatan profesional sangat tinggi, sindrom ini
dihubungkan dengan jenis kelamin, usia, status perkawinan, tingkat
kesehatan, shift kerja dan area layanan kesehatan.
Burnout dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya beban kerja
yang biasanya beban kerja perawat di rumah sakit akan lebih tinggi dengan
beban kerja di puskesmas hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian berikut,
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indah (2017) dengan
judul penelitian “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian burnout pada
perawat di ruang instalasi rawat inap RSUD Raden Mattaher dan Abdul
Manap Jambi Tahun 2017” dengan metode penelitian yaitu dengan penelitian
deskriptif analitik dengan desain cross sectional didapatkan hasil perawat di
ruang Instalasi Rawat Inap RSUD Raden Mattaher dan Rumah Sakit Abdul
Manap Jambi paling tinggi mengalami burnout ringan sebanyak 77,7% dan
untuk variabel tingkat pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan masa
kerja perawat tidak terdapat hubungan dengan burnout (p>0,05), sedangkan
terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan burnout pada
perawat dengan (pvalue<0,05).
Dampak yang dapat diakibatkan oleh burnout yaitu dapat terjadinya
penurunan kepuasan kerja, memburuknya kinerja dan produktivitas kerja
yang rendah sehingga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan perawat
kepada pasien yang dapat mempengaruhi lama waktu rawat dan proses
penyembuhan pasien. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah diteliti
oleh Iwan M Ramdhan pada bulan februari 2015 yang dipublikasi pada 2
Agustus 2015 mengenai analisis faktor yang berhubungan dengan burnout
3

pada perawat kesehatan jiwa di rumah sakit Atma Husada Samarinda dengan
menggunakan metode cross sectional. Hasil penelitian tersebut menunjukan
bahwa sebanyak 56% dari total sampel 125 perawat mengalami burnout hal
tersebut diakibatkan karena beberapa faktor seperti jenis kelamin, status
kepegawaian, beban kerja, dukungan keluarga dan kepemimpinan.
Oleh karena itu permasalahan terkait burnout perlu dilakukan penelitian
guna mempertahankan kualitas pelayanan yang optimal sehingga rumah sakit
dapat dipercaya masyarakat karena pelayanan yang diberikan bagus.
Terdapat beberapa aspek seseorang mengalami burnout menurut Maslach
dan jakson (Nurjayadi.Rostiana, 2018) yaitu Emotional Exhausted (Kelelahan
Emosi), Depersonalization (Depersonalisasi), Reduced Personal
Accomplishment (Penurunan Prestasi Pribadi). Beberapa ciri-ciri tersebut
tampak pada perawat di RS Bhayangkara Sartika Asih Bandung.
Survei awal yang dilakukan di rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih
Bandung dengan Akreditasi Paripurna Bhayangkara tingkat II diperoleh
informasi dari data terbaru yang didapat, ruang rawat inap terbagi jadi 4
ruangan rawat inap yaitu Bhayangkara, Fajar, Lodaya, Langlangbuana dengan
total jumlah perawat pelaksana yang ada di ruang rawat inap berjumlah 47
orang perawat.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang inap dengan
mewawancarai 10 narasumber yang sedang bertugas di ruangan rawat inap,
dapat terlihat adanya tanda-tanda burnout, seperti merasa terbebani dengan
tugas yang ada. Hasilnya dari 10 narasumber, 4 orang perawat mengatakan
kalau mereka merasa terbebani dengan tugas yang ada karena tugas yang
terlalu banyak dan tenaga perawat yang kurang sehingga beban kerja tinggi,
kelelahan fisik seperti nyeri kepala dan pegal-pegal badan, 9 orang perawat
mengatakan mereka mengalami kelelahan fisik seperti pusing atau nyeri
kepala, pegal-pegal di seluruh badan karena mengerjakan tugas yang banyak,
dan 6 perawat mengatakan kalau mereka malas untuk berangkat kerja karena
beban yang terlalu banyak saat bekerja dan 4 perawat mengatakan mereka
malas untuk berangkat kerja tetapi setelah sampai di rumah sakit biasa saja.
4

Tanda-tanda yang muncul itu kemudian berdampak terhadap proses


perawatan yang mereka lakukan, diantaranya yaitu malas dan telat untuk
berangkat bekerja dan beban kerja yang semakin menumpuk karena
terabaikan. Berdasarkan observasi diketahui setiap ruangan tim yang bertugas
tiap shift adalah 7 orang namun saat dilihat secara langsung yang ada di
ruangan yang bertugas hanya ada 5 orang bahkan ada yang hanya 2 atau 3
orang yang bertugas, bahkan terlihat juga saat pergantian shift masih ada
perawat yang tidak tepat waktu atau kesiangan.
Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari sampel yang
berjumlah 47 orang perawat pelaksana, alasannya karena perawat pelaksana
langsung berhadapan dengan pasien untuk memberikan asuhan keperawatan
dan karena perawat pelaksana bertanggung jawab atas kesehatan dan
keselamatan pasien oleh karena itu perawat pelaksana sangat memungkinkan
untuk terjadinya burnout.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian berkenaan dengan “Gambaran tingkat burnout pada
perawat di ruang rawat inap bhayangkara Rumah Sakit Bhayangkara
Sartika Asih Bandung”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan kesimpulan dari latar belakang di atas, maka
rumusan masalah adalah bagaimanakah tingkat burnout pada perawat di
ruangan rawat inap bhayangkara rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
burnout pada perawat di ruang rawat inap bhayangkara rumah sakit
Bhayangkara Sartika Asih.
5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Universitas Bhakti Kencana Bandung
Penelitian ini dapat membantu mahasiswa dalam menambah
pengetahuan STIKes tentang gambaran tingkat burnout pada perawat di
rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung.
2. Rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi rumah sakit
Bhayangkara Sartika Asih Bandung agar lebih meningkatkan kualitas
dan produktifitas pelayanannya dan lebih memperhatikan perawat-
perawatnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi perawat yang bekerja
serta memberikan informasi tentang burnout.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tenaga Kesehatan


2.1.1 Definisi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis
tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan. Tenaga kesehatan juga memiliki peranan penting untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomi.
Rumah sakit mempekerjakan banyak karyawan, yaitu perawat,
bidan, tenaga administrasi, juga dokter untuk melaksanakan tugasnya.
Tenaga yang berhubungan langsung dengan pasien di rumah sakit
adalah dokter, perawat, dan bidan.
1. Dokter
Dokter adalah setiap orang yang memiliki ijazah dokter, dokter
spesialis, dokter superspesialis, atau dokter subspesialis atau spesialis
konsultan yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pasal
1 ayat (11) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, dokter adalah suatu pekerjaan yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani
masyarakat.

6
7

Adanya dua pihak yang berhubungan selalu dijumpai dalam hal


pelayanan medis, yaitu pihak yang memberikan pelayanan yaitu dokter,
dan di pihak lain yang menerima pelayanan yaitu pasien. Dokter
memiliki hak dan kewajiban dalam hubungannya dengan pasien untuk
melakukan praktik kedokteran. Hak dan kewajiban yang esensial diatur
dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
Hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, merupakan dua hal yang korelatif. Artinya, dalam suatu
hubungan hukum, maka hak dari salah satu pihak merupakan keharusan
bagi pihak yang lain. Hak yang timbul dalam profesi kedokteran
bersumber pada hak dasar individu, yaitu hak dasar sosial dan hak dasar
individu. Hak tersebut akan saling mendukung, berjalan sejajar, dan
tidak saling bertentangan dengan kewajiban dokter dalam kaitan
hubungan profesional dokter dan pasien.
2. Perawat
Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam
situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses
interaksi serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak
terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan. Undang-undang Nomor
38 Tahun 2014 tentang Keperawatan menjelaskan definisi perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan baik
di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perawat mempunyai kewajiban:
a. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan
b. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan
standar profesi dan batas kegunaannya
c. Menghormati hak pasien
8

d. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan


dengan keluarganya, selama tidak bertentangan dengan
peraturan atau standar profesi yang ada
e. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan
ibadah, sesuai kepercayaan
f. Bekerja sama dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan terkait
dalam memberikan pelayanan dan keperawatan terhadap pasien
g. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan
keperawatan terhadap pasien
h. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan
berkesinambungan
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal
37 menjelaskan tentang kewajiban perawat:
a. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai
dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan
b. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik,
standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar
prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
c. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan
tingkat kompetensinya
d. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar
e. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan
mudah di mengerti mengenai tindakan keperawatan kepada
klien dan atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya
f. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga
kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi perawat
g. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah.
9

Perawat sangat berperan penting dalam proses pelaksanaan


keperawatan dan kesehatan serta mengharuskan juga untuk
berkolaborasi dengan profesi-profesi yang lain untuk melaksanakan
proses keperawatan supaya berjalan dengan lancar dan juga tentunya
perawat harus memiliki keahlian dan keterampilan khusus dalam
bidangnya dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. Oleh karena
seringnya bersinggungan dengan tenaga profesi lain sering juga
munculnya masalah dalam komunikasi sehingga mengakibatkan
meningkatnya emosi dan stress pada perawat.
Berdasarkan penelitian Hawes (2009) menyebutkan beberapa
faktor seperti lingkungan, kepemimpinan, dan otonomi dapat
menyebabkan stres dan kelelahan emosional pada perawat. Namun
faktor yang signifikan adalah beban kerja dan masalah dengan
supervisor yang menyebabkan perawat stres. Adapun menurut Indah
(2018) aspek yang berpengaruh pada burnout ada tiga yaitu kelelahan
emosional, depersonalisasi, dan penurunan prestasi diri.
Perawat rentan sekali mengalami burnout akibat begitu banyaknya
beban tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi dan dijalani
oleh perawat. Burnout merupakan istilah yang populer untuk respon
individu terhadap stress yang dialaminya dalam situasi kerja, ditandai
dengan adanya kelelahan fisik dan psikis, perasaan tidak berdaya serta
berkembangnya konsep diri negatif terhadap pekerjaan dan
kehidupannya (Farber, dalam Nevi dkk, 2005).
3. Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Definisi bidan
terakhir disusun melalui kongres Internasional Confederation of
Midwife (ICM) ke-27 pada Juli 2005 adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik
kebidanan di negeri tersebut, bidan harus mampu memberikan
10

supervisi, asuhan, dan memberikan nasihat yang dibutuhkan kepada


perempuan selama masa hamil, persalinan, dan pasca persalinan,
memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada
bayi baru lahir dan anak.
Definisi bidan menurut Ikatan bidan Indonesia adalah seorang
perempuan yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan
yang diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan
yang berlaku, dicatat (register), dan diberi izin secara sah untuk
menjalankan praktik. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan menjelaskan bahwa bidan merupakan
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah
teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.1.2 Peran Tenaga Kesehatan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan

Menimbang:

a. Bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk


meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada
seluruh rakyat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan
yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
11

masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan


merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat;
c. Bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan
moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus
menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan
upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan
serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan;
d. Bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap
individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan perlindungan
serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat
penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai
tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan,
pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan;
e. Bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dan belum menampung
kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu dibentuk undang-
undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara
komprehensif;
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan.
12

2.2. Konsep Burnout

2.2.1 Definisi Burnout

Istilah burnout pertama kali muncul sebagai suatu bentuk


permasalahan sosial yang berkembang di masyarakat. Pada awal
perkembangan konseptual burnout lebih berfokus pada bidang klinis,
kemudian ada fase yang selanjutnya yaitu fase empiris dimana
penelitian mengenai burnout sudah dilakukan secara sistematis dan
sesuai dengan fenomena yang ada secara sosial (Shaufeli,dkk 1993).

Freudenberger (Farber, 1991) mendefinisikan burnout adalah suatu


bentuk kelelahan yang disebabkan oleh seseorang yang beraktivitas
terlalu intens, memiliki dedikasi yang tinggi dan berkomitmen,
beraktivitas terlalu lama dan banyak serta memandang kebutuhan, dan
keinginan mereka sebagai hal kedua yang dapat menyebabkan individu
tersebut merasakan adanya tekanan-tekanan yang memberikan
sumbangan lebih banyak pada organisasinya.

Maslach, dkk (2001) menjelaskan bahwa burnout merupakan


sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosi,
depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi maupun rendahnya
penghargaan terhadap diri sendiri dalam melakukan tugasnya sehari-
hari.

Pines dan Aronson (Enzman dan Schaufeli, 1998) mendefinisikan


burnout sebagai kelelahan secara fisik, emosional, dan mental sebagai
akibat dari keterlibatan diri dalam jangka waktu yang panjang terhadap
situasi yang penuh dengan tuntutan emosional.

Menurut Cherniss (Shaufeli dan Buunk, 1996) burnout merupakan


perubahan sikap dan perilaku dengan penarikan diri secara psikologis,
menjaga jarak dengan orang lain, suka sinis dengan orang lain, sering
membolos, sering terlambat, dan memiliki keinginan untuk berhenti
13

kerja. Hal ini sejalan dengan Riggio (2003) mengatakan burnout adalah
sebuah sindrom yang merupakan hasil dari stress kerja yang
berlangsung lama dan membawa pada penarikan diri dari organisasi.

Proses burnout juga terjadi saat terkurasnya sumber daya manusia


baik secara fisik maupun mental setelah mengerjakan suatu tugas dan
beberapa harapan yang tidak realistis karena tuntutan nilai masyarakat
(Freudenberger dan Richelson dalam Shaufeli, dkk, 1993). Sikap nyata
yang dialami seseorang ketika mengalami burnout adalah kelelahan
fisik maupun mental, muncul kebosanan dan sinisme, bersikap tidak
sabar dan mudah marah, sering merasa tidak dihargai, sering
mengalami sakit hati, dan keluhan psikomatis.

Adapun menurut Ivancevich, dkk (2007) menyatakan burnout


merupakan proses psikologis yang dihasilkan oleh stres yang tidak
terlepaskan dan menghasilkan kelelahan emosi, perubahan kepribadian,
dan perasaan pencapaian terhadap diri yang menurun. Berdasarkan
beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa burnout adalah suatu
bentuk kelelahan fisik , mental maupun emosi yang dialami oleh
seseorang karena adanya tuntutan pekerjaan secara terus menerus dalam
jangka waktu yang lama sehingga menyebabkan penarikan diri dari
lingkungan organisasi dan menurunnya pencapaian prestasi kerja.

2.2.2 Aspek-aspek Burnout

Menurut Maslach dan Jakson (Nurjayadi.Rostiana, 2018) membagi


aspek burnout menjadi 3 aspek:

1. Emotional Exhausted (Kelelahan Emosi)


Kelelahan emosi mengacu pada terkurasnya dan berkurangnya
sumberdaya emosional. Terdapat beberapa kondisi yang menyatakan
kelelahan emosi seperti kelelahan emosi seperti perasaan frustasi,
sedih, putus asa, hampa tertekan, mudah tersinggung, merasa
terbebani dengan tugas yang ada, mudah marah tanpa alasan yang
14

jelas sehingga menimbulkan perasaan seseorang tidak mampu


memberikan pelayanan psikologis.
2. Depersonalization (Depersonalisasi)
Hal yang menjadi tolak ukur depersonalisasi adalah sikap
negatif dan perasaan yang negatif terhadap penerima pelayanan.
Depersonalisasi sangat erat kaitannya dengan sikap negatif, sikap
kasar dan cenderung untuk menjagga jarak dengan orang lain,
menarik diri dari lingkungan sosial dan cenderung tidak peduli
dengan lingkungan serta individu yang ada dilingkungan tersebut.
Sikap lain lain yang ditunjukan adalah berkurangnya idealisme,
mengurangi kontak dengan klien, berhubungan seperlunya saja,
berpendapat negatif dan bersikap sinis terhadap orang lain, dan sukar
untuk menolong orang lain (Edelwich dan Brodsky, Shaufeli, dkk
1993).
3. Reduced Personal Accomplishment (Penurunan Prestasi Pribadi)
Penurunan prestasi pribadi seorang individu berkaitan dengan
menurunnya kompetensi diri, motivasi kerja dan produktifitas kerja
disebabkan karena perasaan bersalah akibat dari tujuan kerja yang
tidak tercapai dan memiliki sikap yang rendah untuk memberikan
penghargaan pada diri sendiri serta merasa kurangnya rasa percaya
diri (Maslach Leiter dan Shaufeli, 2001). Sikap nyata yang dapat
ditunjukkan dari penurunan prestasi pribadi adalah kurang perhatian
terhadap orang lain, tidak ramah dalam memberikan pelayanan
dengan klien serta tidak memiliki rasa empati dengan sesama.
Individu yang mengalami penurunan prestasi pribadi merasa tidak
berguna dan aktivitas yang dilakukannya tidak bernilai atau
berharga.
15

Menurut Pines dan Aronson (Shaufeli, dkk 1993) membagi aspek


burnout yang menyertakan aspek gejala fisik dalam burnout. Terdapat
tiga aspek yang dapat mempengaruhi burnout yaitu kelelahan fisik,
kelelahan emosional, dan kelelahan mental:

a. Kelelahan Fisik
Kelelaha fisik dibagi menjadi dua yaitu kelelahan yang bersifat sakit
fisik dan energi fisik. Adapun beberapa contoh dari kelelahan yang
bersifat fisik adalah demam, sakit kepala, sakit punggung, rasa ngilu,
mudah terkena penyakit, tegang pada leher dan otot, sering terkena
flu, susah tidur, mual-mual, perubahan kebiasaan makan, gelisah.
Sedangkan energi fisik seperti kehilangan semangat atau energi,
sering mengalami keletihan dan kelemahan yang kronis.
b. Kelelahan Emosional
Kelelahan emosional ditandai dengan individu yang berhubungan
dengan sikap sukar untuk membantu orang lain, mudah putus asa
dan bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan perasaan tertekan
dengan tuntutan pekerjaaan.
c. Kelelahan Mental
Seorang individu yang mengalami kelelahan mental memiliki
karakteristik yaitu perilaku yang negatif terhadap orang lain,
pekerjaan dan kehidupan kerjanya.
Berdasarkan dari beberapa penjelasan teori mengenai aspek-aspek
yang memengaruhi burnout, peneliti menggunakan aspek yang
dikemukakan oleh Maslach dan Jackson (Nurjayadi.Rostiana,2018)
yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan prestasi
pribadi yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam alat ukur skala
pada penelitian ini yaitu MBI (Maslach Burnout Inventory) dengan
alasan karena telah teruji baik secara validitas maupun reliabilitas.
16

2.2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan Burnout

Maslach, dkk (2001) menjelaskan bahwa burnout dapat


dipengaruhi oleh stres yang berlebihan yang sudah terakumulasikan
karena keterlibatan pemberi dan penerima pelayanan dengan tuntutan
pekerjaaan dalam jangka waktu lama. Menurut Cherniss, Maslach dan
Sullivan (Spector, 2008) terdapat empat faktor utama burnout yaitu
faktor keterlibatan dengan penerima pelayanan, faktor lingkungan kerja,
faktor individu, dan faktor sosial budaya.
1. Faktor keterlibatan dengan penerima pelayanan
Dalam pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain atau
biasa disebut dengan pelayanan sosial, para pekerjanya memiliki
keterlibatan langsung dengan obyek kerja atau kliennya sehingga
memungkinkan untuk timbulnya burnout. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Bakker, Demerouti dan Schaufeli
(2002) bahwa burnout dapat ditemukan pada pekerjaan yang
berkaitan dengan human services.
2. Faktor Lingkungan Kerja
Maslach dan Leiter (2008) menjabarkan terdapat enam domain
utama dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan individu
burnout antara lain,
1) Beban Kerja (Workload)
Beban kerja dapat menjadikan individu burnout ketika
tuntutan pekerjaan melebihi batas kemampuan individu. Hal
yang paling berpengaruh adalah dimensi kelelahan.
Berdasarkan berbagai macam penelitian kuantitatif maupun
kualitatif membuktikan bahwa beban kerja yang melebihi
batas kemampuan individu dapat menyebabkan seseorang
merasa kelelahan dan apabila individu tidak bisa
menanggulanginya maka akan terjadi burnout.
17

2) Kontrol (Control)
Hal yang menjadi pokok utama kontrol dapat memunculkan
burnout ketika terjadi konflik peran antar individu dan
terjadi ambiguitas peran. Setiap individu memiliki
kemampuan untuk berfikir dan memecahkan suatu
permasalahan dan menginginkan.
3) Penghargaan (Reward)
Burnout dapat terjadi ketika penghargaan atau reward tidak
diberikan dengan baik dan memadai baik dari segi finansial,
institusional maupun sosial. Reward dapat membangkitkan
semangat individu dalam bekerja. Terdapat dua macam
reward yaitu eksternal dan internal. Reward dalam bentuk
eksternal dapat diberikan dengan gaji dan beberapa bonus,
sedangkan reward secara internal dapat berupa pujian yang
diberikan ketika individu mampu bekerja sesuai dengan
target, dan memastikan bahwa pekerjaannya selesai dengan
baik.
4) Komunitas (Community)
Hal keempat yang dapat menjadi sumber burnout adalah
kurangnya dukungan sosial dari atasan, rekan kerja dan
keluarga sehingga dappat menyebabkan kurangnya rasa
pencapaian personal. Individu yang tergabung dalam suatu
komunitas akan merasa lebih dihargai, nyaman, bahagia dan
memiliki selera humor yang tinggi ketika orang lain
memperhatikannya. Berbeda dengan seorang yang suka
menyendiri dari lingkungan sosial dan tidak suka dengan
kontak sosial akan menyebabkan seseorang merasa
kelelahan dan burnout.
5) Keadilan (Fairness)
Ketidakadilan merupakan faktor terjadinya burnout. Konsep
adil dapat dimanifestasikan saling menghargai dan
18

menerima perbedaan antara satu individu dengan individu


lain. Adanya rasa saling menghargai akan menimbulkan
rasa ketertarikan dengan suatu lingkungan kerja.
Ketidakadilan sering dialami oleh individu pada proses
pengambilan keputusan saat masa promosi jabatan atau
ketika individu itu disalahkan ketika mereka tidak
melakukan kesalahan.
6) Nilai (Values)
Apabila terjadi konflik dalam pekerjaan, berarti melibatkan
kesenjangan antara nilai individu dengan organisasi. Seperti
pekerjaan harus melakukan sesuatu yang tidak sesuai
dengan nilai yang ada didalam dirinya untuk memenuhi
tujuan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Maslach
dan Leiter (2005) menunjukan bahwa konflik nilai terkait
dengan dimensi-dimensi burnout dan dapat memungkinkan
tingginya tingkat burnout.
a. Faktor Individu
Faktor individu ini meliputi faktor demografik dan faktor
kepribadian.
1) Faktor Demografik
Hal pertama yang dapat mempengaruhi burnout yang
berkaitan dengan faktor individu adalah faktor demografik.
Faktor demografik terdiri dari beberapa bagian seperti jenis
kelamin, usia, status perkawinan. Pada tahun 1980-an
terdapat studi yang dilakukan oleh Pines (1989) yang
membuktikan bahwa perempuan memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk burnout dibandingkan laki-laki.
Penelitian terakhir mengenai hubungan antara gender dan
burnout menunjukan hasil yang berbeda. Bekker, Croon dan
Bressers (2005) didapatkan hasil laki-laki akan mengalami
kelelahan emosional yang lebih tinggi dibandingkan dengan
19

perempuan. Laki-laki akan mengalami kelelahan emosional


dan depersonalisasi yang lebih ketika sebagai manager,
berbeda dengan perempuan yang mengalami kelelahan
emosional saat tidak menduduki posisi manager.
Umur juga diasumsikan faktor yang dapat
mempengaruhi burnout. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa burnout dapat ditemukan pada karyawan yang muda.
Karyawan muda yang belum memiliki banyak pengalaman
dalam bekerja, tetapi memiliki tanggung jawab yang lebih
sehingga dimungkinkan resiko kerja yang tinggi dan
menjadi peringatan akan melakukan burnout. (Maslach,
Shaufeli dan Leiter, 2001).
Karyawan yang telah menikah atau telah tinggal
dengan suami akan lebih sedikit menderita burnout
dibandingkan karyawan yang masih single atau belum
menikah atau mengalami perceraian akan memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk burnout (Shaufeli dan
Enzmann, 1998).
2) Faktor kepribadian
Faktor kepribadian merupakan sebuah karakteristik
psikologi yang dimiliki individu yang bersifat menetap
sehingga dapat membedakan satu individu yang bersifat
menetap sehingga dapat membedakan satu individu dengan
individu lainnya. Beberapa aspek kepribadian terdiri dari
hardiness (Maslach, dkk 2001) menunjukan bahwa individu
yang memiliki hardiness yang rendah akan rentan terkena
burnout ditunjukkan dengan kurangnya keterlibatan kerja,
tidak adanya keterbukaan, dan kurangnya rasa kontrol pada
kerja.
Faktor kepribadian selanjutnya adalah kemampuan
yang rendah individu dalam mengendalikan emosinya
20

memiliki kecenderungan burnout yang lebih tinggi. Hal ini


berkaitan dengan kecerdasan emosi yang dimiliki individu.
Locus of control eksternal juga menyumbang pengaruh
burnout. Menurut Ivancevich, dkk (2007) karyawan tipe
eksternal memandang dirinya tidak berdaya diatur oleh
nasib, dikendalikan kekuatan luar dan tidak memiliki
banyak pengaruh dalamlingkungan kerja. Ketidakberdayaan
itu menyebabkan mudah menyerah dan apabila berlanjut
mereka akan apatis terhadap pekerjaan.
Kepribadian ektrovert dan introvert juga dapat
mempengaruhi burnout. Individu dengan kepribadian
introvert cenderung untuk pendiam, memiliki sedikit teman,
lebih sering menyendiri dibandingkan berinteraksi dengan
orang lain dan hanya bergaul dengan beberapa teman saja.
Cherniss (1987) menyebutkan salah satu faktor kepribadian
yang dapat menimbulkan burnout adalah kepribadian
introvert.
b. Faktor Sosial budaya
Faktor ini meliputi keseluruhan nilai yang dianut
masyarakat umum berkaitan dengan profesi pelayanan sosial.

2.2.4 Dampak yang ditimbulkan Burnout

Burnout dapat memiliki dampak baik individu maupun organisasi.


Karyawan yang mengalami burnout akan bersikap malas dalam
mengerjakan tugas dan tidak produktif dalam bekerja sehingga hasil
yang didapatkan juga akan menurun. Berikut ini penjelasan secara
terperinci mengenai dampak individu dan organisasi.

Menurut Jackson (Jewell dan Siegall, 1998) akibat dari burnout


bagi individu adalah memburuknya kualitas hubungan antara suami dan
istri, berkaitan dengan masalah kesehatan secara fisik seperti sakit
21

kepala, mual, nyeri otot, kehilangan selera makan, nafas pendek dan
mengalami gangguan tidur, hubungan yang tidak baik dengan rekan
kerja, meningkatnya penggunaan alkohol dan kopi juga merupakan
manifestasi akibat burnout yang dialami individu, serta munculnya
masalah dalam hubungan seksual.
Dampak Organisasi
Dampak negatif yang dialami organisasi menurut Jackson (Jewell
dan Siegall, 1998) adalah pemberian kualitas pelayanan kepada
pelanggan yang tidak memuaskan, rendahnya keterlibatan kerja
karyawan hingga mengakibatkan timbulnya turnover, dapat juga
menimbulkan kurang ketelitian terhadadap tugas yang diberikan oleh
atasan.
Menurut Shaufeli dan Bunnk (1996) menjelaskan bahwa
manifestasi burnout dapat dikategorikan pada enam dampak yaitu
dampak secara mental, fisik, perilaku, sosial, perubahan sikap, dan
dampak organisasi :
a. Dampak Mental
Dampak mental dapat berwujud pada kekelahan emosional yang
dirasakan oleh setiap individu karena merasa kosong, sendiri ,dan
terjebak dalam suasana yang tidak berdaya. Sikap nyata afektif yang
sering ditunjukkan adalah merasa depresi, tidak suka
membantu,tidak memiliki harapan dan merasa tidak berarti. Apabila
hal ini tidak bisa diatasi dnegan baik maka akan menurunkan self
esteem dan dapat menyebakan agresi serta kecemasan. Gelaja afektif
yang ditimbulkan selanjutnya adalah sering mengasingkan diri,
menjadi lebih sensitif dan memiliki perasaan untuk bermusuhan baik
dengan rekan kerja maupun atasan. Adapun gejala kognitif yang
ditimbulkan adalah susah untuk berkonsetrasi, mudah lupa, susah
dalam pengambilan keputusan, sering merasa gugup, susah untuk
santai.
b. Dampak Fisik
22

Dampak fisik yang sering terjadi adalah sakit kepala, mual, sering
pusing, otot menjadi tegang dan sering sakit pada punggung. Pada
beberapa kondisi juga mengakibatkan permasalahan pada orientasi
seksual, susah untuk tidur, hilangnya nafsu makan. Apabila
kelelahan fisik sudah mencapai pada tahap kronis maka akan terjadi
gangguan psikosomatis, hingga jantung.
c. Dampak Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku dapat dimanifestasikan sebagai orang yang
hiperkatif maupun sering bertindak kasar dengan orang lain,
meningkatnya penggunaan kopi dan alkohol hingga mengarah ke
narkoba.
d. Dampak Sosial
Terjadinya hubungan interpersonal yang tidak baik antara satu
individu dengan individu lain seperti klien, rekan kerja dan atasan.
Dampak selanjutnya yang timbul dari permasalahan interpersonal
akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar.

e. Dampak Perubahan Sikap


Perubahan sikap yang menonjol adalah berkurangnya kadar empati,
tidak bersikap manusiawi, acuh tak acuh dengan klien serta bersikap
sinis. Selanjutnya akan berdampak pada menurunnya motivasi
intrinsik untuk bekerja, antusiasme, dan semangat dalam bekerja.
f. Dampak Organisasi
Meningkatkan niat karyawan untuk pindah dan keluar dari pekerjaan
merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari burnout.
Selanjutnya individu sering kurang teliti dalam mengerjakan tugas
serta tidak menyelesaikan tugas yang diberikan sehingga akan
menurunkan produktifitas kerja.
23

2.3 Konsep Kualitas Pelayanan

2.3.1 Definisi Kualitas Pelayanan

Mutu pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang


dilakukan oleh profesi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
pasien dalam mempertahankan keadaan dari segi biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012).

Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan


professional yang mengacu pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu,
(reability, tangibles, assurance, responsiveness, dan empathy) (Bauk et
al, 2013).

Mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan yang


menggambarkan produk dari pelayanan keperawatan itu sendiri yang
meliputi secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pada individu
sakit maupun yang sehat dan dilakukan sesuai standar keperawatan
(Asmuji, 2012).

Dari ketiga teori di atas mutu pelayanan keperawatan adalah proses


kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pasien oleh perawat untuk
mempertahankan kesehatan dari segi biologis, psikologis, sosial dan
spiritual pada pasian atau individu yang sakit ataupun sehat sesuai
dengan standar keperawatan.

2.3.2 Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan

Menurut nursamalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan


keperawatan terdapat 5 tahap yaitu :

a. Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria.


Dimaksudkan agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan
terencana berdasarkan standar kriteria masing-masing perawat.
24

b. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan


kriteria. Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam
proses asuhan keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas
pelayanan keperawatan.
c. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih
informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang ketat dan
berkesinambungan. Beberapa informasi juga didapatkan dari pasien
itu sendiri.
d. Tahap keempat adalah mengumpukan dan menganalisa data.
Perawat dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian
menganalisa satu-persatu.
e. Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Ditahap ini berfungsi untuk
meminimkan kekeliruan dalam pengembilan keputusan pada
asuhan dan tindakan keperawatan.
Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan
secara optimal oleh perawat. Tujuan keperawatan menurut Gillies cit
Asmuji (2012) menyebutkan:
a. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output
keberhasilan yang optimal. Dari hasil yang optimal maka akan
mendukung kinerja dan meningkatkan kerja perawat.
b. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus
dikolaborasikan dengan tim sejawat lain maupun tim medis lainnya.
Disini perawat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan
secara persepsi tetapi secara rasional berdasarkan hasil diskusi.
c. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan
kuantitatif sehingga akan lebih mudah membandingkan seberapa
besar pencapaian keberhasilan tersebut.
d. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar
pencapaian terget lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan
dengan target dan tidak mengesampingkan kolaborasi dengan pasien.
25

2.3.3 Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan

Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan


terdiri atas beberapa faktor yaitu:

a. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication),


biasanya komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh
masyarakat awam yang telah mendapatkan perawatan dari sebuah
instansi. Yang nantinya akan menyebarkan berita positif apabila
mereka mendapatkan perlakuan yang baik selama di rawat atau
menyampaikan berita negatif tentang mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
b. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing
pasien bervariasi maka mutu pelayanan keperawatan juga harus
menyesuaikan berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.
c. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan
cenderung menilai sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah
mereka alami. Didalam mutu pelayanan keperawatan yang baik
akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien,
namun sebaliknya jika seseorang pernah mengalami hal kurang
baik terhadap mutu pelayanan keperawatan maka akan melekat
sampai dia mendapatkan perawatan kembali di suatu instansi.
d. Komunikasi eksternal (company’s external communication),
sebagai pemberi mutu pelayanan keperawatan juga dapat
melakukan promosi sehingga pasien akan mempercayai penuh
terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut.
Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7
kriteria diantaranya:
a. Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan
sebuah tindakan keperawatan kepada pasien harus mengetahui
kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri perawat sendiri.
26

Karena intropeksi diri yang baik akan menghasilkan atau


meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
b. Meningkatkan kerja sama, perawat harus bekerjasama dalam
melakukan asuhan keperawatan baik dengan tim medis, teman
sejawat perawat, pasien dan keluarga pasien.
c. Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat
lebih memiliki pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam
penyelesaian keluhan pasien dengan cermat dan baik.
d. Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang
paling dekat dengan pasien. Oleh karena itu, perawat dituntut untuk
mengetahui keluhan pasien dengan mendetail dan melakukan
pendokumentasian teliti setelah melakukan asuhan.
e. Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu
melakukan penilaian dan tindakan keperawatan sesuai dengan
prioritas utama pasien.
f. Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat
juga harus melakukan evaluasi pasien agar tindakan perawatan
berjalan dengan baik, dan perawat mampu melakukan pemantauan
evaluasi secara berkelanjutan.

2.3.4 Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan

Setiap instansi kesehatan akan lebih mengedepankan mutu


pelayanan dibandingkan dengan hal lainnya. Mutu pelayanan itu sendiri
dapat terwujud apabila didalam setiap instansi memiliki peranan dan
tugas sesuai dengan profesi. Setiap profesi kesehatan juga harus
mengedepankan mutu dengan memberikan pelayanan yang optimal
kepada semua pasien.

Suatu pelayanan keperawatan dapat dikatakan baik apabila dalam


pemenuhan kebutuhan pasien berjalan dengan sesuai. Dari pelayanan
yang baik tersebut maka akan menimbulkan budaya penanganan yang
27

baik kepada semua pasien. Dan akan tercapainya tingkat kepuasan


pasien pada standar yang setinggi-tingginya.

Mutu pelayanan keperawatan sebagai alat ukur dari kualitas


pelayanan kesehatan dan menjadi salah satu faktor penentu citra
instansi pelayanan kesehatan di masyarakat. Di karenakan keperawatan
merupakan salah satu profesi dengan jumlah terbanyak dan yang paling
dekat dengan pasien. Mutu pelayanan keperawatannya sendiri dilihat
dari kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan puas atau tidak
puas (Nursalam, 2011).

Menurut Nursalam (2013) suatu pelayanan keperawatan harus


memiliki mutu yang baik di dalam pelaksanaannya. Diantaranya adalah:

a. Caring adalah sikap perduli yang ditunjukkan oleh perawat kepada


pasiennya. Perawat akan senantiasa memberikan asuhan dengan
sikap yang siap tanggap dan perawat mudah dihubungi pada saat
pasien membutuhkan perawat.
b. Kolaborasi adalah tindakan kerja sama antara perawat dengan
anggota medis lain, pasien, keluarga pasien, dan tim sejawat
keperawatan dalam menyelesaikan prioritas perencanaan pasien.
Disini perawat juga bertanggung jawab penuh dalam kesembuhan
dan memotivasi pasien.
c. Kecepatan, suatu sikap perawat yang cepat dan tepat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dimana perawat menunjukkan
sikap yang tidak acuh tak acuh, tetapi akan memberikan sikap baik
kepada pasien.
d. Empati adalah sikap yang harus ada pada setiap perawat. Perawat
akan selalu memperhatikan dan mendengarkan keluh kesah yang
dialami pasien. Tetapi perawat tidak bersikap simpati, sehingga
perawat dapat membimbing kepercayaan pasien.
28

e. Courtesy adalah sopan santun yang ada pada diri perawat sendiri.
Perawat tidak akan cenderung membela satu pihak, tetapi perawat
akan bersikap netral kepada siapapun pasien mereka. Perawa juga
akan menghargai pendapat pasien, keluarga pasien, dan tim medis
lain dalam hal kebaikan dan kemajuan pasien.
f. Sincerity adalah kejujuran dalam diri perawat. Jujur juga
merupakan salah satu kunci keberhasilan perawat dalam hal
perawatan kepada pasien. Perawat akan bertanggung jawab atas
kesembuhan dan keluhan yang dialami pasien.
g. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara yang paling
mudah untuk dilakukan perawat dalam memberikan asuhan.
Karena komunikasi terapeutik sendiri merupakan cara efektif agar
pasien merasa nyaman dan lebih terbuka dengan perawat.
Mutu pelayanan keperawatan yang baik merupakan ujung tombak
pelayanan di rumah sakit. Agar terwujudnya pelayanan keperawatan
yang berkualitas perawat profesional harus memiliki kemampuan
intelektual yang cukup, teknikal dan interpersonal, melaksanakan
asuhan berdasarkan standar praktik dan berdasarkan etik legal
(Syahrudin et al, 2014).
Berdasarkan pendapat ketiga teori diatas, dapat disimpulkan
bahwa suatu pelayanan keperawatan dikatakan baik harus memiliki
beberapa prinsip tertentu. Prinsip tersebut dapat meliputi caring,
kecepatan, kolaborasi, empati, courtesy, dan sincerity. Dalam
melakukan pelayanan perawat juga harus memiliki standar
kompetensi yang baik dan berdasarkan etik legal keperawatan.
29

2.4 Kerangka Konseptual

Bagan 2.1 kerangka konsep


Gambaran tingkat Burnout pada perawat di ruang rawat inap bhayangkara
Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung

Konsep Burnout

Aspek-aspek Burnout

1. Emotional Exhausted (Kelelahan Emosi)

2. Depersonalization (Depersonalisasi)

3. Reduced Personal Accomplishment (Penurunan


Prestasi Pribadi)

Faktor penyebab Burnout


1. Faktor keterlibatan dengan penerima pelayanan
2. a. Faktor lingkungan kerja
b. Faktor individu

c. Faktor sosial budaya

Sumber: Maslach dan Jakson (Nurjayadi.Rostiana, 2018).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian adalah suatu rancana, struktur dan strategi dalam

melakukan penelitian yang dimaksud untuk menjawab permasalahan yang

dihadapi dengan mengupayakan pengoptimalisasi yang berimbang antara

validasi dalam dan validasi luar dengan melakukan pengendalian varian

(Arikunto, 2010).

Jenis penelitian dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian Deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang hanya benar-benar hanya memaparkan apa yang

terdapat atau yang terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau wilayah

tertentu (Arikunto 2010). Dalam penelitian ini peneliti ingin memaparkan

Gambaran tingkat Burnout pada perawat di ruang rawat inap bhayangkara

Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung.

3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan suatu cara pandang untuk mengetahui

kompleksitas dunia nyata. Paradigma didalam sosialisasi para penganut dan

praktisinya telah tertanam dengan kuat. Paradigma memperlihatkan kepada

mereka apa yang absah, penting, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat

normatif, menunjukan pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu

dilakukannya pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang

(Mulyana, 2003).

30
31

Perawat rentan sekali mengalami Burnout akibat begitu banyaknya beban

tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi dan dijalani oleh perawat.

Burnout merupakan istilah yang pupuler untuk respon individu terhadap stres

yang dialaminya dalam situasi kerja, ditandai dengan adanya kelelahan fisik

dan psikis, perasaan tidak berdaya serta berkembangnya konsep diri negatif

terhadap pekerjaan dan kehidupannya (Farber, Nevi dkk, 2005).

Burnout dapat dipengaruhi oleh stres yang berlebihan yang sudah

terakumulasikan karena keterlibatan pemberi dan penerima pelayanan dengan

tuntutan pekerjaaan dalam jangka waktu lama (Maslach, dkk, 2001). Menurut

Maslach dan Jakson (Nurjayadi.Rostiana, 2018) membagi aspek burnout

menjadi 3 aspek yaitu Emotional Exhausted (Kelelahan Emosi),

Depersonalization (Depersonalisasi), Reduce Personal Accomplishment

(Penurunan Prestasi Diri). Dan penyebab Burnout menurut Cherniss, Maslach

dan Sullivan, 2008 terdapat empat faktor yaitu keterlibatan dengan penerima

pelayanan, lingkungan kerja, individu, dan sosial budaya.


32

3.3 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka penelitian ini adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Konsep merupakan abstraksi maka

konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati

melalui konstruksi atau yang lebih dikenal dengan variabel

(Notoatmodjo,2010).

Kerangka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi Gambaran

tingkat burnout pada perawat di ruang rawat inap bhayangkara. Maka

didapatkan bagan sebagai berikut :

Bagan 3.1
Kerangka Penelitian

Aspek-aspek Burnout :
Tingkat Burnout 1. Emotional Exhausted

(Kelelahan Emosi)

2. Depersonalization

(Depersonalisasi)

3. Reduced Personal

Accomplishment (Penurunan

Prestasi Pribadi)

Keterangan Diteliti

Sumber: Maslach & Jackson, (Nurjayadi.Rostiana, 2018).


33

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,

ukuran yang dimiliki atau di dapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu

konsep pengertian tertentu, misalnya jenis umur, jenis kelamin, pendidikan,

status perkawainan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat burnout.

3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

3.5.1 Definisi Konseptual

Freudenberger (Farber, 1991) burnout adalah suatu bentuk

kelelahan yang disebabkan oleh seseorang yang beraktivitas terlalu

intens, memiliki dedikasi yang tinggi dan berkomitmen, beraktivitas

terlalu lama dan banyak serta memandang kebutuhan, dan keinginan

mereka sebagai hal kedua yang dapat menyebabkan individu tersebut

merasakan adanya tekanan-tekanan yang memberikan sumbangan

lebih banyak pada organisasinya.

Menurut Maslach dan Jakson (Nurjayadi.Rostiana, 2018) membagi aspek

burnout menjadi 3 aspek yaitu:

4. Emotional Exhausted (Kelelahan Emosi)

Kelelahan emosi mengacu pada terkurasnya dan berkurangnya

sumberdaya emosional. Terdapat beberapa kondisi yang menyatakan

kelelahan emosi seperti kelelahan emosi seperti perasaan frustasi,

sedih, putus asa, hampa tertekan, mudah tersinggung, merasa


34

terbebani dengan tugas yang ada, mudah marah tanpa alasan yang

jelas sehingga menimbulkan perasaan seseorang tidak mampu

memberikan pelayanan psikologis.

5. Depersonalization (Depersonalisasi)

Hal yang menjadi tolak ukur depersonalisasi adalah sikap

negatif dan perasaan yang negatif terhadap penerima pelayanan.

Depersonalisasi sangat erat kaitannya dengan sikap negatif, sikap

kasar dan cenderung untuk menjagga jarak dengan orang lain,

menarik diri dari lingkungan sosial dan cenderung tidak peduli

dengan lingkungan serta individu yang ada dilingkungan tersebut.

Sikap lain lain yang ditunjukan adalah berkurangnya idealisme,

mengurangi kontak dengan klien, berhubungan seperlunya saja,

berpendapat negatif dan bersikap sinis terhadap orang lain, dan sukar

untuk menolong orang lain (Edelwich dan Brodsky, Shaufeli, dkk

1993).

6. Reduced Personal Accomplishment (Penurunan Prestasi Pribadi)

Penurunan prestasi pribadi seorang individu berkaitan dengan

menurunnya kompetensi diri, motivasi kerja dan produktifitas kerja

disebabkan karena perasaan bersalah akibat dari tujuan kerja yang

tidak tercapai dan memiliki sikap yang rendah untuk memberikan

penghargaan pada diri sendiri serta merasa kurangnya rasa percaya

diri (Maslach Leiter dan Shaufeli, 2001). Sikap nyata yang dapat

ditunjukkan dari penurunan prestasi pribadi adalah kurang perhatian


35

terhadap orang lain, tidak ramah dalam memberikan pelayanan

dengan klien serta tidak memiliki rasa empati dengan sesama.

Individu yang mengalami penurunan prestasi pribadi merasa tidak

berguna dan aktivitas yang dilakukannya tidak bernilai atau

berharga.

3.5.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variable Definisi Operasional Alat Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Burnout 1. Emotional Exhauted Kuisioner 0-2 = Sinyal Nominal
(Kelelahan Emosi) Hijau
Perasaan frustasi, sedih, 3-5 = Sinyal
putus asa, hampa Abu-abu
tertekan, mudah 6-8 = sinyal
tersinggung, terbebani Kuning
dengan tugas yang ada, 9-10 = sinyal
mudah marah tanpa Merah
alasan yang jelas
2. Depersonalization
(Depersonalisasi)
Sikap negtif, kasar dan
cenderung menjaga jarak,
menarik diri dari
lingkungan, tidak peduli
dengan lingkungan,
berhubungan seperlunya
saja, sinis, sukar
menolong
3. Reduced Personal
Accomplishment
(Penurunan Prestasi
Pribadi)
Menurunnya kompetensi
diri, motivasi kerja,
produktifitas, kurang
perhatian terhadap orang
lain, tidak ramah dalam
melayani, tidak empati ke
sesama
36

3.6 Populasi dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo,

2010). Sedangkan menurut Sugiono (2012) populasi adalah setiap

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana

yang bertugas di ruang rawat inap Bhayangkara di RS Bhayangkara

Sartika Asih Bandung. Dengan total populasi yaitu sebanyak 47 orang

perawat pelaksana.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel

yang diambil dari populasi harus benar-benar refresentatif atau

mewakili (Sugiono, 2012).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik total sampling,

dimana semua anggota populasi dijadikan sampel, dikarenakan jumlah

populasi di tempat penulis melakukan penelitian hanya berjumlah 47

orang. Adapun yang dimaksud total sampling adalah teknik penentuan

sample bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal


37

ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30

orang (Sugiyono, 2015:68).

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiono,

2012). Instrumen pada penelitian ini adalah menggunakan angket atau

kuisioner. Angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu

penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak

menyangkut kepentingan umum (orang banyak). Angket dilakukan

dengan mengedarkan suatu daftar pernyataan yang berupa kuesioner

cross sectional dan Purposive sampling, diajukan secara tertulis

kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi,

jawaban dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Haryadi (2006) mengatakan bahwa burnout dapat diukur dengan

menggunakan Maslach Burnout Inventory (MBI). Alat ukur Maslach

Burnout Inventory bisa digunakan untuk mengukur level burnout para

pekerja pemberi jasa termasuk di dalamnya perawat dengan meminta

mereka memilih jawaban yang paling mendekati dengan apa yang

mereka rasakan, dengan skala 1-10 yang berisi tingkat Tidak Setuju

(=0) sampai Setuju (=10).


38

Rangkaian dua puluh dua pertanyaan dibawah ini diajukan kepada

para responden untuk mengetahui frekuensi terjadinya tiga aspek dari

sindrom “Burnout” sebagaimana yang diidentifikasi oleh Maslach

yaitu Kejenuhan Fisik (Physical Exhaustion/Depersonalization =

EE+DP) dan Pencapaian Diri/Personal (Personal Accomplishment =

PA).

MBI terdiri dari 22 item yang didistribusikan melintasi 3 dimensi

teori Maslach (1978, 1981, 1986) kerangka kerja yang dibahas di atas;

(a) kelelahan emosional (EE; sembilan item), (b) depersonalisasi (DP;

lima item), dan (c) perasaan pencapaian pribadi (delapan item).

Pengukuran tingkat burnout dibagi menjadi 4 kategori

berdasarkan jumlah angka yang dihasilkan dari jawaban pertanyaan

diatas, sebagai berikut:

 0-2 Sinyal Hijau

Tingkatan ini menunjukan bahwa seseorang merasa cukup

bahagia. Skor yang rendah adalah skor yang bagus – yang

menunjukan seseorang dapat mengatasi stress dengan baik.

Walaupun seseorang mengalami stress, tetapi ia dapat mengelola

stress dengan baik dan dapat membuat hidupnya berimbang.

Orang-orang pada tingkatan skor ini tidak akan mudah naik

pitam, dan dapat menerima stress yang dialami dalam perjalanan

hidup.
39

 3-5 Sinyal Abu-abu

Tingkat ini menunjukkan perlunya memonitor situasi yang

dihadapi dan pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi

menjadi lebih buruk. Walaupun tidak perlu diberi peringatan,

namun orang pada tingkatan ini perlu meluangkan waktu untuk

merefleksi tindakan yang telah diambil untuk mempertimbangkan

penyebab stres yang dihadapi, apakah semakin mudah atau

semakin sukar untuk ditangani.

 6-8 Sinyal Kuning

Orang-orang pada tingkatan ini cenderung mudah terkena

burnout. Ritme kehidupannya cenderung “panas”. Ia sebaiknya

berhenti sejenak dari kegiatan-kegiatannya untuk menentukan

prioritas kegiatan dan menghilangkan beberapa penyebab stres.

Orang pada tingkatan ini perlu pula memeriksakan kesehatan,

meninjau kembali tujuan hidup, keseimbangan antara kerja dan

hiburan, dan sistem dukungan sosial yang dimilikinya (keluarga,

teman dan jaringan sosial lainnya).

 9-10 Sinyal Merah

Mereka yang mendapatkan skor pada tingkatan ini sebaiknya

segera berhenti untuk beristirahat sebelum muncul tanda-tanda

wake-up call yang lebih serius. Mereka membutuhkan konsultasi

dan nasihat, baik medis maupun psikologis agar terhindar dari

kondisi kehilangan kendali. Ia memerlukan istirahat serta menilai


40

kembali hidup dan pekerjaannya. Perolehan skor di tingkatan ini

menunjukan bahwa ia sedang dalam tekanan stres berlebihan

dalam waktu yang menerus dan sudah cukup lama. Perlu

diwaspadai bahwa manusia mempunyai batas toleransi fisik dan

mental. Diperlukan langkah-langkah konkrit untuk

menanggulangi sinyal-sinyal bahaya yang timbul, misalnya

dengan berkonsultasi intensif dengan profesional dan

mendapatkan dukungan penuh berkesinambungan dari keluarga

dan jaringan sosial yang dimilikinya untuk mendapatkan masukan

dan kemudian menentukan arahan masa depan hidup selanjutnya.

3.7.2 Uji validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010).

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data (mungukur) itu valid. Valid berarti instrumen dapat

digunakan untuk mengukur apa yang hendak di ukur (Sugiyono,

2012). Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan kuisioner Malasc

Burnout Inventory (MBI) dari Maslach dan Jackson (1981), dengan

tiga dimensi, yaitu:

1) Kelelahan emosional (Emotional Exhaustion)

2) Penurunan pencapaian prestasi (Reduce Personal

Accomplishment)

3) Depersonalisasi (Depersonalization)
41

Konsistensi reliabilitas dalam penelitian Maslach dan Jackson

(1981) dilakukan perdimensi. Pada dimensi Emotional Exhaustion

memiliki reliabilitas 0,86. Sementara Personal Accomplishment

memiliki reliabilitas 0,74 dan Depersonalization memiliki reliabilitas

0,72. Dengan kata lain konsistensi reliabilitas internal ketiga dimensi

dikatakan baik untuk digunakan sebagai alat ukur burnout pada

perawat.

3.7.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah pendekatan secara kuantitatif. Pengumpulan data

dengan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan ilmiah yang

memandang suatu realitas itu dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati

dan terukur, hubungan variabelnya bersifat sebab akibat dimana data

penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan

statistik (Sugiyono, 2010).

3.8 Langkah - langkah Penelitian

Prosedur penelitian dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahapan persiapan

(surat izin dan studi pendahuluan) tahap penelitian, dan tahap akhir

penelitian.

3.8.1 Tahap persiapan

1. Peneliti membuat surat pengantar dari STIKes Bhakti Kencana

Bandung
42

2. Peneliti mengajukan surat perijinan untuk melakukan studi

pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung

dan mengajukan surat perijinan penelitian dan tempat yang akan

dilakukan penelitian adalah kota Bandung

3. Peneliti meminta izin dari pihak penelitian dan dari pihak Rumah

Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung di kota Bandung

sebagai tempat dilakukannya penelitian dan pengambilan sampel

dilakukan di ruangan rawat inap Bhayangkara Rumah Sakit

Bhayangkara Sartika Asih Bandung

3.8.2 Tahap pelaksanaan penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan cara total sampling yaitu

peneliti menggunakan semua perawat yang ada di ruang rawat inap

RS Bhayangkara Sartika Asih Bandung. Setelah itu peneliti

melakukan informed consent kepada responden, jika responden

bersedia maka peneliti memberikan lembar kuesioner kepada

responden.

Pada saat responden mengisi lembar kuesioner peneliti

mendampingi responden jika responden ada pertanyaan yang tidak

dimengerti bisa langsung peneliti untuk menjelaskanya, setelah itu

jika ada kekurangan dalam pengisian lembar kuesioner maka peneliti

akan kembali pada responden dan meminta untuk melengkapi

pengisian kuesionernya. Pada saat pengisian kuesioner responden

diberi waktu 15 menit per perawat untuk mengisi kuesioner.


43

3.8.3 Tahap akhir penelitian

Peneliti memberikan laporan kepada kepala Rumah Sakit

Bhayangkara Sartika Asih Bandung bahwa penelitian sudah selesai,

setelah itu peneliti menyusun semua data-data yang sudah didapatkan

dari responden dan peneliti membuat pembahasan, kesimpulan dan

saran untuk di laporkan kembali ke Rumah Sakit Bhayangkara Sartika

Asih Bandung untuk di tindak lanjuti demi kepentingan yang akan

datang.

3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.9.1 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012), proses pengolahan data penelitian

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing

Kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir

atau kuesioner tersebut:

1) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi

2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan

cukup jelas atau terbaca

3) Apakah jawaban relevan dengan pertanyaan

2. Coding

Coding adalah mengubah data yang berbentuk kalimat atau

huruf menjadi angka atau bilangan. Peneliti menggunakan coding


44

untuk mempermudah penelitian saat menganalisia data dan

mempercepat saat memasukan data ke dalam database komputer.

Data hasil kuesioner dimasukan (data entry) kedalam

sebuah tabel untuk memudahkan dalam pengolahan data sehingga

didapatkan tabulasi dari masing-masing variabel peneltian yang

didalamnya tertera jumlah poin dari masing-masing item

kuesioner berserta jumlah nilai atau sekor keseluruhan. Setelah

semua data diedit, selanjutnya penelitian melakukan pengkodean,

sebagai berikut:

Kriteria tingkat burnout dengan kode sebagai berikut:

1 = Nilai 0-2 yang artinya Sinyal Hijau

2 = Nilai 3-5 yang artinya Sinyal Abu-abu

3= Nilai 6-8 yang artinya sinyal Kuning

4= Nilai 9-10 yang artinya sinyal Merah

3. Memasukan data (Data Entry) atau processing

Memasukan data adalah yakni jawaban-jawaban dari

masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau

huruf) dimasukan kedalam program atau software komputer.

4. Pembersihan data (Cleaning)

Apabila semua data dari sumber data atau responden selesai

dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,


45

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan

pembetulan.

3.9.2 Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa unvariat merupakan prosedur statistik untuk

menganalisa satu variabel (Riduwan, 2010). Analisa unvariat

menunjukan distribusi frekuensi dan persentasi tiap variabel yang

diteliti.

Pada variabel tingkat burnout diukur dengan menggunakan

kuesioner MBI dengan aspek-aspek yaitu Emotional Exhausted

(Kelelahan Emosi), Depersonalization (Depersonalisasi) dan

Reduced Personal Accomplishment (Penurunan Prestasi Pribadi).

Sehingga didapatkan hasil pengukuran :

1 = Nilai 0-2 yang artinya Sinyal Hijau

2 = Nilai 3-5 yang artinya Sinyal Abu-abu

3= Nilai 6-8 yang artinya sinyal Kuning

4= Nilai 9-10 yang artinya sinyal Merah

Untuk mengetahui proporsi dari setiap variabel maka

dipergunakan rumus perhitungan distribusi frekuensi sebagai

berikut :
46

Keterangan :

р : Persentase responden

f : jumlah responden yang termasuk kriteria

n : jumlah keseluruhan responden

Data kemudian diinterpretasikan kedalam kata-kata dengan

menggunakan kategori (Arikunto, 2010) :

0% : Tidak ada seorangpun dari responden

1%-25% : Sebagian kecil responden

26%-49% : Hampir sebagian responden

50% : Setengah dari responden

51%-75% : Sebagian besar responden

76%-90% : Hampir seluruh responden

100% : Seluruh responden

3.10 Etika Penelitian

1. Inform Consent

Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden yang

akan diteliti dilengkapi dengan judul penelitian. Peneliti juga

memberikan hak kepada responden untuk menolak ikut serta dalam

penelitian. Apabila responden telah mengetahui dan bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini, peneliti meminta responden untuk

mendatangani lembar informed consent sebagi salah satu bukti bahwa

responden bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini.


47

2. Prevacy

Untuk menjaga privasi responden peneliti tidak menampilkan

informasi mengenai indentitas responden pada lembar kudesioner,

tetapi peneliti hanya menggunakan inisial nama responden.

3. Beneficience

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian

dan meminimalkan dampak-dampak yang merugikan terhadap

responden, guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal

mungkin baik bagi responden maupun peneliti.

3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.11.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti langsung kepada

responden yaitu perawat yang ada di ruang rawat inap itensif

Bhayangkara Rumah Sakit Bhayang Sartika Asih Bandung.

3.11.2 Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2019.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan disajikan data hasil penelitian terhadap 47 perawat di

Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung dengan waktu pengambilan data

penelitian melalui metode deskriptif kuantitatif yaitu pada tanggal 14-16 Agustus

2019. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran tingkat burnout pada perawat

di ruang rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung.

Penyajian data hasil penelitian untuk mengidentifikasi tingkat burnout pada

perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung

ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi melalui analisa univariat.

4.1 Hasil Penelitian Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini akan mengidentifikasi variabel

tingkat burnout pada perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara

Sartika Asih Bandung.

Tabel 4.1
Gambaran Tingkat Burnout pada Pearawat di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung

No Tingkat Burnout Perawat F %


1 Sinyal Hijau 3 6,4 %
2 Sinyal Abu-abu 35 74,5 %
3 Sinyal Kuning 9 19,1 %
4 Sinyal Merah 0 0%
Total 47 100%

48
49

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukan sebagian besar dari seluruh

perawat yaitu 35 perawat (74,5%) memiliki gambaran burnout pada sinyal

abu-abu yang artinya tingkat ini menunjukan perlunya memonitor situasi

yang dihadapi dan pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi menjadi

lebih buruk. Walaupun tidak perlu diberi peringatan, namun orang pada

tingkatan ini perlu meluangkan waktu untuk merefleksi tindakan yang telah di

ambil untuk mempertimbangkan penyebab stress yang dihadapi, apakah

semakin mudah atau semakin sukar untuk ditangani.

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan di dalam tabel 4.1 diatas

menunjukan sebagian besar dari seluruh perawat yaitu 35 perawat memiliki

gambaran burnout pada sinyal abu-abu yang artinya tingkat ini menunjukan

perlunya peninjauan sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan pengambilan

tindakan jika keadaan yang dihadapi menjadi lebih buruk. Walaupun tidak

perlu diberi peringatan, namun orang pada tingkatan ini perlu meluangkan

waktu untuk merefleksi tindakan yang telah di ambil untuk

mempertimbangkan penyebab stress yang dihadapi, apakah semakin mudah

atau semakin sukar untuk ditangani.

Maslach, dkk (2001) menjelaskan bahwa burnout merupakan sindrom

psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosi,

depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi maupun rendahnya

penghargaan terhadap diri sendiri dalam melakukan tugasnya sehari-hari. Jadi

burnout adalah suatu bentuk kelelahan fisik, mental maupun emosi yang
50

dialami oleh seseorang karena adanya tuntutan pekerjaan secara terus

menerus dalam jangka waktu yang lama sehingga menyebabkan penarikan

diri dari lingkungan organisasi dan menurunnya pencapaian prestasi kerja.

Faktor yang menyebabkan banyaknya perawat mengalami burnout pada

sinyal abu-abu disini karena saat peneliti mewawancara dan mengobservasi

kegiatan di lapangan terlihat bahwa beban kerja perawat berat karena jumlah

perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada.

Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam

situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi

serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap

individu yang bersangkutan. Perawat sangat berperan penting dalam proses

pelaksanaan keperawatan dan kesehatan serta mengharuskan juga untuk

berkolaborasi dengan profesi-profesi yang lain untuk melaksanakan proses

keperawatan supaya berjalan dengan lancar dan juga tentunya perawat harus

memiliki keahlian dan keterampilan khusus dalam bidangnya dalam

memberikan pelayanan terhadap pasien. Oleh karena seringnya

bersinggungan dengan tenaga profesi lain sering juga munculnya masalah

dalam komunikasi sehingga mengakibatkan meningkatnya emosi dan stress

pada perawat. Berdasarkan penelitian Hawes (2009) menyebutkan beberapa

faktor seperti lingkungan, kepemimpinan, dan otonomi dapat menyebabkan

stres dan kelelahan emosional pada perawat. Namun faktor yang signifikan

adalah beban kerja dan masalah dengan supervisor yang menyebabkan

perawat stres. Adapun menurut Indah (2018) aspek yang berpengaruh pada
51

burnout ada tiga yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan

prestasi diri. Perawat rentan sekali mengalami burnout akibat begitu

banyaknya beban tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi dan

dijalani oleh perawat. Burnout merupakan istilah yang populer untuk respon

individu terhadap stress yang dialaminya dalam situasi kerja, ditandai dengan

adanya kelelahan fisik dan psikis, perasaan tidak berdaya serta

berkembangnya konsep diri negatif terhadap pekerjaan dan kehidupannya

(Farber, dalam Nevi dkk, 2005).

Burnout dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya beban kerja

yang biasanya beban kerja perawat di rumah sakit akan lebih tinggi daripada

beban kerja di puskesmas hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Indah (2018) dengan judul penelitian

“Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian burnout pada perawat di ruang

instalasi rawat inap RSUD Raden Mattaher dan Abdul Manap Jambi Tahun

2017” dengan metode penelitian yaitu dengan penelitian deskriptif analitik

dengan desain cross sectional didapatkan hasil perawat di ruang Instalasi

Rawat Inap RSUD Raden Mattaher dan Rumah Sakit Abdul Manap Jambi

paling tinggi mengalami burnout ringan sebanyak 77,7% dan untuk variabel

tingkat pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan masa kerja perawat

tidak terdapat hubungan dengan burnout (p>0,05), sedangkan terdapat

hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan burnout pada perawat

dengan (pvalue<0,05).
52

Dan ada juga hasil penelitian yang sebelumnya menurut Englin moria k,

dkk vol 1, (2018) dengan judul “Burnout syndrome pada perawat di ruangan

rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan” dengan metode penelitian

yaitu dengan metode deskriptif didapatkan hasil kejadian burnout pada

perawat di ruang rawat inap RS Santa Elisabeth Medan mayoritas dalam

kategori rendah yaitu 68 responden (66%), sedangkan kategori tinggi yaitu 35

responden (34%).

Berdasarkan kuisioner Maslach Burnout Inventory (MBI) yang dibagi

menjadi 4 kategori signal yaitu sinyal hijau, sinyal abu-abu, sinyal kuning

dan sinyal merah. Pada sinyal hijau menunjukan belum terdapat tanda-tanda

burnout tetapi pada sinyal abu-abu tanda awal burnout mulai muncul seperti

stress ringan. Sedangkan pada sinyal kuning dan merah tingkat burnout akan

semakin meningkat. Sesuai kuisioner Maslach Burnout Inventory (MBI)

terdiri dari 10 skala yaitu 0 tidak setuju dan 10 setuju sesuai dengan

setiapjawaban responden yang menunjukan tingkat kesetujuan dari masing-

masing item pertanyaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti dapat, bahwa sebagian besar

dari seluruh perawat yaitu 35 perawat (74,5%) memiliki gambaran burnout

pada skala 3-5 atau sinyal abu-abu di ruang rawat inap di RS Bhayangkara

Sartika Asih Bandung, yang dimana artinya sinyal abu-abu yaitu dimana pada

tingkat ini perlunya dilakukan monitor atau pengawasan terhadap situasi yang

dihadapi dan pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi menjadi lebih
53

buruk. Walaupun pada tingkat ini tidak perlu sampai diberi peringatan,

namun orang pada tingkatan ini perlu meluangkan waktu untuk merefleksi

atau menilai kembali tindakan yang telah diambil untuk mempertimbangkan

penyebab stress yang dihadapi, apakah semakin mudah atau semakin sukar

untuk ditangani.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh responden

yang menjawab kuesioner didapatkan 44,2% perawat mengalami kelelahan

emosi, sebanyak 17,5% perawat mengalami depersonalisasi, dan 38,1%

perawat mengalami penurunan prestasi pribadi. Tingginya jumlah perawat

yang mengalami kelelahan emosi ditndai dengan tingginya item dari kelehan

emosi dengan jumlah item jawaban di kuesioner dari nomor 1-9 dengan nilai

hasil 2014 (44,2%), hal tersebut ditandai dengan terlihat beberapa perawat

terbebani dengan tugas di masing-masing ruangan yang diakibatkan karena

tingginya jumlah pasien yang ada di setiap ruangan sedangkan jumlah

perawat masih kurang. Hal tersebut terkadang membuat perawat sampai

tertekan. Pada item pertanyaan penurunan prestasi pribadi yang terdapat pada

kuesioner nomor 15-22 dengan nilai hasil 1729 (38,1%), hal tersebut ditandai

dengan menurunnya motivasi kerja yang diakibatkan karena tujuan kerja yang

tidak tercapai seperti mengharapkan upah kerja yang besar tetapi pada

kenyataannya mendapatkan upah yang minim hal tersebut dapat

mengakibatkan penurunan produktifitas pelayanan. Dan pada item

depersonalisasi yang terdapat pada kuesioner pada nomor 10-14 dengan nilai

hasil 791 (17,5%), hal tersebut ditandai dengan adanya perawat yang
54

bersikap dan berperasaan negatif seperti terlihat beberapa perawat yang

kadang-kadang lambat dalam merespon pasien.

Dilihat dari kuisioner yang dibagikan didapat hasil tertinggi yaitu di

nomor 2 dengan jumlah nilai total yaitu 383 dengan isi pertanyaan yaitu

“Saya merasakan kelelahan fisik yang amat sangat di akhir hari kerja” yang

menunjukan bahwa perawat merasa lelah akan pekerjaan yang di setiap akhir

kerja dan hal tersebut merupakan tanda dari burnout. Hal tersebut diakibatkan

karena beberapa faktor salah satunya yaitu jumlah pasien yang banyak tetapi

jumlah SDM perawat pelaksana yang sedikit di setiap jadwal dinas,

Contohnya perawat yang dinas rata-rata 3 orang dengan jumlah pasien bisa

mencapai 36 pasien atau semua bed pasien terisi.

Dari hasil penelitian dapat terlihat dampak yang ditimbulkan dari burnout

yang banyaknya pada tingkat abu-abu mengakibatkan banyaknya perawat

yang mengalami kelelahan fisik dan malas untuk berangkat bekerja

mengakibatkan terlambat dalam pergantian shift atau kesiangan dan

menumpuknya pekerjaan sehingga beban kerja bertambah.

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menujukan ada juga perawat yang sebagian

kecil masuk ke sinyal hijau berjumlah 3 orang perawat (6,4%) dari

keseluruhan perawat yang berjumlah 45 perawat dimana sinyal hijau itu

artinya di tingkatan ini menunjukan bahwa seseorang merasa cukup bahagia.

Menunjukan bahwa seseorang dapat mengatasi stress dengan baik. Walaupun

mengalami stress, tetapi dia dapat mengelola permasalahan atau stressnya

dengan baik dan dapat membuat hidupnya berimbang. Orang-orang pada


55

tingkat ini tidak akan mudah naik pitam, dan dapat menerima stress yang

dialaminya dalam perjalanan hidup. Dan berdasarkan tabel 4.1 diatas juga

menunjukan ada perawat yang sebagian kecil masuk ke sinyal kuning

berjumlah 9 orang perawat (19,1%), dimana pada tingkat ini cenderung

mudah terkena burnout. Ritme kehidupannya cenderung panas. Orang pada

tingkat ini sebaiknya berhenti sejenak dari kegiatan-kegiatannya untuk

menentukan prioritas kegiatan dan menghilangkan beberapa penyebab stress.

Orang pada tingkat ini perlu juga memeriksakan kesehatan, meninjau kembali

tujuan hidup, keseimbangan antara kerja dan hiburan, dan sistem dukungan

sosial yang dimilikinya (Keluarga, teman dan jaringan sosial lainnya).

Dari hasil penelitian didapat bahwa paling banyak perawat mengalami

burnout pada sinyal abu-abu di ruang rawat inap RS Bhayangkara Sartika

Asih Bandung, solusi yang dapat membantu untuk mengurangi burnout pada

sinyal tersebut adalah bisa dengan menambah tenaga keperawatan di ruang

rawat inap dikarenakan di sebagian ruangan masih kurang jumlah perawatnya

dan lebih ditingkatkan lagi pengawasan dari para atasannya atau supervisor

untuk para perawat, apalagi terhadap perawat yang sering terlambat dan tidak

ada peringatan atau teguran dan arahan. Sebab jika dibiarkan dikhawatirkan

akan berakibat buruk sampai menyebabkan ke tingkat burnout yang lebih

tinggi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan data hasil penelitian

terhadap 47 perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung

dengan waktu pengambilan data penelitian melalui metode deskriptif

kuantitatif yaitu pada tanggal 14-16 Agustus 2019. Didapatkan hasil dari

penelitian menunjukan sebagian besar dari seluruh perawat yaitu 35

perawat (74,5%) memiliki gambaran burnout pada sinyal abu-abu yang

artinya tingkat ini menunjukan perlunya memonitor situasi yang dihadapi

dan pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi menjadi lebih

buruk. Walaupun tidak perlu diberi peringatan, namun orang pada

tingkatan ini perlu meluangkan waktu untuk merefleksi tindakan yang

telah di ambil untuk mempertimbangkan penyebab stress yang dihadapi,

apakah semakin mudah atau semakin sukar untuk ditangani.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi perawat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

evaluasi diri sehingga perawat dapat meningkatkan kontribusinya

dalam bekerja dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan rumah

sakit.

56
57

5.2.2 Bagi Universitas Bhakti Kencana Bandung

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

literatur sehingga dapat membantu mahasiswa dalam menambah

pengetahuannya tentang gambaran tingkat burnout pada perawat di

rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung.

5.2.3 Bagi Rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi rumah

sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung untuk digunakan sebagai

bahan evaluasi sumber daya manusia khususnya di bagian

keperawatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal

pemberian asuhan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Asriel Azis (2016). Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepercayaan Dan


Loyalitas Konsumen.

Englin Moria K. Tinambunan, Lindawati F. Tampubolon, Erika E. Sembiring


(2018). Burnout Syndrome Pada Perawat Di Ruangan Rawat Inap Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan. Jurnal Keperawatan Priority, Vol. 1, No.1,
Januari 2018.

Farber, dalam Nevi dkk, (2005). Pengaruh burnout terhadap motivasi berprestasi
dalam bekerja pada sales. Vol.5 No.2 Oktober 2012.

Fernando Hengki (2018). Hubungan antara Hardiness dengan Burnout pada


perawat di Rumah Sakit Umum pusat H.Adam Malik

Haryanto F. Rosyid (1996). Burnout : Penghambat Produktifitas Yang Perlu


Dicermati. Buletin Psikologi, Tahun IV, Nomor 1, Agustus 1996.

Hengki Fernando (2017). Hubungan Antara Hardiness Dengan Burnout Pada


Perawat Di RSUP (Rumah Sakit Umum-Pusat) H.Adam Malik, dari
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7481

Indah Mawarti dan Yusnilawati (2018). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian Burnout Pada Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap RSUD
Raden Mattaher Dan Abdul Manap Jambi Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Ilmu
Terapan Universitas Jambi Volume 2 Nomor 2 Desember 2018.

Iwan M. Ramdan, Oktavian Nursan Fadly (2016). Analisis Faktor Yang


Berhubungan dengan Burnout Pada Perawat Kesehatan Jiwa. Volume 4
Nomor 2 Agustus 2016.

kongres Internasional Confederation of Midwife (ICM) ke-27 pada Juli 2005

Maslach dan Jakson (Nurjayadi.Rostiana, 2018). Burnout Pada Konsultan Pajak


Provinsi Bali. Jurnal Riset Akuntansi JUARA Vol.08 No.1, Maret 2018.

Mizmir (2011). Hubungan Burnout Dengan Kepuasan Kerja Pustakawan Di Pusat


Jasa Perpustakaan Dan Informasi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Mizmir FIB UI,2011.
Muhammad Hanafi & Reny Yuniasanti (2012). Hubungan Antara Kematangan
Emosi Dan Burnout Pada Perawat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Bantul Yogyakarta.INSIGHT Volume 10, Nomor 1, Februari 2012.

Neli Suharti, Novy Helena Catharina Daulima (2013). Burnout Dengan Kinerja
Perawat Di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre Jakarta. Neli
Suharti, FIK UI, 2013.

Nurfitriana Awalia (2013). Analisis Burnout Perawat Di Ruang Rawat Inap


Dengan Kunjungan Intensif Dan Di Ruang Perawatan Interna RSUD
Syekh Yusuf kabupaten

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 1464/MENKES/PER/X/2010


tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Peraturan Pemerintah No 32 Tahun (1996)

Pines dan Aronson (Enzman dan Schaufeli, 1998). Burnout Ditinjau Dari Big Five
Factors Personality Pada Karyawan Kantor Pos Pusat Malang. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang. Vol.01, No.02, Agustus 2013.

Profil Kesehatan tahun 2009

Ramdan Iwan M. 2015. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Burnout


Pada Perawat Kesehatan Jiwa Di Rumah Sakit Atma Husada Samarinda.
Yang dipublikasi pada Volume 4 No. 2 Agustus 2016.

Shinta Larashati Dewi (2012). Tingkat Burnout Ditinjau Dari Karakteristik


Demografis (Usia, Jenis Kelamin dan Masa Kerja) Guru SDN Inklusi Di
Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 1, No,2,
Agustus 2012.

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS tahun 2000)

Sopiati Alimah, Keksi Girindra Swasti, Wahyu Ekowati (2016). Gambaran


Burnout Pada Mahasiswa Keperawatan Di Purwokerto. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal Of Nursing), Volume 11,
No.2, Juli 2016)

Theresia Olga Vania Christianty (2016). Burnout Ditinjau Dari Employee


Engagement Pada Karyawan BPR Restu Group.

World Health Organization (WHO) tahun 2009


Undang-undang keperawatan No 38 (2014) Bab 5 Tentang praktik keperawatan
pasal 29

Undang-undang Republik Indonesia Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 37


menjelaskan tentang kewajiban perawat.
LAMPIRAN
INFORMED CONSENT
Perihal : Pemberian Informasi dan Persetujuan

Lampiran : 2 (dua) lembar

Dengan Hormat,

Dalam rangka memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana di


Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung, saya
bermaksud untuk mengadakan penelitian untuk menyusun Skripsi dengan judul:

” GAMBARAN TINGKAT BURNOUT PADA PERAWAT DI RUANG


RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
BANDUNG ”.

Agar terlaksananya penelitian ini saya minta kesediaannya untuk menjadi


responden dalam penelitian ini. Untuk itu saya mohon kerjasamanya dengan
memberikan informasi dengan cara menjawab setiap butir pertanyaan yang saya
ajukan sesuai dengan pengetahuan anda.

Dalam penelitian ini tidak dilakukan tindakan apapun terhadap responden


dan saya akan menjaga kerahasiaan jawaban yang diberikan. Penelitian ini hanya
akan digunakan untuk kepentingan pendidikan serta perkembangan ilmu
pengetahuan.

Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan banyak terima kasih.

Bandung, Agustus 2019


Hormat saya,

MULKY HARDIANSYAH
PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertandatangan di bawah ini. Setelah mendapatkan


pemberitahuan yang cukup jelas, dengan ini saya menyatakan :

Nama :

Usia :

*) B E R S E D I A / T I D A K B E R S E D I A

untuk menjadi subjek dan/atau responden penelitian dengan judul:


” GAMBARAN TINGKAT BURNOUT PADA PERAWAT DI RUANG
RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
BANDUNG ”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan


tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.

Bandung, Agustus 2019

Responden

( ttd )

*) Coret yang tidak perlu


KISI-KISI KUESIONER
No Item Item Soal Nomor Soal
1 Kelelahan Emosi (Emotional Exhausted) 1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9
2 Depersonalisasi (Depersonalization) 10,11,12,13 dan 14
3 Penurunan Prestasi Pribadi (Reduced 15,16,17,18,19,20,21 dan 22
Personal Accomplishment)

KUESIONER
DATA DEMOGRAFI

Beri tanda silang (X) dan isi pertanyaan dibawah ini:

Jenis kelamin : Laki-laki

Perempuan

Umur : tahun

Status perkawinan : Belum kawin

Kawin

C Janda/duda
Jumlah anak : orang

Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan


C

C S1, Jurusan
S2, Jurusan
C

C S3, Jurusan
Masa kerja di rumah sakit :

(lanjutan)
Maslach Burnout Inventory (MBI)

PETUNJUK:

 Pilihlah jawaban yang paling mendekati dengan apa yang anda rasakan.
 Jawaban terdiri dari angka 0 (SANGAT TIDAK SETUJU) sampai 10 (SANGAT
SETUJU).
 Beri tanda silang (x) pada angka yang sesuai dengan pilihan anda.

PERTANYAAN:

1) Saya merasakan emosi saya terkuras karena pekerjaan

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

2) Saya merasakan kelelahan fisik yang amat sangat di akhir hari kerja

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

3) Saya merasa lesu ketika bangun tidur karena harus menjalani hari di tempat kerja
untuk menghadapi klien

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

4) Saya dengan mudah dapat memahami bagaimana perasaan klien tentang hal-hal yang
ingin mereka penuhi dan mereka peroleh dari layanan yang saya berikan

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

5) Saya merasa bahwa saya memperlakukan beberapa klien seolah-olah mereka hanya
objek

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

6) Menghadapi orang/klien dan bekerja untuk mereka seharian penuh membuat saya
“tertekan”

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0
7) Saya bisa menjawab dan melayani klien saya dengan efektif

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

8) Saya merasa jenuh dan “burnout” (lelah tidak berdaya) karena pekerjaan saya

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

9) Saya merasa memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan orang lain melalui
pekerjaan saya sebagai pemberi jasa

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

10) Saya menjadi semakin “kaku” terhadap orang lain sejak saya bekerja sebagai
pemberi jasa

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

11) Saya khawatir pekerjaan ini membuat saya “dingin” secara emosional

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

12) Saya merasa sangat bersemangat dalam melakukan pekerjaan saya dan dalam
menghadapi para klien saya

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

13) Pekerjaan sebagai pemberi jasa membuat saya merasa frustasi

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

14) Saya merasa bekerja terlampau keras dalam pekerjaan saya

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0
15) Saya benar-benar tidak peduli pada apa yang terjadi terhadap klien saya

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

16) Menghadapi dan bekerja secara langsung dengan orang menyebabkan saya stres

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

17) Saya dengan mudah bisa menciptakan suasana yang santai dengan para klien

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

18) Saya merasa gembira setelah melakukan tugas saya untuk klien secara langsung

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

19) Saya telah mendapatkan dan mengalami banyak hal yang berharga dalam pekerjaan
ini

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

20) Saya merasa seakan-akan hidup dan karir saya tidak akan berubah

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

21) Saya menghdapi masalah-masalah emosional dalam pekerjaan saya dengan tenang
dan “kepala dingin”

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0

22) Saya merasa para pengguna menyalahkan saya atas masalah-masalah yang mereka
alami

Tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Setuju


0
DATA KUISIONER PER ITEM
GAMBARAN TINGKAT BURNOUT PADA PERAWAT DI RUANGAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH BANDUNG TAHUN 2019

No ITEM PERTANYAAN
Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 2 9 3 8 2 4 9 8 8 3 3 9 4 4 4 4 8 8 2 3 7 1
2 3 9 3 8 3 3 9 3 8 1 3 9 1 2 1 1 8 7 3 2 4 1
3 4 10 4 7 2 0 9 1 5 1 4 10 1 5 0 1 8 9 5 0 8 1
4 3 3 5 5 0 5 4 5 5 3 3 3 2 3 3 3 3 3 7 3 3 2
5 1 10 2 7 2 2 9 2 6 1 1 9 1 0 1 1 8 5 2 1 10 1
6 5 6 5 5 5 2 4 5 10 4 2 4 4 5 1 0 9 7 5 4 4 4
7 5 10 5 5 5 2 5 4 10 0 0 8 0 5 0 0 5 7 5 0 4 2
8 3 4 3 3 3 3 5 4 4 3 2 5 5 5 5 6 5 4 4 4 0 5
9 5 10 5 6 1 1 10 4 10 0 0 6 0 3 0 0 8 6 5 0 3 0
10 5 10 5 6 1 1 10 4 10 0 0 6 0 3 0 0 8 6 5 0 3 0
11 4 10 2 8 1 1 9 0 8 0 2 9 3 5 0 0 7 8 3 8 8 0
12 5 10 4 6 3 3 6 3 8 0 2 9 3 5 0 0 7 8 5 8 8 0
13 5 10 4 6 3 3 6 3 8 0 2 9 3 5 0 0 7 8 5 8 8 0
14 7 9 5 9 0 1 10 7 10 0 0 10 0 9 0 2 9 9 8 7 8 0
15 10 10 3 10 1 10 8 1 3 0 1 10 0 5 0 0 7 5 8 5 5 5
16 5 10 5 6 1 1 10 4 10 0 0 6 0 3 0 8 6 10 5 0 3 0
17 5 6 5 5 0 1 6 4 5 1 1 5 2 1 1 1 5 5 6 1 5 0
18 5 7 5 6 5 3 5 3 6 3 3 7 3 4 2 2 6 6 6 3 6 3
19 5 10 0 1 0 1 10 4 5 0 0 10 0 4 0 0 3 5 7 0 10 5
20 3 4 3 8 0 1 10 2 7 1 3 10 1 3 0 0 8 9 5 3 5 0
21 5 5 1 6 1 1 8 1 3 3 1 9 2 1 9 6 6 6 10 1 8 1
22 5 8 3 7 1 1 7 2 6 2 2 6 1 5 1 1 6 7 5 3 6 1
23 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5
24 3 10 3 10 0 0 5 2 10 1 5 10 2 5 0 3 10 10 3 0 10 8
25 0 4 0 2 0 1 5 0 10 1 1 10 0 2 0 0 7 5 2 0 10 6
26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
27 10 6 6 6 6 6 5 5 6 5 6 5 5 5 5 5 6 6 10 6 6 6
28 10 6 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 10 6 6 6
29 5 6 6 5 5 4 5 4 4 5 5 6 6 7 6 4 4 5 6 5 6 5
30 10 5 9 10 0 0 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 5 5 5
31 10 10 5 10 0 0 10 7 10 5 0 10 0 5 10 0 10 10 8 6 5 10
32 3 8 4 8 0 0 8 4 10 1 1 6 1 2 0 3 9 8 5 2 8 10
33 3 8 4 8 0 0 8 4 10 1 1 6 1 2 0 3 9 8 5 2 8 10
34 4 10 2 7 0 0 8 5 7 0 1 8 0 3 0 0 7 8 5 1 10 10
35 3 7 0 3 0 0 7 0 9 5 1 10 2 1 1 3 8 10 10 5 7 7
36 3 10 10 6 0 4 7 3 7 0 0 9 2 4 0 4 7 7 10 0 7 6
37 6 10 2 5 0 0 0 0 10 0 0 10 0 0 10 0 10 10 5 0 10 5
38 6 10 5 0 0 0 0 0 10 0 0 7 0 6 0 0 7 8 6 0 7 5
39 5 10 4 2 0 1 0 0 10 0 0 10 0 7 0 0 6 6 5 5 8 6
40 5 10 5 3 0 0 0 4 10 0 0 5 0 5 0 0 5 10 5 5 5 5
41 5 10 5 3 0 0 0 4 7 1 1 6 0 5 0 0 5 10 5 5 5 5
42 3 8 8 6 0 2 5 3 6 0 0 9 2 4 0 4 5 7 10 0 7 6
43 4 10 2 5 0 0 0 0 6 2 0 8 0 0 7 0 10 7 5 0 5 5
44 6 10 5 1 0 2 0 0 10 0 0 7 0 6 0 0 7 8 6 0 7 5
45 5 10 4 8 6 1 8 7 10 8 1 10 0 7 10 9 6 6 5 5 8 6
46 5 10 5 3 1 3 0 4 10 6 7 5 0 5 0 0 5 10 5 5 5 5
47 5 10 5 3 10 0 9 4 7 1 6 6 9 5 8 7 5 10 5 5 7 5
Total 225 383 189 263 79 85 280 155 355 85 88 348 83 187 102 98 311 334 268 138 293 185
Kelelahan emosi Depersonalisasi Penurunan prestasi pribadi
Item 2014 791 1729
Tertinggi 44,2% 17,5% 38,1%
OUTPUT HASIL PENGOLAHAN DATA

Statistics

Burn Out Perawat

N Valid 47

Missing 0

Std. Deviation .494

Burn Out Perawat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sinyal Hijau 3 6.4 6.4 6.4

Sinyal Abu-abu 35 74.5 74.5 80.9

Sinyal Kuning 9 19.1 19.1 100.0

Total 47 100.0 100.0


RIWAYAT HIDUP (CURICULLUM VITAE)

Nama : Mulky Hardiansyah

NIM : AK.1.15.079

Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 02 Mei 1997

Alamat : Dsn. Sukamulya, RT.01 RW.05, Kel/Desa. Nagarawangi,

Kec. Rancakalong, Kab. Sumedang.

Pendidikan :

1. SDN Pasirbenteng 1 : 2003 – 2009


2. SMPN 1 Rancakalong : 2009 – 2012
3. SMAN Jatinangor : 2012 – 2015
4. STIKes Bhakti Kencana Bandung : 2014 – Sekarang

Anda mungkin juga menyukai