Anda di halaman 1dari 103

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PERAWAT


DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
EARLY WARNING SCORE DI IRNA
PROF. DR. SOELARTO
RSUP FATMAWATI
JAKARTA

SKRIPSI

SHINTIA SILVANA
1206240543

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA
DEPOK
JUNI 2016

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PERAWAT


DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
EARLY WARNING SCORE DI IRNA
PROF. DR. SOELARTO
RSUP FATMAWATI
JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan (S.Kep.)

SHINTIA SILVANA
1206240543

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA
DEPOK
JUNI 2016

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Shintia Silvana

NPM : 1206240543

Tanda Tangan :

Tanggal : 30 Juni 2016

ii

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


Nama : Shintia Silvana
NPM : 1206240543
Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul Skripsi : Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan


Tingkat Pengetahuan tentang Early Warning Score di
IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Muhamad Adam, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB ( )

Penguji : Yulia, SKp., M.N. ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 30 Juni 2016

iii

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas


segala berkah dan karunianya yang telah memberikan kemudakan dan kelancaran
untuk saya selama proses penyelesaian skripsi ini walaupun banyak sekali rintangan
yang harus saya tempuh. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya mengakui bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari orang-orang yang telah menyediakan waktu dan
tenaganya. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Allah SWT, yang hanya dengan ridha dan kekuasaan-Nya akhirnya saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
2. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Maxi Undap dan Ibu Ratu Shelvania
Juniar yang telah memberikan dukungan penuh dalam segala hal untuk
menggapai cita-cita ini.
3. Pihak pemberi beasiswa Bidik Misi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) Republik Indonesia.
4. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI).
5. Bapak Ns. Muhamad Adam, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB sebagai dosen
pembimbing yang telah menyumbangkan waktu dan tenaga untuk memberikan
ilmu, saran, motivasi serta dukungan selama penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Yulia, SKp., M.N., sebagai dosen penguji yang telah memberikan
perbaikan serta saran yang membangun untuk skripsi ini.
7. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP sebagai koordinator mata ajar skripsi.
8. Bapak Ns. Sukihananto, S.Kep., M.Kep. sebagai pembimbing akademis.
9. Maufiroh (FIK UI Reguler angakatan) yang telah membantu peneliti dalam
mempelajari metodologi penelitian dan menggunakan aplikasi software
statistik.
10. Liswati, S.Kep., sebagai mahasiswa FIK UI Ekstensi angatan 2013 yang telah
memberikan informasi terkait penelitiannya tentang tingkat pengetahuan
perawat tentang Early Warning Score pada tahun 2015.

iv

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


11. Segenap sivitas akademika FIK UI, segenap petugas perpustakaan UI yang
telah menyediakan materi dan akses informasi selama pembuatan skripsi ini,
12. Kakak-kakak FIK UI Reguler angkatan 2010 dan 2011, serta FIK UI Ekstensi
angkatan 2012, 2013 dan 2014
13. Teman-teman shalihah seperjuangan, Ayu Tiarno Lestari, Ghina Ilmi Romana
Putri, Ummi Hamidah, Nurhasanah, Nadia Prahesti Amalia, Nabila Dheatami
dan Yulpida Rizki yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan pemikiran-
pemikiran kritis dalam penyusunan skripsi ini,
14. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan balasan yang baik dan
membawa keberkahan. Saya sangat berharap agar skripsi ini tidak hanya
bermanfaat bagi diri saya, namun juga bermanfaat untuk umat manusia.

Depok, 30 Juni 2016

Peneliti

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Shintia Silvana


NPM : 1206240543
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati
Jakarta

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Depok


Pada tanggal: 30 Juni 2016
Yang Menyatakan

(Shintia Silvana)

vi

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


ABSTRAK

Nama : Shintia Silvana


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan
Tingkat Pengetahuan tentang Early Warning Score di
IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta

Sebagian besar pasien yang mengalami kondisi kritis atau henti jantung
menunjukkan minimal satu tanda klinis abnormal pada 6–8 jam sebelumnya.
Karakteristik tenaga kesehatan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
mortalitas pasien di rumah sakit. Pengetahuan perawat mempengaruhi
kemampuannya dalam mengidentifikasi pasien dengan perburukan kondisi.
Penelitian ini merupakan studi korelasi dengan pendekatan cross-sectional untuk
mengidentifikasi hubungan antara karakteristik perawat, yaitu usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama bekerja, beban kerja dan pengalaman seminar atau
pelatihan, dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score. Sebanyak 110
perawat dipilih secara total sampling. Hasil penelitian menujukkan sebagian besar
perawat memiliki pengetahuan cukup (66,7%) dan terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan tingkat pengetahuan (p = 0,009; CI = 95%; α = 0,05). Penelitian
selanjutnya diharapkan agar meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas penerapan Early Warning Score. Pelatihan dan evaluasi rutin perlu
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan perawat. Materi Early Warning Score
sebaiknya mulai diperkenalkan kepada mahasiswa di institusi pendidikan
keperawatan.

Kata kunci: Early Warning Score, identifikasi, intervensi, karakteristik perawat,


pengetahuan, perburukan kondisi pasien

vii

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


ABSTRACT

Name : Shintia Silvana


Study Program : Bachelor of Nursing
Title : The Relationship Between Nurses’ Characteristics
with Level of Knowledge on Early Warning Score in
Prof. Dr. Soelarto Wards, Fatmawati Hospital Jakarta

Most patients in critical condition or that experienced cardiac arrest showed at


least one abnormal clinical signs in 6-8 hours before the events. Health care
providers’ characteristic is one of several factors that influences in-hospital
patients mortality. Nurses’ knowledge affects their ability to recognize the
deteriorating patients. This research is a correlation study with cross-sectional
method to identify the relationship between nurses’ characteristics, which are age,
gender, level of education, word duration, workload and experience in training and
attending workshop, with level of knowledge on Early Warning Score. 110 nurses
were selected by total sampling. The results showed most nurses have enough
knowledge (66,7%) and there is relationship between gender with level of
knowledge (p = 0,009; CI = 95%; α = 0,05). Next researches are expected to
identify the other factors that affect the effectiveness of Early Warning Score
implementation. Training and evaluation should be conducted to improve nurses’
knowledge. Early Warning Score should be introduced to students in nursing
schools.

Keywords: Early Warning Score, deteriorating patients, identification,


intervention, nurses’ characteristics, knowledge

viii

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xiii


DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi

1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 6


1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................ 6
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
1.4.1 Manfaat Aplikatif ...................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Keilmuan ..................................................................... 7

1.4.3 Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8


2.1 Early Warning Score ........................................................................... 8
2.1.1 Fungsi Early Warning Score ..................................................... 9
2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Early Warning Score .................... 9

ix

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


2.1.3 Indikasi Pasien yang Menggunakan Early Warning Score ....... 9
2.1.4 Komponen Early Warning Score .............................................. 10
2.1.4.1 Tekanan Darah Sistolik ................................................. 10
2.1.4.2 Frekuensi Nadi ............................................................... 11
2.1.4.3 Frekuensi Napas ............................................................ 12

2.1.4.4 Suhu Tubuh .................................................................... 13


2.1.4.5 Tingkat Kesadaran ......................................................... 14
2.1.5 Skoring Early Warning Score ................................................... 15
2.1.6 Penatalaksanaan Early Warning Score ...................................... 16
2.1.6.1 Kode Hijau (Kondisi Stabil) .......................................... 16
2.1.6.2 Kode Kuning (Risiko Rendah) ...................................... 17
2.1.6.3 Kode Oren (Risiko Sedang) ........................................... 17

2.1.6.4 Kode Merah (Risiko Tinggi) ......................................... 17


2.1.7 Dokumentasi Early Warning Score ........................................... 17
2.1.8 Komunikasi Hasil Early Warning Score ................................... 18
2.2 Implikasi Keperawatan ....................................................................... 19
2.3 Pengetahuan Perawat .......................................................................... 19
2.4 Kerangka Teori ................................................................................... 23

3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL ....................................................................................... 24
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 24
3.1.1 Variabel Bebas ........................................................................... 24
3.1.2 Variabel Terikat ......................................................................... 24
3.2 Hipotesis ............................................................................................. 25

3.2.1 Hipotesis Mayor ........................................................................ 25


3.2.2 Hipotesis Minor ......................................................................... 25
3.3 Definisi Operasional ........................................................................... 25

4. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 28

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


4.1 Desain Penelitian ................................................................................ 28
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 28
4.3.1 Populasi Penelitian .................................................................... 28
4.3.2 Sampel Penelitian ...................................................................... 29

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ..................................................... 29


4.4 Etika Penelitian ................................................................................... 30
4.5 Alat Pengumpul Data ...................... .................................................... 31
4.6 Rencana Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .............................. 32
4.6.1 Uji Validitas ............................................................................... 32
4.6.2 Uji Reliabilitas ........................................................................... 34
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 34

4.7.1 Administrasi .............................................................................. 34


4.7.2 Kaji Etik ..................................................................................... 34
4.7.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ..................................................... 35
4.7.4 Pengambilan Data ...................................................................... 35
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 36
4.8.1 Pengolahan Data ........................................................................ 36

4.8.2 Analisis Data .............................................................................. 37


4.8.2.1 Analisis Univariat .......................................................... 37
4.8.2.2 Analisis Bivariat ............................................................ 37

5. HASIL PENELITIAN ............................................................................. 39


5.1 Analisis Univariat ............................................................................... 39
5.1.1 Karakteristik Perawat ................................................................ 39

5.1.2 Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Early Warning Score


.................................................................................................... 41
5.2 Analisis Bivariat .................................................................................. 42
5.2.1 Hubungan antara Usia Perawat dengan Tingkat Pengetahuan
.................................................................................................... 43
xi

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


5.2.2 Hubungan antara Jenis Kelamin Perawat dengan Tingkat
Pengetahuan ............................................................................... 43
5.2.3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Perawat dengan Ting4at
Pengetahuan ............................................................................... 44
5.2.4 Hubungan antara Lama Bekerja Perawat dengan Tingkat
Pengetahuan ............................................................................... 44

5.2.5 Hubungan antara Beban Kerja Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


.................................................................................................... 45
5.2.6 Hubungan antara Pengalaman Perawat dalam Mengikuti Seminar
atau Pelatihan dengan Tingkat Pengetahuan ............................. 46

6. PEMBAHASAN ....................................................................................... 47
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil.............................................................. 47
6.1.1 Karakteristik Perawat ................................................................. 47
6.1.2 Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Early Warning Score .... 50

6.1.3 Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


tentang Early Warning Score .................................................... 53
6.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 59
6.3 Implikasi Bagi Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian ........................ 60

6.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan .................................................... 60


6.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................... 60
6.3.3 Bagi Penelitian Keperawatan ..................................................... 61

7. PENUTUP ................................................................................................. 62
7.1 Kesimpulan ......................................................................................... 62
7.2 Saran dan Rekomendasi ...................................................................... 63

7.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan .................................................... 63


7.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................... 63
7.2.3 Bagi Penelitian Keperawatan ..................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64

xii

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian ............................................................... 23


Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 24

xiii

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale (GCS) ............................................................. 15


Tabel 2.2 Early Warning Score (EWS) untuk Pasien Dewasa ......................... 16
Tabel 2.3 Format Komunikasi SBAR ............................................................... 18
Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................................... 26

Tabel 4.1 Jumlah Perawat di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta
Periode Mei 2016 .............................................................................................. 29
Tabel 4.2 Penjabaran Sub Topik Early Warning Score .................... 31
Tabel 4.3 Analisis Uji Univariat Data Penelitian .............................................. 37
Tabel 4.4 Analisis Uji Bivariat Data Penelitian ................................................ 38

Tabel 5.1 Karakteristik Perawat di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSF Periode Mei 2016
(n = 110) ............................................................................................................ 39
Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Perawat Secara Umum tentang EWS di IRNA Prof.
Dr. Soelarto RSF Periode Mei 2016 (n = 110) .................................................. 41

Tabel 5.3 Tingkat Pengetahuan Perawat Berdasarkan Sub Topik tentang EWS di
IRNA Prof. Dr. Soelarto RSF Periode Mei 2016 (n = 110) .............................. 41

Tabel 5.4 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan (n = 110) ........ 43
Tabel 5.5 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan (n = 110)
............................................................................................................................ 43
Tabel 5.6 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan (n =
110) ................................................................................................................... 44
Tabel 5.7 Hubungan antara Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan (n = 110)
............................................................................................................................ 45

Tabel 5.8 Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Pengetahuan (n = 110)
............................................................................................................................ 45
Tabel 5.9 Hubungan antara Pengalaman Mengikuti Seminar/Pelatihan dengan
Tingkat Pengetahuan (n = 110) ......................................................................... 46

xiv

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadual Kegiatan Penelitian


Lampiran 2. Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4. Instrumen Penelitian


Lampiran 5. Surat Permohonan Ethical Approval
Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Uji Instrumen
Lampiran 7. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
Lampiran 8. Surat Keterangan Ijin Penelitian
Lampiran 9. Biodata Peneliti

xvi

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki risiko untuk mengalami perburukan
kondisi akibat adanya gangguan fisiologis yang sedang dialaminya (Atkinson,
2013). American Heart Association (2012) menyatakan sebanyak 17,7% pasien
dewasa mengalami henti jantung di rumah sakit dan hanya 43% yang bertahan
hidup. Deteksi dini terhadap perburukan tanda-tanda vital pasien memberikan
kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan intervensi dini dan
mengurangi kejadian henti jantung dan henti napas (Stoffel-Lowis, 2011).

Sejumlah 66-84% pasien dengan kondisi kritis di rumah sakit atau yang mengalami
henti jantung menunjukkan paling sedikit satu tanda klinis abnormal yang muncul
dalam waktu 6 hingga 8 jam sebelumnya (Buist et al, 2004; Duncan, McMullan &
Barbara, 2012; Goldhill & McGinley, 2005; Ludikhuize et al, 2012). Tanda-tanda
klinis abnormal yang muncul pada pasien menggambarkan terjadinya penurunan
fungsi sistem kardiovaskular, respirasi dan neurologi (Gwinutt, 2010 dalam
Atkinson, 2013). Oleh karena itu, identifikasi pasien yang berisiko mengalami
perburukan merupakan tindakan yang sangat penting, terutama pada pasien yang
berada dalam ruang rawat untuk waktu yang cukup lama. Hal ini merupakan tugas
yang wajib dilakukan oleh semua tenaga kesehatan, termasuk perawat.

Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien.
Salah satu tugas rutin yang dilakukan perawat yaitu melakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien adalah bagian dari
pengkajian dan pemantauan terhadap kondisi pasien. Observasi pasien di ruang
rawat yang dilakukan secara efektif adalah langkah awal dalam mendeteksi pasien
yang mengalami perburukan kondisi (Odell et al, 2009). Dalam melaksanakan tugas
ini, perawat seringkali berhadapan dengan situasi klinis pasien yang kompleks yang
membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang baik untuk membantu perawat
dalam mengambil keputusan (Benner & Wrubel, 1989 dalam Leonard & Kyriacos,

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


2015) dan mengenali tanda-tanda perburukan kondisi pasien. Tindakan yang tepat
dapat mengurangi kejadian kegawatdaruratan pada pasien (Ludikhuize et al, 2012).

Deteksi dini terhadap perburukan kondisi pasien dapat diperoleh dari dokumentasi
tanda-tanda vital pasien yang dilakukan secara akurat dan interpretasi terhadap
tanda-tanda vital tersebut untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan
(Hammond et al, 2013). Early Warning Score (EWS) adalah sebuah sistem untuk
melakukan deteksi dini perburukan kondisi pasien yang dapat dilakukan oleh
perawat dan dokter (Carberry, 2014). EWS pertama kali dikembangkan di United
Kingdom (UK) oleh Morgan et al pada tahun 1997 sebagai salah satu cara untuk
melakukan identifikasi dini pada pasien dengan penyakit kritis (Morgan et al,
1997). Deteksi dini kondisi pasien menggunakan Early Warning Score mampu
mengurangi jumlah panggilan kegawatdaruratan medis (blue code) di rumah sakit
(Moon et al, 2011).

Modified Early Warning Score (MEWS) adalah salah satu bentuk modifikasi dari
Early Warning Score. Sistem ini dikembangkan untuk mengkaji, memantau dan
melacak pasien dewasa yang berada dalam kondisi penyakit yang akut dan kritis,
tidak untuk digunakan pada anak berusia dibawah 16 tahun dan wanita hamil
(Liddle, 2013). Data-data yang perlu dikaji dengan sistem ini yaitu berupa tanda-
tanda vital pasien, terdiri atas tekanan darah sistolik, frekuensi nadi, frekuensi
napas, suhu tubuh dan tingkat kesadaran (Stoffel-Lowis, 2011).

Tanda dan gejala fisiologis yang dapat terdeteksi ini sering kali diabaikan atau tidak
ditangani secara baik oleh tenaga kesehatan (Odell, Victor & Oliver, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Goldhill & McNarry (2004) menunjukkan sebanyak
6% pasien rawat inap meninggal di rumah sakit, rata-rata mereka dirawat selama
26 hari. Masa rawat inap yang mencapai puluhan hari seharusnya memberikan
banyak waktu tenaga kesehatan untuk mengkaji, mengobservasi dan memberikan
intervensi. Terlambatnya deteksi dan penanganan terhadap pasien yang kondisinya
memburuk dapat mengakibatkan kondisi kesehatan pasien semakin buruk, angka
harapan hidup pasien berkurang, pasien mengalami henti jantung dan henti napas,
bahkan kematian (Hogan et al, 2012; Jones et al, 2006; Moon et al, 2011).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Penelitian yang dilakukan oleh Ludikhuize et al (2012) menunjukkan bahwa
sebagian besar tanda-tanda vital tidak didokumentasikan secara lengkap. Bahkan,
pada pasien dengan skor MEWS 3 atau lebih, hanya 30% hingga 66% laporan hasil
pengkajian yang mencantumkan nilai frekuensi napas, haluaran urin dan saturasi
oksigen. Kekurangan dalam melakukan dokumentasi tanda-tanda vital dapat
menghambat tenaga kesehatan lain dalam mengenali pasien yang berisiko
mengalami perburukan kondisi (Ludikhuize et al, 2012).

Selain itu, proses penyampaian informasi tanda-tanda vital pasien tidak dilakukan
dengan benar (Johnson & Barach, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh
Ludikhuize et al (2011) terhadap kelompok perawat yang mendapat pelatihan
Modified Early Warning Scores (MEWS) dan kelompok perawat yang tidak
mendapat pelatihan menunjukkan bahwa hanya satu orang yang menerapkan
komunikasi yang benar sesuai format Situation-Background-Assessment-
Recommendation (SBAR) dalam menyampaikan hasil MEWS kepada sesama
tenaga kesehatan. Kurangnya komunikasi diantara sesama tenaga kesehatan dapat
menghambat tersampainya informasi vital mengenai kondisi pasien (Carberry,
2014).

Interpretasi hasil pengkajian tanda-tanda vital pasien sangat penting untuk


dilakukan perawat agar dapat menentukan intervensi yang sesuai untuk mencegah
pasien agar tidak mengalami perburukan kondisi (Wheatley, 2006). Oleh karena itu,
tenaga kesehatan perlu memiliki pengetahuan yang baik terkait tanda-tanda vital
pasien. Pengetahuan dan pemahaman terhadap fokus area berisiko pada pasien
dengan perburukan kondisi dapat membantu mengurangi masalah potensial yang
akan muncul (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2007; National
Patient Safety Agency, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liaw et
al (2011) dan Odell et al (2009), pengetahuan dan pengalaman adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan perawat dalam mengidentifikasi pasien yang
mengalami perburukan kondisi. Pengetahuan yang buruk tentang kondisi kritis
pasien dan tanda-tanda yang muncul dapat memperlambat proses identifikasi pasien
yang sedang mengalami perburukan kondisi (Carberry, 2014).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Pelaksanaan observasi pasien di ruang rawat harus dilakukan dengan benar (Odell
et al, 2009). Berkurangnya tingkat keselamatan pasien di rumah sakit dapat terjadi
karena observasi kondisi pasien yang tidak tepat atau intervensi yang terlambat
dilakukan (National Patient Safety Agency, 2007; Robb & Seddon, 2010).
Kelangsungan hidup pasien sering bergantung pada keputusan yang diambil tenaga
kesehatan setelah menginterpretasi tanda-tanda vital pasien (Goldhill & McNarry,
2004; Burch et al, 2008).

Critical Care Stakeholder Forum (2005) mengindentifikasikan tiga kunci masalah


utama yang dapat mengakibatkan keterlambatan dalam mengindentifikasi dan
merujuk pasien, antara lain standar dokumentasi dan observasi yang rendah di ruang
rawat; pengetahuan yang buruk tentang penyakit kritis beserta tanda dan gejala
yang muncul; dan pelayanan yang kurang optimal pada pasien berisiko yang
diakibatkan oleh keterampilan dan pengetahuan yang tidak adekuat serta sistem
organisasi yang kurang baik. Selain itu, beberapa faktor lain yang dapat
mempengaruhi kejadian mortalitas pasien di rumah sakit diantaranya karakteristik
perawat dan dokter, dukungan terhadap pasien, lingkungan, karakteristik pasien,
dan lokasi rumah sakit (Aitken et al, 2011; Tourangeau et al, 2002).

RSUP Fatmawati Jakarta adalah rumah sakit pusat rujukan yang berlokasi di Jakarta
Selatan. Rumah sakit ini adalah salah satu rumah sakit di Indonesia yang telah
menerapkan Early Warning Score, yaitu sejak tahun 2013. Early Warning Score
yang diterapkan di RSUP Fatmawati Jakarta merupakan bentuk modifikasi yang
terdiri atas tingkat kesadaran, frekuensi napas, tekanan darah dan frekuensi nadi.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, perawat sebagai tenaga kesehatan


memiliki peranan yang penting dalam memantau dan menangani perburukan
kondisi pasien di rumah sakit. Salah satu cara yang dapat dilakukan perawat untuk
mengidentifikasi dan menangani pasien yang mengalami perburukan kondisi di
rumah sakit yaitu dengan menggunakan Early Warning Score. Akan tetapi,
beberapa penelitian menunjukkan pelaksanaan Early Warning Score belum
optimal, khususnya dalam hal pendeteksian atau pengkajian, pendokumentasian
dan komunikasi penyampaian kondisi pasien. Pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki perawat mempengaruhi kemampuan perawat dalam mendeteksi pasien

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


yang mengalami perburukan kondisi (Odell et al, 2009). Oleh karena itu, peneliti
akan melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara karakteristik
perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score di ruang rawat
inap dewasa RSUP Fatmawati Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Pasien di rumah sakit berpotensi untuk mengalami perburukan kondisi, terlebih jika
pasien tersebut dirawat dalam waktu yang cukup lama di rumah sakit. Perburukan
kondisi yang dialami pasien dapat mengarah pada keadaan gawat darurat seperti
henti jantung dan henti napas, bahkan kematian. Pasien yang mengalami
perburukan kondisi umumnya menunjukkan perubahan tanda-tanda vital abnormal
pada 6 hingga 8 jam sebelum kejadian. Fakta ini menunjukkan adanya rentang
waktu yang memungkinkan perawat untuk melakukan identifikasi dan pencegahan
dini sebelum kejadian kegawatdaruratan terjadi.

Pemantauan tanda-tanda vital merupakan kegiatan rutin yang dilakukan perawat


setiap hari. Early Warning Score adalah sistem yang dapat digunakan untuk
melakukan deteksi perburukan kondisi pasien dengan melakukan pemeriksaan pada
tanda-tanda vital pasien dan intervensi yang sesuai dengan panduan
penatalaksanaan EWS yang ada. Namun, penerapan Early Warning Score belum
dilakukan secara optimal mulai dari pengkajian hingga penatalaksanaannya.

Pengetahuan dan pemahaman perawat terkait perburukan kondisi dapat membantu


mengurangi masalah potensial yang akan muncul pada pasien. Kelangsungan hidup
pasien bergantung pada keputusan dan tindakan yang diambil perawat setelah
menginterpretasi tanda-tanda vital pasien. Berkurangnya tingkat keselamatan
pasien di rumah sakit dapat terjadi karena pasien tidak diobservasi dalam waktu
yang cukup lama atau terlambatnya tindakan yang dilakukan perawat. Oleh karena
itu, peneliti akan meneliti apakah ada hubungan antara karakteristik perawat dengan
tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score?

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik perawat
dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr.
Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Diketahuinya karakteristik perawat pelaksana yang bekerja di IRNA Prof. Dr.
Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta, meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, lama bekerja, beban kerja, dan pengalaman mengikuti seminar
atau pelatihan tentang EWS.
b. Diketahuinya tingkat pengetahuan perawat di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP
Fatmawati Jakarta tentang Early Warning Score.
c. Diketahuinya hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati
Jakarta.
d. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP
Fatmawati Jakarta.
e. Diketahuinya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP
Fatmawati Jakarta.
f. Diketahuinya hubungan antara lama bekerja dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP
Fatmawati Jakarta.
g. Diketahuinya hubungan antara beban bekerja dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Early Warning Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP
Fatmawati Jakarta.
h. Diketahuinya hubungan antara pengalaman mengikuti seminar atau pelatihan
tentang EWS dengan tingkat pengetahuan perawat tentang Early Warning
Score di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Aplikatif


Penelitian ini memberikan gambaran tingkat pengetahuan perawat di ruang rawat
inap dewasa RSUP Fatmawati Jakarta tentang Early Warning Score dan
hubungannya dengan karakteristik perawat yang dapat digunakan oleh Bidang
Keperawatan dan tim reaksi cepat dalam melakukan evaluasi terkait hal yang sudah
baik dan hal yang perlu ditingkatkan, sehingga penerapan sistem Early Warning
Score di kemudian hari dapat berlangsung lebih baik. Selain itu, penelitian ini dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk diselenggarakan pelatihan mengenai Early
Warning Score yang lebih intensif oleh Bidang Diklit dan Bidang Keperawatan
dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja perawat.

1.4.2 Manfaat Keilmuan


a. Penelitian ini memberikan gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang
Early Warning Score dan hubungannya dengan karakteristik perawat, sebuah
sistem untuk mendeteksi dan menangani perburukan kondisi, yang masih
terbilang baru di Indonesia dan hanya beberapa rumah sakit yang sudah
menerapkannya. Dengan demikian, dapat dijadikan bahan kajian untuk
pengembangan kurikulum atau standar panduan penerapan Early Warning
Score bagi perawat.
b. Penelitian ini bermanfaat bagi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia dan universitas lain sebagai sumber referensi dalam proses
pembelajaran bagi dosen dan mahasiswa, sehingga baik dosen maupun
mahasiswa dapat memahami bahwa pemantauan tanda-tanda vital tidak dapat
dianggap sebagai tindakan yang sederhana, namun justru memiliki manfaat
yang sangat signifikan dalam mendeteksi pasien yang mengalami perburukan
kondisi di rumah sakit.

1.4.3 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya
terkait penerapan Early Warning Score yang dilakukan oleh perawat, faktor-faktor
yang mempengaruhi penerapan Early Warning Score atau efektivitas Early
Warning Score dalam mendeteksi pasien yang mengalami perburukan kondisi.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang
akan dilakukan, diantaranya yaitu konsep Early Warning Score, implikasi
keperawatan, dan pengetahuan perawat.

2.1 Early Warning Score

Panduan praktik klinis (clinical practice guidelines) adalah suatu alat yang
digunakan sebagai standarisasi rencana perawatan dan membantu tenaga kesehatan
dalam membuat keputusan klinis berdasarkan temuan di lapangan (Institute of
Medicine, 2011). Panduan dikembangkan berdasarkan tinjauan literatur secara
sistematis serta analisis terhadap keuntungan dan risiko dalam setiap perawatan
yang dilakukan (Institute of Medicine; 2011; Pronovost, 2013). Penggunaan Early
Warning Score diharapkan mampu mencegah pasien dari mengalami kondisi
kegawatdaruratan.

Steen (2010) menyatakan bahwa identifikasi dini dan intervensi yang tepat dalam
menangani perburukan kondisi pasien dapat mengurangi jumlah pasien yang masuk
ke ruang intensive care unit (ICU) dan mengurangi kejadian henti jantung di rumah
sakit. Melakukan pendekatan sistematis dalam mengkaji pasien juga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya kelalaian dalam kondisi kritis, karena
perburukan kondisi pasien umumnya menimbulkan kepanikan bagi perawat
(Endacott et al, 2010; Steen, 2010). Early Warning Score adalah salah satu bentuk
panduan praktis klinis yang dapat digunakan perawat dan dokter untuk melakukan
deteksi dini perburukan kondisi pasien.

Early Warning Score (EWS) adalah sistem skoring fisiologis yang dapat digunakan
tenaga kesehatan di unit medikal-bedah untuk melakukan pemantauan terhadap
kondisi pasien melalui tanda-tanda vital berupa denyut nadi, tekanan darah,
frekuensi napas, suhu tubuh dan tingkat kesadaran (Carberry, 2014; Duncan,
McMullan & Barbara, 2012). EWS pertama kali dikembangkan di United Kingdom
(UK) oleh Morgan et al pada tahun 1997 sebagai salah satu cara untuk melakukan
identifikasi dini pada pasien dengan penyakit kritis (Morgan et al, 1997). Seiring

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


berjalannya waktu, EWS yang dikembangkan oleh Morgan et al lebih dikenal
dengan istilah Modified Early Warning Score (MEWS).

2.1.1 Fungsi Early Warning Score


Fungsi utama Early Warning Score (EWS) yaitu untuk mengkaji, memantau dan
melacak pasien dewasa yang berada dalam kondisi penyakit yang akut dan kritis.
Fungsi EWS lainnya antara lain digunakan untuk membantu tenaga kesehatan
dalam mengidentifikasi pasien yang mengalami perburukan kondisi, dapat
mengenali bahwa kondisi pasien sering mengalami perburukan selama beberapa
jam dan dengan melakukan pemantauan secara rutin berdasarkan indikator klinis
yang menunjukkan kualitas penghantaran oksigen (frekuensi napas, frekuensi nadi,
tekanan darah) dan perfusi jaringan (tingkat kesadaran, suhu), dan penggunaan
EWS bersama dengan sistem respon cepat mampu mengurangi jumlah kejadian
henti jantung dan transfer pasien ke ruang intensive care unit (ICU) yang tidak
direncanakan (Carberry, 2014; Duncan, McMullan & Barbara, 2012; Moon et al,
2011).

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Early Warning Score


Kelebihan yang dapat diperoleh tenaga kesehatan dalam menerapkan sistem EWS
diantaranya yaitu meningkatkan kualitas observasi dan pemantauan pasien,
meningkatkan komunikasi diantara tim kesehatan dari berbagai profesi,
memberikan tambahan bantuan dari kesehatan lain dalam menghadapi kondisi
pasien yang memburuk, dan menyediakan indikator sensitif terhadap fisiologis
pasien yang abnormal (NHS Trust, 2015). Sedangkan beberapa kekurangan EWS
adalah tidak dapat dijadikan predikator mortalitas, tidak dapat dijadikan patokan
untuk mengkaji kondisi klinis pasien secara menyeluruh, tidak dapat menggantikan
pertimbangan klinis tenaga kesehatan (NHS Trust, 2015).

2.1.3 Indikasi Pasien yang Menggunakan Early Warning Score


Kriteria inklusi pasien yang dapat dilakukan pemantauan dengan menggunakan
Early Warning Score (EWS) yaitu pasien dewasa dengan penyakit akut dan kritis,
pasien dengan kondisi ketidakstabilan kronik jangka panjang; pasien dengan
infeksi, misalnya infeksi pada dada, luka dan saluran kemih yang tidak berespon
terhadap pengobatan yang diberikan; pasien pasca operasi yang tidak menunjukkan

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


perbaikan kondisi, dan; pasien yang sedang melaksanakan pengobatan atau
pemeriksaan yang dapat menyebabkan perburukan kondisi secara tiba-tiba,
misalnya pasien dalam sedasi gigi (Duncan, McMullan & Barbara, 2012; Liddle,
2013; NHS Trust, 2015). EWS tidak digunakan pada anak berusia dibawah 16 tahun
dan wanita hamil (Liddle, 2013).

2.1.4 Komponen Early Warning Score


Tanda-tanda vital adalah komponen penting dalam melakukan pemantauan
perkembangan kondisi pasien selama dirawat di rumah sakit. Komponen tanda-
tanda vital dalam Modified Early Warning Score terdiri dari 5 (lima) komponen
utama, yaitu tekanan darah sistolik, frekuensi nadi, frekuensi napas, suhu tubuh dan
tingkat kesadaran. Melalui pengukuran tanda-tanda vital yang benar, perkembangan
kondisi pasien dapat diketahui, mengarah pada perbaikan atau perburukan.

2.1.4.1 Tekanan Darah Sistolik


Tekanan darah menunjukkan tekanan yang dihasilkan oleh aliran darah terhadap
dinding pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, resistensi
vaskuler perifer, volume darah, kekentalan darah dan elastisitas dinding pembuluh
darah (Potter & Perry, 2013). Tekanan darah adalah komponen tanda-tanda vital
yang sangat penting untuk sebab tekanan darah menggambarkan aliran darah ketika
jantung melakukan kontraksi dan relaksasi.

Tekanan darah ketika ventrikel berkontraksi dan darah mengalir ke seluruh tubuh
disebut tekanan darah sistolik. Tekanan darah ketika ventrikel berelaksasi dan darah
mengalir ke dalam jantung disebut tekanan darah diastolik. Saat memantau pasien
yang mengalami perburukan kondisi, tekanan darah sistolik menjadi fokus
perhatian utama. Keadaan hipotensi pada pasien yang kondisinya memburuk
menandakan kondisi yang mengancam jiwa. Dalam hal ini, kondisi hipotensi pasien
dilihat dari nilai tekanan darah sistoliknya.

Tekanan darah berubah-ubah sepanjang siklus jantung. Tekanan darah dapat diukur
secara manual dengan menggunakan sfigmomanometer atau dengan melihat nilai
tekanan darah pasien pada monitor pemantauan disamping tempat tidur pasien.
Tekanan darah normal pada orang dewasa yaitu 101 – 159 mmHg. Tekanan darah

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


kurang dari normal disebut hipotensi, sedangkan tekanan darah lebih dari normal
disebut hipertensi (Duncan, McMullan & Barbara, 2012).

Perubahan yang terjadi pada tekanan darah menggambarkan patofisiologi penyakit


yang mendasari atau usaha tubuh dalam mempertahankan homeostasis. Sebagai
contoh, penurunan tekanan darah dinyatakan sebagai tanda umum pada pasien
sebelum terjadi henti jantung (Rich, 1999 dalam Elliot & Coventry, 2012). Adanya
perubahan pada tekanan darah tidak selalu mengindikasikan bahwa pasien akan
mengalami henti jantung. Akan tetapi, kondisi ini dapat menjadi pemicu bagi
perawat untuk melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap kondisi pasien.

Beban kerja atau rasio antara perawat dengan pasien yang besar menjadikan
perawat terkadang mengandalkan alat monitor tekanan darah untuk mengurangi
waktu pengkajian. Keterampilan psikomotor yang tidak adekuat, kurangnya tingkat
kepercayaan diri atau budaya di rumah sakit turut berkontribusi dalam penggunaan
alat tersebut. namun, pengukuran tekanan darah dengan menggunakan monitor
meningkatkan risiko terjadinya kesalahan pengukuran. Penelitian yang dilakukan
oleh Johnson (1999) menunjukkan terdapat perbedaan nilai sebesar 5 mmHg pada
hasil pengukuran tekanan darah dengan menggunakan monitor aneroid dan
sfigmomanometer (Elliot & Coventry, 2012).

2.1.4.2 Frekuensi Nadi


Denyut nadi adalah irama ekspansi pembuluh darah arteri yang teraba. Denyut nadi
dihasilkan dari peningkatan volume darah yang mengalir ke pembuluh darah akibat
kontraksi dan relaksasi jantung (Piper, 2008). Denyut nadi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya usia, kondisi medis saat ini (misalnya demam), obat-
obatan (misalnya beta blocker) dan status cairan (misalnya hiper/hipovolemia).
Perawat harus mengetahui bahwa denyut nadi tidak selalu menggambarkan
kemampuan kontraktilitas jantung atau curah jantung. Sebagai contoh, pada kasus
stenosis aorta, denyut nadi teraba lemah walaupun kontraksi jantung sangat kuat
(Smith et al, 2008 dalam Elliot & Coventry, 2012).

Frekuensi nadi yaitu jumlah denyut yang terjadi pada pembuluh nadi atau arteri
dalam satu menit. Pemeriksaan frekuensi nadi dapat dilakukan dengan palpasi

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


(meraba) pada arteri radialis di pergelangan tangan. Beberapa bagian tubuh lain
yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan frekuensi nadi yaitu arteri
karotis di leher, arteri brakialis di lengan atas, arteri temporalis di lipatan paha, arteri
poplitea di belakang lutut, dan arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior di
kaki. Ketika mengkaji frekuensi nadi, perawat tidak hanya mengkaji frekuensi nadi
hanya. Karakteristik lain juga perlu dikaji, seperti kekuatan dan keteraturan denyut
nadi. Hal ini memberikan gambaran bagi perawat mengenai kondisi pasien atau
respon pasien terhadap suatu tindakan atau pengobatan. Frekuensi nadi normal pada
orang dewasa yaitu 51 – 100 kali per menit. Frekuensi nadi kurang dari normal
disebut bradikardia, sedangkan frekuensi nadi lebih dari normal disebut takikardia
(Duncan, McMullan & Barbara, 2012).

Pengkajian frekuensi nadi selama 30 detik atau kurang berpotensi menimbulkan


keraguan, sebab denyut yang ireguler tidak dapat terdeteksi dalam interval waktu
ini. Pengkajian frekuensi nadi nadi yang hanya dilakukan dalam waktu sebentar
(kurang dari satu menit) meningkatkan peluang terjadinya kesalahan pengukuran
sebanyak 4 hingga 6 kali (Minor & Minor, 2006 dalam Elliot & Coventry, 2012).
Sebagai contoh, pasien dengan atrial fibrillation, mungkin memiliki irama denyut
nadi yang teratur jika dikaji dalam waktu 30 detik atau kurang. Oleh karena itu,
pengkajian frekuensi nadi sebaiknya dilakukan dalam waktu satu menit atau 60
detik. Pengkajian dalam waktu 60 detik dapat memberikan kesempatan bagi
perawat untuk mendeteksi adanya abnormalitas pada denyut nadi pasien.

Perawat sebaiknya tidak mengandalkan alat pulse oximeter untuk mengkaji


frekuensi nadi pasien. Sebaliknya, perawat harus menggunakan pengetahuannya
yang disertai pemeriksaan fisik untuk mengkaji nadi secara lebih akurat.
Penggunaan teknologi (pulse oximeter) untuk mengkaji denyut nadi pasien dapat
mengurangi waktu interaksi perawat dengan pasien yang berdampak pada
kurangnya waktu bagi perawat untuk berkomunikasi dengan pasien dan kehilangan
kesempatan untuk memperoleh data klinis penting lainnya.

2.1.4.3 Frekuensi Napas


Frekuensi napas adalah komponen yang penting dalam pengkajian kondisi pasien
(Jevon, 2010). Pengukuran frekuensi napas adalah salah satu indikator sensitif

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


dalam penyakit kritis (Smith et al, 2008) dan dapat menjadi penanda awal terjadinya
asidosis pada pasien (Cooper et al, 2006). Peningkatan frekuensi napas sebanyak
tiga hingga lima kali per menit adalah tanda awal dan penting dari respiratory
distress dan kemungkinan hipoksemia (Field, 2006 dalam Elliot & Coventry, 2012).
Frekuensi napas normal pada orang dewasa yaitu 9 - 17 kali per menit. Frekuensi
napas kurang dari normal disebut bradipnea, sedangkan frekuensi napas lebih dari
normal disebut takipnea (Duncan, McMullan & Barbara, 2012).

Penelitian menunjukkan bahwa frekuensi napas seringkali tidak didokumentasikan


atau diperkirakan nilainya (Van Leuvan & Mitchell, 2008). Padahal, frekuensi
napas yang abnormal adalah indikator terbaik dalam memprediksi kejadian
kegawatdaruratan medis yang akan terjadi, seperti henti jantung (Cretikos et al,
2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hogan (2006), kondisi ini
kemungkinan disebabkan karena perawat berasumsi bahwa nilai saturasi oksigen
memberikan gambaran fungsi pernapasan yang lebih besar dibandingkan frekuensi
napas. Pada pasien dengan penyakit akut, frekuensi napas perlu dihitung selama
satu menit, dibandingkan hanya 30 detik lalu dikalikan dua (Morton & Rempher,
2009 dalam Elliot & Coventry, 2012). Ketika mengkaji frekuensi napas, perawat
juga harus mengkaji kecepatan pernapasan, kedalaman pernapasan dan penggunaan
otot-otot bantu pernapasan.

2.1.4.4 Suhu Tubuh


Suhu tubuh menggambarkan keseimbangan antara panas yang diproduksi di dalam
tubuh (saat sedang terjadi kontraksi otot, menggigil, menderita penyakit,
berolaholahraga, atau adanya peningkatan aktivitas kelenjar tiroid) dengan panas
yang dikeluarkan dari dalam tubuh (melalui konduksi, konveksi dan evaporasi). Hal
ini disebut juga dengan termoregulasi. Suhu tubuh pasien di rumah sakit
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya patofisiologi penyakit yang
mendasari (misalnya sepsis), paparan terhadap kulit (ruangan yang dingin) atau
usia. Faktor lain tidak akan mempengaruhi suhu tubuh inti, namun dapat
mempengaruhi ketidakakuratan pengukuran, misalnya pengukuran suhu secara oral
pada seseorang yang mengonsumsi minuman panas atau dingin. Suhu tubuh normal
pada orang dewasa yaitu 36,5 - 38°C. Suhu tubuh kurang dari normal disebut

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


hipotermia, sedangkan suhu tubuh lebih dari normal disebut hipertermia (Duncan,
McMullan & Barbara, 2012).

Alat untuk mengukur suhu tubuh disebut termometer. Perawat perlu


memperhatikan pentingnya melakukan kalibrasi termometer secara rutin,
menggunakan termometer dengan tepat, dokumentasi hasil pengukuran demam
benar (tempat pengukuran dan nilai suhu tubuh yang terbaca pada alat pengukur)
dan konsistensi pengukuran (melakukan pengukuran suhu tubuh pada bagian yang
sama) untuk memastikan keakuratan pengkajian suhu tubuh pasien. Tidak ada jenis
termometer khusus atau lokasi pengukuran tertentu yang dijadikan patokan untuk
mengukur suhu tubuh pasien, namun perawat perlu memperhatikan hal-hal tersebut
dalam rangka memaksimalkan keakuratan pengukuran dan keamanan tindakan.
Beberapa lokasi melakukan pengukuran suhu tubuh diantaranya di area oral
(mulut), aksioma, rektal, dan membran timpani

2.1.4.5. Tingkat Kesadaran


Kesadaran didefinisikan sebagai keadaan dimana impuls saraf aferen dan eferen
saling berintegrasi. Semua impuls saraf aferen disebut masukan, sedangkan semua
impuls saraf eferen disebut haluaran susunan saraf pusat. Tingkat kesadaran paling
baik dinamakan compos mentis, yaitu kondisi saat seseorang sadar sepenuhnya dan
memberikan reaksi terhadap lingkungan disekitar (Wuysang & Bahar, 2015).

Penilaian kesadaran dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara


kualitatif, tingkat kesadaran dinilai menjadi:
a. Alert, yaitu seseorang yang sadar sepenuhnya dan memberikan respons yang
baik dengan segala sesuatu yang terjadi disekitarnya.
b. Verbal, yaitu seseorang yang hanya bersepon terhadap rangsangan berupa
suara.
c. Pain, yaitu seseorang yang hanya berespon terhadap rangsangan berupa nyeri.
d. Unresponseive, yaitu seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadarkan
diri.

Sedangkan secara kuantitatif, tingkat kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan


Glasgow Coma Scale (GCS) (tabel 2.1). Nilai GCS diperoleh dengan

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


menjumlahkan nilai E + M + V. Nilai terbaik yaitu 15 (compos menits) dan nilai
terburuk yaitu 3 (koma).
Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale (GCS)
No. Membuka Mata (E) Nilai
1 Reaksi spontan 4
2 Bereaksi terhadap rangsangan suara 3
3 Bereaksi terhadap rangsangan nyeri 2
4 Tidak ada reaksi 1
Motorik (M)
1 Menurut perintah 6
2 Dapat melokalisir rasa nyeri 5
3 Mengelak terhadap rangsangan nyeri, bereaksi menghindar 4
4 Gerakan fleksi (dekortikasi) 3
5 Gerakan ekstensi spontan (decerebrasi) 2
6 Tidak ada gerakan 1
Verbal (V)
1 Menjawab dengan benar, berorientasi dengan baik 5
2 Jawaban tidak sesuai pertanyaan, bingung 4
3 Jawaban salah atau tidak tepat 3
4 Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya, mengerang 2
5 Tidak ada jawaban 1

Sumber: Waterhouse (2005); Wuysang & Bahar (2015)

Seseorang dikatakan mengalami penurunan tingkat kesadaran apabila terjadi


penurunan lebih dari 2 pada poin nilai GCS. Sedangkan seseorang dikatakan
mengalami kehilangan kesadaran jika berada pada kondisi GCS dengan nilai total
yaitu 3 (Buist et al, 2004). Perawat harus mengkaji tingkat kesadaran pasien
bersamaan dengan tanda-tanda vital yang lainnya (Palmer & Knight, 2006). Akan
tetapi, banyak perawat yang tidak memiliki pemahaman yang baik tentang
mekanisme yang mendasari terjadinya penurunan tingkat kesadaran pada pasien
(Waterhouse, 2005). Perawat tidak harus melakukan pengkajian neurologi sebagai
bagian dari pengukuran tanda-tanda vital, tetapi pengkajian tingkat kesadaran
pasien harus dilakukan setiap hari.

2.1.5 Skoring Early Warning Score


Tanda-tanda vital rutin diukur oleh perawat di rumah sakit. Melalui metode Early
Warning Score, setiap komponen tanda-tanda vital diterjemahkan ke dalam bentuk
nilai numerik dari 0 hingga 3. Nilai 0 menunjukkan kondisi tanda-tanda vital yang
diharapkan (normal), sedangkan nilai 3 menunjukkan kondisi tanda-tanda vital

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


yang tidak diharapkan (tidak normal). Setelah semua nilai komponen tanda-tanda
vital dijumlahkan, selanjutnya nilai tersebut disesuaikan warna kode yang sesuai.
Intervensi yang dilakukan perawat sesuai dengan warna kode pasien (Duncan,
McMullan & Barbara, 2012; National Clinical Effectiveness Comittee, 2013).

Tabel 2.2 Early Warning Score (EWS) untuk Pasien Dewasa


3 2 1 0 1 2 3
Frekuensi
Napas <8 8 9 - 17 18 - 20 21 - 29 > 30
(kali/menit)
Frekuensi
51 -
Nadi < 40 40-50 101 - 110 111 - 129 > 130
100
(kali/menit)
Tekanan
Darah 101 -
< 70 71-80 81-100 160 - 199 200 - 220 > 220
Sistolik 159
(mmHg)
V P
U
Tingkat A (berespon (berespon
(tidak
Kesadaran (Alert) terhadap terhadap
sadar)
suara) nyeri)
36,05
Suhu 35,05 - 38,05 -
< 35 °C - 38 > 38,5 °C
Tubuh (°C) 36 °C 38,5 °C
°C

Sumber: Duncan, McMullan & Barbara (2012)

Klasifikasi total skor MEWS yaitu:


a. Kode Hijau, jika total skor 0 – 1.
b. Kode Kuning, jika total skor 2 - 3.
c. Kode Oren, jika total skor 4 – 5.
d. Kode Merah, jika total skor > 6.

2.1.6 Penatalaksanaan Early Warning Score


Penatalaksanaan Early Warning Score dilakukan sesuai dengan kode total skor
yang diperoleh dari pengkajian tanda-tanda vital pasien. Secara garis besar,
penatalaksanaan MEWS dilakukan sebagai berikut (Duncan, McMullan & Barbara,
2012; NHS Foundation Trust, 2013).

2.1.6.1 Kode Hijau (Kondisi Stabil)


Pasien berada dalam kondisi stabil (tidak menunjukkan tanda-tanda
kegawatdaruratan). Pemantauan rutin dilakukan setiap 4 jam atau setiap dinas.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


2.1.6.2 Kode Kuning (Risiko Rendah)
Perawat Primer atau penanggungjawab dinas harus melakukan pengkajian ulang
pada pasien yang bersangkutan. Jika perawat pelaksana mengkonfirmasi bahwa
hasil skor MEWS akurat, perawat primer atau perawat pelaksana segera
menentukan intervensi apa yang sesuai untuk menangani perubahan kondisi pasien
tersebut. Hasil pengkajian dan tindakan keperawatan yang diberikan harus
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Pasien dikaji ulang setiap 2 jam oleh
perawat pelaksana.

2.1.6.3 Kode Oren (Risiko Sedang)


Perawat Primer atau penanggungjawab dinas harus melakukan pengkajian ulang
pada pasien yang bersangkutan dengan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter
jaga residen harus melapor ke Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Dokter
jaga residen harus memeriksa kondisi pasien dalam waktu 30 menit dan melakukan
penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. Perawat pelaksana
memantau tanda-tanda vital pasien setiap 1 jam. Pemantauan kondisi pasien
dilakukan sampai total skor EWS dibawah 4.

2.1.6.4 Kode Merah (Risiko Tinggi)


Code blue segera diaktifkan. Dokter jaga residen harus memeriksa kondisi pasien
dalam waktu 30 menit. Tim reaksi cepat segera melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada pasien dengan dihadiri langsung oleh dokter jaga residen
dan DPJP untuk berkolaborasi menentukan rencana perawatan pasien ke depannya.
Perawat pelaksana memantau tanda-tanda vital pasien setiap jam (setiap 15 menit
– 30 menit – 60 menit) selama 4 jam berturut-turut. Pemantauan kondisi pasien
dilakukan sampai total skor MEWS dibawah 4. Jika kondisi pasien tidak kunjung
membaik, dokter jaga residen dan DPJP mempertimbangkan untuk memindahkan
pasien ke unit perawatan intensif.

2.1.7 Dokumentasi Early Warning Score


Semua tanda-tanda vital pasien yang telah dikaji seharusnya didokumentasikan
secara jelas sesuai dengan panduan yang berlaku (Nursing and Midwifery Council,
2009). Rumah sakit yang telah menerapkan Early Warning Score biasanya telah
memiliki formulir dokumentasi EWS. Hasil pengkajian dan tindakan yang

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


dilakukan perawat wajib didokumentasikan di formulir EWS dan juga Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi. Dokumentasi kondisi pasien memberikan
kesempatan kepada tenaga kesehatan lain untuk mengetahui kondisi pasien yang
bersangkutan, sehingga jika pasien tersebut mengalami perubahan kondisi,
tindakan yang tepat dapat segera ditentukan dan potensi perbaikan kondisi pasien
pun lebih tinggi.

2.1.8 Komunikasi Hasil Early Warning Score


Perburukan kondisi pasien yang terdeteksi harus segera dikomunikasikan dengan
rekan tenaga kesehatan yang lain, terutama perawat dan dokter, agar rencana
tindakan dapat segera ditentukan dan kondisi pasien dapat segera ditangani. Salah
satu metode komunikasi yang ada yaitu metode SBAR, dimana tenaga kesehatan
menyampaikan informasi terkait kondisi pasien dengan menggunakan format
SBAR. SBAR adalah metode komunikasi sederhana yang dapat digunakan oleh
tenaga kesehatan untuk menyampaikan kondisi kritis pasien yang membutuhkan
respons dan penanganan segera (NHS, 2010 dalam NHS Trust, 2015). Penggunaan
metode SBAR sangat penting bagi kesuksesan sistem respon cepat, seperti MEWS
(Buist, 2008; Nurmi et al, 2005).

Tabel 2.3 Format Komunikasi SBAR


a. Menyebutkan nama, posisi dan lokasi.
Situation b. Menyebutkan nama pasien, lokasi pasien, tanda-
(Situasi)
tanda vital pasien..
c. Menyampaikan alasan menelepon.
a. Menyebutkan diagnosis medis pasien ketika masuk
Background ruangan.
(Latar Belakang)
b. Menyampaikan riwayat medis yang berhubungan.
c. Menyampaikan rangkuman singkat mengenai
tindakan yang telah dilakukan.
a. Menyampaikan hasil pengkajian pada pasien,
Assessment misalnya tanda-tanda vital, skor MEWS, tingkat
(Pengkajian)
kesadaran, nyeri, obat-obatan yang dikonsumsi.
a. Menyampaikan tindakan apa yang diharapkan
Reccomendation untuk dilakukan pada pasien.
(Rekomendasi)
b. Menentukan rentang waktu tiba di lokasi.
c. Menanyakan adakah hal lain yang dapat dilakukan
sambil menunggu tim datang.
d. Menyimpan nama dan kontak yang dihubungi.
Sumber: NHS Trust (2015)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


2.2 Implikasi Keperawatan

Perawat adalah tenaga kesehatan memiliki waktu interaksi paling lama dengan
pasien. Pengukuran tanda-tanda vital adalah kegiatan pemantauan yang sudah
menjadi bagian dalam tindakan keperawatan. Observasi kondisi pasien dapat
membantu perawat dalam mendeteksi apakah pasien membutuhkan observasi yang
lebih ketat dan harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, sehingga mengurangi
risiko perburukan kondisi dan kematian (National Institute for Health and Clinical
Excellence, 2007; National Patient Safety Agency, 2007). Kemampuan tenaga
kesehatan dalam mengenali pasien yang mengalami perburukan kondisi sangat
penting dalam suatu sistem respon cepat guna mengurangi kejadian-kejadian yang
tidak diharapkan (DeVita et al, 2006).

Penatalaksanaan dini terhadap pasien yang mengalami perburukan kondisi adalah


kunci utama dalam meningkatkan keamanan dan kesejahteraan pasien. Perawat
diharapkan mampu menerapkan Early Warning Score sesuai dengan jenis yang
jenis yang digunakan di instansi kesehatan tempatnya bekerja. Interpretasi terhadap
perburukan kondisi fisiologis yang terjadi pada pasien dan tindakan yang tepat
dalam menangani perubahan tersebut adalah tindakan yang sangat penting untuk
dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kondisi kegawatdaruratan,
seperti henti jantung dan kematian (NHS Trust, 2015). Selain itu, perawat juga
wajib mendokumentasikan setiap perubahan kondisi yang terjadi pada pasiennya
dalam rekam medik pasien untuk memudahkan tenaga kesehatan yang lain ketika
akan menangani pasien yang sama (NHS Trust, 2015).

2.3 Pengetahuan Perawat

Chinn & Kramer (2011) mendeskripsikan pengetahuan sebagai rasa tahu yang
diutarakan dalam bentuk yang dapat dibagi dan dikomunikasikan dengan orang
lain. Tahu adalah konsep abstrak yang mencakup persepsi, pengalaman dan
pemikiran secara tidak sadar (Bell-Gordon, Gigliotti & Mitchell, 2014). Seorang
perawat memiliki semua sumber rasa tahu untuk memperoleh pengetahuan,
termasuk pengetahuan mengenai identifikasi dan penanganan perburukan kondisi
pasien.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Seseorang dikatakan memiliki pengetahuan yang baik apabila ia mengetahui,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis dan mengevaluasi hal
yang dipelajarinya (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu baik, cukup dan kurang (Arikunto, 2006). Seseorang dikatakan
memiliki pengetahuan baik jika mampu menjawab kuesioner dengan benar
sebanyak 76 – 100%, pengetahuan cukup jika jawaban benar 56 – 75%, dan
pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 56%.

Karakteristik perawat, yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal,


akan mempengaruhi pemahaman mereka, termasuk dalam hal penerapan EWS di
rumah sakit. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki perawat memberikan
pengaruh terhadap kemampuan perawat dalam mendeteksi pasien yang mengalami
perburukan kondisi (Liaw et al, 2011; Odell et al, 2009). Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat diantaranya yaitu:
a. Faktor Internal
a) Usia
Berdasarkan teori tumbuh kembang, kemampuan kognitif seorang
individu akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu,
seiring bertambahnya usia, maka seorang individu akan menemui banyak
hal baru dalam hidupnya, sehingga pengetahuannya pun akan semakin
bertambah. Tahapan usia dewasa muda (20 – 40 tahun) adalah tahapan
dimana individu aktif dalam berkarir dan tahap ini merupakan fase yang
produktif untuk melakukan pekerjaan (Potter & Perry, 2013). Individu
yang telah berada pada tahapan usia dewasa tengah atau dewasa akhir
umumnya memiliki tanggung jawab dan ketelitian yang lebih baik
dibandingkan dengan individu yang berusia dewasa muda (Saifudin,
2005).
b) Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh Akhlaq (2014) menunjukkan bahwa
perempuan memiliki tingkat motivasi berdasarkan hierarki Maslow yang
lebih tinggi untuk memasuki pendidikan kesehatan dibandingkan dengan
laki-laki.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


c) Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah usaha untuk menanamkan ilmu pada makhluk hidup
agar tumbuh pemahaman, sikap dan perilaku positif pada individu yang
bersangkutan dengan mengurangi faktor perilaku dan sosial budaya yang
negatif (Notoatmodjo, 2007). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang
tinggi cenderung lebih mudah untuk mendapatkan informasi. Tingkat
pendidikan seorang perawat akan mempengaruhi kedalaman ilmu yang
diperoleh perawat guna dimanfaatkan dalam memberi asuhan keperawatan
pada pasien. Penelitian yang dilakukan Odell et al (2009) menunjukkan
bahwa edukasi yang diperoleh tenaga kesehatan dapat mempengaruhi
tenaga kesehatan dalam melakukan deteksi dan penanganan perburukan
kondisi pasien.
b. Faktor Eksternal
a) Lama Bekerja
Pekerjaan dalam arti luas yaitu aktivitas yang dilakukan manusia,
sedangkan dalam arti sempit yaitu tugas atau kerja yang menghasilkan
uang bagi seseorang. Semakin lama masa kerja perawat, maka akan
semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Pengetahuan dapat
bertambah sering dengan bertambahnya pengalaman (Notoatmodjo,
2007).
b) Beban Kerja
Perbandingan antara jumlah perawat dengan jumlah pasien merupakan
salah satu indikator pengukuran beban kerja perawat. Apabila pasien yang
menjadi tanggaungjawab perawat berjumlah banyak banyak, maka jumlah
pasien yang dirawat oleh setiap perawat akan turut bertambah
(Abrahamson et al, 2012). Ketika beban kerja terlalu besar dikarenakan
kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia atau jumlah pasien yang
banyak, waktu interaksi antara pasien dan perawat menjadi berkurang
(Janssen et al, 2011; Tucker & Spear et al, 2006) dan dapat berakibat pada
kurangnya minat dan waktu bagi perawat untuk mempelajari hal lain.
c) Pelatihan

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Pengalaman dan pelatihan yang telah diperoleh tenaga kesehatan dapat
mempengaruhi tenaga kesehatan dalam melakukan deteksi dan
penanganan perburukan kondisi pasien (Ludikhuize, 2011; Odell, Victor
& Oliver, 2009).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


2.4 Kerangka Teori

Seluruh pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit


Frekuensi pemantauan disesuaikan dengan skor EWS pasien
EWS dikalkulasi setiap kali observasi

Kode Kuning Kode Oren Kode Merah


Skor 2 – 3 Skor 4 – 5 Skor > 6
(Risiko Rendah) (Risiko Sedang) (Risiko Tinggi)
- Perawat pelaksana - Perawat Primer - Aktifkan code blue.
melapor ke Perawat melakukan - Dokter jaga residen
Primer. pengkajian ulang memeriksa pasien
- Perawat Primer yang diketahui oleh dalam 30 menit.
melakukan dokter jaga residen. - Tim reaksi cepat
pengkajian ulang. - Dokter jaga residen melakukan
- Berikan intervensi melapor ke DPJP, penatalaksanaan
yang sesuai. memeriksa kondisi kegawatdaruratan
- Observasi setiap 2 pasien dalam 30 disaksikan dokter
jam oleh perawat menit dan memberi jaga residen dan
pelaksana. intervensi. DPJP.
- Perawat pelaksana - Perawat pelaksana
memantau pasien memantau pasien
setiap 1 jam hingga setiap jam (setiap 15
skor EWS dibawah menit – 30 menit –
4. 60 menit) hingga
skor EWS dibawah
4.
- Jika kondisi pasien
tidak kunjung
Jika pasien tampak akan mengalami membaik, pasien
perburukan kondisi atau ada dipertimbangkan
penyebab tertentu yang membuat untuk dipindahkan
perawat khawatir, lakukan ke unit perawatan
penatalaksanaan sesuai kategori risiko intensif.
tinggi.

- Jika skor EWS pasien tidak


berubah, tingkatkan frekuensi Pengetahuan perawat tentang
observasi. Early Warning Score
- Jika skor EWS pasien menurun
(kondisi membaik), turunkan - Faktor internal
frekuensi observasi. - Faktor eksternal

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber: NHS Foundation Trust (2013) “telah diolah kembali”

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini dijelaskan mengenai kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi
operasional dari setiap variabel dalam penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel
terikat (dependent).

3.1.1 Variabel Bebas


Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu karakteristik perawat yang terdiri dari
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, beban kerja dan pengalaman
mengikuti seminar atau pelatihan tentang Early Warning Score.

3.1.2 Variabel Terikat


Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu tingkat pengetahuan perawat tentang
Early Warning Score yang dikategorikan dalam tingkat baik, cukup dan kurang.

Variabel Bebas Variabel Terikat


Tingkat
Karakteristik Perawat
Pengetahuan
1. Usia
Baik
2. Jenis kelamin Tingkat
3. Tingkat pendidikan Pengetahuan Tingkat
4. Lama bekerja
Perawat Pengetahuan
5. Beban kerja
tentang EWS Cukup
6. Pengalaman mengikuti
seminar atau pelatihan Tingkat
menggunakan EWS
Pengetahuan
Kurang
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

24

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Mayor


Ada hubungan antara karakteristik perawat dengan tingkat pengetahuan tentang
Early Warning Score di ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati Jakarta.

3.2.2 Hipotesis Minor


a. Ada hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan perawat tentang Early
Warning Score di ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati Jakarta.
b. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang Early Warning Score di ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati
Jakarta.
c. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang Early Warning Score di ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati
Jakarta.
d. Ada hubungan antara lama bekerja dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang Early Warning Score di ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati
Jakarta.
e. Ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat pengetahuan perawat tentang
Early Warning Score di ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati Jakarta.
f. Ada hubungan antara pengalaman mengikuti seminar atau pelatihan tentang
EWS dengan tingkat pengetahuan perawat tentang Early Warning Score di
ruang rawat inap dewasa RSUP Fatmawati Jakarta.

3.3 Definisi Operasional

Setiap kerangka konsep pada suatu penelitian harus memiliki batasan tertentu dalam
bentuk istilah yang operasional agar terhindar dari kerancuan dalam melakukan
pengukuran, analisis atau penarikan kesimpulan (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Tabel 3.1 Definisi Operasional
Definisi Skala
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Bebas
1. Usia Jumlah tahun Mengisi Kuesioner 1. 20-40 Ordinal
masa kehidupan lembar bagian A tahun
responden mulai karakteristik (dewasa
dari lahir hingga responden. awal)
waktu penelitian 2. 41-60
dilakukan. tahun
(dewasa
tengah)
2. Jenis Status identitas Mengisi Kuesioner 1. Laki-laki Nominal
kelamin biologis sejak lembar bagian A 2. Perempuan
seseorang lahir. karakteristik
responden.
3. Tingkat Jenjang Mengisi Kuesioner 1. D3 (AMK) Ordinal
pendidikan pendidikan lembar bagian A 2. S1 (S.Kep
terakhir yang karakteristik & Ners)
ditempuh responden.
responden.
4. Lama Jangka waktu Mengisi Kuesioner 1. < 10 tahun Ordinal
bekerja sejak responden lembar bagian A 2. > 10 tahun
pertama bekerja karakteristik
menjadi perawat responden.
hingga waktu
penelitian
dilakukan,
minimal 6 bulan.
5. Beban Rata-rata jumlah Mengisi Kuesioner 1. < 6 pasien Ordinal
kerja pasien yang lembar bagian A 2. > 6 pasien
dirawat dalam karakteristik
setiap shift. responden.
6. Pengalama Pernah atau Mengisi Kuesioner 1. Pernah Nominal
n tidaknya perawat lembar bagian A 2. Tidak
mengikuti mengikuti Pernah

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Definisi Skala
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
seminar pelatihan terkait karakteristik
atau EWS. responden.
pelatihan
tentang
EWS
Terikat
7. Tingkat Segala sesuatu Memilih Kuesioner Mengikuti Ordinal
pengetahua yang diketahui jawaban bagian B teori Arikunto
n perawat perawat tentang yang benar (2006).
EWS, yang pada bagian Terdiri
terdiri dari: pengetahuan. dari 25 1. Tingkat
a. Fungsi pernyataan Pengetahua
b. Kelebihan Skala tentang n Baik
dan Guttman EWS. (total benar
kekurangan (sesuai kunci 76 – 100%
c. Indikasi jawaban) = 19 – 25).
pasien 1 = jawaban 2. Tingkat
d. Komponen benar Pengetahua
e. Skoring 0 = jawaban n Cukup
f. Penatalaksan salah (total benar
aan 56 – 75%
Skor total = 14 – 18).
yaitu 25. 3. Tingkat
Pengetahua
n Kurang
(total benar
< 56% = 0
– 13)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis desain penelitian yang digunakan,
lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, etika penelitian, alat
pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas instrumen, prosedur pengumpulan
data, pengolahan dan analisis data, serta jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross-sectional untuk


mengidentifikasi hubungan antara karakteristik perawat dengan tingkat
pengetahuan tentang Early Warning Score dengan melakukan pengukuran sesaat
tanpa ada tindak lanjut (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Peneliti tidak memberikan
intervensi kepada subyek, sehingga penelitian ini adalah penelitian non-
eksperimental (Notoatmodjo, 2010). Instrumen penelitian berupa kuesioner yang
berisi sejumlah pernyataan yang diberikan dan harus dijawab oleh responden yang
memenuhi kriteria inklusi.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap dewasa, yaitu instalasi rawat inap
(IRNA) Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta pada tanggal 18 – 30 Mei 2016.
Data primer diperoleh langsung dari perawat dengan menggunakan kuesioner.
Peneliti memilih lokasi di RSUP Fatmawati Jakarta dengan pertimbangan RSUP
Fatmawati telah menerapkan Early Warning Score, dan menjadi lahan praktik bagi
mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. IRNA Prof. Dr.
Soelarto dipilih karena ini merupakan instalasi rawat inap yang terdiri dari 6 lantai
untuk merawat pasien dewasa (tanpa perawatan obstetri dan ginekologi).

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian


Populasi target dalam penelitian ini yaitu perawat yang bekerja di ruang rawat inap
dewasa RSUP Fatmawati Jakarta. Sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian

28

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


ini perawat yang bekerja di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari kepala ruangan di setiap lantai,
pembagian jumlah perawat di IRNA Prof. Dr. Soelarto ada pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Jumlah Perawat di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta
Periode Mei 2016
Lantai Frekuensi (orang)
1 20
2 28
3 30
4 17
5 11
6 17
Jumlah 123
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini yaitu perawat yang bekerja di ruang rawat inap dewasa
yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini yaitu
perawat yang bekerja di instalasi rawat inap (IRNA) Prof. Dr. Soelarto RSUP
Fatmawati Jakarta (baik itu kepala ruangan, wakil kepala ruangan, perawat primer
serta perawat pelaksana, karena semua berperan dalam merawat dan menangani
kondisi pasien) dan bersedia menjadi responden penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusi sampel dalam penelitian ini yaitu perawat yang sedang menempuh
pendidikan keperawatan, perawat yang sedang mengikuti pelatihan, perawat yang
sedang sakit dan perawat yang sedang cuti saat proses pengambilan data.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling, yaitu seluruh anggota populasi dijadikan sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Teknik ini dipilih oleh peneliti dengan alasan jumlah populasi
tidak terlalu besar. Selain itu, apabila peneliti menghitung jumlah sampel minimal
dengan menggunakan rumus hitung (d = 5%), hasilnya mendekati jumlah populasi.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


4.3 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian sebagai


penjaminan hak-hak responden. Etika merupakan cara seseorang dalam melakukan
suatu tindakan sesuai aturan atau norma-norma yang berlaku serta menerapkan
sikap yang bertanggungjawab terhadap norma yang berlaku tersebut (Notoatmodjo,
2010; Sastroasmoro & Ismael, 2011). Beberapa prinsip dasar etika penelitian
menurut Komite Etik Riset UI (2013) diantaranya yaitu:

a. Menghormati harkat dan martabat manusia


Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan risiko yang mungkin timbul dari
penelitian ini, sehingga responden tidak merasa dipaksa untuk ikut serta dalam
penelitian. Peneliti juga menjelaskan manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini. Peneliti memberi kebebasan pada responden untuk turut serta
atau tidak dalam penelitian ini. Peneliti meminta persetujuan responden untuk
mengikuti penelitian ini dengan tanda bukti berupa tanda tangan responden
dalam lembar persetujuan (informed consent) yang berisi beberapa informasi
penting terkait penelitian, mencakup nama peneliti, judul penelitian, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian. Responden berhak mengundurkan diri
kapan saja jika saat ditengah-tengah proses penelitian merasa tidak nyaman.
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan
Sebelum mengisi kuesioner, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa
jawaban yang diberikan responden dalam kuesioner hanya akan digunakan
untuk kepentingan penelitian. Responden tidak perlu mencantumkan nama
lengkap atau nomor telepon dalam mengisi instrumen.
c. Keadilan dan inklusivitas
Peneliti memberikan penjelasan mengenai penelitian ini kepada seluruh
responden, sehingga setiap responden mendapatkan informasi yang rata dan
memiliki pemahaman yang sama terkait penelitian ini. Peneliti memberikan
kesempatan kepada responden untuk bertanya jika ada pertanyaan yang kurang
jelas di dalam kuesioner. Penelitian dilakukan dengan jujur, terbuka dan
berhati-hati.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan proses penelitian yang telah
disusun untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat. Sebelum melaksakan
penelitian, peneliti melakukan uji etik terhadap proposal penelitian di komite
etik instansi yang bersangkutan. Penelitian ini memberikan manfaat pada
responden dan instansi terkait seperti yang telah diutarakan peneliti pada Bab
1 bagian Manfaat Penelitian.

4.4 Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dengan


instrumen berupa kuesioner. Kuesioner terdiri atas dua bagian, yaitu karakteristik
perawat dan pengetahuan perawat tentang Early Warning Score. Kuesioner bagian
karakteristik perawat terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama
bekerja, beban kerja dan pengalaman mengikuti seminar atau pelatihan tentang
EWS. Responden mengisi kuesioner bagian karakteristik dengan menuliskan
jawaban atau memilih pilihan yang sesuai.

Kuesioner bagian pengetahuan perawat tentang Early Warning Score terdiri atas 25
penyataan mengenai EWS. Semua pernyataan dalam kuesioner ini disusun oleh
peneliti berdasarkan konsep di Tinjauan Pustaka dan panduan Early Warning Score
dari NHS Trust (2013). Kuesioner ini terdiri atas beberapa sup topik, meliputi
fungsi EWS, kelebihan dan kekurangan EWS, indikasi pasien yang dipantau dengan
EWS, komponen EWS, skoring EWS, dan penatalaksanaan EWS. Responden
mengisi kuesioner bagian pengetahuan dengan memilih jawaban “Benar” atau
“Salah” pada setiap pernyataan sesuai dengan yang responden ketahui.

Tabel 4.2 Penjabaran Sub Topik Early Warning Score


Sub Topik Nomor Frekuensi
Fungsi 2 1
Kelebihan dan kekurangan 3 1
Indikasi pasien 1, 4, 5 3
Komponen 6, 7, 8, 9, 10, 20 6
Skoring 11, 12, 13, 14, 15, 16 6
Penatalaksanaan 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25 8

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Jumlah 25

Uji normalitas data nilai pengetahuan dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov


karena jumlah sampel besar (diatas 30), yaitu 110 sampel. Hasil uji normalitas data
menunjukkan nilai p = 0,000 pada ɑ = 0,05. Karena nilai p < ɑ, maka distribusi data
nilai pengetahuan dinyatakan tidak normal.

Skor total dalam kuesioner tingkat pengetahuan yaitu 25. Penentuan tingkat
pengetahuan perawat dilakukan sesuai dengan teori Arikunto (2006). Seseorang
dikatakan memiliki pengetahuan baik jika mampu menjawab kuesioner dengan
benar sebanyak 76 – 100% (19 – 25), pengetahuan cukup jika jawaban benar 56 –
75% (14 – 18), dan pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 56% (0 –
13).

4.5 Uji Instrumen

Penelitian ini menggunakan instrumen yang disusun oleh peneliti berdasarkan


konsep di Tinjauan Pustaka dan panduan Early Warning Score dari NHS Trust
(2013), oleh karena itu instrumen perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sebelum melakukan pengambilan data yang sesungguhnya. Jumlah sampel minimal
untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen yaitu 30 sampel (Sugiyono,
2011). Sampel yang telah digunakan dalam uji validitas dan reliabilitas tidak akan
digunakan lagi saat pengambilan data yang sesungguhnya.

4.6.1 Uji Validitas


Validitas menunjukkan suatu instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya
diukur (Jogiyanto, 2013). Uji validitas pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu
uji validitas isi (content validity) dan uji validitas konstruk (Pearson Product
Moment). Uji validitas isi merupakan bentuk uji validitas internal yang
menunjukkan kemampuan instrumen penelitian dalam mengukur apa yang
seharusnya diukur dari suatu konsep (Jogiyanto, 2013). Peneliti meminta bantuan
kepada salah satu dosen di Departemen Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia yang memiliki spesialisasi di bidang
kegawatdaruratan untuk menelaah isi instrumen yang telah disusun oleh peneliti,

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


khususnya pada bagian tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score. Peneliti
melakukan perbaikan instrumen berdasarkan masukan dari dosen yang telah
melakukan uji validitas isi.

Setelah itu, peneliti melakukan uji korelasi Pearson Product Moment untuk
mengukur validitas instrumen penelitian dengan menghitung korelasi antar item-
item dalam instrumen. Item instrumen dinyatakan valid jika nilai koefisien korelasi
lebih besar dari 0,30, atau jika nilai r hitung > r tabel. Item pertanyaan yang tidak valid
akan dihilangkan atau diubah. Peneliti menyebar kuesioner kepada perawat yang
bekerja di instalasi rawat inap Teratai lantai 4-6 RSUP Fatmawati Jakarta yang
sesuai dengan kriteria inklusi sampel penelitian. Jumlah sampel dalam uji ini yaitu
33 perawat. Setiap butir pernyataan dalam instrumen dikatakan valid jika nilai r
hitung > r tabel (0,355 pada df-2 = 31 dan ɑ = 0,05).

Hasil uji validitas konstruk dengan menggunakan Pearson Product Moment


menunjukkan bahwa dari 27 pernyataan dalam kuesioner bagian tingkat
pengetahuan, hanya 7 pernyataan yang memiliki nilai r hitung > 0,355, yaitu
pernyataan nomor 1, 11, 16, 19, 21, 26 dan 27. Sebanyak 19 nomor pernyataan yang
memiliki nilai r hitung < 0,355 yang berarti tidak valid. Diantara pernyataan yang
tidak valid, terdapat 1 pernyataan yang dijawab ‘Benar’ oleh semua responden,
yaitu nomor 4, sehingga tidak ada keragaman jawaban dan pernyataan dinyatakan
tidak valid.

Berdasarkan hasil uji validitas konstruk, peneliti melakukan perbaikan instrumen


dengan bantuan dosen pembimbing. Terdapat dua buah pernyataan yang dihapus
dari instrumen karena pernyataan dianggap tidak mengukur pengetahuan perawat
tentang Early Warning Score, yaitu nomor 7 dan 8, sehingga jumlah pernyataan
menjadi 25 butir. Setelah menghapus nomor 7 dan 8, peneliti kembali melakukan
uji validitas ulang. Hasilnya menunjukkan jumlah pernyataan valid tetap berjumlah
7, yaitu nomor 1, 9, 14, 17, 19, 24 dan 25. Setelah itu, peneliti melakukan perbaikan
struktur kalimat pada setiap butir pernyataan agar menjadi lebih mudah untuk
dibaca dan dipahami perawat.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu instrumen yang
mengukur suatu konsep (Jogiyanto, 2013). Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai
sejauh mana instrumen dapat dipercaya dan apakah pengukuran menghasilkan data
yang konsisten jika instrumen digunakan kembali (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Uji reliabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
Cronbach’s Alpha dengan mengukur rata-rata konsistensi internal diantara item
setiap pertanyaan.

Nilai Cronbach’s Alpha yang dapat diterima tergantung dari tujuan penelitiannya.
Pada tahapan awal riset, nilai reliabilitas 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup.
Meningkatkan reliabilitas melebihi nilai 0,80 dianggap terlalu tinggi untuk riset
dasar. Nilai reliabilitas yang diterima di banyak penelitian berkisar antara 0,70
hingga 0,80 (Jogiyanto, 2013). Penelitian ini memiliki nilai reliabiltas sebesar
0,633.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah


sebagai berikut:

4.7.1 Administrasi
a. Setelah melakukan seminar proposal dan proposal telah disetujui oleh
pembimbing, peneliti membuat surat izin ke Bagian Akademik Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia untuk melakukan penelitian di RSUP
Fatmawati Jakarta.
b. Peneliti memasukkan surat izin penelitian dari kampus dan beberapa dop
proposal ke Bagian Pendidikan dan Pelatihan RSUP Fatmawati Jakarta.

4.7.2 Kaji Etik


a. Peneliti menyerahkan beberapa rangkap proposal penelitian dan formulir-
formulir lain yang dibutuhkan.
b. Uji etik berlangsung selama sekitar satu bulan.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


c. Proposal penelitian berhasil lolos uji etik dengan bukti berupa surat keterangan
lolos kaji etik per tanggal 25 April 2016 pada tanggal 29 April 2016
(Lampiran).
d. Peneliti melakukan presentasi di Bagian Diklit RSUP Fatmawati Jakarta di
depan perwakilan dari Bagian Diklit dan kepala instalasi rawat inap Prof. Dr.
Soelarto.
e. Peneliti mengumpulkan revisi proposal penelitian dan mendapatkan surat izin
penelitian serta nametag penelitian dari Bagian Diklit RSUP Fatmawati
Jakarta.

4.7.3 Uji Instrumen


a. Peneliti menyampaikan surat izin penelitian yang telah ditandatangani direktur
kepada kepala instalasi rawat inap Teratai dan menyampaikan akan mulai
melakukan uji instrumen di lantai 4 – 6.
b. Peneliti menemui kepala ruangan di setiap lantai di instalasi rawat inap Teratai
untuk menyampaikan surat izin penelitian, tujuan dan prosedur pengambilan
data.
c. Peneliti melakukan uji validitas pertama dengan menggunakan 33 responden,
namun instrumen sebagian besar belum valid.
d. Peneliti melakukan perbaikan instrumen lalu melakukan uji validitas yang
kedua yang menghasilkan jumlah pernyataan valid lebih banyak.
e. Peneliti melakukan uji reliabilitas instrumen.

4.7.4 Pengambilan Data


a. Peneliti menyampaikan surat izin penelitian yang telah ditandatangani direktur
kepada kepala instalasi rawat inap Prof. Dr. Soelarto dan menyampaikan akan
mulai melakukan pengambilan data di lantai 1 – 6.
b. Peneliti menemui kepala ruangan di setiap lantai di instalasi rawat inap Teratai
untuk menyampaikan surat izin penelitian, tujuan dan prosedur pengambilan
data. Peneliti juga meminta bantuan kepala ruangan untuk menginformasikan
kepada para perawat terkait penelitian ini agar responden bersedia
berpartisipasi.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


c. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden terkait penelitian
yang dilakukan, tujuan dan manfaatnya disaat responden berada di nurse
stadion dan tidak sedang melakukan tindakan, serta ketika sekelompok perawat
dalam satu dinas akan mengakhiri dinasnya dan pulang. Peneliti juga
menjelaskan bahwa responden tidak akan mengalami kerugian apapun dari
penelitian ini dan berhak menolak jika tidak bersedia ikut serta.
d. Responden menandatangani surat persetujuan menjadi responden (informed
consent).
e. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dan
mempersilakan responden untuk bertanya jika ada yang tidak dimengerti.
f. Responden mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner oleh
responden selama sekitar 15 menit dengan didampingi oleh peneliti.
g. Peneliti memeriksa kelengkapan kuesioner yang telah diisi responden dan
meminta reponden untuk melengkapi jawaban jika belum lengkap
h. Peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden dan kuesioner dikumpulkan
untuk kemudian diolah.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

4.8.1 Pengolahan Data


Setelah data terkumpul, data diolah agar memudahkan peneliti dalam melakukan
analisis. Pengolahan data terdiri dari 4 tahap, yaitu editing, coding, entry/processing
dan cleaning (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
e. Editing
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh kuesioner yang telah diisi
responden, memeriksa dan menyunting berdasarkan kelengkapan jawaban
responden. Kuesioner yang tidak lengkap terisi maka akan dieliminasi dan
tidak dilakukan proses lebih lanjut.
f. Coding
Pada tahap ini, peneliti memberi kode pada setiap item pertanyaan dan
jawaban. Pada variabel tingkat pengetahuan, peneliti memberi skor 1 jika

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


jawaban responden benar dan skor 0 jika jawaban responden salah berdasarkan
kunci jawaban yang telah peneliti buat sebelumnya (Skala Guttman).
g. Entry/Processing
Pada tahap ini, peneliti memasukkan seluruh data yang telah diberi kode ke
dalam software aplikasi pengolahan statistik di komputer.
h. Cleaning
Pada tahap ini, peneliti memeriksa kembali data-data yang telah dimasukkan
ke dalam perangkat lunak statistik agar tidak terjadi kesalahan kode,
kekurangan atau berlebihan. Setelah selesai diperiksa, peneliti akan melakukan
analisis data hasil penelitian.

4.8.2 Analisis Data


4.8.2.1 Analisis Univariat

Tabel 4.3 Analisis Uji Univariat Data Penelitian


No. Variabel Jenis Data Uji Statistik
1. Karakteristik Perawat
1. Usia Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
2. Jenis kelamin Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
3. Tingkat pendidikan Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
4. Lama bekerja Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
5. Beban kerja Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
6. Pengalaman mengikuti Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
seminar/pelatihan Kategorik
menggunakan EWS
2. Tingkat Pengetahuan
1. Baik Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
2. Cukup Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)
3. Kurang Kategorik Frekuensi (n), Persentase (%)

4.8.2.2 Analisis Bivariat


Analisis hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, beban
kerja dan pengalaman mengikuti seminar/pelatihan dengan tingkat pengetahuan
dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square, yaitu uji komparatif kategorik
tidak berpasangan pada tabel 2 x k (CI = 95% pada α = 0,05). Sedangkan analisis
hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan dilakukan dengan menggunakan
uji Mann-Whitney, sebab nilai expected count kurang dari lima yang diperoleh dari

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


uji Chi Square yaitu lebih besar dari 20% (Dahlan, 2014). Interpretasi kedua uji
tersebut yaitu:
a. Jika nilai p < 0,05, artinya terdapat hubungan bermakna antara kedua variabel.
b. Jika nilai p > 0,05, artinya tidak ada hubungan bermakna antara kedua variabel.

Tabel 4.4 Analisis Uji Bivariat Data Penelitian


Variabel Jenis Data Uji
No.
Bebas Terikat Bebas Terikat Statistik
1. Usia Kategorik Chi Square
2. Jenis Kkelamin Kategorik Chi Square
3. Tingkat pendidikan Kategorik Chi Square
4. Lama bekerja Tingkat Kategorik Kategorik Chi Square
5. Beban kerja Pengetahuan Kategorik Chi Square
6. Pengalaman mengikuti Kategorik Mann-
seminar/pelatihan Whitney
menggunakan EWS

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil peneltian untuk mengetahui hubungan
antara karakteristik perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning
Score (EWS). Penelitian ini dilakukan data pada tanggal 24 – 30 Mei 2016 di
instalasi rawat inap (IRNA) Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati (RSF) Jakarta.
Target sampel pada awalnya yaitu 123 perawat. Akan tetapi, peneliti hanya
melakukan penelitian kepada 110 perawat dikarenakan sisanya sedang cuti (6
orang), libur (5 orang) dan pulang kampung (2 orang). Peneliti menyebar instrumen
berupa kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya
kepada kepala ruangan, wakil kepala ruangan, perawat primer dan perawat
pelaksana.

5.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui frekuensi dan
persentase dari setiap variabel yang diteliti, yaitu karakteristik perawat dan tingkat
pengetahuan tentang early Warning Score. Karakteristik perawat mencakup usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, beban kerja dan pengalaman
mengikuti seminar atau pelatihan tentang Early Warning Score.

5.1.1 Karakteristik Perawat

Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama


bekerja, beban kerja dan pengalaman mengikuti seminar atau pelatihan tentang
Early Warning Score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1 Karakteristik Perawat di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSF Periode Mei
2016 (n = 110)
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
Dewasa awal (20–40 tahun) 90 81,8
Dewasa tengah (41–60 tahun) 20 18,2
Jumlah 110 100
Jenis kelamin
Laki-laki 28 25,5
Perempuan 82 74,5

39

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Jumlah 110 100
Tingkat pendidikan
Vokasi (D3) 72 65,5
Sarjana (S1) 38 34,5
Jumlah 110 100
Lama bekerja
< 10 tahun 75 68,2
≥ 10 tahun 35 31,8
Jumlah 110 100
Beban kerja
< 6 pasien 84 76,4
≥ 6 pasien 26 23,6
Jumlah 110 100
Pengalaman seminar atau
pelatihan EWS
Pernah 58 52,7
Tidak pernah 52 47,3
Jumlah 110 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berada pada tahapan usia
dewasa awal (20 – 40 tahun), yaitu sebanyak 90 orang (81,8%). Sedangkan perawat
yang berada pada tahapan usia dewasa akhir (41 – 60 tahun) sebanyak 20 orang
(18,2%). Mayoritas perawat berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 82 orang
(74,5%). Perawat yang berjenis kelamin laki-laki memiliki jumlah yang lebih
sedikit yaitu sebanyak 28 orang (25,5%). Sebanyak 72 orang perawat (65,5%)
memiliki latar belakang pendidikan vokasi atau D3. Sedangkan perawat dengan
latar belakang pendidikan sarjana atau S1 berjumlah lebih sedikit, yaitu sebanyak
38 orang (34,5%). Sebanyak 75 orang perawat memiliki masa kerja < 10 tahun
(68,2%). Perawat yang telah bekerja selama ≥ 10 tahun sebanyak 35 orang (31,8%).
Perawat yang merawat < 6 pasien dalam setiap dinas yaitu sebanyak 84 orang
(76,4%). Sementara itu, perawat yang merawat ≥ enam pasien dalam setiap dinas
sebanyak 26 orang (23,6%). Sebagian besar perawat telah mengikuti seminar atau
pelatihan tentang Early Warning Score, yaitu sebanyak 58 orang (52,7%). Namun,
jumlah perawat yang belum mengikuti pelatihan juga cukup besar, yaitu sebanyak
52 orang (47,3%).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


5.1.2 Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Early Warning Score
Penentuan tingkat pengetahuan dilakukan dengan menggunakan cut off point.
Berdasarkan hasil uji normalitas data, data pengetahuan memiliki distribusi yang
tidak normal. Oleh sebab itu, nilai median (15) digunakan dalam membagi tingkat
pengetahuan perawat. Perawat memiliki pengetahuan baik jika total nilai
pengetahuan ≥ median, dan memiliki pengetahuan kurang jika total nilai
pengetahuan < median.
a. Tingkat Pengetahuan Secara Umum
Tingkat pengetahuan perawat secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Perawat Secara Umum tentang EWS


di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSF Periode Mei 2016 (n = 110)
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Pengetahuan tentang EWS
secara umum
Baik 15 13,6
Cukup 73 66,7
Kurang 22 20,0
Jumlah 110 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki pengetahuan


cukup tentang Early Warning Score secara umum, yaitu sebanyak 73 orang
(66,7%). Perawat yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 15 orang (13,6%).
Sedangkan perawat yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 22 orang
(20%).

b. Tingkat Pengetahuan Berdaarkan Sub Topik


Tingkat pengetahuan perawat berdasarkan sup topik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Tabel 5.3 Tingkat Pengetahuan Perawat Berdasarkan Sub Topik tentang EWS
di IRNA Prof. Dr. Soelarto RSF Periode Mei 2016 (n = 110)
Sub Topik EWS Frekuensi (n) Persentase (%)
Fungsi
Baik 39 35,9
Cukup 0 0

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Kurang 71 64,1
Jumlah 110 100
Kelebihan dan kekurangan
Baik 38 34,5
Cukup 0 0
Kurang 72 65,5
Jumlah 110 100
Indikasi pasien
Baik 89 80,9
Cukup 0 0
Kurang 21 19,1
Jumlah 110 100
Komponen
Baik 29 26,4
Cukup 76 69,1
Kurang 5 4,5
Jumlah 110 100
Skoring
Baik 16 14,5
Cukup 77 70
Kurang 17 15,5
Jumlah 110 100
Penatalaksanaan
Baik 21 19,1
Cukup 55 50
Kurang 34 30,9
Jumlah 110 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa perawat telah memiliki pengetahuan yang baik
tentang indikasi pasien yang dipantau dengan EWS (80,9%), komponen EWS
(95,5%), skoring EWS (84,5%), dan penatalaksanaan EWS (69,1%).
Sedangkan pengetahuan yang masih kurang dimiliki oleh perawat yaitu tentang
fungsi EWS (35,9%) dan kelebihan dan kekurangan EWS (34,5%).

5.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score.
Terdapat enam karakteristik perawat yang digunakan dalam analisis ini, yaitu usia,
jenis kelamin tingkat pendidikan, lama bekerja, beban kerja dan pengalaman
mengikuti seminar atau pelatihan tentang Early Warning Score.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


5.3.1 Hubungan antara Usia Perawat dengan Tingkat Pengetahuan
Hubungan antara usia perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning
Score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.4 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan (n = 110)


Tingkat Pengetahuan
Jumlah
Usia Baik Cukup Kurang p value
n % n % n % n %
Dewasa awal 13 86,7 60 82,2 17 77,3 90 81,8
(20–40 tahun)
0,461
Dewasa tengah 2 13,3 13 17,8 5 22,7 20 18,2
(41–60 tahun)
Jumlah 15 100 73 100 22 100 110 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa perawat yang berada pada tahapan usia dewasa awal
(20 – 40 tahun) sebagian besar memiliki pengetahuan baik dan cukup, yaitu
sebanyak 13 orang (86,7%) dan 60 orang (82,2). Sebagian besar perawat yang
berada pada tahapan usia dewasa tengah (41 – 60 tahun) juga memiliki pengetahuan
baik dan cukup, yaitu sebanyak 2 orang (13,3%) dan 13 orang (17,8%). Namun,
hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia
dengan tingkat pengetahuan (p = 0,461; α = 0,05).

5.3.2 Hubungan antara Jenis Kelamin Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


Hubungan antara jenis kelamin perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early
Warning Score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.5 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan


(n = 110)
Tingkat Pengetahuan
Jumlah
Jenis Kelamin Baik Cukup Kurang p value
n % n % n % n %
Laki-laki 7 46,7 12 16,4 9 40,9 28 25,5
0,009*
Perempuan 8 53,3 61 83,6 13 59,1 82 74,5
Jumlah 15 100 73 100 22 100 110 100
* bermakna pada α = 0,05

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa perawat berjenis kelamin laki-laki yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 7 orang (46,7%) dan pengetahuan cukup sebanyak 12

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


orang (16,4%). Perawat berjenis kelamin perempuan yang memiliki pengetahuan
baik sebanyak 8 orang (53,3%) dan pengetahuan cukup sebanyak 61 orang (83,6%).
Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score (p =
0,009; CI = 95%; α = 0,05).

5.3.3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


Hubungan antara tingkat pendidikan perawat dengan tingkat pengetahuan tentang
Early Warning Score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.6 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan


(n = 110)
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Jumlah
Baik Cukup Kurang p value
Pendidikan
n % n % n % n %
Vokasi (D3) 10 66,7 47 64,4 15 68,2 72 65,5
0,942
Sarjana (S1) 5 33,3 26 35,6 7 31,8 38 34,5
Jumlah 15 100 73 100 22 100 110 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa jumlah perawat dengan latar belakang pendidikan
D3 dan S1 yang memiliki pengetahuan baik dan cukup jumlahnya lebih banyak
dibandingkan yang memiliki pengetahuan kurang. Perawat lulusan D3 yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 10 orang (66,7%) dan pengetahuan cukup
sebanyak 47 orang (64,4%). Sedangkan perawat lulusan S1 yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 5 orang (33,3%) dan pengetahuan cukup sebanyak 26
orang (35,6%) Akan tetapi, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan (p = 0,942; α =
0,05).

5.3.4 Hubungan antara Lama Bekerja Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


Hubungan antara lama bekerja perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early
Warning Score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Tabel 5.7 Hubungan antara Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan
(n = 110)
Tingkat Pengetahuan
Jumlah
Lama Bekerja Baik Cukup Kurang p value
n % n % n % n %
< 10 tahun 9 60 50 68,5 16 72,7 75 68,2
0,713
≥ 10 tahun 6 40 23 31,5 6 27,3 35 31,8
Jumlah 15 100 73 100 22 100 110 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bekerja < 10 tahun
memiliki pengetahuan baik sebanyak 9 orang (62,2%) dan pengetahuan cukup
sebanyak 50 orang (68,5%) Perawat yang telah bekerja ≥ 10 tahun juga sebagian
besar memiliki pengetahuan baik dan cukup, yaitu sebanyak 6 orang (40,0%) dan
23 orang (31,5%). Namun, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara lama bekerja dengan tingkat pengetahuan (p = 0,713; α = 0,05).

5.3.5 Hubungan antara Beban Kerja Perawat dengan Tingkat Pengetahuan


Hubungan antara beban kerja perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early
Warning Score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.8 Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Pengetahuan (n = 110)
Tingkat Pengetahuan
Jumlah
Beban Kerja Baik Cukup Kurang p value
n % n % n % n %
< 6 pasien 9 60 57 78,1 18 81,8 84 76,4
0,258
≥ 6 pasien 6 40 16 21,9 4 18,2 26 23,6
Jumlah 15 100 73 100 22 100 110 100

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang perawat (60%) yang merawat < 6
pasien dalam setiap dinas memiliki pengetahuan baik dan sebanyak 57 orang
(78,1%) memiliki pengetahuan cukup. Selain itu, sebanyak 6 orang perawat (40%)
yang merawat ≥ 6 pasien dalam setiap dinas memiliki pengetahuan baik dan
sebanyak 16 orang (21,9%) memiliki pengetahuan cukup. Hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara beban bekerja dengan
tingkat pengetahuan (p = 0,258; α = 0,05).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


5.3.6 Hubungan antara Pengalaman Perawat dalam Mengikuti Seminar atau
Pelatihan dengan Tingkat Pengetahuan
Hubungan antara pengalaman perawat meningkuti seminar atau pelatihan dengan
tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel 5.9 Hubungan antara Pengalaman Mengikuti Seminar/Pelatihan dengan


Tingkat Pengetahuan (n = 110)
Pengalaman Tingkat Pengetahuan
Jumlah
Seminar / Baik Cukup Kurang p value
Pelatihan n % n % n % n %
Pernah 7 46,7 41 56,2 10 45,5 58 52,7
0,596
Tidak pernah 8 53,3 32 43,8 12 54,5 52 47,3
Jumlah 15 100 73 100 22 100 110 100

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa perbandingan jumlah jumlah perawat yang pernah
dan tidak pernah mengikuti pelatihan yang memiliki pengetahuan baik dan cukup
hampir sama. Diantara perawat yang pernah mengikuti seminar atau pelatihan,
sebanyak 7 orang (46,7%) memiliki pengetahuan baik dan sebanyak 41 orang
(56,2%) memiliki pengetahuan cukup. Sedangkan perawat yang belum pernah
mengikuti seminar atau pelatihan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 8
orang (53,3%) dan pengetahuan cukup sebanyak 32 orang (43,8%). Walaupun
demikian, hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna
antara pengalaman mengikuti seminar atau pelatihan dengan tingkat pengetahuan
(p = 0,596; α = 0,05).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 6
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan diskusi hasil penelitian
yang telah diperoleh. Pembahasan dilakukan peneliti dengan membandingkan hasil
penelitian dengan penelitian-penelitian sebelumnya dan teori-teori yang berkaitan.
Pada akhir bab ini dijelaskan pula mengenai keterbatasan penelitian serta implikasi
penelitian bagi pelayanan, pendidikan dan penelitian.

6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil

6.1.1 Karakteristik Perawat


a. Usia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berada pada
tahapan usia dewasa awal (20 – 40 tahun), yaitu sebanyak 90 orang (81,8%).
Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Ludikhuize et al (2011),
sebagian besar perawat berusia antara 20 – 40 tahun dengan nilai median yaitu
28 tahun. Jumlah perawat yang baru lulus dari pendidikan keperawatan (fresh
graduated) di RSUP Fatmawati Jakarta cukup banyak.

Hasil penelitian ini sejalan dengam teori yang menyatakan bahwa tahapan usia
dewasa muda (20 – 40 tahun) adalah tahapan dimana individu aktif dalam
berkarir dan tahap ini merupakan fase yang produktif untuk melakukan
pekerjaan (Potter & Perry, 2013). Tahap usia dewasa muda adalah tahap
perkembangan seseorang dimana pada tahap ini timbul kemandirian, mulainya
kompetensi, terjadi perubahan gaya hidup dan adanya hubungan dengan
lingkungan disekitar (Berman et al, 2008). Menurut peneliti, jumlah perawat
berusia muda yang banyak dapat menjadi modal bagi pihak rumah sakit dalam
rangka peningkatakan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan
keperawatan

Jenis Kelamin
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebanyak 82 orang (74,5%). Hasil ini sama dengan
penelitian yang dilakukan Myny et al (2012) dimana 71,2% perawat berjenis

47

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


kelamin perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Ludikhuize et al (2011)
menunjukkan sebanyak 80 orang perawat (84,2%) berjenis kelamin
perempuan. Proporsi jenis kelamin perempuan yang lebih banyak sesuai
dengan kenyataan di Indonesia dimana profesi tenaga kesehatan didominasi
oleh perempuan. Penelitian yang dilakukan Akhlaq (2014) menunjukkan
bahwa perempuan memiliki tingkat motivasi berdasarkan hierarki Maslow
yang lebih tinggi untuk memasuki pendidikan kesehatan dibandingkan dengan
laki-laki.

b. Tingkat Pendidikan
Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2014, jenjang pendidikan
keperawatan di Indonesia terdiri dari pendidikan vokasi (D3) dan pendidikan
akademik (sarjana, profesi, magister, spesialis dan doktor). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki latar belakang
pendidikan vokasi atau D3, yaitu sebanyak 72 orang (65,5%). Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan Douw et al (2016), sebesar 57% perawat
memiliki latar belakang pendidikan diploma (n = 96).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, sebagian besar perawat yang


bekerja di rumah sakit memiliki latar belakang pendidikan vokasi. Peneliti
berasumsi bahwa jumlah perawat lulusan D3 lebih banyak dibandingkan
lulusan S1 dikarenakan institusi pendidikan vokasi keperawatan telah ada di
Indonesia sejak lama dan jumlahnya cukup banyak tersebar diseluruh daerah
di Indonesia. Jumlah institusi pendidikan vokasi keperawatan di Indonesia
yaitu sebanyak 288 institusi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011). Sedangkan penelitian oleh Liaw et al (2011) dimana 93% perawat
berlatarbelakang pendidikan sarjana. Peneliti berasumsi bahwa kedua
penelitian tersebut memberikan hasil yang berbeda dikarenakan penelitian
tersebut dilakukan di Amerika yang merupakan salah satu negara yang menjadi
pusat dalam dunia keperawatan.

c. Lama Bekerja

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat telah bekerja
selama < 10 tahun, yaitu sebanyak 75 (68,2%). Penelitian Douw et al (2016)
di salah satu rumah sakit tersier di Belanda menunjukkan bahwa sebesar 61%
perawat telah bekerja selama ≥ 5 tahun (n = 96). Perawat yang telah bekerja
diatas sepuluh rata-rata sudah menduduki jabatan yang cukup tinggi, seperti
menjadi kepala ruangan, wakil kepala ruangan atau perawat primer.
Berdasarkan peraturan yang mengatur terkait masa kerja perawat di Indonesia,
masa kerja perawat dengan pendidikan D3 akan berakhir pada usia 56 tahun,
sedangkan masa kerja perawat dengan pendidikan S1 akan berakhir pada usia
60 tahun.

Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Myny et al (2012)
dimana sebagian besar perawat telah bekerja ≥ 10 tahun, yaitu sebesar 69,5%.
Hal ini disebabkan karena jumlah sampel dalam penelitian tersebut lebih besar.
Selain itu, penelitian tersebut dilakukan di beberapa hingga lebih dari puluhan
rumah sakit, sehingga kemungkinan variasi masa kerja perawat lebih besar dan
jumlah perawat yang bekerja ≥ 10 tahun lebih banyak.

d. Beban Kerja
Terdapat beberapa indikator untuk mengukur beban kerja perawat, salah
satunya yaitu rasio perbandingan antara jumlah perawat dengan jumlah pasien
yang dirawat (Junttila et al, 2016). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebagian besar perawat merawat < 6 pasien dalam setiap dinas, yaitu sebanyak
84 orang (76,4%). Hal ini berarti sebagian besar perawat merawat 1 – 5 pasien
dalam setiap dinas (shift).

Rumah sakit tempat dilakukannya penelitian ini merupakan salah satu rumah
sakit pusat yang setiap harinya merawat banyak sekali pasien, baik pasien rawat
jalan maupun rawat inap. Kondisi ini berdampak pada bertambahnya beban
kerja yang harus dilakukan perawat. Menurut Abrahamson et al (2012), apabila
pasien yang menjadi tanggungjawab perawat berjumlah banyak banyak, maka
junlah pasien yang dirawat oleh setiap perawat akan turut bertambah.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


e. Pengalaman Mengikuti Seminar/Pelatihan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat telah
mengikuti seminar atau pelatihan tentang Early Warning Score, yaitu sebanyak
58 orang (52,7%). Perbandingan antara perawat yang sudah pernah dan belum
pernah mengikuti pelatihan hampir sama. Hasil ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ludikhuize et al (2011) dimana jumlah perawat yang
memperoleh pelatihan sebanyak 47 orang, sedangkan jumlah perawat yang
tidak memperoleh pelatihan sebanyak 48 orang.

Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata perawat dengan masa kerja 1 – 5


tahun telah mengikuti seminar atau pelatihan tentang Early Warning Score.
Peneliti berasumsi kondisi seperti ini terjadi karena Early Warning Score baru
diterapkan di RSUP Fatmawati Jakarta sejak tahun 2013. Sebagian besar
perawat yang lulus pada tahun tersebut dan tahun-tahun setelahnya
mendapatkan pelatihan tentang Early Warning Score dari bagian Diklit
Sedangkan perawat yang telah bekerja selama ≥ 10 tahun rata-rata belum
mengikuti seminar atau pelatihan.

6.1.2 Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Early Warning Score


Chinn & Kramer (2011) mendeskripsikan pengetahuan sebagai rasa tahu yang
diutarakan dalam bentuk yang dapat dibagi dan dikomunikasikan dengan orang
lain. Tahu adalah konsep abstrak yang mencakup persepsi, pengalaman dan
pemikiran secara tidak sadar (Bell-Gordon, Gigliotti & Mitchell, 2014). Seorang
perawat memiliki semua sumber rasa tahu untuk memperoleh pengetahuan,
termasuk pengetahuan mengenai identifikasi dan penanganan perburukan kondisi
pasien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liaw et al (2011), pengetahuan
dan pengalaman adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat
dalam mengidentifikasi pasien yang mengalami perburukan kondisi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar perawat memiliki
pengetahuan cukup tentang Early Warning Score secara umum, yaitu sebanyak 73
orang (66,7%). Perawat yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 15 orang
(13,6%) Berdasarkan sub topik Early Warning Score, perawat telah memiliki

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


pengetahuan yang baik tentang indikasi pasien yang dipantau dengan EWS
(80,9%), komponen EWS (95,5%), skoring EWS (84,5%), dan penatalaksanaan
EWS (69,1%). Sedangkan pengetahuan yang masih kurang dimiliki oleh perawat
yaitu tentang fungsi EWS (35,9%) dan kelebihan dan kekurangan EWS (34,5%).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Jansson et al (2013)
di Finlandia yang dilakukan untuk meneliti pengetahuan perawat tentang perawatan
dalam kondisi kritis (critical care) menunjukkan bahwa rata-rata perawat
menjawab 59,9% pertanyaan dengan benar.

Pengetahuan adalah modal yang diperlukan dalam menerapkan panduan praktik


klinis di lingkungan pelayanan kesehatan (Jun, Kovner & Stimpfel, 2016).
Pengetahuan seorang individu diperoleh dari pengalaman yang dilalui selama
hidupnya. Seseorang dikatakan memiliki pengetahuan yang baik apabila ia
mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis dan
mengevaluasi hal yang dipelajarinya (Notoatmodjo, 2007).

Responden dalam penelitian ini merupakan perawat yang bekerja di rumah sakit
yang telah menerapkan Early Warning Score selama kurang lebih 2 tahun. Sebagian
perawat telah memperoleh pelatihan atau seminar tentang Early Warning Score,
sehingga perawat telah memiliki pengetahuan terkait Early Warning Score. Selain
itu, perawat yang menjadi responden pun telah memiliki masa kerja selama
bertahun-tahun, bahkan sebesar 31,8% perawat telah bekerja selama ≥ 10 tahun.
Keadaan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa perawat telah memiliki
pengalaman yang banyak dalam merawat pasien dengan berbagai karakteristik dan
penyakit.

Penelitian lain yang mendukung yaitu penelitian dilakukan oleh Fiqi (2014)
didapatkan hasil yaitu salah satu faktor yang berhubungan dengan kelengkapan
pengkajian keperawatan oleh perawat di instalasi rawat inap yaitu pengetahuan
perawat. Dalam penelitian ini, terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan perawat dengan kelemgkapan pengkajian (p = 0,000; CI = 95%; α =
0,05). Selain itu, penelitian yang dilakukan Mastini (2013) juga menunjukkan
adanya hubungan adanya pengetahuan dengan kelengkapan pendokumentasian

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


asuhan keperawatan. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang
dimiliki seorang perawat dapat mempengaruhi kemampuan perawat dalam
melakukan pengkajian dan pendokumentasian, dimana kedua hal ini merupakan
bagian dari penerapan Early Warning Score.

Sementara itu, penelitian yang dilakukukan Liswati (2013) untuk meneliti


gambaran pengetahuan perawat tentang Early Warning Score menunjukkan bahwa
70,1% perawat memiliki pengetahuan kurang. Peneliti mendapati banyaknya
pengetahuan yang kurang diperoleh karena pemilihan sampel dan lokasi penelitian
yang tidak tepat. Penelitian tersebut dilakukan di rumah sakit yang belum
menerapkan Early Warning Score, sehingga kemungkinan perawat untuk terpapar
dengan informasi mengenai Early Warning Score sangat kecil.

Penelitian Koh et al (2008) mengidentifikasi hambatan yang dipersepsikan perawat


dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu pengetahuan dan motivasi. Selain itu,
penelitian Jansson et al (2013) yang dilakukan untuk meneliti pengetahuan perawat
tentang perawatan dalam kondisi kritis (critical care) menunjukkan bahwa
hambatan yang dialami perawat dalam menggunakan panduan praktik klinis dalam
melakukan perawatan dalam kondisi kritis antara lain sumber, kurangnya waktu,
ketidaknyamanan yang dirasakan terhadap pasien, kurangnya keterampilan,
ketidaksetujuan dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya, kurangnya
pengetahuan, kurangnya bimbingan, kelalaian, dianggap tidak penting dan
kurangnya tenaga kesehatan.

Hambatan lain dalam menjalankan praktik klinis adalah perbedaan karakteristik


pasien yang dihadapi oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya (Jun, Kovner &
Stimpfel, 2016). Sebagai contoh, pasien anak-anak dan pasien dewasa memiliki
kondisi anatomi dan fisiologi yang berbeda. Penggunaan Early Warning Score
harus disesuaikan dengan masing-masing pasien. Indikator normal pada skoring
Early Warning Score untuk pasien anak-anak dan pasien dewasa tidak sama. Untuk
mengatasi hambatan ini, perawat perlu memiliki pengetahuan yang luas tentang
kondisi pasien (Odell, 2010).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


6.1.3 Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan tentang
Early Warning Score
a. Hubungan Usia dengan Tingkat Pengetahuan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara usia dengan tingkat pengetahuan (p = 0,461; α = 0,05). Perawat yang
berada pada tahapan usia dewasa awal (20 – 40 tahun) sebagian besar memiliki
pengetahuan baik dan cukup, yaitu sebanyak 13 orang (86,7%) dan 60 orang
(82,2). Sebagian besar perawat yang berada pada tahapan usia dewasa tengah
(41 – 60 tahun) juga memiliki pengetahuan baik dan cukup, yaitu sebanyak 2
orang (13,3%) dan 13 orang (17,8%).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Martini (2007)
yang hasilnya menunjukkan tidak adanya hubungan antara usia dengan praktik
pendokumentasian asuhan keperawatan. Sedangkan penelitian yang dilakukan
Quiros et al (2007) memberikan hasil yang berkebalikan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang berusia dewasa tengah ke atas
memiliki sikap dan pengetahuan yang lebih baik dalam menerima dan
menggunakan panduan praktik klinis dibandingkan yang berusia dewasa muda
(p < 0,004).

Walaupun individu pada tahapan dewasa muda aktif dalam berkarir (Potter &
Perry, 2013), individu yang telah berada pada tahapan usia dewasa tengah atau
dewasa akhir umumnya memiliki tanggung jawab dan ketelitian yang lebih
baik dibandingkan dengan individu yang berusia dewasa muda (Saifudin,
2005). Peneliti juga berasumsi tidak adanya hubungan antara usia dengan
tingkat pengetahuan kemungkinan terjadi karena individu pada tahapan dewasa
muda dapat telah memperoleh pengalaman yang lebih banyak dibandingkan
individu pada tahapan dewasa muda. Kemungkinan faktor usia tidak menjadi
faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat di RSF, yang artinya semua
rentang usia perawat yang bekerja dapat memiliki pengetahuan yang baik.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


b. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early
Warning Score (p = 0,009; CI = 95%; α = 0,05). Perawat berjenis kelamin laki-
laki yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 7 orang (46,7%) dan
pengetahuan cukup sebanyak 12 orang (16,4%). Perawat berjenis kelamin
perempuan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 8 orang (53,3%) dan
pengetahuan cukup sebanyak 61 orang (83,6%).

Persentase perawat berjenis kelamin perempuan yang memiliki pengetahuan


baik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Quiros et al (2007) yang hasilnya menunjukkan bahwa
tenaga kesehatan berjenis kelamin perempuan memiliki sikap dan pengetahuan
yang lebih baik dibandingkan tenaga kesehatan yang berjenis kelamin laki-laki.
Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin
dengan pengetahuan tenaga kesehatan (p < 0,001).

Di masa lalu, perempuan tidak diikutsertakan sebagai subyek dalam penelitian,


sehingga hasil-hasil penelitian terdahulu memberikan bukti yang lebih banyak
untuk subyek berjenis kelamin laki-laki dibandingkan wanita (Pollitizer, 2013).
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, subyek berjenis kelamin
perempuan mulai diikutsertakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil
penelitian, perempuan menghadapi penderitaan yang lebih besar dibandingkan
laki-laki, namun perempuan memiliki kemampuan bersosialisasi, mengontrol
diri, dan motivasi yang baik (Gender Summit3 North America, 2011). Fakta
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Akhlaq (2014) yang menunjukkan
bahwa perempuan memiliki tingkat motivasi berdasarkan hierarki Maslow
yang lebih tinggi untuk memasuki pendidikan kesehatan dibandingkan dengan
laki-laki.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara otak


laki-laki dan otak perempuan. Penelitian Kattenburg (2013) menunjukkan
bahwa konektivitas antar neuron pada otak perempuan lebih bervariasi.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Sedangkan konektivtas antara neuron pada otak laki-laki lebih terspesialisasi,
sehingga lebih rentan. Selain itu, kemampuan otak perempuan dalam
memproses suatu informasi 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan otak laki-
laki. Otak perempuan menjalankan fungsinya secara lebih efisien (Naish,
2013). Kondisi ini memungkinkan otak perempuan memiliki kemampuan
inteligensi yang sama besarnya dengan laki-laki walaupun perempuan
memiliki otak yang lebih kecil 8% daripada otak laki-laki.

c. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan (p = 0,942; α = 0,05).
Jumlah perawat dengan latar belakang pendidikan D3 dan S1 yang memiliki
pengetahuan baik dan cukup jumlahnya lebih banyak dibandingkan yang
memiliki pengetahuan kurang. Perawat lulusan D3 yang memiliki pengetahuan
baik sebanyak 10 orang (66,7%) dan pengetahuan cukup sebanyak 47 orang
(64,4%). Sedangkan perawat lulusan S1 yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 5 orang (33,3%) dan pengetahuan cukup sebanyak 26 orang (35,6%).

Pengetahuan adalah modal yang diperlukan dalam menerapkan intervensi


pelayanan kesehatan (Jun, Kovner & Stimpfel, 2016). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Odell et al (2009) menunjukkan bahwa edukasi
yang diperoleh tenaga kesehatan dapat mempengaruhi tenaga kesehatan dalam
melakukan deteksi dan penanganan perburukan kondisi pasien. Tingkat
pendidikan seseorang individu akan berpengaruh pada cara pikir, sikap,
perilaku dan respons yang datang dari luar. Menurut Fahmi (2012), individu
yang menempuh pendidikan tinggi cenderung lebih kreatif dan terbuka dalam
menerima segala macam informasi, sehingga secara tidak langsung akan
meningkatkan pengetahuannya. Akan tetapi, dalam penelitian ini hal tersebut
tidak terbukti. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan
beberapa kepala ruangan, perawat yang memiliki latar belakang pendidikan
yang baik belum tentu memiliki pengetahuan keperawatan yang baik. Hal ini
disebabkan adanya faktor luar, misalnya beban kerja perawat yang tinggi

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


menjadikan perawat kurang maksimal dalam mengaplikasikan ilmu yang
dimilikinya karena tuntunan waktu dan pekerjaan .

d. Hubungan Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara lama bekerja dengan tingkat pengetahuan (p = 0,713; α = 0,05).
Sebagian besar perawat yang bekerja < 10 tahun memiliki pengetahuan baik
sebanyak 9 orang (62,2%) dan pengetahuan cukup sebanyak 50 orang (68,5%)
Perawat yang telah bekerja ≥ 10 tahun juga sebagian besar memiliki
pengetahuan baik dan cukup, yaitu sebanyak 6 orang (40,0%) dan 23 orang
(31,5%).

Penelitian Jansson et al (2013) di Finlandia yang dilakukan untuk meneliti


pengetahuan perawat tentang perawatan dalam kondisi kritis (critical care)
menunjukkan bahwa perawat yang telah bekerja > 5 tahun memiliki nilai
pengetahuan yang lebih tinggi (rata-rata 60,4% jawaban benar) dibandingkan
dengan perawat yang bekerja < 5 tahun (rata-rata 53,8% jawaban benar).

Semakin lama perawat bekerja, maka secara tidak langsung perawat akan
memiliki relasi kerja di lingkungan kesehatan yang semakin banyak. Kondisi
ini memungkinkan antar perawat untuk saling bertukar informasi mengenai
hal-hal medis yang dapat membantu perawat dalam memahami sesuatu dan
mengaplikasikannya dalam tindakan keperawatan. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Scott et al (2003) di Australia untuk meneliti
sikap perawat dalam menggunakan panduan praktisi klinis, hasilnya
menunjukkan bahwa perawat mempelajari panduan praktik klinis melalui
diskusi bersama dengan kolega perawat lainnya (p < 0,003). Ketika perawat
mempersepsikan bahwa suatu panduan praktik klinis bermanfaat dan sesuai
untuk digunakan, perawat yang satu akan mendorong perawat yang lainnya
untuk menggunakan panduan tersebut (McCluskey et al, 2013).

e. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Pengetahuan


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara beban bekerja dengan tingkat pengetahuan (p = 0,258; α = 0,05).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Sebanyak 9 orang perawat (60%) yang merawat < 6 pasien dalam setiap dinas
memiliki pengetahuan baik dan sebanyak 57 orang (78,1%) memiliki
pengetahuan cukup. Selain itu, sebanyak 6 orang perawat (40%) yang merawat
≥ 6 pasien dalam setiap dinas memiliki pengetahuan baik dan sebanyak 16
orang (21,9%) memiliki pengetahuan cukup.

Penelitian Abrahamson et al (2012) di Amerika untuk mengetahui hambatan


perawat dalam menggunakan panduan praktik klinis menunjukkan bahwa
beban kerja yang perawat merupakan salah satu faktornya. Beban kerja dan
susunan kepegawaian (staffing) berhubungan dengan ketersediaan waktu
(Abrahamson et al, 2012; Janssen et al, 2011; McCluskey et al, 2013; Voogdt-
Pruis et al, 2011). Ketika beban kerja terlalu besar dikarenakan kurangnya
tenaga kesehatan yang tersedia atau jumlah pasien yang banyak, perawat
menghadapi tantangan dalam menjalani tugas-tugasnya dan waktu interaksi
antara pasien dan perawat menjadi berkurang (Janssen et al, 2011; Unruh &
Fottler, 2006; Spence et al, 2006; Tucker & Spear et al, 2006). Kondisi ini
dapat membuat perawat kurang menganggap panduan praktik klinis sebagai
bagian dari tugas penting yang harus dilakukan, sehingga perawat kurang
memiliki ketertarikan dalam mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
panduan tersebut.

f. Hubungan Pengalaman Pelatihan/Seminar dengan Tingkat Pengetahuan


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang
bermakna antara pengalaman mengikuti seminar atau pelatihan dengan tingkat
pengetahuan (p = 0,596; α = 0,05). Perbandingan jumlah jumlah perawat yang
pernah dan tidak pernah mengikuti pelatihan yang memiliki pengetahuan baik
dan cukup hampir sama. Diantara perawat yang pernah mengikuti seminar atau
pelatihan, sebanyak 7 orang (46,7%) memiliki pengetahuan baik dan sebanyak
41 orang (56,2%) memiliki pengetahuan cukup. Sedangkan perawat yang
belum pernah mengikuti seminar atau pelatihan yang memiliki pengetahuan
baik sebanyak 8 orang (53,3%) dan pengetahuan cukup sebanyak 32 orang
(43,8%).

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludikhuize et al (2011)
yang hasilnya menunjukkan sebanyak tidak ada perbedaan kemampuan
perawat dalam melakukan pengkajian dan identifikasi pasien yang mengalami
perburukan kondisi antara perawat diberikan pelatihan tentang Modified Early
Warning Score (MEWS) dan metode komunikasi dengan format Situation-
Assessment-Background-Recomendation (SBAR) dengan yang tidak diberikan
pelatihan tentang MEWS dan SBAR. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh McDonnell et al (2011) memiliki hasil yang berkebalikan. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa intervensi berupa pelatihan yang diberikan
menghasilkan dampak positif pada pengetahuan, keterampilan dan
kepercayaan diri perawat.

Karena perawat yang pernah dan tidak pernah mengikuti pelatihan atau
seminar memiliki jumlah yang hampir sama, peneliti berasumsi walaupun
sebagian perawat telah mengikuti pelatihan dan memperoleh tambahan
pemabahan tentang Early Warning Score, namun sebagian perawat lagi belum
pernah mengikuti pelatihan. Apabila peneliti melakukan pengukuran tingkat
pengetahuan pada keduanya secara bersamaan, maka hasilnya dapat saling
mempengaruhi antara perawat yang pernah dan tidak pernah mengikuti
pelatihan.

Walaupun demikian, pelatihan dijalani seorang individu dapat menciptakan


perubahan pada kondisi di lapangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Smith (2011), pelatihan perawatan dalam kondisi kritis yang diberikan
kepada perawat berdampak pada turunnya angka mortalitas pasien di rumah
sakit, berkurangnya jumlah pasien yang mengalami henti jantung, dan perawat
semakin berpengalaman dalam melakukan observasi guna mencegah pasien
mengalami perburukan kondisi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan seminar
atau pelatihan secara langsung berdampak pada pengingkatan pengetahuan
seorang individu.

Penelitian Koh et al (2008) menunjukkan adanya hambatan yang dipersepsikan


perawat dalam melakukan tindakan keperawatan, yaitu edukasi yang diberikan

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


kepada perawat. Program edukasi, termasuk simulasi, dapat meningkatkan
kompetensi perawat dalam mengkaji dan menangani pasien dengan perburukan
kondisi (Liaw et al, 2011). Edukasi yang diberikan saat sebelum dan selama
suatu implementasi sedang dilakukan penting untuk dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang panduan praktik klinis yang digunakan
(Abrahamson et al, 2012; Janssen et al, 2011; Jun, Kovner & Stimpfel, 2016;
Koh et al, 2008; McCluskey et al, 2013).

6.2 Keterbatasan Penelitian

Uji validitas konstruk instrumen dengan menggunakan Pearson Product Moment


hanya dilakukan satu kali. Hasil uji validitas menunjukkan sebagian besar item
kuesioner tidak valid. Peneliti melakukan perbaikan instrumen dan kemudian
melakukan pengambilan data dengan instrumen yang telah diperbaiki.

Saat melakukan pengambilan data, beberapa perawat sempat menunda untuk


mengisi kuesioner ketika sedang sibuk melakukan tindakan keperawatan, sehingga
kuesioner baru akan diisi perawat ketika sudah ada waktu luang dan peneliti pindah
ke tempat lain untuk mengambil data. Selain itu, terdapat beberapa perawat yang
pada akhirnya membawa kuesioner ke rumah karena sudah kelelahan setelah dinas,
kemudian esok harinya kuesioner yang telah diisi dikumpulkan lagi ke peneliti.
Kondisi ini dapat memungkinkan perawat untuk bekerjasama dengan perawat
lainnya dalam mengisi kuesioner, sehingga jawaban yang diberikan perawat pada
kuesioner kurang objektif dalam mengukur pemahaman perawat yang
sesungguhnya. Akan tetapi, disini peneliti menyadari bahwa kontrak yang peneliti
lakukan diawal waktu pengambilan data belum dilakukan dengan jelas. Peneliti
seharusnya menyampaikan kepada kepala ruangan dan perawat yang bekerja di
setiap ruangan bahwa peneliti akan melakukan pengambilan data pada waktu-waktu
yang telah ditentukan, sehingga responden dapat berkumpul pada waktu tersebut
dan pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


6.3 Implikasi Bagi Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian

6.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan


Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang Early Warning
Score yang dimiliki perawat yang bekerja di ruang rawat inap dewasa sudah baik.
Secara umum perawat telah memahami Early Warning Score. Akan tetapi, jika
dilihat lebih rinci berdasarkan sub topik, masih terdapat beberapa bagian yang
belum dipahami dengan baik oleh perawat, yaitu terkait fungsi, kelebihan dan
kekurangan serta skoring Early Warning Score. Hasil penelitian ini dapat
berkontribusi sebagai bahan evaluasi bagi RSUP Fatmawati Jakarta dalam
mengevaluasi pemahaman perawat tentang Early Warning Score yang selama ini
telah diterapkan. Bidang Pelayanan Keperawatan dan tim reaksi cepat di rumah
sakit juga dapat menjadikan hasil penelitian ini dalam melakukan evaluasi terkait
hal yang sudah baik dan hal yang perlu ditingkatkan, sehingga penerapan sistem
Early Warning Score di kemudian hari dapat berlangsung lebih baik dan
memberikan hasil sesuai yang diharapkan berdasarkan teori-teori yang
mendasarinya.

6.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan


Early Warning Score merupakan salah satu sistem yang dapat digunakan untuk
melakukan deteksi dan penanganan pada pasien dengan perburukan kondisi. Sistem
ini masih sedikit diterapkan oleh rumah sakit di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan kajian untuk pengembangan kurikulum atau standar panduan
penerapan Early Warning Score di Indonesia.

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh institusi-institusi pendidikan


keperawatan di Indonesia, termasuk Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, sebagai sumber referensi dalam proses pembelajaran bagi dosen dan
mahasiswa. Early Warning Score dapat mulai diperkenalkan sejak di masa
perkuliahan, sehingga ketika mahasiswa sedang praktik di rumah sakit yang telah
menerapkan Early Warning Score atau ketika sudah lulus menjadi perawat,
mahasiwa telah memiliki bekal pengetahuan yang memadai tentang Earky Warning
Score dan dapat menerapkan sistem ini dengan lebih optimal di rumah sakit.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


6.3.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Peneliti belum menemukan adanya penelitian pada perawat yang meneliti tentang
Early Warning Score di rumah sakit yang telah menerapkan Early Warning Score
di Indonesia. Sebelumnya sudah ada penelitian tentang Early Warning Score pada
perawat di Indonesia namun penelitian tersebut dilakukan di rumah sakit yang
belum menerapkan Early Warning Score sehingga menunjukkan yang kurang baik.
Selain itu, peneliti juga cukup mengalami kesulitan dalam mencari referensi
panduan atau jurnal tentang early Warning Score di Indonesia. Sebagian besar
referensi yang digunakan peneliti berasal dari luar negeri, khususnya negara-negara
yang telah menerapkan Early Warning Score dalam kurun waktu yang cukup lama,
seperti Inggris dan Amerika. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat menjadi
sumber pengetahuan yang baru bagi dunia keperawatan dan menjadi sumber
referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang meneliti tentang Early
Warning Score, khususnya di Indonesia.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


BAB 7

PENUTUP
7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan antara karaktersitik


perawat dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score di instalasi rawat
inap Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta, beberapa kesimpulan yang dapat
ditarik antara lain:
a. Responden berjumlah 110 perawat dengan karakteristik sebagai berikut:
sebagian besar (90%) berada pada tahapan usia dewasa muda (20 – 40 tahun);
sebagian besar (82%) berjenis kelamin perempuan; sebagian besar (72%)
memiliki latar belakang pendidikan D3; sebagian besar (75%) memiliki masa
kerja < 10 tahun; sebagian besar (84%) merawat < 6 pasien dalam setiap dinas;
dan, sebagian besar (58%) pernah mengikuti pelatihan/seminar tentang Early
Warning Score.
b. Tingkat pengetahuan perawat tentang Early Warning Score diukur secara
umum dan berdasarkan sup topik. Secara umum, perawat memiliki
pengetahuan baik (13,6%) dan cukup (66,7%) Berdasarkan sub topik, perawat
memiliki pengetahuan baik tentang indikasi pasien yang dipantau dengan EWS
(80,9%), komponen EWS (95,5%), skoring EWS (84,5%), dan
penatalaksanaan EWS (69,1%); sedangkan pengetahuan yang kurang dimiliki
perawat yaitu tentang fungsi EWS (35,9%) dan kelebihan dan kekurangan
EWS (34,5%).
c. Terdapat hubungan antara jenis kelamin perawat dengan tingkat pengetahuan
tentang Early Warning Score (p = 0,009; CI = 95%; α = 0,05).
d. Tidak ada hubungan antara usia perawat dengan tingkat pengetahuan (p =
0,461); tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan (p = 0,942); lama
bekerja dengan tingkat pengetahuan (p = 0,713); beban kerja dengan tingkat
pengetahuan (p = 0,258); dan, pengalaman mengikuti pelatihan/seminar
dengan tingkat pengetahuan (p = 0,596).

7.2 Saran dan Rekomendasi

62

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


7.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Mengembangkan panduan Early Warning Score berstandar nasional yang
dapat digunakan diseluruh instansi pelayanan kesehatan di Indonesia.
b. Menyusun SOP penggunaan Early Warning Score untuk semua jenis pasien,
yaitu anak-anak, dewasa, maternitas dan lansia bagi rumah sakit yang telah
menerapkan Early Warning Score.
c. Mengadakan pelatihan penerapan Early Warning Score secara berkala disertai
dengan evaluasi rutin.

7.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan


a. Memasukkan materi Early Warning Score sebagai salah satu topik
pembelajaran keperawatan di kampus bagi mahasiswa.
b. Mengadakan kerjasama dengan instansi pelayanan kesehatan untuk melakukan
praktik klinik atau penelitian berhubungan dengan Early Warning Score.

7.3.3 Bagi Penelitian Keperawatan


a. Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ulang sebelum
melakukan penelitian untuk menjamin keakuratan instrumen.
b. Menggunakan sampel penelitian yang lebih banyak sehingga hasil penelitian
yang diperoleh dapat memberikan gambaran kondisi populasi yang lebih besar.
c. Meneliti karakteristik perawat dan faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat.
d. Melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Early Warning Score, efektivitas Early Warning Score, dan lain-lain
untuk mengembangkan penelitian terkait Early Warning Score di Indonesia.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


DAFTAR PUSTAKA

Abrahamson, K., Fox, R., & Doebbeling, B.N. (2012). Facilitators and barriers to
clinical practice guideline use among nurses. Am. J. Nurs, 112(7), 26-35.

Aitken, L.H., Cimioti, J.P, Sloane, D.M., Smith, H.L., Flynn, L., & Donna, F.
(2011). The effect of nurse staffing and nurse education on patient deaths in
hospital with different nurse works environments. Med. Care, 49(12), 1047-
1053.

Akhlaq, B.A. (2014). Study on the self esteem and strength of motivation of medical
students. International Journal of Bussiness, Humanities and Technology,
4(5), 58-63.

American Heart Association. (2012). Heart disease and stroke statistics – 2013
update. Circulation. DOI: 10.1161/CIR.0b013e31828124ad.

Atkinson, Deborah. (2013). Nursing observation and assessment of patients in the


acute medical unit. UK: School of Nursing, Midwifery & Social Work,
University of Salford.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktisi. Jakarta:


Rineka Cipta.

Bell-Gordon, C., Gigliotti, E., & Mitchell, K. (2014). An evidence-based practice


project for recognition of clinical deterioration: Utilization of simulation-
based education. Journal of Nursing Education and Practice, 4(6).
http://dx.doi.org/10.5430/jnep.v4n6p69.

Berman, Audrey, Snyder, Shirlee J., Kozier, Barbara, & Erb, Glenora. (2008).
Kozier & Erb’s Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice
(8th ed.). New Jeyser: Pearson Education, Inc.

Buist, M. (2008). The rapid response team paradox: why doesn’t anyone call for
help? Crit Care Med, 36, 634-636.

64

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Buist, M., Bernard, S., Nguyen, T.V., Moore, G., & Anderson, J. (2004).
Association between clinically abnormal observation and subsequent in-
hospital mortality: a prospective study. Resuscitation, 62(2), 137-141.

Burch, C., Tarr, G., & Morroni, C. (2008). Modified early warning score predicts
the need for hospital admissions and in hospital mortality. Emerg. Med. J.,
25, 674-678.

Carberry, M. et al. (2014). Early warning systems 1: how helpful are early warning
scores? Nursing Times, 110(1/3), 12-14.

Chinn, P.L., & Kramer, M.K. (2011). Integrated theory and knowledge
development in nursing (8th ed.). St. Louis: Elsevier Mosby.

Cooper, N., Forrest, K., & Cramp, P. (2006). Essential guide to acute care (2nd
ed.). Oxford: BMJ Books.

Cretikos, M., Chen, J., Hillman, K., Bellomo, R., Finfer, S., & Flabouris, A. (2007).
The objective medical emergency team activation criteria: a case-control
study. Resuscitation, 73(1), 62-72.

Critical Care Stakeholder Forum. (2005). Quality critical care: beyond


“comprehensive critical care”. London: DH.

Dahlan, Muhamad Sopiyudin. (2014). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan:


deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi menggunakan SPSS
(ed. 6). Jakarta: Salemba Medika.

DeVita, M.A., Bellomo, R., Hillman, K., Kellum, J., Rotondi, A., Teres, D., et al.
(2006). Findings of the first consensus conference on medical emergency
teams. Crit Care Med, 34(9), 2463-2478.

Duncan, Kathy D., McMullan, C., & Barbara, M. (2012). Early warning systems:
The next level of rapid response. Lippincott Williams & Wilkins, 42(2), 38-
44. DOI-10.1097/01.NURSE.0000410304.26165.33.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Douw, G., et al. (2016). Nurses’ ‘worry’ as predictor of deteriorating surgical ward
patients: A prospective cohort study of the Dutch-Early-Nurse-Worry-
Indicator-Score. International Journal of Nursing Studies, 59, 134-140.
http://dx.doi.org/10.1016/j. ijnurstu.2016.04.006.

Elliot, Malcolm, & Coventry, Alysia. (2012). Critical care: the eight vital signs of
patient Monitoring. British Journal of Nursing, 21(10).

Endacott, R., et al. (2010). Final-year nursing students’ ability to assess, detect and
act on clinical cues of deterioration in a simulated Environment. J Adv Nurs,
66(12), 2722-2731. http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-2648.2010.05417.x.

Fahmi, I. (2012). Gambaran pengetahuan perawat tentang kewaspadaan standar


[Skripsi]. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Fiqi, Fahmi Fazrul. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan


pengkajian keperawatan oleh eprawat primer di instalasi rawat inap RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto [Skripsi]. Purworejo: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

Gender Summit3 North America. (2011). Washington, DC.

Goldhill, D. & McGinley, A. (2005). A physiologically-based early warning score


for ward patients: the association between score and outcome. Anaesthesia,
60, 547-553.

Goldhill, D.R., & McNarry, A.F. (2004). Physiological abnormalities in early


warning scores are related to mortality in adults patients. Br J Anaesth,
92(6), 882-884.

Hammond, N., Spooner, A., Barnett, A., Corley, A., Brown, P., & Fraser, J. (2013).
The effect of implementing a modified early warning score (MEWS)
System on the adequacy of vital sign documentation. Aust. Crit. Care, 26,
18-22.

Hogan, J. (2006). Why don’t nurses monitor the respiratory rates of patients? Br J
Nurs, 15(9), 489-492.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Hogan, H., Healey, F., Neale, G., Thomson, R., Vincent, C., & Black, N. (2012).
Preventable deaths due to problem in care in English acute hospitals: a
retrospective case record review Study. BMJ Qual Saf, 21 (9), 709-712.

Institute of Medicine. (2011). Clinical practice guideline we can trust. 20 Juni


2016. http://www.iom.edu/ _/media/Files/Report%20Files/ 2011/Clinical-
Practice-Guidelines-We-Can-Trust/Clinical%20Practice
%20Guidelines%202011%20Report%20Brief.pdf.

Janssen, M.A., et al. (2011). Factors influencing the implementation of the


guideline triage in emergency departments: a qualitative study. J. Clin.
Nurs, 21(3), 437-447. http://dx.doi.org/ 10.1111/j.1365-2702.2011.03921.x.

Jansson, M., Ala-Kokko, T., Ylipalosaari, P., Syrjala, H., & Kyngas, H. (2013).
Critical care nurses’ knowledge of, adherence to and barriers towards
evidence-based guidelines for the Prevention of ventilator-associated
pneumonia – a survey study. Intensive Crit. Care Nurs, 29(4), 216-227.

Jevon, P. (2010). How to ensure patient observation lead to prompt identification


of tachypnoea. Nurs Times, 106(2), 12-14.

Jogiyanto. (2013). Pedoman survey kuesioner: mengembangkan kuesioner,


mengatasi bias dan meningkatkan respons (ed. 2). Yogyakarta: BPFE-
YOGYAKARTA.

Johnson, J.K., & Barach, P. (2009). Patient care handovers: what will it take to
ensure quality and safety during times of transition? Med J Aust, 190, S110-
S112.

Jones, D.A. et al. (2006). Increasing the use of an existing medical emergency team
in a teaching hospital. Anaesth Intensive Care, 34(6), 731-735.

Jun, J., Kovner, C.T., & Stimpfel, A.W. (2016). Barriers and facilitators of nurses’
use of clinical practice guidelines: An integrative review. International
Journal of Nursing Studies, 60, 54-68.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Junttila, J.K., Koivu, A., Fagerstrom, L., Haatainen, K., & Nykanen, P. (2016).
Hospital mortality and optimality of nursing workload: A study on the
predictive validity of the RAFAELA Nursing Intensity and Staffing System.
International Journal of Nursing Studies, 60, 46-53.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2016.03.008.

Kattenburg, David. (2016). Neurosciences explore differences in male and female


brains.

Koh, S.S.L., Manias, E., Hutchinson, A.M., Donath, S., & Johnston, L. (2008).
Nurses’ perceived barriers to the implementation of a fall prevention clinical
practice guideline in Singapore hospitals. BMC Health Serv. Res, 8, 105.
http://dx.doi.org/10.1186/1472-6963-8-105.

Komisi Etik Riset Universitas Indonesia. (2013). Buku kode etik riset Universitas
Indonesia. Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Rencana pengembangan


tenaga kesehatan tahun 2011 – 2025. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Leonard, M.M., & Kyriacos, U. (2015). Student nurses’ recognition of early


warning signs of abnormal vital sign recording. Nurse Education Today,
35(9), e11-e18.

Liaw, S.Y., Scherpbier, A., Klainin-Yobas, P., & Rethans, J.J. (2011). A review of
educational strategies to improve nurses’ roles in recognizing and
responding to deteriorating patients. Int Nurs Rev, 58, 296-303.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1466-7657.2011.00915.x.

Liddle, C. (2013). Postoperative care 1: principles of monitoring postoperative


patients. Nursing Times, 109, 22, 24-26.

Liswati. (2013). Gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang Early Warning


Score di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi Tangerang [Skripsi tidak
dipublikasikan]. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Ludikhuize, J., de Jonge, E., & Goossens, A. (2011). Measuring adherence among
nurses one year after training in applying the Modified Early Warning Score
and Situation-Background-Assessment-Recommendation intruments.
Resuscitation, 82(11), 1428-1433.

Ludikhuize, J., Smorenburg, S.M., de Rooij, S.E., & de Jonge, E. (2012).


Identification of deteriorating patients on general wards; measurement of
vital parameters and potential effectiveness of the Modified Early Warning
Score. Journal of Critical Care, 27, 424.e7-424.e13.

Martini. (2007). Hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan


fasilitas, dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di rawat inap
BPRSUD kota Salatiga [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mastini, I. Gusti A.A.P. (2013). Hubungan pengetahuan, sikap dan beban kerja
dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan di IRNA
RSUP Sanglah Denpasar [Tesis]. Denpasar: Universitas Udayana.

McCluskey, A., Vratsistas-Curto, A., & Schurr, K. (2013). Barriers and enablers to
implementing multiple stroke guideline recommendations: a qualitative
study. BMC Health Serv. Res, 13, 323-336. http:// dx.doi.org/10.1186/1472-
6963-13-323.

McDonnell, A., et al. (2011). An evaluation of the impact of introducing a new


model for managing deteriorating patients on hospital wards. London: NHS
Foundation Trust.

Moon, A., Cosgrove, J.F., Lea, D., Fairs, A., & Cressey, D.M. (2011). An eight year
audit before and after the introduction of modified early warning score
(MEWS) charts, of patients admitted to a tertiary referral intensif care unit
after CPR. Resuscitation, 82, 150-154.

Morgan, R.J.M., Williams, F., & Wright, M.M. (1997). An early warning scoring
system for detecting developing critical illness. Clin Intensive Care, 8, 100.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Myny, D., et al. (2012). Determining a set of measurable and relevant factors
affecting nursing workload in the acute care hospital setting: A cross
sectional study. International Journal of Nursing Studies, 49, 427-436.

Naish, John. (2013). Men’s and women’s brains.

National Clinical Effectiveness Comittee. (2013). National early warning score:


national clinical guideline no. 1. Irlandia.

National Health Service Foundation Trust. (2013). Adult modified early warning
score (MEWS) policy and escalation pathway. London: NHS Foundation
Trust.

National Health Service Trust. (2015). The deteriorating patient policy: general
policy no. 50. London: NHS Trust.

National Patient Safety Agency. (2007). Recognising and responding appropriately


to early signs of deterioration in hopitalised patients. 22 Februari 2016.
http://www.npsa.nhs.uk/patientsafety/alerts-and-directives/directives-
guidance/acutelyill-patient/deterioration-in-hospitalised-patients/.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nurmi, J., Harjola, V.P., Nolan, J., & Castren, M. (2005). Observations and warning
signs prior to cardiac arrest. Should a medical emergency team intervene
earlier? Acta Anaesthesiol Scand, 49, 702-706.

Nursing and Midwifery Council. (2009). Record keeping: guidance for nurses and
midwives. London: NMC.

Odell, M. (2010). Are early warning scores the only way to rapidly detect and
manage deterioration? Nursing Times, 106(8), 24-6.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Odell, M., Victor, C., & Oliver, D. (2009). Nurses’ role in detecting deterioration
in ward patients: systematic literature review. Journal of Advanced Nursing,
65(10), 1992-2006.

Palmer, R., & Knight, J. (2006). Assessment of altered conscious level in clinical
practice. Br J Nurs, 15(22), 1255-1259.

Piper, T. (2008). Stedman’s medical dictionary for the health professions and
Nurdin (6th ed.). Philadelphia: Lippincott.

Pollitizer, Elizabeth. (2013). Gender summit to focus on how gender affects


scientific research. Elsevier.

Potter, Patricia A., Perry, Anne Griffin, Stockert, Patricia A., & Hall, Amy M.
(2013). Fundamentals of nursing (8th ed.). St. Louis: Elsevier Mosby.

Pronovost, P.J. (2013). Enhancing physicians’s use of clinical guidelines. J. Am.


Med. Assoc, 310(23), 2501-2502.

Quiros, D., Lin, S., & Larson, E. (2007). Attitudes toward practice guidelines
pamong intensif care unit personel: a cross-sectional anonymous survey.
Heart Lung, 36, 287-297.

Robb, G., & Seddon, M. (2010). A multi-faceted approach to the physiologically


unstable patient. Qual. Saf. Health Care, 19, e47.

Saifudin, Azwar. (2005). Sikap manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. (2011). Metodologi penelitian


kesehatan (ed. 4). Jakarta: Sagung Seto.

Scott, I.A., Buckmaster, N.D., & Harvey, K.H. (2003). Clinical practice guidelines:
perspectives of clinicians in Queensland public hospitals. Intern. Med. J.,
33, 273-279.

Smith, Sue. (2011). Early warning scores: effective use. Nursing Times, 107(3), 16.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Smith, S., Fraser, J., Plowright, C., Dennington, L., Seymour, P., & Oliver, G.
(2008). Nursing observation on ward patients – results of a five year audit.
Nurs Times, 104(30), 28-29.

Spence, K., et al. (2006). Measuring nursing workload in neonatal intensive care.
Journal of Nursing Management, 14(3), 227-234.

Steen, C. (2010). Prevention of deterioration in acutely ill patients in hospital. Nurs


Stand, 24(49), 49-57. http://dx.doi.org/10.7748/ns2010.08.24.49.49.c7935.

Stoffel-Lowis, Nikki. L. (2011). Rapid respons team utilization of modified early


warning sore to improve patient outcomes. Theses, Dissertation, and Other
Capstone Projects. Paper 216.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Tourangeau, A.E., Giovannetti, P., Tu, J.V, & Wood, M. (2002). Nursing-related
determination of 30-mortality for hospital patients. Can. J. Nurs. Res., 33(4),
71-88.

Tucker, A.L., & Spear, S.J. (2006). Patient expectations and satisfactions with
health care. Health Service Research, 14(3 pt 1), 643-662.

Unruh, L.Y., & Fottler, M.D. (2006). Patient turnover and nursing staff adequacy.
Health Service Research, 41(2), 599-612.

Van Leuvan, C., & Mitchell, I. (2008). Missed opportunities? An observational


study of vital sign measurements. Crit Care Resusc, 10(2), 111-115.

Voogdt-Pruis, H., Beusmans, G.H.M.I., Gorgels, A.P.M., & van Ree, J.W. (2011).
Experiences of doctors and nurses implementing nurse-delivered
cardiovascular prevention in primary care: a qualitative study. J. Adv. Nurs.,
67(8), 1758-1766. http://dx.doi.org/10.1111/j.1365- 2648.2011.05627.x.

Waterhouse, C. (2005). The Glasgow Coma Scale and other neurological


observation. Nurs Stand, 19(33), 56-64.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Wheatley, I. (2006). The nursing practice of taking level 1 patient observations.
Intensive Crit Care Nurs, 22(2), 115-21.

Wuysang, Devi, & Bahar, Ashari. (2015). Pemeriksaan derajat kesadaran


(Glasgow Coma Scale) dan fungsi kortikal luhur (Mini-Mental State
Examination (MMSE)). Makassar: Departemen Neurologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 1. Jadual Kegiatan Penelitian

Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agustus
No Kegiatan 2015 2015 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan/revisi
1. proposal dan
instrumen penelitian
Seminar proposal
2.
skripsi
Revisi proposal dan
3.
instrumen
Pembuatan surat izin
4. penelitian untuk
RSCM
Uji etik di Komite
Etik Penelitian
5.
Kesehatan FKUI-
RSCM
Memasukkan surat
izin penelitian dan
proposal ke Direktur
5.
dan Bagian Penelitian
RSCM, serta follow
up.
Pembuatan surat izin
penelitian untuk RSF
6. (pindah lokasi karena
di RSCM tidak bisa,
ada penilaian JCI).
Memasukkan surat
7. izin penelitian dan
proposal ke Bagian

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agustus
No Kegiatan 2015 2015 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pendidikan dan
Pelatihan RSUPF
Memamsukkan surat
izin penelitian dan
8. proposal ke Direktur
dan Bagian Diklit
RSF, serta follow up.
Presentasi di RSUPF
dan follow up
9.
keluarnya surat izin
penelitian
Uji validitas dan
10.
reliabilitas
11. Pengumpulan data
Pengolahan dan
12.
analisis data
Penyusunan/revisi
13.
bab V-VII
Pengumpulan skripsi
14.
siap uji
15. Sidang skripsi
16. Revisi skripsi
Pengumpulan revisi
17.
skripsi
Pengunggahan ke UI-
18.
ana

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 2. Lembar Penjelasan Penelitian

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Responden yang terhormat,


Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, akan melaksanakan penelitian tentang
“Hubungan antara Karakteristik Perawat dengan Tingkat Pengetahuan
tentang Early Warning Score di Irna Prof. DR. Soelarto RSUP Fatmawati
Jakarta”.
Nama Peneliti : Shintia Silvana
NPM : 1206240543
Alamat : Jl. Pintu Air V Gg. Krekot II Dalam No. 19 RT 03 RW 02, Kel.
Pasar Baru, Kec. Sawah Besar, Jakarta Pusat, DKI Jakarta,
Indonesia 10710
Telepon : 0857-8222-0461 & 0882-1154-5332
E-Mail : shintiasilvana@gmail.com / shinta.silvana@ui.ac.id
Pembimbing : Ns. Muhamad Adam, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB
(Staf Akademik di Departemen Keperawatan Medikal Bedah,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia)
Telepon : 0857-7605-5552
E-Mail : muhamad.adam31@ui.ac.id

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik perawat


dengan tingkat pengetahuan tentang Early Warning Score di IRNA Prof. DR.
Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini
yaitu dapat menjadi bahan evaluasi implementasi Early Warning Score oleh
perawat, menjadi bahan kajian untuk pengembahan panduan penerapan Early
Warning Score di Indonesia, dan menjadi referensi untuk penelitian berikutnya,

Penelitian ini tidak akan menimbulkan efek samping atau kerugian bagi
Bapak/Ibu/Sdr/I. Jawaban Bapak/Ibu/Sdr/I akan saya jaga kerahasiaannya dan
hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika ada pertanyaan seputar
penelitian ini, Bapak/Ibu/Sdr/I dapat menghubungi peneliti pada nomor telepon
yang tersedia diatas.
Atas partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/I, saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, Mei 2016

SHINTIA SILVANA

(Peneliti)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk ikut
berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang bernama SHINTIA
SILVANA (NPM: 1206240543) tentang “Hubungan antara Karakteristik
Perawat dengan Tingkat Pengetahuan tentang Early Warning Score di Irna
Prof. DR. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta”.

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap diri saya
dan keluarga saya, sehingga jawaban yang saya berikan adalah jawaban yang
sebenarnya dan akan dirahasiakan oleh peneliti.

Dengan demikian, saya bersedia menjadi responden.

Jakarta, ___ Mei 2016 Tanda Tangan

____________________
(Inisial Nama)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 4. Instrumen Penelitian
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN


TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG EARLY WARNING SCORE DI
IRNA PROF. DR. SOELARTO RSUP FATMAWATI JAKARTA

No. Responden : (diisi oleh peneliti)

Tanggal Pengisian : (tanggal/bulan/tahun)

Petunjuk Umum Pengisian

1. Bapak/Ibu/Sdr/I diharapkan mengisi seluruh pertanyaan pada lembaran ini.


2. Isilah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat dan benar.

A. KARAKTERISTIK PERAWAT

Berilah tanda ( √ ) pada salah satu pilihan yang tersedia, atau tulislah jawaban pada
bagian yang tersedia.

1. Usia : ____ tahun

2. Jenis kelamin
( ) Laki-laki
( ) Perempuan

3. Tingkat pendidikan
( ) D3
( ) S.Kep / Ners

4. Lama bekerja : ____ tahun ; atau ____ bulan [coret yang tidak perlu]

5. Jumlah pasien yang dirawat pada setiap shift (rata-rata dalam seminggu) :
____ pasien

6. Pengalaman mengikuti seminar/pelatihan tentang Early Warning Score


( ) Pernah, Tahun _____
( ) Tidak Pernah

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


B. PENGETAHUAN TENTANG EARLY WARNING SCORE (EWS)
Keterangan pengisian:

1. Berilah tanda ( √ ) pada kolom “Benar” atau “Salah” di setiap pernyataan


sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu/Sdr/I ketahui.

2. Bapak/Ibu/Sdr/I dapat melihat Tabel. Skoring Early Warning Score pada


bagian paling belakang kuesioner (halaman 6) sebagai panduan dalam mengisi
kuesioner.

No. Pernyataan Benar Salah


1. EWS digunakan pada semua pasien yang dirawat di
ruang perawatan penyakit dalam dan bedah, tetapi tidak
digunakan di ruang intensive care.
2. Penggunaan EWS tidak mempengaruhi jumlah pasien
yang ditransfer ke ruang intensif care unit (ICU).
3. EWS dapat dijadikan alat untuk memprediksi mortalitas
pasien.
4. Pasien yang dapat dipantau dengan EWS hanya pasien
dengan penyakit akut.
5. Pasien pasca operasi yang tidak menunjukkan perbaikan
kondisi dapat dipantau dengan EWS.
6. Nilai tekanan darah orang dewasa yang menunjukkan
kondisi stabil berdasarkan EWS yaitu 101 – 169 mmHg.
7. Frekuensi nadi orang dewasa yang menunjukkan kondisi
stabil berdasarkan EWS yaitu 51 – 100 kali per menit.
8. Frekuensi napas orang dewasa yang menunjukkan
kondisi stabil berdasarkan EWS yaitu 8 – 18 kali per
menit.
9. Pasien dengan suhu tubuh 38°C berada pada rentang
suhu normal sesuai EWS.
10. Frekuensi napas kurang dari 8 kali per menit menjadi
tanda perburukan kondisi yang harus segera diberikan
intervensi.
11. Jika pasien tidak sadar, tekanan darah: 100/60 mmHg,
frekuensi nadi: 85x/menit, suhu: 40,10C, frekuensi
pernapasan: 7x/menit, maka total skor EWS yaitu 9.
12. Jika tekanan darah: 90/60 mmHg, suhu: 35,6oC,
frekuensi pernapasan: 8x/menit, frekuensi nadi:
55x/menit, dan pasien memberikan reaksi pada suara,
maka total skor EWS yaitu 4.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


No. Pernyataan Benar Salah
13. Jika frekuensi nadi: 130x/menit, frekuensi napas:
6x/menit, tekanan darah: 160/100 mmHg, suhu: 36,05oC,
dan pasien sadar, maka total skor EWS yaitu 7.
14. Pasien memberikan reaksi pada rasa sakit, tekanan darah:
80/60 mmHg, frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi napas
20x/menit, suhu 35,5°C, maka berada pada EWS kode
merah.
15. Pasien memiliki tekanan darah: 80/50 mmHg, frekuensi
nadi: 100 x/menit, frekuensi napas: 12x/menit, suhu:
37,5°C, dan bereaksi terhadap suara, maka berada pada
EWS kode oren.
16. Pasien tidak sadarkan diri memiliki frekuensi nadi
120x/menit, tekanan darah: 135/85 mmHg, frekuensi
napas: 18x/menit, dan suhu: 39°C, maka berada pada
EWS kode merah.
17. Jika tekanan darah 120/60 mmHg, frekuensi nadi
110x/menit, frekuensi napas 8x/menit, suhu 38,5°C, dan
pasien memberikan reaksi pada suara, maka pasien perlu
dipantau setiap 2 jam.
18. Jika suhu: 38,05°C, tekanan darah: 150/90 mmHg,
frekuensi nadi: 135x/menit, frekuensi napas: 22x/menit,
dan pasien memberikan reaksi pada rasa sakit, maka
pasien perlu dipantau setiap jam selama 4 jam.
19. Pasien yang sadar memiliki tekanan darah: 100/70
mmHg, frekuensi nadi: 96x/menit, frekuensi napas:
18x/menit, dan suhu 36°C, maka pasien perlu dikaji
ulang setiap 4 jam.
20. Nilai 0 menunjukkan kondisi tanda-tanda vital yang
stabil, sedangkan nilai 3 menunjukkan kondisi tanda-
tanda vital yang tidak stabil.
21. Jika skor EWS lebih dari 6 maka perawat perlu
memanggil tim gawat darurat.
22. Pasien yang berada pada EWS kode kuning, maka
perawat memantau pasien setiap 2 jam.
23. Jika pasien berada pada EWS kode merah, maka perawat
memantau tanda-tanda vital pasien setiap 15 menit – 30
menit – 60 menit.
24. Semakin rendah skor EWS pasien, maka pasien berada
kondisi yang semakin kritis.
25. Semakin tinggi skor EWS pasien, maka frekuensi
pemantauan kondisi pasien oleh perawat akan semakin
ketat.

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Tabel. Skoring Early Warning Score

3 2 1 0 1 2 3
Frekuensi
<8 8 9 - 17 18 - 20 21 - 29 > 30
Napas
Frekuensi
< 40 40-50 51 - 100 101 - 110 111 - 130 > 130
Nadi
Tekanan
101 -
Darah < 70 71-80 81-100 160 - 199 200 - 220 > 220
159
Sistolik
V
P (berespon U
Tingkat A (berespon
terhadap (tidak
Kesadaran (Alert) terhadap
nyeri) sadar)
suara)
< 35 35,05 - 36 36,05 - 38,05 -
Suhu Tubuh > 38,5 °C
°C °C 38 °C 38,5 °C

Terima kasih atas kerjasamanya. Semoga sukses selalu. Salam! :)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 5. Surat Permohonan Ethical Approval

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Uji Instrumen

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 7. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 8. Surat Keterangan Ijin Penelitian (1)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 9. Surat Keterangan Ijin Penelitian (2)

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016


Lampiran 10. Biodata Peneliti

BIODATA PENELITI

A. Identitas Peneliti
Nama Lengkap : SHINTIA SILVANA
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Desember 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Pintu Air V Gg. Krekot II Dalam No. 19 RT 03
RW 02. Kel. Pasar Baru, Kec. Sawah Besar, Jakarta
Pusat 10710
No. Handphone : 085782220461
E-mail : shintiasilvana@gmail.com / shinta.silvana@ui.ac.id
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Golongan Darah : A+

B. Riwayat Pendidikan Formal


No. Nama Sekolah Tahun
1. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2012 – sekarang
2. SMA Negeri 78 Jakarta 2009 – 2012
3. SMP Negeri 111 Jakarta 2006 – 2009
4. SD Negeri Kebon Jeruk 04 Pagi, Jakarta Barat 2001 – 2006
5. SD Negeri Meruya Utara 03 Pagi, Jakarta Barat 2000 – 2001
6. TK Islam Qaryah Tayyibah, Jakarta Barat 1998 - 2000

Hubungan antara..., Shintia Silvana, FIK UI, 2016

Anda mungkin juga menyukai