Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3

Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di


Ruang Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan BaratTahun 2015
Factors related to the Executive Nurse’s Burnout in patient wards at RSJ West Kalimantan
Province in 2015

Eliyana

Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit


Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

*Email: eliyana01@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor demografik, faktor personal dan faktor organisasi
terhadap burnout perawat pelaksana di unit rawat inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian deskriptif
dengan metode kuantitatif potong lintang menggunakan instrumen MBI (Maslach Burnout Inventory). Sampel
yang diambil adalah total sampling berjumlah 122 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa burnout perawat
pelaksana dalam kategori rendah sebesar 82,8% dan kategori sedang sebesar 17,2% serta variabel yang paling
dominan dengan burnout adalah variabel beban kerja.

Kata kunci: burnout, perawat pelaksana.

ABSTRACT
The study aims to determine the relationship between demographic factors, personal factors and organizational
factors toward burnout of nurses in the inpatient unit RSJ West Kalimantan Province. It is a quantitative study
with cross-sectional approach using MBI (Maslach Burnout Inventory) instrument. Samples are the total
population amounted to 122 nurses. The results showed that 82.8% are nurses with low category of burnout while
17.2% in middle category of burnout. The most dominant variables related to burnout is the workload of nurses.

Keywords: burnout, nurse executive.

PENDAHULUAN Menurunnya kualitas pelayanan bukan hanya karena


faktor mutu tenaga, tetapi dapat juga karena tingginya
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan beban kerja yang berakibat perawat menjadi letih secara
kesehatan merupakan bagian dari sumber daya fisik dan mental. Hal ini bisa tampak bila terjadinya
kesehatan yang sangat diperlukan dalam rangka kenaikan jumlah kunjungan pasien dan meningkatnya
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam Bed Occupancy Rate (BOR), sedangkan jumlah
penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah perawat tetap dalam periode waktu yang lama (Ilyas,
sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu 2013).
pelayanan umum dan pelayanan medik, baik melalui
akreditasi, sertifikasi ataupun proses peningkatan mutu Perawat yang mengalami burnout dan mempunyai
lainnya (Kemkes, 2012). lingkungan yang kurang aman dapat memberikan
perawatan yang kurang efisien daripada perawat yang

Jurnal ARSI/Juni 2016 172


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3

tidak mengalami burnout. Perawat yang mengalami mengabaikan kebutuhan pasien. Hal ini disampaikan
burnout juga beresiko melakukan kesalahan yang oleh salah satu Kepala Ruangan di Unit Rawat Inap RSJ
berpotensi merugikan pasien. Burnout juga terbukti Provinsi Kalimantan Barat.
menjadi penyebab terjadinya peningkatan turnover
sehingga membuat cost rumah sakit semakin meningkat Didapatkan hasil rekapitulasi absensi perawat pelaksana
(Hoskins, 2013). dari unit rawat inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat pada
tahun 2014 yang tidak masuk karena sakit paling rendah
Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Herbert 1 hari dan paling tinggi 51 hari. Alasan sakit bervariasi
Freudenberger pada artikel “Staff Burnout” yang dimuat dari keluhan sakit kepala sampai sakit yang memerlukan
Journal of Social Issues tahun 1974 (Schaufeli dan istirahat total (bedrest). Fenomena lain yang terjadi
Buunk, 1993 dalam Umar 2103). Istilah burnout dipakai adalah masih ada perawat yang datang terlambat dan
Freudenberger untuk menunjukkan adanya stres dan pulang lebih cepat. Hal ini terjadi karena mereka
kelelahan luar biasa yang dialami sukarelawan pada mengatakan merasa bosan merawat pasien jiwa.
klinik gratis di New York yang bekerja menangani Keadaan ini merupakan dampak dari burnout. Menurut
ketergantungan obat. Konsep dari studi job burnout pada Maslach (1997), mengungkapkan burnout berdampak
caregivers diteliti pertama kali oleh Maslach and Leitter pada individu terlihat adanya gangguan fisik seperti sakit
(1997). Profesi-profesi sebagai caregivers seringkali kepala, rentan terhadap penyakit dan keluhan
menjadi “korban” dari job burnout sehubungan dengan psikosomatik serta mengabaikan kebutuhan dan
hubungan kerja mereka dengan care seekers. Tuntutan tuntutan pasien.
syarat pekerjaan sebagai caregivers adalah memberikan
dukungan secara emosional, fisik dan intelektual kepada TINJAUAN PUSTAKA
care seekers. Timbulnya burnout pada caregivers terlihat
saat mereka tidak dapat lagi mendapat dukungan, Herbert Freudenberger, seorang psikolog klinis,
mengalami kelelahan dan tidak dapat melakukan merupakan ilmuwan pertama yang mendeskripsikan
pekerjaannya secara optimal lagi (Kahn dalam Umar, dan melabel kasus burnout, pada tahun 1973 (Buunk
2013). dalam Umar, 2013). Hal ini bermula dari pengalamannya
ketika bekerja dalam sebuah klinik kesehatan yang
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalimantan Barat banyak menangani kasus-kasus kecanduan obat.
adalah salah satu RSJ milik Pemerintah Provinsi Freudenbergermangamatiterjadinyaperubahan-perubahan
Kalimantan Barat yang berada di Jalan Raya sikap yang terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan
Singkawang-Bengkayang Km 15 Kota Singkawang tersebut meliputi munculnya berbagai macam symptom
merupakan rumah sakit rujukan kesehatan jiwa di atau gejala fisik maupun mental, antara lain fatigue, lelah
Provinsi Kalimantan Barat dengan kapasitas 580 tempat secara emosi sampai berkurangnya motivasi dan
tidur, jumlah pasien rawat inap rata-rata 600 orang / hari komitmen. Freudenberger pun kemudian memberi
dan jumlah perawat 195 orang dengan strata pendidikan nama “burnout”, yang pada saat ini merupakan istilah
D3, D4 dan S1 Keperawatan (Data Rawat Inap tahun yang digunakan untuk menyebutkan efek kronis
2014 RSJ Provinsi Kalimantan Barat). penyalahgunaan obat-obatan. Definisi burnout yang
dikemukakan oleh Freundenberger adalah:
BOR RSJ Provinsi Kalimantan Barat selama tiga tahun
terakhir cenderung meningkat (2011-2013) rata-rata “a state of fatique or frustration brought about by
sekitar 133%. Dari seluruh pelayanan di RSJ Provinsi devotion to cause, way of life, or relationship that
Kalimantan Barat BOR paling tinggi adalah di Instalasi failedtoproducetheexpectedreward”(Freudenberger
Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat. Data rinci and Richelson, 1990).
BOR Pasien Jiwa di Instalasi Rawat Inap RSJ Provinsi
Kalimantan Barat ditampilkan dalam gambar 1. Menurut Freundenberger (1990 dalam Hazell, 2010),
burnout merupakan suatu keadaan lelah atau frustasi
Dampak tingginya BOR di Instalasi Rawat Inap RSJ yang terjadi karena seseorang bekerja terlalu keras untuk
Provinsi Kalimantan Barat berakibat pada terjadinya mencapai harapan - harapannya tanpa memperhatikan
kelelahan fisik dan emosional, pulang kerja lebih cepat, kebutuhan - kebutuhan dirinya sendiri. Individu yang
bolos kerja, keinginan untuk pindah, merasa bosan dan seperti ini pada mulanya berdedikasi tinggi dan memiliki

Jurnal ARSI/Juni 2016 173


Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Jurnal Administrasi Rumah Sakit RSJ Provinsi KalimantanVolume 2 Nomor
Barat Tahun 3
2015

komitmen penuh dengan pekerjaan. Mereka juga dijelaskan diatas. Oleh karena itulah, pemberian
biasanya memiliki pandangan ideal tentang layanan akan mengurangi keterlibatannya sampai
pekerjaannya, yang menimbulkan harapan-harapan batas-batas yang diwajibkan saja.
yang ideal pula dan bahkan kurang realistis. Dalam
usahanya mencapai harapan-harapan tersebut, individu 2. Depersonalisasi (Depersonalization).
kemudian bekerja sangat keras sampai kurang Depersonalisasi adalah sikap, perasaan maupun
memperhatikan dirinya sendiri. Padahal, tuntutan pandangan negatif terhadap penerima pelayanan
pekerjaan tidak pernah berakhir. Begitu pula dengan (Maslach et all, 1996). Reaksi negatif ini muncul
harapan-harapan tidak semua dapat terpenuhi, bahkan dalam tingkah laku seperti halnya memandang
mungkin pula bertentangan dengan kenyataan yang rendah dan meremehkan pasien, bersikap sinis
dihadapi. Jika individu terus memaksakan untuk terhadap pasien, kasar dan tidak manusiawi dalam
memenuhi harapan-harapannya, maka akan muncul berhubungan dengan pasien, serta mengabaikan
gejala-gejala seperti hilangnya vitalitas, energi maupun kebutuhan dan tuntutan pasien. Sindrom ini
gangguan lainnya yang merupakan tanda-tanda merupakan akibat lebih lanjut dari adanya upaya
berkembangnya burnout. penarikan diri dari keterlibatan secara emosional
dengan orang lain. Penarikan diri di satu sisi
Burnout merupakan sindrom yang terdiri dari tiga dirasakan dapat lebih mengurangi ketegangan
dimensi, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan emosional yang muncul karena keterlibatan yang
rendahnya penghargaan diri (Maslach dalam Umar, terlalu mendalam dengan penerima pelayanan.
2013). Namun efek selanjutnya adalah hilangnya perasaan
sensitif terhadap orang lain sehingga dapat
1. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion). memunculkan reaksi-reaksi negatif seperti diatas.
Situasi kerja dalam bidang pelayanan sosial
menempatkan pekerjanya pada situasi-situasi yang 3. Rendahnya Penghargaan Diri (Reduced Personal
memiliki beban emosi tertentu, misalnya seorang Accomplishment).
perawat menangani pasiennya yang kesakitan, guru Dimensi ini pun ditandai dengan kecenderungan
yang menangani anak-anak bermasalah dan lain memberi evaluasi negatif terhadap diri sendiri,
sebagainya. Maslach mengemukakan bahwa terutama berkaitan dengan pekerjaan. Pekerja
hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan merasa dirinya tidak kompeten, tidak efektif dan
merupakan hubungan yang asimetris, sehingga tidak adekuat, kurang puas dengan apa yang telah
pemberi pelayanan seolah-olah selalu dihadapkan dicapai dalam pekerjaan, bahkan perasaan kegagalan
pada tuntutan memberi pelayanan, perawatan dan dalam bekerja (Maslach dalam Umar, 2013).
lain-lain, dengan sebaik-baiknya (Maslach, 1993 Evaluasi negatif terhadap pencapaian kerja ini
dalam Hazell, 2010). berkembang dari munculnya tindakan depersonalisasi
terhadap penerima pelayanan.
Situasi yang menuntut keterlibatan emosional
secara terus menerus seperti ini dapat Pandangan maupun sikap negatif terhadap klien
mengakibatkan munculnya kelelahan emosional, lama-kelamaan akan menimbulkan perasaan
yang merupakan inti dari sindrom burnout. bersalah pada diri pemberi pelayanan. Mereka
Kelelahan emosional ditandai dengan perasaan merasa menjadi orang yang “dingin” dan tidak
terkurasnya energi yang dimiliki, berkurangnya berperasaan, yang sebenarnya juga sama sekali
sumber-sumber emosional didalam diri seperti rasa tidak mereka inginkan. Perasaan-perasaan ini akan
kasih, empati dan juga perhatian yang pada akhirnya berkembang menjadi suatu penilaian terhadap diri
memunculkan perasaan tidak mampu lagi sendiri, yaitu bahwa dirinya tidak adekuat dalam
memberikan pelayanan pada orang lain (Maslach et berhubungan dengan klien. Seiring dengan itu
all, 1996 dalam Umar, 2013). Cara yang biasanya muncul pula perasaan gagal dalam pekerjaan.
dilakukan untuk mengatasi sindrom ini adalah
mengurangi keterlibatan secara emosional dengan Dalam pembahasan mengenai sumber-sumber atau
hal-hal yang dihadapi penerima pelayanan, yang penyebab burnout, secara implisit para ahli menyatakan
akibatnya adalah kelelahan emosional seperti yang pentingnya melihat berbagai sudut pandang, bukan

Jurnal ARSI/Juni 2016 174


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3

hanya menekankan pentingnya salah satu faktor saja Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode
(Cherniss dalam Umar, 2013). Menurut Patel (2014) kuantitatif potong lintang (cross sectional). Berdasarkan
Burnout dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor tujuan penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk
demografik (jenis kelamin, umur, pendidikan, lama mengukur burnout pada perawat pelaksana serta faktor-
bekerja dan status pernikahan), faktor personal (stress faktor yang berhubungan di RSJ Provinsi Kalimantan
kerja, beban kerja dan tipe kepribadian) dan faktor Barat. Teknik pengumpulan data untuk mengukur
organisasi (kondisi kerja dan dukungan sosial). burnout dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan melalui teknik survey dengan mendatangi
Di antara berbagai jenis instrumen atau cara-cara perawat pelaksana yang memenuhi kriteria inklusi.
pengukuran burnout tersebut, terdapat dua buah Kemudian peneliti membagikan kuesioner kepada
instrumen yang paling luas penggunaannya dalam responden. Peneliti terlebih dahulu membacakan lembar
penelitian-penelitian burnout dan sudah banyak diuji informed consent, selanjutnya responden
reliabilitas dan validitasnya. Instrument Maslach menandatangani persetujuan keikutsertaan dalam
Burnout Inventory (MBI) adalah kuesioner tentang penelitian. Kemudian kuesioner diberikan kepada
burnout yang paling banyak digunakan dalam responden untuk diisi, dan apabila ada yang kurang jelas
penelitian-penelitian burnout. Alat ini diciptakan oleh dapat ditanyakan kepada peneliti.
Maslach dan Jackson pada tahun 1982, berdasarkan
konsep bahwa burnout merupakan sindrom yang terdiri Formulir kuesioner burnout menggunakan pengukuran
dari tiga dimensi, yaitu kelelahan emosional, MBI yang terdiri atas 22 pertanyaan, yang mencakup 9
depersonalisasi dan rendahnya penghargaan diri. MBI pertanyaan untuk dimensi kelelahan emosional, 5
terdiri dari 22 item yang dikelompokkan menjadi 3 pertanyaan untuk dimensi depersonalisasi dan 8
subskala atau dimensi seperti yang telah disebutkan pertanyaan untuk dimensi rendahnya penghargaan diri.
diatas. Kuesioner ini menggunakan skala likert untuk 5 pilihan
jawaban mulai dari (0) “tidak pernah” sampai (4) ‘tiap
Cherniss mengatakan bahwa faktor penyebab terjadinya hari”. Dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih
stress kerja adalah orientasi yang kurang (poor dahulu untuk kuesioner yang akan digunakan.
orientation), beban kerja tinggi (high work load), rutinitas
(routine), kontak terhadap klien yang sempit (narrow Formulir assessmen faktor-faktor yang berhubungan
scope of client contact), kurangnya otonomi (lack of dengan burnout yang diadaptasi dari National Institute
autonomy), tujuan institusi yang tidak sejalan for Occupational Safety and Health (NIOSH) untuk
(incongruent institutional goals), kurangnya dimensi beban kerja, dukungan sosial dan tipe
kepemimpinan dan supervise (poor leaderhip and kepribadian sedangkan dimensi stres kerja dan kondisi
supervision practices) dan isolasi sosial (social isolation). kerja peneliti sesuaikan dengan keadaan rumah sakit
Peneliti mengambil beban kerja, kondisi kerja dan yang akan diteliti. Untuk pertanyaan faktor personal yang
dukungan sosial menjadi variabel dalam faktor yang terdiri dari stres kerja, beban kerja dan tipe kepribadian
berhubungan burnout. terdiri dari 27 pertanyaan dengan menggunakan skala
likert untuk 4 pilihan jawaban mulai dari (1) “sangat tidak
Tahap kedua adalah strain, merupakan respon setuju” sampai (4) “sangat setuju”. Faktor organisasi
emosional sesaat terhadap adanya ketidakseimbangan yang terdiri dari kondisi kerja dan dukungan sosial berisi
yang ditandai dengan perasaan cemas, lelah dan tegang. 8 pertanyaan dengan menggunakan skala likert untuk 4
Peneliti mengambil tipe kepribadian sebagai variabel pilihan jawaban mulai dari (1) “sangat tidak setuju”
dalam faktor yang berhubungan burnout. Tahap ketiga sampai (4) “sangat setuju”.
adalah coping, meliputi langkah mengambil keputusan
untuk pemecahan masalah secara aktif atau adanya HASIL DAN PEMBAHASAN
perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku individu
seperti kecendrungan menjauhkan diri dan klien. Faktor demografi dalam penelitian ini meliputi jenis
kelamin, umur, pendidikan, status pernikahan dan lama
METODOLOGI PENELITIAN bekerja. Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel 1.

Jurnal ARSI/Juni 2016 175


Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Jurnal Administrasi Rumah Sakit RSJ Provinsi KalimantanVolume 2 Nomor
Barat Tahun 3
2015

Faktor Personal bahwa sebagian besar responden 57,4 % adalah


Faktor personal dalam penelitian ini meliputi stres kerja, perempuan, mempunyai tingkat burnout rendah
beban kerja dan tipe kepribadian. Hasil penelitian sebanyak 87% akan tetapi lebih sedikit dibanding laki-
ditampilkan dalam tabel 2. laki pada tingkat burnout sedang sebanyak 12,9 %. Pada
penelitian ini perempuan justru menjadi proteksi untuk
Faktor Organisasi mengalami burnout sedang.

Faktor organisasi dalam penelitian ini meliputi kondisi Menurut Sihotang (2004) pada dasarnya burnout dapat
kerja dan dukungan sosial. Hasil penelitian ditampilkan terjadi pada semua orang, baik itu laki-laki dan
dalam tabel 3. perempuan. Hal ini terjadi karena setiap manusia tentu
mengalami tekanan yang diperoleh dalam kehidupan,
Hasil Multivariat khususnya dalam menjalani pekerjaan. Secara umum
laki-laki lebih mudah mengalami burnout daripada
Analisis Multivariat bertujuan untuk menganalisis wanita. Hal ini dikarenakan wanita tidak mengalami
hubungan beberapa variabel independen terhadap satu peringkat tekanan seperti yang dihadapi oleh seorang
variabel dependen secara bersama-sama. Analisa laki-laki, yang dapat disebabkan karena adanya
multivariat yang digunakan adalah analisa regresi logistik perbedaan peran, misalnya dalam hal kerja, bagi laki-laki
ganda yang bertujuan untuk mendapatkan model faktor “bekerja” adalah suatu hal mutlak untuk menghidupi
resiko yang paling baik (fit) dan sederhana (parsimony) keluarganya, namun tidaklah demikian bagi seorang
yang menggambarkan hubungan antara variabel perempuan, perempuan boleh bekerja atau tidak, jadi
dependen dan variable independen dengan nilai p<0,25 bukan merupakan suatu keharusan (Gibson dalam
dalam analisa bivariate (ditampilkan dalam tabel 4). Sitohang, 2004).

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa jenis kelamin Sebaliknya dengan pendapat di atas, penelitian lain
Perempuan justru menjadi faktor proteksi untuk menyimpulkan bahwa ternyata wanita memperlihatkan
menghasilkan kejadian burnout sedang karena nilai OR frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout daripada
< 1, yaitu sebesar 0,339 (95% CI: 0.117 – 0.983) setelah laki-laki yang disebabkan karena seringnya wanita
dikontrol oleh variabel lama kerja, beban kerja, dan merasakan kelelahan emosional (Schultz dalam Sitohang,
dukungan sosial. Dari hasil uji statistik pada lama bekerja 2004). Hal ini disebabkan karena laki-laki dan
didapatkan bahwa responden yang bekerja dibawah 4 perempuan berbeda bukan saja secara fisik, tetapi juga
tahun mempunyai peluang 1,466 kali mengalami sosial dan psikologisnya dan mempunyai cara yang
burnout sedang dibanding yang bekerja lebih dari 4 berbeda dalam menghadapi masalahnya.
tahun. Setelah dikontrol variabel jenis kelamin, beban
kerja dan dukungan sosial. Hasil uji statistik pada variabel Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa responden
beban kerja didapatkan bahwa beban kerja ringan akan laki-laki yang mengalami burnout sedang mempunyai
menghasilkan burnout yang rendah sebesar 2,262 kali masa kerja dibawah 4 tahun dibanding responden
dibandingkan dengan beban kerja berat setelah dikontrol perempuan yang mempunyai masa kerja dibawah 4
oleh variabel jenis kelamin, lama bekerja dan dukungan tahun. Hal ini yang mengakibatkan responden laki-laki
sosial. Hasil uji statistik pada variabel dukungan sosial di Rumah Sakit Jiwa mengalami burnout sedang. Pada
yang kurang baik justru menjadi proteksi untuk observasi peneliti juga melihat bahwa jenis kelamin laki-
menghasilan kejadian burnout sedang karena nilai OR < laki lebih diandalkan dalam merawat pasien yang gaduh
1. Dari hasil analisis multivariat didapatkan bahwa faktor gelisah. Sehingga tenaga perawat pelaksana laki-laki
yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel sangat dibutuhkan oleh manajemen SDM di RSJ
dependen atau terhadap kejadian burnout perawat Provinsi Kalimantan Barat, dan diupayakan pada proses
pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan rekruitmen untuk lebih mengutamakan tenaga perawat
Barat adalah variabel beban kerja. pelaksana yang berjenis kelamin laki-laki.

Sebagian besar perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Pada penelitian ini antara lama bekerja dan burnout
Provinsi Kalimantan Barat adalah berjenis kelamin perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
perempuan. Pada tabel 6.1 memberikan informasi Kalimantan Barat didapatkan data bahwa lama kerja

Jurnal ARSI/Juni 2016 176


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3

dibawah 4 tahun mengalami burnout sedang (28,2%). beban kerja dan stres kerja pada perawat. Pada penelitian
Pada penelitian sebelumnya (Turnipsteed, 1994 dalam ini pengukuran beban kerja bersifat persepsi artinya
Lee, 2007) mengatakan seseorang yang telah bekerja beban kerja yang dirasakan oleh responden ketika
pada satu pekerjaan untuk waktu yang lama, maka bekerja tidak sama dengan persepsi beban kerja yang
pekerja tersebut telah memiliki pandangan yang realistik dirasakan oleh responden lain. Peneliti tidak
terhadap situasi yang dihadapi. Studi lain melaporkan menggunakan tools baku yang dapat mengukur beban
bahwa pekerja yang telah bekerja lebih lama, kerja secara objektif, namun peneliti menggunakan data
menunjukkan kelelahan emosi pada level rendah. kuesioner yang disi langsung oleh responden dan
didukung oleh hasil observasi peneliti.
Hal ini sejalan pada penelitian ini dimana lama bekerja
pada perawat pelaksana Rumah Sakit Jiwa Provinsi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat adalah
Kalimantan Barat rata-rata dibawah 4 tahun. Perawat rumah sakit jiwa yang menangani pasien dengan
yang mempunyai minim pengalaman mengakibatkan gangguan kejiwaan, yang berbeda dengan rumah sakit
mudah mengalami burnout (Lee dalam Umar, 2013). pada umumnya. Sudah pasti perawatan yang dilakukan
Bekerja di rumah sakit jiwa berbeda dengan bekerja di oleh perawat di rumah sakit ini berbeda dengan rumah
rumah sakit pada umumnya. Pasien yang dihadapi sakit umumnya. Dalam hal komunikasi dengan pasien
adalah pasien jiwa yang mempunyai masalah kejiwaan terasa sulit, selain itu ada juga beberapa perawat yang
yang berubah-ubah. mengaku mendapatkan kekerasan dari pasien terutama
pasien yang masih tinggi tingkat kegelisahannya.
Perawat yang belum mempunyai skil dalam menangani
pasien jiwa akan merasa kesulitan dalam memberikan Hal ini membuat beban kerja pada perawat pelaksana di
asuhan keperawatan jiwa jika belum mendapatkan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan cukup berat,
pendidikan dan pengalaman dalam menghadapi pasien sehingga dapat menimbulkan burnout. Selain itu, selama
jiwa. Perawat dengan minim lama kerja belum peneliti melakukan observasi menunjukkan jumlah
beradapatasi dengan tugas dan tanggung jawab tersebut pasien yang banyak di tiap ruangan sedangkan jumlah
sehingga belum lebih percaya diri dalam melakukan perawat yang bekerja di shift sore dan malam hanya 1-2
tugasnya (Nugroho, 2012) perawat per satu shift menangani pasien jiwa sebanyak
60-70 orang per ruangan rawat inap. Banyaknya jumlah
Tenaga perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan pasien membuat perawat kewalahan untuk menanganinya.
Barat yang mempunyai masa kerja dibawah 4 tahun Apalagi ditambah bila ada perawat yang ijin tidak masuk
sangat memerlukan pelatihan dasar dalam menangani kerja, sehingga menambah beban kerja bagi perawat
pasien jiwa, sehingga manajemen pendidikan dan yang lain.
latihan sangat perlu mengadakan on job training bagi
tenaga perawat pelaksana yang mempunyai masa kerja Berdasarkan ratio perhitungan tenaga keperawatan
dibawah 4 tahun. menurut Depkes (1979) tentang perbandingan tempat
tidur dengan jumlah perawat pada RS tipe A–B
Perawat pelaksana Rumah Sakit Jiwa Provinsi perbandingan minimal adalah 3 – 4 perawat untuk 2
Kalimantan Barat yang mengalami beban kerja berat tempat tidur. Berbagai macam metode untuk mengukur
mempunyai resiko 2,262 kali menjadi burnout sedang beban kerja, pada penelitian ini beban kerja hanya diukur
dibanding perawat pelaksana yang mengalami beban berdasarkan kuesioner sehingga jawaban responden
kerja ringan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara berdasarkan persepsi masing-masing terhadap beban
beban kerja dengan burnout perawat pelaksana di kerja yang dialaminya.
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat.
Meskipun tidak bermakna secara statistik. Beban kerja Pada tabel 6.9 juga didapatkan data bahwa sebesar
merupakan faktor yang paling dominan diantara semua 54,1% mengatakan bahwa perawat pelaksana memiliki
variabel. banyak waktu berpikir dalam rangka menyelesaikan
tugasnya. Hal ini senada dengan observasi yang
Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan dilakukan peneliti bahwa perawat pelaksana di RSJ
oleh Pramudya, 2008 dalam (Sari 2013) yang Provinsi Kalimantan Barat mempunyai banyak waktu
menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara untuk berpikir dalam mengerjakan tugasnya dikarenakan

Jurnal ARSI/Juni 2016 177


Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Jurnal Administrasi Rumah Sakit RSJ Provinsi KalimantanVolume 2 Nomor
Barat Tahun 3
2015

perawatan jiwa lebih mengutamakan komunikasi dalam daripadaindividu dengan dukungan sosial yangkurangbaik.
memberikan asuhan keparawatan jiwa. Dukungan sosial yang baik juga akan menyebabkan
individu semakin mengembangkan gaya hidup yang
Responden juga menjawab sebesar 36,9% menyatakan baik dan sehat.
bahwa pekerjaan diberikan terlalu rutinitas dan monoton.
Hal ini diakibatkan karena variasi pekerjaan di RSJ Menurut Sarafino dalam Labiib (2013) menyatakan
adalah menghadapi pasien dengan penyakit khusus yaitu bahwa dukungan sosial adalah dorongan yang
gangguan jiwa berbeda dengan bekerja di RS yang dirasakan, penghargaan dan kepedulian yang diberikan
menangani pasien umum, variasi pekerjaan sangat oleh orang-orang yang berada disekeliling individu
bervariasi tergantung penyakit yang dialami pasien. sehingga dukungan yang dirasakan akan sangat penting.
Dalam hal ini adalah rekan kerja dan atasan yang berada
Beban kerja menurut Munandar (2008) dibagi menjadi di sekeliling individu dalam lingkungan organisasi kerja.
dua yaitu beban kerja kuantitas dan beban kerja kualitas. Responden yang merasa mendapat dukungan sosial
Beban kerja kuantitas adalah suatu keadaan dimana yang baik dari rekan kerja dan atasan akan cenderung
terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk tidak mengalami burnout, berbeda dengan
dibanding dengan waktu yang tersedia. Sedangkan mereka yang mendapat dukungan sosial yang kurang
beban kerja kualitatif adalah suatu keadaan dimana baik.
pekerjaan yang harus dilakukan terasa sulit untuk
dikerjakan. Beban kerja yang terlalu ringan (work Pada penelitian Purba (2007) menunjukkan dukungan
underload) juga dapat menimbulkan stres apabila sosial berpengaruh negatif terhadap burnout artinya
tuntutan pekerjaan dibawah kemampuan dan semakin besar dukungan sosial yang diperoleh akan
keterampilan yang dimiliki pekerja. Stres yang mengurangi level burnout yangdialami individu. Dukungan
berkepanjangan ini pun adalah faktor yang sosial dari berbagai sumber membuat individu merasa yakin
mengakibatkan burnout. bahwa dirinya dicintai dan disayangi, dihargai bernilai dan
menjadi bagian dari jaringan sosial.
Pekerjaan yang rutinitas dan monoton, jumlah pasien
yang tidak sesuai dengan jumlah perawat, memiliki KESIMPULAN DAN SARAN
banyak waktu berpikir inilah yang membuat perawat
pelaksana RSJ Provinsi Kalimantan Barat merasa bosan Kesimpulan
yang mengakibatkan burnout. Sehingga manajemen
SDM keperawatan di RSJ perlu membuat job 1. Burnout perawat pelaksana Rumah Sakit Jiwa
description untuk perawat pelaksana. Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan instrumen
MBI (Maslach Burnout Inventory) dalam kategori
Pada penelitian ini perawat pelaksana yang bekerja di rendah sebesar 82,8% dan kategori sedang sebesar
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat 17,2%
mempunyai dukungan sosial yang kurang baik sebesar 2. Faktor demografik:
87,7% dan mengalami burnout sedang sebesar 19,6%. a. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan
Tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan Barat yang berjenis kelamin laki-laki mengalami
sosial dan burnout pada perawat pelaksana dalam burnout sedang dikarenakan lebih diandalkan
penelitian ini. dalam merawat pasien gaduh gelisah.
b. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan
Hal ini sejalan dengan penelitian Labiib (2013) bahwa Barat yang mempunyai umur di atas 27 tahun
dukungan sosial dari rekan kerja dan atasan adalah salah mengalami burnout sedang dikarenakan oleh
satu sumber penyebab burnout yang termasuk dalam pengalaman yang lebih banyak.
faktor lingkungan organisasi kerja. Individu yang c. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan
memiliki persepsi adanya dukungan sosial akan merasa Barat yang mempunyai latar pendidikan D3
nyaman, diperhatikan, dihargai atau terbantu oleh orang Keperawatan mengalami burnout, sedangkan
lain disekitarnya. Individu yang mendapat dukungan dikarenakan minimnya skill dan keterampilan
sosial yang baik akan mempunyai rasa memiliki dalam menangani pasien khususnya perawatan
(belonginess) dan harga diri (self esteem) yang lebih besar jiwa.

Jurnal ARSI/Juni 2016 178


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3

d. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan mengurangi kejenuhan kerja dan membina
Barat yang sudah menikah mengalami burnout interaksi sosial yang baik antara sesama
sedang dikarenakan adanya peran ganda di dalam perawat maupun atasan (misalnya satu tahun
keluarga. sekali).
e. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan c. Membuat job description untuk perawat-perawat
Barat yang mempunyai masa kerja di bawah 4 pelaksana, sehingga pekerjaan yang dilakukan
(empat) tahun mengalami burnout dikarenakan sesuai tugas dan tanggungjawabnya.
minimnya skill dan keterampilan dalam d. Cenderung lebih mengutamakan para perawat
menangani pasien khususnya perawatan jiwa. pelaksana berjenis kelamin laki-laki dalam
3. Faktor personal: proses penerimaan pegawai
a. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan e. Memperhatikan sarana dan prasarana
Barat yang mengalami stres ringan mengalami khususnya penerangan pada malam hari.
burnout sedang dikarenakan minimnya skill 2. Atasan langsung (Katim atau Kepala Ruangan)
dan keterampilan dalam menangani pasien a. Mempermudah para perawat pelaksana dalam
khususnya perawatan jiwa. melaksanakan tugas, khususnya apabila para
b. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan perawat pelaksana mengalami kendala dalam
Barat yang mengalami beban kerja berat melaksanakan asuhan keperawatan jiwa.
mengalami burnout sedang dikarenakan belum b. Mengadakan rapat internal di tiap ruangan rawat
adajob descriptionuntuk perawat pelaksana. inap (satu bulan sekali) oleh kepala ruangan yang
c. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan dihadiri satu tim diruangan tersebut yang berguna
Barat yang mempunyai tipe kepribadian tipe B untuk menyalurkan aspirasi dan keluhan perawat
mengalami burnout sedang dikarenakan mereka pelaksanadalam bekerja.
memiliki tingkat kejenuhan yang tinggi dalam
bekerja. 3. Untuk Perawat Pelaksana Rumah Sakit Jiwa
4. Faktor organisasi: Provinsi Kalimantan Barat.
a. Perawat-perawat pelaksana di RSJ Provinsi a. Meningkatkan keterampilan perawat pelaksana
Kalimantan Barat dengan kondisi kerja yang khususnya keterampilan psikologis dalam
menyenangkan mangalami burnout sedang pengendalian diri dan mempertahankan sikap
karena pekerjaan dianggap penuh tantangan positif
dan menyenangkan. b. Menanamkan nilai budaya yang dianut rumah
b. Perawat pelaksana di RSJ Provinsi Kalimantan sakit sehingga dapat tercipta lingkungan kerja
Barat yang mendapatkan dukungan kurang yang baik, sejalan dan selaras dengan visi, misi
baik mengalami burnout sedang dikarenakan dan tujuan dari rumah sakit yang dapat
atasan langsung tidak dapat bertindak diluar meningkatkan kinerja dan mutu rumah sakit
kebiasaan untuk mempermudah perawat pelaksana serta memberikan dukungan kerja kepada
dalambekerja. sesama perawat.
c. Mempertahankan kebugaran dengan olahraga
Saran yang teratur, makan yang sehat dan bergizi,
tidur yang cukup dan menikmati hobi yang
1. Untuk Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan digemari.
Barat d. Meningkatkan kecerdasan emosional serta
a. Rumah Sakit mengadakan pelatihan on job mengintensifkan hubungan sosial dengan
training tentang asuhan keperawatan jiwa lingkungannya agar terbentuk dukungan sosial
secara berkala yang dilakukan oleh perawat yang baik dan kondusif
senior yang telah berpengalaman khususnya e. Meningkatkan kemampuan dan juga
dalam perawatan jiwa kepada perawat kompetensi diri, baik melalui diklat yang diadakan
pelaksana khususnya yang mempunyai masa pihak rumah sakit maupun pelatihan di luar rumah
kerja dibawah 4 tahun. sakit.
b. Mengadakan gathering atau kegiatan yang
bersifat refreshing secara bersama-sama untuk

Jurnal ARSI/Juni 2016 179


Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Jurnal Administrasi Rumah Sakit RSJ Provinsi KalimantanVolume 2 Nomor
Barat Tahun 3
2015

DAFTAR PUSTAKA Maslach,C&Leitter,M.P.1997.TheTruthaboutBurnout:HowOrganizationscausePersonal


StressandWhattodoaboutit.SanFransisco,CA:Jossey-Bass
Maslach, C & Leitter, M.P. 2005. Banishing Burnout Six Strategies for Improving Your
Ayala, Elizabeth &Carnero, A.M. 2013. Determinants of Burnout in Acute and Critical Care RelationshipwithWork.JosseyBassAWileyImprint.SanFransisco.
MilitaryNursingPersonnel:ACross–SectionalStudyfromPeru.OpenAccess Maslach, C & Schaufeli, W.B 1993. Historical and Conceptual Development of Burnout. In
Freely.Volume8Issue1. Professional Burnout: Recent Developments in Theory and Research.
Azwar,A.2010.PengantarAdministrasiKesehatan.Ed.3;BinarupaAksara.Jakarta WashingtonDC:Taylor&Francis
Baron, R. A. & Grennberg, J. 2003. Behaviorin organizations:Understanding and managing Maslach,CandJackson,S.E.1981.The measurementofExperiencedBurnout,dalamJournal
thehumansideofwork(8thed.).UpperSaddleRiver:PearsonEducation. ofOrganizationBehavior.Vol2.Hal99-113US:JohnWiley&Sons,Ltd
Brennan,GailM.1989.AstudyofTypeAandTypeBPersonalityandBurnoutinNurses.Thesis Maslach, C. Jackson, S.E, & Leitter, M.P. 1996. Maslach Burnout Inventory, manual (3rd ed).
TheFacultyoftheDepartmentofNursingSanJoseStateUniversity. PaloAlto.CA:ConsultingofPsychologistsPress
Buhler, K.E & Land. 2004. Burnout and personality in extreme nursing: An empirical study. Maslach,C. Leiter,M.P&Schaufeli,W.2008. Chapter5MeasuringBurnout.JournalTypeset
Schweizerarchievfurneurologieundpsychiatrie,155,35-42. bySPi,Delhi:May24.2008
Buunk,B.P.&Schaufelli,W.B.1993.Burnout:APerspectivefromSocialComparisonTheory. McShane,Steven,L&GlinowVonMaryAnn.2005.OrganizationalBehaviour.Boston:Mc
Cherniss,C.(1980).StaffBurnoutJobStressintheHumanServices.BeverlyHills.CA:Sage GrawHill.
Davis,KeithdanNewstrom.2001.PerilakuDalamOrganisasi,EdisiKetujuh.PenerbitErlangga, Munandar,A.S.2008.PsikologiIndustridanOrganisasi.Depok:UniversitasIndonesiaPress.
Jakarta. Ningdyah, Anrilia. 1999. Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat
Enzman, D. & Schaufeli, W. 1999. The burnout companion to study and practice: A critical RumahSakitdiJakarta.Tesis.FakultasPsikologiUniversitasIndonesia
analysis.London:Taylor&FrancirLtd. Nugroho, A. Susiani, Adrian,Marselius.2012. StudiDeskriptif Burnoutdan CopingStrespada
Freundenberger, H.J & Richelson, G. 1990. Burnout: How to Beat The High Cost of Success. Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Calyptra:
NewYork. JurnalIlmiahMahasiswaUniversitasSurabayaVol.1No.1(2012)
Gusnita,Rezky.Herawati.Rifa,Dandes.2012.PengaruhStressordanTipeKepribadianterhadap Pangastiti, N.K. 2011. Analisis Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Burnout pada
Kejenuhan (Burnout)pada KantorAkuntan Publikdi Padangdan PekanBaru. Perawat Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (Studi pada RSJ Prof dr. Soerojo
E-JournalUniversitasBungHatta.SumateraBarat.Padang Magelang).Skripsi.FakultasEkonomiUniversitasDiponegoro.Semarang
Haryanti. Aini, Faridah. Purwaningsih, Puji. 2013. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Papalia,D.E.,Olds,S.W&Feldman,R.D.2007.Humandevelopment(10thedition).NewYork:
Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Kabupaten Semarang. Jurnal McGrawHill.
ManagemenKeperawatan.Vol1,No.1,Mei2013,48-56. Patel. Bhavesh. 2014. The Organisational Factors That Affect Burnout in Nurses. RCN
Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Modul Pertama: Pengolahan Data Uji Instrumen. Fakultas EducationConference.WestMiddlesexUniversityHospital.
KesehatanMasyarakatUniversitasIndonesia.Depok Prawasti, Cicilia Yeti.1999.Burnoutdan FaktorPsikososialdi Kalangan PerawatRumah Sakit
Hastono, Sutanto Priyo. 2007. Analisa Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat “X”.Tesis.FakultasPsikologiUniversitasIndonesia.
UniversitasIndonesia.Depok Purba, Johana. Yulianto Aries & Widyanti Ervy. 2007. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap
Hazell.Kenneth.W.2010.JobStress,Burnout,JobSatisfaction,andIntentiontoLeaveAmong BurnoutpadaGuru.JurnalPsikologiVol.5No.1,Juni2007
RegisteredNursesEmployedinHospitalSettingsintheStateofFlorida. Ridyawati, IisMaryati. 2014. Burnout (Kelelahan) Kerja pada Perawat IGD dan Perawat ICU
Disertasi.LynnUniversity Rumah Sakit Cito Karawang Tahun 2014. Tesis. Program Magister
Hoskins, Kelley. N. 2013. The Possible Role of Burnout in Nursing Errors. Thesis. College of AdministrasiRumahSakitUniversitasRespatiIndonesia.Jakarta
Nursing and The Burnett Honors College at the University of Central Florida. Sarafino, E. P. 2008. Health biopsychosocial interactions (6th ed.). New York: John Willey&
Orlando Sons,Inc.
Huruswati, Indah. 2008. Dilema Paradigma Baru Pelayanan Kesehatan: Suatu Kajian Kasus Sari, Indah Permata. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stres Kerja pada Perawat
Tenaga Keperawatan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Kota Depok. Tesis. Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Herdjan Tahun 2013. Skripsi. Fakultas
FakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasIndonesia. Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat
Ilyas. Yaslis. 2013. Perencanaan SDM Rumah Sakit; teori, metoda dan formula. Fakultas KesehatandanKeselamatanKerja.Depok
KesehatanMasyarakatUniversitasIndonesia,Depok Suarli, S. & Bahtiar. 2009. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktik. Erlangga.
Imanoviani, Tera &Djuniarto, Eko.2008. Difference in Burnout TendenciesLevel on Married Jakarta
and Single Career Woman. Undergraduate Program, Faculty of Psychology. Sugiyono.2010.MetodePenelitianKuantitatifKualitatifdanR&D.PenerbitAlfabeta.Bandung
GunadarmaUniversity. Sumijatun. 2010. Konsep Dasar Menuju Keperawatan Profesional. CV. Trans Info Media.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan JakartaTimur.
RumahSakit.DirektoratJenderalBinaUpayaKesehatan,Jakarta2012 Sumijatun. 2014. Manajemen Keperawatan: Materi Burnout Perawat. Fakultas Kesehatan
Labiib, Akhmad, 2013. Analisis Hubungan Dukungan Sosial dari Rekan Kerja dan Atasan MasyarakatUniversitasIndonesia,Depok
dengan Tingkat Burn Out pada Perawat Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Kesehatan Supardi. 2007. Analisa Stres Kerja pada Kondisi dan Beban Kerja Perawat dalam Klasifikasi
MasyarakatVol.2No.1,Januari2013 Pasien di Ruang Rawat Inap Rumkit TK IIPutri Hijau Kesdam I/BB Medan.
Lailani, Fereshti, 2012. Burn Out pada Perawat Ditinjau dari Efikasi Diri dan Dukungan Sosial. Tesis.UniversitasSumateraUtara.Medan
JurnalTalentaPsikologiVol.1No.1,Februari2012(66-86) Sitohang, Imelda Novelina, 2004. Burnout pada Karyawan ditinjau dari Persepsi terhadap
Lamria, Evi & Sandrayanti, Monalisa. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian LingkunganKerjaPsikologisdanJenisKelamin.JurnalPsyche.Vol.1No.1,Juli
burnout pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini Jakarta. Naskah Publikasi. 2004.FakultasPsikologiUniversitasBinaDarmaPalembang.
FakultasIlmuKeperawatanUniversitasIndonesia. Umar. Bie Novirenallia. 2013. Analisis Kejadian Burnout Syndrome pada Perawat di Unit
Lee, S. Y & Syed Akhtar. Job Burnout among Nurses in Hongkong: Implication for Human Rawat Inapdan UnitRawat JalanRumah Sakit “X”BandarLampungTahun
Resources.2007:Hongkong. 2013.Tesis.FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasIndonesia.
Madathil, Renee Lisa. 2010. Burnout in Psychiatric Nursing: Possible Protective Factor. Wang, S.S, Liu Y.H&Wang, L.L. 2013. Nurse burnout:Personal andenvironmentalfactors
Professional Paper.Clinical Psychology. The UniversityofMontana. Missoula, aspredictors.InternationalJournalofNursingPractice2015;21:78-86.
MT Weiten,W.2013.Psychology:Themesandvariations(9thedition).California:Wadsworth.
Malliarou,M.M,Moustaka,E.C&Konstantinidis,T.C.2008.BurnoutofNursingPersonnelin Wibowo, Adik. 2014. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. PT Raja Grafindo
ARegionalUniversity Hospital.HSJ–HealthScienceJournal.Volume2,Issue Persada.Jakarta
3.

Jurnal ARSI/Juni 2016 180


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3

BOR
1
160% 1
140% 11
120%
100%
80% BOR
60%
40%
20%
0%
2011 2012 2013

Gambar 1. Diagram BOR Pasien Jiwa di Instalasi Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2011-2013
Sumber: Rekam Medik RSJ Provinsi Kalimantan Barat (2014)

Tabel 1. Distribusi Faktor Demografi


VARIABEL JUMLAH PERSENTASI
JENIS KELAMIN
Laki-laki 52 42,6
Perempuan 70 57,4
UMUR (tahun)
>27 51 41,8
≤ 27 71 58,2
PENDIDIKAN
D3 Keperawatan 119 97,5
S1 Keperawatan 3 2,5
STATUS PERNIKAHAN
Menikah 75 61,5
Belum Menikah 47 38,5
LAMA KERJA (tahun)
≤4 39 32,0
>4 83 68,0

Tabel 2. Distribusi Faktor Personal


VARIABEL JUMLAH PERSENTASI
STRES KERJA
Ringan 68 55,7
Berat 54 44,3

BEBAN KERJA
Ringan 62 50,8
Berat 60 49,2
TIPE KEPRIBADIAN
Tipe B 88 72,1
Tipe A 34 27,9

Jurnal ARSI/Juni 2016 181


Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
RSJ Provinsi Kalimantan 2 Nomor
Barat Tahun 3
2015

Tabel 3. Faktor Organisasi


VARIABEL JUMLAH PERSENTASI
KONDISI KERJA
Menyenangkan 67 54,9
Kurang Menyenangkan 55 45,1
DUKUNGAN SOSIAL
Baik 15 12,3
Kurang Baik 107 87,7

Tabel 4. Distribusi Burnout Perawat Pelaksana RSJ Provinsi Kalimantan Barat


Burnout F %
Rendah 101 82,8
Sedang 21 17,2
Total 122 100,0

Tabel 5. Variabel Model Akhir Burnout Perawat Pelaksana RSJ Provinsi Kalimantan
Barat
Variabel B S.E Wald Sig. Exp(B)
Jenis Kelamin -1,081 0,543 3,964 0,046 0,339
Lama Bekerja 0.382 0.147 6.797 0.009 1.466
Beban Kerja 0.816 0.549 2.214 0.137 2.262
Dukungan Sosial 19.873 9.90E+03 0 0.998 4.27E+08

Jurnal ARSI/Juni 2016 182

Anda mungkin juga menyukai