Anda di halaman 1dari 137

SKRIPSI

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Derajat


Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh
Afri Elfida Hastanti
20190350005

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2023
HALAMAN JUDUL

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Derajat


Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh
Afri Elfida Hastanti
20190350005

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
AFRI ELFIDA HASTANTI
20190350005

Telah disetujui oleh


Dosen Pembimbing

apt. Rima Erviana, Ph.D


NIK: 1978 0606 201504 173240

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

apt. Sri Tasminatun, M.Si apt. Nurul Maziyyah, M.Sc


NIK: 1971 1106199904 173036 NIK: 1988 1018 201410 173231

Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. apt. Hari Widada, M.Sc


NIK: 1977 0721 201004 173120

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Afri Elfida Hastanti

NIM : 20190350005

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi yang saya tulis benar-benar

merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum

dalam daftar pustaka dibagian akhir Skripsi ini dan sudah dinyatakan lolos uji

plagiarisme.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Skripsi ini hasil jiplakan,

maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 3 Maret 2023


Yang membuat pernyataan

Afri Elfida Hastanti


NIM. 20190350005

iii
MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

(QS. Al-Baqarah: 286)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka

mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan

terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi

mereka selain Dia.”

(QS. Ar-Ra’d: 11)

“Dan Allah Pemberi Rezeki yang terbaik”

(QS. Al-Jumu’ah: 11)

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Allah akan menambah (nikmat) kepadamu,

tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”

(QS. Ibrahim: 7)

“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah

menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku”

iv
(Umar bin Khattab)

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih

lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada saya

higga saat ini. Tak lupa juga kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang

telah menjadi suri tauladan bagi saya hingga saat ini.

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Bapak Moch Chabib Suryanto dan Ibu Wahyuni selaku kedua orang tua

2. Kakak perempuan dan kakak laki-laki saya Rani Armeilia Pratiwi, Amd.Keb,

Arif Fajriyanto Saputra, Amd.Kep, dan Astri Ayu Febriyuliani, S.Farm

3. Adik-adik saya Yenny Imeilda Silviani dan Afifah Fauziah Novarina

4. Kawan-kawan saya Dewi Mardika Sari, Fatimatuzzahra, Hasna Rifdhotul

Umma, Inka Aprissa, Sukmawati Az Zahrah, Afif Tiara Khusna, Divya

Zandheva, Fadhila Nur Hasani, Ulfa Dwi Kusumawardani, dan Ritha Pramesti

5. Teman-teman Prodi Farmasi Angkatan 2019 (Vetiveria)

Berkat doa dan dukungannya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan

baik dan tepat waktu. Dan saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak

yang telah menjadi motivasi serta penyemangat selama ini hingga menyelesaikan

salah satu syarat studi S1 ini.

vi
vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur peneliti haturkan kehadiran Allah SWT atas berkat dan

rahmat yang telah dikaruniakan-Nya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta”. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan Program Studi Farmasi, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan

tanpa adanya dukungan, motivasi, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak.

Peneliti mengakui banyak hambatan dan kekurangan dalam menyelesaikan skripsi

ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih

yang tulus kepada:

1. Dr. apt. Hari Widada, M.Sc selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. apt. Rima Erviana, Ph.D selaku dosen pembimbing yang bersedia

meluangkan waktu, memberikan dukungan, motivasi serta masukan kepada

peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

3. apt. Sri Tasminatun, M.Si selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan

kritik, saran maupun masukan kepada peneliti dalam skripsi ini.

viii
4. apt. Nurul Maziyyah, M.Sc selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan

kritik, saran maupun masukan kepada peneliti dalam skripsi ini.

5. Seluruh dosen Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah

memberikan ilmu, dukungan, pengetahuan, dan nasihat selama perkuliahan

6. Pihak RSUD Kota Yogyakarta yang telah berkenan menjadi tempat penelitian

Skripsi saya

7. Kedua orang tua tercinta Bapak Moch. Chabib Suryanto dan Ibu Wahyuni

serta Kak Rani Armeilia Pratiwi, Amd. Keb, Kak Arif Fajriyanto Saputra,

Amd. Kep, Kak Astri Ayu Febriyuliani, S.Farm, Dek Yenny Imeilda Silviani,

dan Dek Afifah Fauziah Novarina yang senantiasa memberikan motivasi,

dukungan serta doa yang luar biasa dalam penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat Apoteker Cantik (Dewi Mardika Sari, Fatimatuzzahra, Hasna

Rifdhotul Umma, Inka Aprissa, Sukmawati Az Zahrah) yang telah senantiasa

menguatkan peneliti serta memberikan motivasi dalam menghadapi kesulitan

dalam penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat tercinta, Afif Tiara Khusna, Divya Zandheva, Fadhila Nur Hasani,

Ulfa Dwi Kusumawardani, dan Ritha Pramesti yang selalu memberikan

semangat dan bantuan selama penyusunan skripsi ini.

10. Teman-teman Angkatan 2019 (Vetiveria) yang selalu memberikan dukungan

dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

ix
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, sehingga peneliti mengharapkan masukkan, kritik maupun saran

membangun dari berbagai pihak. Peneliti juga berharap Skripsi ini bermanfaat

bagi peneliti dan semua pihak.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Yogyakarta, 3 Maret 2023


Peneliti,

Afri Elfida Hastanti

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iii
MOTTO iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
INTISARI xv
ABSTRACT xvi
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Keaslian Penelitian........................................................................................6
D. Tujuan...........................................................................................................7
E. Manfaat.........................................................................................................7
BAB II9
TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Diabetes Melitus...........................................................................................9
1. Pengertian Diabetes Melitus......................................................................9
2. Klasifikasi Diabetes Melitus.....................................................................9
B. Diabetes Melitus Tipe II.............................................................................10
1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe II........................................................10

xi
2. Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe II...................................................11
3. Etiologi Diabetes Melitus Tipe II............................................................12
4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II....................................................13
5. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe II.............................................13
6. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II..................................................15
7. Diagnosis Diabetes Melitus Tipe II.........................................................15
8. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II......................................................17
C. Interaksi Obat..............................................................................................18
1. Pengertian................................................................................................18
2. Mekanisme Interaksi Obat.......................................................................18
3. Faktor dan Penyebab Terjadinya Interaksi Obat.....................................23
4. Tingkat Keparahan..................................................................................23
D. Kerangka Konsep........................................................................................25
E. Hipotesis......................................................................................................26
BAB III 25
METODOLOGI PENELITIAN 25
A. Desain atau Rancangan Penelitian..............................................................25
B. Tempat dan Waktu......................................................................................25
C. Populasi dan Sampel...................................................................................25
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.......................................................................27
1. Kriteria Inklusi........................................................................................27
2. Kriteria Eksklusi......................................................................................27
E. Variabel Penelitian......................................................................................27
F. Definisi Operasional...................................................................................28
G. Instrumen Penelitian...................................................................................29
1. Alat..........................................................................................................29
2. Bahan.......................................................................................................29
H. Cara Kerja...................................................................................................29
I. Skema Langkah Kerja.................................................................................30
J. Analisis Data...............................................................................................31

xii
BAB IV 32
HASIL DAN PEMBAHASAN 32
A. Karakteristik Pasien....................................................................................32
1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin....................................32
2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia...................................................34
3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan...........................................35
4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Perawatan................................37
B. Karakteristik Pengobatan............................................................................38
1. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Penyakit Penyerta.....................38
2. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Jumlah Obat..............................41
3. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Penggunaan Obat......................43
C. Analisis Interaksi Obat................................................................................50
1. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Interaksi....................50
2. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan.......................54
D. Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi Interaksi Obat..............................59
BAB V 62
KESIMPULAN DAN SARAN 62
A. Kesimpulan.................................................................................................62
B. Saran............................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA 65
LAMPIRAN 69

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian.....................................................................................6


Tabel 2. Definisi Operasional................................................................................28
Tabel 3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin....................................33
Tabel 4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia....................................................34
Tabel 5. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan...........................................35
Tabel 6. Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Perawatan................................37
Tabel 7. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Penyakit Penyerta......................38
Tabel 8. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Jumlah Obat...............................42
Tabel 9. Penggunaan Obat Antidiabetik................................................................44
Tabel 10. Penggunaan Obat Non-Antidiabetik......................................................46
Tabel 11. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Interaksi...................50
Tabel 12. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan......................54
Tabel 13. Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi Interaksi Obat........................60

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep.................................................................................25


Gambar 2. Skema Langkah Kerja..........................................................................30

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian..........................................................................70


Lampiran 2. Surat Keterangan Layak Etik.............................................................71
Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS (Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi
Interaksi Obat dan Odd Ratio)...............................................................................72
Lampiran 4. Form Pengumpulan Data Pasien DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kota Yogyakarta.........................................................................................74
Lampiran 5. Daftar Pengobatan Pasien DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kota Yogyakarta....................................................................................................75
Lampiran 6. Daftar Penyakit Penyerta Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi
Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta...................................................................110

xvi
INTISARI

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan


kadar gula darah melebihi batas normal. Penggunaan obat antidiabetes dapat
berinteraksi dengan obat tertentu yang digunakan oleh pasien. Kondisi ini dapat
berpotensi membahayakan atau mengurangi efek obat secara klinis. Tujuan
penelitian ini untuk melihat gambaran terapi dan mengkaji interaksi obat yang
terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota
Yogyakarta.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitik non eksperimental
dengan menggunakan metode cross sectional. Data diambil dari pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta yang masuk dalam kriteria
inklusi sebanyak 84 rekam medis. Pengambilan sampel menggunakan metode
simple random sampling. Kejadian interaksi obat dianalisis menurut Stockley’s
Drug Interaction dengan menggunakan aplikasi drugs.com. Untuk mengetahui
hubungan jumlah obat dan potensi interaksi obat menggunakan uji chi-square.
Dari 84 rekam medis yang dianalisis terdapat 63 rekam medis yang
berpotensi mengalami interaksi obat dan 21 rekam medis tidak berpotensi
mengalami interaksi obat. Berdasarkan mekanisme, interaksi farmakodinamik
terjadi sebesar 150 kasus (78,53%) dan interaksi farmakokinetik sebesar 41 kasus
(21,47%). Berdasarkan tingkat keparahan mayor sebesar 28 kasus (14,66%),
moderate 137 kasus (71,73%), dan minor 26 kasus (13,61%). Pengujian hipotesis
dengan menggunakan SPSS dengan uji chi-square didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara jumlah obat dan potensi kejadian interaksi
dengan nilai p value <0,05. Hasil odd ratio menunjukkan bahwa pasien yang
menerima jumlah obat ≥5 berisiko 7,176 kali lebih besar berpotensi terjadinya
interaksi obat (OR 95% CI).
Kata Kunci: Diabetes Melitus Tipe 2, Interaksi Obat, Instalasi Rawat Inap RSUD
Kota Yogyakarta

xvii
ABSTRACT

Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease, characterized by the


exceeding of blood sugar levels over normal limits. The use of antidiabetic drugs
may interact with certain medications used by the patient. This condition can
potentially harm or reduce the clinical effect of drugs. The purpose of this study
was to describe the therapy and evaluate the drug interactions, occurred in patients
with type 2 diabetes mellitus at the Inpatient Installation, RSUD Kota Yogyakarta.
This study was a non-experimental analytic descriptive research using
cross sectional method. Data were taken from the medical records of type 2
Diabetes Mellitus patients with or without comorbidities that included the
inclusion criteria as many as 84 medical records. The sampling method used
simple random sampling method. The incidence of drug interactions was analyzed
according to Stockley's Drug Interaction by using drugs.com application. To
determine the relationship between the number of drugs and potential drug
interactions using the chi-square test.
Among the 84 medical records analyzed, 63 medical records had the
potential for drug interactions and 21 medical records did not have the potential
for drug interactions. Based on the mechanism, pharmacodynamic interactions
occurred in 150 cases (78.53%) and pharmacokinetic interactions in 41 cases
(21.47%). Based on the severity level, major was 28 cases (14.66%), moderate
137 cases (71.73%), and minor 26 cases (13.61%). Hypothesis testing using SPSS
with the chi-square test found that there was a significant relationship between the
number of drugs and potential interaction events with a p value <0.05. The odd
ratio results showed that patients who received the number of drugs ≥5 had a
7.176 times greater risk of potential drug interactions (OR 95% CI).
Keywords: Diabetes Mellitus Type 2, Drug Interaction, Inpatient Installation
RSUD Kota Yogyakarta

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur kadar

gula darah) atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin

yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah.

Hiperglikemia adalah konsekuensi umum dari DM yang tidak terkontrol dan

menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf dan

pembuluh darah dari waktu ke waktu. Baik jumlah kasus maupun prevalensi

DM terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir 1.

Dalam Atlas International Diabetes Federation (IDF) edisi 10,

prevalensi DM memperkirakan pada tahun 2021, setidaknya 537 juta orang

dewasa berusia 20-79 tahun (10,5% dari semua orang dewasa dalam

kelompok usia ini) akan didiagnosis menderita DM di seluruh dunia. Jumlah

ini diperkirakan akan terus meningkat mencapai 634 juta pada tahun 2030 dan

pada tahun 2045 mencapai 783 juta mengalami DM. Populasi dunia

diperkirakan selama periode ini akan meningkat 20%, sedangkan jumlah

penderita DM akan meningkat sebesar 46% 2. IDF telah mengidentifikasi

beberapa negara dengan jumlah kasus tertinggi pada 2019: China, India, dan

1
2

Amerika Serikat, masing-masing dengan 116,4 juta dan 77 juta negara

berkembang 3. Negara dengan jumlah penderita DM dewasa usia 20-79 tahun

2021 terbanyak adalah China, India dan Pakistan. Diperkirakan situasi ini

akan berlanjut pada tahun 2045. Pada tahun 2021, negara tersebut memiliki

prevalensi DM komparatif tertinggi dengan persentase di Pakistan mencapai

30,8%, Prancis Polinesia mencapai 25,2% dan Kuwait mencapai 24,9%.

Negara ini diperkirakan memiliki prevalensi DM komparatif tertinggi pada

tahun 2045, mencapai 33,6% di Pakistan, 29,8% di Kuwait, dan di Prancis

Polinesia mencapai 28,2% 2.

DM menyumbang 4% kematian di bawah usia 70 tahun dan

merupakan penyebab kematian keenam, dengan sekitar 1,3 juta orang

meninggal karena DM. Indonesia menempati urutan ketujuh dari 10 negara

dengan jumlah kasus terbanyak yaitu 10,7 juta dan diproyeksikan meningkat

menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Menurut hasil pemeriksaan glukosa darah,

kejadian DM meningkat dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun

2018, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat ketiga

dengan prevalensi 3,1% 3. Surveilans Terpadu Penyakit (STP) menyatakan

bahwa prevalensi DM tipe 2 di Daerah Istimewa Yogyakarta, prevalensi di

rumah sakit lebih tinggi dari Puskesmas. Jumlah kasus DM tipe 2 pada tahun

2017 di rumah sakit adalah 20.546 kasus sedangkan 8.321 kasus terjadi di

Puskesmas 4. Pada tahun 2020, jumlah kasus DM di Daerah Istimewa

Yogyakarta mencapai 747.712 pasien. Terdapat 49.110 pasien DM (63,2%)


3

sudah mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan standar pelayanan yang

baik 5. Tindakan umum untuk menangani DM adalah diet seperti diet

pembatasan kalori dan aktivitas fisik seperti olahraga dan berhenti merokok.

Namun, efek tersebut telah ditemukan kurang efektif dalam mengendalikan

kadar glukosa darah yang memerlukan penggunaan obat antidiabetes.

Penggunaan obat antidiabetes dapat berinteraksi dengan obat tertentu yang

digunakan oleh pasien. Mekanisme kerja dari masing-masing obat dapat

meningkatkan atau mengganggu salah satu efek obat seperti adanya praktik

polifarmasi, pasien yang mengunjungi beberapa dokter spesialis, dan

pengobatan sendiri. Menurut beberapa laporan penelitian, persentase interaksi

obat-ke-obat (drug-to-drug) berkisar antara 2,2%-30% untuk pasien rawat

inap dan 9,2%-70,3% untuk pasien rawat jalan 6.

Penetapan jumlah dan jenis obat dalam pengobatan penyakit dapat

dipertimbangkan karena mempengaruhi kualitas hidup pasien. Hal tersebut

berhubungan dengan suatu hadist yaitu menurut Hadist Riwayat Muslim

tentang ketepatan pemilihan obat yang berbunyi:

‫يب َد َوا ُء ال َّدا ِء بَ َرَأ بِِإ ْذ ِن هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل‬


َ ‫ص‬ِ ‫ ُأ‬e‫لِ ُك ِّل دَا ٍء َد َوا ٌء فَِإ َذا‬

"Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk

suatu penyakit, maka akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah 'azza

wajalla." (HR. Muslim: 4084).


4

Interaksi obat adalah suatu kondisi akibat pemberian lebih dari satu

obat dalam waktu bersamaan, sehingga dapat menimbulkan efek pada

masing-masing obat yang dapat saling mengganggu dan keduanya saling

menguntungkan dan atau efek samping yang tidak diinginkan dapat timbul.

Kondisi ini dapat berpotensi membahayakan dan tidak memberikan efek

signifikan secara klinis 7. Definisi ini mencakup interaksi obat dengan obat

lain, obat dengan makanan, dan obat dengan zat lain. Interaksi obat

memerlukan perhatian tenaga kesehatan khususnya dokter dan apoteker.

Interaksi obat ini dapat mempengaruhi hasil pengobatan pasien. Insiden

interaksi obat harus dipantau pada pasien yang menerima polifarmasi, pasien

yang lebih tua, dan pasien dengan penyakit kronis. Salah satu kelompok

pasien yang perlu mendapat perhatian adalah mereka yang mengidap DM tipe

2 8.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh 9


tentang interaksi obat

pada pasien DM tipe 2 dengan komplikasi di Instalasi Rawat Jalan RSUD

Kajen Kabupaten Pekalongan diperoleh hasil bahwa dari 105 pasien terdapat

77 pasien mengalami interaksi obat dan 28 pasien tidak mengalami interaksi

obat. Penelitian oleh Marsela & Wardaya (2022) dapat diperoleh hasil bahwa

dari 18 pasien penderita DM yang dirawat di RSUD Linggajati, sebanyak 16

pasien mengalami interaksi obat dan 2 pasien tidak mengalami interaksi obat.
5

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa

insiden interaksi obat dalam pengobatan pasien dengan DM tipe 2 tetap

sangat tinggi sehingga dapat mengganggu pengobatan pasien dan mungkin

tidak dapat mencapai hasil pengobatan yang optimal dalam kondisi klinis,

kejadian ini menunjukkan bahwa hal itu dapat meningkatkan toksisitas pada

pengobatan atau dapat mengurangi efektivitasnya. Oleh karena itu, untuk

meminimalkan potensi efek samping, perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui interaksi obat pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap

RSUD Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dibahas

tersebut, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran terapi pengobatan pada pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta?

2. Bagaimanakah profil terjadinya interaksi obat pada pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta?

3. Bagaimanakah hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi pada

pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta?
6

C. Keaslian Penelitian

Terdapat penelitian sebelumnya yang digunakan oleh peneliti sebagai

acuan terkait penyusunan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Nama
peneliti, Metode Objek
Judul Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Penelitian Penelitian
peneliti
Navenia Kajian Interaksi Cross Rekam Hasil penelitian
Avianti Obat Pada Pasien sectional medis menunjukkan bahwa
Bastian, Diabetes Melitus deskriptif dari 105 pasien
Wulan Tipe 2 dengan secara terdapat 77 pasien
Agustin Komplikasi di retrospektif mengalami potensi
Ningrum, Instalasi Rawat interaksi obat dan 28
Nuniek Jalan RSUD pasien tidak
Nizmah Kajen Kabupaten mengalami potensi
Fajriyah, Pekalongan interaksi obat
2019 Tahun 2018
Anis Gambaran Penelitian Resep, Hasil menunjukkan
Marsela, Potensial deskriptif data SIM bahwa dari 18 pasien
Ahmad Interaksi Obat observasion RS pasien DM terdapat 16
Wildan Pada Pasien al secara pasien mengalami
Wisnu Diabetes Millitus retrospektif interaksi obat
Wardaya, di Rawat Inap
2022 RSUD Linggajati

Meskipun terdapat banyak penelitian yang menganalisis potensi

interaksi obat pada pasien dengan DM tipe 2, tetapi setiap wilayah memiliki

karakteristik terkait subjek yang berbeda. Baik dari karakteristik sampel,

tahap penyelesaian, lokasi penelitian, tahun penelitian, dan hambatan yang


7

dilalui. Kredibilitas penelitian ini dapat dilihat pada persamaan dan

perbedaannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Metode analisis

statistik dan penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam penelitian ini serupa

dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Artinya, desain penelitian yang

digunakan berupa studi cross-sectional untuk menunjukkan sejauh mana

kemungkinan interaksi obat, tetapi perbedaan antara penelitian ini dan

penelitian sebelumnya adalah waktu penelitian, lokasi penelitian, dan kondisi

sampel yang digunakan dalam penelitian.

D. Tujuan

1. Melihat gambaran terapi pengobatan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2

di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

2. Mengkaji terjadinya interaksi obat pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

3. Mengetahui hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi pada pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

E. Manfaat

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi

beberapa pihak diantarannya:

1. Rumah Sakit
8

Sebagai pertimbangan terkait keputusan dalam upaya pencegahan

terhadap kejadian interaksi obat pada terapi DM Tipe 2 sehingga dapat

menurunkan angka kejadian interaksi obat pada pasien DM Tipe 2.

2. Peneliti

Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kejadian

interaksi obat pada terapi DM Tipe 2.

3. Masyarakat

Sebagai menambah ilmu pengetahuan dan kesadaran masyarakat agar

menghindari serta dapat mencegah apa saja yang dapat menyebabkan

terjadinya DM.
9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Pengertian Diabetes Melitus

DM adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia kronis yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin,

kerja insulin, atau keduanya. Terganggunya fungsi insulin menyebabkan

terganggunya proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein 11. DM

adalah penyakit kronis kompleks yang memerlukan perawatan medis

berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial yang

melampaui kontrol glikemik. Edukasi dan dukungan manajemen diri DM

yang berkelanjutan sangat penting untuk mencegah komplikasi akut dan

mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (American Diabetes

Association, 2022).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Berdasarkan American Diabetes Association (2022) DM dapat

dibagi ke dalam kategori umum yaitu sebagai berikut:

1. DM tipe 1 (karena penghancuran sel-β autoimun, biasanya

menyebabkan defisiensi insulin absolut, termasuk DM autoimun

laten pada orang dewasa)

9
10

2. DM tipe 2 (seringkali dengan latar belakang resistensi insulin karena

hilangnya sekresi insulin yang tepat secara progresif oleh sel)

3. Jenis DM tertentu karena penyebab lain, seperti sindrom DM

monogenik (seperti DM pada neonatus dan dewasa), penyakit

pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan pankreatitis), dan DM

yang diinduksi obat atau bahan kimia (gula). Setelah glukokortikoid

penggunaan, pengobatan HIV/AIDS atau transplantasi organ)

4. DM gestasional (DM yang terdiagnosis pada trimester kedua atau

ketiga kehamilan dan tidak terdiagnosis secara jelas sebagai DM

sebelum kehamilan)

B. Diabetes Melitus Tipe II

1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe II

DM tipe 2 merupakan penyakit metabolik kronis, dan kejadiannya

meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan

sepenuhnya, tetapi dikelola dengan baik sehingga memerlukan

pengobatan seumur hidup. Penanganan yang diterapkan yaitu pemberian

obat antidiabetes yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda dalam

mengontrol kadar gula darah. Pilihan terapi antidiabetes disesuaikan

dengan kebutuhan dan status klinis pasien berdasarkan algoritma

pengobatan. Dimulai dengan monoterapi antidiabetes, kemudian terapi

antidiabetes dikombinasikan dengan penggunaan insulin intensif 14.


11

2. Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe II

Menurut International Diabetes Federation (IDF), DM

menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun 2019. Dari 436 juta orang

dewasa antara usia 20 dan 79 tahun menderita DM, dan jumlahnya

diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2045. DM

adalah penyebab utama setidaknya $720 miliar dalam biaya medis pada

tahun 2019. Fakta mengungkapkan bahwa beban penderita DM tipe 2

kurang terwakili karena satu dari 3 penderita kurang terdiagnosis atau

setara dengan 232 juta pendertia DM. Kebanyakan penderita DM berusia

antara 40 dan 59 tahun 15.

Insiden dan prevalensi DM tipe 2 bervariasi dari setiap wilayah.

Lebih dari 80% pasien yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan

menengah dapat meningkatkan tantangan lebih lanjut untuk pengobatan

yang efektif. Pasien dengan DM tipe 2 memiliki risiko kematian 15%

lebih tinggi dari semua penyebab kematian terkait dengan DM tipe 2

dibandingkan dengan tanpa DM 15.

Epidemiologi DM tipe 2 dipengaruhi oleh genetik dan

lingkungan. Setelah terpapar lingkungan yang ditandai dengan perilaku

menetap dan asupan kalori yang tinggi, faktor genetik dapat berpengaruh

terjadinya DM. Mutasi genetik glikemik pada DM tipe 2 telah

diidentifikasi oleh studi asosiasi genom, tetapi ini hanya menyumbang


12

10% dari total dispersi sifat. Hal ini menunjukkan bahwa mutasi langka

itu penting. Orang dengan latar belakang etnis yang berbeda mungkin

menunjukkan fenotipe spesifik yang berbeda yang meningkatkan

kecenderungan mereka terhadap kelompok faktor risiko cardiovascular

disease (CVD) seperti hipertensi, resistensi insulin, dan dislipidemia 15.

3. Etiologi Diabetes Melitus Tipe II

Etiologi DM merupakan kombinasi dari faktor genetik dan

lingkungan. Penyebab lain dari DM adalah sekelompok gangguan

metabolisme, kelainan mitokondria, dan kondisi lain yang mempengaruhi

sekresi atau aksi insulin, sekresi insulin. DM dapat terjadi sebagai akibat

dari penyakit yang mempengaruhi pankreas eksokrin saat rusaknya

sebagian besar islet yang berasal dari pankreas. Hormon yang bertindak

sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan DM. Penyebab

resistensi insulin adalah obesitas atau kelebihan berat badan, kelebihan

glukorutikoid (sindrom Cushing atau terapi steroid), kelebihan hormon

pertumbuhan (akromegali), kehamilan, DM gestasional, penyakit

ovarium polikistik, lipodistrofi (genetik, berhubungan dengan akumulasi

lipid di hati), autoantibodi reseptor insulin, mutasi reseptor insulin,

mutasi reseptor proliferator peroksisom (PPAR γ), mutasi penyebab

obesitas herediter (misalnya, mutase reseptor melanokortin) dan


13

hemokromatosis (menyebabkan akumulasi penyakit keturunan penyebab

zat besi dalam jaringan) 16.

4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II

Sehubungan dengan patofisiologi penyakit, disfungsi loop umpan

balik antara kerja insulin dan sekresi insulin menghasilkan kadar glukosa

darah yang tinggi secara abnormal. Dalam kasus disfungsi sel, sekresi

insulin berkurang dan kemampuan tubuh untuk mempertahankan kadar

glukosa darah fisiologis terbatas. Di lain sisi, resisten insulin

berkontribusi pada peningkatan produksi glukosa hati dan penurunan

pengambilan glukosa di otot, hati dan jaringan adiposa. Kedua proses

terjadi di awal etiologi dan berkontribusi pada perkembangan penyakit,

tetapi disfungsi sel biasanya lebih parah daripada resistensi insulin.

Namun, dengan adanya disfungsi seluler dan resistensi insulin,

peningkatan hiperglikemia mengarah pada pengembangan DM tipe 2 15.

5. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe II

Menurut Hardianto (2021) pada tahap awal DM tipe 2, biasanya

tidak ada gejala DM. Gejala yang paling umum dari penderita DM

diantaranya sebagai berikut:

1. Peningkatan rasa haus karena penurunan kadar cairan dan elektrolit

dalam tubuh
14

2. Peningkatan rasa lapar karena penurunan kadar glukosa pada

jaringan

3. Status urin mengandung glukosa biasanya terjadi saat kadar glukosa

darah 180 mg/dL

4. Peningkatan osmolaritas filtrat glomerulus dan reabsorpsi air

dihambat dalam tubulus ginjal menyebabkan kadar urin meningkat

5. Dehidrasi yang disebabkan oleh meningkatkan kadar glukosa

menyebabkan cairan ekstraselular hipertonik dan air dalam sel keluar

6. Gangguan pemberian minuman kaya karbohidrat mengakibatkan

dehidrasi dan kehilangan jaringan tubuh meskipun asupan makanan

normal atau mengalami kenaikan

7. Hilangnya berat badan yang disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh

dan penggunaan jaringan otot dan lemak akan diubah menjadi energi

8. Gejala lain dapat berupa dehidrasi, konvulsi, konstipasi,

berkurangnya daya penglihatan, dan penyakit infeksi. Pada sebagian

penderita DM tidak menunjukkan gejala, sehingga memperburuk

kondisi penderita DM. Diperkirakan 30-80% dari penderita DM

tidak terdiagnosis. Pasien DM ketika tidak diobati dengan tepat

dapat menyebabkan pingsan, koma, dan kematian.

6. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II


15

Faktor risiko DM tipe 2 terutama riwayat keluarga dan obesitas

dengan DM tipe 2. Faktor risiko lainnya adalah bayi berat lahir rendah

(BBLR) dan gizi buruk (BMI rendah) pada usia 2 tahun. DM tipe 2

disebabkan oleh resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif melalui

proses autoimun yang merusak sel beta pankreas. Perkembangan dari

glukosa plasma puasa dan toleransi glukosa terganggu menjadi DM tipe

2 lebih cepat daripada pada orang dewasa, rata-rata 12-21 bulan. Gejala

klinis pada anak dan remaja dengan DM tipe 2 berkisar dari

hiperglikemia asimtomatik yang terdeteksi dengan skrining atau

pemeriksaan fisik biasa hingga koma ketoasidosis (25% pasien) atau

kondisi hiperglikemik (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018).

7. Diagnosis Diabetes Melitus Tipe II

DM dapat didiagnosis menjadi 4 jenis tes pemeriksaan, antara

lain: (1) tes glukosa plasma saat puasa, (2) tes glukosa plasma setelah 2

jam pemberian glukosa oral 75 g atau pemeriksaan toleransi, (3) tes

HbA1C dan (4) glukosa analisis darah acak. nilai subjek glukosa

plasma puasa > 7,0 mmol/L (126 mg/dL), 2 jam setelah glukosa plasma

atau setelah uji resistensi glukosa oral 75 g > 11,1 mmol/L (200

mg/dL), hemoglobin A1C (HbA1C) > 6,5% (48 mmol/mol) dan

glukosa darah acak > 11,1 mmol/L (200 mg/dL) timbulnya tanda dan

gejala dianggap menderita DM. Jika tanpa gejala menemukan dengan


16

nilai yang tinggi, diagnosis harus dikonfirmasi dengan mengulangi

dengan tes yang sama pada hari berikutnya. Diagnosis DM memiliki

implikasi penting bagi individu karena dapat mempengaruhi tidak

hanya kesehatan, tetapi juga pekerjaan, asuransi kesehatan, asuransi

jiwa, kondisi mengemudi, peluang sosial dan masalah budaya,

konsekuensi etika, dan terhadap hak asasi manusia 19.

Tes HbA1C digunakan untuk mengukur jumlah hemoglobin

yang terikat pada glukosa selama 3 bulan terakhir. Dalam mendiagnosis

DM, HbA1C kurang sensitif dibandingkan dengan tes glukosa

tradisional karena penyakit ganda, letak geografis tempat tinggal

(daerah dataran tinggi), etnis, usia, dan penyakit tertentu dapat

mempengaruhi hasil tes HbA1C. Hal ini yang membuat tes HbA1C

menjadi kurang sensitif untuk diagnosis DM. HbA1C tidak dapat

digunakan pada hemoglobinosis, defisiensi besi atau anemia hemolitik,

anemia bebas defisiensi besi, penyakit hati, dan disfungsi ginjal berat.

Hubungan antara kadar glukosa darah dan HbA1C hidup di ketinggian

ekstrim. Beberapa etnis memiliki kadar HbA1C mencapai 0,4% lebih

tertinggi yaitu pada negara Afrika, Amerika, Indian Amerika, Hispanik,

dan Asia dibandingkan dengan orang kulit putih non-Hispanik pada

level glikemik. Tingkat A1C peka terhadap usia dan meningkat menjadi

0,1% setiap 10 tahun kehidupan. HbA1C tidak direkomendasikan untuk

digunakan dalam diagnosis pada anak-anak dan remaja, wanita hamil,


17

cystic fibrosis atau pasien dengan DM tipe 1 20. Tes HbA1C memiliki

keunggulan dibandingkan yang sangat berguna karena pasien tidak

harus berpuasa (memeriksa glukosa selama puasa) 17.

8. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II

Berkurangnya sekresi insulin dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein dapat menyebabkan komplikasi DM.

Pengontrolan kadar glukosa darah pada penderita DM dapat mencegah

terjadinya komplikasi. Komplikasi DM akan meningkatkan morbilitas

dan kematian. Beberapa komplikasi penyakit akibat DM, diantaranya

adalah penyakit kardiovaskular, gangguan ginjal, peradangan, dan

obesitas. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia,

dan latar belakang etnis merupakan faktor penting dalam perkembangan

komplikasi DM. Penderita DM memiliki risiko komplikasi yang

menyebabkan terjadinya kematian. Secara umum komplikasi yang

terjadi diklasifikasikan menjadi 2 jenis, diantaranya: (1) komplikasi

metabolic akut berupa gangguan metabolisme jangka pendek seperti

hipoglikemia, ketoasidosis, dan hiperosmolalitas, (2) komplikasi lanjut,

pembuluh darah besar (penyakit jantung, penyakit arteri koroner,

penyakit pembuluh darah, perifer dan stroke), pembuluh darah mikro

(nefropati, retinopati dan neuropati), serta gabungan antara kombinasi

besar dan pembuluh mikro (DM di kaki). Kematian menyebabkan DM


18

pada lanjut usia mengalami kerusakan pembuluh darah besar lebih

sering terjadi dibandingkan mikrovaskuler 17.

C. Interaksi Obat

1. Pengertian

Interaksi obat-obat terjadi ketika satu obat mengubah efek obat lain dan

dapat merugikan ketika interaksi obat-obat meningkatkan toksisitas atau

mengurangi efek utama obat 21


. Interaksi obat menyebabkan hasil

pengobatan yang sangat berbahaya, termasuk potensi efek samping dan

kegagalan obat terapeutik. Oleh karena itu, apoteker perlu mengatasi

jenis masalah yang terkait dengan pengobatan dan mendidik rekan tim

medis lainnya. 6,7% dari pasien menderita efek samping negatif 22.

2. Mekanisme Interaksi Obat

a. Interaksi Obat Farmasetik

Interaksi obat farmasetik ini bisa terjadi karena adanya dua obat

yang diberikan secara bersamaan, biasanya terjadi sebelum obat

diminum 23.

b. Interaksi Obat Farmakokinetik


19

Studi saat perjalanan waktu penyerapan obat, distribusi,

metabolisme, dan ekskresi didefinisikan sebagai farmakokinetik.

Farmakokinetik klinis memainkan peran penting dalam penggunaan

obat yang aman dan efektif pada pasien individu. Oleh karena itu,

untuk menghindari interaksi obat tersebut, prinsip-prinsip

farmakokinetik harus diterapkan. Interaksi farmakokinetik sering

dipertimbangkan berdasarkan pengetahuan tiap obat, dan

diidentifikasi dengan memantau gejala klinis dan perubahan kadar

serum obat pada pasien (Hasnain et al., 2017).

1) Absorbsi

Rute obat melalui mukosa dengan difusi pasif hanya

bergantung pada keberadaannya dalam bentuk yang tidak

terionisasi dan larut dalam lemak. Oleh karena itu, proses

absorbsi dikendalikan oleh pKa obat, kelarutan dalam lemak, pH

isi usus, dan banyak parameter lain yang terkait dengan

formulasi farmasi obat. Terdapat beberapa interaksi berlangsung

di usus sehingga terjadi penurunan absorbsi obat karena

kebanyakan obat diabsorbsi di usus 24.

Interaksi yang sering terjadi pada proses absorbsi yaitu

antibiotik yang mengandung logam seperti Fe dan AIOH 3. Efek

interaksi farmakokinetik fase absorbsi ini adalah mengurangi

atau meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dari darah 25.


20

2) Distribusi

Obat yang diberikan secara bersamaan bisa mempengaruhi

distribusi. Agar obat menjadi efektif, obat penting untuk

distribusi dalam tubuh. Protein utama yang terlibat dalam

distribusi dan pengangkutan obat adalah albumin, glikoprotein

α-1, dan lipoprotein. Obat dengan sifat pengikatan protein tinggi

lebih rentan terhadap interaksi obat 22.

Terdapat beberapa obat yang tidak berikatan tersedia untuk

difusi pasif ke tempat atau jaringan ekstravasular dan umumnya

memilih konsentrasi obat pada sisi aktif karena keefektifannya.

Albumin adalah protein plasma terpenting yang tersintesis

dalam hati dan didistribusikan dalam plasma dan cairan

ekstraseluler di kulit, otot, serta bermacam jaringan. Konsentrasi

albumin dalam cairan usus sekitar 60% dari konsentrasi plasma.

Karena albumin mempunyai lima tempat pengikatan yaitu

warfarin, benzodiazepin, digoksin, bilirubin, dan tomoksifen 25.

3) Metabolisme

Beberapa obat mudah larut dalam lemak terjadi

biotransformasi signifikan selama first pass melalui dinding

usus dan hati. Terdapat bukti bahwa beberapa obat dapat

mempunyai efek yang nyata pada tingkat metabolisme first pass

dengan mengalihkan aliran darah hepatik. Penghambatan awal


21

metabolisme karena dinding usus mengandung enzim

metabolisme, terutama isoenzim sitokrom P450. Selain

perubahan metabolisme akibat perubahan aliran darah hepatik,

terdapat bukti bahwa obat tertentu dapat berdampak signifikan

pada laju lintas pertama dengan menghambat atau menginduksi

isoenzim sitokrom P450 di hati,atau usus 24.

4) Eliminasi

Ginjal merupakan organ yang bekerja pada proses eliminasi

obat dan metabolitnya. Kemungkinan interaksi mekanisme

kompetitif terjadi pada tingkat sekresi tubular aktif apabila dua

atau lebih obat menerapkan sistem transpor yang sama 25


.

Reabsorpsi, filtrasi, dan sekresi adalah proses utama di mana

metabolit obat dieliminasi dari tubuh, dan sebagian besar

interaksi obat telah diamati selama tahap sekresi dan reabsorpsi

.
22

Selama proses ekskresi, obat yang digunakan dalam sistem

transpor tubulus aktif bersaing antar obat tersebut. Bersamaan

dengan bertambahnya pengetahuan tentang protein transpor obat

di ginjal, diketahui bahwa probenesid menghambat ekskresi

banyak obat anionik melalui transpor anion organik 24.

c. Interaksi Obat Farmakodinamik


22

Interaksi farmakodinamik adalah suatu interaksi dimana obat

dapat mengubah respon pasien terhadap suatu obat atau tidak dapat

mengubah respon pasien terhadap obat tetapi tidak mengubah

farmakokinetik obat 24.

Jenis interaksi obat yang terjadi di sekitar organ target, termasuk

antagonisme langsung atau peningkatan efek farmakologis obat

merupakan interaksi farmakodinamik antara berbagai obat. Selain

itu, perbedaan dalam rentang indeks terapeutik dari banyak obat

sangat kecil sehingga respons farmakodinamik yang ditunjukkan

oleh obat ini berubah secara signifikan, memperumit proses, dan

memiliki potensi interaksi obat farmakodinamik lebih tinggi maka

perawatan obat perlu dirasionalisasi 22.

Agonis adalah senyawa obat yang dapat menyebabkan efek

apabila berikatan dengan reseptor. Antagonis adalah senyawa obat

yang tidak menyebabkan efek apabila berikatan dengan reseptor.

Terdapat perbedaan struktur antagonis dengan agonis merupakan

suatu hal yang wajar karena reseptor pada antagonis mudah diblokir

dengan menempati situs aktif agonis. Hal ini menjadikan antagonis

lebih sering terjadi dibandingkan agonis yang sesuai. Agonis dapat

diubah menjadi antagonis dengan mengubah struktural secara tepat


26
.
23

3. Faktor dan Penyebab Terjadinya Interaksi Obat

Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan ketika menilai

dampak klinis dari interaksi obat yang berpotensi signifikan. Obat

dengan indeks terapi sempit, spektrum luas aktivitas farmakologis,

induksi atau penghambatan enzim metabolik adalah bagian dari banyak

faktor yang meningkatkan risiko terkait interaksi obat dan penting secara

klinis. Faktor yang diorientasikan adalah pola makan dan kebiasaan

konsumsi obat, genetik pasien, usia pasien, jenis kelamin, status

komorbiditas. Berbagai faktor yang berpengaruh terkait dengan risiko

dan keparahan interaksi obat adalah jumlah obat yang diresepkan dan

obat yang diberikan, lama pengobatan, usia pasien, dan stadium penyakit,

dan jumlah resep. Sangat penting untuk memahami berbagai mekanisme

yang terlibat dalam memulai interaksi obat serta menunjukkan bahwa ada

bukti ilmiah bahwa cara yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan

respons positif terhadap kualitas hidup pasien 22.

4. Tingkat Keparahan

Berdasarkan Habibi (2022) interaksi obat berdasarkan

signifikansi klinis atau tingkat keparahan dapat dibagi menjadi tiga

tingkatan yaitu:

a. Minor, yaitu ketika kemungkinan interaksi terjadi namun dapat

dikatakan tidak berbahaya.


24

b. Moderat, ketika terjadi interaksi maka menyebabkan peningkatan

efek samping obat.

c. Mayor, yaitu interaksi obat yang berpotensi berbahaya dapat terjadi

pada pasien dan memerlukan pemantauan/intervensi. Sehubungan

dengan hal tersebut, berpotensi berbahaya berarti kemungkinan besar

akan terjadi peristiwa yang dapat membahayakan pasien, yang salah

satu akibatnya dapat membahayakan nyawa pasien dan dapat

menyebabkan kerusakan organ.


25

D. Kerangka Konsep

Pasien diabetes melitus tipe 2


Karakteristik Pasien:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
1. Obat diabetes melitus tipe 2 3. Pekerjaan
2. Obat non-antidiabetes 4. Lama perawatan
5. Penyakit
Penyerta
6. Jumlah obat

Analisis Interaksi Obat

Tidak ada interaksi Ada interaksi obat

1. Mekanisme interaksi
obat
2. Tingkat keparahan
3. Hubungan jumlah
obat dengan potensi
interaksi
4. Odds ratio

Gambar 1. Kerangka Konsep


26

E. Hipotesis

Pada penelitian ini menyajikan informasi mengenai interaksi obat yang

terjadi pada pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta periode 1 Juli 2021-30 Juni 2022.

Penelitian ini juga menguji hipotesis dimana dijelaskan di bawah ini:

H0 : Tidak ada hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi.

H1 : Ada hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi.


27
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain atau Rancangan Penelitian

Desain pada penelitian ini yaitu penelitian non eksperimental secara

deskriptif analitik yang bertujuan untuk menemukan hubungan antara jumlah

obat dan potensi interaksi antar obat. Pengamatan dilakukan secara cross

sectional merupakan rancangan penelitian dengan mengumpulkan data pada

saat bersamaan atau sekali waktu. Teknik pengumpulan data pada penelitian

dilakukan dengan pengumpulan rekam medik pasien DM tipe 2 di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta. Dengan teknik analisis data

menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS.

B. Tempat dan Waktu

Tempat penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta dengan pengambilan data rekam medik pasien DM tipe 2 periode

1 Juli 2021-30 Juni 2022. Pengambilan data dilakukan pada bulan September-

Desember 2022.

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini yaitu pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat

Inap RSUD Kota Yogyakarta periode 1 Juli 2021-30 Juni 2022. Cara

25
26

pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana setiap populasi memiliki

kemungkinan yang sama untuk dimasukkan dalam sampel. Jumlah minimum

sampel ditentukan menurut rumus Lemeshow sebagai berikut:

Keterangan:

n = Jumlah sampel

Zα = Tingkat kepercayaan (95%) = 1,96

P = Angka prevalensi kasus (3,1%) = 0,031 3

Q = 1-P (1-0,031) = 0,969

d = Batas toleransi kesalahan (5%) = 0,05

= 46,16 sampel

= 46 sampel

Berdasarkan perhitungan jumlah minimal sampel yang harus

diperoleh yaitu sebesar 46 sampel. Untuk menghindari drop out maka jumlah
27

minimal sampel ditambah 10% sehingga total seluruh sampel menjadi 50,6

sampel dibulatkan menjadi 51 sampel.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta yang

menjalani pengobatan rawat inap di RSUD Kota Yogyakarta

b. Pasien DM tipe 2 yang menggunakan minimal kombinasi 2 jenis

obat antidiabetik atau dengan obat lain yang terdapat pada resep

2. Kriteria Eksklusi

Pasien DM tipe 2 rawat inap dengan rekam medik yang tidak lengkap

dan tidak terbaca

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini menggunakan variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu pengobatan atau terapi yang

diperoleh oleh pasien DM tipe 2, sedangkan variabel terikat pada penelitian

ini yaitu potensi terjadinya interaksi obat.


28

F. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Skala Kategori


Ukur
1 Interaksi Reaksi penggunaan dua Nominal 1. Ada potensi
obat atau lebih macam antar interaksi obat
obat antidiabetes maupun 2. Tidak ada
obat lain yang berpotensi potensi interaksi
menyebabkan efek yang obat
tidak diinginkan
2 Mekanisme Mekanisme interaksi obat Ordinal 1. Farmakodinamik
Interaksi diklasifikasikan menjadi 2. Farmakokinetik
dua tingkatan
3 Tingkat Tingkat keparahan Ordinal 1. Minor
Keparahan interaksi obat 2. Moderate
diklasifikasikan menjadi 3. Major
tiga tingkatan
4 Usia Lamanya hidup pasien Nominal 1. 36-45 tahun
dimulai dari lahir sampai 2. 46-55 tahun
sekarang 3. 56-65 tahun
4. >65 tahun
5 Jenis Karakteristik pasien yang Nominal 1. Laki-laki
Kelamin dapat dibedakan antara 2. Perempuan
laki-laki dan perempuan
6 Pekerjaan Kegiatan untuk Nominal 1. Karyawan
mendapatkan imbalan swasta
atau upah 2. Wiraswasta
3. PNS
4. Guru/Dosen
5. Pensiunan
6. Buruh
7. Pedagang
8. IRT
9. Lain-lain
7 Penyakit Penyakit lain yang dialami Nominal 1. Terdapat
penyerta oleh pasien penyakit
penyerta
29

2. Tidak terdapat
penyakit
penyerta
No Variabel Definisi Operasional Skala Kategori
Ukur
8 Lama Lamanya pasien dirawat Nominal 1. 2-5 hari
perawatan pada instalasi rawat inap 2. 6-9 hari
3. 10-12 hari
9 Rejimen Penggunaan obat pada Nominal 1. Tunggal
terapi pasien 2. Kombinasi
10 Jumlah Banyaknya jumlah obat Nominal 1. >5
obat yang diterima pasien 2. ≤5

G. Instrumen Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu jurnal dan guideline

utama yaitu Stockley’s Drug Interaction, drugs.com, Microsoft Excel dan

aplikasi statistik SPSS versi 20.0.

2. Bahan

Bahan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu rekam medik pasien

DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

H. Cara Kerja

1. Pengumpulan materi mengenai penyakit DM tipe 2 dan kajian terjadinya

interaksi obat

2. Pembuatan proposal penelitian


30

3. Pembuatan surat izin penelitian dan pembuatan ethical clearance setelah

terlaksanakannya sidang proposal dan mengajukan ke RSUD Kota

Yogyakarta

4. Dikumpulkannya data melalui rekam medik pasien DM tipe 2 di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan kriteria inklusi

5. Menganalisis data mengenai karakteristik pasien, gambaran terapi,

gambaran interaksi dan potensi terjadinya interaksi obat berdasarkan

rekam medik pasien

6. Penyusunan laporan hasil penelitian

I. Skema Langkah Kerja

Gambar 2. Skema Langkah Kerja


31

J. Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis dengan program statistik

terkomputerisasi. Variabel penelitian berupa analisis bivariat. Analisis

bivariat berguna untuk mengetahui hasil analisis interaksi obat yang

diperoleh. Kemudian dilakukan uji dengan menggunakan Chi-Square Test

bertujuan untuk melihat hubungan jumlah obat dan potensi interaksi yang

terjadi. Jika p value<0,05 berarti adanya hubungan yang bermakna dan odds

ratio yang dihasilkan menunjukkan besarnya potensi interaksi obat yang

terjadi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini membahas terkait interaksi obat yang disajikan dalam 4 bagian

diantaranya yaitu karakteristik pasien, karakteristik pengobatan, analisis interaksi

obat, dan hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi obat pada pasien DM tipe

2 dengan atau tanpa penyakit penyerta di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta. Total sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 84 sampel dari

total sampel 101 sampel dengan metode pengambilan simple random sampling.

Pada penelitian ini menggunakan data rekam medik pasien DM tipe 2 dengan atau

tanpa penyakit penyerta di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta. Data

rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi dianalisis secara deskriptif dengan

tujuan untuk mengetahui gambaran interaksi obat dengan menggunakan Microsoft

Excel, drugs.com, Stockley’s Drug Interactions, dan dilakukan uji Chi-Square

menggunakan program SPSS untuk mengetahui hubungan jumlah obat dengan

potensi interaksi obat.

A. Karakteristik Pasien

1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan

menjadi dua kelompok yaitu laki-laki (L) dan perempuan (P) seperti pada

tabel di bawah ini.

32
33

Tabel 3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%) Total


Laki-laki (L) 43 51%
84
Perempuan (P) 41 49%

Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin bertujuan untuk mengetahui

banyaknya pasien DM tipe 2 menurut jenis kelamin. Pada tabel diketahui

bahwa kasus DM tipe 2 pada laki-laki lebih besar dibandingkan

perempuan, dimana pasien laki-laki sebanyak 43 pasien dengan persentase

sebesar 51% sedangkan pasien perempuan sebanyak 41 pasien dengan

persentase sebesar 49%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Cahyaningsih & Wicaksono (2020) menyatakan bahwa banyaknya kasus

DM Tipe 2 lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan,

tetapi tidak selalu signifikan. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan

yang signifikan dalam prevalensi kasus DM Tipe 2 pada penderita laki-laki

maupun perempuan. Namun, risiko terkena DM Tipe 2 dapat meningkat

karena ketidakseimbangan hormon dan gangguan reproduksi. Perbedaan

kasus DM tipe 2 didasarkan pada jenis kelamin sering disebabkan oleh

perbedaan gaya hidup masing-masing individu sehingga akan berpengaruh

terhadap risiko terjadinya kasus DM tipe 2.


34

2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Karakteristik pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta berdasarkan usia dibagi menjadi 4 kelompok, dimana

pengelompokkan usia tersebut menurut Amin & Juniati (2017)

menyatakan bahwa pengelompokkan usia berdasarkan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia yaitu dengan rentang usia 36-45 tahun, 46-

55 tahun, 56-65 tahun, dan >65 tahun, seperti pada tabel di bawah.

Tabel 4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Penggolongan usia Jumlah Persentase (%)


36-45 tahun 6 7%
46-55 tahun 24 29%
56-65 tahun 29 35%
>65 tahun 24 29%
Total 84 100%
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pengelompokkan

karakteristik pasien berdasarkan usia paling banyak dialami oleh kelompok

usia 56-65 tahun yaitu sebanyak 29 pasien dengan persentase sebesar 35%,

sedangkan pada kelompok usia 46-55 tahun dan >65 tahun pada pasien

DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta jumlah

penderita dan persentasenya sama besar yaitu sebanyak 24 pasien dengan

persentase sebesar 29%, dan kelompok usia paling sedikit dialami oleh
35

kelompok usia 36-45 tahun yaitu sebesar 6 pasien dengan persentase 7%.

Hal ini sejalan dengan penelitian Annisa et al., (2021) menyatakan bahwa

pasien yang mengalami DM tipe 2 paling banyak terjadi pada kelompok

usia 56-65 tahun sebanyak 47 pasien dengan persentase 41,96%.

Peningkatan risiko diabetes pada rentang usia lebih dari 45-64 tahun dapat

terjadi peningkatan intoleransi glukosa karena secara fisiologis fungsi

tubuh akan mengalami penurunan sekresi atau resistensi terhadap insulin

maka kemampuan tubuh dalam mengontrol kadar gula darah yang tinggi

kurang optimal (Imelda, 2019).

3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan

Karakteristik pasien berdasarkan pekerjaan dikelompokkan menjadi 9

kelompok yaitu karyawan swasta, wiraswasta, PNS, Guru/Dosen, Buruh,

Pedagang, IRT, dan Lain-lain dimana digambarkan seperti pada tabel di

bawah ini.

Tabel 5. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)


Karyawan Swasta 10 12%
Wiraswasta 20 24%
PNS 10 12%
Guru/Dosen 1 1%
Pensiunan 6 7%
Buruh 6 7%
Pedagang 1 1%
IRT 17 20%
Lain-lain 13 15%
Total 84 100%
36

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa karakteristik pasien

berdasarkan pekerjaan paling banyak dialami oleh pasien yang memiliki

pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 20 orang dengan persentase

24%, sedangkan pasien yang bekerja sebagai karyawan swasta dan PNS

memiliki jumlah pekerja sama besar yaitu 10 orang dengan persentase

12%, pasien yang bekerja sebagai guru/dosen dan pedagang juga memiliki

jumlah pekerja sama besar yaitu 1 orang dengan persentase 1%, begitupula

untuk pasien yang bekerja sebagai pensiunan dan buruh memiliki jumlah

pekerja sama besar yaitu 6 orang dengan persentase 7%, dan untuk pasien

yang bekerja sebagai IRT dan lain-lain memiliki jumlah pekerja masing-

masing sebanyak 17 orang dan 13 orang dengan persentase masing-masing

sebesar 20% dan 15%. Dimana hasil penelitian ini serupa dengan hasil

penelitian Sinaga (2022) menyatakan bahwa pekerjaan paling banyak yang

dimiliki responden DM yaitu wiraswasta sebanyak 27 orang dengan

persentase 27%. Bagi penderita DM, penting untuk memeriksakan diri ke

dokter secara teratur, serta disiplin dan patuh minum obat serta mengontrol

gula darah. Karena pekerjaan juga memengaruhi risiko DM, orang yang

sibuk dengan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari berisiko lebih tinggi

terkena DM. Setiap individu yang bekerja berjam-jam dengan jadwal

makan dan tidur yang tidak teratur termasuk dalam meningatnya faktor
37

risiko DM, dan kurang tidur juga dapat mengganggu keseimbangan

hormon yang mengatur asupan makanan dan keseimbangan energi.

4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Perawatan

Lama perawatan pasien DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit

penyerta yaitu saat pasien masuk hingga pasien keluar dari rumah sakit.

Lama perawatan pada pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kota Yogyakarta dibagi atas tiga kelompok yaitu 2-5 hari, 6-9 hari, dan

10-12 hari seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Perawatan

Jumlah Persentase
Lama Perawatan Total
Pasien (%)
2-5 hari 52 62%
6-9 hari 29 35% 84
10-12 hari 3 4%

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa lama perawatan pada pasien

DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kota Yogyakarta paling banyak yaitu 2-5 hari dengan jumlah

pasien sebanyak 52 pasien dengan persentase 62%, sedangkan untuk lama

perawatan 6-9 hari sebanyak 29 pasien dengan persentase 35%, dan lama

perawatan 10-12 hari sebanyak 3 pasien dengan persentase 4%.

Penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Wijayanti & Mutmainah

(2015) dengan hasil bahwa lama perawatan pasien DM tipe 2 paling


38

banyak dialami pada rentang 1-5 hari yaitu sebanyak 27 pasien dengan

persentase sebesar 56,25%. Lama perawatan berhubungan dengan

penyakit yang dialami pasien dengan kompliasi atau penyakit penyerta

sehingga pasien memerlukan pengobatan staf medis secara intensif,

sehingga mempengaruhi lamanya perawatan pada pasien.

B. Karakteristik Pengobatan

1. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Penyakit Penyerta

Karakteristik pengobatan berdasarkan penyakit penyerta pada pasien

DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta dipaparkan

pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Penyakit Penyerta


Jenis Penyakit Nama Penyakit Jumlah Persentase (%)
Sistem Gastrointestinal GERD 4 1,3
& Hepatobilier Gastropathy 3 0,9
  Fatty Liver 2 0,6
  Suspek Iskemik Mesenterika Akut 1 0,3
  Hiperurisemia 8 2,5
  CKD 16 5,0
  Hepatitis 4 1,3
  AKI 3 0,9
  Melena 3 0,9
  Pangastritis 1 0,3
  Hepatopathy 3 0,9
  Dispepsia 2 0,6
  Nephritis 1 0,3
  Nephropathy 5 1,6
  Insufisiensi Renal 2 0,6
  Abdominal Pain 1 0,3
  ACRF 1 0,3
39

Sistem Kardiovaskular Dislipidemia 10 3,1


& Hematopoietik Hipertensi Intrakranial Idiopatik 1 0,3
  Hipertensi 31 9,7
  Hipoalbuminemia 6 1,9
Hiponatremia 15 4,7
Long qt Syndrom 1 0,3
Jenis Penyakit Nama Penyakit Jumlah Persentase (%)
Sistem Kardiovaskular Anemia 17 5,3
& Hematopoietik Post Stroke dg Hemiparese Dextra 1 0,3
  CAD 4 1,3
  Hipokalemia 7 2,2
  Cerebral Infark 7 2,2
  IHD 3 0,9
  CHF 8 2,5
  CAD 1 0,3
  Hipoglikemia 2 0,6
  Pleuritis 2 0,6
  Aritmia 7 2,2
  PAD 2 0,6
  UAP 3 0,9
  Buerger 1 0,3
  Angina 4 1,3
  Stroke 2 0,6
  Bradikardia 1 0,3
  Cardiac Sirosis 1 0,3
  Hiperkalemia 3 0,9
  Bisitopenia 1 0,3
  Mycocardie Bridge 1 0,3
  Omi Anterior 1 0,3
  Stemi Inferior 1 0,3
Sistem Asma 3 0,9
Pernapasan Covid-19 1 0,3
  Edema Pulmo 1 0,3
  ARDS 1 0,3
  Bronkopnemonia 1 0,3
  TBC 2 0,6
Sistem Saraf Pusat Neuropathy 4 1,3
  Cefalgia 1 0,3
  Atrophy Cerebri 1 0,3
  Halusinasi 1 0,3
  Neurogenic 1 0,3
40

  Vertigo 1 0,3
  Anxiety Disorder 1 0,3
Sistem LBP 2 0,6
Muskuloskeletal Fraktur Kompresi Axial 1 0,3
Osteomyelitis 1 0,3
Jenis Penyakit Nama Penyakit Jumlah Persentase (%)
Sistem Arthrosis 1 0,3
Muskuloskeletal Disartria 1 0,3
  Hemiplegia Sinistra 2 0,6
  Gonarthrosis 1 0,3
Infeksi ISK 24 7,5
  Erysipelas Selulitis Pedis Sinistra 1 0,3
  Tinea Corporis Cruris 1 0,3
  Pneumonia 7 2,2
  Sepsis 3 0,9
  DHF 2 0,6
  Selulitis 2 0,6
  Tyroid Fever 2 0,6
Sistem Kemih Kelamin BPH 2 0,6
Sistem Endokrin & Metabolik Hipertiroid 1 0,3
Alergi & Sitem Imun RF 2 0,6
  HIV 1 0,3
Lain-Lain Ulkus Dekubitus 2 0,6
  Kista 1 0,3
  Ulkus Pedis 4 1,3
  Ulkus DM 10 3,1
  Ulkus Cruris 1 0,3
  Tumor 1 0,3
  HND 4 1,3
  Edema 1 0,3
  Post Amputation 1 0,3
  Gangren Pedis 1 0,3
  Edema Anasarka 3 0,9
  CKR 2 0,6
  VL 1 0,3
  LKD 1 0,3
  CF 2 0,6
  Multiple Superficial Injuries 1 0,3
  Anoreksia 1 0,3
  Ventral Hernia 1 0,3
  Perioneal Adhesions 1 0,3
41

  Infeksi Luka Operasi 1 0,3


TOTAL 320 100

Berdasarkan hasil dari tabel diketahui bahwa karakteristik penyakit

penyerta yang paling banyak dialami oleh pasien DM tipe 2 di Instalasi

Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta yaitu penyakit hipertensi sebanyak 31

pasien dengan persentase sebesar 9,7%. Hipertensi adalah kondisi dimana

pada pemeriksaan secara berulang diketahui bahwa seseorang memiliki

tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90

mmHg 33
. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang memaparkan hasil

bahwa penyakit penyerta pasien DM tipe 2 paling banyak dialami yaitu

penyakit hipertensi yang diderita oleh 28 pasien dengan persentase

30,44%. Adanya hubungan kasus DM dan hipertensi yaitu dapat

mengakibatkan meningkatnya tekanan darah karena kasus resistensi

insulin dan hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia pada penderita DM tipe 2

dapat terjadi peningkatan retensi natrium yang disebabkan karena tubulus

ginjal sehingga bisa menyebabkan kasus hipertensi 29.

2. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Jumlah Obat

Penelitian ini menganalisis 84 rekam medis, dimana dianalisis

karakteristik pengobatan berdasarkan jumlah obat yang dibagi menjadi dua

kelompok yaitu kelompok pengobatan yang memiliki kurang dari 5 jenis

obat dan kelompok pengobatan yang memiliki lebih atau sama dengan 5
42

jenis obat. Pengelompokkan jumlah obat ini mengikuti teori bahwa

polifarmasi merupakan penggunaan secara bersamaan lima atau lebih obat

pada pasien yang sama. Tetapi ada beberapa obat yang tidak termasuk

dalam polifarmasi diantaranya yaitu obat-obatan topikal, herbal, vitamin,

dan mineral 34
. Pembagian pengobatan berdasarkan jumlah obat ini

selanjutnya dianalisis guna mengetahui potensi interaksi obat.

Karakteristik pengobatan berdasarkan jumlah obat dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 8. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Jumlah Obat

Jumlah Obat Jumlah Persentase (%)


≥5 78 93%
<5 6 7%
Total 84 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik

pengobatan berdasarkan jumlah obat di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta lebih banyak dialami oleh lebih atau sama dengan 5 jenis obat

dimana hasil tersebut sebanyak 78 rekam medis dengan persentase 93%

dan rekam medis yang memiliki kurang dari 5 jenis obat yaitu sebanyak 6

rekam medis dengan persentase 7%. Hal tersebut sama seperti hasil

penelitian yang dilakukan oleh Handayani & Saibi (2019) memperoleh

hasil bahwa rekam medis yang paling banyak dialami yaitu pasien

menerima lebih atau sama dengan 5 jenis obat sebanyak 145 rekam medis

dengan persentase 79,24%. Potensi interaksi obat tersebut apabila tidak


43

ditangani dengan benar oleh staf medis dapat terjadi gangguan outcame

pengobatan dari pasien, terutama terjadinya interaksi yang tergolong

dalam kelompok berat maupun sedang.

3. Karakteristik Pengobatan Berdasarkan Penggunaan Obat

a. Penggunaan Obat Antidiabetik

Tujuan terapi antidiabetik pada pasien DM tipe 2 secara

umum yaitu meningkatnya kualitas hidup pasien diabetes dan tujuan

akhirnya yaitu menurunnya morbiditas dan mortalitas DM 36. Dalam

pengobatan DM tipe 2, penggunaan satu obat mungkin dianggap

cukup, tetapi dalam beberapa kasus diperlukan juga terapi kombinasi

untuk mencapai tujuan pengobatan. Gambaran penggunaan obat

antidiabetik tunggal maupun kombinasi disajikan pada tabel di

bawah ini.
44

Tabel 9. Penggunaan Obat Antidiabetik


Jenis Jumlah Persentase
No Nama Obat Total
Terapi Resep (%)
1 Obat Insulin Aspart 21
tunggal Metformin 5
Insulin Glargine 4
Insulin Glulisin 2
Gliclazide 2
39 59
Insulin Lispro 1
Gliquidone 1
Acarbose 1
Insulin Detemir 1
Insulin 1
2 Kombinasi Glimepirid + Metformin 6
2 obat Insulin Aspart + Insulin Glargine 4
Insulin + Insulin Aspart 2
Insulin Glulisin + Insulin Glargine 1
Insulin Glulisin + Gliquidone 1 18 27
Insulin Aspart + Insulin Glargine 1
Insulin Glulisin + Metformin 1
Glimepirid + Pioglitazone 1
Insulin Aspart + Metformin 1
3 Kombinasi Insulin Glargine + Acarbose +
2
3 obat Insulin Aspart
Gliclazide +Metformin + Insulin
1
Aspart
Insulin Aspart + Insulin Glargine +
1
Insulin Glulisin
Glimepirid + Metformin + Acarbose 1 8 12
Insulin Glargine + Metformin +
1
Insulin Aspart
Glimepirid + Metformin + Insulin
1
Glulisin
Insulin Aspart + Metformin +
1
Ryzodega
4 Kombinasi Metformin + Insulin Gliclazide +
4 obat Insulin Glulisin + Insulin Glargine 1 1 2
45

Berdasarkan tabel di atas menyatakan bahwa penggunaan

obat antidiabetik pada pasien DM tipe 2 dikelompokkan menjadi 4

kelompok yaitu penggunaan obat tunggal sebanyak 39 rekam medik

dengan persentase sebesar 59%, penggunaan kombinasi 2 obat

sebanyak 18 rekam medik dengan persentase sebesar 27%,

penggunaan kombinasi 3 obat sebanyak 8 rekam medik dengan

persentase sebesar 12%, dan penggunaan kombinasi 4 obat sebanyak

1 rekam medik dengan persentase 2%. Berdasarkan hasil penelitian

penggunaan obat tunggal antidiabetik yang paling banyak diberikan

ke pasien yaitu insulin aspart.

Penggunaan insulin aspart banyak digunakan karena

mempunyai kerja cepat (rapid acting) dan mempunyai keunggulan

dalam hal penyuntikan. Insulin aspart dapat disuntikan 15 menit

sebelum makan. Insulin kerja cepat juga mempunyai efek

menurunkan kadar glukosa postprandial lebih cepat dibandingkan

insulin regular 37.

b. Penggunaan Obat Non-Antidiabetik

Pada beberapa pasien DM tipe 2 tidak hanya menerima obat

antidiabetik saja, akan tetapi menerima juga obat non-antidiabetik.

Hal ini terjadi karena kasus DM bisa disertai oleh beberapa penyakit

penyerta sehingga kualitas hidup pasien menurun. Oleh karena itu

dapat diberikan terapi obat lain untuk mengobati penyakit penyerta


46

yang dialami oleh pasien 37. Penggunaan obat non-antidiabetik pada

pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

disajikan pada tabel.

Tabel 10. Penggunaan Obat Non-Antidiabetik


Jumlah Persentase
Jenis Terapi Nama Obat Total
Resep (%)
Sistem Gastrointestinal Inj. Lansoprazole 35 119 18,65
& Hepatobilier Sucralfate 24    
  Inj. Ranitidin 10    
  Inj. Esomeprazole 19    
  Rebamipide 1    
  Inj. Ondansetron 18    
  Asam Ursodeoksilat 3    
  Braxidin 1    
  Lactulax 3    
  Digoxin 2    
  Attapulgit 1    
  Drip Nophargen 2    
Sistem Kardiovaskular Atorvastatin 13 192 30,09
& Hematopoietik Fenofibrate 4    
  Simvastatin 1    
  Asam Traneksamat 5    
  Valsartan 4    
  Ramipril 2    
  Nifedipine 7    
  Clonidin 6    
  Propanolol 1    
  Amlodipin 16    
  Carvedilol 2    
  Irbesartan 6    
  Candesartan 24    
  Bisoprolol 10    
  HCT (Hidroklorotiazid) 1    
  Aspirin 20    
  CPG (Clopidogrel) 16    
Enoxaparin Sodium 3    
Jenis Terapi Nama Obat Jumlah Total Persentase
47

Resep (%)
Sistem Kardiovaskular Cilostazol 4    
& Hematopoietik  Rivaroxaban 1    
  Heparin 3    
  Dobutamin 1    
  ISDN (Isosorbid dinitrat) 8    
  Nitrogliserin 7    
  Furosemide 21    
  Spironolaktone 5    
  Norepinephrine 1    
Sistem Nebul Farbivent : Pulmicort 4 15 2,35
Pernapasan Teofilin 1    
  N-Acetylcysteine 10    
Sistem Saraf Pusat Inj. Metamizole 3 96 15,05
  Inj. Dexketoprofen 3    
  Inj. Ketorolac 15    
  Paracetamol 32    
  Mecobalamine 5    
  Inj. Citicoline 8    
  Inj. Piracetam 2    
  Gabapentine 3    
  Fenobarbital 1    
  Pregabalin 1    
  Codein 3    
  Natrium Diklofenak 5    
  Analsik 1    
  Inj. Ibuprofen 4    
  Meloxicam 2    
  Kalium Diklofenak 1    
  Ericaf 1    
  Flunarizin 2    
  Alprazolam 2    
  Racikan : Haloperidol &
1    
Lorazepam
  Betahistin 1    
Sistem Allopurinol 6 7 1,10
Muskuloskeletal Eperisone 1    
Hormon Inj. Dexamethason 2 5 0,78
  Inj. Methylprednisolone 2    
Jumlah Persentase
Jenis Terapi Nama Obat Total
Resep (%)
48

 Hormon Norethisterone 1    
Antiinfeksi Infus Moxifloxacin 7 105 16,46
(Sistemik) Inj. Levofloxacin 6    
  Inj. Ceftazidim 9    
  Inj. Metoclopramide 11    
  Inj. Ceftizoxime 8    
  Inj. Cefuroxime 9    
  Inj. Cefotaxime 5    
  Inj. Ceftriaxone 16    
  Cefixime 3    
  Cefadroxil 1    
  Cefazolin 1    
  Inj. Metronidazol 12    
  Clindamycin 2    
  Inj. Fosmicin 2    
  Inj. Azithromycin 3    
  Inj. Remdesivir 1    
  Atripla 1    
  Inj. Ampicillin 1    
  Rifastar 2    
  Doxycycline 1    
  Netilmicin Sulphate 1    
  Chloramphenicol 1    
  Cotrimoxazole 1    
  Nistatin 1    
Sistem Kemih Kelamin Tamsulosin HCl 1 1 0,16
Sistem Endokrin & Thiamazole
1 1 0,16
Metabolik
Alergi & Sitem Imun Inj. Dipenhidramin 3 6 0,94
  Cetirizin 2    
  Rhinofed 1    
Terapi Untuk Kulit Mupirocin cream 1 2 0,31
  Terbinafine HCl 1    
Antidotum & Zat Kalitake
4 4 0,63
Detoksifikasi
Untuk Terapi Drip Resfar
1 1 0,16
Ketergantungan Zat
Vitamin & Suplemen Essential Ketoacids 6 84 13,17
  Asam Folat 26    
Jumlah Persentase
Jenis Terapi Nama Obat Total
Resep (%)
49

Vitamin & Suplemen  Channa 4    


  Calcium 16    
  Curcumin 3    
  Curcuma 4    
  Angkak 2    
  Infus NaCl : Renxamin 3    
  Inj. Gabaxa 6    
  KCl 3    
  Renax 1    
  Garam Kapsul 3    
  VipAlbumin 3    
  Hemafort 1    
  Furamin 1    
  Drip Cernevit 1    
  D-Vit Inj. 1    
TOTAL 638 638 100

Berdasarkan tabel di atas menyatakan bahwa obat non-

antidiabetik yang paling banyak diberikan kepada pasien yaitu obat

lansoprazole sebanyak 35 rekam medik. Lansoprazole adalah obat

golongan inhibitor pompa proton yang bekerja dengan menekan

sekresi asam lambung, baik yang diinduksi oleh makanan, insulin,

atau kafein. Disfungsi gastrointestinal merupakan masalah yang

sering terjadi pada penderita diabetes, hal ini mungkin berhubungan

dengan terjadinya disfungsi neurologis pada saluran cerna atau

kelainan motilitas lambung sehingga berdampak terjadinya dispepsia


38
.
50

C. Analisis Interaksi Obat

1. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Interaksi

Mekanisme interaksi obat dikelompokkan menjadi dua yaitu

farmakodinamik dan farmakokinetik. Analisis interaksi obat berdasarkan

mekanisme interaksi pada pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD

Kota Yogyakarta disajikan pada tabel berikut.

Tabel 11. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Interaksi


Mekanisme Jumlah Total Persentase
Obat
Interaksi Kejadian Kejadian (%)
Farmakodinamik Inj. Moxifloxacin + Inj. Ondansetron 3 150 78,53
  Inj. Moxifloxacin + Insulin Aspart 4    
  Inj. Moxifloxacin + Insulin Glargine 1    
  Inj. Moxifloxacin + Insulin Glulisin 1    
  Inj. Levofloxacin + Insulin Aspart 1    
  Inj. Levofloxacin + Insulin Detemir 1    
  Enoxaparin Sodium + Clopidogrel 2    
  Enoxaparin Sodium + Aspirin 2    
  Aspirin+ Rivaroxaban 1    
  Aspirin + Inj. Ketorolac 2    
  Inj. Ketorolac + Natrium Diklofenak 1    
  Candesartan + Spironolactone 3    
  Candesartan + Inj. Ramipril 1    
  Atorvastatin + Fenofibrate 1    
  Codein + Gabapentin 1    
Racikan Haloperidol & Lorazepam +
  1    
Inj. Metoclopramide
  Spironolactone + Ramipril 1    
Inj. Azithromicin + Inj.
  1    
Moxifloxacin
  Aspirin + Heparin Bolus 3    
  Aspirin + Glimepirid 2    
51

  Aspirin + Valsartan 3    
  Aspirin + Inj. Metamizole 1    
  Aspirin + Clopidogrel 10    
Mekanisme Jumlah Total Persentase
Obat
Interaksi Kejadian Kejadian (%)
  Aspirin + Ramipril 2    
  Aspirin + Digoxin 1    
  Aspirin + Candesartan 8    
  Aspirin + Insulin Glargine 1    
  Aspirin + Calcium 3    
  Digoxin + Metformin 2    
  Digoxin + Bisoprolol 1    
  Inj. Furosemid + Inj. Ceftriaxone 6    
  Inj. Furosemid + Metformin 6    
  Inj. Furosemid + Digoxin 2    
  Inj. Furosemid + Ramipril 1    
  Inj. Furosemid + Inj. Ketorolac 3    
  Inj. Furosemid + Inj. Cefotaxim 2    
  Inj. Furosemid + Inj. Ceftizoxime 1    
  Calcium + Nifedipine 3    
  Calcium + Amlodipin 6    
  Azitromicin + Inj. Levofloxacin 2    
  Inj. Ketorolac + Inj. Dexamethason 1    
  Inj. Ketorolac + Clopidogrel 2    
  Inj. Ketorolac + Inj. Moxifloxacin 1    
  Natirum diklofenak + Glimepirid 2    
  Natrium diklofenak + Spironolactone 1    
  Natrium diklofenak + Clopidogrel 1    
  Natrium diklofenak + Aspirin 1    
  Natrium diklofenak + Heparin 1    
  Inj. Dexamethason + Metformin 1    
  Inj. Dexamethason + Insulin Glulisin 1    
  Inj. Dexamethason + Insulin Aspart 1    
  Inj. Lansoprazole + Rifastar 1    
  Spironolactone + Carvedilol 2    
  Spironolactone + Bisoprolol 1    
  Amlodipin + Carvedilol 1    
  Amlodipin + Bisoprolol 1    
  Bisoprolol + Valsartan 1    
  Bisoprolol + Nifedipine 1    
  Bisoprolol + Hydrochlorothiazide 1    
52

  Nifedipine + Bisoprolol 1    
  Levofloxacin + Inj. Ibuprofen 1    
  Inf. Levofloxacin + Inj. Ondansetron 1    
Mekanisme Jumlah Total Persentase
Obat
Interaksi Kejadian Kejadian (%)
  Inf. Levofloxacin + Metformin 1    
  Inj. Ibuprofen + Clopidogrel 1    
  Inj. Ibuprofen + Inj. Moxifloxacin 1    
  Inj. Dipenhidramin + Braxidin 1    
  Inj. Dipenhidramin + Codein 1    
  Inj. Ceftizoxime + Furosemide 1    
  Inj. Ramipril + Insulin Glargine 1    
  Clonidin + Analsik 1    
  Candesartan + Insulin Aspart 2    
  Nitrogliserin + Heparin 1    
  Atripla + Cotrimoxazole 1    
  Insulin + Inj. Methylprednisolone 1    
  Aspirin + Inj. Furosemid 5    
  Aspirin + Carvedilol 1    
  Aspirin + Nitrogliserin 1    
  Aspirin + Bisoprolol 6    
  Clopidogrel + Inj. Heparin 2    
Farmakokinetik Digoxin + Atorvastatin 1 41 21,47
  Digoxin + Inj. Lansoprazole 1    
  Digoxin + Ramipril 1    
  Inj. Anbacim + Inj. Esomeprazole 2    
  Inj. Anbacim + Ranitidin 1    
  Inj. Anbacim + Inj. Lansoprazole 5    
  Calcium + Inj. Moxifloxacin 1    
  Azitromicin + Simvastatin 1    
  Azitromicin + Nostrok 1    
  Inj. Ketorolac + Irbesartan 2    
  Inj. Ketorolac + Candesartan 3    
  Natrium diklofenak + Candesartan 3    
  Natrium diklofenak + Bisoprolol 1    
Natrium diklofenak +
  1    
Hydrochlorothiazide
  Inj. Lansoprazole + Inj. Ampicillin 1    
  Nifedipine + Atorvastatin 1    
  Nifedipine + Metformin 1    
  Inj. Levofloxacin + Sucralfate 1    
53

  Atripla + Rifastar 1    
  Paracetamol + Fenobarbital 1    
  Aspirin + Spironolactone 2    
Mekanisme Jumlah Total Persentase
Obat
Interaksi Kejadian Kejadian (%)
Inj. Mecobalamin + Inj.
  3    
Lansoprazole
Inj. Metoclopramide + Inj.
  1    
Paracetamol
  Inj. Metoclopramide + Paracetamol 3    
  Digoxin + Spironolactone 2    
TOTAL 191 191 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dinyatakan bahwa analisis interaksi obat

berdasarkan mekanisme interaksi didapatkan hasil dengan mekanisme

farmakodinamik sebanyak 150 interaksi dengan persentase sebesar 78,53%

sedangkan mekanisme farmakokinetik sebanyak 41 interaksi dengan

persentase sebesar 21,47%. Dimana dari kedua mekanisme interaksi

tersebut yang paling banyak dialami oleh pasien yaitu mekanisme

farmakodinamik. Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian yang

menyatakan bahwa mekanisme interaksi yang paling banyak dialami yaitu

farmakodinamik dengan jumlah kasus sebanyak 214 interaksi dengan

persentase sebesar 40,30%. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi yang lebih

potensial terjadi pada tingkat sistem reseptor, sistem fisiologis atau tempat

kerja yang sama, yang mengarah ke efek samping (efek berlebih), sinergis

(saling menguatkan) atau antagonistik (efek berlawanan). Interaksi

farmakodinamik lebih mudah untuk diklasifikasikan daripada interaksi

farmakokinetik. Secara umum terjadinya interaksi farmakodinamik dapat


54

diantisipasi sehingga dapat dihindari jika mekanisme kerja obat diketahui

(Handayani & Saibi, 2019).

Kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi farmakodinamik

yang paling banyak kasus yaitu aspirin dengan clopidogrel bahwa kedua

obat tersebut memiliki efektivitas sama tetapi mekanisme kerjanya berbeda.

Penggunaan aspirin dengan clopidogrel secara bersamaan dapat

menyebabkan risiko perdarahan gastrointestinal 39.

2. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan

Tingkat keparahan interaksi obat dikelompokkan menjadi tiga

diantaranya yaitu mayor, moderat, dan minor. Analisis interaksi obat

berdasarkan tingkat keparahan pada pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat

Inap RSUD Kota Yogyakarta disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 12. Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan


Tingkat Jumlah Total Persentase
Obat
Keparahan Kejadian Kejadian (%)
Mayor Inj. Moxifloxacin + Inj. Ondansetron 3 28 14,66
  Inj. Moxifloxacin + Insulin Aspart 4    
  Inj. Moxifloxacin + Insulin Glargine 1    
  Inj. Moxifloxacin + Insulin Glulisin 1    
  Inj. Levofloxacin + Insulin Aspart 1    
  Inj. Levofloxacin + Inj. Levemir 1    
  Inj. Lovenox + Clopidogrel 2    
  Inj. Lovenox + Aspirin 2    
  Aspirin + Nostrok 1    
  Aspirin + Inj. Ketorolac 2    
  Inj. Ketorolac + Natrium Diklofenak 1    
  Candesartan + Spironolactone 3    
  Candesartan + Inj. Ramipril 1    
55

  Atorvastatin + Fenofibrate 1    
  Codein + Gabapentin 1    
Racikan Haloperidol & Lorazepam +
  1    
Inj. Metoclopramide
Tingkat Jumlah Total Persentase
Obat
Keparahan Kejadian Kejadian (%)
 Mayor Spironolactone + Ramipril 1    
  Inj. Azithromicin + Inj. Moxifloxacin 1    
Moderate Aspirin + Heparin Bolus 3 137 71,73
  Aspirin + Glimepirid 2    
  Aspirin + Valsartan 3    
  Aspirin + Inj. Metamizole 1    
  Aspirin + Clopidogrel 10    
  Aspirin + Ramipril 2    
  Aspirin + Digoxin 1    
  Aspirin + Candesartan 8    
  Aspirin + Insulin Glargine 1    
  Aspirin + Calcium 3    
  Digoxin + Metformin 2    
  Digoxin + Atorvastatin 1    
  Digoxin + Inj. Lansoprazole 1    
  Digoxin + Ramipril 1    
  Digoxin + Bisoprolol 1    
  Inj. Furosemid + Inj. Ceftriaxone 6    
  Inj. Furosemid + Metformin 6    
  Inj. Furosemid + Digoxin 2    
  Inj. Furosemid + Ramipril 1    
  Inj. Furosemid + Inj. Ketorolac 3    
  Inj. Furosemid + Inj. Cefotaxim 2    
  Inj. Furosemid + Inj. Ceftizoxime 1    
  Inj. Anbacim + Inj. Esomeprazole 2    
  Inj. Anbacim + Ranitidin 1    
  Inj. Anbacim + Inj. Lansoprazole 5    
  Calcium + Nifedipine 3    
  Calcium + Amlodipin 6    
  Calcium + Inj. Moxifloxacin 1    
  Azitromicin + Inj. Levofloxacin 2    
  Azitromicin + Simvastatin 1    
  Azitromicin + Nostrok 1    
  Inj. Ketorolac + Inj. Dexamethason 1    
  Inj. Ketorolac + Irbesartan 2    
56

  Inj. Ketorolac + Candesartan 3    


  Inj. Ketorolac + Clopidogrel 2    
  Inj. Ketorolac + Inj. Moxifloxacin 1    
  Natrium diklofenak + Candesartan 3    
Tingkat Jumlah Total Persentase
Obat
Keparahan Kejadian Kejadian (%)
 Moderate Natirum diklofenak + Glimepirid 2    
  Natrium diklofenak + Spironolactone 1    
  Natrium diklofenak + Clopidogrel 1    
  Natrium diklofenak + Bisoprolol 1    
Natrium diklofenak +
  1    
Hydrochlorothiazide
  Natrium diklofenak + Aspirin 1    
  Natrium diklofenak + Heparin 1    
  Inj. Dexamethason + Metformin 1    
  Inj. Dexamethason + Insulin Glulisin 1    
  Inj. Dexamethason + Insulin Aspart 1    
  Inj. Lansoprazole + Rifastar 1    
  Inj. Lansoprazole + Inj. Ampicillin 1    
  Spironolactone + Carvedilol 2    
  Spironolactone + Bisoprolol 1    
  Amlodipin + Carvedilol 1    
  Amlodipin + Bisoprolol 1    
  Bisoprolol + Valsartan 1    
  Bisoprolol + Nifedipine 1    
  Bisoprolol + Hydrochlorothiazide 1    
  Nifedipine + Bisoprolol 1    
  Nifedipine + Atorvastatin 1    
  Nifedipine + Metformin 1    
  Levofloxacin + Inj. Ibuprofen 1    
  Inf. Levofloxacin + Inj. Ondansetron 1    
  Inf. Levofloxacin + Metformin 1    
  Inj. Levofloxacin + Sucralfate 1    
  Inj. Ibuprofen + Clopidogrel 1    
  Inj. Ibuprofen + Inj. Moxifloxacin 1    
  Inj. Dipenhidramin + Braxidin 1    
  Inj. Dipenhidramin + Codein 1    
  Inj. Ceftizoxime + Furosemide 1    
  Inj. Ramipril + Insulin Glargine 1    
  Clonidin + Analsik 1    
  Candesartan + Novomix 2    
57

  Nitrogliserin + Heparin 1    
  Atripla + Cotrimoxazole 1    
  Atripla + Rifastar 1    
  Insulin + Inj. Methylprednisolone 1    
Tingkat Jumlah Total Persentase
Obat
Keparahan Kejadian Kejadian (%)
Moderate  Paracetamol + Fenobarbital 1    
Minor Aspirin + Inj. Furosemid 5 26 13,61
  Aspirin + Spironolactone 2    
  Aspirin + Carvedilol 1    
  Aspirin + Nitrogliserin 1    
  Aspirin + Bisoprolol 6    
  Inj. Mecobalamin + Inj. Lansoprazole 3    
Inj. Metoclopramide + Inj.
  1    
Paracetamol
  Inj. Metoclopramide + Paracetamol 3    
  Clopidogrel + Inj. Heparin 2    
  Digoxin + Spironolactone 2    
TOTAL 191 191 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dinyatakan bahwa analisis interaksi

obat berdasarkan tingkat keparahan didapatkan hasil dengan tingkat

keparahan mayor sebanyak 28 interaksi dengan persentase sebesar

14,66%, tingkat keparahan moderate sebanyak 137 interaksi dengan

persentase sebesar 71,73%, dan tingkat keparahan minor sebanyak 26

interaksi dengan persentase sebesar 13,61%. Dimana dari ketiga tingkat

keparahan tersebut yang paling banyak dialami oleh pasien yaitu tingkat

keparahan moderate. Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Poluan et al., (2020) menyatakan bahwa tingkat keparahan


58

yang paling banyak dialami yaitu moderate dengan jumlah kasus sebanyak

32 interaksi dengan persentase sebesar 58,18%.

Interaksi obat mayor merupakan interaksi yang bisa menyebabkan

konsekuensi serius bagi pasien. Interaksi tersebut harus diutamakan untuk

ditangani dengan cepat karena efeknya dapat mengancam jiwa dan potensi

kerusakan permanen pada tubuh (Tatro, 2015). Salah satu contoh interaksi

obat berdasarkan tingkat keparahan obat secara mayor yang paling banyak

kasus yaitu injeksi moxifloxacin dengan insulin aspart bahwa antibiotik

kuinolon (injeksi moxifloxacin) dapat mengganggu efek terapeutik insulin

dan agen antidiabetes lainnya jika digunakan secara bersamaan dapat

menurunkan kadar plasma puncak sekitar 21% 41.

Interaksi moderate dapat mengakibatkan berubahnya status klinis

pasien, oleh karena itu dapat menyebabkan perawatan tambahan, rawat

inap atau lama tinggal di rumah sakit. Ketika terjadi interaksi maka

menyebabkan peningkatan efek samping obat (Tatro, 2015). Salah satu

contoh interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan obat secara moderate

yang paling banyak kasus yaitu aspirin dengan clopidogrel bahwa

clopidogrel dapat meningkatkan penghambatan agregasi platelet yang

diinduksi aspirin. Aspirin dapat mempengaruhi fungsi trombosit darah.

Interaksi aspirin dengan clopidogrel mempengaruhi fungsi hemodinamik,

sehingga dapat meningkatkan efek hemostatik. Penggunaan aspirin dosis


59

rendah secara fungsional mirip dengan clopidogrel, khususnya sebagai

agen antiplatelet 42.

Interaksi minor bisa mengakibatkan efek samping yang tidak begitu

berat dan tidak berpengaruh dengan hasil pengobatan. Ketika

kemungkinan interaksi terjadi namun dapat dikatakan tidak berbahaya

tetapi tetap dipantau kapanpun dalam penggunaannya (Tatro, 2015). Salah

satu contoh interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan obat secara minor

yang paling banyak kasus yaitu aspirin dengan bisoprolol bahwa

pemberian kedua obat tersebut secara bersamaan dapat menurun efek dari

bisoprolol sebagai penurun tekanan darah. Aspirin bekerja dengan cara

menghambat enzim siklooksigenase untuk membentuk membentuk

prostaglandin. Efek penghambatan prostaglandin dapat terjadi karena

adanya penghambatan vasodilatasi dan penghambatan ekskresi natrium di

ginjal sehingga menyebabkan retensi urin dimana kejadian ini dapat

meningkatkan tekanan darah 42.

D. Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi Interaksi Obat

Hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi obat dapat dianalisis

menggunakan uji Chi-square. Tujuan menggunakan uji tersebut dimaksudkan

untuk mengetahui hubungan antara jumlah obat dengan potensi interaksi.

Selain itu uji tersebut juga dimaksudkan untuk melihat seberapa besar odd
60

ratio dari hasil uji tersebut. Gambaran hasil analisis disajikan pada tabel

berikut ini.

Tabel 13. Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi Interaksi Obat


dan Odd Ratio
Potensi Interaksi OR
Jumlah P
Persentase Persentase Total 95%
Obat Ada Tidak value
(%) (%) CI
≥5 61 72,60 17 20,2 78
0,014 7,176
<5 2 2,4 4 4,8 6
Total 63 21 84

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil analisis hubungan

jumlah obat dengan potensi interaksi obat menggunakan uji chi-square

menghasilkan nilai p value sebesar 0,014 dimana nilai ini <0,05 sehingga dapat

diartikan terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah obat dengan potensi

interaksi obat. Potensi interaksi ini diambil berdasarkan semua potensi kejadian

berdasarkan tingkat keparahan, mulai dari interaksi mayor, moderate hingga

minor.

Pada odd ratio dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan hasil bahwa

pasien yang menerima obat lebih atau sama dengan 5 memiliki risiko sebesar

7,176 kali lebih tinggi mengalami interaksi obat dibandingkan dengan pasien

yang mendapatkan obat kurang dari 5. Dimana hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani & Padmasari (2022)
61

menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0,00 atau <0,05 sehingga dapat

diartikan terdapat hubungan yang bermakna jumlah obat dengan potensi

interaksi. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya obat yang digunakan akan

berkesinambungan dengan meningkatnya potensi interaksi, dimana

penggunaan berbagai obat yang dibutuhkan mengharuskan penggunaan

kombinasi obat menjadi lebih tinggi sehingga peluang terjadinya interaksi obat

akan semakin besar 41.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Kajian

Interaksi Obat Pada Pasien DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota

Yogyakarta” dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik pengobatan obat antidiabetik pada pasien DM tipe 2 di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta menggambarkan bahwa

obat yang paling banyak digunakan yaitu penggunaan obat tunggal

antidiabetik berupa insulin aspart sebanyak 21 rekam medik dengan

persentase sebesar 31,77%

2. Analisis interaksi obat pada pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap

RSUD Kota Yogyakarta sebagai berikut:

a. Dari 84 rekam medik terdapat 63 rekam medik yang berpotensi

mengalami interaksi obat dan sebanyak 21 rekam medik tidak

berpotensi mengalami interaksi obat

b. Analisis interaksi obat berdasarkan mekanisme obat didapatkan

hasil dengan mekanisme farmakodinamik sebanyak 150 interaksi

dengan persentase sebesar 78,53% sedangkan mekanisme

farmakokinetik sebanyak 41 interaksi dengan persentase sebesar

21,47%

62
63

c. Analisis interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan didapatkan

hasil dengan tingkat keparahan mayor sebanyak 28 interaksi

dengan persentase sebesar 14,66%, tingkat keparahan moderate

sebanyak 137 interaksi dengan persentase sebesar 71,73% dan

tingkat keparahan minor sebanyak 26 interaksi dengan persentase

sebesar 13,61%

3. Hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi obat pada pasien DM

tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta yaitu sebagai

berikut:

a. Potensi interaksi pada pasien yang mendapatkan obat <5 sebesar

2,4% sedangkan potensi interaksi pada pasien yang mendapatkan

obat ≥5 sebesar 72,60%

b. Dari hasil penelitian terdapat hubungan signifikan antara jumlah

obat yang diberikan dengan potensi interaksi obat dengan nilai p

value 0,014 (p value<0,05) dan dengan nilai odd ratio

menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan obat ≥5 berisiko

7,176 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat.

B. Saran

1. Bagi Apoteker dan Tenaga Kesehatan Lainnya


64

a. Sebaiknya tingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter

dalam menentukan pengobatan untuk mencegah terjadinya

interaksi obat.

b. Apoteker sebaiknya memiliki pengetahuan dasar terkait

mekanisme interaksi obat dan efek yang akan ditimbulkannya

berupa prediksi interaksi obat.

c. Tindakan yang bisa dilakukan untuk penanganan interaksi obat

yaitu menghindari kombinasi obat yang berinteraksi, mengatur cara

pemakaian obat, pemantauan status klinik atau melanjutkan terapi

sebelumnya apabila kombinasi obat yang berinteraksi adalah

pengobatan yang optimal ataupun interaksi yang ditimbulkan tidak

signifikan secara klinis.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan melakukan penelitian menggunakan metode prospektif

sehingga mengetahui efek yang ditimbulkan akibat interaksi obat

secara aktual serta dapat mengetahui kemungkinan tambahan obat

yang didapatkan selain obat yang diresepkan.


65
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Report on Diabetes. Isbn. 2016;978:6-86.


2. Webber S. International Diabetes Federation. Vol 102.; 2021.
doi:10.1016/j.diabres.2013.10.013
3. Kemenkes R. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI. Published online 2020.
4. Fitriani A, Padmasari S. Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta. | Maj Farm. 2022;18(1):37-42.
doi:10.22146/farmaseutik.v18i1.71905
5. Dinas Kesehatan DIY. Profil Kesehatan D.I Yogyakarta tahun 2020. Profil
Kesehat Drh Istimewa Yogyakarta tahun 2020. Published online 2020:76.
6. Refdanita M. Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Instalasi Rawat Jalan Salah Satu Rumah Sakit di Jakarta Selatan. Sainstech
Farma. 2017;10(1):2-7.
7. Sukmaningsih V, Refdanita. Potensi Interaksi Obat Pasien Diabetes Melitus
Tipe-2 dengan Hipertensi di Rumah Sakit “ X ” Periode 2019. J Ilmu
Kefarmasian. 2021;14(1):47-53.
8. Saibi Y, Hasan D, Shaqila V. Potensi Interaksi Obat pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit X Tangerang Selatan. J Manaj dan
Pelayanan Kefarmasian. 2017;8(3):100-104.
9. Bastian NA, Ningrum WA, Fajriyah NN. Kajian Interaksi Obat Metformin
pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan Tahun 2018. J Farmasetis.
2019;8(2):55-58. doi:10.32583/farmasetis.v8i2.592
10. Marsela A, Wardaya AWW. Gambaran potensial interaksi obat pada pasien
diabetes millitus dirawat inap rsud linggajati. 2022;7(1):19-25.
11. Ramadona A, Rustam E, Syauqie M. Hubungan Kepatuhan Minum Obat
dengan Munculnya Gejala Neuropati Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Di Puskesmas Andalas. J Farm Higea. 2021;13(1):14.
doi:10.52689/higea.v13i1.326
12. American Diabetes Association. Introduction : Standards of Medical Care
in Diabetes — 2022. 2022;45(December 2021):2021-2022.
13. American Diabetes Association. 2 . Classification and Diagnosis of

66
67

Diabetes : Standards of Medical Care in Diabetes — 2022. Am Diabetes


Assoc. 2022;45(Suppl):17-38.
14. Ratnasari PMD, Andayani TM, Endarti D. Analisis Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Pola Peresepan Antidiabetik dan
Komplikasi. J Manaj DAN PELAYANAN Farm (Journal Manag Pharm
Pract. 2019;9(4):260. doi:10.22146/jmpf.45862
15. Galicia-Garcia U, Benito-Vicente A, Jebari S, et al. Pathophysiology of
type 2 diabetes mellitus. Int J Mol Sci. 2020;21(17):1-34.
doi:10.3390/ijms21176275
16. Lestari L, Zulkarnain Z, Sijid SA. Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara
pencegahan. Pros Semin Nas Biol. 2021;7(1):237-241.
17. Hardianto D. Telaah Komprehensif Diabetes Melitus: Klasifikasi, Gejala,
Diagnosis, Pencegahan, Dan Pengobatan. J Bioteknol Biosains Indones.
2021;7(2):304-317. doi:10.29122/jbbi.v7i2.4209
18. Ikatan Dokter Anak, Indonesia. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes
Melitus Tipe 2 Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2.
Published online 2018.
19. WHO. Classification of Diabetes Mellitus. Vol 21.; 2019.
doi:10.5005/jp/books/12855_84
20. Punthakee Z, Goldenberg R, Katz P. Definition, Classification and
Diagnosis of Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome. Can J
Diabetes. 2018;42:S10-S15. doi:10.1016/j.jcjd.2017.10.003
21. Furdiyanti NH, Sari FPLR, Yulianti. Evaluation of Oral Antidiabetic
Dosing and Drug Interactions in Type 2 Diabetic Patients. Eval Oral
Antidiabetic Dosing Drug Interact Type 2 Diabet Patients. 2018;7(4):191-
196.
22. Hasnain H, Ali H, Zafar F, et al. Drug-Drug Interaction; Facts and
Comparisons With National and International Bentch Marks. a Threat More
Than a Challenge for Patient Safety in Clinical and Economic Scenario.
Prof Med J. 2017;24(03):357-365. doi:10.17957/tpmj/17.3670
23. Agustin OA, Fitrianingsih. Kajian Interaksi Obat Berdasarkan Kategori
Signifikansi Klinis Terhadap Pola Peresepan Pasien Rawat Jalan Di Apotek
X Jambi. e-SEHAD J. 2020;1(1):1-10.
24. Habibi CF. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani
Hemodialisis Rawat Inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Tahun 2021.
68

Published online 2022.


25. Caterina P, Antonello DP, Chiara G, et al. Pharmacokinetic drug - drug
interaction and their implication in clinical management. J Res Med Sci.
2013;(July).
26. Rollando. KIMIA MEDISINAL.; 2017.
27. Cahyaningsih I, Wicaksono WA. Penilaian Risiko Interaksi Obat pada
Pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Risk Assessment of Drug
Interaction in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. 2020;9(1).
doi:10.15416/ijcp.2020.9.1.9
28. Amin M Al, Juniati D. Klasifikasi Kelompok Umur Manusia Berdasarkan
Analisis Dimensi Fraktal Box Counting dari Citra Wajah dengan Deteksi
Tepi Canny. MATH Unesa-Jurnal Imliah Mat. 2017;2(6).
29. Annisa BS, Puspitasari CE, Aini SR. Profil penggunaan obat antidiabetes
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di instalasi rawat jalan RSUD Provinsi
NTB tahun 2018. 2021;2(1).
30. Imelda S. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya diabetes Melitus
di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. 2019;8(1):28-39.
31. Sinaga M. Gambaran Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Di Rumah
Sakit RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2020. Humantech J Ilm Multi
Disiplin Indones. 2022;2(2):681-688.
32. Wijayanti N, Mutmainah N. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs)
Potensial Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS
“X” Tahun 2015. Published online 2015:1-15.
33. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical Practice Guidelines for
the Management of Hypertension in the Community A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension. 2014;16(1). doi:10.1111/jch.12237
34. Fauziah H, Mulyana R, Martini RD. Polifarmasi pada pasien geriatri. J
Hum Care. 2020;5(3):804-812.
35. Handayani K, Saibi Y. Potensi Interaksi Obat Pada Resep Pasien Diabetes
Melitus Rawat Jalan di RS X Jakarta Pusat. 2019;1(November):43-47.
36. Perkeni. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2015.; 2015.
37. Rahayuningsih N, Alifiar I, Mulyani ES. EVALUASI KERASIONALAN
PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2. J Kesehat Bakti Tunas
69

Husada. 2017;17(Dm):183-197.
38. Yulianti SR, Mukaddas A, Faustine I. Prodi Farmasi, Untad Lab.
Farmakologi dan Farmasi Klinik, Prodi Farmasi, Untad 1. J Nat Sci.
2014;3(March):40-46.
39. Solang NG, Wiyono WI, Mpila DA. IDENTIFICATION OF POTENTIAL
DRUG INTERACTIONS OF STROKE PATIENTS. 2021;10:639-648.
40. Poluan OA, Wiyono WI, Yamlean PVY. DIABETES DI RUMAH SAKIT
GUNUNG MARIA TOMOHON PERIODE JANUARI - MEI 2018.
PHARMACON J Ilm Farm. 2020;9(1):38-46.
41. Stockley. Stockley ’ s Drug Interactions. London Pharm Press.
2008;Eighth edi.
42. Adondis J, Mongi J, Tiwow G, Palandi R. Studi Potensi Interaksi Obat
Pada Pasien Gagal Jantung Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Advent
Manado. 2019;2(2):124-135.
LAMPIRAN

70
71

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian


72
73

Lampiran 2. Surat Keterangan Layak Etik


74

Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS (Hubungan Jumlah Obat dengan Potensi


Interaksi Obat dan Odd Ratio)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah Obat * Potensi


84 100.0% 0 0.0% 84 100.0%
Interaksi Obat

Jumlah Obat * Potensi Interaksi Obat Crosstabulation

Potensi Interaksi Obat Total

Ada potensi Tidak ada


interaksi potensi
interaksi

Count 61 17 78

lebih atau sama dengan 5 Expected Count 58.5 19.5 78.0

% of Total 72.6% 20.2% 92.9%


Jumlah Obat
Count 2 4 6
kurang dari 5 Expected Count 4.5 1.5 6.0

% of Total 2.4% 4.8% 7.1%


Count 63 21 84

Total Expected Count 63.0 21.0 84.0

% of Total 75.0% 25.0% 100.0%


75

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


(2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.983a 1 .014


Continuity Correction b
3.829 1 .050
Likelihood Ratio 5.043 1 .025
Fisher's Exact Test .032 .032
Linear-by-Linear
5.912 1 .015
Association
N of Valid Cases 84

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jumlah Obat


(lebih atau sama dengan 5 / 7.176 1.210 42.575
kurang dari 5)
For cohort Potensi Interaksi
2.346 .752 7.319
Obat = Ada potensi interaksi
For cohort Potensi Interaksi
Obat = Tidak ada potensi .327 .162 .662
interaksi
N of Valid Cases 84
76

Lampiran 4. Form Pengumpulan Data Pasien DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

No. Nama Jenis Pekerjaan Diagnosis Diagnosis


No. Tanggal Umur Terapi Dosis Rute Frekuensi
RM Pasien Kelamin Utama Sekunder
77

Lampiran 5. Daftar Pengobatan Pasien DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta
No. Jenis Diagnosis
Tanggal Umur Pekerjaan Diagnosis Sekunder Terapi
Kode Kelamin Utama
1 24/9/21- L 66 Pensiunan DM2NO 1. Cystitis 1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
29/9/21 2. Hipertensi 2. Infus Moxifloxacin 400/24 jam
Intrakranial Idiopatik 3. Pamol 3x500 mg K/P
3. BPH 4. Inj. Lanzoplazole 1vial/24 jam
4. GERD 5. Sucralfate Susp. 3xcthII
6. Inj. Ondansetron 1A/8jam KP
7. Nocid 2x1
8. Asam Folat 2x1
9. NR 3x1 8 UI
10. Harnal ocas 0-0-1
2 8/9/21- L 54 Karyawan DM2NO 1. Erysipelas Selulitis 1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
15/9/21 Swasta Pedis Sinistra 2. Inj. Ceftazidim 1gr/12 jam (i.v)
2. ISK 3. Inj. Metronidazol 500 mg/8 jam (i.v)
3. Dislipidemia 4. Inj. Lansoprazole 1 vial/24 jam
4. Hipertensi 5. Sucralfate 3xcth II (P.O)
5. Fatty Liver 6. Mupirocin cr 3x pada kaki
6. Tinea Corporis Cruris 7. Termisil cr 2xmg pada ketiak &
selangkangan
8. Atorvastatin 20mg 0-0-1
9. Fenofibrate 1x1 (P.O)
10. Clindamycin 2x300 mg
11. Inj. Sotatic 1A/8jam
78

3 1/9/21- L 36 Wiraswasta DM2NO 1. ISK 1. Infus Asering 20 tpm


4/9/21 2. LBP 2. Inj. Ceftizoxime 2x1
3. Fatty Liver 3. Inj. Antrain 3x1
4. Inj. Ranitidin 2x1
5. Fonylin MR 60mg 1-0-0 sebelum
makan
6. Metformin 2x500
7. Inj. Novorapid 3x8UI
8. Inj. Novorapid 3x10 i.v
4 26/8/21- P 63 Belum Ulkus DM 1. Hipoalbuminemia 1. Infus NaCl 0,9%
4/9/21 bekerja tangan bawah 2. Hiponatremia 2. Infus Metronidazole 500mg/8 jam
kiri 3. Inj. Ranitidin 1ampul/12jam
4. Channa 3x1
5. Inj. Fosmicyn 2x2gr
6. Inj. Dexketoprofen 1A/12 jam
7. Inj. Kalnex 500mg/8jam
8. Paracetamol tab extra
5 9/8/21- P 65 Pedagang DM 2 1. Pneumonia 1. Asering 12 tpm
20/8/21 2. Long qt syndrom 2. Ceftazidim 1gr/12 jam/i.v
3. Hipertensi ↑1 gr/8 jam
4. Suspek Iskemik 3. Ondansetron 10 mg/8jam K/P (i.v)
Mesenterika Akut 4. Lansoprazole 10mg/24 jam (i.v)
5. Dislipidemia 5. Sucralfat sy 3x II cth (P.O)
6. Syok septik 6. Valsartan 1x80mg (P.O)
Hiperurisemia 7. Amlodipin 1x10mg (P.O)
8. Miniaspi 1x80mg (P.O)
9. Cetimepirid 2mg 1-0-0 (P.O)
10. Metformin 2x500mg
79

11. Infus metronidazole 500mg/8 jam


12. SP Dobutamin 3mg
13. Heparin 500 bolus lanjut 1000
UI/jam
14. Furamicin 1ampul/ 12 jam
15. Drip Cernevit/24 jam
6 2/9/21- P 57 Wiraswasta DM2NO 1. CKD Stage V 1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
6/9/21 2. Sepsis 2. Infus NaCl 3% 12 tpm
3. Anemia 3. Inj. Ceftazidim 1gr/12jam
4. Ulkus Dekubitus 4. Infus Metronidazol 1vial/8 jam
5. Hepatitis 5. Calos 3x1
6. Hipertensi stage II 6. Asam Folat 3x1
7. Post Stroke dengan 7. Sucralfate sy 3x2 cth
Hemiparese Dextra 8. Inj. Lansoprazole 1vial/24 jam
8. Hiponatremia 9. Inj. Apidra 3x4 IU
10. Paracetamol 3x1
Operasi/Tindakan 11. Infus Tamoliv K/P 1gr
1. Hemodialisa 12. Amlodipin 1x10 mg
2. Transfus PRC 2 kolf 13. Asam Ursodeoksikolat 3x1
3. Infus NaCl 3% 14. Transfusi PRC 2 kolf, 1kolf/12 jam
premed furo 1A (Bila TD≥100)
7 11/12/21 L 52 PNS DM2NO 1. Hepatitis akut 1. Infus Asering 20 tpm
- 2. DHF 2. Sistenol 3x1 (K/P)
18/12/21 3. Cystitis 3. Curcumin ↑3x1
4. Hyponatremia 4. Metformin 3x500 mg (P.O)
5. Dislipidemia 5. Fonilin MR 60 mg 1-0-0
6. Infus Paracetamol 1 gr
Operasi/Tindakan 7. Angkak 2x2 K/P
80

1. Infus NaCl 3% 8. Inj. Apidra 3x10 UI


9. Inj. Lantus 0-0-10 UI (s.c)
10. Fenofibrate 1x300 mg
11. Inj. Ceftizoxime 1gr/12jam
12. Sucralfate sy 3x II cth
13. Inj. Esomeprazole 1vial/24 jam
14. Inj. Sotatik 1ampul/8jam (1/2 jam
sebelum makan)
15. Urdafalk 250 mg 3x1
16. Fonylin MR 60mg 1-0-0
8 7/12/21- P 64 IRT DM2NO 1. ISK (pyelitis) 1. Infus RL 20 tpm
10/12/21 Hiperglikemia 2. HT 2. Drip NaCl 3% 16 tpm
3. Hipotatremia 3. Sucralfat 3x10 cc
4. Inj. Esomeprazole 1ampul/12 jam
5. Inj. Sotatik 1ampul/8jam
6. Inj. Anbacim 1gr/12jam
7. Inj. Lantus bila GD bed time>200
0-0-15
8. Ekstra ondansetron
9. Infus NaCl 0,9%
9 1/12/21- P 71 IRT DM2NO 1. Hepatitits 1. Infus RL 20 tpm
7/12/21 Hiperglikemia 2. ISK 2. Inj. Ondansetron 1ampul/8jam
3. AKI 3. Inj. Esomeprazole 1ampul/24 jam
4. Drip Nophargen 2ampul dalam
100cc NaCl habis dalam 2 jam/24
jam
5. Inj. Novorapid 3x6 unit (post meal
rintake lantus)
81

6. Tamoliv Inj. 500mg/IU


7. Inj. Anbacim 1gr/12 jam
8. Meloxicam 15mg 1x1 (P.O)
10 27/1/22- L 61 Wiraswasta DM2NO 1. Severe Anemia 1. Infus NaCl : Renxamin (1:1) 12 tpm
31/1/22 2. CKD ec ND 2. Inj. Lansoprazole 1vial/12 jam
3. Pielonefritis Lateral 3. Inj. Sotatic 1ampul/8 jam
4. Gastropathy 4. Ulsidex 3x1 tab
5. Nocid 3x1 tab
6. Novorapid
Operasi/Tindakan 14-12-12 i.v
1. Transfusi PRC 3 kolf 7. Braxidin 3x1 tab
8. Transfusi PRC 3 kolf, 1kolf/24 jam
(Premed Inj. Furosemide 1 ampul)
9. Inj. Anbacim 1gr/12 jam
10. Novorapid 3x4 IU ↑3x8IU ↑3x10IU
11. Extra inj. Dipenhidramin 1 ampul
12. Extra inj. Dexamethason 1 ampul
13. Cetirizin jika gatal
14. Inj. Pamol 1 gr jika 3≥38,5
15. Laxadyne/ Lactulax 3xcth I
11 6/1/22- L 68 Karyawan DM2NO 1. Melena 1. Infus NaCl 0,9% : Renxamize 12
12/1/22 Swasta 2. Anemia tpm
3. CKD ec 2. Inj. Esomeprazole 1vial/12 jam
Nephruopathy 3. Sucralfate 3x2 cth
4. Pangastritis 4. Nocid 2x1
5. Gastropathy 5. Candesartan 1x8 gr
6. BPH (dalam terapi) 6. Bisoprolol 1x5 gr
7. CAD non signifikan 7. Novomix 10-0-8 IU
82

8. Kista Ren sinistra 8. Cefotaxime 1gr/12 jam


9. Rebamipide 3x100mg
Operasi/Tindakan
1. Transfusi PRC
2. Endoscopy biopsy
12 20/1/22- P 58 IRT DM2NO 1. Hiperglikemia 1. Infus NaCl 0,9%
22/1/22 2. Ulkus Pedis 2. Inj. Ceftazidime 1gr/12jam i.v
3. CKD ec ND 3. Inj. Metronidazole 500mg/8jam i.v
4. Sepsis 4. Inj. Lansoprazole 1vial/12 jam i.v
5. Hematomelena 5. Inj. Ondansetron 1gr/8jam
sc stress ulcer 6. Sucralfat 3x2 cth da ulsidex 3x1 tab
6. Anemia (P.O)
7. Callos 2x1 (P.O)
8. Transfus PRC 3 kolf, 1kolf/24 jam
premed furo 1 gr
9. Infus Pamol jika 3≥38,5 – 1gr
subsfobris ≤385-500 mg
10. Extra paracetamol 1 gr
11. Allopurinol 2x100 mg
13 6/1/22- P 53 IRT DM2 OBESE 1. Ulkus Digti III Pedis 1. Infus Asering 16 tpm
11/1/22 Dextra 2. Inj. Ceftizoxime 1gr/12jam
2. Asthma Bronkhiale 3. Metronidazole inf. 500mg/8 jam
3. Hipertensi 4. Ketorolac K/P
4. Neuropathy 5. Lantus 0-0-30 UI tunda
5. Gastropathy 6. Acarbose 3x50 mg
7. Amlodipine 1x5 mg
8. Mecobalamine 2x500mg
9. Gabapentine 300mg 0-0-1
83

10. Sucralfat 3x II cth


11. Esomeprazole 1vial/24jam
12. ISDN K/P
13. Inj. Novorapid 3x10 UI ↑↓ 3x10 IU
3x12 IU
14. Codein 3x1
15. Nebul Farbivent : Pulmicort K/P
16. Retaphyl SR 1x1
14 6/11/21- P 46 Wiraswasta DM (HNS) 1. CKD ec. Nefrotik DM 1. Infus NaCl 0,9%
11/11/21 2. Ulkus DM 2. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam i.v
3. Heponatremia 3. Inj. Lansoprazole 1vial/24 jam i.v
4. Inj. Lutazole 1A/12jam i.v
5. Inj. Novorapid 3x6 IU s.c
6. Miniaspi 1x1 P.O
7. Pamol 3x1 P.O
8. Kalitake 3x1 P.O
9. Asam Folat 2x1 P.O
10. Inj. Novorapid 3x10 i.v
15 10/2/22- P 65 PNS DM2NO 1. Pyelonefritis Bilateral 1. IVFD NS 20 tpm
14/2/22 Hiperkeratosis 2. HT 2. Inj. Lansoprazole 1A/24jam
3. Inj. Sotatic 1A/8 jam K/P
4. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
5. Inj. Ketorolac 1A/8jam K/P
6. Amlodipine 1x10 mg
7. Candesartan 1x16 mg
8. Inj. NR 3x10 UI
↑ 3x12 UI
9. Inj. NR 3x6 IU
84

16 2/2/22- P 71 Lain-lain DM2NO 1. ISK/Cystitis 1. Inj. KA-EN 3% 20 tpm


5/2/22 Hiperglikemia 2. Fraktur Kompresi 2. Inj. Anbacim 1gr/12jam
Axial VT’2 3. Inj. Lansoprazole 1A/24jam
3. HT 4. Gabaxa 1vial/24jam
4. Asma Bronchiale 5. Inj. Ketorolac 1A/8jam K/P
5. Low Back Pain 6. Inj. Sotatic 1A/8jam K/P
6. Cefalgia 7. Amlodipin 1x5
8. Candesartan 1x8
9. Nebu (K/P):
- Combivent
- Flexotide
10. Inj. Mecobalamin 500/12jam
11. Na. diclofenac 2x1
12. Eperisone 2x1
13. Ericaf 2x1
14. Glimipiride 2 mg 1-0-0
15. Metformin 2x500 mg
17 24/3/22- L 60 Karyawan DM2NO 1. IKD 1. Infus
28/3/22 Swasta dengan 2. Hiponatremia - NaCl 3% mikro
Hiperglikemia 3. Hipokalemia - NaCl 0,9% makro 12 tpm
4. ISK 2. Inj. Anbacim 1gr/12jam i.v
5. Hipertensi 3. Inj. Lansoprazole 1vial/24 jam i.v
4. Inj. Ondansetron 1A/8jam i.v (K/P)
5. Paracetamol 500 mg 3x1 KP p.o
6. Callos 2x1 p.o
7. Asam Folat 2x p.o
8. Amlodipine 10 mg 1x1 p.o
9. Insulin 8 unit s.c ekstra
85

10. Novorapid 3x4 unit s.c


11. KSR 3X1
12. NR 3X6 IU
13. NR 3X10 IU
18 7/2/22- P 67 Belum Cerebral Infark 1. DM2NO dengan 1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
13/2/22 bekerja KAD 2. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
2. Hipokalemia 3. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
3. ISK 4. Inj. Citicoline 500mg/12jam
4. Dislipidemia 5. Inj. Furosemide 1vial/24jam
5. Hepatopathy 6. Inj. Novorapid 3x14 IU
6. Hiperurisemia 7. P.O Miniaspi 1x80mg
7. IHD 8. P.O CPG 1x75mg
8. Atrophy Cerebri 9. P.O Bisoprolol 1x5mg
10. P.O KCI 3x1 tab
11. P.O Curcuma 3x1tab
12. P.O Metformin 3x1tab
13. P.O Sucralfat 3x2cth
14. P.O Atorvastatin 0-0-20 mg
15. P.O Sistenol K/P
16. Urdafalk 3x1
19 12/3/22- L 51 Lain-lain DM2NO 1. CHF 1. Infus Asering 20 tpm
16/3/22 2. CAD post PCI 2. Inj. Furosemide 1A/24jam
3. Congestive 3. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam i.v
Hepatopathy 4. Sucralfat 3xcthII p.o
4. Dyspepsia 5. Channa 3x1 p.o
6. Spironolactone 2x25mg p.o
7. Ramipril 1x2,5
86

8. Digoxin 1x tab
9. Miniaspi 1x8
10. Atorvastatin 1x20
11. Inj. Furosemide 1A/8jam
12. Metformin 2x500mg STOP

13. Bisoprolol 1x
14. Inj. Furosemide 1A/12jam
15. Inj. Lansoprazole 1vial/12jam
20 25/3/22- L 69 Wiraswasta DM2NO 1. Ulkus Cruris Bilateral 1. Infus NaCl 0,9% : renxamin 12 tpm
29/3/22 2. Cysyitis makro
3. GEA 2. Inj. Ceftrazidime 1gr/12jam
4. Nephritis Bilateral 3. Inj. Metronidazole 500mg/8jam
5. Hipokalemia 4. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
6. Nephropathy 5. Paracetamol 3x1
6. Callos 1x1
7. Asam Folat 2x1
8. Sucralfat syr 3xIIcth
9. KSR 3x1
10. Humalog mix 50x10unit 10-0-10
11. New diatab 3x2 tab
12. Renax 2x1 p.o
13. Alprazolam 0,5 0-0-1
14. Calos 2x1 p.o
15. Humalog 12-0-12
21 17/3/22- P 46 Buruh DM2NO 1. Ulkus Pedis Sinistra 1. IVFD NS 3% 20 tpm micro
87

22/3/22 2. ISK 2. IVFD 25% 12 tpm mikro diganti


3. Hiponatremia D10% 12 tpm
4. Hipoglikemia 3. IV Moxifloxacin 400/24jam
5. HT 4. IV Lansoprazole 1vial/24jam
6. Dislipidemia 5. PO sucralfate 3x2cth
7. Nefropathy 6. PO Callos 2x1
7. PO KSR 2x1
8. PO Asam Folat 2x1
9. PO Candesartan 1x8mg pagi
10. Infus D40% 2 flo ekstra
11. Pamol 3x500
12. Infus Pamol 1000mg
13. Amlodipine 1x60mg
14. Novorapid 3x4UI ↑3x6 unit
22 29/4/22- P 65 Pensiunan DM2NO 1. Asthma Bronkhiale 1. Infus Asering 20 tpm
1/5/22 dengan dalam Serangan Berat 2. Inj. Moxifloxacin 400mg/24jam
Hiperglikemia 2. ISK 3. Inj. Paracetamol 1gr/8jam
3. Pneumonia dextra 4. Nebu Combivent:
Flixotide /8jam
Operasi/Tindakan 5. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
8. Nebulizer 6. Inj. NR 3x8UI
7. Inj. Lantus
0-0-40UI tunggu inj. in 21.00
8. Inj. Antrain 1A K/P
9. Inj. Azitromicin 500mg/24jam (3x)
10. IV ACE 3x1
11. Cetirizine 1x1
12. Inj. NR 14UI (sore)
88

15. Inj. lantus 0-0-15UI 20 IU ↑26 IU


23 6/3/22- L 60 Wiraswasta Tumor 1. DM2NO 1. Paracetamol infus 500mg/8jam
8/3/22 Peroksida 2. CAD 3VD Non 2. Ceftizoxime 1gr/12jam
Revasularisasi 3. Lantus bolus 15 IU malam
3. IHD
4. HT

Tindakan/Operasi
1. Eksisi
24 17/6/22- P 51 Buruh CKD 1. HND 1. Infus NaCl 0,9%
24/6/22 2. DM 2. Inj. Furosemide 2A/8jam
3. Anemia 3. Inj. lansoprazole 1vial/24jam
4. Callos 2x1
5. Asam Folat 2x1
6. Candesartan 1x8mg
7. Gliquidone 1-0-0
8. Adalat oros 1x1
9. Clonidine 2x1
25 27/8/21- L 62 Wiraswasta Susp Covid 19 1. Pneumonia 1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
31/8/21 PCR Negatif 2. DM2NO 2. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
3. Inj. Remdesivir 200mg (HI)
4. Inj. Remdesivir 100mg/24jam (HII-
V)
5. Inj. Omeprazole 1vial/24jam
6. Drip resfar 5gr/24jam
7. Inj. Lovenox 0,4cc/12jam
8. Inj. Tamoliv 1gr/8jam
9. Codein 3x1
89

10. NR 3x6UI
11. Candesartan 1x8mg (sore)
26 26/4/22- P 52 PNS Hiperglikemia- 1. HND 1. Infus NaCl 0,9%
30/4/22 HHT 2. Stroke infark DM 2. Pletaal 100mg 1x1
3. Clonidine 3x1
4. CPG 75gr 1x1
5. Analsik 2x1
6. Flunarizin 5mg 2x1
7. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
8. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
9. Inj. Citicolin 2mg/12jam
10. Inj. Furosemide 2x1 1A/12jam
11. Inj. Micobalamin 1A/12jam
12. Inj. Ondansetron 1A (K/P)
13. Novorapid 3x6 unit
↑3x12 unit
14. Inj. Novorapid 6x16UI
27 14/5/22- L 57 Lain-lain DM2NO 1. HT 1. Infus Futrolit 24 tpm
19/5/22 Hiperglikemia 2. Hipertiroid 2. Thyrozol 1x5mg
3. Hiponatremia 3. Inj. lansoprazole 1vial/24jam
4. Drip NaCl 3% 12tpm
5. Propanolol 1x10mg
6. Apidra 3x8UI ↓3x6UI post meal
7. Lantus 0-0-20UI ↓0-0-16UI
28 11/5/22- p 77 IRT DM2 Halusinasi Organik 1. Infus Futolit 24 tpm
14/5/22 Hiperglikemia 2. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
3. Inj. Sotatik 1A/8jam sebelum makan
4. Infus Gabaxa 1A/24jam
90

5. Ezelin 15 unit s.c


6. Inj. Peinlos 400/12jam K/P
7. Ezelin 17 UI s.c
8. Racikan:
- Haloperidol 0,5 mg
- Lorazepam 0,5 mg
29 7/5/22- P 93 IRT DM2NO 1. Pleuritis Dextra 1. Infus Asering 20 tpm
13/5/22 2. ISK 2. Inj. Novorapid 3x10 unit
3. Neuropathy DM 3. Inj. Anbacim 1gr/12jam
4. Insufisiensi Renal 4. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
5. Nocid 1x1 p.o
6. Asam folat 2x1 p.o
7. Inj. Lantus 10 unit s.c
8. Inj. NR 3x8 unit
9. Pamol ekstra 500 mg
10. Inj. Lantus 6-0-6
11. Pamol 3x500 mg p.o
12. Apidra 3x4 unit
13. NR 3x8 unit
14. Garam cap 3x500mg
15. NR 3x4 IU
30 26/5/22- P 66 IRT DM2NO 1. ISK 1. Infus NaCl 0,9% makro 12 tpm
30/5/22 2. Hipertensi 2. Inj. Viccillin sx 1,5gr/12jam
3. Nephropathy 3. Inj. lansoprazole 1vial/24jam
5. Dysperisa 4. Inj. Sotatic 1A/8jam (1/2 jam
sebelum makan)
5. Sucralfat sy 3x2cth
6. Asam Folat 2x1
91

7. Sistenol 2x1 K/P


8. K/P Tamoliv inf.
9. Inj. Apidra 3x10UI
10. Infus Metronidazole 500mg/8jam
11. Inj. Apidra 3x4UI
12. Inj. Apidra 3x8UI
13. Cefixime 2x200mg
16. Gliquidone 1-0-0
31 17/9/21- P 66 IRT Aritmia 1. DM 1. Infus NaCl 20 tpm
22/9/21 prokilaksis 2. Nefropati DM 2. Metformin 3x500mg
3. HND 3. Glimepirid 1x2mg
4. Inj. Lansoprazole 1A/24jam
5. Ulsafat susp 3xIIcth
6. Transfusi PRC 2 kolf 1/24jam,
premed furosemide 1A
7. Candesartan 1x8jam
8. Acarbose 1-1-1
9. Pamol tab/p.o
32 27/12/21 P 60 IRT Edema Pulmo 1. CHF EC IHD 1. Infus NaCl 0,9
- Akut 2. Pneumonia 2. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
29/12/21 4. DM2NO 3. Inj. Furosemide 1A/12jam
4. Asetilsistein 3x200mg
5. Candesartan 2x4mg
6. Miniaspi 1x1
7. CPG 1x1
8. ISDN K/P (Sub linjual)
9. Atorvastatin 1x20mg
10. V. block
92

11. Metformin 2x500


12. Glimepirid 1x2 mg
13. Spironolacton 1x25mg
10. Allopurinol 1x100mg
33 7/9/21- L 60 Buruh DM2NO 1. CKD EC 1. Infus NaCl 0,9% 10 tpm (transfusi
11/9/21 Nephropathy set)
2. Anemia 2. Calos 3x1
3. Post Amputation 3. Asam Folat 3x1
Below Knee Dextra 4. KSR 3x1 ↑3xII
4. Hipokalemia 5. Drip KCl 2 flash dalam NaCl 0,9%
5. ISK 20 tpm
6. Hipoalbuminemia 6. NR 3x16UI ↓3x10UI
7. Hipertensi stase II 7. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
8. Transfusi PRC 2 kolf, 1 kolf/24jam
Operasi/Tindakan pre furosemide 1A
1. Transfusi PRC 2 kolf 9. Chana 3x1
10. Clindamicin 2x300
11. Allopurinol x300mg
12. Amlodipine 10 mg 1x1
13. Irbesartan 300 1x1
14. Inj. Furosemide 1A/24jam
11. Clonidine 3x1
34 26/12/21 L 63 Wiraswasta Peripheral 1. DM 1. Moxifloxacin 1A/24jam
- artery disease 2. Selulitis 2. Peinlos inj. 1A/8jam
28/12/21 3. Ulkus DM Pedis 3. Ranitidine 1A/12jam
4. Paracetamol K/P
5. Gabaxa 1A/24jam
6. Novorapid 3x8unit
93

7. Cilostazol 2x1
8. CPG 1x1
9. Atorvastatin 1x40mg
35 24/12/21 L 59 Wiraswasta UAP 1. DM2NO 1. Infus NaCl 0,9%
- 2. HT 2. Miniaspi 1x1
26/12/21 3. CPG 1x1
4. Candesartan 1x8mg
5. Amlodipine 1x5mg
6. ISDN KP 1x1
7. Metformin 2x500mg
8. Inj. Ketorolac 1A ekstra
36 22/12/21 L 68 Pensiunan CHF CF III 1. Pneumonia 1. Infus NaCl 0,9% /6jam
- EC IHD 2. DM2 2. Inj. Furosemid 1A/8jam
24/12/21 3. RF 3. Candesartan 2x4mg
4. Miniaspi 1x1mg
5. Nitrokaf 2x2,5mg
6. Infus Moxifloxacin 400/24jam
7. Inj. Esomeprazole 1vial/24jam
8. Inj. Ondansetron 1A/8jam (1/2jam
sebelum makan)
9. Sistenol 3x1
10. N. Ace 3x1
37 21/12/21 L 40 Buruh Buerger 1. DM2NO 1. Adalat oros 1x30mg
- Disease 2. HT 2. Irbesartan 1x300mg
24/12/21 Tromboangiitis 3. ISDN 5mg s.c
4. Ceftriaxone 1g/12jam
5. Ketorolac 1A/12jam
38 20/12/21 L 40 Wiraswasta Abdominal 1. DM2NO 1. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
94

- pain 2. Anemia 2. Inj. Ketorolac 1A/8jam


24/12/21 3. Hiponatremia 3. Inj. Metranidazole 500/8jam
4. Inj. Ceftazidime 1gr/8jam
5. Garam 500mg 3x1
39 22/10/21 L 67 Pensiunan CAD 3 VD 1. Angina Pectoris Stabil 1. Infus NaCl
- 2. IHD 2. Miniaspi 1x80mg
23/10/21 3. DM Hiperglikemia 3. CPG 1x75mg
4. HT 4. Bisoprolol 1x2,5mg
5. Candesartan 1x8mg
6. Atorvastatin 1x40mg
7. Nitrokaf 2x2,5mg
8. Ramipril inj. 1x10mg
9. Lantus 0-0-14 UI tunda
10. Di tempat pasien (Stop) :
- Metformin 3x500
- Novomix 3x12 UI
40 5/10/21- P 68 Wiraswasta DM 1. Ulkus DM 1. Inj. Sotatic 1A/8jam
9/10/21 2. GERD 2. Inj. Lansoprazole 1A/24jam
3. TB PARU 3. Ulsafat sirup 3xcthII
4. Curcumin 3x1
5. Novorapid 3x8UI
6. Novorapid 3x12UI
7. 4FDC 1x3tab minum sjc
8. Channa 3x1 p.o
41 15/12/21 L 89 Buruh Pneumonia 1. DM2NO 1. Infus NaCl 0,9% 50cc/jam
- 2. ARDS 2. Inj. Levofloxacin 150mg/24jam
20/12/21 3. Riwayat Stroke 3. Inj. Esomeprazole 40mg/24jam
4. HT 4. Nebulizer Combivent:
95

Flexotide /8jam
5. Candesartan 1x16mg
6. Amlodipine 1x10mg
7. Azythromicync 1x500mg sampe hari
ke-5
8. N.Ace 3x1
9. Curcuma 3x1
42 26/8/21- L 58 Wiraswasta Angina 1. CHF IHD 1. Infus NaCl 0,9%
31/8/21 Pectons Stabil 2. Bronkopnemonil 2. Infus Levoflox 750mg/24jam
3. DM2NO 3. Candesartan 1x8mg
4. Miniaspi 1x80mg
5. Simvastatin 1x20mg
6. Bisoprolol 1x2,5mg
7. Nitrokaf 2x1
8. Azithromycin 1x500mg
9. N.Ace 3x1
10. Nostrok 1x20mg
11. Fonilin MR 60 1-0-0
12. Doxycycline 100mg no VI 2 dd
43 9/11/21- P 54 Lain-lain Gangren Pedis 1. DM 1. Inj. Ceftizoxime 1gr/12jam
13/11/21 2. Anemia 2. Infus Metronidazol 500mg/8jam
3. Osteomyelitis 3. Inj. Novorapid 3x12jam
4. Dex Ketoproten 3x1A
5. Ranitidine 2x1A
6. Inj. Ezelin 0-0-12 UI
44 8/12/21- P 55 IRT Ulkus DM 1. Anemia 1. Inj. Ceftizoxime 2x1
13/12/21 2. DM 2. Infus Metronidazole 3x500mg
3. Hiponatremia 3. Novorapid 3x10 s.c (post meal)
96

4. Hipokalemia 4. Transfusi PRC 2 kolf, 1kolf /12jam


5. HT 5. Pretransfusi Lasix
6. NaCl 3% 12 tpm
7. Aspar-K 2x1
8. Transfusi Octalbin 25%
9. Pro transfusi octalbin furosemide
20mg
45 3/9/21- P 55 Karyawan CHF 1. Oedema pulmo 1. Infus NaCl 0,9%
6/9/21 Swasta 2. RF 2. Infus Furosemid 1A/8jam
3. DM 3. Asam Folat 2x1
4. Calos 2x1
5. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
6. Miniaspi 1x80mg
7. Atorvastatin 1x20mg
8. Novorapid 3x22UI
9. Lantus 0-0-30UI
10. NR 3x15 UI
11. Lantus 0-0-25
46 8/12/21- L 65 Wiraswasta Ulkus DM 1. DM2NO 4. Inj. Ceftizoxime 1gr/12jam
13/12/21 2. Anemia 5. Inj. Metronidazole 500mg/8jam
3. CKD ec. NAD 6. Inj. Esomeprazole 40mg/24jam
4. Hiponatremia 7. Inj. Novorapid 3x12UI
5. Hipoalbuminemia 8. Callos 2x1
6. Hiperurisemia 9. Asam Folat 2x1
10. VIP albumin 3x1 tab
Operasi/Tindakan 11. Transfusi PRC 2 kolf,
1. Nekrosis Luas 1 kolf/24jam
2. Transfusi 12. NaCl 3% 20 tpm
97

3. Infus NaCl 3% 13. Inj. Ketorolac 1A/8jam


14. Inj. Kalnex 1A/8jam
15. Inj. Novorapid 3x4UI
47 7/12/21- P 53 Guru/Dosen UAP 1. Bradikardia 1. Infus NaCl 500cc/24jam
9/12/21 2. DM 2. Miniaspi 1x1
3. CPG 1x1
4. Atorvastatin 1x40mg
5. Nitrokaf 2x2,5mg
6. ISDN K/P
7. Inj. Lovenox 2x0,6cc
8. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
9. Apidra 3x6UI
10. Metformin 2x500mg
Glimepiride 2mg 1x1
48 7/12/21- P 54 Karyawan Ascites 1. CKD ST III-IV 1. Infus DCG 16mg/12jam
11/12/21 Swasta Permagna 2. CHF 2. Inj. furosemide 2A/8jam
3. DM2NO 3. Inj. Omeprazole 1vial/24jam
4. Hipokalemia 4. Inj. Kalnex 500/8jam
Refrakter 5. Inj. Vit K 1A/8jam
5. Cardiac Sirosis 6. Inj. Ketorolac 1A dextra
49 7/12/21- P 46 IRT CKD Stage V 1. Edema Anasarka 1. Infus NaCl 0,9% 12 tpm mikro
17/12/21 2. Hiperkalemia 2. Inj. Furosemid 2A bolus i.v lanjut
Refakter SP Furosemid 20mg/kg 10cc/jam
3. DM2NO 3. Calos 3x1
4. HNP 4. Asam Folat 3x1
5. Hipertensi ST II 5. Amlodipine 1x10mg
6. Anemia 6. Irbesartan 1x30mg
7. Kalitake 3x1
98

8. Clonidine 3x0,5mg
9. Pamol 3x500mg K/P
10. Ceftixim 2x200mg
50 7/8/21- L 64 Wiraswasta Anemia Gravis DM2NO 1. Infus NaCl 0,9% 16 tpm i.v
10/8/21 (Pansitotenia) 2. NR 3x6unit s.c
pada MOS 3. Curcuma 2x1 p.o
Operasi/Tindakan 4. Asam Folat 2x1 p.o
Transfusi PRC 3 kolf 5. Transfusi PRC 3 kolf,1 kolf/12jam
premed furo KP i.v
6. NR 3x20unit ↑22-22-20UI s.c
7. Lantus 0-0-10 UI s.c
8. Acarbose 3x50mg p.o
9. NR 22-22-20 UI s.c
10. Lantus 0-0-14 UI s.c
11. Lantus 0-0-18
51 6/12/21- P 52 PNS CKR 1. VL 1. Infus Asering 20 tpm
8/12/21 2. DM2NO 2. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
3. Inj. Dexametasone 1A/12jam
4. Inj. Ranitidin 1A/12jam
5. Inj. Ketorolac 1A/12jam
6. Inj. Piracetam 1gr/12jam
7. Inj. Apidra 3x4UI ↑3x6unit
8. Rhinofed 3x1 p.o
9. Pamol 3x1 p.o
10. Metformin 3x500gr
52 3/12/21- L 57 Wiraswasta Stroke Infark 1. HT Stase II 1. Infus Asering 20 tpm
7/12/21 2. DM2NO 2. Inj. Citicolin 250mg/12jam
3. LKD 3. Inj. Ranitidin 1A/12jam
99

4. Hiperurisemia 4. Miniaspi 2x80mg (tunda dulu)


5. Dislipidemia 5. CPG 1x75
6. Allopurinol 1x300 p.o
7. Fenofibrate 1x1 p.o
8. Fonylin MR 60 1-0-0 p.o
9. Calos 2x1 p.o
10. Asam Folat 2x1 p.o
11. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
12. Candesartan 1x16
53 31/10/21 L 66 PNS DM2NO HT 1. Inj. Anbacym 1gr
-2/11/21 2. Inj. Hypobhac 100mg
3. Inj. Toredec 50mg
4. Acarbose 2x500
5. Ranitidine 2x200
6. Ondansetron 2x0,5
7. Asam Folat 2x1
8. Aspilet 2x80
54 1/12/21- P 71 IRT DM2NO 1. Hepatitis 1. Infus RL 20 tpm
7/12/21 Hiperglikemia 2. ISK 2. Inj. Ondansetron 1A/8jam (1/2 jam
3. AKI sebelum makan)
3. Inj. Esomeprazole 1A/24jam
4. Drip Nophargen 2A dalam 100 cc
NaCl habis dalam 2jam/24jam
5. Inj. Novorapid 3x6unit (post meal
intake latus)
6. Tamolive inj. 500/i.v ekstra
7. Inj. Anbacim 1gr/12jam s.c
8. Meloxicam 15 rl 1x1 p.o
100

55 1/12/21- L 69 Wiraswasta CF 1. HT 1. Cefotaxim inj. 1gr/12jam


4/12/21 2. DM2NO 2. D’vit inj. 1A/24jam
3. CKD ST II 3. Adalat oros 1x1
4. Anemia 4. Irbensartan 1x1
5. Kalos 2x1
Operasi/Tindakan 6. Asam Folat 2x1
1. Drif lateral mattress 7. Furosemid 1x1
2. Drif medical 8. Inj. Ketorolac 1A/8jam
matteress
56 1/12/21- P 63 Pensiunan HHD 1. Edema Anasarka 1. Infus Asering 12 tpm
6/12/21 2. DM2NO 2. Inj. Furosemide 2A/8jam
3. GERD 3. KSR 3x1
4. Arthrosis 4. Candesartan 1x8mg
5. Hiperurisemia 5. Inj. Esomeprazole 1vial/24jam
6. Glimepiride 2mg 1-0-0
7. Metformin 2x500mg
8. Laxadyne 1xcthII
9. Spironolactone 25mg 1x1
10. Inj. Kalnek 500mg (ekstra)
11. Inj. Furosemide 1A/8jam
12. Kalium Diklofenak 2x50mg
13. Flamar gel 2x4l
14. Furosemide 1-1-0
15. Lansoprazole 1-0-0
57 22/11/21 P 79 Pensiunan Ulkus Pedis 1. DM2 Hiperglikemia 1. IVFD NaCl 0,9%
- 2. Melena dd Gastropaty 2. i.v Esomeprazole 1vial/24jam
27/11/21 Erosival 3. i.v Moxifloxacin 400cc/24jam
3. Severe Anemia 4. p.o Episan syr 3x2cth (sucralfate)
101

4. PAD 5. Transfusi PRC


5. Acure dd ACRF 6. p.o cilostazol 1x100mg
6. Citolecinitiasis 7. p.o CPG 1x75mg
7. Neurogenic Bladder 8. Inj. Furosemid 1A pre transfusi
9. i.v Kalnex 3x500
10. inj. Dhipenhidramin 1A
11. Gabaxa /24jam dalam RL 500
12. Paracetamol 1A 500mg/8jam
13. Salep Chloramphenicol 1x1
58 21/11/21 L 48 Wiraswasta DM2 1. Cellulitis cruris 1. Infus NaCl 0,9%
- Hiperglikemia 2. HT 2. Inj. Levofloxacin 500mg/24jam
24/11/21 3. Hipoalbumenia 3. Inj. Esomeprazole 1A/24jam da
4. Nefropathy DM2 Esomeplazole
4. Inj. Sotatic 1A/8jam da
Mexoklopramid
5. Infus Tamolive 1gr/8jam K/P
6. Episan syr 3x2cth
7. Inj. Levemir 15UI
8. VIP Albumin 3x1 p.o da channa
9. Candesartan 80 0-1-0
59 8/9/21- L 77 Belum CKD Stage V 1. DM2NO 1. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro
11/9/21 bekerja 2. ISK 2. Inj. Furosemid 1A/8jam i.v
3. Hiperkalemia 3. Calos 2x1 p.o
4. Hiperurisemia 4. Asam Folat 2x1 p.o
5. Valsartan 1x160mg p.o
Operasi/Tindakan 6. Inj. Ceftizoxime 1gr/12jam i.v
1. Koreksi Hiperkalemia 7. Miniaspi 1x80mg p.o
8. Novorapid 3x4UI s.c
102

9. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam i.v


10. Sucralfate 3x2cth p.o
11. Inj. Ondansetron 1A/8jam i.v K/P
12. D40% 1 FS + insulin 10 IU i.v
13. Kalitake sachet 2dd I p.o
60 14/11/21 P 42 Lain-lain B.20 (HIV) 1. DM2NO 1. Inj. Ceftizidime 1gr/8jam
- 2. TB Milier 2. Inj. Esomeprazole 1A/24jam
22/11/21 3. Bisitopenia EC MOS 3. Inj. Ondansetron 1A/8jam
4. Infus Tamoliv 100mg/8jam K/P
Operasi/Tindakan 5. Norelut 2x1
TC 6 kolf 6. TC 6 kolf
7. Inj. Dipenhidramin 1A/i.v (premed)
8. Sucralfat syr 3xcthII
9. Hemafort 1x1
10. Insulin 3x6 IU post meal
11. Codein 3x1
12. 4FDC 1x4 tab
13. Pamol RL 500mg
14. Atripla 1x1
15. Cotrimoxazole 3x0,60
16. MP inj. 125, 20 mg/8jam
17. Sotatic 1A/8jam
18. Candistatin 3x1ml
19. MP 3x20mg inj.
61 10/11/21 P 65 Karyawan CF 1. Anemia 1. Inj. Cefotaxime 1gr/12jam pre op
- Swasta 2. DM2NO 2. Inj. Ketorolac 30mg/8jam
13/11/21 3. Inj. Omeprazole 1vial/24jam
Operasi/Tindakan 4. Candesartan 1x16mg
103

1. ORF 5. Amlodipine 1x5mg


2. Transfusi 6. Inj. Novorapid 3x8UI post meal
7. Inj. Furosemid premed
62 10/11/21 L 74 Lain-lain Cedera Kepala 1. Vertigo 1. Infus Asering 20 tpm
- Ringan 2. DM2NO 2. Inj. Citicolin 500mg/12jam
13/11/21 3. HT 3. Inj. Ketorolac 1A/8jam
4. Multiple Superficial 4. Inj. Ondansetron 1A K/P
Injuries 5. Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
6. Betahistine 3x2tab
7. Flunarizine 2x10mg
8. Amlodipine 1x5mg
9. Metformin 2x500mg
10. Glimepiride 1x1mg
63 9/11/21- P 51 IRT DM 1. Ulkus DM 1. Infus Gelofusin ops 20 tpm
15/11/21 2. Hiperkalemia 2. Drip KCI dalam NaCl 0,9% 500
3. Hiponatremia 3. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam da
Esomeprazole
4. inj. Citicolin 250 1A/12jam
5. SP Vascon 8cc/jam
6. Cilostazol 2x1/2
7. KSR 3x2 p.o
8. Infus NaCl 3% 16 tpm
9. Ceftriaxone 1gr/12jam
10. Garam 3x500gr
11. Citicoline 500 2x1
12. Inj. Ondansetron 1A ekstra
64 7/11/21- L 53 Belum Ulkus DM 1. DM 1. Infus NaCl 0,9%
11/11/21 bekerja Pedis 2. Hiponatremia 2. Infus NaCl 3%  36ccjam
104

3. Hipoalbumenia 3. Inj. Moxifloxacin 1A/24jam


4. Anemia 4. Inj. Ketorolac 1A/12jam
5. Inj. Lansoprazolr 1vial/24jam
Operasi/Tindakan 6. Transfusi PRC 2 kolf, 1kolf/12jam
Debridement eksis pre Lasix 1A
7. Apidra 3x8unit
8. Transfusi Octalbin 25% 100cc
premed Lasix 1A
9. Inj. Ondansetron 1A/24jam
65 2/11/21- L 50 Wiraswasta Ulkus DM 1. DM2NO 1. Infus NaCl 0,9% 20tpm
5/11/21 Hiperglikemia 2. Inj. Ceftazidime 2gr/8jam
2. HT 3. Inj. Omz 40mg/24jam
3. ISK 4. Inj. Metronidazole 500mg/8jam
4. Hiponatremia 5. Pamol 3x500mg K/P
5. Infrak Cerebral 6. CPG 1x75mg
7. Luminal 2x30mg
Operasi/Tindakan 8. Inj. Ketorolac 1A/8jam
Debridenant 9. NR 3x6UI ↑3x10 s.c ↑3x12 UI
10. Lantus 0-0-20
11. Laxadine syr 1xcthII (malam)
66 30/10/21 L 57 Karyawan Unstable 1. Myocacardre Bridge 1. Infus NaCl 0,9%
-3/11/21 Swasta Angina Pedis 2. DM2NO 2. Candesartan 1x16mg (jika TD>160
3. AKI ad CKD bsk. Candesartan ↑3x1)
4. Post Stroke 3. Bisoprolol 1x2,5mg
5. Hiperurisemia 4. Atorvastatin 1x40mg
5. Nitrokaf 2x1
Operasi/Tindakan 6. Miniaspi 1x80mg
1. Ekokardrografi 7. CPG 1x75mg
105

2. Cath/Coroangi grafis 8. KSR 3x1


9. Adalat oros 1x30mg
10. Allopurinol 1x300mg
11. ISDN 5mg K/P
12. HCT 1-0-0
13. Sp Heporin 650 IU
14. Apazol 0,25mg (ekstra)
15. Na diklofenak 2x50gr
16. Inf. Novorapid 8-8-8
67 28/10/21 P 66 IRT SNH/ Infark 1. DM2NO 1. Infus Asering 12 tpm i.v
-2/11/21 Cerebri 2. Neuropathy 2. Novorapid 3x6UI s.c
3. Dislipidemia 3. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam i.v
4. ISK 4. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam i.v
5. Disartria 5. Alpentin 2x100mg p.o
6. Inj. Ambacim 1gr/12jam i.v ST
(nonreaktif)
7. Inj. Citicolin 2x500mg i.v
8. Inj. Piracetam 2x1gr i.v
9. CPG 1x75mg
10. NR ↓3x4UI s.c
11. Candesartan 16 0-0-1
68 28/10/21 P 86 IRT UAP 1. Omi Anterior 1. Infus RL
-1/11/21 2. DM Hipoglikemia 2. Miniaspi 1x80mg
3. Anorexia Geriatri 3. CPG 1x75mg
4. HT 4. Bisoprolol 1x2,5mg
5. Peningkatan Enzim 5. Atorvastatin 1x40mg
Transaminase 6. Asam Folat 2x1
7. Nocid 2x1
106

8. Curcuma 2x1
9. Valsartan 2x80mg
10. Allopurinol 1x100mg
11. Inj. Lovenox 0,4cc/12jam
12. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam
13. Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
69 22/10/21 L 69 PNS Anemia 1. DM 1. Infus Futrolit 30tpm
- Haemolitik 2. HHD 2. Asam Folat 2x1
26/10/21 3. Inj. MP 125mg/8jam i.v
Operasi/Tindakan 4. Transfusi PRC 2 kolf, 1kolf/24jam
Infus PRC pre furo
5. Metformin 2x500mg
6. Glimepiride 1x2mg
7. Candesartan 1x8mg
70 19/10/21 L 66 PNS Ulkus DM DM 1. Novorapid 3x6UI
- Pedis 2. Cefadroxil 2x1
26/10/21 3. Natrium diklofenak 2x1
71 18/10/21 P 46 Karyawan CHF ST III dg 1. Edema Anasarka 1. Infus NaCl 0,9% 12 tpm
- Swasta IHD/HHD 2. DM2NO 2. Inj. Furosemid 2A/6 jam ↓2A/8jam
24/10/21 3. Hipoalbuminemia 3. Asam Folat 2x1
4. Insufusuensi Renal 4. Candesartan 1x8mg ↑1x16mg
5. Digoxin 1x1/2 tab
Operasi/Tindakan 6. Spironolactone 1x25mg
Echocamdiography 7. KSR 3x1
8. Amlodipine 1x5mg ↑1x10mg
9. VIPAlbumin 3x1
10. Metformine 500mg 1-0-0
11. Vblock 1x3,125gr
107

72 16/10/21 L 52 Lain-lain Tyroid Fever 1. DF 1. Infus Cefotaxim 20tpm


- 2. Hepatopathy 2. Infus Levofloxacin 500/24jam
21/10/21 3. DM2O 3. Paracetamol 3x1tab
4. Angkak 2x2cup
5. Curcuma 2x1 ↑3x1
6. Inj. Lansoprazole 40mg/24jam
7. Infus paracetamol 1gr ekstra
8. Inj. Asering 20tpm
9. Asam Folat 1x1
10. Inj. Ondansetron 1A/12jam
11. Metformin 500mg 2x1
12. Sistenol 3x1k
73 14/10/21 P 36 IRT CKD ST V dg 1. DM2NO 1. Infus NaCl 0,9%
- DKD 2. HT 2. NR 3x8UI s.c
17/10/21 3. Efusi Pleura 3. Irbesartan 1x300mg p,o
4. Adalat oros 1x30mg p.o
5. Asam Folat 2x1 p.o
6. Callos 2x1 p.o
7. Clomid 2x1 p.o
8. Furosemide 1x1 tab p.o
9. Lansoprazole 1x1cap p.o
74 13/10/21 L 56 Karyawan Infark 1. Hemiplegia Sinistra 1. Infus Asering 20tpm
- Swasta Ceroxim 2. HT 2. Inj. furosemide 1A/24jam
19/10/21 3. Neropaty DM 3. Inj. Citicolin 500mg/12jam
4. Dislipidemia 4. Candesartan 1x8mg
5. Miniaspi 1x80mg
6. Asam Folat 1x1
7. NR 3x8UI ↑3x10UI ↑3x12UI
108

↑3x14UI
8. Fenofibrate 0-0-1
9. Glinov 1x1
10. Inj. Mecobalamin 1A/8jam
11. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
75 13/10/21 P 45 Lain-lain Typoid Fever 1. Pyelonephritis 1. Infus NaCl 0,9%
- Bilateral 2. Inj. Ondansetron 1A/8jam
17/10/21 2. ISK 3. Inj. Omz 1vial/12jam
3. DM2NO 4. Paracetamol 3x500 K/P
5. Infus Tamolive jika T>38,5
6. Infus Ceftazidim 1gr/8jam
7. Glimepiride 2mg 1-0-0
8. Pioglitazone 1x1
9. Epison sucralfate syr 3x1
76 3/8/21- L 61 PNS CKD ST V 1. CHF EC HHD 1. Inj. Furosemid 2A
5/8/21 2. HT ST II 2. Inj. Omz 1A
3. GERD 3. Inf. NaCl 0,9% 12 tpm mikro drips
4. DM2NO (terkontrol 4. Inj. Furoosemid 1A/24jam
diet) 5. Inpepsa 3xcth2
6. Adalat oros 1x30mg (malam)
Operasi/Tindakan 7. Candesartan 1x16mg (malam)
Hemodialisa 8. Concor 2,5mg 1x1/2tab (malam)
9. Alpentin 100mg 0-0-1
10. Nocid 2x1
11. Kalitake 3x1 sachet
12. Nitrokaf 2,5mg 2x1
77 22/6/22- P 67 IRT Ulkus DM 1. DM 1. Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
30/6/22 2. Cerebral Infark 2. Inj. Lansoprazole 1A/24jam
109

3. Inj. Gabaxa 1A/24jam


4. Inj. Peinlos/12jam
5. Inj. Ranitidin 1A/12jam
78 24/6/22- L 60 PNS Infark Cerebral 1. Hemiplegia 1. Infus Asering 16 tpm
30/6/22 2. HT 2. Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
3. DM 3. Inj. Citicolin 500mg/12jam
4. Inj. Furosemid 1A/12jam
5. CPG 1x75mg
6. Candesartan 1x16mg
7. Inj. Novorapid 3x8UI
8. Metformin 2x500
9. Ryzodeg 28-0-28 s.c
10. Adalat oros 1x30mg
11. Clonidine 0,15mg 2x1
12. Ryzodeg 15-0-15 s.c post meal
13. Ryzodeg 10-0-10 s.c
14. ISDN 5mg 3x1 p.o
79 23/6/22- L 61 Lain-lain CKD ST V 1. DM2NO dg 1. Infus NaCl 0,9% 12 tpm mikro
27/6/22 Hipoglikemia 2. Inj. Furosemid 2A/8jam
2. HHD 3. Calos 2x1
3. Gonarthrosis 4. Asam Folat 2x1
4. Hiperkalemia 5. Irbesartan 1x300mg
6. Amlodipin 1x10gr
7. Flamar gel 2x4l (nyeri lutut karam)
Koreksi hiperkalemi -di UED
80 22/6/22- L 63 Buruh Stemi Inferior 1. CAD 3VD (Trombus 5. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
25/6/22 RCA) 6. Inj. Heparin 700 unit/jam
2. DM2 Hiperglikemia 7. Bisoprolol 1,25mg 1x1
110

3. HHD 8. Atorvastatin 80mg 1x1


4. HT 9. CPG 75mg 1x1
10. Miniaspi 80mg 1x1
11. Lantus 0-0-15UI
81 20/6/22- L 52 Karyawan Ventral Hernia 1. Peritoneal adhesions 1. Fosmicyn 1gr/12jam
24/6/22 Swasta dg 2. HHD 2. Kalnex 500/8jam
Obstruction/ 3. DM2NO 3. Ketorolac 1A/8jam
Gangrene 4. Ranitidin 1A/12jam
5. Miniaspilet bila tidak ada perdarahan
(ad jam post op)
82 16/6/22- P 55 Wiraswasta Angina Pedis 1. Dislipidemia 1. Infus HC 0,9% 20 tpm
22/6/22 Stabil 2. HHD 2. Miniaspi 1x1
3. DM2NO 3. Metformin 2x1
4. Anxiety Disorder 4. Amlodipine 1x5mg
5. Nitrokaf 2x1
6. ISDN 5mg (jika nyeri dada)
7. CPG 75mg 1x1 p.o
8. Bisoprolol 1x2,5mg p.o
9. Atorvastatin 1x40mg p.o
10. Alprazolam 0,25mg 0-0-1 malam
11. Valsartan 8mg 1x1
12. Alprazolam 0,5mg 0-0-1
13. Amlodipine 1x10mg
14. Amlodipine 1x5mg
83 16/6/22- L 50 Wiraswasta Disruption of 1. Infeksi Luka Operasi 1. Pain loss 400/8jam
19/6/22 Operation 2. DM2NO (Terkontrol 2. Ranitidine 1A/12jam
Wound diet) 3. Cefazolin (pre op)
(Detrusensi) 4. Levofloxacin 1x1
111

5. Gabaxa dlm RL
84 26/5/22- L 61 PNS DM2NO dg 1. CKD ST III 1. Infus NaCl 0,9% 12 tpm mikro i.v
30/5/22 KAD 2. Pneumonia Sinistra 2. Infus NaCl 3% 20 tpm mikro i.v
3. ISK 3. Inj. Ceftizoxime 1gr/12jam i.v
4. Dislipidemia 4. Inj. Lansoprazole 1vial/24jam i.v
5. Hiponatremia 5. Inj. Ondansetron 1A/8jam KP i.v
6. Hiperurisemia (1/2 jam sebelum makan)
6. Novorapid 3x10 UI s.c ↑3x12 unit
Operasi/Tindakan 7. Callos 2x1 p.o
Infus NaCl 3% 8. Asam Folat 2x1 p.o
9. Sucralfate syr 3xcthII p.o
10. Atorvastatin 20mg 1x1
11. Novorapid 3x12UI ↑3x18UI
↑3x20UI
12. Lantus 0-0-10 i.v
13. Lantus 0-0-14 UI
14. Lantus 0-0-16 UI s.c
15. Cefixime 2x10mg
112

Lampiran 6. Daftar Penyakit Penyerta Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi


Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta

Nama Penyakit Jumlah Persentase (%)


GERD 4 1,3
Gastropathy 3 0,9
Fatty Liver 2 0,6
Suspek Iskemik Mesenterika Akut 1 0,3
Hiperurisemia 8 2,5
CKD 16 5,0
Hepatitis 4 1,3
AKI 3 0,9
Melena 3 0,9
Pangastritis 1 0,3
Hepatopathy 3 0,9
Dispepsia 2 0,6
Nephritis 1 0,3
Nephropathy 5 1,6
Insufisiensi Renal 2 0,6
Abdominal Pain 1 0,3
ACRF 1 0,3
Dislipidemia 10 3,1
Hipertensi Intrakranial Idiopatik 1 0,3
Hipertensi 31 9,7
Hipoalbuminemia 6 1,9
Hiponatremia 15 4,7
Long qt Syndrom 1 0,3
Anemia 17 5,3
Post Stroke dg Hemiparese Dextra 1 0,3
CAD 4 1,3
Hipokalemia 7 2,2
Cerebral Infark 7 2,2
IHD 3 0,9
CHF 8 2,5
CAD 1 0,3
Hipoglikemia 2 0,6
Pleuritis 2 0,6
Aritmia 7 2,2
PAD 2 0,6
UAP 3 0,9
Nama Penyakit Jumlah Persentase (%)
113

Buerger 1 0,3
Angina 4 1,3
Stroke 2 0,6
Bradikardia 1 0,3
Cardiac Sirosis 1 0,3
Hiperkalemia 3 0,9
Bisitopenia 1 0,3
Mycocardie Bridge 1 0,3
Omi Anterior 1 0,3
Stemi Inferior 1 0,3
Asma 3 0,9
Covid-19 1 0,3
Edema Pulmo 1 0,3
ARDS 1 0,3
Bronkopnemonia 1 0,3
TBC 2 0,6
Neuropathy 4 1,3
Cefalgia 1 0,3
Atrophy Cerebri 1 0,3
Halusinasi 1 0,3
Neurogenic 1 0,3
Vertigo 1 0,3
Anxiety Disorder 1 0,3
LBP 2 0,6
Fraktur Kompresi Axial 1 0,3
Osteomyelitis 1 0,3
Arthrosis 1 0,3
Disartria 1 0,3
Hemiplegia Sinistra 2 0,6
Gonarthrosis 1 0,3
ISK 24 7,5
Erysipelas Selulitis Pedis Sinistra 1 0,3
Tinea Corporis Cruris 1 0,3
Pneumonia 7 2,2
Sepsis 3 0,9
DHF 2 0,6
Selulitis 2 0,6
Tyroid Fever 2 0,6
Nama Penyakit Jumlah Persentase (%)
BPH 2 0,6
Hipertiroid 1 0,3
114

RF 2 0,6
HIV 1 0,3
Ulkus Dekubitus 2 0,6
Kista 1 0,3
Ulkus Pedis 4 1,3
Ulkus DM 10 3,1
Ulkus Cruris 1 0,3
Tumor 1 0,3
HND 4 1,3
Edema 1 0,3
Post Amputation 1 0,3
Gangren Pedis 1 0,3
Edema Anasarka 3 0,9
CKR 2 0,6
VL 1 0,3
LKD 1 0,3
CF 2 0,6
Multiple Superficial Injuries 1 0,3
Anoreksia 1 0,3
Ventral Hernia 1 0,3
Perioneal Adhesions 1 0,3
Infeksi Luka Operasi 1 0,3
TOTAL 320 100

Anda mungkin juga menyukai