SKRIPSI
Oleh
Maulina Hari Pradipta
NIM 112210101046
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Farmasi (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Farmasi
Oleh
Maulina Hari Pradipta
NIM 112210101046
i
PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tua saya, Bapak Mashuri dan Bunda Sunarsih, S.Pd. SD.;
2. Adek Yoga Billhaq dan Adek Latief Ahmad Maulana;
3. Saudara, sahabat, dan teman-teman tersayang;
4. Para guru sejak Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah serta para dosen
di Peguruan Tinggi;
5. Almamater tercinta, Fakultas Farmasi Universitas Jember
ii
MOTTO
If you are walking down the right path and you are willing to keep walking,
eventually you will make progress
(Barack Obama)
Di dalam hidup ini, kita tidak bisa berharap segala yang kita dambakan bisa diraih
dalam sekejap. Lakukan saja perjuangan dan terus berdoa, maka Tuhan akan
menunjukkan jalan selangkah demi selangkah
(Merry Riana)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan sesungguhnya (urusan) yang lain dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
(terjemahan Surat Al-Insyirah ayat 6-8)
iii
PERNYATAAN
iv
SKRIPSI
Oleh
Maulina Hari Pradipta
NIM 112210101046
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Antonius Nugraha Widhi P, S.Farm., Apt., M.P.H.
Dosen Pembimbing Anggota : Afifah Machlaurin, S.Farm., Apt., M.Sc.
v
PENGESAHAN
Antonius N.W.P, S.Farm., Apt., M.P.H. Afifah Machlaurin, S.Farm., Apt., M.Sc
NIP. 198309032008121001 NIP. 198501262008012003
Mengesahkan
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Jember,
vi
RINGKASAN
vii
Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden terlebih dahulu dilakukan uji
validitas (face validity dan content validity) serta uji reliabilitas dilihat dari hasil uji
Cronbach alpha () yaitu sebesar 0,794 ( > 0,7) yang berarti kuesioner mempunyai
reliabilitas tinggi.
Kategori pengetahuan akne dibagi menjadi 3, yaitu kategori rendah, sedang,
dan tinggi. Sebagai acuan untuk kategori tersebut, diambil dari nilai rata-rata SD nilai
pengetahuan seluruh responden tersebut yang masuk dalam kategori sedang yaitu
sebesar 17,3 3,6. Sehingga untuk perolehan nilai 14 - 21 termasuk ke dalam kategori
sedang. Hasil nilai rata-rata dari masing-masing fakultas ataupun program studi
menunjukkan bahwa Fakultas Kedokteran menunjukkan nilai rata-rata tertinggi yaitu
sebesar 19,7 3,8 sedangkan Fakultas Farmasi menunjukkan nilai rata-rata terendah
yaitu sebesar 16,5 3,6.
Hasil yang didapatkan dari responden tentang pilihan pengobatan yaitu diambil
dari survei pengobatan yang dilakukan selama 2 minggu terakhir. Dari hasil yang
didapatkan, sebanyak 84 (43,5%) mahasiswa melakukan pengobatan akne, sedangkan
109 (56,5%) mahasiswa tidak melakukan pengobatan akne. Mahasiswa yang
melakukan pengobatan akne dengan meminta bantuan tenaga medis sebanyak 35
(18,1%). Responden yang melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) sebanyak 49
(25,4%) mahasiswa.
viii
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Survei Pengetahuan dan Pilihan
Pengobatan Acne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Kesehatan Universitas Jember.
Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi di Fakultas Farmasi (S1) dan mencapai gelar Sarjana Farmasi.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Allah SWT, atas izin-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi untuk
mencapai gelar sarjana;
2. Ibu Lestyo Wulandari, S.Si., Apt., M.Farm. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jember atas persetujuannya untuk memulai skripsi ini;
3. Bapak Antonius Nugraha Widhi Pratama, S.Farm., Apt., M.P.H. selaku Dosen
Pembimbing Utama dan Ibu Afifah Machlaurin, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku
Dosen Pembimbing Anggota yang telah memberikan bimbingan, perhatian,
semangat, dan waktunya dalam menyelesaikan skripsi ini;
4. Bapak Drs. Wiratmo, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji I dan Bapak Dwi Koko
Pratoko, S.Farm., M. Sc., Apt. selaku Dosen Penguji II yang telah memberi saran
dan kritik dalam skripsi ini;
5. Ibu Diana Holidah, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan;
6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Mashuri dan Bunda Sunarsih, S.Pd. SD. yang
selalu memberikan kasih sayang, pengorbanan, dukungan dan doa yang tidak
pernah putus demi kelancaran pendidikan dan skripsi;
7. Adek-adekku tersayang Yoga Billhaq dan Latief Ahmad Maulana yang selalu
menjadi penyemangat dan menghadirkan keceriaan di hari-hari penulis dalam
menyelesaikan skripsi;
ix
8. Penyemangat terbaik Riza Hasbi Prasetya, S.T. yang tidak pernah bosan memberi
semangat, dukungan, keceriaan, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi;
9. Sahabat terbaik Ica Evita, Yuni Winarni, Imelda Rosa, Zahrotul Hikmah, Hilda
Maria, Dewi Nima, Imroatul Mufidah, Alela Putri, Lukman Fakhrudi, Pratama
Putra, Maulana Fadil, dan Vivin Triyani. Terimakasih atas canda tawa yang tak
tehitung dan dukungannya selama ini;
10. Guru-guruku dari TK dharma wanita Jarakan, SDN 1 Jarakan, SDN 2 Sukapura,
SMPN 2 Probolinggo, dan SMAN 1 Karangrejo, terimakasih atas ilmu yang
diberikan selama ini;
11. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2011 (ASMEF) atas
kebersamaannya selama ini;
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena
itu saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak
orang dan tentunya dunia kesehatan Indonesia.
Penulis
x
DAFTAR ISI
xi
2.2 Obat-Obat akne ........................................................................... 18
2.2.1 Pengobatan Topikal................................................................. 18
2.2.3 Pengobatan Oral ...................................................................... 21
2.3 Pengetahuan ................................................................................ 22
2.3.1 Pengertian Pengetahuan .......................................................... 22
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan ........................................................... 23
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ................... 24
2.3.4 Pengukuran Pengetahuan ........................................................ 26
2.4 Pendidikan Kesehatan ................................................................ 26
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan ............................................... 26
2.4.2 Media Pendidikan Kesehatan .................................................. 27
2.5 Perilaku ......................................................................................... 27
2.5.1 Pengertian Perilaku ................................................................. 27
2.5.2 Perilaku Kesehatan .................................................................. 28
2.6 Kuesioner ..................................................................................... 28
2.6.1 Pengertian Kuesioner .............................................................. 28
2.6.2 Komponen Inti Kuesioner ....................................................... 28
2.6.3 Keunggulan dan Kelemahan Kuesioner .................................. 29
2.6.4 Kriteria Kuesioner yang Baik.................................................. 30
BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................. 32
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 32
3.3.1 Populasi Penelitian .................................................................. 32
3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................... 33
3.4 Besar Sampel ............................................................................... 34
3.5 Definisi Operasional .................................................................... 36
3.6 Etika Penelitian ........................................................................... 37
xii
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instumen Penelitian .................. 38
3.7.1 Uji Validitas ............................................................................ 39
3.7.2 Uji Reliabilitas ........................................................................ 39
3.8 Pengolahan Data.......................................................................... 41
3.8.1 Skoring Kuesioner Pengetahuan ............................................. 41
3.8.2 Cara Penilaian Pengetahuan .................................................... 41
3.9 Analisis Statistik .......................................................................... 44
3.9.1 Analisis Stastistik Deskriptif ................................................... 44
3.9.2 Analisis Statistik Inferensial ................................................... 44
3.10 Alur Penelitian........................................................................... 45
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 46
4.1 Hasil Pengamatan ....................................................................... 46
4.1.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ....................... 46
4.1.2 Karakteristik Responden ......................................................... 47
4.1.3 Pengetahuan Akne................................................................... 50
4.1.4 Pilihan Pengobatan .................................................................. 52
4.2 Pembahasan ................................................................................. 57
4.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................. 58
4.2.2 Prevalensi Akne ...................................................................... 58
4.2.3 Pengetahuan Akne................................................................... 59
4.2.4 Profil Pilihan Pengobatan Akne .............................................. 63
4.2.4.1 Pengobatan akne dengan bantuan tenaga medis ............... 64
4.2.4.2 Pengobatan akne secara swamedikasi ............................... 65
4.2.4.3 Sumber Informasi dan Hasil terapi ................................... 68
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 70
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 70
5.2 Saran ............................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 72
xiii
LAMPIRAN ................................................................................................ 77
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
Gradasi akne dibagi menjadi 3 jenis, yaitu akne ringan, akne sedang, dan akne berat.
Akne ringan atau yang biasa disebut acne minor dialami oleh 85% remaja. Gangguan
ini masih dianggap sebagai proses fisiologik. Untuk akne berat atau yang biasa disebut
acne major dialami oleh 15% remaja. Hal ini menjadi alasan pendorong mereka untuk
melakukan pengobatan (Widjaja, 2000). Akibat tampilan fisik akne tersebut, akne
berdampak secara psikologis seperti mengubah perasaan sejahtera (rasa nyaman dan
percaya diri) seseorang serta mempengaruhi interaksi dengan lingkungan sosial.
Khususnya pada remaja yang merupakan usia paling mudah dan paling banyak
mengalami akne, dampaknya diperkuat oleh pengaruh teman sebaya yang secara sosial
mensyaratkan norma penampilan. Hal ini juga menjadi alasan seseorang untuk
mengatasi akne mereka (Brown et al., 2010). sebuah penelitian menunjukkan bahwa
citra diri seseorang dipengaruhi oleh penampilan kulit. Dampak psikologis yang paling
signifikan terhadap seseorang yang mengalami akne adalah rendahnya citra diri
tersebut (Ali et al., 2010).
Pengobatan akne dapat dibedakan menjadi 2, yaitu pengobatan non-
farmakologi dan farmakologi. Pengobatan non-farmakologi dapat dilakukan dengan
cara memberikan saran dan nasihat umum untuk mencegah terjadinya keparahan akne,
sedangkan pengobatan farmakologi terdiri dari 2 jenis yaitu secara sistemik dan topikal
(Widjaja, 2000). Akne biasanya dapat sembuh dengan sendirinya, namun penderita
akne berusaha mengobati dan mengharapkan kesembuhan dengan jangka waktu yang
singkat. Pada kenyataannya pengobatan akne memakan waktu yang cukup lama.
Contohnya pada terapi topikal dibutuhkan jangka waktu yang panjang dan antibiotik
sebaiknya diberikan paling sedikit selama 6 bulan (Davey, 2005).
Penderita akne yang mengambil tindakan sendiri untuk mengatasi akne vulgaris
cenderung akan memperparah akne vulgaris sehubungan sebagian besar obat akne yang
beredar mengandung bahan keratolitik dan abrasif serta bahan pembawa yang dapat
menutup pori-pori kulit sehingga merangsang aktivitas kelenjar sebasea (Tjekyan,
2009). Selain bahan-bahan tersebut, penderita harus paham dan mengerti tentang efek
3
samping dari penggunaan obat-obat yang digunakan. Tertulis pada putusan Kepala
Badan POM tahun 2008 bahwa asam retinoat (retinoic acid) yang digunakan dalam
terapi akne masuk ke dalam salah satu dari 1243 jenis bahan yang dilarang
penggunaannya dalam kosmetik. Asam retinoat dapat mengiritasi kulit, berpotensi
sebagai zat karsinogenik, dan berpotensi sebagai zat teratogen pada penggunaan
konsentrasi 0,05% sebanyak dua kali sehari. Sehingga masyarakat diharapkan cermat
dalam memilih, membeli, dan menggunakan kosmetik/obat. Mengingat hal tersebut,
masyarakat diharapkan cermat membaca informasi yang tercantum pada label/kemasan
kosmetik/obat (BPOM, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan survei mengenai
pengetahuan dan profil pilihan pengobatan akne di kalangan mahasiswa kesehatan.
Populasi yang dipilih adalah mahasiswa kesehatan karena pada rentang usia ini akne
masih sering terjadi. Mahasiswa kesehatan sendiri dianggap memiliki pengetahuan
yang lebih baik tentang akne serta cara pengobatan dibandingkan pelajar dan
mahasiswa lainnya. Pengetahuan yang baik juga diperlukan mahasiswa kesehatan
untuk mencapai tindakan pengobatan yang benar agar tercapai tujuan atas pengobatan
yang dilakukan. Sepengetahuan penulis, penelitian seperti ini belum pernah dilakukan
di lingkungan mahasiswa kesehatan Universitas Jember.
2.1. Akne
2.1.1. Definisi akne
Acne vulgaris, sering disebut sebagai jerawat atau akne merupakan kondisi
sangat umum dengan melibatkan gangguan dari unit pilosebasea yang mempengaruhi
jutaan orang di seluruh dunia. Akne paling sering ditemukan pada remaja, namun akne
dapat bertahan hingga dewasa serta menyebabkan gangguan fisik dan psikis. Bagian
yang bisa mengalami akne adalah wajah, dada, punggung, dan bahu (Singh dan Rao,
2016). Patogenesis yang paling berpengaruh terhadap timbulnya akne yaitu produksi
sebum yang meningkat, hiperproliferasi folikel pilosebasea, kolonisasi
Propionibacterium acnes, dan proses inflamasi. Penyebab akne yang pasti masih belum
diketahui, namun ada beberapa etiologi yang terlibat dalam perkembangan akne antara
lain faktor intrinsik berupa keturunan dan hormon, serta faktor ekstrinsik berupa stress,
cuaca, polusi, kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Manifestasi dari akne antara lain
komedo, papula, pustula, nodul, serta kista. (Sitohang dan Wasitatmadja, 2015).
Unit pilosebasea atau disebut folikel pilosebasea ditemukan di semua
permukaan kulit, kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Pada dasarnya, unit
pilosebasea berada di dalam epidermis yang masuk ke dalam dermis dan memiliki
saluran. Saluran tersebut mendukung rambut, melindungi serat rambut, dan menguras
sebum yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea yang kemudian dibawa ke permukaan
kulit. Rambut dan sebum merupakan produk dari folikel pilosebasea yang muncul ke
permukaan kulit. Sebum sendiri memiliki kandungan seperti trigliserida, asam lemak
bebas, wax ester, squalene dan sedikit kolesterol. Sekresi sebum meningkat pada saat
memasuki masa pubertas akibat pengaruh hormon androgen dan bersamaan dengan
pembesaran kelenjar sebasea. Laki-laki mensekresi sebum hingga usia 80 tahun,
6
sedangkan pada wanita akan menurun secara signifikan setelah menopause (Webster
dan Rawlings, 2007).
2.1.2. Epidemiologi
Penderita akne di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Tercatat
penderita akne sebanyak 60% pada tahun 2006, 80% pada tahun 2007, dan 90% pada
tahun 2009 (Afriyanti, 2015). Akne mempengaruhi segala usia yang dibagi menjadi
beberapa tipe akne yaitu akne pada bayi baru lahir hingga usia kurang dari enam
minggu (neonatal), akne pada usia enam minggu hingga kurang dari satu tahun
(infantile), akne pada usia satu tahun hingga kurang dari tujuh tahun (mild-childhood),
akne pada usia tujuh tahun hingga usia kurang dari 12 tahun atau wanita pada masa
puber (preadolescent), dan akne pada usia 12 tahun sampai 19 tahun atau wanita pada
masa setelah puber (adolescent) (Eichenfield et al., 2013). Akne paling banyak terjadi
pada masa remaja, yaitu sekitar 79-95% (Singh dan Rao, 2016). Pada perempuan, akne
yang paling umum terjadi antara usia 14 sampai 17 tahun, sedangkan pada laki-laki
yaitu antara usia 16 sampai 19 tahun (Acne Academy, 2011).
Perempuan cenderung lebih berisiko mengalami akne akibat siklus hormonal
(Tan dan Rahardja, 2010). Pada sebuah penelitian menyebutkan bahwa 78%
perempuan mengalami akne sedangkan laki-laki hanya 21,6% dari total 352 mahasiswa
kedokteran di Pakistan (Ali et al., 2010) dan penelitian lain juga menyebutkan 108
perempuan (60%) mengalamai akne sedangkan laki-laki hanya 72 orang (40%)
(Darwish dan Al-Rubaya, 2013).
2.1.3. Etiologi
Penyebab akne yang pasti masih belum diketahui, namun ada beberapa etiologi
yang terlibat perkembangan akne antara lain faktor intrinsik berupa keturunan, dan
7
hormon serta faktor ekstrinsik berupa stress, cuaca, kosmetik, makanan, dan obat-
obatan (Sitohang dan Wasitatmadja, 2015).
a. Hormon
Hormon yang berperan penting terhadap perkembangan dan fungsi dari
kelenjar sebasea antara lain androgen seperti dihidrotestosteron (DHT) dan testosteron,
dehidroepiandrogen sulfat (DHEAS), estrogen, serta hormon pertumbuhan (Webster
dan Rawlings, 2007).
Androgen diproduksi oleh kelenjar gonad dan adrenal. Androgen juga
diproduksi di dalam kelenjar sebasea dari prekursor hormon adrenal, yaitu DHEAS.
Testosteron dan DHT merupakan androgen utama yang berinteraksi dengan reseptor
androgen. Dalam perkembangan akne, hormon androgen akan meningkatkan ukuran
dan sekresi kelenjar sebasea (Webster dan Rawlings, 2007).
Sangat sedikit yang diketahui tentang peran estrogen dalam memodulasi
produksi sebum. Estrogen yang diperlukan untuk menekan produksi sebum lebih besar
daripada untuk menekan ovulasi. Estrogen aktif utama adalah estradiol. Estradiol
dikonversi ke bentuk estrogen lemah membentuk estrone. Mekanisme estrogen yaitu
secara langsung menentang efek androgen secara lokal di dalam kelenjar sebasea,
menghambat produksi androgen oleh jaringan gonad melalui negative feedback loop
pada rilis gonadotropin hipofisis, dan mengatur gen yang berpengaruh negatif terhadap
kelenjar sebasea, hormon pertumbuhan atau produksi lipid (Webster dan Rawlings,
2007).
Hormon pertumbuhan disekresikan oleh kelenjar hipofisis untuk merangsang
produksi IGF. Ada dua bentuk IGF, disebut IGF-1 dan IGF-2. IGF-1 adalah faktor
pertumbuhan yang paling umum. Akne paling umum terjadi pada remaja, karena saat
itu kadar hormon pertumbuhan yang disekresikan (IGF-1) adalah maksimal. Selain itu,
IGF-1 dapat diproduksi secara lokal dalam kulit, dimana ia dapat berinteraksi dengan
reseptor pada kelenjar sebasea untuk merangsang pertumbuhan. Kondisi pertumbuhan
hormon berlebih seperti akromegali terkait dengan seborrhea dan perkembangan akne.
8
Dalam beberapa jaringan, IGF-1 dapat dimediasi oleh androgen (Webster dan
Rawlings, 2007).
b. Genetik
Ada hubungan antara faktor genetik (keturunan) dengan timbulnya akne.
Seorang anak yang menderita akne biasanya diturunkan oleh orang tuanya yang juga
memiliki akne dengan tingkat keparahan yang sama. Mekanisme dari faktor genetik ini
masih belum bisa dipastikan, namun kemungkinan ada beberapa gen yang berperan
seperti sitokrom P450-1A1 dan steroid 2-1-hidroksilase, yang mempengaruhi produksi
androgen pada kelenjar adrenal (Degitz et al., 2007).
c. Kosmetik
Beberapa kosmetik yang berfungsi sebagai pelembab kulit (moisturizer)
biasanya sangat berminyak dan lengket. Karena pada umumnya digunakan untuk tipe
kulit kering di iklim kering. Namun, apabila pelembab (moisturizer) tersebut
diaplikasikan pada kulit tipe berminyak bisa menimbulkan akne, khususnya di negara
tropis seperti Indonesia. Kosmetik yang demikian cenderung menyumbat pori-pori
kulit bersama kotoran dan bakteri. Kosmetik ini disebut kosmetik aknegenik. Selain
pelembab (moisturizer), bedak dasar (foundation), bedak padat (compact powder),
krim penahan sinar matahari (sunscreen) dan krim malam juga bisa menyebabkan
pertumbuhan akne (Tranggono dan Latifah, 2007).
d. Makanan
Susu dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan akne. Susu mengandung
plasenta (derivat progesteron) dan prekursor dihidrotestosteron (DHT). Susu juga
mengandung banyak hormon perangsang pertumbuhan yang berpengaruh terhadap
fungsi pilosebasea yaitu IGF-1 yang merangsang sintesis androgen (Davidovici dan
Wolf, 2010). Sebuah studi menyebutkan sebanyak 1.344 responden (7,7%) dari total
17.272 yang mengonsumsi 2-3 gelas susu per hari mendapati munculnya akne (Pappas,
2009).
9
Coklat, makanan berminyak atau berlemak, dan makanan dengan kadar gula
tinggi sudah lama dipercaya sebagai pencetus tumbuhnya akne. Namun, dalam
penelitian di rumah sakit Amerika tidak menemukan efek mengkonsumsi coklat
terhadap pembentukan akne atau produksi sebum. Sebuah studi kecil dengan 16 pasien
akne dan 13 kontrol menyatakan tidak menemukan perbedaan dalam konsumsi
makanan tinggi gula. Oleh karena itu, tidak ada efek antara pembentukan akne akibat
mengkonsumsi coklat, makanan tinggi karbohidrat, makanan tinggi lemak seperti
pizza, junk food, kentang goreng dan makanan tinggi gula (Davidovici dan Wolf,
2010). Bahkan FDA mengharapkan masyarakat lebih bijak dalam menanggapi mitos-
mitos tentang akne, dan meyakinkan bahwa akne tidak disebabkan oleh makanan
karena tidak ada hubungan ilmiah antara keduanya (FDA, 2010).
e. Stress
Pada kondisi stres peluang munculnya akne cenderung lebih meningkat. Stress
merupakan suatu keadaan pada seseorang yang akan akan mengaktifkan hipotalamus
pituitary axis (HPA) sehingga mengingkatkan konsentrasi adrenocorticotropic
hormone (ACTH) dan glukokortikoid yang berkepanjangan. Peningkatan ACTH akan
memicu peningkatan kadar hormon androgen kemudian merangsang peningkatan
produksi sebum dan merangsang keratinosit. Peningkatan sebum dan hiperkeratinosit
akan mengakibatkan timbulnya akne. Kondisi stres juga menyebabkan penderita
memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel
dan timbul lesi meradang yang baru (Latifah dan Kurniawaty, 2015).
f. Cuaca dan polusi
Cuaca adalah keadaan udara pada saat dan wilayah tertentu yang relatif sempit
dan pada jangka waktu yang singkat. Salah satunya adalah cuaca panas. Ketika cuaca
panas, keringat yang keluar akan lebih banyak sehingga sekresi sebum juga meningkat.
Dengan kelembaban yang tinggi maka bakteri akan semakin banyak di permukaan kulit
dan memunculkan akne (Patel et al., 2015).
10
Peningkatan polusi udara selama bertahun-tahun memiliki efek besar pada kulit
manusia, seperti radiasi ultraviolet (UVR), hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH),
senyawa organik volatil (VOC), oksida, partikulat (PM), ozon (O3), dan asap rokok.
Fungsi utama kulit manusia adalah bertindak sebagai pelindung biologis, namun
kontak dengan polusi udara yang terlalu lama dan berulang-ulang mungkin dapat
menimbulkan efek negatif yang mendalam pada kulit. Polusi dapat menyebabkan
gangguan parah fungsi normal lipid, DNA dan/atau protein dari kulit manusia melalui
kerusakan oksidatif yang menyebabkan penuaan kulit, kondisi peradangan atau alergi
kulit termasuk akne (Drakaki et al., 2014).
Ada beberapa studi yang menjelaskan bahwa kalangan perokok mendapati akne
dan keparahan akne meningkat seiring bertambahnya jumlah rokok yang dihisap. Dari
226 wanita perokok dewasa, sebanyak 66,3% mengalami akne. Kemungkinan karena
adanya efek hiperkeratinisasi senyawa rokok khususnya nikotin. Nikotin merupakan
agonis asetilkolin (ACH) yang dapat menyebabkan komedogenesis (pembentukan
komedo) melalui stimulasi reseptor nikotinat ACH pada keratinosit epidermis (Drakaki
et al., 2014).
g. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu bisa menginduksi munculnya akne. Obat-obatan yang
paling dikenal sebagai penyebab akne yaitu senyawa terhalogenasi, progestogen, pil
kontrasepsi oral, kortikosteroid, isoniazid, dan litium (Kubba et al., 2009).
Pada individu akne, secara umum produksi sebum berkaitan dengan respon
yang berbeda dari unit folikel pilosebasea, atau adanya peningkatan hormon androgen,
atau keduanya. Misalnya didapatkan produksi sebum berlebih pada lokasi wajah, dada,
dan punggung, meskipun didapatkan kadar androgen tetap. Pasien akne, baik laki-laki
maupun perempuan akan memproduksi sebum lebih banyak dari individu normal
(Sitohang dan Wasitatmadja, 2015).
b. Hiperproliferasi folikel pilosebasea
Lesi akne dimulai dengan mikrokomedo, yaitu lesi mikroskopis yang tidak
terlihat dengan mata telanjang. Komedo pertama kali terbentuk dimulai dengan
kesalahan deskuimasi panjang folikel, yang dijelaskan pada beberapa laporan tentang
terjadinya deskuimasi abnormal pada pasien akne. Epitel tidak dilepaskan satu per satu
ke dalam lumen sebagaimana biasanya. Penelitian imunohistokimiawi menunjukkan
adanya peningkatan proliferasi keratinosit folikular. Hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya kadar asam linoleat sebasea. Lapisan granulosum menjadi menebal,
tonofilamen dan butir-butir keratohialin meningkat, kandungan lipid bertambah
sehingga lama-kelamaan menebal dan membentuk sumbatan pada orifisiumfolikel.
Proses ini pertama kali ditemukan pada pertemuan antara duktus sebasea dengan epitel
folikel. Bahan-bahan keratin mengisi folikel sehingga menyebabkan folikel melebar
(Sitohang dan Wasitatmadja, 2015).
Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi non-inflamasi (komedo
terbuka/komedo tertutup) atau lesi inflamasi, yaitu bila Propionibacterium acnes
berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi (Sitohang dan
Wasitatmadja, 2015).
c. Kolonisasi mikroorganisme di dalam folikel sebaseus
Propionibacterium acnes merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan
di daerah infra infundibulum. Propionibacterium acnes dapat mencapai permukaan
kukit dengan mengikuti aliran sebum. Mikroorganisme akan meningkat jumlahnya
13
seiring dengan meningkatnya jumlah trigliserida pada sebum yang merupakan nutrisi
bagi Propionibacterium acnes (Sitohang dan Wasitatmadja, 2015).
d. Inflamasi
Propionibacterium acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi
pada akne dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim lipase yang akan
mengubah trigliserida menjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi
jalur klasik dan alternatif komplemen (Sitohang dan Wasitatmadja, 2015).
banyak. Keadaan ini disebut dengan istilah Akne Konglobata. Lesi tersebut sangat
sering mengganggu dan juga bertahan jauh lebih lama dibandingkan dengan
kebanyakan kelainan kulit superficial yang lain. Beberapa lesi menjadi kronis, yang
bisa mengakibatkan terbentuknya kista yang permanen (Brown dan Burns, 2005).
Gambar 2.6. Nodul dan Kista Gambar 2.7. Nodul dan Kista
Sumber : Paller dan Mancini (2016) Sumber : Paller dan Mancini (2016)
Round Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne Management,
13 Januari 2003, Ho Minh City-Vietnam (Tabel 2.1) (Sitohang dan Wasitatmadja,
2015).
Alternatif Retinoid
topikal Isotreonin oral Antibiotik
Antibiotik
atau Antibiotik oral atau antibiotik oral dosis
topikal +
asam + retinoid oral + retinoid tinggi +
retinoid topikal
azelat topikal +/- topikal +/- retinoid
atau asam
atau BPO BPO/asam topikal +
azelat
asam azelat BPO
salisilat
Alternatif Anti
untuk Antiandrogen androgen
Antiandrogen
perempuan oral + retinoid oral dosis
Lihat oral + retinoid
Lihat pilihan topikal/asam tinggi +
Pilihan topikal +/-
pertama azelat topikal retinoid
pertama antibiotik oral
+/- antibiotik topikal +/-
+/- antibiotik
topikal antibiotik
topikal
b. Farmakologi
Dalam pengobatan akne diperlukan kerjasama antara tenaga medis dan pasien.
Tindakan diambil berdasarkan aspek klinis dan gradasi akne (Sitohang dan
Wasitatmadja, 2015). Terapi farmakologi dalam pemeliharaan/pencegahan akne antara
lain (Tabel 2.2).
menunjukkan sifat anti-inflamasi pada lesi akne. Untuk dosis penggunaannya dioleskan
pada area kulit yang mengalami akne, satu kali sehari pada waktu malam sebelum tidur
dan setelah dicuci/dibersihkan (Fox et al., 2016).
Tazarotene adalah sintetis asetilenik yang diubah menjadi asam tazarotenik di
keratinosit. Tazarotene adalah salah satu retinoid baru yang digunakan untuk
pengobatan akne. Obat ini mempengaruhi diferensiasi keratinosit dan proliferasi pada
jaringan epitel dan juga dapat menunjukkan sifat anti-inflamasi. Hal ini dianggap
sebagai pengobatan secondline apabila tidak ada respon membaik pada penggunaan
tretinoin atau adapalene (Fox et al., 2016).
b. Benzoil Peroksida (BPO) Topikal
Benzoil peroksida awalnya bekerja sebagai agen peeling untuk mengobati akne
yang terbukti memiliki aktivitas bakterisidal terhadap Propionibacterium acnes dengan
melepaskan oksigen radikal bebas karena adanya zat pengoksidasi, sehingga merusak
protein bakteri. BPO juga menurunkan jumlah komedo pada kulit. Obat ini digunakan
untuk pengobatan akne tingkat ringan sampai sedang. Meskipun digunakan sebagai
monoterapi selama 6-8 minggu, namun BPO juga sering dikombinasikan dengan
antibiotik topikal untuk mengurangi resistensi dari Propionibacteriuum acnes. Efek
samping utama dari BPO adalah kulit terasa seperti terbakar, kulit kering, eritema, dan
pengelupasan (Fox et al., 2016).
BPO tersedia dalam beberapa jenis formulasi termasuk gel, krim, lotion, sabun
padat, dan cairan pembersih, dengan konsentrasi mulai dari 2,5% sampai 10%.
Penggunaannya dioleskan secara tipis dan merata 1-2 kali sehari pada kulit yang
mengalami akne, lebih baik setelah mencuci muka dengan sabun dan air, serta diawali
penggunaan dengan kekuatan yang lebih rendah (Webster dan Rawlings, 2007).
c. Asam Salisilat Topikal
Asam salisilat secara luas digunakan sebagai agen terapi secara topikal untuk
berbagai penyakit kulit termasuk akne. Konsentrasi asam salisilat sebagai pengobatan
akne mulai dari 0,5% sampai 10%. Asam salisilat sangat efektif karena aktivitas
20
Siproteron asetat tersedia di banyak bagian dunia, tapi tidak di Amerika Serikat.
Obat ini memiliki aktivitas ganda yaitu berfungsi sebagai progestogen di kontrasepsi
oral dan menghambat langsung reseptor androgen. Dosis penggunaannya 2 sampai 100
mg per hari dan hasilnya berpengaruh pada 75% sampai 90% wanita yang berjerawat.
Siproteron asetat biasanya digunakan sebagai kontrasepsi oral yang dikombinasikan
dengan etinil estradiol (Webster dan Rawlings, 2007).
Flutamida merupakan antagonis non steroid potensial sebagai antiandrogen.
Meskipun paling sering digunakan untuk mengobati kanker prostat, flutamida telah
dilaporkan berkhasiat dalam pengobatan akne. Dosis yang digunakan 250 mg dua kali
sehari dalam kombinasi dengan kontrasepsi oral (Webster dan Rawlings, 2007).
c. Isotretionin Oral
Isotretinoin adalah retinoid sistemik turunan dari vitamin A. Isotretinoin
menyebabkan de-diferensiasi kelenjar sebasea dan mengurangi produksi sebum yang
akan menyebabkan perubahan dalam ekosistem flora bakteri kulit, sehingga
mengurangi Propionibacterium acnes di dalam folikel (Fox et al., 2016). Isotretinoin
oral disetujui FDA sebagai pengobatan akne klasifikasi berat. Obat ini juga bisa
digunakan untuk akne ringan yang tahan terhadap pengobatan. Dosis yang biasa untuk
pengobatan akne adalah 0,5 sampai 1 mg per kg berat badan per hari selama sekitar 20
minggu (Titus dan Hodge, 2012).
2.3. Pengetahuan
2.3.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku
yang didasari pengetahuan bersifat abadi (Sunaryo, 2002). Secara sederhana Maryati
23
menjelaskan tentang pengetahuan yang berarti segala sesuatu yang diketahui manusia
tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan (Maryati dan Suryawati, 2001).
Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri seseorang
terjadi proses yang berurutan yakni awareness, interest, evaluation, trial, dan adaption
(Notoatmodjo, 2007).
Awareness (kesadaran) seseorang dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek). Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek
tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. Evaluation (menimbang-nimbang)
terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Trial (sikap) dimana subyek
mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
b. Mass media / informasi
Informasi yang diperoleh seseorang menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Informasi dapat diperoleh dari media massa yang saat ini tersedia dalam
bermacam-macam bentuk sehingga mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang
inovasi baru. Media massa digunakan sebagai sarana komunikasi dengan berbagai
bentuk seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuan seseorang. Status
ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Segala sesuatu yang ada di sekitar individu disebut lingkungan. Ada lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi
maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.
26
f. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin tua semakin
bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah
pengetahuan.
2.5. Perilaku
2.5.1. Pengertian Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebgai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar individu tersebut. Secara garis besar,
bentuk perilaku ada dua macam yaitu perilaku pasif (respons internal) dan perilaku
aktif (respons eksternal). Perilaku pasif merupakan perilaku yang sifatnya masih
tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilau ini
sebatas sikap, belum ada tindakan yang nyata. Sedangkan perilaku aktif bersifat
terbuka yaitu perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan nyata (Sunaryo,
2002).
28
2.6. Kuesioner
2.6.1. Pengertian Kuesioner
Kuesioner atau angket adalah sebuah alat pengumpulan data yang nantinya data
tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu (Umar, 2003). Kuesioner
atau angket berisi pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam bentuk kalimat tanya
dengan atau tanpa opsi jawaban (Gulo, 2000).
ataupun terbuka. Di dalam kuesioner juga terdapat tempat untuk mengisi identitas
responden (Umar, 2003).
b. Sering terjadi kuesioner diisi oleh orang lain (bukan responden yang sebenarnya),
karena dilakukan tidak langsung berhadapan muka antara peneliti dan responden.
c. Kuesioner diberikan terbatas kepada orang yang melek huruf.
800 754
700
Jumlah Mahasiswa
600 535
500 431
400 317 341
300
200 131 159 139
78 89
100
0
Fakultas Fakultas Fakultas Fakultas Program Studi
Kedokteran Kedokteran Gigi Farmasi Kesehatan Ilmu
Masyarakat Keperawatan
Laki-laki Perempuan
P = Prevalensi dalam bentuk desimal (diambil rata-rata dari prevalensi akne pada
remaja yaitu 79% - 95% adalah 87% atau 0,87 dalam bentuk desimal) (Shalita
et al., 2011)
Q = 1-P
d = Presisi
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out responden, maka peneliti menambahkan 10%
dari jumlah sampel wajib yang diteliti menggunakan rumus berikut:
n
n =
(1 f)
174
n =
(1 0,1)
n = 193,33 (dibulatkan 193)
Keterangan:
n : Besar sampel setelah dikoreksi
f : Perkiraan proporsi drop out (10% 0,1)
Berdasarkan perhitungan besar sampel diatas diperoleh 193 responden dalam
penelitian ini.
Jumlah sampel yang diambil secara proporsional, sesuai dengan jumlah
mahasiswa di masing-masing fakultas/program studi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung besar sampel secara proporsional yaitu:
Nh
nh = xn
N
Keterangan :
nh = Besarnya sampel untuk sub populasi
Nh = Total masing-masing sub populasi
N = Total populasi secara keseluruhan
n = Jumlah sampel
36
responden penelitian yang memiliki kriteria inklusi dan dihitung menggunakan metode
uji Cronbach alpha program SPSS versi 22. Setelah memperoleh nilai reliabilitas,
selanjutnya membandingkan dengan kategori koefisien reliabilitas. Hubungan nilai
reliabilitas dengan kategori koefisien reliabilitas ditampilkan dalam tabel 3.1.
3. Kulit pada bayi masih belum dapat dipengaruhi Eichenfield et al., 2013
0 1 (.)
jerawat
Williams et al., 2012
42
6. Lansia awal sudah tidak bisa mengalami jerawat 0 1 (.) Williams et al., 2012
Sitohang dan
Hormon 1 0 (.)
Wasiatmadja, 2015
Sitohang dan
Kosmetik 1 0 (.)
Wasiatmadja, 2015
Susu dan produk terkait seperti yogurt, keju, dll 1 0 (.) Williams et al., 2012
FDA, 2010
Pizza 0 1 (.)
Williams et al., 2012
15. Zat-zat yang digunakan sebagai antiakne namun telah dilarang dalam
penggunaannya adalah.
BPOM, 2007
Asam retinoat 1 0 (.)
BPOM, 2011
Sitohang dan
Asam salisilat 0 1 (.)
Wasiatmadja, 2015
\
44
Identifikasi Masalah
Menentukan Sampel
Ilmu Keperawatan. Kisaran umur responden dalam penelitian ini antara 18 tahun
hingga 23 tahun. Usia terbanyak dari responden dalam penelitian ini adalah 20 tahun
(33,7%) dan 21 tahun (31,1%). Tingkat semester responden paling banyak adalah
semester 3 dan 7.
Tabel 4.1 Profil responden ditinjau dari fakultas, jenis kelamin, usia, tingkat semester,
dan pekerjaan sambilan (n=193)
Karakteristik Jumlah %
Fakultas / Program Studi
Fakultas Kedokteran 29 15,0
Fakultas Kedokteran Gigi 27 14,0
Fakultas Farmasi 34 17,6
Fakultas Kesehatan Masyarakat 59 30,6
Program Studi Ilmu Keperawatan 44 22,8
Jenis Kelamin
Laki-laki 31 16,1
Perempuan 162 83,9
Usia (Tahun)
18 4 2,1
19 44 22,8
20 65 33,7
21 60 31,1
22 17 8,8
23 3 1,6
Tingkat Semester
3 60 31,1
5 56 29,0
7 60 31,1
9 17 8,8
Pekerjaan Sambilan
49
mereka. Hanya 5 mahasiswa yang mengetahui bahan aktif di dalam obat akne mereka,
antara lain asam salisilat; sulfur; dan tea tree oil (Gambar 4.2).
Total Responden
193 (100,0%)
Tidak Melakukan
Melakukan Pengobatan
Pengobatan
84 (43,5%)
109 (56,5%)
2; 6%
2; 6%
1; 3%
Tidak Tahu
Asam Salisilat
Sulfur
Tea Tree Oil
30; 85%
Ada juga mahasiswa yang menggunakan bahan alami sebagai masker antiakne
seperti jeruk nipis, lidah buaya, madu, putih telur, dan lain-lain. Bahan alami yang
paling banyak digunakan yaitu lidah buaya sebanyak 6 responden dan putih telur
sebanyak 9 responden (Gambar 4.4). Swalayan/minimarket dan apotek merupakan
tempat yang paling banyak dipilih responden sebagai sumber perolehan obat, yaitu
sebesar 20 (40,8%) dan 14 (28,5%) responden (Gambar 4.5).
10 9
7
6
5
3
2
0
Jeruk nipis Lidah buaya Madu Putih telur Lain-lain
25
20
20
14
15
10 6
4
5 1 2 2
0
80
67
60
40
27
20 16
11 8
7
1
0
5; 6%
25; 30%
Sembuh
Membaik
Tidak Sembuh
54; 64%
8; 9%
Mengulang pengobatan
25; 30% yang sama
Swamedikasi dengan obat
yang lain
27; 32%
Meminta bantuan tenaga
medis yang lain
Dibiarkan
24; 29%
4.2. Pembahasan
4.2.1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan Content validity dan Face
validity. Cara ini dilakukan karena instrumen yang digunakan merupakan kuesioner.
Content validity dilakukan untuk memastikan isi kuesioner sudah sesuai dan relevan
dengan tujuan penelitian. Isi kuesioner didiskusikan dengan para pembimbing penulis.
Face validity diperoleh dengan cara menanyakan kejelasan masing-masing butir
pertanyaan dalam kuesioner kepada 30 mahasiswa yang tidak dimasukkan ke dalam
sampel penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan valid
karena sudah dianggap mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur.
Selain uji validitas terhadap kuesioner, dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas
ini bertujuan untuk mendapatkan kuesioner yang konsisten apabila dijadikan sebagai
alat ukur berkali-kali. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach
alpha. Uji reliabilitas dilakukan kepada 30 sampel yang sama pada uji face validity.
Hasil jawaban dari 30 sampel pada 15 soal pengetahuan tersebut dihitung
menggunakan program SPSS versi 22. Uji reliabilitas hanya dilakukan pada soal
pengetahuan saja karena konsistensi yang dibutuhkan adalah tentang pengetahuan
58
responden terhadap akne, sedangkan hasil jawaban dari soal pilihan pengobatan
memiliki variasi yang besar. Suatu kuesioner dianggap memiliki reliabilitas yang
tinggi, apabila memiliki nilai reliabilitas () lebih dari 0,7. Hasil dari uji reliabilitas
terhadap 30 orang tersebut adalah 0,794 ( > 0,7), sehingga kuesioner dalam penelitian
ini termasuk memiliki reliabilitas yang tinggi (Lampiran C dan Lampiran D).
Berdasarkan hasil uji tersebut, 30 soal yang diberikan kepada responden, ada 3 soal
yang dihilangkan dalam penilaian reliabilitas karena 30 orang menjawab dengan benar,
sehingga dalam Cronbach alpha tidak ada variasi jawaban. Ketiga soal tersebut adalah
wajah merupakan bagian tubuh yang bisa mengalami akne, masa remaja adalah yang
paling mudah mengalami akne, dan merkuri merupakan zat yang dilarang dalam
penggunaannya sebagai antiakne. Di dalam penilaian reliabilitas hanya ada 27
pertanyaan dan masing-masing pertanyaan tersebut memiliki nilai Cronbach alpha di
atas 0,7.
Didapatkan nilai p sebesar 0,002 yang berarti bahwa ada perbedaan pengetahuan antar
masing-masing fakultas dan program studi mahasiswa kesehatan Universitas Jember.
Hal ini kemungkinan dapat terjadi akibat berbagai macam faktor, antara lain karena
mata kuliah yang didapatkan berbeda, daya ingat antar masing-masing individu
berbeda, dan pengetahuan yang didapatkan dari masing-masing individu berdeda.
Pada pertanyaan yang terkandung di dalam kuesioner bagian pengetahuan
adalah pertanyaan umum mengenai akne, namun dalam hal ini masih banyak
pertanyaan yang sebagian besar hasil jawaban responden adalah salah. Ada 14 point
pertanyaan yang lebih dari 50% responden mendapati hasil jawabannya bernilai 0 (nol).
Sebanyak 97 (50,3%) responden mengira bahwa leher dan dada adalah bagian
tubuh yang tidak bisa mengalami akne. Pada kenyataannya, akne merupakan gangguan
dari unit pilosebasea di kulit yang berhubungan dengan kelenjar minyak dimana
distribusi akne sesuai dengan kepadatan tertinggi unit pilosebasea seperti wajah, leher,
dada atas, bahu, dan punggung (Williams et al., 2012). Hal ini bisa terjadi,
kemungkinan karena kejadian akne yang mempengaruhi bagian leher dan dada adalah
sedikit.
Terdapat sebanyak 164 (85,0%) yang beranggapan bahwa kulit pada bayi
belum bisa dipengaruhi jerawat. Pada kenyataannya menurut Eichenfield et al. (2013)
akne bisa mempengaruhi pada bayi usia baru lahir hingga 6 minggu (akne neonatal)
yang diperkirakan hingga 20% dari jumlah bayi baru lahir. Sebanyak 119 (61,7%)
responden juga beranggapan bahwa pada orang usia awal lanjut usia (sekitar di atas 45
tahun) sudah tidak bisa mengalami akne. Pada dasarnya ada empat patogenesis yang
paling berpengaruh dalam munculnya dan perkembangan akne, salah satunya adalah
adanya produksi sebum nyang meningkat (Sitohang dan Wasitatmadja, 2015). Sekresi
sebum meningkat pada saat memasuki masa pubertas. Pada laki-laki akan tetap
mensekresi sebum hingga usia 80 tahun sedangkan pada perempuan baru akan
menurun produksinya setelah mengalami menopause (Webster dan Rawlings, 2007).
Menurut Williams et al. (2012) sejumlah 3% laki-laki dan 5% wanita dari 2000 lebih
61
orang dewasa masih memiliki akne pada usia 40-49 tahun. Kurangnya pengetahuan
tentang akne dapat mempengaruhi bayi dan lansia awal adalah karena kejadian akne
yang terjadi pada usia tersebut sangat ditemui di lingkungan sekitar. Selain itu, mereka
beranggapan bahwa pada usia bayi dan lansia awal dalam memproduksi sebum tidak
sebanyak pada usia remaja dan dewasa.
Tanggapan dari 124 (64,2%) responden yaitu coklat dan pizza berpengaruh
pada perkembangan akne. Pada kenyataannya coklat tidak memberikan pengaruh
terhadap perkembangan akne (Williams et al., 2012). Hal ini dapat dapat terjadi karena
mitos yang sudah menyebar yaitu anggapan mengenai mengkonsumsi coklat dan pizza
secara berlebihan akan memunculkan akne.
Selanjutnya adalah faktor pemicu akne berupa rokok. Rokok berpengaruh
terhadap perkembangan akne dan 98 (50,8%) responden beranggapan bahwa tidak ada
hubungan antara akne dengan kedua faktor tersebut. Penelitian terdahulu menunjukkan
tidak ada hubungan antara merokok dan akne, namun sebaliknya penelitian terbaru
telah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan akne akibat merokok (Williams et al.,
2012). Terdapat penelitian yang melibatkan 226 wanita dengan hasil 66,3% mengalami
akne akibat rokok. Hal ini karena adanya senyawa dalam rokok (khususnya nikotin)
yang memiliki efek hyper-keratinization sehingga menyebabkan hiperproliferasi
folikel sebasea. Nikotin merupakan agonis asetilkolin (Ach) dan dapat menyebabkan
comedogenesis (pembentukan komedo) melalui stimulasi reseptor nikotinat ACh pada
keratinosit epidermis (Drakaki et al., 2004). Banyaknya responden yang menjawab
bahwa rokok tidak memberikan efek terhadap pembentukan akne, karena banyaknya
teman yang perokok tidak mengalami akne.
Sebanyak 124 (64,2%) menganggap susu tidak memberikan efek pembentukan
akne. Pada kenyataannya susu beserta produk olahan susu meningkatkan risiko
terbentuknya akne (Williams et al., 2012). Plasenta turunan progesteron dan prekursor
dihidrotestosteron (DHT) lainnya ada di dalam susu, termasuk 5-pregnanedione dan
5-androstanedione. Senyawa ini dekat dengan DHT yang merupakan stimulator akne.
62
Susu juga mengandung banyak hormon perangsang pertumbuhan seperti IGF-1 yang
merangsang sintesis androgen. IGF-1 telah dibuktikan untuk merangsang pertumbuhan
folikel rambut dan pertumbuhan sebosit (Davidovici, 2010). Perbedaan asumsi
mahasiswa dengan pengetahuan kemungkinan diakibatkan karena konsumsi susu yang
tidak berlebihan sehingga belum bisa memunculkan akne. Hal lain yang mungkin
terjadi karena selama ini tidak ada mitos yang menyebutkan bahwa susu berpengaruh
terhadap pembentukan akne.
Hanya 18 (9,3%) dari 193 yang beranggap bahwa penggunaan sabun antibakteri
tidak perlu digunakan sebagai terapi tambahan dalam pengobatan akne. Tidak ada bukti
yang jelas bahwa akne disebabkan atau disembuhkan dengan membersihkan wajah
dengan sabun. Sabun antibakteri pembersih wajah mungkin memiliki manfaat terhadap
akne ringan, namun mencuci wajah secara berlebihan dan menggosok untuk
menghilangkan minyak dari permukaan kulit serta menjadikan kulit kering yang akan
merangsang produksi minyak berlebih. Sabun pembersih wajah antibakteri tidak
memberikan manfaat tambahan untuk pasien yang sudah menggunakan obat jerawat
(Williams et al., 2012). Akne juga tidak disebabkan oleh kebersihan yang buruk,
keringat, atau tidak mencuci wajah. Hal-hal tersebut tidak menyebabkan pori-pori pada
wajah tersumbat yang berkontribusi terhadap perkembangan akne (FDA, 2010), namun
hanya 8 (4,1%) responden yang menjawab bahwa akne tidak dipengaruhi oleh
kebersihan kulit. Hal tersebut sangat mungkin terjadi, karena pengaruh akne yang
melekat pada masyarakat adalah mengenai kebersihan kulit wajah.
Pada soal pengetahuan terakhir yaitu zat-zat yang digunakan sebagai antiacne
namun telah dilarang dalam penggunaannya. Sulfur dan asam salisilat merupakan zat
yang masih diperbolehkan dalam penggunaan untuk obat akne, namun merkuri dan
asam retinoat sudah tidak diijinkan penggunaannya dalam pengobatan akne. Sebanyak
164 (85,0%) responden menjawab bahwa asam retinoat boleh digunakan dalam
pengobatan akne. Asam retinoat adalah sebuah retinoid aktif turunan vitamin A dalam
bentuk asam yang dibentuk dari all-trans retinol (retinoid dalam bentuk alkohol). Asam
63
retinoat juga dikenal dengan sebutan tretinoin (all-trans-retinoic acid) yang digunakan
dalam terapi akne. Saat ini telah banyak dilaporkan bahwa penggunaan asam retinoat
memiliki risiko yang berbahaya bagi pemakainya, antara lain potensi sebagai iritan,
potensi sebagai zat karsinogenik, dan potensi sebagai zat teratogen (BPOM, 2011). Hal
ini dijelaskan dalam public warning/peringatan no KH.00.01.432.6081 tentang
kosmetik mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang disebutkan bahwa
Tretionin/retinoic acid/asam retinoat termasuk golongan obat keras sehingga
penggunaannya harus dengan resep dokter. Bahaya penggunaan obat ini dapat
menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan teratogenik (BPOM, 2007). Banyak
mahasiswa yang masih belum tahu tentang larangan dalam penggunaan asam retinoat,
karena masih banyak kosmetik yang beredar di masyarakat dengan kandungan asam
retinoat. Hal lain yang mungkin terjadi adalah, kurangnya pengetahuan tentang bahan-
bahan yang dilarang untuk digunakan di dalam kosmetik. Selama ini zat berbahaya
yang paling banyak diteliti adalah merkuri dan hidrokinon.
pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Praktik swamedikasi yang diteliti adalah
sebesar 59,8% yang sedikit naik dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu 44%
(Rohmawati, 2015). Penelitian Tjekyan (2009) juga menyebutkan bahwa responden
yang melakukan pengobatan akne terbanyak adalah dengan cara melakukan
pengobatan sendiri yaitu 59,6% (Tjekyan, 2009). Hal ini dikarenakan masyarakat
sudah lebih menyadari kesehatan diri dan keluarganya sehingga dirasakan adanya
kebutuhan informasi yang jelas dan tepat mengenai penggunaan obat-obat yang dapat
dibeli bebas di toko obat atau apotek secara aman dan tepat guna pengobatan sendiri
(Tan dan Rahardja, 2010). Khususnya yang terjadi pada mahasiswa kesehatan yang
dinilai lebih tahu mengenai obat-obat dan penggunaannya secara aman dan tepat.
Keuntungan dalam melakukan swamedikasi juga dinilai lebih hemat daripada harus
melakukan pengobatan dengan bantuan tenaga medis.
Obat-obatan swamedikasi akne yang dipilih bisa merupakan obat bermerek,
bahan alami, ataupun dengan menggunakan keduanya yaitu obat bermerek dan bahan
alami. Sebanyak 49 (25,4%) responden yang melakukan swamedikasi, 22 (11,4%)
responden dari mereka memilih menggunakan obat bermerek saja, 13 (6,7%)
responden memilih menggunakan bahan alami saja, dan sisanya sebanyak 14 (7,3%)
responden menggunakan obat bermerek dan bahan alami. Data tersebut menunjukkan
bahwa pengobatan yang dilakukan secara swamedikasi lebih banyak menggunakan
obat bermerek dibandingkan bahan alami (masker wajah). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Meytia et al. (2013) bahwa para remaja nyaris tidak
mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dapat bermanfaat sebagai obat, karena
masyarakat pada usia remaja jarang memanfaatkan tanaman sebagai obat. Pengetahuan
masyarakat tentang penggunan tumbuhan sebagai obat didapat dari warisan nenek
moyang dan diwariskan secara turun temurun. Saat ini sepertinya tradisi tersebut mulai
luntur yang diduga akibat kurangnya kepedulian remaja untuk mempelajari jenis-jenis
tanaman obat yang ada di lingkungan. Wanita cenderung lebih memilih dampak instan
meskipun dengan harga yang mahal karena kecantikan adalah suatu hal yang mutlak
67
sangat diinginkan oleh wanita dan cara tradisional seperti lulur dan masker dengan
bahan tradisional sudah tidak digunakan dan dianggap kuno (Hidayah dan Imron,
2014).
Obat bermerek yang digunakan mahasiswa kesehatan antara lain Acne Feldin
Lotion, Acnes Sealing Jell, Loria Acne Lotion, Mediklin, Ponds Pimple Care Gel,
Verile Acne Gel, Wardah Acne Perfecting Moisturizer, Vitacid (asam retinoat),
Sabun Papaya, Sabun Temulawak, Sulfur, Tea Tree Oil, dan produk online. Obat
bermerek yang paling banyak digunakan responden adalah Acnes Sealing Jell yaitu
sebesar 12 responden. Obat akne yang diproduksi oleh PR Rohto Laboratories
Indonesia ini mengandung anti bakteri isopropyl methyl phenol yang membantu
melawan bakteri penyebab jerawat, stearyl glycyrrheatinate menyejukkan kemerahan
pada kulit yang mengalami akne, sulfur dan salicylic acid sebagai keratolitikum yaitu
membantu mengangkat sel kulit mati dan menjaga tekstur kulit, serta vitamin E & B6
sebagai antioksidan yang menjaga kesehatan dan kelembutan kulit. Di dalam Acnes
Sealing Jell sendiri terdapat lambang top brand for teens. Top brand diberikan kepada
merek-merek yang meraih predikat top berdasarkan penilaian yang diperoleh dari hasil
survei berskala nasional.
Bahan alami yang dipilih mahasiswa sebagai pengobatan akne antara lain
bubuk cengkeh, daun jambu, daun teh hijau, jeruk nipis, kunyit, lemon, lidah buaya,
madu, mentimun, putih telur, dan temulawak. Manfaat masker dari bahan alami sendiri
juga tidak diragukan lagi. Penggunaan masker harus secara rutin dan dalam jangka
waktu tertentu, karena dalam proses penyembuhan akne dan mengembalikan warna
kulit seperti semula membutuhkan waktu relatif cukup lama. Masker wajah memiliki
manfaat yaitu memberi kelembaban, memperbaiki tekstur kulit, meremajakan kulit,
mengencangkan kulit, menutrisi kulit, melembutkan kulit, membersihkan pori-pori
kulit, mencerahkan warna kulit, merilekskan otot-otot wajah dan menyembuhkan
jerawat dan bekas jerawat (Putri dan Mapsiyah, 2015). Bahan alami yang paling banyak
dipilih responden dalam mengobati akne yaitu putih telur sebanyak sembilan
68
responden, lidah buaya sebanyak enam responden, dan jeruk nipis sebanyak tiga
responden. Putih telur dari berbagai bangsa unggas menunjukkan kemampuan
menghambat bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Semakin besar konsentrasi
putih telur yang digunakan, maka semakin besar zona hambat pertumbuhan bakteri
yang didapatkan (Chairul, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Widiawati dan Lutfiati (2014) masker lidah buaya merupakan masker yang paling baik
dan efektif sebagai penyembuhan kulit wajah berjerawat. Hasil yang didapatkan dari
penelitian penyembuhan kulit wajah berjerawat dengan masker lidah buaya adalah
pori-pori wajah mengecil, jerawat mengempis, jerawat mengering, jerawat berubah
menjadi kulit mati dan terangkat, kecerahan kulit wajah dan waktu penyembuhan
(Widiawati dan Lutfiati, 2014). Menurut Razak et al. (2013) air perasan buah jeruk
nipis memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan dari Staphylococcus dimana
semakin tinggi konsentrasi air perasan buah jeruk nipis maka daya hambat air perasan
buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan kuman semakin baik (Razak et al., 2013).
Soedibyo et al. karena yang pertama adalah populasi penelitian tidak sama. Soedibyo
et al. menggunakan populasi orang dewasa yang kemungkinan lebih mempercayakan
informasi terhadap tenaga medis. Hal lain yang membedakan hasil penelitian tersebut
adalah penyakit yang dijadikan survei juga berbeda. Soedibyo et al. menggali informasi
tentang hal apa yang dilakukan orang tua terhadap batuk pilek yang diderita anak
mereka, sedangkan penelitian ini adalah bagaimana hal yang dilakukan untuk
mengobati akne yang diderita.
Hasil dari pengobatan yang dilakukan baik dengan bantuan medis atau
swamedikasi, yaitu 25 (29,8%) responden sembuh, 54 (64,2%) membaik, dan 5 (6,0%)
tidak sembuh. Selanjutnya mengamati tanggapan responden mengenai hal apa yang
dilakukan apabila pengobatan yang mereka lakukan tidak sembuh. Sebanyak 25
(29,8%) responden mengulang pengobata\n yang sama, 24 (28,6%) responden
melakukan swamedikasi, 27 (32,1%) melakukan pengobatan dengan meminta bantuan
tenaga medis, dan sisanya sebanyak 8 (9,5%) responden membiarkan akne tersebut
tanpa melakukan pengobatan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai survei pengetahuan dan pilihan
pengobatan acne vulgaris di kalangan mahasiswa kesehatan Universitas Jember dapat
dibuat kesimpulan sebagai berikut:
a. Prevalensi akne yang terjadi pada mahasiswa kesehatan Universitas Jember
adalah sebesar 100% yang mulai muncul pada usia remaja antara 11-22 tahun.
b. Ada perbedaan yang signifikan mengenai pengetahuan antar mahasiswa
kesehatan Universitas Jember terhadap akne (p=0,002). Mahasiswa Fakultas
Kedokteran memiliki nilai rata-rata skor pengetahuan tertinggi dibandingan
dengan fakultas atau program studi lainnya dan mahasiswa Fakultas Farmasi
memiliki nilai rata-rata skor pengetahuan terendah.
c. Swamedikasi adalah pengobatan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa
selama 2 minggu terakhir dibandingkan dengan pengobatan dengan bantuan
tenaga medis. Mahasiswa lebih menyukai swamedikasi dengan obat bermerek
dibandingkan dengan obat bahan alami (masker). Mahasiswa yang melakukan
pengobatan dengan bantuan tenaga medis lebih banyak mendatangi klinik
kecantikan dibandingkan dengan dokter umum dan dokter spesialis.
1.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan yaitu:
a. Perlu adanya peningkatan pengetahuan terhadap akne khususnya mahasiswa
Fakultas Farmasi.
b. Perlu memperhatikan obat-obat yang digunakan dalam pengobatan akne untuk
meminimalisir efek samping obat.
71
Afriyanti, R.N. 2015. Akne Vulgaris Pada Remaja. J Majority. Vol. 4 (6): 102-109.
Ali, G., Mehtab, K., Sheikh, Z.A., Ali, H.G., Kader, S.A., Mansoor, H., et al. 2010.
Beliefs and Perceptions of Acne Among A Sample of Students
From Sindh Medical College Karachi. Journal of the Pakistan Medical
Associaton. Vol. 60 (1): 51-54.
Badan POM. 2007. Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Info POM. Vol. 8 (5): 1-
12.
Badan POM. 2009. Bahan-Bahan Kosmetik Sebagai Antiacne. Info POM. Vol. 4 (10):
2-4.
Badan POM. 2011. Mewaspadai Asam Retinoat dalam Kosmetik. Info POM. Vol. 12
(3): 6-9.
Badan POM. 2012. Seri Swamedikasi Obat Jerawat. Info POM. Hal: 10-11.
Brown, R.G. dan Burns, T. 2005. Lecture Notes on Dermatology. Jakarta: Erlangga.
Brown, R.G., Bourke, J., dan Tim Cunliffe. 2010. Dermatologi Dasar Untuk Praktik
Klinik. Diterjemahkan oleh: Pendit, B.U. Jakarta: EGC.
73
Chairul. 2006. Aktivitas Antimikroba Pada Putiih Telur Dari Beberapa Jenis Unggas
Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Darwish, M.A. dan Al-Rubaya, A.A. 2013. Knowledge Beliefs and Psychosocial Effect
of Acne Vulgaris Among Saudi Acne Patients. ISRN Dermatology. (929340): 1-
6.
Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Terjemahan oleh Annisa Rahmalia dan Cut
Novianty. Jakarta: Erlangga
Davidovici, B.B. dan Wolf, R. 2010. The Role of Diet in Acne: Facts and
Controversies. Clinics in Dermatology. Vol. 28: 12-16.
Degitz, K., Placzeck, M., Borelli, C., dan Pledwig, G. 2007. Pathophysiology of Acne.
Journal Department of Dermatology Germany. Vol. 4: 316-323.
Drakaki, E., Dessioniti, C., dan Antoniou, C.V. 2014. Air Pollution and The Skin.
Frontiers in Environmental Science. Vol 2 (11): 1-6.
Eichenfield, L.F., Krakowski, A.C., Piggott, C., Rosso, J.D., Baldwin, H., Friedlander,
S.F., et al. 2013. Evidence-Based Recommendations for the Diagnosis and
Treatment of Pediatric. Official Journal of the American Academy of Pediatric.
Vol 131 (3): 163-186.
FDA. 2010. Facing Facts About Acne. FDA Consumer Health Information. Hal: 1-2
Fox, L., Csongradi, C., Aucamp, M., Plessis, J., dan Gerber M. 2016. Treatment
Modalities for Acne. Molecules MDPI. Vol 21 (1016): 1-20.
Kubba, R., Bajaj, A.K., Thappa, D.M., Sharma, R., Vedamuthy, M., Dhar, S., et al.
2009. Factors Precipitating or Aggravating Acne. Indian Journal od
Dermatology, Venereology and Leprology. Vol. 75 (7): 10-12.
Latifah, S. dan Kurniawaty, E. 2015. Stress dengan Akne Vulgaris. J Majority. Vol. 4
(9): 129-134.
Meytia, D., Yulianti, dan Master, J. 2013. Inventarisasi Tumbuhan yang Digunakan
Sebagai Obat Oleh Masyarakat di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Selatan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Mubarak, W.I. dan Chayatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
Nair, M. dan Peate, I. 2015. Pathophysiology for Nurses at A Glance. USA: John Wiley
& Sons.
Paller, A.S. dan Mancini, A.J. 2016. Clinical Pediatric Dermatology. A Textbook of
Skin Disorders of Childhood and Adolescence. 5th ed. Canada: Elsevier Inc.
Patel, S.D., Shah, S., dan Shah, N. 2015. A Review on Herbal Drugs Acting Against
Acne Vulgaris. Journal of Prahmaceutical Science and Biosscientific Research
(JPSBR). Vol. 5 (2): 165-171.
75
Razak, A., Djamal, A., dan Revilla, G. 2013. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk
Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
Aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalan. Vol. 2 (1) : 5-8.
Shalita, A.R., Del Rosso, J.Q., dan Webster G. 2011. Acne Vulgaris. USA: CRC Press.
Singh, R dan Rao, N. 2016. Acne and Scars. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers.
Sitohang, I.B. dan Wasitatmadja, S.M. 2015. Akne Vulgaris. dalam Menaldi, S.L (Ed).
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Soedibyo, S., Yulianto, A., dan Wardhana. 2013. Profil Pengunaan Obat Batuk Pilek
Bebas Pada Pasien Anak di Bawah Umur 6 Tahun. Sari Pediatri. Vol 14 (6) :
398-404
Tan, H.T. dan Rahardja, K. 2010. Obat-Obat Sederhana Untuk Gangguan Sehari-Hari.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Titus, S. dan Hodge, J. 2012. Diagnosis and Treatment of Acne. American Family
Physician. Vol. 86 (8): 734-740.
Tjekyan, R.M.S. 2009. Kejadian dan Faktor Resiko Acne Vulgaris. Media Medika
Indonesiana. Vol. 43 (1): 37-43.
Tranggono, R.I. dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Umar, H. 2003. Metode Riset Bisnis Panduan Mahasiswa Untuk Melakukan Riset.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Webster, G.F. dan Rawlings, A.V. 2007. Acne and Its Therapy. New York: Informa
Healthcare USA Inc.
Widjaja, E.S. 2000. Rosasea dan Akne Vulgaris. dalam Harahap, M. (Ed). Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Williams, H., Dellavalle, R. P., dan Garner, S. 2012. Acne Vulgaris. Lancet:
Nottingham.
Tanda Tangan
78
LEMBAR KUESIONER
Judul : Survei Pengetahuan dan Pilihan Pengobatan Acne Vulgaris di
Kalangan Mahasiswa Kesehatan Universitas Jember
Kode Resp. : . . . . . . . . . . . . . . . .(diisi peneliti)
A. DATA DEMOGRAFI
1. Umur : .. tahun
2. Jenis kelamin* : Laki-laki Perempuan
3. Fakultas* :
Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Gigi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Fakultas Farmasi
Program Studi Ilmu Keperawatan
4. Semester* : Tiga (III) Lima (V) Tujuh (VII) Sembilan (IX)
5. Apakah Anda memiliki pekerjaan sambilan selain menjadi mahasiswa?
Ya.. Tidak
*) Berilah tanda () pada pilihan Anda
B. PENDAHULUAN
1. Apakah Anda pernah berjerawat?
Ya Tidak
2. Anda mulai berjerawat saat duduk di .
Kelas V Kelas VI Kelas VII Kelas VIII
Kelas IX Kelas X Kelas XI Kelas XII
Semester I Semester II Semester III Semester IV
*) Berilah tanda () pada pilihan Anda
79
C. PENGETAHUAN JERAWAT
Berilah tanda () pada pilihan Anda
NO. Pernyataan Benar Salah Tidak
Tahu
1. Acne vulgaris atau yang sering kita sebut jerawat
merupakan gangguan pada kelenjar yang ada di permukaan
kulit akibat ekskresi minyak berlebih
2. Bagian tubuh yang bisa mengalami jerawat adalah
Wajah
Leher
Dada
Telapak tangan
Telapak kaki
3. Kulit pada bayi masih belum dapat dipengaruhi jerawat
4. Masa remaja adalah yang paling mudah dipengaruhi jerawat
5. Wajah pada orang dewasa bisa mengalami jerawat
6. Usia lansia awal sudah tidak bisa mengalami jerawat
7. Yang merupakan faktor pemicu terbentuknya jerawat adalah
Hormon
Keturunan
Kosmetik
Coklat
Susu dan produk terkait seperti yogurt, keju, es krim, dll
Pizza
Polusi
Rokok
8. Yang merupakan penampakan fisik dari jerawat adalah
Komedo
Kista
9. Jerawat berdampak negatif secara psikologis
80
D. PILIHAN PENGOBATAN
Berilah tanda () pada pilihan Anda
1. Apakah 2 minggu terakhir Anda melakukan pengobatan jerawat?
Ya (Jika Ya lanjut ke no.2) Tidak (Jika Tidak berhenti di sini)
2. Bagaimana cara Anda mengobati jerawat? (Pilih salah satu yang paling dilakukan)
Meminta bantuan tenaga medis seperti dokter dan klinik kecantikan (lanjut ke
tabel 1)
Melakukan pengobatan sendiri (lanjut ke tabel 2)
Lain-lain .. (Survei berhenti di sini)
Tidak
4. Dengan melakukan pengobatan sendiri terhadap jerawat, dari mana Anda
mendapatkan informasi tentang pengobatan tersebut? (Jawaban boleh lebih
dari 1)
Teman/keluarga Iklan Dokter Apotek
Buku kesehatan Internet Lain-lain ..
5. Dari mana Anda mendapatkan obat jerawat tersebut?
Teman/keluarga Toko obat Warung Swalayan/mini market
Buatan sendiri Online Apotek Lain-lain
6. Bagaimanakah hasil pengobatan yang Anda lakukan?
Sembuh Membaik Tidak sembuh
7. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak sembuh, apa yang Anda lakukan?
Tetap menggunakan obat atau bahan yang sama
Mencoba membeli obat atau menggunakan bahan yang lain
Meminta bantuan tenaga medis (seperti klinik kecantikan dan dokter)
Dibiarkan saja
RELIABILITY
/VARIABLES=Soal_1 Soal_2 Soal_3 Soal_4 Soal_5 Soal_6 Soal_7 Soal_8
Soal_9 Soal_10 Soal_11 Soal_12 Soal_13 Soal_14 Soal_15 Soal_16
Soal_17 Soal_18 Soal_19 Soal_20 Soal_21 Soal_22 Soal_23 Soal_24
Soal_25 Soal_26 Soal_27 Soal_28 Soal_29 Soal_30
/SCALE('ALL VARIABLES') ALL
/MODEL=ALPHA
/STATISTICS=DESCRIPTIVE CORR
/SUMMARY=TOTAL.
Reliability
Warnings
Each of the following component variables has zero variance and is removed from the
scale: Soal_2, Soal_8, Soal_27
The determinant of the covariance matrix is zero or approximately zero. Statistics based on
its inverse matrix cannot be computed and they are displayed as system missing values.
N %
Excludeda 0 ,0
Total 30 100,0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
,794 ,759 27
86
Item-Total Statistics
Frequencies
Statistics
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 20,26 1,84 3,32 5,35 1,00 5,32
Std. Deviation 1,025 ,368 1,366 1,947 ,000 2,574
Minimum 18 1 1 3 1 1
Maximum 23 2 5 9 1 12
Frequency Table
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis_kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Fakultas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
fakultas kesehatan
59 30,6 30,6 77,2
masyarakat
Semester
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pekerjaan_sambilan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pernah_berjerawat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 193 100,0 100,0 100,0
89
Mulai_berjerawat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Semester 2 1 ,5 ,5 94,3
Descriptive Statistics
Count Column N %
Benar 74 38,3%
Kategori Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Descriptives
Total_jawaban
95% Confidence
Interval for Mean
ONEWAY ANOVA
Total_jawaban
Frequencies
Pengobatan jerawat 2 minggu terakhir
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Freq Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
96
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kunyit 1 ,5 ,5 78,2
Lemon 1 ,5 ,5 78,8
Mentimun 1 ,5 ,5 83,4
Temulawak 1 ,5 ,5 88,6
Hasil pengobatan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Melakukan swamedikasi
24 12,4 28,6 58,3
dengan obat yang berbeda
Descriptives
Fakultas
95% Confidence
Interval for Mean
Dengan bantuan
35 3,29 1,545 ,261 2,76 3,82 1 5
tenaga medis
Swamedikasi 49 3,45 1,444 ,206 3,03 3,86 1 5
Total 84 3,38 1,480 ,161 3,06 3,70 1 5
101