Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN STUDI KASUS

PREEKLAMSIA

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
DI RSUD dr. ISKAK TULUNGAGUNG

Disusun Oleh :
NURMA DINSAR PRATAMA 162211101111

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi Preeklamsia

Preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan


proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu
ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal (Cunningham, F.Gary, 1995).
Preeklamsia adalah suatu sindroma spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel dengan tanda
- tanda adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang biasa terjadi pada trimester
pertama kehamilan (Achadiat, 2003).

1.2 Patofisiologi dan Etiologi Preeklamsia


Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan
perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu
pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodeling
dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta,
diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan
terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga
fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok
respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.
Pada kehamilan preeklampsia, invasi arteri uterina ke dalam plasenta
dangkal, aliran darah berkurang, menyebabkan iskemi plasenta pada awal
trimester kedua. Hal ini mencetuskan pelepasan faktor-faktor plasenta yang
menyebabkan terjadinya kelainan multisistem pada ibu. Pada wanita dengan
penyakit mikrovaskuler, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
kolagen, didapatkan peningkatan insiden preeklampsia; mungkin preeklampsia ini
didahului gangguan perfusi plasenta.
Tekanan darah pada preeklampsia sifatnya labil. Peningkatan tekanan
darah disebabkan adanya peningkatan resistensi vaskuler. Selain itu, didapatkan
perubahan irama sirkadian normal, yaitu tekanan darah sering kali lebih tinggi
pada malam hari disebabkan peningkatan aktivitas vasokonstriktor simpatis, yang
akan kembali normal setelah persalinan.
1.3 Klasifikasi Preeklamsia

Preeklamsia terbagi menjadi 2 jenis, yaitu preeklamsia ringan dan

preeklamsia berat (Achadiat, 2003).

a. Preeklamsia ringan

Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya


hipertensi dengan kenaikan tekanan darah 30 mmHg (untuk sistole) atau
15 mmHg(untuk diastole) dari tekanan darah sebelumnya, disertai
protein urin 0,3 gr/24 jam atau kualitatif 2+ (+ +) dan atau edema,
pada kehamilan 20 mingguatau lebih (Paraton et al., 2008).

b. Preeklamsia berat

Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya


hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg disertai protein
urin 5 gr/24 jam atau kualitatif 4+ (+ + + +) dan atau edema, pada
kehamilan 20 minggu atau lebih (Paraton et al., 2008)

1.4 Penatalaksanaan Preeklamsia

Penatalaksanaan pada kondisi preeklamsia dilakukan perawatan konservatif,


yang kemudian dapat dilanjutkan dengan perawatan aktif apabila perawatan
konservatif gagal (Paraton et al., 2008).

a. Perawatan konservatif

Perawatan ini dilakukan sekitar 7-15 hari.

1. Indikasi

Pada umur kehamilan < 34 minggu (estimasi berat janin < 2000 g tanpa
ada tanda-tanda impending eklamsia (Paraton et al., 2008).

2. Pengobatan

a) Di kamar bersalin (selama 24 jam)

1) Tirah baring
2) Infus RL (Ringer Lactate) yang mengandung 5% dekstrosa 60-125
cc/jam

3) 10 gr MgSO4 50% i.m. setiap 6 jam, s/d 24 jam pasca persalinan


(apabila tidak ada kontraindikasi pemberian MgSO4).

4) Antihipertensi Nifedipine 5-10 mg setiap 8 jam, dapat


diberikan bersama dengan Methyldopa 250-500 mg setiap 8 jam.
Nifedipine dapat diberikan ulang secara sublingual 5-10 mg dalam
waktu 30 menit pada keadaan tekanan darah 180/110 mmHg
(cukup satu kali saja).

5) Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hepar dan


ginjal) dan produksi urin 24 jam.

6) Konsultasi dengan bagian lain (bagian mata, jantung atau


bagian lain sesuai dengan indikasi) (Paraton et al., 2008).

b) Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin


(setelah 24 jam masuk ruangan bersalin)

1) Tirah baring

2) Pemberian obat-obatan, seperti multivitamin, Aspirin dosis rendah


87,5 mg satu kali sehari, antihipertensi Nifedipine 5-10 mg setiap 8
jam dapat diberikan bersama dengan Methyldopa 250-500 mg
setiap 8 jam, serta penggunaan Atenolol dan Blocker (dosis
regimen) dapat dipertimbangkan pada pemberian kombinasi.

3) Pemeriksaan laboratorium (Hb, asam urat, trombosit, fungsi


ginjal/hepar), produksi urin per 24 jam dan timbang BB setiap hari.
Pemeriksaan laboratorium dapat diulang sesuai dengan keperluan.

4) Diet tinggi protein, rendah karbohidrat.

5) Dilakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah


cairan ketuban, gerakan, respirasi dan ekstensi janin, velosimetri
b. Perawatan aktif

Perawatan ini dilakukan ketika pasien telah gagal menjalani perawatan


konservatif.

1. Indikasi

Hasil kesejahteraan janin jelek, ada tanda-tanda impending


eklamsia,ada tanda-tanda sindroma Hellp, ada kelainan fungsi ginjal
dan penilaian janin jelek (Paraton et al., 2008).

2. Pengobatan medisinal

a) Segera rawat inap.

b) Tirah baring miring ke satu sisi.

c) Infus RL (Ringer Lactate) yang mengandung 5% dekstrosa 60-


125 cc/jam.

d) Pemberian antikejang MgSO4 dengan dosis sebagai berikut:

1) Dosis awal MgSO4 20% 4 gr i.v., MgSO450% 10 gr i.m. pada


bokong kanan/ kiri masing-masing 5 gr.

2) Dosis ulangan MgSO4 50% 5 gr i.m. diulangi setiap 6 jam


setelah dosis awal s/d 6 jam pasca persalinan.

3) Syarat pemberian

Refleks patella (+), respirasi > 16 x/menit, urin


sekurangkurangnya 150 cc/6 jam dan harus selalu tersedia
Calcium gluconas 1 gr 10% (diberikan i.v. pelan-pelan pada
intoksikasi MgSO4)

e) Antihipertensi Nifedipine 5-10 mg setiap 8 jam bersama dengan


Methyldopa 250-500 mg setiap 8 jam.dapat dipertimbangkan
diberikan apabila tekanan darah 180/120 mmHg (Paraton et al.,
2008).
BAB II
STUDI KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. DA
Usia : 38 tahun
Tanggal MRS : 08 Juli 2017
Tanggal KRS : 12 Juli 2017
Diagnosis : GII P1000 A000 32-34 minggu + PE
2.2 Subjektif
Keluhan utama : Diare, Pusing
Riwayat penyakit : Hipertensi Keturunan
Riwayat pengobatan : Tidak ada
Alergi obat : Tidak ada
2.3 Objektif
A. Data klinik
Nilai 8/7 9/7 10/7 11/7 12/7
Normal
TD 140/90 160/90 150/90 150/90 140/90 130/90
Nadi 60-100 80 88 80 82 80
S 36-37,5 36,8 36,2 36,2 36,4 36
RR 16-20 20 20 20
Mual - - - - - -
Muntah - - - - - -
Edema - + + - - -

B. Data Lab

Data Lab Nilai Normal 9/07


HB 11-16,5 9,8
HCT 37-47 32,8
MCV 81-99 71,5
MCH 37-31 23,2
MCHC 33-37 29,9
RDW SD 35-47 47,7
RDW CV 11,5-14,5 12,1
WBC 4-10 10,76
Neutrofil 50-70 82,6
Limfosit 20-40 9,7
PLT 150-450 459

C Terapi Pasien
Nama Obat Regimen Rute Tanggal Pemberian
Dagang/ Dosis Pemberian 8/7 9/7 10/7 11/7 12/7
Generik
Nifedipin 3x10 mg po
Metildopa 3x500 mg Po
Vit E 2x1 Po
Aspilet 1x80 mg Po
MgSO4 10 g dlm Iv drip
RD5
Dexametason 2x6 mg Iv
Rd5 14 tpm Iv
Asam 1x 500 mg Po
Mefenamat Pre
krs

D. Analisa Pengobatan
Problem Subjektif Terapi Dosis analisa DRP Plan dan
Medik / objektif monitoring

Indikasi :Hipertensi
pada pre-eklamsi
(Paraton, et al.,
2008). Mekanisme Tidak ada Plan :
terapi
TD 250-500 mg aksi : Menstimulasi
Methyldopa dilanjutkan
Hipertensi 160/90 setiap 8 jam reseptor adrenergic
3 x 500 (PO)
(Paraton, et pusat (Tatro,
Pusing +
al., 2008) 2003). Faktor resiko
Monitoring
pada kehamilan :
TD Pasien
Kategori B (Lacy, et
al., 2008).

Hipertensi TD Nifedipine 3 x 5-10 mg Indikasi :Hipertensi Tidak ada Plan :


160/90 10 mg (PO) setiap 8 jam pada pre-eklamsi Terapi
(Paraton, et (Paraton, et al., dilanjutkan
Pusing +
al., 2008). 2008). Mekanisme
aksi : Menghambat
perpindahan ion
kalsium melintasi Monitoring
membran sel pada TD pasien
sistemik dan otot
polos vaskuler
koroner (Tatro,
2003). Faktor resiko
pada kehamilan :
Kategori C (Lacy, et
al., 2008). Efek
samping : Sakit
kepala, mual, diare,
konstipasi, lemah
otot, dan batuk
(Lacy, et al., 2008).
Komposisi :Asam Tidak ada Plan :
asetilsalisilat Terapi
dilanjutkan
Indikasi :Asam
asetilsalisilat pada Monitoring
dosis rendah sangat : Tanda-

Diagnose direkomendasikan tanda


Aspilet 1 x 80
Preeklamsi untuk mencegah sindroma
dokter mg (PO) 75-80 mg
terjadinya Hellp,
(WHO,
preeklamsi pada tanda-tanda
2011).
bumil (WHO, 2011) impending
eklamsia,
NST dan
detak
jantung
janin

Tidak 6 mg tiap Indikasi : Tidak ada Plan :


ada Dexamethason 12 jam, 4 Pematangan paru Terapi
Tidak ada
2 x 6 mg (IV) dosis. janin (Lacy, et al., dilanjutkan
2008).
10 g Indikasi : Mencegah Tidak ada Plan :
(Paraton, et dan mengobati Terapi
al., 2008). kejang pada kondisi dilanjutkan
preeklamsi atau
Monitoring
eklamsi (Lacy, et
: Kejang,
al., 2008).
tanda-tanda
keracunan
Mekanisme aksi :
MgSO4.
Menekan
pengeluaran
Tidak MgSO4 40% asetilkolin pada
Pencegahan
ada 10 g dalam saraf motoric dan
kejang
RD5 500 cc bekerja pada
miokardium dengan
memperlambat laju
impuls nodus S-A
dan memperpanjang
waktu konduksi
(Lacy, et al.,
2008).Faktor resiko
pada kehamilan
:Kategori C (Lacy,
et al., 2008)
Digunakan untuk Tidak ada Plan :
mencegah terjadinya Terapi
Diagnose 100-400
Preeklamsi Vit E 2 x 1 tab preeklamsia kembali Dilanjutkan
dokter unit/har

Indikasi : Terapi
cairan pada
preeklamsi berat
(Paraton, et al.,
2008).

Mekanisme aksi
:RD5 merupakan Plan
cairan hipertonik/ :Terapi
cairan infus yang dilanjutkan
osmolaritasnya lebih
Monitoring
tinggi dari serum
Edema + 60-125 Tidak ada : Edema,
Edema RD5 14 tpm darah sehingga
cc/jam TD dan
dapat menarik
(Paraton, et urin
cairan dan elektrolit-
al., 2008). Tamping
elektrolit dari
pasien
jaringan maupun sel
ke dalam pembuluh
darah. Cairan
hipertonik mampu
menstabilkan
tekanan darah,
meningkatkan
produksi urin dan
mengurangi edema.
Asam Merupakan NSAID Pasien Tidak Plan :
Tidak ada
Mefenamat Untuk mengurangi mengeluh Terapi
500 mg nyeri pasien dengan nyeri dihentikan
cara menghambat
enzim
siklooksigenase-1

Tidak 3 kali dan 2 (COX-1 dan

ada sehari 500 2), yang

mg mengakibatkan
penurunan
(Lacy et al,
pembentukan
2009)
prekursor
prostaglandin (Lacy
et al, 2009)
MCH Tidak ada Tidak ada Ada indikasi Plan :
tidak ada Pemberian
MCV
terapi terapi fero
fumarat 3 x
1 tablet

anemia Tidak ada

Monitoring
darah
lengkap
Hb, MCV
dan MCH
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny. DA (38 tahun) datang ke rumah sakit pada tanggal 8


Juli 2017 dengan keluhan diare dan pusing. Pasien juga mengalami edema kedua
kakinya. Diagnosis dokter menyatakan bahwa pasien mengalami GII P1000
A000 32-34 minggu + PE (Preeklamsia). GII P1000 A000 32-34 minggu artinya
saat ini pasien mengalami kehamilannya yang ke-2, sebelumnya pernah
melahirkan 1x dengan tepat waktu, jumlah anak pasien yang hidup hingga saat
ini ada 0 orang dan saat ini umur kehamilan pasien sudah memasuki minggu ke
32-34.
Berdasarkan data lab yang dilakukan pasien mengalami anemia
mikrositik yang di tunjukan dengan nilai MCV dan MCH di bawah normal. Hal
ini menunjukan pasien mengalami kekurangan zat besi. Namun pasien tidak
mendapat terapi untuk mengatasi anemia makrositiknya. Disarankan pasien
mendapat tambahan terapi fero fumarat 3 x 1 tablet 100-200 mg untuk mengatasi
anemia yang di alami pasien.
Terapi yang diberikan kepada pasien selama pasien berada di rumah sakit
meliputi:
1. RD5
Terapi RD5 merupakan terapi cairan yang dapat diberikan pada
pasien PEB. Terapi ini diberikan secara intravena. Terapi ini dipilih karena
pasien mengalami edema pada muka dan kedua kakinya. RD5 merupakan
cairan hipertonik/cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dari serum
darah sehingga dapat menarik cairan dan elektrolit-elektrolit dari jaringan maupun
sel ke dalam pembuluh darah. Cairan hipertonik mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin dan mengurangi edema.

2. Nifedipine dan Methyldopa


Tujuan dari pemberian terapi kombinasi Nifedipine dan Methyldopa
adalah untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Kombinasi kedua agen
antihipertensi ini dipilih karena merupakan first line therapy untuk
mengatasi hipertensi pada pasien PEB. Terapi kombinasi ini diberikan secara
peroral dengan dosis Nifedipine 3 x 10 mg dan dosis Methyldopa 3 x 500 mg.
Dosis pemberian masing-masing agen antihipertensi telah sesuai dengan
literatur, yaitu 5-10 mg setiap 8 jam untuk Nifedipine dan 250-500 mg setiap 8
jam untuk Methyldopa.

3. Dexamethasone
Tujuan dari pemberian terapi Dexamethasone adalah untuk
pematangan paru pada janin. Terapi ini diberikan secara intravena dengan
dosis 2 x 6 mg selama 2 hari. Dosis pemberian Dexamethasone telah sesuai
dengan literatur, yaitu 6 mg setiap 12 jam dan diberikan sebanyak 4x dosis
(selama 2 hari).

4. Aspilet
Komposisi Aspilet adalah asam asetilsalisilat. Tujuan dari pemberian
terapi Aspilet adalah untuk mengatasi PE pada pasien. Asam asetilsalisilat pada
dosis rendah sangat direkomendasikan oleh WHO untuk mencegah
terjadinya preeklamsi pada ibu hamil. Terapi ini diberikan secara peroral dengan
dosis 1 x 80 mg. Dosis pemberian Aspilet telah sesuai dengan literatur, yaitu 1 x
80 mg.

5. MgSO4 40%
Tujuan dari pemberian terapi MgSO4 adalah untuk mencegah
terjadinyakejang pada pasien PEB. Hal yang harus diwaspadai pada penggunaan
terapi ini adalah terjadinya keracunan MgSO4. Tanda-tanda keracunan MgSO4
meliputi kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung
terganggu, depresi SSP, volume urin dan kelumpuhan. Antidotum yang dapat
digunakan untuk mengatasi keracunan MgSO4 adalah Calcium gluconas.

6. Asam mefenamat
Sebelum pasien KRS pasien mendapat terapi asam mefenamat. Indikasi
penggunaan Asam mefenamat adalah untuk mengatasi nyeri ringan sampai
sedang (Lacy et al, 2009). Pemberian terapi Asam mefenamat dinilai kurang
tepat karena pasien tidak mengeluhkan gejala nyeri. Tindak lanjut yang dapat
dilakukan oleh apoteker adalah memberikan rekomendasi kepada dokter
untuk menghentikan pemberian asam mefenamat.
7. Vit E
Vit E diberikan kepada pasien digunan untuk mencegah terjadinya
preeklamsi yng berulang. Selain itu Vit E juga bermanfaat sebagai daya tumbuh
kembang otak pada janin (lacy et al, 2009).

Pada tanggal 12 Juli 2017 kondisi pasien semakin membaik sehingga


dokter mengizinkan pasien untuk KRS. Pasien KRS mendapat terapi obat pulang
nifedipin 3x1 tab, metildopa 3x1 tab, vit E 2x1 tab, aspilet 1x1 tab. Obat pulang
mendapat KIE meliputi :
a. Tirah baring
b. Nifedipine, obat untuk menurunkan tekanan darah diminum 3 x sehari @ 1
tablet
c. Methyldopa, obat untuk menurunkan tekanan darah diminum 3 x sehari @ 1
tablet
d. vit E, untuk mencegah preeklamsi kembali dan pertumbuhan otak pada janin
diminum 2 x sehari 1 tab
e. aspilet, digunakan untuk mencegah kembali terjadinya preeklamsi diminum
1 x 1 tablet
f. Obat disimpan di tempat tertutup, sejuk dan terhindar dari sinar matahari
secara langsung
g. Apabila lupa untuk meminum obat, segera minum pada saat ingat. Namun,
ketika waktu ingat berdekatan dengan waktu minum obat selanjutnya, maka
obat yang lupa tidak perlu diminum. Cukup lanjutkan minum obat pada
waktu berikutnya tetap dengan dosis yang seharusnya (tidak perlu
didouble).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan terapi yang diberikan kepada pasien sudah tepat dan
sesuai dengan literature. Namun masih ditemukan adanya DRP seperti adanya
indikasi namun tidak ada terapi.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terkait dengan DRP yang telah
dianalisis adalah mohon untuk pemantauan seperti resiko keracunan MgSO4 lebih
diperketat seperti memeriksa kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, volume urin dan kelumpuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Lacy, Charles F. et. al. 2008. Drug Information Handbook 17thEdition.


Ohio: Lexi-Comp for the American Pharmacists Association.
Paraton, H. Hari, et. al. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Surabaya: Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo.
Tatro, S. David. 2003. A to Z Drug Facts. San Francisco: Facts and
Comparisons.
WHO. 2011. WHO recommendations for Prevention and Treatment of
Preeclampsia and Eclampsia. Switzerland: WHO.

Anda mungkin juga menyukai