Anda di halaman 1dari 116

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN KANKER OVARIUM

DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2011

AN ANALYSIS OF OVARIAN CANCER RISK FACTOR IN


WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL MAKASSAR 2011

ANDI FAIZAL FACHLEVY

P1804210022

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Andi Faizal Fachlevy

Nomor Mahasiswa : P1804210022

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Juli 2012

Yang menyatakan

Andi Faizal Fachlevy

4
ANALISIS FAKTOR RISIKO KANKER OVARIUM DI
RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
TAHUN 2011

An Analysis of Ovarian Cancer Risk Factors on Wahidin


Sudirohusodo Hospital in Makassar 2011

ANDI FAIZAL FACHLEVY

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

1
ANALISIS FAKTOR RISIKO KANKER OVARIUM DI RSUP
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2011

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan Diajukan Oleh

ANDI FAIZAL FACHLEVY

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

2
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Andi Faizal Fachlevy

Nomor Pokok : P1804210022

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukn merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan tesis ini karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar Juli 2012

Yang Menyatakan

Andi Faizal Fachlevy

3
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah, SWT atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul

“Analisis Faktor Risiko Kanker Ovarioum Di RSUP Wahidin Sudirohusodo

Makassar Tahun 2011” .

Selama penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari berbagai

hambatan.Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, perkenankan

penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. drg. H. Andi Zulkifly Abdullah, M.Kes sebagai pembimbing I

yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyusunan

sampai penyelesaian pembuatan tesis ini

2. Ibu Dr. dr. Hj Syamsiar S Russeng, MS selaku pembimbing II yang

telah banyak memberikan bimbingan selama penyusunan sampai

penyelesaian pembuatan tesis ini.

3. Bapak Prof.Dr.dr.H.Buraerah H. Abd. Hakim, M.Sc selaku penguji

yang telah banyak memberikan masukan demi penyempurnaan dalam

penyusunan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr.dr. Rasdi Nawi, M.Sc selaku penguji yang telah banyak

memberikan masukan demi penyempurnaan dalam penyusunan tesis

ini.

5. Bapak Prof. Dr.drg.H. A. Arsunan Arsin,M.Kes selaku penguji yang

telah banyak memberikan masukan demi penyempurnaan dalam

4
penyusunan tesis ini dan sebagai Ketua Konsentrasi Epidemiologi

Program Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat yang telah banyak

membantu penulis selama masa pendidikan

6. Bapak Prof. Dr. dr. H. Alimin Maidin, MPH, sebagai Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dan stafnya

yang telah membantu penulis selama masa pendidikan.

7. Bapak Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc sebagai Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Pascasarjana Universitas Hasanuddin

8. Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim selaku Direktur Pascasarjana Universitas

Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

9. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B., Sp.BO. selaku Rektor

Universitas Hasanuddin atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister.

10. Ibu drg Nurhayati Habib, M.Kes yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian di RS Wahidin Sudirohusodo.

11. Ibu Hayati Anwar SST,M.Kes yang telah banyak membantu dalam

pendataan penelitian ini.

12. Rekan-rekan Mahasiswa Epidemiologi Reguler angkatan 2010, terima

kasih atas kebersamaan, kekompakan, bantuan serta motivasi yang

diberikan hingga akhir.

13. Adik-adik dan rekan sejawat di HMI yang tidak bisa saya sebutkan

satu persatu terimakasih atas pencarian kebenarannya selama ini.

5
14. Adik-adik dan rekan sejawat di S1 FKM-UH yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu terima kasih atas romantisme idealisme

mahasiswa yang semoga dapat terus hidup tidak sebagai romantisme

belaka

15. Terkhusus kepada adinda Nurul Maisyara terima kasih atas

pengertian dan kesabarannya menemani penulis.

16. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini

terutama Pasien RSUP Wahidin Sudirohusodo terima kasih atas

sumbangsihnya

Tesis ini kupersembahkan kepada ayahanda drs.H.Djunaid,M.Kes

dan Ibunda Hj.Wd.Zalmama, SPd. Penulis sangat menyadari bahwa

penyusunan tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan sebagai

manusia yang tak luput dari kesalahan.

Makassar, Juli 2012

Penulis

Andi Faizal Fachlevy

ABSTRAK

6
ANDI FAIZAL FACHLEVY.Analisis Faktor Risiko Kanker Ovarium Di
RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011 (Dibimbing oleh Andi
Zulkifly Abdullah dan Syamsiar S Russeng)

Kanker Ovarium adalah penyakit keenam sebagai salah satu penyakit


berbahaya yang memiliki insiden dan kematian yang tinggi didunia pada
wanita, penelitian ini bertujuan untuk menilai besar risiko kanker ovarium
terkait usia menarkhe,paritas,riwayat keluarga,penggunaan bedak,dan
indeks massa tubuh pada pasien yang dirawat di RSUP Wahidin Sudiro
Husodo Tahun 2011. Metode yang digunakan adalah analisis univariat,
odds ratio, serta analisis regresi logistik. Dari 204 responden didapatkan
hasil, risiko tinggi kanker ovarium adalah usia menarkhe <12 tahun (OR =
2,104,CI 95% :1,061-4,174), Riwayat Keluarga dengan kanker (OR =
2,133, CI 95%: 1,147-3,696), Penggunaan bedak di wilayah genital setiap
hari atau seminggu sekali (OR = 2,053, CI 95%: 1,130-3,71), IMT ≥
30kg/m2 (OR=2,036, CI 95%: 1,086-3,818),sedangkan paritas <2 kali
memiliki risiko rendah terhadap kanker ovarium (OR=1,533,95% CI:
0,797-2,948). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kanker ovarium
adalah usia menarkhe <12 tahun (p value 0,020) dengan propabilitas 73%
untuk menderita kanker ovarium. Penelitian lebih lanjut untuk mengungkap
etiologi penyakit sangat diperlukan, pola makan dan pola hidup yang
berkaitan dengan aktifitas hormonal dicurigai sebagai pemicu terjadinya
kanker ovarium.

Kata Kunci: Kanker Ovarium, Usia Menarkhe, Paritas, Riwayat Keluarga,


Penggunaan bedak, IMT

ABSTRACT
ANDI FAIZAL FACHLEVY.An Analysis Of Ovarian Cancer Risk Factor on
Wahidin Sudirohusodo Hospital in Makassar 2011 ( Supervised by A.
Zulkifly Abdullah and Syamsiar S. Russeng)
Ovarian cancer is the sixth disease as one of the dangerous diseases that
have a high incidence and mortality in women in the world, this study aims
to assess the risk of ovarian cancer related to age of menarche, parity,
family history, use of powder, and body mass index in patients treated in
the department of Wahidin Sudiro Husodo Year 2011. The method used is
the univariate analysis, odds ratios, and logistic regression analysis. Of the
204 respondents obtained results, a high risk of ovarian cancer is the age
of menarche <12 years (OR = 2.104, CI 95% :1,061-4, 174), family history
of cancer (OR = 2.133, 95% CI: 1.147 to 3.696), use of powder in the

7
genital area every day or once a week (OR = 2.053, 95% CI: 1.130 to
3.71), BMI ≥ 30kg/m2 (OR = 2.036, 95% CI: 1.086 to 3.818), whereas
parity <2 times the risk low against ovarian cancer (OR = 1,533,95% CI:
0.797 to 2.948). Variables that most influence on ovarian cancer is age of
menarche <12 years (p value 0.020) with propability of 73% for ovarian
cancer. Further research to uncover the etiology of the disease is
necessary, diet and lifestyle associated with hormonal activity is suspected
as a trigger of ovarian cancer.

Key Words: ovarian cancer, age of menarche, parity, family history, use of
talcum powder, body mass index

DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ x
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ................................. xi
ABSTRAK ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................... 6
C. Tujuan Penelitian....................................................... 7
1. Tujuan Umum ...................................................... 7

8
2. Tujuan Khusus ..................................................... 7
D. Manfaat Peneltian ..................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 9
A. Tinjauan Umum Tentang Kanker Ovarium................ 8
1. Anatomi Rahim .................................................... 9
2. Definisi Kanker Ovarium ...................................... 10
3. Penyebab............................................................. 15
4. Epidemiologi ........................................................ 16
5. Faktor Risiko ........................................................ 18
6. Patogenesis ......................................................... 21
7. Gejala................................................................... 22
8. Stadium Klinik ...................................................... 23
9. Diagnosis ............................................................. 24
10. Pengobatan / Penatalaksanaan .......................... 28
11. Pencegahan......................................................... 34
B. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Kanker Ovarium ..... 35
C. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ..................... 43
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif.................. 45
E. Hipotesis Penelitian................................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 48
A. Jenis Penelitian ......................................................... 48
B. Populasi dan Sampel Penelitian................................ 49
C. Instrumen Penelitian.................................................. 53
D. Pengolahan Data....................................................... 53
E. Penyajian Data .......................................................... 54
F. Analisis Data ............................................................. 54
G. Kontrol Kualitas ......................................................... 57
H. Uji Coba Kuesioner ................................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................... 63
A. Hasil Penelitian.......................................................... 63
1. Karakteristik Responden...................................... 64

9
2. Analisis Faktor Risiko........................................... 66
3. Analisis Multivariat ............................................... 71
B. Pembahasan ............................................................. 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 91
A. Kesimpulan................................................................ 91
B. Saran......................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Petanda Tumor Ganas Sel Germinal Ovarium 27


Tabel 2 Kombinasi Regimen Kemoterapi Untuk 30
Tumor Ganas Sel Germinal Ovarium
Tabel 3 Angka Remisi Jangka Panjang Pemberian 32
Regimen Vac Pada Stadium I
Tabel 4 Angka Remisi Jangka Panjang Pemberian 32
Regimen Vac Pada Stadium II-IV Tumor Sel Germinal
Tabel 5 Angka Pemberian Vbc Pada Stadium I 32
Tabel 6 Angka Remisi Pemberian Vbc Pada Stadium II –IV 33
Tabel 7. Sintesis Umur dengan Risiko Kanker Ovarium 36
Tabel 8 Hubungan Paritas dengan Risiko Kanker Ovarium 37
Tabel 9 Sintesis tabel paritas dengan risiko kanker ovarium 38
Tabel 10 Faktor Risiko Riwayat Keluarga dengan 39

10
Kanker Ovarium
Tabel 11 Sintesis Risiko Penggunaan Bedak dengan 41
Kanker Ovarium
Tabel 12 Sintesis IMT dengan risiko kanker ovarium 42
Tabel 13 Beberapa nilai OR pada penelitian sebelumnya 51
Tabel 14 Tabel kontigensi 2x2 untuk odds ratio 55
Tabel 15 Nilai Kolerasi Hasil Uji Coba Kuesioner Pada Pasien 61
RSUD Pelamonia Makassar Tahun 2012
Tabel 16 Distribusi Karateristik Responden Berdasarkan 64
Kelompok Umur di RSUP Wahidin Makassar
Tahun 2011-2012
Tabel 17 Distribusi Karateristik Responden Berdasarkan 65
Pekerjaan di RSUP Wahidin Makassar
Tahun 2011-2012
Tabel 18 Distribusi Karateristik Responden Berdasarkan 66
Tingkat Pendidikan di RSUP Wahidin Makassar
Tahun 2011-2012
Tabel 19 Analisis Risiko Usia Menarkhe Terhadap Kejadian 67
Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2011-2012
Tabel 20 Analisis Risiko Paritas Terhadap Kejadian 68
Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2011-2012
Tabel 21 Analisis Risiko Riwayat Keluarga Terhadap Kejadian 68
Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2011-2012
Tabel 22 Analisis Risiko Penggunaan Bedak Terhadap Kejadian 69
Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2011-2012
Tabel 23 Analisis Risiko IMT Terhadap Kejadian Kanker Ovarium 70
di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar

11
Tahun 2011-2012
Tabel 24 Hasil Uji Bivariat Masing – Masing Variabel Independen 72
Yang Diikutkan Dalam Analisis Multivariat
Tabel 25 Nilai Estimasi Parameter Model Regresi Logistik 73
Berganda Terhadap Kejadian Kanker Ovarium di RSUP
Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-2012

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka teori faktor risiko kejadian kanker ovarium 43


Gambar 2. Kerangka konsep penelitian 44
Gambar 3. Desain penelitian 48

12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent


Lampiran 2 Lembar Kuesioner
Lampiran 3 Master tabel
Lampiran 4 Hasil uji statistik
Lampiran 5 Surat izin penelitian dari Fakultas ke Balitbangda
Provinsi Sulawesi Selatan
Lampiran 6 Surat izin penelitian dari Balitbangda Provinsi
Sulawesi Selatan ke RSUP Wahidin Sudiro
Husodo
Lampiran 7 Surat izin penelitian dari Bidang Pendidikan dan
Penelitian RSUP Wahidin Ke Instalasi Rekam
Medik dan Ruangan Lontara IV Kebidanan

13
Lampiran 8 Surat keterangan penelitian dari Bagian
Pendidikan dan Penelitian RSUP Wahidin
Sudirohusodo
Lampiran 9 Undangan Seminar
Lampiran 10 Dokumentasi kegiatan penelitian

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/ Singkatan Arti dan Keterangan

WHO : World Health Organisation


IMT/ BMI : Indeks Massa Tubuh/ Body Mass Index
KO : Kanker Ovarium
OR : Odds Ratio
RSUP : Rumah Sakit Umum Propinsi
BRK : Badan Registrasi Kanker
BRCA 1 : Breast Cancer Antigen Type 1
BRCA 2 : Breast Cancer Antigen Type 2
TSH : Terapi Sulih Hormon
DNA : Deoksiribunukleat Acid

14
FIGO : International Federation Of Gynecology and
Obstetric
Obgin : Obsetri Ginekologi

15
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker Ovarium adalah penyakit keenam sebagai salah satu penyakit

berbahaya yang memiliki insidens dan kematian yang tinggi didunia pada

wanita (Parkin DM dkk 2007). Lebih dari 200.000 kematian yang tercatat setiap

tahun, yang dominan diantara perempuan dengan ekonomi lemah di masing-

masing negara berkembang dan maju (Sierra-Torres CH dkk 2008). Negara

yang memiliki angka tertinggi adalah sub sahara Afrika, termasuk Afrika Selatan

(40/100.000). Di Afrika, kebanyakan penderita dengan kanker Ovarium

umumnya terdeteksi pada stadium penyakit yang tinggi (59,3% stadium III).

Dimana penurunan insidens dan kematian kanker Ovarium terdokumentasi di

negara maju seperti Amerika, Kanada, dan Skandinavia, trend ini tidak nyata

terlihat pada negara berkembang dikarenakan kurangnya atau kurang

efisiennya program screening (Moodley M dkk 2008). Namun data terbaru

menunjukkan bahwa kanker ovarium merupakan penyebab kematian kanker

dikalangan perempuan di Amerika Serikat dan Eropa Barat dan memiliki angka

kematian tertinggi dari semua kanker ginekologis (Aletti et al, 2007).

Tumor ovarium dapat diklasifikasikan sebagai karsinoma peritoneum

primer, kanker tuba Fallopii, tumor germinative, tumor ovarium epitel jinak

(adenoma), tumor potensial rendah ganas (tumor borderline), atau tumor epitel

ganas (adenokarsinoma);. Sedangkan yang paling banyak jenis tumor ovarium

epitel adalah jinak, tidak menyebar, dan biasanya tidak menyebabkan penyakit
2

serius, kanker epitel ovarium (KEO) adalah kanker paling umum kesembilan di

kalangan perempuan, termasuk kanker kulit non- melanoma, peringkat kelima

kematian yang terkait kanker. Memang, menurut American Cancer Society,

KEO adalah penyebab kematian terbanyak daripada jenis kanker lain dari

sistem reproduksi wanita. Di Amerika Serikat, 21,990 kasus KEO baru, dan

15,460 KEO-kematian terkait diprediksi akan terjadi pada tahun 2011. Skenario

epidemiologi untuk KEO tidak jelas, setidaknya sebagian, mulai dari tidak

efisiennya strategi diagnosis / prognosis terutama karena kurangnya gejala

khusus pada tahap awal KEO. Sebagai akibatnya, sekitar 70% KEO didiagnosis

pada tahap lanjutan ketika biasanya metastatik tumor telah mengakuisisi

fenotipe yang resistan terhadap obat. (Cancer Facts and Figures 2011).

Sistem kesehatan masyarakat dunia secara dramatis dipengaruhi karena

tidak adanya biomarker KEO spesifik dan sensitif; Oleh karena itu deteksi awal

penyakit sangat kurang ketika tingkat kelangsungan hidup pasien masih

mencapai 85% (Tchabo NE 2005). Meskipun demikian, dua tes skrining yang

tersedia untuk mendeteksi KEO sporadis - sonografi transvaginal dan serum

CA-125 dosis - telah terbukti tidak spesifik sehingga relevansi diagnostik

tersebut masih kontroversial. Mengenai terapi KEO, prosedur standar termasuk

cytoreduction diikuti oleh kemoterapi platinum ajuvan. Sayangnya, banyak

pasien akan mengalami kekambuhan penyakit dan akhirnya akan mati dari

KEO (Willmott LJ 2010). Telah didokumentasikan bahwa insiden yang lebih

tinggi KEO adalah kalangan perempuan pada usia 60 atau lebih (Cancer Facts

and Figures 2011). Sebagai kebanyakan populasi usia dunia, dipreediksi


3

bahwa jumlah kasus KEO akan meningkat luar biasa dikarenakan gagalnya

deteksi dini dari kanker ini, yang menyebabkan pada usia menopause kanker

ini baru mengalami fase sporadik dan menyebabkan gagalnya usaha

pengobatan (Janssen-Heijnen ML 2007), untuk itu perlu ditekankan pentingnya

KEO dalam masalah kesehatan masyarakat.

Investigasi etiologis telah banyak dilakukan namun, hanya sedikit jumlah

dari faktor risiko yang konsisten terhadap kanker Ovarium, beberapa yang telah

diidentifikasi, temasuk umur, riwayat keluarga dengan kanker payudara atau

kanker Ovarium, dan predisposisi genetis (carrier dengan risiko tinggi, mutasi

dari gen suppressor seperti BRCA-1 atau BRCA-2). Faktor risiko ini hampir

tidak bisa dimodifikasi, dengan pengecualian dari pengurangan risiko dengan

terapi bedah (Cannistra SA 2009). Hal yang mencolok adalah, paritas dan

kontrasepsi oral adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan memberi

penurunan risiko (La Vecchia C 2007). Faktor risiko lain yang diduga, seperti

indeks massa tubuh, telah menjadi topik pada beberapa penelitian, tetapi

penegasan dalam etiologi kanker Ovarium masih belum begitu jelas (Modesitt

SC dkk 2010).

Studi melaporkan bahwa ada hubungan positif antara penggunaan dari

bedak pada area perineal dan kanker ovarium (Huncharek M dkk 2003). Pada

tahun 2006, IARC mengklasifikasikan penggunaan bedak sebagai penyebab

pasti karsinogenitas (Langseth H dkk 2008). Pada sebuah studi meta analisis,

data dari 16 studi menyatakan bahwa penggunaan bedak dapat meningkatkan

risiko kanker ovarium sebesar 30% (Huncharek M dkk 2003). Bagaimanapun,


4

tidak ada studi sebelumnya yang menyelidiki apakah penggunaan bedak pada

area perineal berhubungan dengan penyakit ginekologik berbahaya seperti

kanker endometrial (Karageorgi S Dkk 2010). Selebihnya, sangat sedikit

informasi yang tersedia mengenai faktor risiko yang mempengarui kanker

endometrial, kanker terkait hormon, yang tidak berdasarkan keterpaparan

hormonal (Karageorgi S dkk 2010).

Fakta epidemiologis mendukung hubungan yang sedang antara

penggunaan bedak dan risiko kanker ovarium, hubungan tersebut masih

menimbulkan kontroversi dengan kurangnya kejelasan mengenai dosis respon

dengan frekuensi penggunaan bedak atau durasi penggunaan bedak,

kemungkinan dari faktor pengganggu atau bias lainnya, dan ketidakpastian dari

mekanisme biologis (A.Gates M dkk 2008). Oleh karena itu pentingnya

dikembangkan penelitian untuk melihat hubungan antara penggunaan bedak

dengan risiko kanker ovarium.

Wanita dengan paritas lebih tinggi memiliki risiko lebih rendah terkena

kanker ovarium mungkin karena hormon kehamilan, tetapi efek spesifik dari

hormon kehamilan yang berbeda pada risiko kanker ovarium tidak jelas.

Klarifikasi Beberapa kemungkinan diperoleh dengan mempertimbangkan situasi

di mana kadar hormon kehamilan bervariasi. Sebuah penelitian dari Australia

berbasis populasi, studi kasus-kontrol kanker ovarium epitelial (2001-2005).

Dengan 1.203 kasus dan 1.286 kontrol dengan menggunakan regresi logistik

ganda, dihitung odds rasio dan interval kepercayaan 95% untuk menyelidiki

efek dari faktor yang berhubungan dengan kehamilan pada risiko kanker.
5

Wanita yang memiliki 1 atau lebih kelahiran prematur memiliki risiko lebih tinggi

terkena kanker ovarium dibanding mereka yang hanya secara normal (rasio

odds = 1,48, 95% confidence interval (CI) (OR): 1,02, 2.15).Tidak ada

hubungan antara kehamilan ganda dan kanker ovarium (untuk setiap kehamilan

ganda vs kehamilan tunggal: OR = 1,22, CI 95%: 0,74, 2,02). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kehamilan dikaitkan dengan hormon milieux berbeda

memiliki efek yang berbeda pada risiko kanker ovarium dan bahwa beberapa

asosiasi ini mungkin berbeda dengan subtipe histologis.( Agarwal R 2005)

Pengaruh yang paling konsisten diamati pada risiko kanker ovarium

nonfamilial yang memiliki infertilitas dan paritas rendah, terbukti meningkatkan

risiko, sementara multiparitas dan penggunaan kontrasepsi oral, terbukti

mengurangi risiko. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1 dari 6 wanita

yang menggunakan kontrasepsi oral yang berdurasi lama memiliki risiko hingga

nol kanker ovarium. Namun Efek terapi pengganti estrogen pada risiko kanker

ovarium masih menjadi kontroversi. Usia saat kehamilan pertama merupakan

faktor risiko independen untuk kanker payudara, tetapi pengaruhnya terhadap

risiko kanker ovarium menghilang setelah penyesuaian untuk jumlah kehamilan.

Apakah menyusui memiliki efek pada risiko adalah tidak diketahui Seperti yang

terjadi untuk kanker payudara, penyebab kanker ovarium memiliki komponen

keluarga. Adanya riwayat kanker ovarium dalam dua atau lebih kerabat tingkat

pertama secara signifikan meningkatkan risiko kanker ovarium. Ada juga

beberapa peningkatan risiko di antara wanita yang ibu atau saudara perempuan

yang menderita kanker endometrium atau payudara. Sebuah proporsi yang


6

lebih besar kasus kanker ovarium daripada kanker payudara disebabkan mutasi

BRCA1 atau BRCA2(Allan LA 2007).

Laporan dari Badan Registrasi Kanker (BRK) Departemen Kesehatan

Republik Indonesia tahun 2005 yang diperoleh dari 13 laboratorium pusat

patologik anatomik di seluruh indonesia menunjukkan bahwa frekuensi relatif

kanker ovarium menempati urutan ke 4 diantara 10 tumor tersering menurut

tumor primer yang terjadi pada pria dan wanita (4401 kasus) dan menempati

urutan ke 6 tumor tersering menurut tumor primer yang terjadi pada wanita di

jakarta (871 kasus)(BRK 2005).

Selama rentan waktu lima tahun (2001-2005) terdapat 432 kasus kanker

ginekologik di Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo, dimana kanker

ovarium menempati urutan ketiga sebanyak 23,45%.(Zuraidah E 2005).

Sedangkan kejadian kanker ovarium di rumah sakit umum pusat nasional

(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama tahun 2002 sampai 2006

juga menunjukkan proporsi tertinggi diantara jenis kanker ginekologik, dan

kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium juga menunjukkan angka yang

cukup tinggi, yaitu 34,1% dari 327 kasus kematian akibat kanker ginekologik

yang terjadi tahun 2002 sampai 2006 (Surbakti E 2006).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan sebelumnya,

beberapa masalah yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Seberapa besar risiko umur menarkhe terhadap kejadian kanker ovarium?


7

2. Seberapa besar risiko paritas terhadap kejadian kanker ovarium ?

3. Seberapa besar risiko riwayat keluarga terhadap kejadian kanker ovarium ?

4. Seberapa besar risiko riwayat penggunaan bedak genital terhadap kejadian

kanker ovarium?

5. Seberapa besar risiko Indeks Massa Tubuh terhadap kejadian kanker

ovarium?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui besar risiko kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit

Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menilai besar risiko kejadian kanker ovarium terkait umur

menarkhe

b. Untuk menilai besar risiko kejadian kanker ovarium terkait paritas

c. Untuk menilai besar risiko kejadian kanker ovarium terkait riwayat

keluarga dengan kanker ginekologik

d. Untuk menilai besar risiko kejadian kanker ovarium terkait riwayat

penggunaan bedak genital

e. Untuk menilai besar risiko kejadian kanker ovarium terkait indeks massa

tubuh
8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

Pemerintah Kota Makassar melalui instansi yang terkait dalam merumuskan

program pencegahan masalah kanker ovarium

2. Manfaat Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu

pengetahuan serta menjadi salah satu bacaan dan rujukan bagi peneliti lain

yang ingin meneliti mengenai faktor risiko kanker ovarium

3. Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti sendiri merupakan sebuah pengalaman dalam

memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat

khususnya faktor risiko terkait kanker ovarium

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih upaya

yang tepat dan efektif dalam mencegah kanker ovarium baik untuk

keluarga, kerabat dan masyarakat.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kanker Ovarium

1. Anatomi Rahim

Rahim atau uterus adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian

luarnya ditutupi oleh peritonium sedangkan bagian dalamnya dilapisi oleh

mukosa rahim, uterus terletak seperti buah pir yang sedikit gepeng kerah

muka belakang, ukurannya sebesar leher ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot polos, ukuran panjang uterus adalah 7-7,5cm,

lebar diatas 5,25 cm, dan tebal dinding 1,25 cm, letak uterus dan keadaan

fisiologis adalah anteversiofkelsio (serviks kedepan dan membentuk sudut

dengan vagina, kemudian juga korpus uteri kedepan dan membentuk sudut

dengan serviks uteri).

Uterus terdiri dari fendus uteri, serviks uteri, fundus uteria adalah bagian

uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi masuk ke uterus. Didalam klinik

penting untuk diketahui sampai sampai dimana fundus uteri, bagian kurpus

uteri disebut dengan cavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas

pars supra vaginalis yang berada diatas vagina dan pars vaginalis yang

disebut juga dengan posio.

Saluran yang terdapat pada serviks uteri disebut kanalis serviksalis

berbentuk saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh

kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel toraks bersilia dan berfungsi

sebagai reseptakulum seminalis, pintu saluran serviks disebelah dalam


10

disebut ostium uteri internum, dan pintu di sebut ostium eksternum. Kedua

pintu ini penting dalam penilaian jalan persalinan, abortus dan lain

sebagainya (Muchtar, 1999).

2. Definisi Kanker Ovarium

Tumor ovarium adalah neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium.

Tumor ovarium berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid atau kistik.

Tumor ovarium berdasarkan histopatologinya bisa bersifat jinak atau ganas.

Sembilan puluh persen tumor ovarium adalah jinak, walaupun hal ini

bervariasi dengan umur. Kebanyakan tumor ovarium jinak bersifat kistik.

Tumor ovarium jinak yang mempunyai komponen padat adalah fibromata,

thecomata, dermoid, Brenner tumor. Tumor ovarium terbagi atas tiga

kelompok berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor itu berasal yaitu

tumor epitel ovarium, tumor germ sel, tumor sex cord – stromal. Kanker

ovarium ganas terdiri dari 90 – 95 % kanker epitel ovarium, dan selebihnya

5 – 10 % terdiri dari tumor germ sel dan tumor sex cord-stroma. 90 – 95 %

dari kanker ovarium ganas merupakan kanker epitel ovarium, dan

selebihnya 5 – 10 % terdiri dari tumor germ sel dan tumor sex cord-stroma

(Oehadian A 2002)

a. Kanker Epitel Ovarium

Kanker epitel ovarium merupakan penyebab kematian lebih dari

keseluruhan keganasan ginekologi di Amerika Serikat (Bennet 2002). Di

seluruh dunia 204.000 wanita terdiagnosa setiap tahun dan 125.000

wanita meninggal karena penyakit ini. Dikarenakan tidak ada test


11

penapisan yang efektif untuk kanker ovarium dan gejala klinis yang kabur

pada stadium awal, sehingga tiga per empat pasien terdiagnosa sudah

stadium lanjut (WHO Stats 2007). Tipe – tipe histologi kanker epitel

ovarium berdasarkan klasifikasi histologi dari WHO adalah sebagai berikut

(Rezkini P 2009):

1. Serous adenocarcinoma

2. Mucinous tumors

a. Adenocarcinoma

b. Pseudomyxoma peritonei

3. Endometrioid Tumors

a. Adenocarcinoma

b. Malignant mixed mullerian tumor

4. Clear cell adenocarcinoma

5. Transitional cell tumors

a. Malignant Brenner tumor

b. Transitional cell carcinoma

6. Squamous cell carcinoma

7. Mixed carcinoma

8. Undifferentiated carcinoma

9. Small cell carcinoma

Banyak faktor bisa mempengaruhi risiko timbulnya kanker ovarium.13

Pil Kontrasepsi oral mempunyai efek proteksi yang terkuat. Analisis dari

12 uji klinis kasus – kontrol yang terdiri dari 2197 pasien dengan kanker
12

ovarium dibanding dengan 8893 kontrol wanita menunjukkan odds ratio

0,66 – 0,7.14 Durasi penggunaan pil kontrasepsi juga penting. Pada uji

klinis kasus – kontrol dari 441 wanita dengan kanker ovarium didapati

manfaat pada pemakai pil kontrasepsi oral lebih dari 3 tahun (OR 0,6).15

Uji klinis kanker kohort dari 17032 wanita menunjukkan keuntungan yang

signifikan dari pemakaian pil kontrasepsi oral selama 8 tahun atau lebih

dibanding dengan pemakaian 4 tahun atau kurang.16 (Bennet 2002)

b. Tumor Germ Sel

Tumor germ sel berasal dari element germinal dari ovarium dan terdiri

dari sepertiga dari seluruh neoplasma ovarium. Sub tipe yang paling

sering adalah mature cystic teratoma, juga sering disebut kista dermoid.

95 % dari tumor germ sel terdiri dari kista dermoid dan biasanya jinak

secara klinis. Sebaliknya tumor ganas germ sel hanya merupakan 5 %

dari kanker ovarium ganas di negara – negara barat (Rezkini P 2009)

Klasifikasi tumor germ sel ovarium penting untuk menentukan

prognosa dan untuk kemoterapi. Klasifikasi tumor germ sel adalah sebagai

berikut (Bennet 2002)

1. Dysgerminoma

2. Non dysgerminoma (kanker embrional)

a. Differensiasi embrional

1) Mixed

2) Mature

3) Immature
13

2) Differensiasi extra embrional

1) Choriocarcinoma

2) Endodermal sinus tumour (yolk sac tumour)

3) Extraembryonal carcinoma

Tiga ciri khas yang membedakan tumor ganas germ sel dari kanker

epitel ovarium. Pertama, tumor ganas germ sel sering timbul pada pasien

usia muda, biasanya pada usia belasan atau awal duapuluhan. Kedua,

kebanyakan terdiagnosa pada stadium I. Ketiga, prognosis yang bagus

walaupun pasien berada pada stadium lanjut dikarenakan tumor ini sensitif

pada kemoterapi. Terapi primer pada wanita yang masih ingin hamil

adalah pembedahan dengan tidak mengorbankan fertilitas (Bennet 2002)

3) Tumor sex cord - stromal

Tumor sex cord – stromal terdiri dari berbagai kelompok neoplasma

yang jarang yang berasal dari matriks ovarium. Klasifikasi histologi tumor

ovarium sex cord - stromal dari WHO adalah sebagai berikut (Bennet

2002):

1. Granulosa-stromal cell tumors

a. Granulosa cell tumor

2. Adult type

3. Juvenile type

b. Thecoma-fibroma group

1. Thecoma

2. Fibroma/fibrosarcoma
14

3. Sclerosing stromal tumor

2. Sertoli-stromal cell tumors

a. Sertoli cell tumor

b. Sertoli - Leydig cell tumor

3. Sex cord tumor with annular tubules

4. Steroid cell tumors

a. Stromal luteoma

b. Leydig cell tumor

c. Steroid cell tumor not otherwise specified

5. Unclassified

6. Gynandroblastoma

Sel – sel dalam matriks ovarium berpotensi memproduksi hormon, dan

hampir 90 % dari tusmor ovarium yang memproduksi hormon adalah

tumor sex cord – stromal. Akibatnya, pasien dengan jenis tumor ini

mempunyai gejala dan tanda klinis dari kelebihan estrogen atau androgen.

Reseksi dengan bedah merupakan terapi primer, dan tumor sex cord –

stromal secara umum terbatas pada satu ovarium pada saat diagnosis.

Disamping itu, kebanyakan mempunyai pola tumbuh yang lambat dan

rendah potensi keganasan. Oleh karena sebab – sebab di atas, hanya

beberapa pasien memerlukan kemoterapi berbasis platinum. Walaupun

penyakit kambuhan sering mempunyai respon yang lemah pada

pengobatan, pasien dapat bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama

karena lambatnya pertumbuhan tumor. Secara keseluruhan prognosis dari


15

tumor sex cord – stromal adalah baik terutama karena terdiagnosa pada

diagnose awal dan pembedahan kuratif. Dikarenakan jarangnya tumor

jenis ini, membatasi pemahaman perjalanan penyakit.

3. Penyebab

Penyebab pasti dari kanker ovarium belum diketahui, beberapa

penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini melibatkan peningkatan kadar

estrogen (Subiantoro 2011). Salah satu fungsi estrogen yang normal

adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah

besar estrogen yang disuntikkan kepada hewan percobaan di laboratorium

menyebabkan hiperplasia endometrium (Indonesia 2011)

Wanita yang menderita kanker rahim tampaknya memiliki faktor risiko

tertentu. Dalam definisi faktor risiko adalah sesuatu yang menyebabkan

bertambahnya kemungkinan sesorang untuk menderita suatu penyakit,

seorang wanita yang memiliki faktor risiko tidak selalu menderita kanker

rahim, sebaliknya banyak penderita kanker rahim yang tidak memiliki faktor

risiko.(Indonesia 2011).

Beberapa penyebab pasti dari kanker ovarium (Ari 2009):

a. Riwayat keluarga kanker ovarium dan kanker payudara kanker kolon

serta kanker endometrial

b. Wanita diatas usia 50 – 75 tahun

c. Wanita yang tidak memiliki anak(nullipara)

d. Wanita yang memiliki anak > 35 tahun

e. Membawa mutasi gen BRCA1 atau BRCA2


16

f. Sindroma herediter kanker kolorektal nonpolipoid

g. Ras kaucasia > Afrika-Amerika

4. Epidemiologi

Umumnya secara histologis hampir seluruh kanker ovarium berasal dari

epitel, yaitu menempati sekitar 85-90% dari seluruh kanker ovarium

(Ginekolog 2010). Di Amerika Serikat tahun 1998, dijumpai 25.400 kasus

baru kanker ovarium dan lebih dari separuhnya mengalami kematian

(sebanyak 14.500 orang).

Juga dalam tahun yang sama dilaporkan bahwa kanker ovarium

merupakan tumor ganas urutan kelima terbanyak di Amerika Serikat

setelah karsinoma paru, usus besar, payudara, dan pankreas. Kurangnya

penelitian mengenai kanker ovarium khususnya di Indonesia menyebabkan

gambaran epidemiologisnya tidak begitu jelas seperti di negara maju

lainnya.

Dari beberapa penelitian di Indonesia seperti Kartodinejo di Yogyakarta

tahun 1976 mendapatkan angka kejadian kanker ovarium sebesar 30,5%

seluruh keganasan ginekanker ovariumlogik, di Surabaya tahun 1979

mendapatkan 7,4% dari tumor ginekanker ovariumlogik, Danu Kusumo di

Jakarta pada tahun 1990 mendapatkan kejadian kanker ovarium sebesar

13,8% dari seluruh keganasan ginekanker ovariumlogik dan Fadlan di

Medan pada tahun 1981 sampai 1990 mendapatkan kejadian kanker

ovarium sebesar 10,64 % dari seluruh keganasan ginekanker ovariumlogik.

Angka kejadian kanker ovarium ini dipengaruhi sebagai berikut :


17

Negara Asal;

Didapatkan angka kejaian karsinoma ovarium yang tinggi pada wanita

dinegara-Negara industri dibandingkan dengan negara non industri

Insiden karsinoma ovarium dibeberapa negara adalah sebagai berikut :

1. Eropa 1992 sebesar 17,2

2. Jepang 1992 sebesar 3,2

3. USA 1995 sebesar 14,4

4. Norway 1996 sebesar 12,5

5. Kanada 1996 sebesar 12,0

Ras:

Insiden kanker ovarium per 100.000 penduduk dikalangan kulit putih

Amerika Serikat sebesar 4,2 % sedangkan dikalangan Afrika-Amerika

hanya sebesar 9,3% juga Parker melaporkan insiden kanker ovarium

dikalangan kulit putih Amerika sebesar 15,8%, dikalangan Indian-Amerika

sebesar 17,5% dan dikalangan China-Amerika sebesar 9,3%.

Usia

Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa insiden kanker ovarium pada

populasi wanita diatas usia 50 tahun sebesar 41,4 per 100.000 penduduk,

sedangkan pada wanita yang lebih muda hanya 5,1 per 100.000 penduduk.

Dari penelitian lain dilaporkan bahwa kanker ovarium dijumpai pada

dekade delapan yaitu pada wanita usia 75-79 tahun sebanyak 57 kasus per

100.000 wanita, sedangkan pada wanita yang berusia antara 40-44 tahun

hanya 16 kasus per 100.000 wanita.


18

Dari penelitian Fadlan di Medan tahun 1981-1990 dilaporkan insiden

kanker ovarium terbanyak pada kelompok usia 41-50 tahun, sedangkan

Harahap di Jakarta tahun 1984 melaporkan iniden tertinggi kanker ovarium

terdapat pada kelompok usia 40-70 tahun (Sahil FM 2007).

5. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker ovarium

diantaranya adalah:

1. Usia

Pada beberapa penelitian usia dikaitkan dengan menarke

(menstruasi pertama) dan menopause, wanita dengan menarke <12

tahun mengalami risiko lebih besar untuk mengalami kanker ovarium

dibandingkan dengan wanita dengan menarke ≥12 tahun, hal ini

dikarenakan produksi estrogen yang terlalu dini yang menyebabkan

pertumbuhan menyimpang dari epitel rahim. Sementara pada wanita

dengan usia subur yang panjang (menopause pada usia 52 tahun) juga

memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker ovarium hal ini juga

disebabkan karena keterpaparan estrogen yang juga menyebabkan

pertumbuhan menyimpang dari epitel rahim (ginekolog 2011).

2. Terapi Sulih Hormon

TSH digunakan untuk mengatasi gejala-gejala menopause,

mencegah osteoporosis dan mengurangi risiko penyakit jantung dan

stroke. Namun disatu sisi terapi ini mengakibatkan konsumsi estrogen

dosis tinggi dan jangka panjang yang dapat menyebabkan kanker


19

ovarium. Pada beberapa penelitian, wanita yang mengkonsumsi

estrogen tanpa progesteron memiliki risiko yang lebih tinggi untuk kanker

ovarium dibandingkan dengan wanita yang mengkonsumsi estrogen

dengan progesteron.(ginekolog 2011)

3. Tamiksofen

Wanita yang mengkonsumsi tamiksofen untuk mencegah atau

mengobati kanker payudara memiliki risiko lebih tinggi. Risiko ini

tampaknya berhubungan dengan efek tamiksofen yang menyerupai

estrogen pada rahim. Keuntungan yang diperoleh dari tamiksofen lebih

besar daripada risiko terjadinya kanker lain, tetapi setiap wanita

memberikan reaksi yang berlainan (ginekolog 2011).

4. Mutasi Gen BRCA1 dan BRCA2

Gen BRCA 1 dan BRCA 2 berperang penting dalam mekanisme

perbaikan DNA. Sebagai partisipan penting dalam kompleksitas multi

protein, BRCA1 diasosiasikan sebagai sebagai sebuah sistem surveilans

genom, sehingga berfungsi sebagai sensor untuk kerusakan DNA.

Sementara BRCA2 memiliki peran langsung dalam perbaikan DNA itu

sendiri dengan mendorong RAD51 ke jaringan DSBs. Dengan mengikuti

pengenalan DNA DSBs, BRCA1 kemudian mengalami fosforilasi dan

mengarahkan pengaktifan dari perbaikan DSBs dengan HR. HR adalah

adalah jalur bebas kesalahan dan mengoperasikan perbaikan dari DSBs

di fase S dan G2 siklus sel. Fungsi lain dari HR adalah perbaikan DSBs
20

yang akan menjadi tempat dari replikasi percabangan ketika tidak terjadi

perbaikan pada satu untai yg rusak.

Hilangnya fungsi-fungsi dari BRCA1 atau BRCA2, sel tidak akan

dapat menjalani perbaikan DNA dan mengaktifkan NHEJ dan SSA yang

mana merupakan jalur bebas kesalahan perbaikan DNA. Ketika terjadi

mutasi pada gen ini menyebabkan tumbuhnya sel tumor, dan tumbuh

menjadi tidak stabil. Sel yang tumbuh dengan mutasi BRCA1 atau

BRCA2 tidak mampu mereplikasi fungsi utama dari sel sehingga tumbuh

bersama-sama sel normal dan menjadi parasit karena memanfaatkan

makanan sel normal dan tumbuh dengan tidak terkendali (Drew Y dkk

2008).

5. Riwayat Keluarga dengan Kanker Payudara dan Kanker Ovarium

Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa wanita dengan

riwayat keluarga pernah menderita kanker payudara dan kanker

ovarium memiliki risiko untuk kanker ovarium. Sebuah penelitian di

Kanada menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat keluarga pernah

menderita kanker payudara dan kanker ovarium memiliki mutasi gen

BRCA1 atau BRCA2 yang memicu terjadinya pertumbuhan sel kanker

(Sahil FM 2007).

6. Faktor Infeksi Virus

Dugaan bahwa virus juga terlibat sebagai penyebab Kanker Ovarium

masih diperdebatkan dijumpai kasus-kasus Kanker Ovarium yang

ternyata mempunyai riwayat pernah terinfeksi virus Mumbs (parotitis


21

epidemica) atau menderita infeksi virus mumbs yang subklinik juga ada

laporan yang menghubungkan penyebab kanker ovarium ini dengan

infeksi rubella dan virus influenza (Sahil FM 2007).

7. Faktor Paparan Radiasi

Dugaan adanya faktor paparan radiasi terhadap ovarium telah

mendapat perhatian banyak penelitian, dari penelitian kasus kontrol

terbukti adanya peningkatan risiko menderita Kanker Ovarium pada

wanita yang terpapar pada radiasi, dengan risiko relatif sebesar 1,8.

walaupun ada juga penelitan yang tidak menemukan hubungan antara

kejadian KO pada wanita-wanita yang terpapar radiasi (Sahil FM 2007).

6. Patogenesis

Faktor risiko dari kanker ovarium hingga saat ini belum jelas

dibandingkan dengan tumor-tumor genitalia lainnya, tetapi nullparitas,

riwayat keluarga, dan mutasi yang diturunkan telah dinyatakan berperan

dalam perkembangan tumor. Terdapat frekuensi yang lebih tinggi dari

karsinoma pada wanita yang belum menikah dan juga wanita menikah

dengan paritas yang rendah. Disgenesis gonad pada anak juga dihubungkan

dengan risiko kanker ovarium yang lebih tinggi. Wanita usia 40-59 tahun

yang mengkonsumsi kontrasepsi oral atau telah menjalani ligasi tuba

memiliki risiko yang lebih rendah terkena kanker ovarium.

Namun dari seluruh faktor-faktor risiko, yang dianggap berpengaruh

adalah faktor genetik. Mutasi pada BRCA1 maupun BRCA2 meningkatkan

kerentana terhadap kanker ovarium. Mutasi BRCA1 ditemukan pada 5%


22

pasien dibawah usia 70 tahun dengan kanker ovarium. Risiko terkena kanker

ovarium pada wanita dengan mutasi BRCA1 atau BRCA2 diperkirakan

sekitar 20-60% pada usia 70 tahun. Kebanyakan kanker ini adalah jenis

kistadenokarsinoma serosa. Sekitar 30% dari adenokarsinoma ovarium

mengekspresikan onkogen HER2/neu (ERB-B2), yang menunjukkan

prognosis yang buruk. Mutasi pada gen supresor tumor p53 juga ditemukan

pada 50% kasus karsinoma ovarium (Reskini P 2009).

7. Gejala

Umumnya gejala yang tampak pasti dan dirasakan adalah pada saat

kanker ovarium telah memasuki stadium tinggi. Namun ada beberapa gejala

awal yang dapat kita ketahui diantaranya adalah rasa tidak enak yang

samar-samar di perut bagian bawah. Ovarium yang membesar pada wanita

pasca menopause bisa merupakan pertanda awal dari kanker ovarium.

Didalam perut terkumpul cairan dan perut membesar akibat ovarium yang

membesar ataupun karena penimbunan cairan. Pada saat ini penderita

mungkin akan merasa nyeri panggul, anemia dan berat badannya menurun.

Kadang kanker ovarium melepaskan hormon yang menyebabkan

pertumbuhan berlebih pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau

peningkatan pertumbuhan rambut (Subiantoro 2011).

Berikut beberapa gejala yang biasanya timbul :

1. Pendarahan rahim yang abnormal

2. Siklus menstruasi yang abnormal


23

3. Pendaraan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih

mengalami menstruasi)

4. Pendarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause

5. Pendarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang

berusia diatas 40 tahun)

6. Nyeri perut bagian baweah atau kram panggul

7. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca

menopause)

8. Nyeri atau kesulitan dalam berkemih

9. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

8. Stadium Klinik


  
  
  
  Tumor ovarium stromal berasal dari jaringan penyokong ovarium yang

memproduksi hormon estrogen dan progesteron, jenis tumor ini jarang

ditemukan, bentuk yang didapat berupa tumor theca dan tumor sel sartoli-

leydig termasuk kanker dengan derajat keganasan yang rendah.


24

 Klasifikasi stadium kanker ovarium berdasarkan FIGO (International


Federation of Gynecology and Obstetrics (Olive DL 1993).
Stadium I terbatas pada 1 / 2 ovarium
IA Mengenal 1 ovarium, kapsul utuh, ascites (-)
IB Mengenai 2 ovarium, kapsul utuh, ascites (-)
IC Kriteria I A / I B disertai 1 > lebih keadaan sbb :
1. 
  
 Mengenai permukaan luar ovarium
2. 
  
 Kapsul ruptur
3. 
  
 Ascites (+)

Stadium II perluasan pada rongga pelvis


II A Mengenai uterus / tuba fallopi / keduanya
II B Mengenai organ pelvis lainnya
II C Kriteria II A / II B disertai 1 / > keadaan sbb :
1. 
  
 Mengenai permukaan ovarium
2. 
  
 Kapsul ruptur
3. 
  
 Ascites (+)
Stadium III kanker meluas mengenai organ pelvis dan intraperitoneal
III A Makroskopis : terbatas 1 / 2 ovarium
Mikroskopis : mengenai intraperitoneal
III B Makroskopis : mengenai intraperitoneal diameter < 2 cm, KGB (-)
III C 1. 
  
 Meluas mengenai KGB dan / Makroskopis mengenai intraperitoneal diameter > 2 cm
Derajat keganasan kanker ovarium

1. Derajat 1 : differensiasi baik

2. Derajat 2 : differensiasi sedang

3. Derajat 3 : differensiasi buruk

Dengan derajat differensiasi semakin rendah pertumbuhan dan prognosis akan

lebih baik

9. Diagnosis
25

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat, pemeriksaan fisik

ginekologi, serta pemeriksaan penunjang

A. Riwayat

Kanker ovarium pada stadium dini tidak memberikan keluhan.

Keluhan yang timbul berhubungan dengan peningkatan massa tumor,

penyebaran tumor pada permukaan serosa dari kolon dan asites. Rasa

tidak nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa kenyang sering

berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering timbul

adalah mudah lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek

akibat efusi pleura dan asites yang masif.

Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu

diperhatikan umur penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium.

Pada bayi yang baru lahir dapat ditemukan adanya kista fungsional yang

kecil (kurang dari 1-2 cm) akibat pengaruh dari hormon ibu. Kista ini

mestinya menghilang setelah bayi berumur beberapa bulan. Apabila

menetap akan terjadi peningkatan insiden tumor sel germinal ovarium

dengan jenis yang tersering adalah kista dermoid dan 4 disgerminoma.

Dengan meningkatnya usia kemungkinan keganasan akan meningkat

pula. Secara umum akan terjadi peningkatan risiko keganasan mencapai

13% pada premenopause dan 45% setelah menopause. Keganasan yang

terjadi bisa bersifat primer dan bisa berupa metastasis dari uterus,

payudara, dan traktus gastrointestinal.

B. Pemeriksaan Fisik Ginekologi


26

Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam

memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa

tumor. Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan

bagian posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas

dan rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian,

mengingat tidak jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari

karsinoma payudara.

Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa

pada rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik

yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas,

namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan

permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor

ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler,

terfiksasi dan sering bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga

abdomen dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan

derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan

petunjuk adanya keganasan.

C. Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam

menegakkan diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada

keganasan akan memberikan gambaran dengan septa internal, padat,

berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites . Walaupun ada

pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic


27

resonance imaging), dan positron tomografi akan memberikan gambaran

yang lebih mengesankan, namun pada penelitian tidak menunjukan

tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari ultrasonografi.

Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling sering

digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel, walaupun sering

disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada adanya

petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain alpha-fetoprotein

(AFP), lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL),

plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic

gonadotrophin(hCG).

Tabel 1 Petanda Tumor Ganas Sel Germinal Ovarium


Histologi AFP hCG
Disgerminoma - ±
Yolk sac tumor + -
Teratoma imatur ± -
Mixed germ cell tumors ± ±
Korokarsinoma - +
Karsinoma embrional ± +
Poliembrioma ± +
Sumber: Sahil FM 2007

Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan

pada penderita dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat

menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga asites

ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan asites


28

hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan

pada diafragma

10. Pengobatan / Penatalaksanaan

A. Disgerminoma

Saat ini penatalaksanaan disgerminoma meliputi staging

laparotomy menyeluruh sebagai mana yang dilakukan terhadap

karsinoma ovarium jenis epitel. Enam puluh sampai tujuh puluh persen

penderita didiagnosis dengan stadium I karena kebanyakan berada

pada usia reproduksi, penyakit dengan stadium awal dapat dilakukan

hanya salfingoooferektomi unilateral dengan mempertahankan uterus

dan ovarium kontralateral. Prosedur ini terdiri atas insisi mediana,

pembilasan peritoneum, eksplorasi, sitologi dan biopsi, omentektomi

dan limfadenektomi. Semua daerah yang dicurigai harus dilakukan

biopsi. Ovarium kontralateral diperhatian secara cermat, dan tidak perlu

dilakukan biopsi bila ukuran, bentuk dan konsistensinya normal

Pada penderita dengan stadium lanjut dianjurkan untuk dilakukan

sesuai dengan prinsip pembedahan sitoreduksi. Dukungan terhadap

konsep pembedahan sitoreduksi pada tumor ganas sel germinal sesuai

dengan penelitian oleh Gynecologic Oncology Group (GOG), dengan

menggunakan regimen kombinasi vinkristin, aktinomisin D, dan

siklofosfamid (VAC), Slayton dkk. mendapatkan kegagalan kemoterapi

28% pada penderita dengan reseksi komplet di bandingkan dengan


29

68% pada reseksi inkomplet. Dan dilaporkan pula pada semua

penderita disgerminoma stadium II dan III yang dilakukan reseksi

komplet berhasil kemoterapi mencapai 95-95%.

Adapun kriteria penanganan konservatif terhadap disgerminoma murni

adalah sebagai berikut:

1. Pasien muda yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya

2. Ada persetujuan keluarga dan bersedia untuk pengawasan ketat.

3. Tumor utuh, berkapsul (stadium IA), tak mengalami perlengketan dan

unilateral.

4. Tidak ada bukti disgenetik gonad, atau adanya kromosom Y

5. Tidak terdapat asites, atau bilasan sitologi negatif

6. Tidak ada bukti tumor ekstraovarium pada staging, termasuk

limfonodi dan ovarium kontralateral

7. Hasil limfogram negatif

Disgerminoma umumnya sangat sensitif dan pada penderita tertentu

dengan stadium lanjut, fungsi reproduksi dapat dipertahankan bila secara

makroskopik uterus dan ovarium kontralateral tidak terkena.

Penderita-penderita disgerminoma dengan stadium IA dapat hanya

dilakukan pembedahan dan kemudian diawasi secara ketat tanpa

pemberian terapi adjuvan. Angka harapan hidup 10 tahun penderita ini

mencapai 100%, namun 15-25% dapat terjadi rekurensi, tetapi dengan

pengobatan dapat disembuhkan. Penderita-penderita dengan stadium

lebih tinggi harus diberikan terapi adjuvan, baik radio terapi ataupun
30

kemoterapi. Walaupun disgerminoma sangat sensitif terhadap

radioterapi, dapat terjadi hilangnya fungsi reproduksi akibat rusaknya

ovarium. Karena itu radioterapi telah digantikan dengan kemoterapi.

Telah dilaporkan keberhasilan penggunaan kombinasi vinkristin dan

metotreksat, kombinasi VAC, kombinasi VBP dan semua menunjukan

remisi yang komplet. Laporan mengenai efektifitas dan kurangnya efek

toksik kemoterapi regimen kombinasi bleomycin, etoposide, dan cisplatin

(BEP) pada pengobatan seminoma testikuler telah mengilhami pula

penggunaan regimen kombinasi terhadap disgerminoma. Keberhasilan

regimen ini telah dilaporkan oleh Gershenson (1986) yang mendapatkan

remisi menetap pada dua pasien yang diobati dengan BEP. Williams dkk.

melaporkan, bahwa bila dibandingkan dengan VBP, pemberian regimen

BEP akan memberikan hasil yang sama dengan toksisitas yang lebih

rendah.

Tabel 2 Kombinasi Regimen Kemoterapi Untuk Tumor Ganas Sel


Germinal Ovarium
Regimen Kombinasi Dosis
VAC Vinkristin 1-1,5 mg/m2 hari I siklus
Aktinomisin D 0,54 mg/hari pada hari 1-5 tiap
Cyclophosphamide minggu
5-7 mg/hari pada hari 1-5 tiap
minggu
VBP Vinblastin 0,3 mg/kg dalam dosis terbagi,
Bleomosin hari 1 dan 2
Cisplatinum 15 mg pada hari 1-5 infus
Ulang 3-4 minggu kemudian kontinyu
100 mg/m2 pada hari 1
31

BEP Bleomisin 10-15 mg/hari, hari 1-3 (drip)


Etoposide 100 mg/m2/hari, hari 1-3
Cisplatin 100 mg/m2 pada hari 1
Ulang 3-4 minggu kemudian

Sumber:SahilFM 2007

Dari hasil-hasil penelitian ini GOG merekomendasikan regimen

kombinasi BEP sebagai terapi adjuvan terhadap penderita disgerminoma

karena tingginya angka kesembuhan, pengaruh yang minimal terhadap

fungsi reproduksi, dan efek toksik yang minimal. Kebanyakan ahli

merekomendasikan 3 siklus pada pasien dengan reseksi komplet dan 4

siklus pada pasien dengan reseksi inkomplet.

Mengenai pengamatan lanjut terhadap pasien dengan stadium dini

yang tidak diberikan terapi adjuvan, dianjurkan untuk dilakukan follow up

tiap 4-6 minggu selama 2 tahun pertama dan pada semua pasien harus

disertai dengan pemeriksaan petanda tumor LDH dan hCG, sampai


32

dengan tahun ke 3 follow up dilakukan tiap 8-12 minggu dan tiap 3-4

bulan sampai dengan tahun ke 5.

B. Nondisgerminoma

Pada masa lalu, tumor-tumor nondisgerminoma memiliki prognosis

yang jelek, dengan hanya 15-20% pasien yang mampu hidup setelah

dilakukan pembedahan saja. Tumor ini tidak sensitif terhadap radioterapi,

dan hanya dengan kemoterapi angka harapan hidup penderita dapat

diperbaiki. Beberapa peneliti telah melaporkan keberhasilan kemoterapi

adjuvan VAC, VPB dan BEP terhadap tumor ganas sel germinal

nondisgerminoma, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 3 Angka Remisi Jangka Panjang Pemberian Regimen Vac


Pada Stadium I
Peneliti Total Teratoma Teratoma Sinus
% Imatur campuran endodermal
% % %
Gersheson 32/37 (86) 8/9 (89) 9/12 (75) 15/16 (94)
Slayton 32/44 (73) 16/16 (100) 5/6 (83) 11/12 (92)
Schwartz 16/16 (100) 7/7 (100) 2/2 (100) 5/5 (100)

Sumber:Simatupang F,2007

Tabel 4 Angka Remisi Jangka Panjang Pemberian Regimen Vac Pada


Stadium II-IV Tumor Sel Germinal
Peneliti Total Teratoma Teratoma Sinus
% Imatur campuran endodermal
33

% % %

Gersheson 13/29 (84) 7/9 (78) 3/9 (33) 3/10 (30)


Slayton 14/32 (44) 7/12 ( 58) 2/9 (22) 5/9 (56)
Schwartz 1/3 (33) 1/1 (100) 0/1 (0) 0/1 (0)

Sumber:Simatupang F,2007

Tabel 5 Angka Pemberian Vbc Pada Stadium I

Peneliti Teratoma Teratoma Sinus endodermal


imatur campuran
Carlson et al 3/3 1/1 1/1
Taylor et al 2/2 - 1/1
Vriesendrop et al - - 1/1
Gershenson et al - 0/1 1/1
Lokey et al - - 1/1
Wiltshaw et al - - 4/4
Davis et al - - 3/3
Sawada et al - - 2/2
Sessa et al - - 4/4

Sumber:Simatupang F,2007

Tabel 6 Angka Remisi Pemberian Vbc Pada Stadium II –IV

Peneliti Teratoma imatur Teratoma campuran Sinus endodermal


Carlson et al 1/1 1/1 2/2
Taylor et al 3/4 6/6 0/1
Gershenson et al 0/2 7/10 1/1
Vriesendrop et al 1/1 2/2 2/2
Schwartz - 2/3 1/2
Julian et al - - 2/3
Wiltshaw et al - - 3/4
Davis et al - - 1/1
Sawada et al - - 2/3
Sessa et al 5/9
Total 5/5 1/2 18/18

Sumber:Simatupang F,2007
34

Sebagai patokan, pasien-pasien yang telah dilakukan surgical staging

lengkap dan menunjukkan stadium IA derajat 1 teratoma imatur tidak

memerlukan terapi adjuvan setelah pembedahan, dan dapat dilakukan

pengamatan lanjut yang ketat, sedangkan pasien dengan jenis tumor lain

serta stadium yang lebih tinggi harus diberikan kemoterapi adjuvan.

Adapun pemberiannya sebanyak 3 siklus BEP pada tumor dengan

reseksi komplet dan 4 siklus pada tumor dengan reseksi inkomplet,

diberikan dengan dosis penuh, dan pengobatan dapat dimulai segera

setelah pembedahan (7-10 hari pasca pembedahan).

C. Second look laparotomy

Williams dkk dan GOG mereview pengalaman mereka dengan

second look laparotomy pada tumor ganas sel germinal dan

menyimpulkan bahwa second look laparotomy tidak ada gunanya

dilakukan pada pasien-pasien dengan reseksi komplet atau pasien

dengan resksi inkomplet jika tidak terdapat elemen teratoma imatur pada

tumor primernya.

11. Pencegahan

Beberapa faktor muncul untuk mengurangi risiko kanker indung telur,

termasuk:

1. Kontrasepsi oral(pil KB). Dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah

menggunakan mereka, para wanita yang menggunakan kontrasepsi oral

selama lima tahun atau lebih mengurangi risiko kanker ovarium sekitar

50 persen, sesuai dengan ACS.


35

2. Kehamilan dan menyusui. Memiliki paling tidak satu anak menurunkan

risiko Anda mengalami kanker ovarium. Menyusui anak-anak juga dapat

mengurangi risiko kanker ovarium.

3. Tubal ligasi atau histerektomi. Setelah tabung Anda diikat atau memiliki

histerektomi dapat mengurangi risiko kanker ovarium.

Perempuan yang berada pada risiko yang sangat tinggi mengalami

kanker ovarium dapat memilih untuk memiliki indung telur mereka diangkat

sebagai cara untuk mencegah penyakit. Operasi ini, dikenal sebagai

profilaksis ooforektomi, dianjurkan terutama bagi perempuan yang telah

dites positif untuk mutasi gen BRCA atau wanita yang mempunyai sejarah

keluarga yang kuat payudara dan kanker ovarium, bahkan jika tidak ada

mutasi genetik yang telah diidentifikasi.

Studi menunjukkan bahwa ooforektomi profilaksis menurunkan risiko

kanker ovarium hingga 95 persen, dan mengurangi risiko kanker payudara

hingga 50 persen, jika ovarium diangkat sebelum menopause. Profilaksis

ooforektomi mengurangi, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan, risiko

kanker ovarium. Karena kanker ovarium biasanya berkembang di lapisan

tipis rongga perut yang meliputi ovarium, wanita yang pernah diangkat

indung telur mereka masih bisa mendapatkan yang serupa, tetapi jarang

bentuk kanker yang disebut kanker peritoneal primer.

Selain itu, profilaksis ooforektomi menginduksi menopause dini, yang

dengan sendirinya mungkin memiliki dampak negatif pada kesehatan

wanita, termasuk peningkatan risiko osteoporosis, penyakit jantung dan


36

kondisi lain. Jika seorang wanita sedang mempertimbangkan setelah

prosedur ini dilakukan, pastikan untuk membahas pro dan kontra dengan

dokter (Subiantoro 2011).

B. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Kanker Ovarium

1. Tinjauan Umum Tentang Usia

Penelitian yang menghubungkan usia dengan kanker ovarium telah

banyak dilakukan, namun umumnya penelitian yang dilakukan tidak banyak

menghubungkan usia secara pasti terhadap risiko kanker ovarium, penelitian

yang ada lebih melihat umur secara umum, namun ada beberapa penelitian

yang menghubungkan umur dengan status menopause. Penelitian David C

Whiteman menemukan bahwa usia menopause lebih dari 52 tahun memiliki

risiko lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang menopause dibawah

usia 50 tahun (OR 63,4,95% CI; 0,79-1,10). Sementara itu Ana Cristina

menemukan bahwa usia menarke dibawah 12 tahun memiliki risiko lebih

besar dibandingkan dengan usia menarke 12 tahun keatas (OR 52,6, 95%

CI; 0,80-1,16).

Tabel 7. Sintesis Umur dengan Risiko Kanker Ovarium


Peneliti/ Variabel
Judul Penelitian
Tahun
Terapi
Umur Pendidikan Hormonal/
Paritas
Zuraidah E Faktor risiko kanker 34,4% SD dan tidak Orang yang
/ 2005 ovarium jenis golongan umur sekolah memiliki menjalani
ephitelia di RSUN 52-62 tahun risiko tinggi terapi hormonal
Dr.Cipto memiliki risiko dengan OR memiliki risiko
37

Mangunkusumo tinggi (OR 24,5 17,97 dan 12,91 lebih tinggi


95% CI; 6,34- CI 2,82, 114,66 dengan OR
9,24) dan 1,96; 84,92 2,83 CI;1,34-
6.00
Surbakti E Pendekatan Faktor Umur 52-63 Tidak sekolah Wanita tanpa
/ 2006 Risiko sebagai tahun memiliki memiliki risiko anak memiliki
rancangan alternatif risiko tinggi lebih tinggi (OR risiko lebih
dalam (OR 4,3 , 75, 3,75 95%CI) tinggi (OR 2,01
penanggulangan 95% CI) 95% CI
kanker ovarium di
RS Piringadi Medan
Sumber : Zuraidah E (2005), Surbakti E (2006)

2. Tinjauan Umum Tentang Paritas

Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium.

Untuk proses perbaikan kerusakan ini diperlukan waktu tertentu. Apabila

kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan

sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak

adekuat,maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan

sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik (Hipotesis

incessant ovulation).

Hal ini dapat menerangkan tentang terjadinya penurunan kejadian KO

pada wanita hamil, menyusui atau menggunakan pil kontrasepsi, oleh karena

selama hamil, menyusui dan menggunakan pil kontrasepsi terjadi ovulasi.

Mosgard dkk melaporkan peningkatan kejadian KO dengan odds ratio 2,7

dan 1,9 pada wanita tidak pernah hamil dibandingkan dengan wanita yang

mempunyai anak.
38

Banyak peneliti yang melaporkan bahwa kejadian karsinoma ovarium

menurun pada wanita-wanita yang mempunyai banyak anak dibandingkan

dengan wanita yang tidak pernah melahirkan dengan risiko relatif berkisar

antara 0,5 sampai 0,8. keadaan ini memperkuat dasar dari hipotesis

incessant ovulation

Tabel 8 Hubungan Paritas dengan Risiko Kanker Ovarium


Paritas RR

Nullpara 3.0

1 anak dari kehamilan aterm 2,6

2 anak dari kehamilan aterm 2,53

≥ 6 anak dari kehamilan aterm 1,29

Sumber: Sahil FM 2007

Tabel 9 Sintesis tabel paritas dengan risiko kanker ovarium

Peneliti/Tahun Judul Variabel

Paritas

Abdat Au/ 2010 Hubungan Paritas ibu dengan Peningkatan produksi estrogen

peningkatan estrogen pada pada wanita dengan nullpara lebih

kader posyandu di Kabupaten tinggi 3% dibandingkan dengan

Sleman wanita multipara

Furber E/ 2009 Metabolic Abnormalities, Wanita dengan nullpara memiliki

lifestyle and endometrial risiko lebih tinggi kanker ovarium

cancer risk in Norway dengan OR 47,3, 95% CL


39

Sumber : Abdat Au (2010), Furber E (2009)

3. Tinjauan Umum Tentang Riwayat Keluarga

Adanya hubungan yang erat antara terjadinya Kanker Ovarium dengan

faktor genetik sudah diketahui sejak lama. Di amerika serikat risiko

sepanjang hidup (lifetime risk) seorang wanita untuk mendapat Kanker

Ovarium adalah 1 dalam 70 atau 1,4%

Pada penelitian Hildreth dkk. Didapatkan estimasi odds ratio untuk

terjadinya Kanker Ovarium pada wanita dengan riwayat keluarga menderita

Kanker Ovarium adalah 18 dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat

keluarga. Hampir sebanyak 10% dari Kanker Ovarium disebabkan karena

adanya mutasi gene BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17q dan gene

BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q.

Berdasarkan penelitian epidemiologi, dikenal 3 kelainan genetik yang

berhubungan dengan Kanker Ovarium. Namun kelainan genetik ini tidak

hanya menyebabkan keganasan pada ovarium saja, akan tetapi juga

menyebabkan keganasan pada organ lain secara bersamaan, sehingga

merupakan suatu sindroma.

Ada 3 sindroma yang dikenal, sesuai dengan urutan yang paling banyak

dijumpai yaitu ;

1. hereditary breast/ovarian cancer syndrome (HBOC)

2. hereditary site-spesific ovarian cancer

3. heredity nonpolysis colon cancer syndrome (HNPCC)


40

Adanya riwayat keluarga yang menderita karsinoma mamma dan Kanker

Ovarium merupakan faktor risiko terhadap kejadian Kanker Ovarium pada

seseorang, seperti tabel berikut (Whittemore AS et al)

Tabel 10 Faktor Risiko Riwayat Keluarga dengan Kanker Ovarium

Faktor Risiko RR

Riwayat kanker payudara pada keluarga

- tidak ada 1.0

- ada pada keluarga tingkat 2.1

pertama

- ada pada pribadi bersangkutan 10

Riwayat kanker ovarum pada keluarga

- tidak ada 1.0

- ada 1 orang pada keluarga tingkat 3.1

pertama

- ada 2 orang pada keluarga tingkat 4,6-15

pertama

Sumber : Majalah Obsetri Ginekologi 2011

4. Tinjauan Umum Tentang Riwayat Penggunaan Bedak

Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa asbes dan komponen dari

bedak (hydrous magnesium trisilicate) merupakan penyebab dari terjadi

neoplasma epitel ovarium. Keal dan juga graham dalam penelitiannya

menemukan peningkatan kejadian neoplasma ovarium pada wanita-wanita

yag dalam pekerjaannya terpapar dengan asbes. Henderson melakukan

penelitian pada babi hutan dan kelinci yang dipaparkan dengan asbes,
41

ternyata terjadi perubahan sel ovariumnya menjadi atipuk. Juga dilaporkan

pada wanita yang menggunakan talk pada pembalut wanitanya atau sebagai

powder pengering didaerah vulva dan perineum ternyata partikel dari talk

dapat ditemukan pada sel epitel pada ovarium yag normal, kista ovarium

juga pada Kanker Ovarium

Langseth, melakukan penelitan pada wanita pekerja di Norwegia yang

terpapar dengan asbes, ternyata pada pemeriksaan hispatologi dijumpai

partikel asbes pada jaringan ovarium dari wanita-wanita pekerja tersebut.

Partikel bedak tersebut dapat mencapai epitel ovarium melalui vagina ke

uterus dan keluar melalui tuba fallopi masuk kedalam rongga peritenium.

Dilaporkan angka risiko relatif kejadian Kanker Ovarium sebesar 1,9

pada wanita yang sering menggunakan bedak pengering pada daerah

perineum dan pembalut wanitanya dibandingkan pada wanita yang tidak

menggunakannya.

Tabel 11 Sintesis Risiko Penggunaan Bedak dengan Kanker Ovarium


Peneliti
Judul Penelitian Variabel
/Tahun
Penggunaan Bedak
Margaret Talc Use, Varians of the Penggunaan bedak secara rutin ternyata
AG dkk/ GSTM1,GSTT1, and berhubungan dengan peningkatan risiko
2008 NAT32 genes, and Risk of kanker ovarium (RR, 1.36; Cl, 1,14-1,63;
Ephitelial Ovarian Cancer Ptrend<0,001)

Langseth H Peritenial use of talc and Fakta Epidemiologi menyebutkan bahwa


/2008 risk of ovarian cancer penggunaan bedak kosmetik pada area
42

perineal berhubungan dengan risiko kanker


ovarium. IARC telah mengklasifikasikan
penggunaan bedak sebagai salah satu bahan
karsinogenik
Sumber : Margaret AG dkk (2008), Langseth dkk (2008)

5. Tinjauan Umum Tentang Indeks Massa Tubuh

Makanan banyak mengandung lemak hewan telah dilaporkan akan

meningkatkan risiko untuk menderita Kanker Ovarium. Beberapa negara

seperti Swedia dimana konsumsi lemak hewan perkapitanya tinggi, Byers

dalam penelitiannya menjumpai adanya hubungan diet yang rendah kurang

vitamin A dengan insiden kejadian Kanker Ovarium.

Dibandingkan dengan wanita yang normal, wanita dengan obesitas

memiliki risiko lebih tinggi, risiko juga berhubungan dengan tidak adanya

riwayat keluarga dengan kanker ovarium. Leitzmann menemukan bahwa

tidak ada hubungan antara pemakaian MHT pada wanita obesitas dengan

risiko kanker ovarium (MVRR=0,96; 95%Cl, 0,65-1,43, Pinteraksi = 0,02), ia

juga menemukan bahwa tidak ada hubungan antara perempuan obesitas

dengan riwayat keluarga positif kanker ovarium (MVRR=0,74; 95% Cl, 0,34-

1,62 [Pinteraksi = 0,02]

Tabel 12 Sintesis IMT dengan risiko kanker ovarium

Peneliti/ Variabel
Judul Penelitian
Tahun
Indek Massa Tubuh

Leitzmann Body Mass Index and Risk Of Wanita dengan berat badan wanita
FM/2009 Ovarian Cancer obesitas (BMI ≥30 kg/m) dibandinkan
normal (BMI 18,5-24,9 kg/m) memiliki
43

MVRR 1,26 (95% Cl,0,94-1,68)


Penulis menduga bahwa hubungan
peningkatan risiko kanker ovarium
adalah melalui mekanisme hormonal
Fariba K/ Meat, Fish, and ovarian cancer Wanita dengan (BMI ≥30 kg/m)
2009 risk: result from 2 australian case memiliki risiko lebih tinggi
control studies, systematic dibandingkan dgn perempuan normal
review, and meta analisis (RR 14,9, CI,95%)
Sumber : Leitzmann dkk (2009), Fariba K (2009)

Environment Agent Host


Bedak (Hydrous Magnesium Virus Mumbs Usia Menarkhe
C. Kerangka
Trisilicate) teori faktor risiko kejadian
(Parotitis kanker
Epidemica) ovarium
Paritas
Radiasi Virus Rubella Riwayat Keluarga
Dimetil Benzatrene (DMBA) Menopause
Indeks Massa Tubuh

Sel Normal

Cedera Tdk Cedera

Kematian Kerusakan Hiperplasia


Sel DNA

Apoptosis Nekrosis Reparasi DNA Reparasi DNA


Gagal Berhasil

Kiste
Mutasi didalam
genome sel somatik

Sumber : Modifikasi dari berbagai


Aktivasi Onkogen sumber
Perubahan Gen yg Inaktivasi Gen
pertumbuhan (promosi) Mengatur Apoptosis Supresor Kanker

Ekspresi hasil produk gen yg Reproduksi tdk terkontrol


berubah ( Sel Neoplastik) Anasplasia
Angiogenesis
44

Gambar 1. Kerangka teori faktor risiko kejadian kanker ovarium


C. Kerangka konsep penelitian

Usia Menarkhe

Paritas

Riwayat keluarga
KANKER
Riwayat OVARIUM
Penggunaan Bedak

Indeks Massa
Tubuh
Terapi Hormon/
Kontrasepsi
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

Menopause

= Variabel yang diteliti


D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
= Variabel yang tidak
1. Kanker Ovarium
diteliti
Kanker Ovarium adalah massa pada rongga pelvis, yang disebabkan

oleh terjadinya displasia sel jaringan ovarium dan memenuhi kriteria

diagnostic FIGO (International Federation of Gynecology and Obstetrics)

atau sesuai dengan diagnosis dokter pada status pasien obsetri ginekologi.

Kasus : Pasien wanita dengan pemeriksaan positif kanker ovarium dan

menjalani perawatan di RS Wahidin Sudirohusodo

Kontrol: Pasien wanita yang dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo dan

dinyatakan tidak menderita kanker ovarium

2. Umur Menarke
45

Umur menarke adalah usia pertama kali mendapatkan haid/menstruasi

yang dinyatakan dalam tahun (Ana Cristina 2010)

Risiko Tinggi : Umur menarke <12 tahun

Risiko Rendah : Umur menarke ≥ 12 tahun

3. Paritas

Frekuensi persalinan yang pernah dialami oleh responden tanpa

memperhatikan keadaan hasil konsepsi tersebut hidup atau mati

Risiko Tinggi : Jumlah paritas <2 kali

Rendah: Jumlah paritas ≥2 kali

4. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga adalah pernyataan responden terhadap riwayat kondisi

medik keluarga terdahulu terkait kanker (Ozols 2005)

Risiko Tinggi : ada riwayat kanker ovarium atau kanker payudara pada

keluarga tingkat pertama

Risiko Rendah: tidak ada riwayat kanker ovarium atau kanker payudara

pada keluarga tingkat pertama

5. Penggunaan Bedak

Penggunaan bedak adalah riwayat pemakaian bedak oleh responden di

wilayah genital yang dinyatakan dalam satuan waktu (Kramer LJ 2004)

Risiko Tinggi : Ada riwayat penggunaan bedak setiap hari atau seminggu

sekali diwilayah genital

Risiko Rendah : Tidak ada riwayat penggunaan bedak pada wilayah genital

6. Indeks massa tubuh


46

IMT adalah massa jenis tubuh yang dihitung dengan mengalikan berat

badan dalam KG, dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan M2 (Leitzmann

2009)

Risiko Tinggi : Wanita dengan indek masa tubuh ≥30 kg/m2

Risiko Rendah: Wanita dengan indeks massa tubuh <30kg/m2

E. Hipotesis Penelitian

1. Risiko kejadian kanker ovarium pada wanita yang pertama kali haid

berusia <12 tahun lebih besar dibanding usia ≥12 tahun

2. Risiko kejadian kanker ovarium pada wanita dengan paritas <2 kali lebih

besar dibanding wanita dengan paritas ≥2 kali

3. Risiko kejadian kanker ovarium pada wanita dengan riwayat keluarga

menderita kanker lebih besar dibanding wanita yang tidak memiliki

riwayat keluarga menderita kanker

4. Risiko kejadian kanker ovarium pada wanita yang menggunakan bedak

diwilayah genital lebih besar dibanding wanita yang tidak menggunakan

bedak diwilayah genital


47

5. Risiko kejadian kanker ovarium pada wanita dengan IMT ≥30kg/m2 lebih

besar dibanding wanita dengan IMT <30kg/m2


48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik, dengan

rancangan atau desain kasus kontrol (case-control study) yaitu studi yang

mempelajari hubungan antara faktor penelitian / paparan dan penyakit dengan

cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

status paparannya. Subjek penelitian dipilih berdasarkan status penyakit / out

come, kemudian dilakukan pengamatan apakah subjek memiliki riwayat terpapar

faktor penelitian atau tidak.

Studi kasus kontrol dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok kasus

(kanker ovarium) dan kelompok kontrol (tidak terkena kanker ovarium) dimana

memiliki kondisi yang sama dalam hal waktu perawatan kemudian secara

retrospektif (penelusuran kebelakang) diteliti faktor-faktor risiko yang mungkin

dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol terkena paparan atau tidak.

Faktor Risiko +
Kanker Ovarium
Faktor Risiko -

Matching umur Sampel Populasi


pasien

Faktor Risiko +
Kanker Ovarium
Faktor Risiko -

Gambar 3. Desain Penelitian


49

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

a. Populasi Target dalam penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung

dan dilayani dibagian obsetri dan ginekologi RS Wahidin Sudirohusodo

Makassar

b. Populasi sampel dalam penelitian ini adalah pasien datang berkunjung dan

dilayani di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien kanker ovarium yang dilayani

dibagian obsetri dan ginekologi RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar selama

periode 1 Januari – 31 Desember 2011

Sampel dalam penelitian ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu :

a. Kasus adalah pasien yang menderita kanker ovarium berdasarkan

diagnosis dokter yang tercantum dalam rekam medik selama periode 1

Januari- 31 Desember 2011

b. Kontrol adalah pasien pengunjung Bagian Obsetri Ginekologi yang tidak

menderita kanker ovarium berdasarkan hasil pemeriksaan dokter Obgin di

RS Wahidin Sudirohusodo Makassar 2011

3. Besar Sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan desain kasus

kontrol dengan odds ratio (OR) yang digunakan berdasarkan nilai OR dari

penelitian sebelumnya (OR = 3) dan α konvensional 0,05 serta β 0,10 (kuasa


50

statistik 90%) dengan P2 (Propabilitas eksposur terhadap kelompok kontrol) =

0,11 (11%), maka perhitungan besar sampel diformulasikan sebagai berikut

{Z1-α/2√[2P2(1-P2)]+Z1-β√P1 (1-P1)+(P2(1-P2)}2
N=
(P1-P2)2
Dimana hubungan P1P2 dan OR adalah :

(OR)P2
P1 =
(OR)P2+(1-P2)

Dimana ,

P1 : Proporsi subjek terpajan pada kelompok dengan “penyakit”

P2 : Proporsi subjek terpajan pada kelompok tanpa “penyakit”

P : Proporsi rata-rata

Z : z score, ditentukan berdasarkan derajat kepercayaan

OR: Rasio Odds

Cara menghitung sampel :

Dik : OR = 3, P2 = 11%(0,11), Z1-α/2 (α=0,05)= 1,96, Z1-β (β=0,90) = 1,28

Maka :

3.0,11
P1 =
3.0,11+(1-0,11)

= 0,27

{1,96 √[2.0,11(1-0,11+1,28.√0,27.(1-0,27)+(0,11(1-0,11))}2
N=
(0,27-0,11)2

= 60,5 dibulatkan menjadi 61 orang


51

Dengan memperhitungkan faktor non respon sebesar 10%, maka

diperlukan calon subjek pada penelitian ini masing-masing

q = 1/1-f, dimana q= Proporsi nonrespon, f = persentase perkiraan efek nonrespon

n= q x jumlah sampel minimal yang diketahui

maka diperoleh

calon kasus : 1/(1-0,10)x61 = 67,7 dibulatkan menjadi 68 orang

calon kontrol : 1/(1-0,10)x122 = 135,42 dibulatkan menjadi 136 orang

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh jumlah kasus sebanyak 68 orang

dan jumlah kontrol sebanyak 136 orang sehingga jumlah keseluruhan sampel

berjumlah 204 orang.

Tabel 13 Beberapa nilai OR pada penelitian sebelumnya

Nama Peneliti/Tahun Judul Penelitian OR


Ana Cristina/2010 Perineal talc exposure and subsequent 52,6
epithelial ovarian cancer: a case control
study.
Furber E/2009 Metabolic abnormalities lifestyle and 47,3
endometrial cancer risk in Norway
Mosgard/2009 Perineal powder exposure and the risk of 3,7
ovarian cancer
Margareth AG/2008 Talc Use, Varians of the GSTM1,GSTT1, 2,93
and NAT32 genes, and Risk of Ephitelial
Ovarian Cancer
Leitzmann/2009 Body Mass Index and Risk Of Ovarian 2,26
Cancer
Fariba K/2009 Meat, Fish, and ovarian cancer risk: result 14,9
from 2 australian case control studies,
systematic review, and meta analisis
Sumber : diolah dari berbagai sumber
52

4. Teknik Penarikan Sampel

a. Prosedur Administrasi

Persuratan dimulai dari bagian akademik FKM Unhas sampai keluar

izin melakukan penelitian di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.

b. Prosedur Sampel

Penarikan sampe pada penelitian dilakukan secara non-random (non

probability sampling) melalui teknik purposive sampling, dan pemilihan

sampel dipilih dalam bentuk pasangan berdasarkan umur, dengan kriteria

sebagai berikut:

1) Kriteria Inklusi

a) Pasien wanita yang mengunjungi dan dilayani di bagian Obsetri

Ginekologi RS Wahidin Sudirohusodo

b) Bertempat tinggal di kota Makassar

c) Bersedia menjadi responden

2) Kriteria Eksklusi

a) Telah pindah dari Kotamadya Makassar

b) Telah 3 kali didatangi untuk diwawancarai tetapi tidak berhasil

ditemui atau tidak bersedia menjadi responden

5. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

b. Melakukan pengumpulan data secara sekunder yang diperoleh dari buku

register penyakit dan rekam medik RSWS


53

c. Jika diperlukan untuk kelengkapan dan validitas data maka dilakukan

wawancara langsung dengan responden melalui daftar pertanyaan yang telah

disiapkan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan dalam

bentuk kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Timbangan berat badan dan

alat ukur tinggi badan standar.

D. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS Versi 11.0 yang

digunakan untuk analisis Univariat, seperti distribusi, persentase dan untuk

mengambarkan data dalam bentuk grafik serta untuk analisis bivariat berupa Odds

Ratio untuk melihat risiko masing masing variabel independen terhadap variable

dependen, serta untuk analisis multivariat yang bertujuan untuk melihat pengaruh

satu atau lebih dari beberap variable bebas terhadap variable terikat.

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Cleaning

Data yang telah dikumpulkan dilakukan cleaning (pembersihan data) yaitu

sebelum dilakukan pengolahan data, data terlebih dahulu diperiksa agar tidak

terdapat data yang tidak diperlukan dalam analisis.

2. Editing

Setelah dilakukan cleaning kemudian dilakukan editing untuk memeriksa

kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data sehingga validitas

data dapat terjamin.


54

3. Coding

Coding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data.

4. Entry Data

Yaitu memasukkan data ke dalam program komputer untuk proses analisis

data, program computer yang dipakai adalah CS Pro V.1.4

E. Penyajian Data

Penyajian data dilakuakn dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel

silang antara varaiabel independen dan variabel dependen disertai dengan

penjelasan dan narasi

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum masalah

penelitian dengan cara mendeksripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian ini yakni dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya, dalam

bentuk tabel distribusi

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat. Mengingat rancangan penelitian ini adalah studi kasus-kontrol,

maka analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan perhitungan odds ratio

(OR). Dengan mengetahui besar nilai OR, memungkinkan untuk mengestimasi

pengaruh dari faktor yang diteliti terhadap kejadian kanker ovarium. Perhitungan

nilai OR menggunakan tabel 2x2 yang digambarkan sebagai berikut :


55

Tabel 14. Tabel kontigensi 2x2 untuk odds ratio

Faktor Risiko Kanker Ovarium Total

Kasus Kontrol

Positif A b a+b

Negatif C d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Keterangan:

a = jumlah kasus dengan risiko positif

b = jumlah kontrol dengan risiko positif

c = jumlah kasus dengan risiko negatif

d = jumlah kontrol dengan risiko negatif

odds untuk kelompok kasus = a/(a+c) : c/(a+c) = a/c

odds untuk kelompok kontrol = b/(b+d) : d(b+d) = b/d


Odds Ratio = a/c : b/d = ad/bc

Nilai OR yang mempunyai pengaruh kemaknaan dihitung berdasarkan rumus :

Nilai batas bawah = OR (∑-F) dan nilai batas atas = OR (∑F)

Beberapa ketentuan yang digunakan dalam odds ratio tersebut antara lain :

a. Interval kepercayaan atau confidence interval (CI) adalah sebesar 95%

b. Nilai kemaknaan untuk melihat hubungan faktor risiko dengan kasus ditentukan

berdasarkan pada batas-batas (limit) sebagai berikut :

1. Limit 1, yang berarti tidak adanya hubungan antara faktor risiko dengan

kejadian kanker ovarium


56

2. Lower limit (<1 atau OR x Inf), yang berarti faktor risiko merupakan salah

satu penyebab terjadinya kanker ovarium

3. Upper limit (>1 atau OR x Inf), maka faktor risiko merupakan salah satu

penyebab terjadinya kanker ovarium

4. F = √ 1/a + 1/b + 1/c + 1/d + 1,96

5. ∑ = log natural (2,72)

Interpretasi OR :

a. Jika OR = 1, variabel independen bukan merupakan faktor risiko terhadap

kejadian kanker ovarium

b. Jika OR < 1, variabel independen merupakan faktor protektif terhadap kejadian

kanker ovarium

c. Jika OR > 1, variabel independen merupakan faktor risiko terhadap kejadian

kanker ovarium

d. Jika nilai 1 berada diantara lower dan upper limit OR, maka hipotesis penelitian

harus ditolak. Demikian pula sebaliknya bila nilai 1 tidak berada diantara nilai

lower dan upper limit OR, maka hipotesis penelitian dapat diterima.

3. Analisis Multivariat

Dalam analisis multivariat dilakukan pengujian secara bersama-sama,

sehingga dapat dilihat variabel mana yang paling berpengaruh terhadap

kejadian kanker ovarium. Karena variabel terikat merupakan variabel yang

dikotomis yakni kanker ovarium sebagai kasus dan tanpa kanker ovarium

sebagai kontrol maka digunakan analisis regresi logistik.


57

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya OR murni dari variabel

bebas, setelah memperhitungkan variabel lain. Hasil dari analisis ini adalah

nilai OR murni yang sudah dikontrol dengan menghilangkan pengaruh variabel

yang diduga sebagai comfounding dan memperhitungkan adanya interaksi

antara variabel lain dengan variabel bebas utama.

Variabel yang akan diikutkan dalam analisis multivariat adalah variasi

kovariat yang mempunyai kemaknaan statistik dengan nilai p lebih kecil atau

sama dengan 0,05 dalam analisis bivariat tentang hubungan variabel

dependen dan variabel independen, atau variabel tersebut secara subtantif

diduga ada hubungan yang erat. Dengan mengintrol semua variabel

confounder, model logistik regresi dapat dinyatakan dalam persamaan

matematika :

g(X) = βo+β1X1 + β2X2 +.........+βpXp

Keterangan : g(X) = Variabel dependen

βo = Intercep

β1 = Selop

Sumber : Kleinbaum Logistik Regresion Springer – Verlag, 1996

G. Kontrol Kualitas

Kontrol kualitas adalah supervisi dan kontrol terhadap semua aspek

operasional dalam proses penelitian mulai dari persiapan sampai pengolahan

data.
58

1. Standarisasi Petugas Lapangan

Standarisasi petugas dilaksanakan dengan melaksanakan pelatihan kepada

tenaga pewawancara untuk mendapatkan pemahaman yang sama dengan

gold standar peneliti. Pelatihan petugas meliputi:

a. Menjelaskan menjelaskan kepada petugas tentang latar belakang dan

tujuan penelitian untuk membantu petugas dalam usaha menjelaskan

urgensi penelitian kepada responden

b. Melatih petugas dalam hal penggunaan instrument penelitian secara baik

dan benar dengan presisi dan akurasi

c. Menjelaskan agar petugas merasa memiliki penelitian yang dilakukan dan

bertanggung jawab.

d. Menjelaskan teknik wawancara termasuk probing untuk membantu petugas

mendapatkan jawaban yang akurat

2. Standarisasi Metode dan Alat Ukur

Standarisasi alat ukur dilaksanakan dengan mengacu pada posisi normal

sebelum digunakan. Untuk kuesioner, standarisasi dilaksanakan dengan

melakukan uji coba kuesioner sebelum dilaksanakan penelitian dan tenaga

pewawancara sejumlah 2 orang yang berkualifikasi D3 Keperawatan.

a. Uji Coba lapangan

Uji coba lapangan dilakukan pada responden lain diluar wilayah penelitian.

Uji lapangan berupa : uji coba petugas dalam kegiatan pengumpulan data yaitu

wawancara dan observasi terhadap 10% dari masing-masing kasus dan

kontrol
59

b. Uji Coba alat ukur yang akan digunakan.

1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dari penggunaan

kuesioner dan metode pengumpulan data dilapangan.

2. Mengidentifikasi item-item kuesioner yang membingungkan

pewawancara dan responden

3. Memperkirakan lamanya waktu yang diperlukan untuk setiap jenis

pengumpulan data

Untuk alat ukur timbangan berat badan digunakan timbangan berat badan

standar dengan brand onemed untuk memperoleh data yang akurat proses

pengujian dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan penimbangan

untuk satu responden sebanyak 2 kali, sementara untuk alat ukut tinggi badan

digunakan alata ukur tinggi badan standar dan dilakukan pengukuran secara

berulang yaitu sebanyak 2 kali

3. Pengawasan Validitas

Untuk mengukur validitas pengukuran kita perlu bukti-bukti relevan berupa

standar emas (gold standar) untuk mengkorfimasi hasil pengukuran instrument

penelitian. Standar emas dalam penilaian validitas ditentukan oleh keputusan

terbaik peneliti dengan mengingat masalah penelitian. Validitas ini

membutuhkan penilaian pakar untuk memutuskan sejumlah instrument

pengukuran memenuhi standar yang seharusnya.

Perlu diperhatikan bahwa penilaian validitas disini dilakukan dengan

membandingkan antara rata-rata pengukuran suatu instrument dengan rata-

rata pengukuran lain yang merupakan standar emas. Makin kuat kolerasi
60

antara pengukuran suatu instrument dan pengukuran standar emas maka

makin tinggi validitas kriteria pengukuran instrumen itu, tergantung dari skala

pengukuran. Untuk asosiasi yang digunakan dapat berupa koefisien kolerasi,

koefisien kesepakatan kappa, konsep spesifitas dan sensitifitas

Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Peneliti
Petugas
(wawancara 2)
(wawancara 1)
Positif Negatif Total

Positif a b a+b

Negatif c d c+d

Total a+c b+d

Sensitifitas = a / a+c

Spesifisitas = d/d+b

Nilai Prediksi Positif = a/ a+b

Nilai Prediksi Negatif = d/ c+d

4. Etika Penelitian

Penelitian ini melakukan wawancara, observasi responden di Makassar.

Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah mendapat izin dan meminta

persetujuan dari pemerintah Kotamadya Makassar.

Semua informasi dan data dalam penelitian ini hanya untuk keperluan ilmiah

dann kode serta identitas subjek penelitan dijamin kerahasiaannya.

5. Supervisi Lapangan

Supervisi dilakukan secara teratur setiap minggu, dimaksudkan untuk

mengetahui sejauh mana proses pengumpulan data dilaksanakan oleh


61

petugas lapangan, serta mengantisipasi jika ada masalah atau hambatan yang

timbul.

H. Uji Coba Kuesioner

Untuk melihat validitas setiap pertanyaan dari kuesioner digunakan tes

reabilitas dimana jumlah responden yang digunakan dalam uji coba kuesioner

adalah sebesar 15 orang yang terdiri dari 7 orang kasus dan 8 orang kontrol,

dimana hasil perhitungan dengan spss dibandingkan dengan nilai tabel r, dalam

hal ini untuk validitas dilihat nilai r (coreccted item-total correlation) hasil

perhitungan.

Hasil uji kuesioner disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 15. Nilai Kolerasi hasil uji coba kuesioner pada pasien RSUD Pelamonia

Makassar tahun 2012

No Jenis Pertanyaan Kuesioner Nilai Kolerasi (r)


1 Kategori Responden 0,582
2 Jenis Perawatan 0,559
3 Umur Responden 0,523
4 Jenis Pekerjaan 0,661
5 Tingkat Pendidikan Responden 0,563
6 Usia Menarkhe 0,540
7 Jumlah Kelahiran 0,518
8 Jumlah Keguguran 0,538
9 Riwayat Kanker keluarga 0,593
10 Keluarga yang terkena kanker 0,558
11 Jenis kanker yang diderita keluarga 0,515
12 Pemakaian Bedak 0,517
13 Berapa sering digunakan 0,555
14 Indeks Massa Tubuh 0,590
Sumber : Data Primer
62

Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa semua pertanyaan didalam

kuesioner dapat dikatakan valid karena nilai kolerasi lebih besar dari pada nilai r

tabel (n=15, r Tab = 0,514), sementara untuk realibilitas dari kuesioner diperoleh

nilai cronbach’s alpha adalah 0,747 (>0,7) sehingga semua pertanyaan pada

kuesioner dapat dikatakan reliabel.


63

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan 10 Mei 2012 sampai dengan 10 Juli 2012

di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pengumpulan data dilakukan dengan

melihat rekam medis rumah sakit dan mencari nama-nama wanita yang dirawat di

RSUP Wahidin Sudirohusodo. Sebagai kasus adalah wanita yang tercatat direkam

medis dan menderita kanker ovarium, sedangkan kontrol adalah wanita yang

tercatat di rekam medis dan tidak menderita kanker ovarium.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu

pengambilan data primer dimana peneliti bertemu dan melakukan wawancara

langsung kepada para responden dengan menggunakan kuesioner dan

pengambilan data sekunder dilakukan dengan memperoleh data yang ada

direkam medis dari status pasien.

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pemeriksaan mengenai

kebenaran pengisian informasi sesuai dengan variabel yang akan diteliti. Pada

penelitian ini diperoleh 204 responden yang terdiri dari 68 kasus dan 136 kontrol.

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dengan menggunakan beberapa

metode analisa yang terdiri dari analisis univariat,analisis bivariat, dan analisis

multivariat.
64

1. Karateristik Responden

Karateristik responden adalah ciri khas yang ada pada diri responden

seperti umur, pendidikan, dan pekerjaan adapun hasil karateristik reponden

berdasarkan hasil penelitian masing – masing sebagai berikut:

a. Umur Responden

Umur responden dibagi dalam tiga kelompok umur yaitu umur 31-40 tahun,

41-50 tahun, 51-60 tahun yang dapat dilihat lebih jelas pada tabel 16:

Tabel 16 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok


Umur di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-
2012
Kelompok Umur
(Tahun) Kanker Ovarium Total
Kasus Kontrol
n % n % n %
31-40 8 11,8 14 10,3 22 10,8
41-50 36 52,9 92 67,6 128 62,7
51-60 24 35,3 30 22,1 54 26,5
Total 68 100 136 100 204 100

Tabel 16 menunjukkan proporsi kelompok kasus lebih tinggi pada kelompok

umur 31-40 tahun yaitu sebesar 11,8% dan kelompok umur 35,3% sedangkan

proporsi kelompok kontrol lebih besar pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu

sebesar 67,6%

b.Sumber:
Pekerjaan Responden
Data Primer

Pekerjaan responden dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu pegawai

negeri sipil (PNS), Pegawai Swasta / Wiraswasta, dan Tidak Bekerja/.IRT, yang

dapat dilihat pada tabel 17:


65

Tabel 17. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di


RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-2012
Pekerjaan Kanker Ovarium Total
Kasus Kontrol
n % n % n %
Pegawai Swasta/ Wiraswata 13 19,1 29 21,3 42 32,8
Tidak Bekerja / IRT 44 64,7 81 59,6 125 61,3
PNS / TNI 11 16,2 26 19,1 37 18,1
Total 68 100 136 100 204 100

Tabel 17 menunjukkan bahwa proporsi kelompok kasus tertinggi pada

responden yang tidak bekerja/ IRT yaitu sebesar 64,7%. Sedangkan proporsi

kelompok kontrol lebih besar pada jenis pekerjaan lain yaitu pegawai swasta

sebesar 21,3% dan PNS sebesar 19,1%

c. Pendidikan Responden
Sumber: Data Primer
Pendidikan responden yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

jenjang pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden. Pendidikan dalam

penelitian ini dibagi dalam 5 kategori yaitu, Tidak pernah sekolah, SD/MI, SLTP/

MT/Kejuruan, SMA/MA/Kejuruan, Diploma, Perguruan Tinggi. Yang dapat

dilihat jelas pada tabel 18 sebagai berikut :


66

Tabel 18. Distribusi Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun
2011-2012
Tingkat Pendidikan Kanker Ovarium Total
Kasus Kontrol
n % n % n %
SD/MI 5 7,4 5 3,7 10 4,9
SLTP/MT/Kejuruan 2 2,9 4 4,4 8 3,9
SMU/MA/Kejuruan 14 20,6 25 18,4 39 2,9
Diploma 29 42,6 52 38,2 81 39,7
Perguruan Tinggi 18 26,5 48 35,3 66 32,4
Total 68 100 136 100 204 100

Tabel 18 menunjukkan bahwa proporsi kelompok kasus lebih besar pada

responden dengan tingkat pendidikan diplom yaitu sebesar 42,6%, SMU/ MA /

Kejuruan sebesar 20,6%, dan SD/MI sebesar 7,4%. Sedangkan proporsi

kelompok kontrol lebih besar pada responden dengan tingkat pendidikan

perguruan tinggi 35,3%, dan SLTP/MT/Kejuruan yaitu sebesar 4,4%


Sumber: Data Primer

2. Analisis Faktor Risiko

a. Risiko Kejadian Kanker Ovarium Berdasarkan Umur Menarkhe

Umur Menarkhe yang dimaksud pada penelitian ini adalah usia pertama kali

responden mengalami menstruasi berdasarkan keterangan responden. Besar

Risiko kejadian kanker ovarium berdasarkan umur menarkhe dapat dilihat pada

tabel 19 sebagai berikut:


67

Tabel 19. Analisis Risiko Menarkhe Terhadap Kejadian Kanker Ovarium di


RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-2012

OR
Menarkhe Kanker Ovarium Total 95% Cl
p value
Kasus Kontrol
n % n % n %
2,104
Risiko Tinggi 54 79,4 88 64,7 142 68,6 1,061-4,174
0,036
Risiko Rendah 14 20,6 48 35,3 62 30,4
Total 68 100 136 100 204 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan hasil analisis besar risiko kanker ovarium terhadap usia

menarkhe didapatkan nilai OR sebesar 2,054 pada tingkat kepercayaan (CI)

=95% dengan lower limit = 1,061 dan upper limit = 4,174. Karena nilai lower

limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,104 dianggap

bermakna antara usia menarkhe dengan kejadian kanker ovarium. Dengan

demikian responden yang memiliki usia menarkhe < 12 tahun memiliki risiko

2,104 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki usia menarkhe <12

tahun .

b. Risiko kejadian Kanker Ovarium Berdasarkan Paritas

Distribusi responden berdasarkan paritas dibagi dalam dua kategori yaitu

risiko tinggi jika responden dengan paritas ≤ 2 kali dan risiko rendah apabila

responden memiliki paritas > 2 kali. Besar Risiko kejadian kanker ovarium

berdasarkan paritas dapat dilihat pada tabel 20 sebagai berikut :


68

Tabel 20. Analisis Risiko Paritas Terhadap Kejadian Kanker Ovarium di


RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-2012

OR
95% Cl
Paritas Kanker Ovarium Total p value
Kasus Kontrol
n % n % n %
1,533
0,797-2,948
Risiko Tinggi 51 75,0 90 66,2 141 69,1 0,260
Risiko Rendah 17 25,0 46 33,8 63 30,9
Total 68 100 136 100 204 100

Berdasarkan hasil analisis besar risiko kanker ovarium terhadap paritas,

didapatkan nilai OR sebesar 1,533 pada tingkat kepercayaan CI =95% dengan

nilai Lower Limit = 0,797 dan upper limit = 2,948. Karena nilai lower limit dan
Sumber: Data Primer
upper limit mencakup nilai satu, maka nilai 1,533 dianggap tidak bermakna.

c. Risiko kejadian Kanker Ovarium Berdasarkan Riwayat Keluarga

Distribusi resonden berdasarkan riwayat keluarga dibagi dalam dua

kategori yaitu risiko tinggi jika responden mempunyai keluarga dari keturunan

ayah atau ibu, paman atau tante,dan kakek atau nenek yang menderita atau

pernah menderita kanker ovarium. Besar Risiko kejadian kanker ovarium

berdasarkan riwayat keluarga dapat dilihat pada tabel 21 sebagai berikut :

Tabel 21 Analisis Risiko Riwayat Keluarga Terhadap Kejadian Kanker


Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-
2012

OR
Riwayat Keluarga Kanker Ovarium Total 95% Cl
p value
Kasus Kontrol
n % n % n %
69

2,133
Risiko Tinggi 48 70,6 72 52,9 120 58,8 1,147-3,969
0.016
Risiko Rendah 20 29,4 64 47,1 84 41,2
Total 68 100 136 100 204 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan hasil analisis besar risiko kanker ovarium terhadap Riwayat

Keluarga didapatkan nilai OR sebesar 2,133 pada tingkat kepercayaan (CI)

=95% dengan lower limit = 1,147 dan upper limit = 3,969. Karena nilai lower

limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,133 dianggap

bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian kanker ovarium. Dengan

demikian responden yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker memiliki

risiko 2,133 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat

keluarga dengan kanker .

d. Risiko kejadian Kanker Ovarium Berdasarkan Penggunaan Bedak

Penggunaan bedak adalah riwayat pemakaian bedak oleh responden

diwiliayah genital yang dinyatakan dalam satuan waktu dan penggunaan

dilakukan setiap hari atau seminggu sekali memiliki risiko tinggi terhadap kanker

ovarium. Besar risiko kanker ovarium berdasarkan riwayat penggunaan bedak

dapat dilihat pada tabel.22 sebagai berikut :

Tabel 22 Analisis Risiko Penggunaan Bedak Terhadap Kejadian Kanker


Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-
2012

OR
Penggunaan Bedak Kanker Ovarium Total 95% Cl
p value
Kasus Kontrol
n % n % n %
2,053
Risiko Tinggi 43 63,2 62 45,6 119 51,5
1,130-3,731
70

0,018
Risiko Rendah 25 36,8 74 54,4 85 48,5
Total 68 100 136 100 204 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan hasil analisis besar risiko kanker ovarium terhadap

Penggunaan Bedak didapatkan nilai OR sebesar 2,053 pada tingkat

kepercayaan (CI) =95% dengan lower limit = 1,130 dan upper limit = 3,731.

Karena nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu, maka nilai

2,053 dianggap bermakna antara penggunaan bedak dengan kejadian kanker

ovarium. Dengan demikian responden yang memiliki riwayat penggunaan

bedak setiap hari atau seminggu sekali memiliki risiko 2,053 kali dibandingkan

dengan wanita yang tidak memiliki riwayat penggunaan bedak.

e. Risiko kejadian Kanker Ovarium Berdasarkan Indeks massa Tubuh

Indeks massa tubuh diukur dengan hasil ratio perbandingan berat badan

pertinggi badan dengan hasil kategori yaitu apabila responden memiliki hasil

perhitung IMT ≥30 kg/m2 maka dikategorikan risiko tinggi dan apabila

perhitungan <30 maka dikategorikan berisiko rendah. Besar Risiko kejadian

kanker ovarium berdasarkan indeks massa tubuh dapat dilihat pada tabel 23

sebagai berikut:

Tabel 23 Analisis Risiko Indeks Massa Tubuh Terhadap Kejadian Kanker


Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-
2012

OR
Indeks Massa Tubuh Kanker Ovarium Total 95% Cl
p value
Kasus Kontrol
n % n % n %
2,036
Risiko Tinggi 49 72,1 76 55,9 125 61,3
1,086-3,818
71

0,033
Risiko Rendah 19 27,9 60 44,1 79 38,7
Total 68 100 136 100 204 100

Berdasarkan hasil analisis besar risiko kanker ovarium terhadap indeks

massa tubuh didapatkan nilai OR sebesar 2,036 pada tingkat kepercayaan (CI)

=95% dengan lower limit = 1,086 dan upper limit = 3,818. Oleh karena nilai
Sumber: Data Primer
lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,036 dianggap

bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan kejadian kanker ovarium.

Dengan demikian responden yang memiliki indeks massa tubuh ≥30kg/m2

memiliki risiko 2,036 kali dibandingkan dengan wanita yang memiliki indeks

massa tubuh <30kg/m2.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap banyak

variabel independen dengan satu variabel dependen dengan menggunakan uji

regresi logistik. Analisis multivariate ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko

yang paling berpengaruh terhadap kejadian kanker ovarium. Variabel yang

akan dianalisis multivariate adalah variabel yang mempunyai p<0,25 dalam

analisis bivariat.

a. Variabel independen yang diikutkan dalam uji regresi logistik.

Berdasarkan penelitian ini variabel yang diduga merupakan

penyebab kejadian kanker ovarium akan dijadikan calon uji multivariat.

Variabel yang akan diikutkan adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25.

Ketentuan nilai p<0,25 adalah member peluang variabel independen yang


72

mungkin secara bersamaan memberikan pengaruh yang bermakna

terhadap variabel dependen. (Lemeshow, 1989).

Variabel yang dimasukkan dalam satu model harus bebas, tidak

terikat satu sama lain. Satu variabel tidak boleh mempunyai komponen

variabel yang lain yang terdapat dalam satu model yang sama (Basuki,

2000). Dari hasil uji bivariat tentang hubungan variabel yang secara

subtantif diduga ada hubungan yang erat dengan nilai p dari semua

variabel bebas, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 24:

Tabel 24 Hasil Uji Bivariat Masing-Masing Variabel Independen


Yang Diikutkan Dalam Analisis Multivariat
Variabel Odds 95% CI Signifikansi Diikutkan
Independen Ratio (p)
LL UL
Menarkhe 2,104 1,061 4,174 0,039 Ya
Paritas 1,533 0,797 2,948 0,260 Tidak
Riwayat Keluarga 2,133 1,147 3,969 0,016 Ya
Penggunaan 2,053 1,130 3,731 0,018 Ya
Bedak
IMT 2,036 1,086 3,818 0,033 Ya

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 24 menunjukkan bahwa dari lima variabel yang

diteliti terdapat empat variabel yang memenuhi syarat untuk diikutkan

dalam analisis multivariat dengan nilai p<0,25, yaitu menarkhe,riwayat

keluarga,penggunaan bedak,IMT sehingga variabel tersebut dapat


73

dimasukkan dalam analisis multivariat dengan uji regresi linier berganda

logistik, sedangkan variabel paritas tidak diikutkan.

b. Hasil analisis multivariat

Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi logistik karena variabel terikat merupakan variabel dikotomi

dengan tujuan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas

dengan variabel terikat. Metode yang digunakan untuk uji multivariat adalah

metode enter, hasil uji multivariat seperti terlihat pada tabel 25.

Tabel 25 Nilai Estimasi Parameter Model Regresi Logistic


Berganda Terhadap Kejadian Kanker Ovarium di RSUP
Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011-2012
Variabel
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Penelitian 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Menarkhe 0,854 0,367 5,430 1 0,020 2,349 1,145 4,818
Riwayat Keluarga 0,808 0,330 5,974 1 0,015 2,243 1,174 4,286
IMT 0,722 0,318 5,135 1 0,023 2,058 1,102 3,841
Penggunaan 0,742 0,335 4,912 1 0,027 2,100 1,090 4,048
Bedak
Constant -2,682 0,507 27,972 1 <0,001 0,068

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 25 diketahui bahwa dari 4 variabel yang diikutkan

dalam uji regresi logistik diketahui 1 variabel yang signifikan memiliki


74

pengaruh terhadap kejadian kanker ovarium yaitu riwayat keluarga dengan

nilai p value (0,015) dan secara statistic bermakna. Diantara keempat

variabel tersebut faktor umur menarkhe memiliki pengaruh paling kuat

terhadap kejadian kanker ovarium dengan OR = 2,349 berarti kejadian

kanker ovarium pada wanita dengan usia menarkhe < 12 tahun adalah

2,349 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan usia menarkhe ≥ 12

tahun.

c. Persamaan regresi logistik

Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan menggunakan uji

regresi logistik berganda, kita dapat menghitung propabilitas seseorang

untuk mendapatkan kanker ovarium, sebelumnya sesuai dengan hasil uji

kita mendapatkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kejadian

kanker ovarium adalah menarkhe dan riwayat keluarga, dimana kekuatan

hubungannya dapat dilihat OR (EXP{B}), kekuatan hubungan dari yang

terbesar dan yang terkecil adalah usia menarkhe (OR=2,349), riwayat

keluarga (OR = 2,243), Penggunaan bedak (OR = 2,103), IMT (OR= 2,058),

sehingga persamaan yang didapatkan adalah

Y= Konstanta + a1x1 + a2x2 + ..........+anxn

Y= -2,682+0,854 (menarkhe)+0,808 (riwayatkeluarga)+0,722(IMT) +0,742(Penggunaan

Bedak)

Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat ditentukan

propabilitas kejadian kanker ovarium pada responden dengan karateristik

tertentu atau pada kelompok yang berisiko tinggi dan kelompok berisiko

rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan propabilitas kejadian


75

kanker ovarium, variabel umur menarkhe dengan kategori risiko tinggi = 1

dan risiko rendah = 0 adalah sebagai berikut

1
P(X) =
1+ e –(B+∑ BiXi)

Apabila fungsi regresi diatas dimasukkan kedalam rumus

propabilitas pada hipotesis yang berisiko tinggi untuk meningkatkan

kejadian kanker ovarium yaitu usia menarkhe (1) akan menghasilkan

persamaan regresi sebagai berikut :

p = 1/(1+e-y)

p = 1(1+e-(1,02))

p = 1 (1+2,72-1,02)

p= 0,73

Dengan demikian wanita yang mengalami kejadian kanker ovarium,

faktor usia menarkhe berpeluang untuk mengalami kejadian kanker ovarium

sebesar 73%. tetapi jika semua variabel yang masuk yaitu menarkhe,

riwayat keluarga, IMT, dan penggunaan bedak dianggap nol maka risiko

untuk mengalami kejadian kanker ovarium sebesar :

Y= -2,682+0,854 (menarkhe)+0,808 (riwayatkeluarga)+0,722(IMT) +0,742(Penggunaan

Bedak)

Y= -2,682 + 0,854 (0)+0,808 (0)+0,722(0) +0,742(0)

Y= -2,682

p = 1/(1+e-y)

p = 1(1+e-(-2,682))
76

p = 1 (1+2,722,682)

p= 0,061

Sehingga propabilitas untuk terkena kanker ovarium yaitu sebesar 6,1%.

Dari variabel yang masuk dalam pemodelan, riwayat keluarga

merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan nilai OR sebesar

2,243 kali untuk mengalami kejadian kanker ovarium dan signifikan dengan

nilai p value (0,020).

B. Pembahasan

Penyebab spesifik kanker ovarium masih belum diketahui, tetapi banyak

faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker

ovarium. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar risiko

dari beberapa faktor risiko yang diduga erat kaitannya dengan peningkatan

kejadian kanker ovarium. Beberapa faktor risiko tersebut yaitu usia menarkhe,

paritas, riwayat keluarga, penggunaan bedak, dan indeks massa tubuh. Untuk
77

tujuan tersebut maka pada analisis data digunakan nilai OR (odds ratio) yang

sejalan dengan jenis rancangan penelitian yang digunakan yaitu case control

(restrospektif). Adapun pembahasan untuk masing-masing variabel independen

berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan lengkapnya sebagai berikut:

1. Usia Menarkhe

Faktor reproduksi merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker

ovarium. Karateristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya

kanker ovarium salah satunya adalah menarkhe pada umur muda. Menarkhe

adalah salah satu pertanda bahwa seorang wanita telah memasuki masa

pubertas, atau dengan kata lain ovarium telah memproduksi hormon estrogen

dan progestin yang penting dalam perkembangan reproduksi wanita. Dalam

penelitian sebelumnya diketahui bahwa usia menarkhe dini diduga merupakan

risiko kanker ovarium, hal ini berhubungan dengan produksi hormon oleh

ovarium yaitu estrogen, estrogen sendiri terdiri dari 3 jenis hormon yaitu

estradiol, estriol, dan estrion.

Estradiol dan estriol diduga bersifat karsinogenik, hal ini berhubungan

dengan poliferasi jaringan ovarium dimana kedua hormon ini memegang

peranan penting. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa menarkhe merupakan

pertanda bahwa ovarium telah mulai menghasilkan hormon estrogen. Dan pada

faktanya bahwa usia menarkhe dini (<12 tahun) menyebabkan usia menopause

yang lebih lama, Sehingga keterpaparan estrogen seorang wanita yang

memiliki menarkhe dini lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki

menarkhe normal. Sementara beberapa fakta menunujukkan bahwa penyebab


78

menarkhe dini adalah gaya hidup dalam hal ini pola makan dan pola hidup

(aktifitas fisik). Total intake yang tinggi menyebabkan menarkhe yang terlalu

dini, Menurut Archarya dkk (2006), konsumsi lemak jenuh yag tinggi akan

berdampak kepada penurunan usia menstruasi pertama.

Menarkhe dini lebih cenderung ditemui pada wanita dengan status nutrisi

yang baik. Hal ini dikarenakan status nutrisi mempengaruhi maturitas sistem

endokrin (Uche-Nwachi dkk, 2007). Pada sebuah penelitian di pulau Jawa,

didapatkan data bahwa pada tahun 1997 usia menarche rata-rata adalah 13,08

tahun dan pada tahun 2006 sudah menurun menjadi 11,22.(Dewi, 2008),

sedangkan penelitian di Amerika menunjukkan bahwa rata-rata usia menarkhe

adalah 11,1±1,1 tahun (Beal, 2005).

Hasil analisis bivariat dengan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai OR=2,104,

pada tingkat kepercayaan (CI)=95% diperoleh nilai Lower Limit (LL) = 1,061 dan

Upper Limit (UP) = 4,174. Oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1

maka nilai 2,104 dianggap bermakna secara statistik, dengan demikian

responden yang menarkhe pada umur < 12 tahun memiliki risiko 2,104 kali lebih

besar untuk mengalami kanker ovarium daripada responden yang menarkhe

pada umur ≥ 12 tahun.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silva (2005) yang

mendapatkan bahwa wanita dengan menarkhe <12 tahun memiliki risiko 2,003

kali lebih besar dibandingkan wanita dengan usia menarkhe ≥12 tahun.

Penelitian oleh Welch MD 2006 yang mendapatkan bahwa risiko kanker

ovarium pada wanita dengan usia menarkhe <12 tahun memiliki risiko 1,82 kali
79

lebih besar dibandingkan dengan wanita yang usia menarkhe >12 tahun (1,42-

4,17).

Penelitian ini menemukan bahwa umur menarkhe merupakan determinan

terjadinya kanker ovarium. Secara teori umur menarkhe dipengaruhi oleh total

intake dan konsumsi lemak jenuh yang mempengaruhi maturitas sistem

endokrin, selain itu ada hal lain yang dapat memberi penjelasan yaitu efek

xenoestrogen, selain nutrisi yang diserap tubuh ada juga radikal bebas yang

masuk kedalam tubuh menjadi xenoestrogen, polusi asap kendaraan, plastik

dan karbon bebas, serta asap rokok merupakan sumber xenoestrogen, peran

xeno estrogen sendiri dalam terhadap umur menarkhe yaitu terjadinya

pengacauan dalam mekanisme hormonal tubuh, banyaknya xeno estrogen

memicu sekresi hormon gonadotropin, mengakibatkan hormon gonadrotropin

meningkat dan memacu maturitas ovarium pada wanita sehingga menyebabkan

menarkhe dini, xeno estrogen sendiri merupakan molekul yang memiliki struktur

mirip dengan estrogen. Didalam darah xeno estrogen mengisi dan mengunci

reseptor estrogen serta mengirim pesan pengacau ke sel, sehingga tubuh kita

seakan-akan membaca kadar estrogen yang rendah dan meningkatkan sekresi

hormon LH yang kemudian berakibat pada meningkatnya sintesis dan sekresi

hormon estrogen

Walaupun usia menarkhe yang terlalu dini dikaitkan dengan lamanya

terpapar oleh hormon estrogen dalam meningkatkan risiko kanker ovarium

namun teori yang kuat mengkaitkan menarkhe dengan kanker ovarium adalah

teori gonadrotopin,karena hormon gonadrotopin adalah hormon penting selama


80

dan pra pubertas, dimana hormon LH berfungsi mematangkan ovarium dan

memicu ovulasi serta sintesis dan sekresi estrogen dan progesteron pada

wanita sehingga pubertasi pada wanita sangat dipengaruhi oleh hormon ini,

adapun teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan

data epidemiologi. Hormon hiposa diperlukan untuk perkembangan tumor

ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rhodentia. Pada percobaan

ini ditemukan bahwa jika kadar estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar

hormon gonadotropin meningkat.

Peningkatan kadar hormon gonadrotopin ini ternyata berhubungan dengan

makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut. Walaupun

teori ini telah mencoba menjelaskan pengaruh peningkatan hormon

gonadrotopin terhadap kanker ovarium, namun teori ini masih menjadi

perdebatan selain karena teori ini didasarkan pada uji coba binatang mamalia,

namun struktrur anatomi dan fisiologi tubuh manusia jauh berbeda bila

dibandingkan dengan binatang rodentia, selain itu kadar estrogen rendah pada

tubuh manusia memicu peningkatan kadar hormon gonadrotopin dalam tubuh

manusia, dikarenakan salah satu fungsi hormon gonadrotopin (LH) adalah

meningkatkan sintesis dan pelepasan estrogen dan progestin, sehingga hal ini

dapat menyebabkan peningkatan yang pesat pula pada hormon estrogen.

2. Paritas

Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)

(Prawirohardjo et al, 2006). Paritas merupakan suatu istilah untuk menunjukkan

jumlah kehamilan bagi seorang wanita yang melahirkan bayi yang dapat hidup
81

pada setiap kehamilan (Oxford Concise Medical Dictionary, 2007). Paritas

ditentukan dari jumlah kehamilan yang mencapai 20 minggu dan bukan dari

jumlah bayi yang dilahirkan. Oleh itu, paritas tidak lebih besar apabila yang

dilahirkan adalah janin tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih kecil apabila

janin lahir mati (Cunningham et al, 2005). Paritas adalah ringkasan dari riwayat

kehamilan dan 2 angka digunakan untuk dokumentasi. Penambahan kedua

angka ini memberi nilai untuk kehamilan sebelumnya. Sebagai contoh para 0+0

bererti tidak mempunyai riwayat kehamilan sebelumnya. Angka yang pertama

merupakan jumlah angka janin yang masih hidup, ditambah dengan angka janin

yang hidup selepas 24 minggu gestasi. Angka yang kedua merupakan angka

kehamilan sebelum 24 minggu di mana janin tidak dilahirkan hidup (Drife et al,

2004).

Ovarium menghasilkan ovum. Proses pembentukan ovum di dalam

ovarium disebut oogenesis. Pada ovarium yang ada di dalam tubuh embrio atau

fetus terdapat sekitar 600.000 buah sel induk telur atau disebut oogonium. Pada

saat umur fetus (embrio) lima bulan, oogonium memperbanyak diri secara

mitosis, membentuk kurang lebih 7 juta oosit primer. Pada saat embrio (fetus)

umur 6 bulan, oosit primer dalam tahap meiosis (profase I). Setelah itu, terjadi

pengurangan jumlah oosit primer sampai lahir. Pada saat lahir dua ovarium

mengandung 2 juta oosit primer. Selanjutnya, oosit primer yang sedang tahap

membelah tersebut istirahat sampai masa pubertas. Pada waktu anak berumur

7 tahun jumlahnya susut lagi menjadi sekitar 300.000 – 400.000 oosit

primer.Dari kira-kira 2 juta oosit pada dua ovarium hanya 400 buah yang akan
82

menjadi folikel matang. Folikel matang berupa kantung kecil dengan dinding

sel-sel epitel di dalam berisi satu sel telur. Folikel menghasilkan hormon

estrogen. Tiap bulan dilepas satu ovum dari sebuah folikel mulai dari seorang

wanita mengalami puber sampai menopause. Setiap ovarium menghasilkan

sekitar 20.000 folikel matang. Sekitar 400.000 dari dua ovarium dapat

mematangkan sel telur selama wanita melewati masa subur. Folikel lainnya

mengalami degenerasi. Oogenesis dan ovulasi terjadi sekali dalam sebulan,

bergiliran antara ovarium kiri dan ovarium kanan.

Proses oogenesis hampir sama dengan proses spermatogenesis. Proses

pembentukan ovum disebut oogenesis. Sejak masa embrio hingga dewasa,

oogonia (sel induk telur) di dalam ovarium mengalami perkembangan.

Oogonium pada masa embrio ini memperbanyak diri secara mitosis membentuk

oosit primer. Saat embrio berusia 6 bulan, oosit primer mengalami meiosis I dan

berhenti pada fase profase. Kemudian oosit primer ini berhenti membelah

hingga masa pubertas. Saat wanita mengalami pubertas, hipofisis akan

menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan oosit primer melanjutkan

proses meiosis I. Pada wanita, ovulasi hanya berlangsung sampai umur sekitar

45 – 50 tahun. Seorang wanita hanya mampu menghasilkan paling banyak 400

ovum selama hidupnya, meskipun ovarium seorang bayi perempuan sejak lahir

sudah berisi 500 ribu sampai 1 juta oosit primer. Setiap bulan, wanita

melepaskan satu sel telur dari salah satu ovariumnya. Bila sel telur ini tidak

dibuahi maka akan dikeluarkan melalui proses menstruasi. Menstruasi terjadi

secara periodik satu bulan sekali. Saat wanita tidak mampu lagi melepaskan
83

ovum karena sudah habis tereduksi, menstruasi pun menjadi tidak teratur lagi,

sampai kemudian terhenti sama sekali. Masa ini disebut menopause.

Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi

faktor protektif terhadap kanker ovarium, salah satunya adalah adalah hipotesis

incessant ovulation yang menyebutkan bahwa pada saat terjadinya ovulasi

akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium. Untuk proses perbaikan kerusakan

ini diperlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali

terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain

masa istirahat sel tidak adekuat,maka proses perbaikan tersebut akan

mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel

neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa wanita yang memiliki paritas ≥ 2

kali akan menurunkan risiko terkena kanker ovarium.

Hasil bivariat dengan menggunakan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai OR

= 1,533 dengan nilai Lower Limit (LL) = 0,797 dan Upper Limit (UL) = 2,948,

oleh karena nilai LL dan UL mencakup nilai 1 maka nilai 1,533 dianggap tidak

bermakna. Sehingga paritas bukan merupakan faktor risiko kanker ovarium.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Gregory PB 2008 yang mendapatkan bahwa wanita dengan nullpara memiliki

risiko 1,71 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita multipara (1,13-2,20).

Namun penelitian yang dilakukan oleh Agustasari IK (2007) yang menemukan

bahwa paritas memiliki hubungan dengan kanker ovarium (0,038>0,1).

Walaupun secara etiologi hubungan paritas dengan kanker ovarium belum

begitu jelas namun beberapa penelitian mengaitkan hubungan peningkatan


84

kadar estrogen pada wanita dengan nullpara dibandingkan dengan wanita

multipara, namun sebagian besar penelitian justru menhubungkan paritas

sebagai faktor protektif terhadap kanker ovarium atau bahkan bukan

merupakan faktor risiko kanker ovarium.

3. Riwayat Keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah menderita kanker ovarium atau

kanker payudara merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker ovarium

pada seorang wanita. Dimana terdapat peningkatan risiko keganasan pada

wanita yang keluarganya menderita kanker ovarium.

Hasil analisis bivariat dengan uji odds ratio diperoleh nilai OR = 2,133

dengan Lower Limit (LL) = 1,147 dan Upper Limit (UL) = 3,969 pada interval

kepercayaan (CI) = 95%, oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1,

sehingga nilai 2,133 dianggap bermakna secara statistik, sehingga riwayat

keluarga merupakan determinan terjadinya kanker ovarium.

Pengaruh riwayat keluarga secara teori dan beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa riwayat keluarga merupakan determinan dari kanker

ovarium. Beberapa studi genetik mengungkapkan bahwa adanya riwayat

keluarga yang menderita kanker ovarium atau kanker payudara telah

menyebabkan terjadinya mutasi pada gen BRCA 1 dan BRCA 2. Gen BRCA 1

dan BRCA 2 merupakan gen yang memiliki fungsi untuk mendeteksi terjadinya

kerusakan dalam untai ganda DNA sel, mekanisme kerjanya adalah berikatan

dengan protein RAD51 selama perbaikan untai ganda DNA, dimana gen ini
85

mengadakan perbaikan didalam inti sel dengan mekanisme rekombinasi

homolog yang berdasarkan dari sel sebelumnya, rekombinasi ini menyesuaikan

dengan kromosom dari sel induk, sehingga kerusakan pada gen ini

menyebabkan tidak terdeteksinya kerusakan gen didalam sel dan sel yang

mengalami mutasi tidak dapat diperbaiki sehingga tumbuh sel yang bersifat

ganas yang berpoliferasi menjadi jaringan kanker. Pada wanita yang memiliki

riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau kanker payudara mutasi gen

BRCA 1, penurunan mutasi dimungkinkan dengan pewarisan ekson gen yang

telah bermutasi, namun dampak perubahan tidak langsung terlihat pada

fenotipnya. Mutasi itu sendiri adalah peristiwa perubahan susunan genetis

akibat tautomeri. Tautomeri adalah perubahan struktur DNA akibat perpindahan

atom-atom hidrogen dari satu posisi purin ke posisi pirimidin atau sebaliknya

sehingga susunan molekul gennya berubah.

Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan riwayat keluarga

dengan kanker ovarium yang juga mendukung hasil analisis dalam penelitian

ini, penelitian oleh Hein DW dkk 2007 bahwa risiko kanker ovarium pada wanita

yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium sebesar 2,8 kali

(p=0,04). Penelitian oleh Coughlinn SS dkk 2006 juga menemukan risiko kanker

ovarium pada wanita dengan riwayat kanker ovarium sebesar 1,97 kali

(p=0,008).

Dari satu studi meta analisis pada tahun 1988 ditemukan risiko relatif yang

meningkat dan berbeda pada keluarga lapis pertama. Ibu dari penderita kanker
86

ovarium risiko relatifnya 1,1, saudara perempuan risiko relatifnya 3,8 anak dari

penderita kanker ovarium risiko relatifnya 6.

Antara 5%-10% kanker ovarium dianggap bersifat herediter. Kelompok

kanker ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary breast and ovarial

cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya mutasi pada gen BRCA 1 dan

BRCA 2. Gen BRCA 1 adalah suatu gen yang terletak di kromosom 17q12-21,

sedangkan BRCA 2 terletak di kromosom 13q12. Wanita dengan gen BRCA1

yang telah bermutasi, mempunyai risiko terkena kanker ovarium sebesar 40%-

60%, dan risiko terkena kanker payudara sebesar 90%. Risiko terkena kanker

tuba fallopi juga meningkat 50-120 kali jika dibandingkan dengan wanita yang

bukan pembawa gen BRCA 1. Risiko untuk menderita kanker peritonium primer

juga meningkat dengan risiko relatif 45.

Gen lain yang berkaitan dengan kanker ovarium adalah gen BRCA 2 yang

terletak pada kromosom 13q12. Risiko untuk menderita kanker ovarium pada

wanita pembawa gen BRCA 2 yang telah bermutasi lebih rendah daripada risiko

pembawa gen BRCA1 yang bermutasi yaitu 16%-27%. Kanker ovarium pada

pembawa gen BRCA 1 dan BRCA 2 yang telah bermutasi terjadi pada usia 51,2

tahun dan 57,5 tahun.

4. Penggunaan Bedak

Bedak telah dikenal sejak abad ke 18 tidak hanya sebagai produk

kecantikan tetapi juga produk sehari-hari yang digunakan untuk kenyaman fisik,

terutama untuk menjaga kelembaban tubuh, juga untuk mencegah timbulnya

jamur terutama pada lipatan-lipatan kulit yang sering berkeringat, hal ini
87

dimungkinkan karena bedak mengandung basa, komposisi bedak yang umum

adalah magnesium trisilikat, hal ini dikarenakan sifat basa dari zat ini yang

dapat mengikat molekul bedak sehingga menjadi rapat dan dapat berbentuk

serbuk, sehingga banyak bedak yang berbentuk tabur disamping bedak yang

berbentuk lebih padat seperti foundation, maupun bedak cair. Penggunaan

bedak pada area genital termasuk lipatan paha telah lama berlangsung baik

dinegara maju maupun negara berkembang namun penelitian mengenai bedak

sebagai penyebab kanker baru dimulai pada tahun 1980-an sehingga badan

registrasi kanker dunia telah menjadikan beberapa jenis bedak sebagai zat

karsinogenik bila digunakan dibeberapa daerah tertentu ditubuh termasuk di

area genital maupun lipatan paha.

Sifat karsinogenetik ini disebabkan karena komposisi bedak yaitu

magnesium trisilikat yang bersifat basa dapat melakukan ikatan dengan dna sel,

proses ini biasa disebut sebagai insersi atau penyusupan suatu basa nitrogen

kedalam molekul dna. Adapun proses masuknya molekul ini kedalam ovarium

belum dapat dipastikan secara kimiawi namun beberapa penelitian

menyebutkan bahwa molekul bedak mampu bermigrasi ke ovarium melalui

saluran kelamin melalui transpor pasif sel dan beberapa jaringan sel ovarium

yang telah menjadi tumor ringan maupun ganas terdapat serat molekul bedak,

sehingga beberapa penelitian menghubungkan bedak dengan risiko kanker

ovarium.

Dari hasil analisis bivariat dengan uji odds ratio diperoleh nilai OR = 2,053

dengan nilai Lower Limit (LL) = 1,130 dan Upper Limit (UL) = 3,731, oleh karena
88

nilai LL dan UL tidak mencakup nilai satu maka nilai 2,053 dianggap bermakna

secara statistik sehingga penggunaan bedak merupakan determinan terjadinya

kanker ovarium.

Hal ini sejalan dengan penelitian Dorota M Gertig 2006 yang bahwa

penggunaan bedak pada daerah genital dan pada pembalut secara signifikan

meningkatkan risiko kanker ovarium OR= 1,87 (1,87- 4,46).

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Shelley S.T 2008 yang

menemukan bahwa wanita dengan penggunaan bedak setiap hari berisiko 2,34

kali dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan bedak diarea

genital.

Penggunaan bedak yang mengandung konsentrasi magnesium trisilikat

dapat menyebabkan peningkatan risiko kanker ovarium. Molekul bedak dapat

bermigrasi ke ovarium melalui proses difusi sel yaitu melalui saluran yang

dibentuk oleh protein yang biasa disebut sebagai protein integral. Walaupun

mekanisme ini masih banyak diperdebatkan namun beberapa uji biologis telah

menunjukkan bahwa jaringan tumor ovarium di beberapa pasien memiliki serat

molekul bedak dalam hal ini magnesium trisilikat. Namun dilain pihak minimnya

pengetahuan masyarakat mungkin menjadi penyebab dari masih digunakannya

bedak pada area genital, walaupun disatu sisi solusi pembersih area genital

yang berbentuk cair belum dapat menggantikan solusi bedak yang lebih murah

dan lebih nyaman disamping pembersih cair maupun bedak cair yang jauh lebih

mahal.

5. Indek Massa Tubuh


89

Indeks massa tubuh telah menjadi indikator yang penting dalam

menentukan seseorang mengalami obesitas atau tidak. Sehingga indeks massa

tubuh yang tinggi mengisyaratkan bahwa individu tersebut mengalami obesitas,

dalam penelitian ini digunakan standar indeks massa tubuh >30kg/m2 sebagai

standar risiko tinggi kanker ovarium, dimana nilai ini lebih besar bila

dibandingkan dengan standar obesitas yaitu sebesar >25kg/m2. Hubungannya

dengan kanker ovarium diduga karena aktifitas hormonal tubuh, dimana hormon

yang berperan adalah hormon estrogen, seperti telah kita ketahui hormon

estrogen memiliki fungsi yang vital pada wanita untuk mendistribusikan lemak

ke daerah paha dan pantat ditubuh. Ada pendapat yang mengatakan bahwa

Bila kita mengkonsumsi daging dari hewan, kita telah dengan tidak sengaja juga

ikut mengkonsumsi hormon “tangan kedua”, karena daging dari hewan yang

kita makan juga telah “menjaring” hormon dalam jumlah yang besar selama

hidupnya. Faktanya untuk meningkatkan pertumbuhan dan pengemukan hewan

disuntikkan hormon estrogen dan testoteron. Dan hormon tersebut akan masuk

kedalam tubuh ketika kita mengkonsumsi dagingnya..

Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh juga meningkat serta

beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada umumnya

berbentuk estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak

(kolesterol) dapat dijelaskan melalui biosintesis hormon, dimana semua hormon

steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Rangkaian tahapan enzimatik

pada mitokondria dan retikulum endoplasma jaringan steroidogenik

mengkonversi kolesterol kedalam semua hormon steroid lain dan perantaranya.


90

Pembatasan laju dalam proses transport kolesterol bebas dari sitoplasma

kedalam mitokondria. Tahap ini diselesaikan oleh steroidogenic acute

regulatory protein (star). Prekusor kolesterol berasal dari kolesterol yang

disintesis didalam sel asetat, simpanan kolesterol eter pada droplet lipid intrasel

atau dari ambilan kolesterol dari low density lipoprotein. Lipoprotein mengambil

plasma adlah sangat penting ketika sel steroidogenik terstimulasi secara kronis.

Peningkatan estrogen akhirnya memicu pertumbuhan sel dalam kultur sel

epitel permukaan ovarium, sehingga bila pertumbuhannya mengalami

gangguan ataupun mutasi baik secara insersi maupun delesi dapat

menyebabkan tumbuhnya jaringan tumor pada epitel ovarium. Dan bila berlebih

estrogen dapat menyebabkan hiperinsulinemia dan akibatnya tingkat insulin

yang tinggi dan bebas beredar seperti faktor pertumbuhan (IGF1) -1 dan

androgen. Keduanya IGF-1 dan androgen merangsang poliferasi sel dalam

tumor ovarium. Obesitas juga berhubungan dengan peningkatan serum leptin

yang dapat bertindak sebagai mitogen dan merupakan faktor angiogenik dan

terlibat dalam folikulogenesis ovarium.

Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Odds Ratio (OR) diperoleh

nilai OR = 2,036 dengan nilai Lower Limit (LL) = 1,086 dan Upper Limit (UL) =

3,818, oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,036

dianggap bermakna secara statistik. Sehingga responden yang memiliki indeks

massa tubuh >30kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan

dengan wanita yang memiliki indeks massa tubuh <30kg/m2.


91

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nesrin R

2008 yang mendapatkan bahwa risiko kanker ovarium 2,18 lebih besar pada

wanita dengan IMT >25 kg/m2 dibandingkan dengan wanita dengan IMT

<25kg/m. Hasil penelitian lain juga mendukung hasil penelitian ini seperti

penelitian yang dilakukan oleh Fariba K 2009 yang mendapatkan bahwa wanita

dengan IMT >30kg/m memiliki risiko lebih besar untuk mendapatkan kanker

ovarium RR= 14,9 (1,93-4,68).

Wanita dengan obesitas mengalami produksi estrogen yang meningkat

untuk penyusunan lemak dibagian tubuh, hal ini dapat menjadikan tubuh

mematikan reseptor estrogen sehingga dapat memicu timbulnya sel kanker.

Selain itu konsumsi lemak juga dapat menyebabkan tubuh menghasilkan

estrogen berlebih dan memicu pembelahan sel menjadi tidak normal khususnya

sel epitel ovarium. Senyawa lemak juga menghasilkan radikal bebas sehingga

dapat memicu terjadinya sel kanker walaupun belum ada etiologi yang pasti

mengenai hal ini. Namun ada hipotesis yang mengaitkan peningkatan

androgen, teori mengenai androgen ini pertama kali dikemukakan oleh Risch

pada tahun 1988 yang mengataka bahwa androgen mempunyai peranan

penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti

bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu

terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan

kelenjar adrenal. Seperti percobaan invitro androgen dapat menstimulasi

pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium epitel

dalam kultur sel.


92

Dalam penelitian epidemiologi juga ditemukan tingginya kadar androgen

dalam darah wanita penderita kanker ovarium. Penderita sindroma polikistik

ovarium yang kadar estrogennya tinggi ternyata pada penelitian kohor

mempunyai risiko yang tinggi untuk mengalami kanker ovarium. Sehingga

peningkatan kadar androgen akibat konsumsi lemak berlebih dapat

meningkatkan risiko kanker ovarium.


92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan mengacu pada

rumusan masalah dan hipotesis penelitian maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Besar risiko kanker ovarium pada mereka yang menarkhe pada usia < 12

tahun sebesar 2,104 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang

menarkhe pada usia ≥ 12 tahun.

2. Besar risiko kanker ovarium pada wanita dengan paritas < 2 kali sebesar

1,533 kali dibandingkan dengan wanita yang paritas ≥ 2 kali dan variabel

tersebut tidak bermakna terhadap kejadian kanker ovarium

3. Besar risiko kejadian kaner ovarium pada wanita dengan riwayat keluarga

pernah menderita kanker ovarium atau kanker payudara sebesar 2,133 kali

lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat

keluarga pernah menderita kanker ovarium atau kanker payudara.

4. Besar risiko kanker ovarium pada wanita dengan riwayat penggunaan

bedak setiap hari atau seminggu sekali sebesar 2,053 kali lebih besar

dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat penggunaan bedak


93

5. Besar risiko kanker ovarium pada wanita dengan indeks massa tubuh ≥ 30

kg/m2 sebesar 2,036 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan indeks

massa tubuh < 30kg/m2

6. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia menarkhe merupakan

variabel yang paling berpengaruh diantara variabel lain terhadap kejadian

kanker ovarium dengan OR sebesar 2,349.

7. Hasil perhitungan persamaan regresi logistik diperoleh bahwa propabilitas

risiko wanita dengan usia menarkhe <12 tahun terhadap kanker ovarium

sebesar 73 % dibandingkan wanita dengan usia menarkhe ≥ 12 tahun.

B.SARAN

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan etiologi dari

penyakit kanker ovarium dan terutama variabel yang diduga berpengaruh

terhadap kanker ovarium.

2. Wanita dengan usia menarkhe < 12 tahun sebaiknya mengurangi konsumsi

lemak jenuh (kolesterol) untuk mengurangi paparan terhadap hormon

estrogen dalam tubuh.

3. Wanita dengan riwayat keluarga menderita kanker ovarium dan kanker

payudara untuk menghindari penggunaan penggunaan obat-obat kesuburan

seperti klomifen sitrat, dan pemakaian terapi hormon pengganti pasca

menopause dan faktor risiko lainnya seperti penggunaan bedak dan

konsumsi lemak jenuh (kolesterol).


94

4. Perlunya dilakukan upaya promosi kepada masyarakat mengenai

penggunaan bedak terutama diwilayah genital, walaupun mekanisme dari

penggunaan bedak yang dapat menyebabkan kanker ovarium namun upaya

pencegahan primer juga perlu dilakukan.

5. Perlunya dilakukan upaya promosi kesehatan terutama terhadap pola hidup

dan pola makan terutama konsumsi lemak jenuh yang banyak terdapat

pada makanan junk food, juga mempromosikan aktifitas fisik seperti

olahraga untuk mencegah obesitas


DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. Cancer Facts and Figures 2011. [http://www.


cancer.org/Cancer/OvarianCancer/DetailedGuide/ovarian-cancer-
eystatistics], diakses pada 18Desember, 2011.
Agarwal R, Kaye SB. Prognostic factors in ovarian cancer: how close are we to
a complete picture? Ann Oncol 16: 4–6. 2005
Agustari Ika, Faktor yang berhubungan dengan kanker ovarium di RSUP Tjipto
Mangunkusumo, UI, 2007
Allan LA, Campbell MK, Milner BJ, Eccles DM, Leonard RCF, Parkin DE, Millers
ID, Lessells AM, Kitchener HC, Haites NE. The significance of p53
mutation and over-expression in ovarian cancer prognosis. Int J Gynecol
Cancer 6: 483–490.2007
Archarya, Total Intake Pada Pasien Kanker,UNAIR, 2006
Ari, Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kanker ovarium (studi kasus di
Kabupaten Cilacap),PPS UNDIP,2007
Beal, Women Reproduction : A Review Of American Women, J.Health
Reproduction ID 5692, 2005
Bennet, Boezen HM, Schouten JP, Arts HJG, Hofstra RMW, Willemse PHB,
Vries de EGE, Van Der Zee AG (2002) Prognostic factors in ovarian
cancer: current evidence and future prospects. Eur J Cancer S 1:
127–145
Cannistra SA. Cancer of the ovary. N Eng J Med, 2009: 351: 2519-29
Coughlinn SS, Menopausal hormone therapy and risk of epithelial ovarian
cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 16: 2548–2556, 2009
Dewi, Rerata Usia Menarkhe Wanita Indonesia: Tinjauan Kesehatan
Reproduksi Wanita Indonesia, UI, 2008
Dorota M Gertig, Perineal talc exposure and epithelial ovarian cancer risk in the
Central Valley of California. Int J Cancer 2006;112:458–64.
Gates MA, Tworoger SS, Hecht JL, De Vivo I, Rosner B, Hankinson SE. A
prospective study of dietary flavonoid intake and incidence of epithelial
ovarian cancer. Int J Cancer 2007;121:2225 – 32.
Hein DW, Screening for the BRCA1- ins6kbEx13 mutation: potential for
misdiagnosis. Mutation in brief #964. Online. Hum Mutat 28: 525–526,
2007
Huncharek M, Geschwind JF, Kupelnick B. Perineal application of cosmetic talc
and risk of invasive epithelial ovarian cancer: a metaanalysis of 11,933
subjects from sixteen observational studies. Anticancer Res
2003;23:1955–60
Janssen-Heijnen ML, Houterman S, Lemmens VE, Louwman MW, Maas HA,
Coebergh JW: Prognostic impact of increasingage and co-morbity in
cancer patients: A population-base approach. Crit Rev Oncol Hematol,
55:231-40. 2005
Jurnal Ginekologik, Pengenalan Dini Kanker Ovarium. 2011, Diakses Pada
tanggal 17 November 2011
Karageorgi S, Hankinson SE, Kraft P, De Vivo I. Reproductive factors and
postmenopausal hormone use in relation to endometrial cancer risk in
the Nurses' Health Study cohort 1976-2004. Int J Cancer 2010; 126
:208–16.
Kramer LJ, Greene MH. Epidemiology Of Ovarian, Fallopian Tube, and Primary
Peritonial Cancer.Elsevier Churchill Livingstone.Philadelphia,2004
Langseth H, Hankinson SE, Siemiatycki J, Weiderpass E. Perineal use of talc
and risk of ovarian cancer. J Epidemiol Community Health
2008;62:358–60.
La Vecchia C. Epidemiology of ovarian cancer : a summary review. Eur J
Cancer Prev.2007; 10: 125-9
La Vecchia C. Oral contraceptives and ovarian cancer: an update, 2004-2008.
Eur J Cancer Prev. 2008;15:117–24.
Modesitt SC, Van Nagell JR,jr. The Impact of Obesity on the incidence and
treatment of gynecologic cancers: a review. Obstet Gynecol Surv. 2010;
60: 683-92
Moodley M, Moodley J, Chetty R, Herrington CS. The Role Of Steroid
Contraceptive Hormones in the Pathogenesis of Invasive Ovarian
Cancer: A Review. Int J Gynecol Cancer 13: 103-110, 2008
Muchtar. Pengenalan dini kanker ovarium. Makalah ilmiah PIT XII POGI
Palembang, 2001
Nesrin R, Lukanova A, Kaaks R. Endogenous hormones and ovarian cancer:
epidemiology and current hypotheses. Cancer Epidemiol Biomarkers
Prev. 2005;14:98-107.
Oehadian A. Kanker Ovarium. Dalam: Handjoyo M. Diagnosis dan tatalaksana
sepuluh jenis kanker terbanyak di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1`991;149-68
Ozols RF,Rubin SC,Thomas GM,Robboy SJ.Epithelial Ovarian Cancer.In :
Hoskin WJ,Perez CA, Young RC, et al, Principles and Practise of
Gynecologic Oncology. Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia. 2005
Parkin DM, Pisani P, Ferlay J, Global Cancer Statistic. Ca Cancer J Clin 49: 33-
64, 2007
Rezkini P. Derajat differensiasi histopatologik pada Kejadian kanker Ovarium.
Undip Semarang.2009
Sahil FM. Penatalaksanaan kanker ovarium pada wanita usia muda dengan
mempertahankan fungsi reproduksi.USU. 2007
Sierra-Torres CH, Trying SK. Risk Contribution Of Sexual Behaviour and
Cigarette Smoking to Ovarian Neoplasia. Int J Gynecol Cancer 13: 617-
625, 2008
Shelley ST, Heller DS, Westhoff C, Gordon RE, Katz N. The relationship
between perineal cosmetic talc usage and ovarian talc particle burden.
Am J Obstet Gynecol 2008;174:1507–10.
Subiantoro. Ketahanan hidup penderita kanker ovarium di RSUPNCM
Jakarta.UI. 2011
Surbakti E. Pendekatan Faktor Risiko sebagai rancangan alternatif dalam
penanggulangan kanker ovarium di RS Piringadi. Medan. 2006
Tchabo NE, Liel MS, Kohin EC: Applying proteomics in clinical trials: Assessing
the potential and practical limitation in ovarian cancer. Am J
Pharmacogenomics 2005, 5:141-8.
Uche-Nwachi,Endoctryn System and Nutrition,J.Nutrition 2007 ID Artikel 35778
Willmott LJ, Fruehauf JP: Targeted therapy in ovarian cancer. J Oncol 2010, 9,
ID Artikel 740472.
Zuraidah E. Faktor risiko kanker ovarium jenis ephitelia di RSUN Dr.Cipto
Mangunkusumo. Jakarta.2005

Anda mungkin juga menyukai