Anda di halaman 1dari 176

TESIS

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN DI
KECAMATAN MOROSI
(Studi Komparasi)

OLEH

HENDRY FEBRIANA HENDE


M201901050

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
TAHUN 2022
i
TESIS

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN DI
KECAMATAN MOROSI
(Studi Komparasi)

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat, Minat Utama


Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Program Studi Magister Kesehatan
Masyarakat Universitas Mandala Waluya

OLEH:

HENDRY FEBRIANA HENDE


M201901050

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
TAHUN 2022

ii
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Tesis dengan judul Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan di Kecamatan Morosi (Studi Komparasi) Oleh Hendry

Febriana Hende (M201901050) telah kami setujui untuk disajikan di hadapan Tim

Penguji pada ujian Tesis Program Studi S2 Magister Kesehatan Masyarakat

Universitas Mandala Waluya, dalam rangka penyempurnaan Penulisan.

Kendari , Juli 2022

Tim Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Timbul Supodo,SKM.,M.Kes Dr. Erwin Azizi Jayadipraja DM,SKM.,M.Kes


NIDN. 09 2405 4901 NIDN.0914108704

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan


Universitas Mandala Waluya Kendari

Dr. Sunarsih,SKM.,M.Kes
NIDN.0915056001

iii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis yang berjudul Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Di Kecamatan Morosi (Studi Komparasi) Oleh Hendry

Febriana Hende (M201901050) telah dipertahankan dihadapan tim penguji Tesis

program studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mandala Waluya pada

tanggal agustus 2022.

Ketua Dr.Timbul Supodo,SKM.,M.Kes (………………)

Sekertaris Dr. Erwin Azizi Jayadipraja D.M, SKM.,M.Kes (………………)

Anggota Dr. PH.Hj.Tasnim,SKM.,MPH (………………)

Dr. Sunarsih,SKM.,M.Kes (………………)

Dr. Rahmawati,SKM.,M.Kes (………………)

iv
PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : HENDRY FEBRIANA HENDE

NIM : M201901050

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kebijakan Kesehatan

Angkatan : III (Ke Tiga)

Jenjang : Magister

Bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Tesis saya yang

berjudul

“Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Di

Kecamatan Morosi (Studi Komparasi)”

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya

akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Kendari, Agustus 2022

HENDRY FEBRIANA HENDE


M201901050

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan

penulisan Tesis yang berjudul : “ Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Di Kecamatan Morosi (Studi Komparasi)” guna

memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada Program

Studi Pasca Sarjana di Universitas Mandala Waluya di Kendari.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Timbul

Supodo,SKM.,M.Kes selaku Pembimbing Utama yang dengan kesabaran dan

perhatiannya dalam memberikan bimbingan, semangat dan saran hingga Tesis ini

bisa terselesaikan. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan

bapak Dr. Erwin Azizi Jayadipraja DM,SKM.,M.Kes selaku Pembimbing

Kedua yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

motivasi dan saran demi kesempurnaan Tesis ini. Ucapan terima kasih yang tak

terhingga juga penulis sampaikan kepada orang tua, suami, anak dan keluarga

yang selalu mendukung saya.

Dengan selesainya penulisan Tesis ini, tak lupa pula Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Badan Penyelenggara Yayasan Mandala Waluya Kendari

2. Rektor Universitas Mandala Waluya

vi
3. Para Wakil Rektor (Akademik, Non Akademik dan Kemahasiswaan)

Universitas Mandala Waluya

4. Tim Penguji Tesis

a. Ibu Dr.PH.Hj.Tasnim,SKM.,M.PH Selaku Penguji Utama

b. Ibu Dr. Sunarsih,SKM.,M.Kes, Selaku Penguji Dua

c. Ibu Dr. Rahmawati,SKM.,MKes, Selaku Penguji Tiga

5. Para Ketua Lembaga (LPPM, LPM, LPPK) Universitas Mandala Waluya

6. Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Mandala Waluya

7. Ketua Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mandala

Waluya

8. Kepala Puskesmas Morosi yang telah memberikan kesempatan untuk

melakukan penelitian ini

9. Rekan-rekan mahasiswa Calon Magister Kesehatan Masyarakat Universitas

Mandala Waluya Kendari Angkatan 2019 yang telah banyak membantu

dalam penyelesaian Tesis ini.

10. Responden penelitian yang telah bersedia menjadi responden

Akhirnya penulis menyampaikan maaf atas segala kekurangan yang

terdapat pada penulisan ini, kritik dan saran sangat diharapkan demi

kesempurnaan tulisan ini. Semoga Tesis ini bisa memberikan manfaat bagi diri

kami sendiri dan pihak lain yang menggunakan.

Kendari, Juli 2022

Hendry Febriana Hende


M201901050
vii
SUMMARY

Indonesia is one of the developing countries in Southeast Asia which has a fairly
high population of 273,879,750 people. The more the population increases, the need for
energy is also increasing which is very important for human use, both for household
consumption and industri, one of which is Industri. Mining. Diseases arising from
exposure to chemicals and biological agents, as well as physical hazards in the
workplace. Thus, this disease is an artificial disease or artificial disease.
The region of Southeast Sulawesi Province is an area that is quite rich with
various types of mines. Industrial estates in an area are usually the attraction of the area
for industrial areas in Konawe Regency, which are the 5th (five) largest in Asia and the
2nd largest in Indonesia. One of the most common diseases suffered by the community is
ARI (Acute Respiratory Infection).
The population of Morosi Subdistrict in 2016 reached 3,872 people, in 2017 it
opened 3,982 people, in 2018 it opened 4,879 people, in 2019 it increased to 5,521
people, in 2020 it reached 5,855 people but the compass version data found 8,872 people
counted with local immigrants such as from the Regency others who live and work in the
industrial area. Health problems in Konawe Regency can be seen from the Health Profile
data that from 27 sub-districts in Konawe Regency in 2019 the highest order of
Respiratory Tract Infections (ARI) reached 75.93%, data on visits to Morosi Health
Center in 2020 with a total of 6392 visits seen from data on the 10 biggest diseases,
namely ARI 672, Hypertension 360 visits, joints and connective tissue 132 people, nerves
2 (two) visits, gastric ulcer 384 visits, Diabetes Mellitus 48 people, Dyspepsia 156
people, Diarrhea 216 people, eye disease 30 people and other diseases 4,392 people
Data recap of the last three years on the number of patient visits at the Morosi
Health Center which is the closest health service center to PT Virtue Dragon and PT OSS,
it is known that in 2019 from a total of 2,273 patient visits, there were 1557 (68.49%)
Patients with employee status of PT Virtue Dragon and OSS, for 2020 of the 2,490
visiting patients there were 1861 (74.67%) Patients with employee status of PT Virtue
Dragon and OSS and in 2021 it was known from 2,215 (61.85%) Patients with employee
status of PT Virtue Dragon and OSS, with the data known more visits of patients with
Occupational Diseases when compared to patients who do not work at PT Virtue Dragon
and OSS.
The purpose of this study was to compare the factors associated with ARI disease
in high-risk and low-risk patients in Morosi District, Konawe Regency. This type of
research is quantitative. The method of comparison or comparison is research that uses
the technique of comparing an object with another object. This research was carried out
for 2 (two) months, starting from May to June 2022. This research was carried out at the
Morosi Health Center, Konawe Regency, with a population of 1,370 and a sample of 301
respondents. The sampling method using Cluster Random Sampling is a sampling process
through the process of dividing the population into strata.
It is known from the results of the Chi-Square test that the value of 58,854 is
greater than X2 table, it can be concluded that there is a significant relationship between
knowledge and the incidence of ARI and the Phi value of 0.449 which means it has a
moderate relationship. It is known from the results of the Chi-Square test that the value of
60,498 is greater than the X2 table, so it can be concluded that there is a significant
relationship between attitudes and the incidence of ARI and the Phi value of 0.455 which
means it has a moderate relationship. It is known from the results of the Chi-Square test
viii
that the value of 70,584 is greater than the X2 table, it can be concluded that there is a
significant relationship between Actions and the incidence of ARI and the Phi value of
0.491 which means it has a moderate relationship. It is known from the results of the Chi-
Square test that the value of 74,684 is greater than the X2 table, so it can be concluded
that there is a significant relationship between the environment and the incidence of ARI
and the Phi value of 0.505 which means it has a moderate relationship. It is known from
the results of the Chi-Square test that the value of 56,071 is greater than X2, so it can be
concluded that there is a significant relationship between PHBS and the incidence of ARI
and the Phi value of 0.438 which means it has a moderate relationship. The results of the
different analysis show that there are differences in the knowledge factor and the
incidence of ARI between high risk areas and low risk areas, there are differences in
attitude factors with the incidence of ARI between high risk areas and low risk areas,
there is no difference in action factors with the incidence of ARI between high risk areas
and areas low risk, There is no difference in environmental factors with the incidence of
ARI between high risk areas and low risk areas, There is no difference in PHBS factors
with the incidence of ARI between high risk areas and low risk areas.
It was concluded that there was a relationship between knowledge, attitudes,
actions, environment and PHBS towards the incidence of ARI and there was a difference
in the incidence of ARI between high risk areas (Morosi Village and Porara Village) and
low risk areas (Mendikonu Village and Wonua Morini Village). Suggestion The need for
assistance together with industri players in providing a minimum of industrial business to
prevent adverse impacts on the community and to disseminate information related to
health for the community, especially in industrial areas

ix
RINGKASAN

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang


memiliki populasi penduduk yang cukup tinggi yaitu 273.879.750 jiwa, Semakin
bertambahnya jumlah populasi penduduk maka semakin bertambah kebutuhan energi
yang sangat penting kegunaan nya bagi manusia, baik untuk konsumsi rumah tangga
maupun industri salah satunya yaitu Industri Pertambangan. Penyakit yang timbul akibat
pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja. Dengan
demikian, penyakit pencemaran merupakan penyakit yang artifisual atau man made
disease.
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan wilayah yang cukup kaya
dengan aneka jenis tambang Kawasan Industri pada suatu daerah biasanya menjadi daya
tarik daerah tersebut untuk Kawasan industri di Kabupaten Konawe merupakan terbesar
ke 5 (lima) di asia dan terbesar ke 2 (dua) di Indonesia. Salah satu penyakit yang paling
banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Jumlah penduduk Kecamatan Morosi tahun 2016 berjumlah 3.872 jiwa, tahun
2017 berjumlah 3.982 jiwa, tahun 2018 berjumlah 4.879 jiwa, pada tahun 2019
meningkat menjadi 5.521 jiwa, pada tahun 2020 berjumlah 5.855 jiwa namun data versi
kompas berjumlah 8.872 jiwa dihitung dengan pendatang lokal seperti dari Kabupaten
lain yang berdomisili dan bekerja di Kawasan industri tersebut . Masalah kesehatan di
Kabupaten Konawe nampak terlihat dari data Profil Kesehatan bahwa dari 27 Kecamatan
di Kabupaten Konawe pada tahun 2019 urutan tertinggi kasus penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan (ISPA) yaitu mencapai 75,93%, data kunjungan di Puskesmas Morosi tahun
2020 dengan total 6392 kunjungan dilihat dari data 10 penyakit terbesar yaitu ISPA 672,
Hipertensi 360 kunjungan, sendi dan jaringan ikat 132 orang, saraf 2 (dua) orang
kunjungan, tukak lambung 384 orang kunjungan, Diabetes Melitus 48 orang, Dispepsia
156 orang, Diare 216 orang, penyakit mata 30 orang dan penyakit lainnya 4.392 orang
Data rekapan tiga tahun terakhir jumlah kunjungan pasien di Puskesmas Morosi
yang merupakan Pusat layanan kesehatan terdekat dengan PT Virtue Dragon dan PT OSS
diketahui tahun 2019 dari total kunjungan 2.273 pasien terdapat 1557 (68,49%) Pasien
dengan status karyawan PT Virtue Dragon dan OSS, untuk tahun 2020 dari 2.490 pasien
kujungan terdapat 1861 (74.67%) Pasien dengan status karyawan PT Virtue Dragon dan
OSS dan tahun 2021 diketahui dari 2.215 (61,85%) Pasien dengan status karyawan PT
Virtue Dragon dan OSS, dengan data tersebut diketahui lebih banyak kunjungan pasien
dengan Penyakit Akibat Kerja jika di bandingkan dengan pasien yang tidak bekerja di PT
Virtue Dragon dan OSS.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Penyakit ISPA Pada pasien risiko tinggi dan risiko rendah di
Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif Metode
komparatif atau perbandingan adalah penelitian yang menggunakan teknik
membandingkan suatu objek dengan objek lain. Penelitian ini dilaksanakan selama 2
(dua) bulan yaitu dimulai pada bulan Mei sampai Juni tahun 2022 , Penelitian ini
dilaksanakan di Puskesmas Morosi Kabupaten Konawe, dengan populasi sebanyak 1.370
dan sampel 301 responden. Metode pengambilan sampel menggunakan Claster Random
Sampling adalah proses pengambilan sampel melalui proses membagi populasi menjadi
strata.
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 58.854 lebih besar dari
X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
x
pengetahuan dengan kejadian ISPA dan nilai Phi 0.449 yang berarti memiliki hubungan
sedang. Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 60.498 lebih besar dari
X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap
dengan kejadian ISPA dan nilai Phi 0.455 yang berarti memiliki hubungan sedang.
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 70.584 lebih besar dari X2 tabel
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Tindakan dengan
kejadian ISPA dan nilai Phi 0.491 yang berarti memiliki hubungan sedang. Diketahui
dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 74.684 lebih besar dari X2 tabel maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Lingkungan dengan kejadian
ISPA dan nilai Phi 0.505 yang berarti memiliki hubungan sedang. Diketahui dari hasil uji
Chi-Square test didapatkan nilai 56.071 lebih besar dari X2 maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara PHBS dengan Kejadian ISPA dan nilai Phi
0.438 yang berarti memiliki hubungan sedang. Hasil analisis beda diketahui Terdapat
perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan
daerah beresiko rendah, Terdapat perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara
wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah, Tidak terdapat perrbedaan faktor
tindakan dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah,
Tidak terdapat perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko
tinggi dan daerah beresiko rendah, Tidak terdapat perbedaan faktor PHBS dengan
kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah.
Disimpulkan ada hubungan pengetahuan, sikap, Tindakan, Lingkungan dab
PHBS terhadap kejadian ISPA serta ada Perbedaan kejadian ISPA antara wilayah risiko
tinggi (desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu
dan desa Wonua Morini). Saran Perlunya pendampingan secara Bersama sama para
pelaku industri dalam memberikan usaha perindustrian seminimal mungkin untuk
mencegah terjadinya dampak buruk terhadap masyarakat serta mensosialisasikan terkait
Kesehatan bagi masyarakat khususnya di Kawasan industri.

xi
ABSTRACT

Mandala Waluya University


Public Health Masters Study Program
Thesis, Agustus 2022
HENDRY FEBRIANA HENDE (M201901050)

FACTORS ASSOCIATED WITH ACUTE RESPIRATORY TRACT


INFECTIONS IN PATIENTS
(Comparative Study)
Advisor I : Dr.Timbul Supodo,SKM.,M.Kes
Advisor II : Dr. Erwin Azizi Jayadipraja DM,SKM.,M.Kes

xvi + 140 pages + 8 Pictures + 15 Tabels + 6 Appendices

Indonesia is one of the developing countries in Southeast Asia which has a fairly
high population of 273,879,750 people. The impact of industrial areas, namely pollution
and environmental damage, is also quite felt by the community, especially around
activities not including dust, noise, and pollution due to substances. chemical. Diseases
arising from exposure to chemicals and biological agents, as well as physical hazards in
the workplace. Thus, pollution disease is an artificial disease or man made disease.
The purpose of this study was to compare the factors associated with ARI in
high-risk and low-risk patients in Morosi District, Konawe Regency. This type of
research is quantitative using a comparative approach. This research was carried out for 2
(two) months, starting from May to June 2022. This research was carried out at Morosi
Health Center, Konawe Regency, with a population of 1,370 and a sample of 301
respondents. Sampling method using Cluster Random Sampling.
The results of the different analysis show that there are differences in the
knowledge factor and the incidence of ARI between high risk areas and low risk areas,
there are differences in attitude factors with the incidence of ARI between high risk areas
and low risk areas, there is no difference in action factors with the incidence of ARI
between high risk areas and areas low risk, There is no difference in environmental
factors with the incidence of ARI between high risk areas and low risk areas, There is no
difference in PHBS factors with the incidence of ARI between high risk areas and low
risk areas.
It was concluded that there was a relationship between knowledge, attitudes,
actions, environment and PHBS towards the incidence of ARI and there was a difference
in the incidence of ARI between high risk areas (Morosi Village and Porara Village) and
low risk areas (Mendikonu Village and Wonua Morini Village). Suggestion The need for
assistance together with industri players in providing a minimum of industrial effort to
prevent adverse impacts on the community and to disseminate information related to
health for the community, especially in industrial areas.

xii
Keywords: Acute Respiratory Infection, knowledge attitude, Action, Environment and
PHBS.

ABSTRAK

Universitas Mandala Waluya


Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Tesis, Agustus 2022
HENDRY FEBRIANA HENDE (M201901050)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN


PERNAFASAN DI KECAMATAN MOROSI
(Studi Komparasi)

Pembimbing I : Dr.Timbul Supodo,SKM.,M.Kes


Pembimbing II: Dr. Erwin Azizi Jayadipraja DM,SKM.,M.Kes

xxii+140 halaman + 8 Gambar + 15 Tabel + 6 Lampiran


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang
memiliki populasi penduduk yang cukup tinggi yaitu 273.879.750 jiwa, Dampak dari
daerah perindustrian yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan juga cukup dirasakan
oleh masyarakat khususnya disekitar kegiatan belum termasuk debu, kebisingan, dan juga
pencemaran akibat zat kimia. Penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia
dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja. Dengan demikian, penyakit pencemaran
merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Penyakit ISPA Pada pasien risiko tinggi dan risiko rendah di
Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
mengunakan Metode pendekatan komparatif Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua)
bulan yaitu dimulai pada bulan Mei sampai Juni tahun 2022 , Penelitian ini dilaksanakan
di Puskesmas Morosi Kabupaten Konawe, dengan populasi sebanyak 1.370 dan sampel
301 responden. Metode pengambilan sampel menggunakan Claster Random Sampling.
Hasil analisis beda diketahui Terdapat perbedaan faktor Pengetahuan dengan
kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah, Terdapat
perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan daerah
beresiko rendah, Tidak terdapat perrbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA antara
wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah, Tidak terdapat perbedaan faktor
lingkungan dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko
rendah, Tidak terdapat perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara wilayah
risiko tinggi dan daerah beresiko rendah.
Disimpulkan ada hubungan pengetahuan, sikap, Tindakan, Lingkungan dab
PHBS terhadap kejadian ISPA serta ada Perbedaan kejadian ISPA antara wilayah risiko
tinggi (desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu
dan desa Wonua Morini). Saran Perlunya pendampingan secara Bersama sama para
pelaku industri dalam memberikan usaha perindustrian seminimal mungkin untuk

xiii
mencegah terjadinya dampak buruk terhadap masyarakat serta mensosialisasikan terkait
Kesehatan bagi masyarakat khususnya di Kawasan industri.

Kata Kunci: Infeksi Saluran Pernafasan Akut, pengetahuan sikap, Tindakan ,


Lingkungan dan PHBS.

DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS.......................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS.........................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................vi

SUMMARY..........................................................................................................viii

RINGKASAN..........................................................................................................x

ABSTRACT...........................................................................................................xii

ABSTRAK............................................................................................................xiii

DAFTAR ISI.........................................................................................................xiv

DAFTAR TABEL.................................................................................................xix

DAFTAR GAMBAR............................................................................................xxi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xxii

DAFTAR SINGKATAN....................................................................................xxiii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah................................................1

B. Kajian Masalah..........................................................................................8

C. Rumusan Masalah...................................................................................11

D. Tujuan Penelitian....................................................................................13

xiv
1. Tujuan Umum.................................................................................13

2. Tujuan Khusus................................................................................13

E. Manfaat Penelitian..................................................................................14

1. Manfaat Teoritis.............................................................................14

2. Manfaat Praktis...............................................................................14

F. Kebaharuan Penelitian............................................................................15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................17

A. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).....17

1. Definisi ISPA.................................................................................17

2. Tanda dan gejala ISPA...................................................................17

3. Penyebab penyakit ISPA................................................................18

4. Faktor resiko...................................................................................19

B. Tinjauan Khusus Faktor-Faktor yang berhubungan dengan ISPA.......24

1. Pengetahuan...................................................................................24

2. Sikap...............................................................................................25

3. Tindakan.........................................................................................26

4. Keadaan Lingkungan......................................................................27

5. PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat)........................................29

6. Pelayanan Kesehatan.....................................................................30

C. Kajian Empiris........................................................................................31

xv
BAB III KERANGKA KONSEP..........................................................................33

A. Dasar Pikir Penelitian.............................................................................33

B. Kerangka Konsep....................................................................................35

C. Variabel Penelitian..................................................................................37

1. Variabel Independen.......................................................................37

2. Variabel Dependen.........................................................................37

D. Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Variabel............................38

E. Hipotesis Penelitian................................................................................43

BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................45

A. Jenis dan Desain Penelitian....................................................................45

B. Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................................46

1. Waktu Penelitian............................................................................46

2. Lokasi Penelitian............................................................................46

C. Populasi dan Sampel...............................................................................46

1. Populasi..........................................................................................46

2. Sampel............................................................................................46

D. Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data............................................49

1. Sumber data...................................................................................49

2. Cara Pengumpulan Data.................................................................49

E. Pengolahan, Analisa dan Penyajian Data...............................................56

1. Pengolahan Data.............................................................................56

xvi
2. Analisis Data..................................................................................57

3. Penyajian Data................................................................................60

F. Etika Penelitian.......................................................................................60

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................61

A. Hasil Penelitian.......................................................................................61

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................61

2. Gambaran Karakteristik Responden...............................................62

3. Analisis Deskriptif..........................................................................63

4. Analisis Inferensial.........................................................................69

B. Pembahasan.............................................................................................74

1. Hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA.............................74

2. Hubungan sikap dengan kejadian ISPA.........................................76

3. Hubungan Tindakan dengan Kejadian ISPA..................................79

4. Hubungan Lingkungan dengan kejadian ISPA..............................81

5. Hubungan PHBS dengan Kejadian ISPA.......................................83

6. perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi.......................................................................85

7. perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko

tinggi...............................................................................................86

xvii
8. perbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi.....................................................................................87

9. perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi.....................................................................................88

10. perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi.....................................................................................90

11. perbedaan kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan risiko

rendah.............................................................................................90

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................93

A. Kesimpulan..............................................................................................93

B. Saran........................................................................................................94

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................95

xviii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Pengetahuan

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor sikap

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor Tindakan

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor Lingkungan

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor PHBS

Tabel 4.6 Tabel Hasil Reabilitas Instrumen

Tabel 4.1 Uji keeratan hubungan dengan melihat interval koefisiensi (Phi)

Tabel 5.1. Distribusi Umur Responden

Tabel 5.2. Distribusi Pendidikan Responden

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Dengan Kejadian Infeksi Saluran


Pernafasan Akut

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden dengan Faktor pengetahuan

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden dengan Faktor sikap

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Respoden dengan vaiabel Faktor tindakan

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Respoden dengan vaiabel Faktor lingkungan

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Respoden dengan vaiabel Faktor PHBS

Tabel 5.9. Hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA


xix
Tabel 5.10. Hubungan sikap dengan kejadian ISPA

Tabel 5.11. Hubungan Tindakan dengan kejadian ISPA

Tabel 5.12. Hubungan Lingkungan dengan kejadian ISPA

Tabel 5.13. Hubungan PHBS dengan Kejadian ISPA

Tabel 5.14. Perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA

Tabel 5.15. Perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA

Tabel 5.16. Perbedaan faktor Tindakan dengan kejadian ISPA

Tabel 5.17. Perbedaan faktor Lingkungan dengan kejadian ISPA

Tabel 5.18. Perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA

Tabel 5.19. Perbedaan Kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dengan wilayah

risiko rendah

xx
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar ........ Halaman

Sumber : Kerangka Teori Dimodifikasi Oleh (Mafra, 2021).

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Gambar 4.1 Bagan Desain Penelitian Cross Sectional Study

Gambar Alur Penelitian

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

1. Kebaharuan Penelitian

2. Lampiran Instrumen Penelitian

3. Master Tabel

4. Lampiran Output Spss

5. Dokumentasi

xxii
DAFTAR SINGKATAN

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

IPTEK : Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Acut

ICM : International Confederation of Midwife

MENKES : Menteri Kesehatan

OSS : Obsidian Stainless Steel

O2 : Oksigen

PAD : Pendapatan Asli Daerah

PT : Perseroan Terbatas

RI : Republik Indonesia

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

SDM : Sumber Daya Manusia

SOP : Standard Operational Procedure

SPM : Standar Pelayanan Minimal

TKA : Tenaga Kerja Asing


xxiii
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat

UKP : Upaya Kesehatan Perorangan

UPS : Uninterruptible Power Supply

UU : Undang Undang

VDNI : Virtue Dragon Nikel Indonesia

WHO : World Health Organization

xxiv
xxv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Indonesia merupakan negara berkembang di Asia Tenggara dengan

jumlah penduduk 273.879.750 jiwa. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk maka kebutuhan akan energi juga semakin meningkat. Sangat

penting untuk digunakan manusia, baik untuk konsumsi rumah tangga

maupun industri. Salah satunya adalah industri pertambangan. Pertumbuhan

penduduk juga mempengaruhi pertumbuhan kebutuhan ekonomi. Salah satu

upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian, taraf hidup dan

kesejahteraan masyarakat adalah dengan mengembangkan berbagai sektor

industri tersebut (Kempe, 2021).

Kemajuan industri selalu diikuti dengan peningkatan jumlah tenaga

kerja, penggunaan bahan baku dan penerapan teknologi yang semakin

canggih. Peningkatan penggunaan teknologi dalam industri dapat berdampak

signifikan pada peningkatan proses produksi (Hidayah, 2015).

Masyarakat juga merasakan dampak kawasan industri, khususnya

pencemaran dan kerusakan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan

kegiatan yang tidak termasuk pencemaran debu, kebisingan, dan bahan

kimia. Peningkatan ISPA di desa-desa yang dilalui truk batu bara di jalan

perusahaan dan jalan umum menunjukkan keseriusan polusi udara dari debu

batu bara, bahan bakar untuk industri nikel (Saputri, 2018).

1
Penyakit akibat paparan bahan kimia, agen biologis dan bahaya fisik

di tempat kerja. Oleh karena itu, penyakit pencemar adalah penyakit artifisial

atau buatan. Sementara itu, ada pendapat lain bahwa penyakit akibat

pencemaran pertambangan adalah gangguan kesehatan yang disebabkan atau

diperburuk oleh kegiatan industri yang berkaitan dengan pekerjaan seperti

pneumonia dan penyakit pernapasan akibat adanya partikel (debu) (Apriliana,

2017).

Sulawesi Tenggara merupakan daerah yang kaya akan berbagai jenis

pertambangan. Jenis pertambangan yang menonjol di bidang ini adalah

pertambangan nikel dan aspal. Inilah salah satu alasan mengapa beberapa

investor lokal dan asing di industri pertambangan tertarik untuk berinvestasi

di bidang ini (Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara, 2019).

Kawasan industri atau kawasan industri adalah kawasan yang

dibangun untuk kegiatan ekonomi guna mengolah bahan baku atau sumber

daya sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Kawasan industri

biasanya dikelola oleh individu atau badan usaha yang berwenang. Kawasan

industri merupakan kawasan yang berkembang pesat dalam kegiatan industri,

dengan fasilitas penunjang kegiatan industri. Kawasan Industri Kabupaten

Konawe biasanya menjadi daya tarik utama di daerah tersebut. Ini adalah

kelima (5) di Asia dan kawasan industri terbesar kedua di Indonesia.

Kehadiran Kota industri mempengaruhi kawasan sekitarnya, dan

pengaruhnya berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang akan

2
terjadi adalah terciptanya kesempatan kerja bagi penduduk setempat dan

peningkatan taraf ekonomi daerah dimana industri tersebut berada. Di sisi

lain, dampak negatifnya adalah munculnya pencemaran lingkungan oleh

industri yang tidak tertangani dengan baik seperti kebisingan, debu dan gas,

serta kualitas air yang lebih rendah yang menyebabkan rendahnya kualitas

lingkungan sekitar. Dampak ini dapat terus mempengaruhi kesehatan

masyarakat, sehingga dampak ini memerlukan infrastruktur kesehatan yang

memadai (Bappenas, 2019).

Salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat adalah infeksi

saluran pernapasan akut. Sebagian besar infeksi pernapasan, seperti flu biasa,

disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.

Infeksi saluran pernapasan atas, terutama yang disebabkan oleh virus, sering

terjadi pada semua kelompok orang di musim dingin. ISPA cenderung terjadi

pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh karena sistem kekebalan

tubuh belum sepenuhnya terbentuk.

Infeksi saluran pernapasan akut membunuh lebih banyak anak

daripada infeksi lainnya dan membunuh lebih dari 800.000 anak di bawah

usia lima tahun setiap tahun, atau sekitar 2.200 anak setiap hari. Secara

global, terdapat lebih dari 1.400 ISPA per 100.000 anak, atau 1 (satu) ISPA

per 71 anak setiap tahun, dengan Asia Selatan (2.500 per 100.000 anak),

Afrika Barat dan Afrika Tengah Insiden tertinggi (1620 kasus per 100.000

anak). (WHO 2018).

3
Prevalensi ISPA tahun 2018 di Indonesia menurut diagnose tenaga

kesehatan dan gejala yang dialami sebesar 9,3%. Penyakit ini merupakan

infeksi saluran pernapasan akut dengan gejala demam, batuk kurang dari 2

(dua) minggu, common cold dan atau sakit tenggorokan.

Di Indonesia data prevalensi ISPA menurut provinsi tahun 2018

berdasarkan diagnose tenaga kesehatan dan gejala yang pernah dialami

menunjukkan bahwa di NTT (15,4%), PAPUA (13,1%), Papua Barat

(12,3%), Banten (11,9%), Bengkulu (11,8%), NTB (11,7%), Jawa Barat

( 11,2%), Bali (9,7%), Gorontalo (9,5%), Jawa Timur (9,5%), Sumatera Barat

(9,5%), Aceh (9,4%), Sulawesi Tengah (9,4%), Kalimantan Tengah (8,9%),

DKI Jakarta (8,5%), Jawa Tengah (8,5%), Maluku (8,5%), Kalimantan Barat

(8,4%), Sulawesi Selatan (8,3%), Kalimantan Timur (8,1%), Sulawesi

Tenggara (8,1%), Lampung (7,4%), Kalimantan Selatan (7,1%), Riau (7,1%),

Bangka Belitung (6,9%), DI Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Barat (6,9%),

Sumatera Selatan (6,9%), Kalimantan Utara (6,8%), Sumatera Utara (6,8%),

Kepulauan Riau (6,5%), Sulawesi Utara (6,2%), Maluku Utara (5,7%), Jambi

(5,5%), sedangkan di Indonesia rata-rata prevalensi pada tahun 2018 adalah

9,3% (Kemenkes, 2018).

Jumlah penduduk Kecamatan Morosi tahun 2016 berjumlah 3.872

jiwa, tahun 2017 berjumlah 3.982 jiwa, tahun 2018 berjumlah 4.879 jiwa,

4
pada tahun 2019 meningkat menjadi 5.521 jiwa, pada tahun 2020 berjumlah

5.855 jiwa namun data versi kompas berjumlah 8.872 jiwa dihitung dengan

pendatang lokal seperti dari Kabupaten lain yang berdomisili dan bekerja di

Kawasan industri tersebut . Untuk Kecamatan atau daerah Kawasan industri

lainnya seperti Kecamatan Bondoala yang merupakan wilayah kerja

Puskesmas Laosu yaitu pada tahun 2016 berjumlah 3.632 jiwa, tahun 2017

berjumlah 3.713 jiwa 2018 berjumlah 4.282 jiwa, 2019 berjumlah 4.617

jiwa, pada tahun 2020 meningkat menjadi 4.985 jiwa, data tersebut hanya

diambil dari catatan kependudukan di Kecamatan dan diperkirakan masih

banyak yang tidak terdata dimana banyaknya pendatang lokal bekerja di

industri PT Virtue Dragon dan PT OSS, yang mana membuka penerimaan

karyawan dalam setahun tidak kurang dari 3 (tiga) kali penerimaan dengan

kuota paling sedikit seribu dalam sekali penerimaan.

Jumlah tenaga kerja lokal 10.421 jiwa yang mana kurang lebih 1.500

berasal dari Kecamatan Morosi dan Kecamatan Bondoala, jumlah tenaga

kerja Asing 500 jiwa asal Tiongkok untuk PT Virtue Dragon dan 300 TKA

untuk PT OSS dengan demikian estimasi jumlah penduduk yang berdomisili

di kawasan industri berjumlah 19.210 jiwa jika ditambahkan warga yang

membuka usaha dari daerah lain di area industri dengan menambah keluarga

masing-masing 2 (dua) orang dapat di estimasikan secara keseluruhan

berjumlah 36.428 jiwa, yang mana melebihi kuota antara jumlah penduduk

dengan jumlah tenaga serta fasilitas kesehatan di daerah area industri (Abdila,

5
2020; Kompas, 2020). Jumlah penduduk Kecamatan Morosi berdasarkan

data profil Puskesmas Morosi yaitu :

Jumlah Desa atau Kelurahan, Luas wilayah, Jumlah Penduduk,


Kepadatan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga (KK), dan Rata-rata Jiwa
Per Rumah Tangga Menurut Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Morosi Tahun 2020
Kepadatan Rumah Rata-rata Jiwa
Luas
No Desa/Kel Penduduk Penduduk Tangga per-Rumah
(Km2)
Per-Km2 (KK) Tangga
1 Mendikonu 4,13 616 149,15 154 5,88
2 Wonua Morini 1,24 343 276,61 91 7,19
3 Besu 9,95 602 60,50 190 7,24
4 Paku 4,25 711 167,29 121 3,68
5 Puuruy 5,37 733 136,50 198 5,27
6 Morosi 4,40 652 148,18 217 5,20
7 Porara 3,39 445 131,27 102 5,18
8 Tanggobu 16,04 606 37,78 154 5,35
9 Paku Jaya 16,37 764 46,67 202 5,88
10 Tondowatu 11,35 461 40,62 120 7,19
  Jumlah 76,49 5.933 78 1.549 7,24
Sumber: BPS Kab. Konawe 2020
Sementara fasilitas kesehatan khusus Kecamatan Morosi terdapat 1 (satu)

Puskesmas pembantu dan 1 (satu) Puskesmas induk dimana jumlah dokter umum

1 (satu) orang, dokter gigi 1 (satu) orang, farmasi 4 (empat) orang, perawat 10

(sepuluh) orang, bidan 18 orang dan tenaga kesehatan lainnya berjumlah 13 orang

dengan total 48 tenaga kesehatan di Puskesmas Morosi, untuk Puskesmas Laosu

dokter umum tidak ada, 22 bidan dan 15 perawat serta petugas kesehatan lainnya

berjumlah 9 orang dengan total tenaga kesehatan untuk Puskesmas Laosu

berjumlah 52 orang dengan fasilitas kesehatan 1 (satu) Puskesmas dan 1 (satu)

Puskesmas pembantu (Puskesmas Morosi, 2020).

6
Masalah kesehatan di Kabupaten Konawe nampak terlihat dari data

Profil Kesehatan bahwa dari 27 Kecamatan di Kabupaten Konawe pada

tahun 2019 urutan tertinggi kasus penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

(ISPA) yaitu mencapai 75,93%, data kunjungan di Puskesmas Morosi tahun

2020 dengan total 6392 kunjungan dilihat dari data 10 penyakit terbesar

yaitu ISPA 672, Hipertensi 360 kunjungan, sendi dan jaringan ikat 132

orang, saraf 2 (dua) orang kunjungan, tukak lambung 384 orang kunjungan,

Diabetes Melitus 48 orang, Dispepsia 156 orang, Diare 216 orang, penyakit

mata 30 orang dan penyakit lainnya 4.392 orang, (Dinas Kesehatan

Kabupaten Konawe, 2020; Puskesmas Morosi, 2020).

Data rekapan tiga tahun terakhir jumlah kunjungan pasien di

Puskesmas Morosi yang merupakan Pusat layanan kesehatan terdekat dengan

PT Virtue Dragon dan PT OSS diketahui tahun 2019 dari total kunjungan

2.273 pasien terdapat 1557 (68,49%) Pasien dengan status karyawan PT

Virtue Dragon dan OSS, untuk tahun 2020 dari 2.490 pasien kujungan

terdapat 1861 (74.67%) Pasien dengan status karyawan PT Virtue Dragon

dan OSS dan tahun 2021 diketahui dari 2.215 (61,85%) Pasien dengan status

karyawan PT Virtue Dragon dan OSS, dengan data tersebut diketahui lebih

banyak kunjungan pasien dengan Penyakit Akibat Kerja jika di bandingkan

dengan pasien yang tidak bekerja di PT Virtue Dragon dan OSS (Puskesmas

Morosi, 2020).

7
Dengan klasifikasi kelompok kunjungan diketahui khusus karyawan

tambang PT VDNI (Virtue Dragon Nikel Indonesia) dan PT OSS (Obsidian

Stanlis Steal) dengan diagnose ISPA pada tahun 2019 berjumlah 1256 pasien

dengan status Karyawan atau 89,66%, pada tahun 2020 terdapat 1321

Karyawan atau 70,98% dan pada tahun 2021 berjumlah 1145 kunjungan

pasien dengan status karyawan atau 83,57% (Puskesmas Morosi, 2021).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis kelapangan untuk

mengamati pelaksanaan program Puskesmas ini didapati masih belum

berbanding lurus dengan penghargaan-penghargaan yang di dapatkannya.

Masalah awal muncul ketika peningkatan jumlah penduduk ini mulai

dikeluhkan masyarakat karena banyak jumlah kasus rujukan ke fasilitas

kesehatan lain yang lebih memadai dan juga memiliki sumber daya manusia

yang sesuai.

B. Kajian Masalah

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),

terdapat 24 fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter yang terdiri dari

15 smelter nikel yang beroperasi di Indonesia hingga akhir 2017. 4 (empat)

smelter besi, 2 (dua) smelter bauksit, 2 (dua) smelter mangan, 1(satu)

peleburan tembaga. PT merupakan salah satu smelter nikel yang saat ini

beroperasi. Industri nikel di Desa Morosi, Kecamatan Morosi, Kabupaten

Konawe. PT. VDNI memiliki 632 TKA, TKA dari China, tambahan TKA

8
dari 240 TKA pada tahun 2019 dan TKA tahun 2020, jumlah orang sebanyak

1121 (Kementrian Energi dan Mineral RI, 2021).

Survey awal diperoleh dari beberapa informasi masyarakat bahwa

dengan adanya industri nikel di kawasan Kecamatan Morosi, jumlah

pendapatan mrningkat dan penganguran berkurang termasuk namun 7 (tujuh)

diantaranya masyarakat menyatakan selain sisi ekonominya masyarakat

meningkat justru berbanding terbalik dengan status kesehatan dimana tampak

terjadi perubahan signifikan bahwa 10 (sepuluh) penyakit terbesar untuk

urutan pertama yaitu penyakit ISPA dan disusul penyakit, hipertensi serta

penyakit penyakit lainnya yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan

seperti diare, TB Paru, ISPA, penyakit kulit bahkan penyakit gangguan

persyarafan.

Kehadiran Industri Nikel di Kabupaten Konawe ini tentunya menjadi

nilai tambah bagi daerah dan masyarakat sekitarnya. Industri Nikel ini

hendaknya akan membuka peluang kerja bagi masyarakat di Kabupaten

Konawe, tujuan pemberian izin Industri Pertambangan nikel adalah untuk

meningkatkan kondisi sosial perekonomian Masyarakat Konawe khususnya

di Kecamatan Morosi namun dari sisi kesehatan sangat berpotensi

meningkatnya angka kesakitan bilamana adanya ke tidak sesuaian antara

jumlah penduduk dan jumlah tenaga kesehatan serta fasilitas kesehatan di

Kawasan industri.

9
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum adanya industri nikel

setelah adanya industri nikel mata pencaharian Masyarakat di Kecamatan

Morosi, rata-rata bertani dan itu tidak bisa menjamin meningkatnya kondisi

ekonomi masyarakat, karena kondisi tanah di lokasi tersebut keras dan

mempunyai curah hujan yang rendah Pemerintah mengatakan dengan adanya

kawasan Industri Konawe, bisa menjamin meningkatnya kondisi ekonomi

masyarakat, karena sebagian masyarakat memanfaatkan keberadaan kawasan

industri nikel tersebut sebagai usaha, baik itu pembangunan rumah kontrakan,

dan menyediakan makanan karyawan yang bekerja di industri nikel. Dengan

demikian angka pengangguran akan berkurang dan meningkatnya kondisi

sosial perekonomian masyarakat yang ada disekitar lokasi industri nikel.

Pemilihan lokasi pelayanan kesehatan harus memperhatikan aspek

kebutuhan oleh masyarakat. Kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai

kebutuhan masyarakat berarti memperhatikan keberadaan atau lokasi

masyarakat itu sendiri. Kepadatan atau sebaran masyarakat sangat

menentukan besar kecilnya kebutuhan pelayanan kesehatan. Selain aspek

masyarakat, faktor tambahan yang berpengaruh adalah kemampuan dan

kemudahan akses masyarakat menuju lokasi pelayanan. Kemampuan dan

kemudahan dalam menjangkau pusat layanan dan pemilihan lokasi pusat

layanan merupakan interaksi yang cukup kompleks sehingga dapat

dikembangkan rumusan-rumusan matematis yang berguna untuk

memecahkan masalah lokasi pelayanan masyarakat sehingga perlunya

10
penambahan akses bagi lambatnya penanganan kesehatan dengan jumlah

penduduk yang banyak atau tidak sesuainya antara rasio tenaga kesehatan,

fasilitas kesehatan dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Peneliti memilih studi komparatif untuk membandingkan pasien

dengan kejadian ISPA yang berdomisili di dekat Kawasan Industri dan yang

terjauh dari Kawasan Industri, dimana diketahui daerah atau desa yang

terdekat yaitu Desa Morosi dan Porara semantara Desa yang terjauh dari

Kawasan Industri yaitu Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini.

Adapun sebagian masyarakat yang memanfaatkan keberadaan industri

nikel tersebut sebagai usaha, baik itu pembangunan kos-kosan atau kontrakan

dan makanan karyawan yang bekerja di industri nikel. Mengenai masalah

kesehatan masyarakat menurut data yang ada di Kecamatan Morosi

Kabupaten Konawe, setelah didirikannya Industri Nikel semakin banyak

masyarakat yang pergi berobat di fasilitas layanan kesehatan Kabupaten

Konawe dibandingkan sebelum adanya Industri Nikel.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian masalah di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor Pengetahuan berhubungan dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe?

2. Apakah faktor sikap berhubungan dengan kejadian ISPA di Kecamatan

Morosi Kabupaten Konawe?

11
3. Apakah faktor tindakan berhubungan dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe ?

4. Apakah faktor Lingkungan berhubungan dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe?

5. Apakah faktor PHBS Berhubungan dengan kejadian ISPA di Kecamatan

Morosi Kabupaten Konawe?

6. Apakah terdapat perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA

antara wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan

wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)?

7. Apakah terdapat perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)?

8. Apakah terdapat perbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini) ?

9. Apakah terdapat perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA

antara wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan

wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini) ?

10. Apakah terdapat perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini) ?.

12
D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membandingkan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA Pada pasien

risiko tinggi dan risiko rendah di Kecamatan Morosi Kabupaten

Konawe.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

a. Menganalisis hubungan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe

b. Menganalisis hubungan faktor sikap dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe.

c. Menganalisis hubungan faktor Tindakan dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe

d. Menganalisis hubungan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe

e. Menganalisis hubungan faktor PHBS dengan kejadian ISPA di

Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe

13
f. Menganalisis perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA

antara wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan

wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

g. Menganalisis perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

h. Menganalisis perbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA

antara wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan

wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

i. Menganalisis perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA

antara wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan

wilayah risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

j. Menganalisis perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini).

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi

yakni bahan informasi bagi kepentingan dalam pembangunan dan

pengembangan industri pertambangan.

b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan

dalam menambah referensi.

14
2. Manfaat Praktis

a. Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam pelaksanaan program

kesehatan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan diwilayah kerja.

b. Sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe

dalam menentukan kebijakan.

c. Sebagai bahan rujukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe

dalam merumuskan kebijakan.

d. Sebagai bahan bacaan mahasiswa di Kampus Universitas Mandala

Waluya

F. Kebaharuan Penelitian

Rahmawati (2015) Analisis hubungan paparan gas belerang dengan

gangguan pernapasan pada penambang belerang di PT. Pura Ngrimbi

Banyuwangi, penambang yang terus-menerus terpapar gas belerang,

menderita berbagai masalah kesehatan seperti penyumbatan saluran napas.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin besar paparan gas

belerang yang terhirup oleh penambang, maka semakin parah pula dampak

lingkungan yang ditimbulkan. saluran tambang. Pengamatan menunjukkan

bahwa sebagian besar penambang belerang mengalami gangguan pernapasan

seperti batuk 53%, influenza 38%, dan sakit tenggorokan karena menghirup

gas belerang 64%.

Mansyah (2017) Dampak pertambangan batubara terhadap kehidupan

sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di Kecamatan Sangha Sangha,

15
Kabupaten Bomberjee, Kalimantan Selatan. Pertambangan merekrut pekerja,

menciptakan peluang usaha, sering terjadi banjir lumpur di masyarakat dan

meresahkan masyarakat. Seperti munculnya beberapa penyakit seperti limbah

pertambangan dan ISPA.

Nurul M dan R. Azizah (2017) Hubungan pelapisan logam Kabupaten

Sidoargo antara paparan nikel dengan gangguan kesehatan kulit pada pekerja

industri rumahan Rata-rata kandungan nikel pada limbah cair tab pembersih

adalah 10.815 mg/L, dengan 4 (empat), pembuangan limbah 24. mg/L.

Terdapat tujuh pekerja dengan gangguan kesehatan kulit di industri home

metal plating.

Hendry Febriana Hende (2022) faktor yang berhubungan Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Di Kecamatan Morosi (Studi Komparasi

di Puskesmas Morosi)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitain sebelumnya yaitu terkait

variabel dimana variabel pada penelitian sebelumnya hanya berjumlah 1

(satu) dengan metode penelitian kualitatif sementara penelitian terbaru

dengan variabel yang lebih dari satu. Perbedaan lainnya yaitu pada Kawasan

industri dengan pengelolaan hasil tambang yang berbeda dimana sebelumnya

membahas hasil tambang sulfur dan batubara sementara penelitian terbaru

yang saya lakukan membahas dampak dari industri nikel.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut, juga dikenal sebagai infeksi saluran

pernapasan akut, biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi

dimulai dengan atau tanpa demam dengan satu atau lebih gejala berikut,

seperti sakit tenggorokan, pilek, batuk kering, dan batuk berdahak

(Dongky and Kadrianti, 2016).

Infeksi ini parah. Artinya proses infeksi bisa berlangsung hingga 14

hari. Infeksi ini menyerang satu atau lebih bagian saluran udara dari

hidung hingga alveolus, termasuk sinus paranasal (sinus, telinga tengah,

pleura). ISPA atau ISPA dapat menyerang saluran pernapasan atas atau

bawah (Dewy, 2020).

Infeksi akut pada saluran pernapasan atas meliputi rinitis, tonsilitis,

faringitis, sinusitis, dan otitis media. Saluran pernapasan bawah termasuk

epiglotis, croup, bronkitis, bronkiolitis, dan infeksi saluran pernapasan

akut (Purnama, 2016).

2. Tanda dan gejala ISPA

17
Tanda dan gejala ISPA dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu

(Waworuntu, 2016):

a. ISPA ringan

Dapat dinyatakan mengidap penyakit ISPA ringan apabila ditemukan

satu atau lebih dari beberapa gejala dibawah ini:

1) Batuk.

2) Serak, bersuara parau saat berbicara atau menangis.

3) Pilek.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C.

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari

390C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

c. ISPA berat

Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu

makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

3. Penyebab penyakit ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh bakteri atau virus yang

menyerang sistem pernapasan. Penyebab lain ISPA adalah asap dari

pembakaran bahan bakar kayu yang biasa digunakan untuk memasak.

Asap bahan bakar batu bara melanda masyarakat karena masyarakat,

18
terutama ibu rumah tangga, terus memasak menggunakan batu bara, gas

dan minyak bumi sebagai bahan bakar (Siregar, Ariani and Tarigan, 2021).

Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari,

sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk

bernafas. Polusi dari bahan bakar Batubara tersebut mengandung zat-zat

seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen

yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Usman, Taruna and Kusumawati,

2020).

4. Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya ISPA (Zolanda, Raharjo and Setiani, 2021):

a. Faktor Demografi

Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu:

1) Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan,

lakilakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas

orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan,

sehingga mereka sering terkena polusi udara.

2) Usia

3) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling

berpengaruh terhadap kesehatan akibat buruknya penanganan kasus

oleh petugas kesehatan dan kurangnya pengetahuan umum tentang

19
gejala dan upaya penanggulangannya, serta datangnya ISPA di

fasilitas kesehatan. Pelajari cara mencegahnya, kecil kemungkinan

kita terkena ISPA.

b. Faktor Biologis Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu:

1) Status gizi

Menjaga nutrisi yang baik sebenarnya dapat mencegah atau

menghindari penyakit, terutama infeksi saluran pernapasan akut.

Misalnya dengan makan empat sehat lima sempurna, minum lebih

banyak air, berolahraga secara teratur dan istirahat yang cukup.

Tubuh yang sehat meningkatkan kekebalan dan mencegah virus

(bakteri) masuk ke dalam tubuh (Widyawati, Hidayah and Andarini,

2020).

2) Faktor rumah

Syarat-syarat rumah yang sehat (Ratnasari, 2019):

a) Bahan bangunan

a) Lantai : Ubin atau semen tidak apa-apa. Syarat penting di sini

adalah bebas debu saat musim kemarau dan tidak lembab saat

musim hujan. Lantai dasar yang kokoh (bebas debu) dapat

diperoleh dengan menuangkan air kemudian memadatkannya

dengan benda berat. Ini dilakukan beberapa kali. Lantai basah

20
dan berdebu adalah tempat berkembang biaknya penyakit

pernapasan.

b) Dinding : Dindingnya bagus, tapi selain mahal, tidak terlalu

cocok untuk daerah tropis, apalagi jika ventilasinya tidak

bagus. Dinding rumah tropis, terutama di pedesaan, adalah

dinding atau panel yang lebih baik. Bahkan jika Anda tidak

memiliki jendela yang cukup, lubang di dinding dan alas tiang

memberikan ventilasi dan dapat menambah cahaya alami.

c) Atap Genteng : Atap genteng umumnya digunakan di

perkotaan dan pedesaan. Countertops ubin tidak hanya cocok

untuk daerah tropis, tetapi juga dapat dibeli oleh masyarakat

dengan harga terjangkau dan dapat dibuat sendiri oleh

masyarakat.

Namun, banyak masyarakat pedesaan tidak mampu

membelinya, sehingga mereka dapat mempertahankan atap

jerami atau daun kelapa. Atap seng dan asbes tidak cocok

untuk rumah pedesaan, tetapi tidak hanya mahal, tetapi juga

menghangatkan rumah.

Pengalaman menunjukkan bahwa bahan ini tahan lama.

Namun, perlu dicatat bahwa lubang bambu adalah sarang yang

baik untuk tikus. Untuk menghindari hal ini, cara pemotongan

21
harus mengikuti bilah bambu, dan lubang di ujung bambu yang

digunakan di kasau ditutup dengan kayu.

b) Ventilasi: Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi

pertama adalah untuk menjaga aliran udara di dalam rumah tetap

segar. Artinya, keseimbangan O2 yang dibutuhkan penghuni

rumah tetap terjaga. Ventilasi yang tidak mencukupi

menghasilkan O2 (oksigen) di dalam rumah. Ini berarti

peningkatan kadar karbon dioksida (karbon dioksida), yang

beracun bagi penduduk.

Ventilasi yang tidak memadai menyebabkan peningkatan

kelembaban di dalam ruangan selama penguapan dan penyerapan

dari kulit. Air ini merupakan media yang baik bagi bakteri

patogen (bakteri penyebab penyakit)

Cahaya Rumah yang sehat membutuhkan cahaya yang cukup,

tidak terlalu sedikit, tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang

masuk ke dalam ruangan, terutama sinar matahari, tidak hanya

mengganggu istirahat, tetapi juga menjadi tempat rata-rata atau

tempat yang baik bagi bakteri untuk hidup dan berkembang biak.

Di sisi lain, terlalu banyak cahaya di dalam rumah dapat

menyebabkan silau dan akhirnya merusak mata Anda..

3) Faktor Polusi

22
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 (dua) aspek

yaitu:

a) Sering kita jumpai cerobong asap yang menjulang ke atas

(vertikal) di perusahaan industri dan pabrik. Cerobong dirancang

untuk memungkinkan angin mengalir ke atas.

Gas (asap) yang keluar dari cerobong horizontal dan mengalir ke

trough mudah dicairkan, sehingga cerobong harus horizontal,

bukan vertikal. Setelah meleleh, debu halus mudah dipisahkan

dari asap, tetapi air asam dapat dinetralkan oleh zat antara zeolit

alam (TNZ) olahan yang dapat menyerap racun dan logam berat

secara bersamaan. Langkah ini diambil untuk mencegah

pencemaran udara khususnya hujan asam.

Cerobong asap juga dapat disebabkan oleh pencemaran rumah

tangga, pencemaran rumah tangga dapat disebabkan oleh bahan

bakar memasak, dan bahan bakar memasak yang paling banyak

menghasilkan asap adalah bahan bakar kayu seperti batu bara.

b) Kebiasaan merokok saat membakar rokok, nikotin, karbon

monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia, klorin,

asetilen, benzena, uretan, metanol, kumarin, 4-etil katekol,

ortokrisolpilena, dll. Sekitar 4.000 bahan kimia dilepaskan.

Sehingga bahan kimia tersebut terancam terserang ISPA

(Hilmawan, Sulastri and Nurdianti, 2020).

23
4) Faktor timbulnya penyakit

Menurut Bloom, faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya penyakit merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, terlepas dari sehat

tidaknya lingkungan kesehatan.

Selain itu, derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan.

Misalnya, jika Anda memiliki cucu, seperti mereka yang menderita

infeksi saluran pernapasan akut, yang memiliki ventilasi yang baik di

rumah mereka untuk mengurangi kabut asap dan polusi udara, Anda

memerlukan salah satu dari yang berikut: Sistem pernapasan akut,

perawatan harian dalam kondisi baik, akut infeksi pernapasan

menurun, kesehatan berangsur-angsur membaik, dan efeknya saling

eksklusif (Usman, Taruna and Kusumawati, 2020).

B. Tinjauan Khusus Faktor-Faktor yang berhubungan dengan ISPA

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang apa

yang telah diperoleh secara formal atau informal. Menurut teori Greene,

itu adalah faktor kunci dalam perilaku di mana pengetahuan diharapkan

dan menunjukkan korelasi positif dengan perilaku. Pengetahuan

kesehatan mempengaruhi perilaku sebagai hasil pendidikan kesehatan

dalam jangka menengah (moderate effect). Selain itu, perilaku kesehatan

24
mempengaruhi peningkatan indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil

dari pendidikan Kesehatan (Notoatmodjo. S, 2016).

Pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Pengetahuan didefinisikan sebagai mengingat apa yang telah

Anda pelajari sebelumnya. Tingkat pengetahuan ini juga mencakup

mengingat hal-hal tertentu dari seluruh tubuh yang dirangsang atau

dipelajari.

b. Memahami (Comprehension) Pemahaman didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menjelaskan dengan benar objek yang diketahui

dan kemampuan untuk menafsirkan materi dengan benar.

c. Aplikasi (Application) Aplikasi didefinisikan sebagai kemampuan

untuk menggunakan materi yang dipelajari dalam situasi dan

keadaan kehidupan nyata.

d. Analisa (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjelaskan

esensi atau tujuan analisis suatu komponen, tetapi tetap berada dalam

struktur organisasi dan tetap koheren.

e. Sintesa (Synthesis) Sintesis berarti kemampuan untuk menempatkan

atau menghubungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang

baru, atau untuk membuat kombinasi-kombinasi baru dari rumus-

rumus yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk membenarkan atau

mengevaluasi hasil apa yang diterima.

25
2. Sikap

Sikap adalah reaksi yang tetap tertutup terhadap suatu rangsangan

atau sejenisnya dari seseorang. Menurut Newcome, psikolog sosial

berpendapat bahwa sikap ini adalah keinginan atau keinginan untuk

bertindak, dan bukan latihan motif tertentu. Sikap belum merupakan

tindakan atau kegiatan, tetapi masih merupakan faktor kualifikasi untuk

perilaku perilaku. Sikap seseorang mempengaruhi perilaku sehatnya, dan

sikap positif seseorang menghasilkan perilaku yang positif dan sehat.

tingkat posisi:

1. Menerima (receiving) Menerima artinya orang tersebut bersedia

untuk memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek..

2. Merespon (responding) Bertanya, melakukan, dan memberi jawaban

ketika tugas yang diberikan selesai merupakan indikator sikap.

3. Menghargai (valving) Mengundang orang lain untuk menangani atau

mendiskusikan masalah menunjukkan sikap tingkat ketiga.

4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas semua

yang dia pilih dan mengambil semua risiko adalah sikap terbaik (R.

Ngatimin, 2003).

3. Tindakan

Situasi tidak secara otomatis muncul dalam perilaku dan

memerlukan faktor pendukung untuk menunjukkan posisinya dalam

perilaku yang sebenarnya. Amalan adalah perbuatan atau amalan yang

diketahui dan dilakukan seseorang. Dapat dikatakan bahwa perilaku

26
sehat ini adalah perilaku sehat (perilaku eksplisit). Kebiasaan sehat

tersebut meliputi perilaku terkait penyakit (pencegahan dan pengobatan

penyakit), perilaku menjaga dan meningkatkan kesehatan, dan tindakan

kebersihan lingkungan. Ada beberapa tingkatan untuk latihan ini:

1. Persepsi (perception) mengidentifikasi dan memilih berbagai hal

mengenai tindakan yang akan dilakukan.

2. Respon sasaran (directed response) dapat dibuat dengan urutan

yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme Ketika seseorang melakukan sesuatu dengan benar, itu

menjadi kebiasaan.

4. Adopsi adalah praktik atau prosedur yang dikembangkan (R.

Ngatimin, 2003).

4. Keadaan Lingkungan

a. Kepadatan Hunian

Tempat tinggal kecil, banyak penghuni, dan kurangnya ventilasi

dapat meningkatkan polusi udara dalam ruangan, dan dengan demikian

mempengaruhi daya tahan manusia (Amin, 2014). Peraturan Menteri

Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 Persyaratan Perumahan

Republik Indonesia mensyaratkan kepadatan hunian memenuhi

persyaratan minimal untuk luas kamar tidur 8 meter persegi dan tidak

merekomendasikan penggunaan lebih lanjut. Dua orang atau lebih dalam

satu kamar tidur, kecuali anak di bawah umur. 5 tahun. Anak-anak yang

tinggal di kepadatan tinggi 2,20 kali lebih mungkin untuk

27
mengembangkan penyakit pernapasan akut daripada anak-anak yang

tidak tinggal di kepadatan tinggi (Hartati, 2010).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sugihartono, 2012)

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik antara kepadatan penduduk dengan kejadian ISPA. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian (Wulandari, PS, dkk, 2016) yang

menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk

berpeluang 4,4 kali lebih besar terkena ISPA (P-value = 0,005 dan OR:

4,4).

b. Ventilasi Kamar

Ruangan dengan sirkulasi atau ventilasi udara yang buruk

berisiko terkena penyakit pernapasan akut dengan sirkulasi udara yang

baik, kelembaban rendah, kurangnya sinar matahari dan konsumsi udara

segar. Rumah lembab karena dinding banyak menyerap air dan sinar

matahari tidak mudah masuk. Pertukaran aliran udara dan menghalangi

sinar matahari ke dalam rumah berarti bakteri di dalam rumah berada di

luar rumah dan tidak mampu menyerap udara pernapasan. Hal ini

memudahkan anak-anak untuk mendapatkan infeksi saluran pernapasan

akut (Listyowati, 2013).

Ventilasi atau sirkulasi ruang rumah menurut peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829 Tahun 1999 tidak kurang dari

10 persen dari luas lantai rumah. Kamar yang berventilasi buruk

28
mengancam kesehatan, terutama sistem pernapasan. Karena banyaknya

bakteri di udara dalam ruangan akibat kelembaban dan debu, keberadaan

pasien ISPA dalam satu ruangan akan meningkatkan jumlah bakteri di

udara.

Pada penelitian sebelumnya, terdapat hubungan yang signifikan

antara luas ventilasi kamar tidur yang kurang dari 10% luas lantai dengan

kejadian ISPA pada bayi atau anak di bawah lima tahun. Ketika nilai p =

0,003 (Sari, E.L., et al, 2014).

c. Jenis Lantai Rumah

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

829/Minx/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Rumah Tahan Cuaca,

Rumah Mudah Dibersihkan, dan Persyaratan Tanah yang Baik.

Misalnya, lantai keramik. Ubin atau semen tahan air yang tahan lama.

Dari hasil survey yang dilakukan, terdapat hubungan yang signifikan

antara kondisi lantai rumah yang tidak memenuhi syarat dengan

terjadinya ISPA pada p-value yang diperoleh. = 0,008 (Padmonobo;,

2012).

5. PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat)

Kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan medis, tetapi

juga oleh lingkungan dan perilaku masyarakat pada khususnya. Upaya

perubahan perilaku masyarakat untuk mendukung promosi kesehatan

29
terus dilakukan melalui Program Pengembangan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS). Selama enam bulan, ASI dan suplemen gizi terpapar

asap rokok di rumah sampai anak berusia dua tahun (Fitrianingsih,

2014).

Hasil penelitiannya (Windriya, B.I.R, 2013) menunjukkan p-

values = 0,003 dan OR = 1,1. P < 0,05 berarti ada hubungan antara

rumah tangga yang merokok dengan kejadian ISPA. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal serumah dengan keluarga

yang merokok di rumah memiliki kemungkinan 6,0 kali lebih besar

terkena ISPA dibandingkan dengan anak kecil yang tinggal di rumah

(Onny & Sartika, 2012). Dimana tidak ada perokok dan keberadaannya

semakin meningkat. Merokok di rumah meningkatkan risiko penyakit

pernapasan akut sebesar 2,6 hingga 13,6 kali.

Dari sudut pandang individu, ada beberapa penelitian yang

mendukung klaim ini. Sebagian besar petani, petani, dan pekerja yang

mencari nafkah menganggap diri mereka sebagai atlet yang banyak

melakukan aktivitas fisik. Model seperti itu merupakan faktor utama

dalam mengurangi jumlah orang yang terlibat dalam olahraga (Natsir,

2019).

6. Pelayanan Kesehatan

Perilaku dan usaha saat sakit menjadi salah satu penyebab tidak

dilakukan tindakan karena jarak ke fasilitas kesehatan yang jauh. Akses

30
terhadap pelayanan kesehatan dapat dilihat melalui sumber daya dan

karakteristik pengguna pelayanan kesehatan. Puskesmas (selanjutnya

disebut Puskesmas) mengutamakan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perorangan Tingkat I dalam upaya promotif dan

preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya di wilayahnya. Fasilitas pelayanan kesehatan yang

terselenggara (Notoatmodjo.S, 2016)).

Mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di bidang

pekerjaan. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) merupakan

salah satu fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang penting di

Indonesia. Puskesmas merupakan unit pelaksana Teknologi Pelayanan

Kabupaten/Kota dan bertanggung jawab melaksanakan pembangunan

Dinas Kesehatan Kabupaten (Azwar, Azrul H, 2005)

C. Kajian Empiris

Banyak masyarakat yang mengeluhkan batuk, sesak napas, dan sesak

napas akibat tidak sengaja menghirup asap dan debu di area pertambangan.

Pencemaran bahan bakar kayu termasuk zat-zat yang sangat berbahaya bagi

kesehatan, seperti basa kering, abu, karbon, hidrogen, belerang, nitrogen dan

oksigen (Depkes RI, 2002). Cerobong asap biasa ditemukan di perusahaan

dan pabrik industri yang dibangun secara vertikal. Cerobong dirancang untuk

memungkinkan asap keluar ke atas bersama angin (Purnama, 2016).

31
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Reinkarnasi Unit Usaha Energi

dan Sumber Daya Mineral Nomor KEP.234/MEN/2003 tentang jam kerja dan

waktu istirahat, salah satu perusahaan di lingkungan Departemen Energi dan

Sumber Daya Mineral, termasuk perusahaan jasa penunjang yang beroperasi

di area kerja. Juga memilih dan memutuskan lebih dari satu domain. Jam

kerja 14 jenis jam kerja (Pratama and Wijaya, 2019).

Partikel debu yang berbahaya bagi kesehatan umumnya berukuran

mulai dari 0,1 mikron hingga 10 mikron. Partikel debu ini tetap berada di

udara untuk waktu yang relatif lama ketika mereka mengapung dan dapat

masuk ke tubuh manusia melalui saluran udara (Ratnani, 2017)

Manajer dapat dibedakan menjadi tiga jenis: supervisi primer,

supervisi simultan, dan supervisi simultan dengan pelaksanaan kegiatan

koperasi (manajemen simultan) dalam rangka pencegahan penyakit akibat

kerja.

Kepatuhan memakai APD saat memasuki tempat kerja dan kawasan

industri berbahaya tidak hanya berlaku bagi pekerja, tetapi juga bagi

pimpinan perusahaan, pengawas lapangan, pengawas dan setiap orang yang

memasuki tempat kerja, namun lebih dari itu, juga berlaku bagi masyarakat

sekitar. industri di luar rumah (Sarwono, Yudyastanti and Marsito, 2021)

Penerapan prosedur operasi standar dan standar kesehatan kepada

masyarakat kawasan industri merupakan langkah selanjutnya setelah SOP

ditetapkan secara formal oleh pimpinan organisasi. Proses penerapan

32
prosedur standar ini harus dilaksanakan untuk mencapai output yang

diinginkan (Mutaqin and Sumiati, 2019).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Pasal 165 Ayat 1 (1) menyatakan bahwa pengelola pertambangan

wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,

pengobatan dan pemulihan tenaga kerja, dan Ayat 2 (2) menyatakan.

kesehatan. Kesehatan di tempat kerja dan kepatuhan terhadap peraturan yang

berlaku. sebuah pekerjaan (Peraturan Presiden RI, 2019).

Mampu mengidentifikasi semua potensi risiko dan memenuhi kontrol

dan/atau batasan yang aman dapat membantu menciptakan lingkungan kerja

yang aman, nyaman, dan sehat serta proses produksi yang lancar, sehingga

33
mengurangi jumlah tugas yang dapat saya lakukan. Kecelakaan, sakit, sakit

kecelakaan kerja, resiko kerugian, berdampak pada peningkatan

produktivitas (Nachnul Ansori et al., 2015).

Masyarakat juga merasakan dampak kawasan industri, khususnya

pencemaran dan kerusakan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan

kegiatan bebas debu. Peningkatan ISPA di desa-desa yang dilalui truk batu

bara di jalan perusahaan dan jalan umum menunjukkan keseriusan polusi

udara dari debu batu bara, bahan bakar untuk industri nikel (Saputri, 2018).

Partikel debu di udara akan bertahan dalam waktu yang relatif lama

dalam keadaan melayang-layang, dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia

melalui sistem pernafasan, dan pekerja dapat terpapar polusi dari lingkungan

kerja sejak pertama kali bekerja, dalam hal ini terdapat merupakan faktor

risiko pencemaran, dan debu sebagai bahan kimia. Dengan kata lain, masa

pakai akan terkait dengan proses masuknya polusi udara ke dalam sistem

pernapasan (Ratnani, 2017)

Kepatuhan memakai APD saat memasuki tempat kerja berbahaya

tidak hanya berlaku bagi pekerja, tetapi juga bagi pimpinan perusahaan,

pengawas lapangan, supervisor, bahkan siapa pun yang memasuki tempat

kerja (Solekhah, 2018).

Kerangka Teori

Industri Pertambangan

Peningkatan populasi Penerapan Manajemen Keselamatan


di daerah Kawasan dan Kesehatan Kerja
tidak terkontrol 34
Dampak negatif : Jumlah Tenaga Kerja
Kebisingan, Polusi, Meningkat (Asing dan
menurunnya kualitas Lokal)
Faktor yang Sehat
Air
berhubungan
penyebab
Peningkatan angka kejadian kejadian ISPA :
Risiko Kualitas a. Pengetahuan
ISPA dan penyakit lainnya pada
Kesehatan masyarakat
Karyawan PT VDNI & PT OSS b. Sikap Sakit
menurun : Peningkatan c. Tindakan
kasus infeksi, gangguan d. Lingkungan
sistem pencernaan, e. PHBS
hunian padat, gangguan Risiko Kecacatan dan
sistem perkemihan, Kematian
peningkatan angka
kecelakaan

Sumber : Kerangka Teori dimodifikasi Oleh (Mafra, 2021).

B. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual dalam hal ini menjelaskan akar penyebab

masalah dan efeknya, dan kerangka teoritis ini menjadi dasar pembentukan

varian penelitian, infeksi akut jaringan paru (alveoli). Infeksi ini dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau partikel debu. Infeksi saluran

pernapasan akut juga dapat disebabkan oleh kecelakaan yang disebabkan oleh

menghirup cairan atau bahan kimia. Orang yang tinggal di daerah yang dekat

dengan kawasan industri berisiko terkena penyakit pernapasan akut karena

(pekerjaan dan polusi udara), kurang dari lima faktor (gizi dan kesehatan).

riwayat penyakit), faktor orang tua (perilaku hidup bersih dan sehat,

pengetahuan tentang ISPA).

35
Penyebab ISPA adalah adanya faktor yang mengganggu

ketidakseimbangan antara pejamu dan lingkungan serta faktor yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Persiapkan seperti usia (Yustianingtias,

2016).

Kata kerja adalah sekumpulan kata kerja/kata kerja seseorang yang

berinteraksi dengan sesuatu dan menciptakan kebiasaan yang bernilai dapat

dipercaya. Perilaku manusia terutama terdiri dari unsur pengetahuan

(kognitif), sikap (emosi) dan keterampilan (psikomotor) yang erat kaitannya

dengan terjadinya ISPA. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis

perilaku adalah konsep Lawrence Green, yang dipengaruhi oleh tiga faktor

utama.

Kesiapsiagaan: pengetahuan orang dan sikap mereka terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat, nilai-nilai yang dipegang oleh

masyarakat, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi, dll. Faktor persepsi:

fasilitas masyarakat, sarana prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan atau

ketersediaan fasilitas kesehatan. Faktor penguat: sikap dan perilaku tokoh

masyarakat dan agama, sikap dan perilaku petugas termasuk tenaga kesehatan

(Notoatmodjo.S, 2016).

Menurut sumbernya, infeksi saluran pernapasan akut dapat dibagi

menjadi dua jenis: infeksi saluran pernapasan akut komunitas dan infeksi

saluran pernapasan akut rumah sakit. Pada kasus ISPA yang disebabkan oleh

faktor lingkungan atau sosial, terutama di negara berkembang, berapa banyak

36
yang berhubungan dengan ISPA, seperti kondisi sosial ekonomi rendah,

kepadatan penduduk yang tinggi, pemberian ASI tidak eksklusif, kekurangan

gizi, berat badan kurang, kurus, dll. . faktor risiko. usia ibu. Setelah menikah,

pendidikan orang tua dan kebiasaan merokok yang rendah (Artawan, et al.,

2016). Perlunya pengawasan yang ketat untuk meningkatkan kesadaran dan

kepatuhan pekerja dalam memakai APD saat memasuki tempat kerja

berbahaya tidak hanya berlaku bagi pekerja, tetapi juga pekerja. Ini berlaku

untuk pekerja. Hal ini juga berlaku bagi pimpinan perusahaan, supervisor dan

supervisor lapangan, serta setiap orang yang memasuki tempat kerja dengan

tetap berpegang pada prinsip-prinsip prosedur operasi yang baku (Andani and

Hariyono, 2017).

Bagan Kerangka Konsep

Pengetahuan

Sikap

Tindakan
Kejadian ISPA
Keadaan Lingkungan

PHBS

37
Gambar 3.2 Kerangka Konsep

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen.

Variabel independen pada penelitian ini adalah Pengetahuan Sikap

Tindakan Keadaan Lingkungan dan PHBS.

2. Variabel Dependen

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas, sehingga variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi oleh variabel lain. Pada penelitian ini yang menjadi variabel

dependen adalah Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

D. Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Variabel

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Dimana diketahui terdapat pasien di diagnose dokter Penyakit

Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yaitu adanya

rasa batuk yang disertai demam lebih dari tiga hari serta sesak atau

pernafasan melebihi dari 60 kali permenit.

Pengukuran berdasarkan kuesioner dengan mengunakan skala

gutman yaitu dua pilihan jawaban Ya dengan nilai 1 dan Tidak dengan

nilai 0.

38
Kriteria Objektif:

ISPA : Jika didiagnosa oleh dokter mengalami Infeksi Saluran

Pernafasan Akut

Bukan ISPA : Jika didiagnosa oleh dokter bukan Infeksi Saluran

Pernafasan Akut

2. Pengetahuan

Segala sesuatu yang diketahui tentang ISPA, baik yang didapat

secara formal maupun informal, mengenai apa ISPA, penyebabnya, cara

penularannya, gejala, faktor resiko, pengobatan, dan pencegahannya.

Pengukuran pengetahuan menggunakan rating scale,

pengetahuan dinilai dari jawaban, 4 bila jawaban benar, 3 bila jawaban

kurang lengkap, 2 jika jawaban hanya sebagian dan kurang tepat, dan 1

bila jawaban salah. Jumlah pertanyaan terdiri atas 6 pertanyaan.

Sekor tertinggi = Jumlah Pertanyaan x nilai tertinggi

=6x4

= 24 (100%)

Sekor terendah = Jumlah Pertanyaan x nilai terendah

= 6x1

= 6 (25%)

Secore antara (Range) = 100%-25%= 75%

Kriteria penilaian terbagi atas tiga yaitu baik,cukup dan kurang

Dimana interval- range/kategori

39
i = 75 = 25
3
Batas bawah = Nilai tertinggi – i

= 100-25 =75%

Kriteria Objektif:

Baik : Bila Responden memperoleh skor > 75%

Cukup : Bila Responden memperoleh skor 50-75 %

Kurang: Bila Responden memperoleh skor < 50%

3. Sikap

Tanggapan atau respon reesponden terhadap kejadian ISPA.

Pengukuran sikap menggunakan Likert, sikap dapat di kategorikan dan di

kuantifikasikan dalam 5 kriteria penilaian yaitu: Sangat Setuju (SS = 5),

Setuju (S = 4), Ragu-Ragu (RR = 3), Tidak Setuju (TS = 2), Sangat Tidak

Setuju (STS = 1). Jumlah pertanyaan terdiri atas 14 pertanyaan.

Sekor tertinggi = Jumlah Pertanyaan x nilai tertinggi

= 12x5

= 60 (100%)

Sekor terendah = Jumlah Pertanyaan x nilai terendah

= 12x1

= 12 (20%)

Secore antara (Range) = 100%-20%= 80%

Kriteria penilaian terbagi atas tiga yaitu baik, cukup, dan kurang

Dimana interval- range/kategori

40
i = 80 = 27
3
Batas bawah = Nilai tertinggi – i

= 100-27 =73%

Kriteria Objektif:

Baik : Bila Responden memperoleh skor > 70%

Cukup : Bila Responden memperoleh skor 46-73%

Kurang: Bila Responden memperoleh skor < 46 %

4. Tindakan

Tindakan yang dilakukan responden dalam penyembuhan atau

penanganan ISPA.

Pengukuran Tindakan menggunakan Likert, sikap dapat di

kategorikan dan di kuantifikasikan dalam 4 kriteria penilaian yaitu: Selalu

= 4, Sering = 3, Kadang-kadang = 2, Tidak Pernah = 1. Jumlah pertanyaan

terdiri atas 10 pertanyaan.

Sekor tertinggi = Jumlah Pertanyaan x nilai tertinggi

= 10x4

= 40 (100%)

Sekor terendah = Jumlah Pertanyaan x nilai terendah

= 10x1

= 10 (25%)

Secore antara (Range) = 100%-25%= 75%

Kriteria penilaian terbagi atas tiga yaitu baik,cukup dan kurang

41
Dimana interval- range/kategori

i = 75 = 25
3
Batas bawah = Nilai tertinggi – i

= 100-25 =75%

Kriteria Objektif:

Baik : Bila Responden memperoleh skor > 75%

Cukup : Bila Responden memperoleh skor 50-75 %

Kurang: Bila Responden memperoleh skor < 50%

5. Riwayat Keadaan Lingkungan

Lingkungan pasien (termasuk pendidikan ibu, pengetahuan

responden, status sosial ekonomi, hunian rumah, dan ventilasi udara

rumah).

Pengukuran berdasarkan kuesioner dengan mengunakan skala

gutman yaitu dua pilihan jawaban Ya dengan nilai 1 dan Tidak dengan

nilai 0.

Kriteria Objektif:

Baik : Jika Responden memperoleh skor > 67%

Cukup : Jika Responden memperoleh skor 34-76%

Kurang : Jika Responden memperoleh skor < 34%

6. Riwayat PHBS

Prilaku Hidup Bersih dan sehat merupakan anjuran dasar

penaggulangan penyakit secara mandiri dan hal-hal yang berkaitan dengan

42
kemungkinan mengancam kesehatan seseorang, seperti melakukan

persalinan oleh tenaga kesehatan, tidak merokok dalam rumah, makan dan

minum bergizi, cuci tangan menggunakan sabun serta tidak melakukan

pemberian ASI Ekslusif serta melakukan cek up kesehatan secara berkala.

Pengukuran berdasarkan kuesioner dengan mengunakan skala

gutman yaitu dua pilihan jawaban Ya dengan nilai 1 dan Tidak dengan

nilai 0.

Kriteria Objektif:

Baik : Jika Responden memperoleh skor > 67%

Cukup : Jika Responden memperoleh skor 34-76%

Kurang : Jika Responden memperoleh skor < 34%

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan Pengetahuan dengan kejadian ISPA di Kecamatan Morosi

Kabupaten Konawe

2. Ada hubungan sikap dengan kejadian ISPA di Kecamatan Morosi

Kabupaten Konawe.

3. Ada hubungan Tindakan dengan kejadian ISPA di Kecamatan Morosi

Kabupaten Konawe.

4. Ada hubungan lingkungan dengan kejadian ISPA di Kecamatan Morosi

Kabupaten Konawe

43
5. Ada hubungan PHBS dengan kejadian ISPA di Kecamatan Morosi

Kabupaten Konawe

6. Terdapat perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

7. Terdapat perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah risiko rendah

(Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

8. Terdapat perbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah risiko rendah

(Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

9. Terdapat perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah

risiko rendah (Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini)

10. Terdapat perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi (Desa Morosi dan Desa Porara) dengan wilayah risiko rendah

(Desa Mendikonu dan Desa Wonua Morini).

44
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Metode perbandingan atau

perbandingan adalah suatu penelitian yang menggunakan teknik

membandingkan satu objek dengan objek lainnya. Objek perbandingan adalah

desa yang paling dekat dengan kawasan industri di Kabupaten Morosi dan

desa yang paling jauh dari Kecamatan Morosi di Kabupaten Konawe.

Penelitian komparatif adalah jenis penelitian deskriptif yang berusaha

menemukan jawaban atas sebab dan akibat yang mendasar dengan

45
menganalisis terjadinya suatu fenomena dan faktor-faktor penyebabnya.

Bandingkan dua atau lebih set variabel yang diberikan (Ramdhani A., 2017).

Desain Penelitian Cross Sectional Study


Faktor Risiko (+)
1. Pengetahuan
ISPA
2. Sikap
3. Tindakan
4. Keadaan
Lingkungan Tidak ISPA
5. PHBS

Populasi Sampel Faktor Risiko (-)


1. Pengetahuan ISPA
2. Sikap
3. Tindakan
4. Keadaan Tidak ISPA
Lingkungan
5. PHBS
Gambar 4.1 Bagan Desain Penelitian Cross Sectional Study

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu dimulai

pada bulan Mei sampai Juni tahun 2022

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Morosi Kabupaten

Konawe.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti, yakni

kunjungan pasien di Puskesmas morosi dengan domisili di desa pada


46
wilayah Kecamatan morosi yang terdekat (risiko tinggi) dengan Kawasan

industri dan yang terjauh (risiko rendah) dimana desa yang terdekat

dengan Kawasan industri PT Virtue Dragon dan PT Obsidian Stainless

Steel yaitu desa Morosi dan Porara dan desa terjauh dari Kawasan industri

yaitu desa Mendikonu dan desa Wonua Morini di Puskesmas Morosi yang

di catat pada laporan kunjungan setiap bulannya dengan total populasi

sebanyak 1.370 pasien kunjungan tahun 2021 dengan Batasan umur 20-50

tahun.

2. Sampel

a. Besaran Sampel

Sampel merupakan bahagian dari populasi tempat sampel

tersebut berada penelitian ini adalah partisipan yang memiliki

pengetahuan tentang objek pencariannya diharapkan dapat bekerja lebih

baik. Pengambilan Sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus

berikut: sampel merupakan bagian populasi dan mewakili suatu

populasi.

Besaran sampel untuk penelitian ini mengunakan sampel

populasi presisi Relatif menurut Lameslow (Murti, 2019):

n = Z21-α/2P (1-P) N
d (N-1) + Z21-α/2P (1-P)
2

Keterangan

n : Besar Sampel

Z21-α/2 : 1,96 pada α 0,05

47
P : Perkiraan Proporsi = 0,5

d : Presesi di tetapkan 0,05

N : Populasi

Dimana :

dari rumus di atas dengan tingkat kepercayaan 95% , deff 1

(satu) presisi dan proporsi faktor dengan perhitungan sebagai berikut:

n = (1,96)2.(0,5) (0,5).1371
3,425+1,962. (0,5). (0,5)
n = 3,8416.0,25.1371
3,425+ 0.9604
n = 1316,7084
4,3854
n = 300,24

Dengan demikian di bulatkan menjadi 301 sampel

b. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel menggunakan Claster Random

Sampling adalah proses pengambilan sampel melalui proses membagi

populasi menjadi strata, memilih sampel acak sederhana dari setiap

strata, dan menggabungkannya ke dalam sampel untuk memperkirakan

parameter populasinya. Di ketahui besar sampel 301 orang dan sampel

didistribusikan setiap desa berdasarkan populasinya dengan

perhitungan sebagai berikut :

48
Ni
ni = x n
N
Keterangan :

ni : besaran sampel untuk strata ke-i

Ni : Populasi

n : Besar Sampel pada Penelitian

N : Besar populasi dalam penelitian

Sehingga distribusi sampel untuk setiap Puskesmas dapat

dijabarkan sebagai berikut:

3
Dengan demikian peneliti mengambil sampel sesuai kuota masing

masing per Puskesmas sesuai porsinya.

c. Kriteria Inklusi dan Krtiteria Eksklusi

1) Kriteria Inklusi

a) Mau dan bersedia di jadikan responden

b) Berdomisili di desa Morosi, Porara, Mendikonu dan desa

Wonua Morini

c) Responden dengan rentang umur 20—50 tahun

2) Kriteria Eksklusi

a) Tidak Mau atau bersedia di jadikan responden


49
d) Tidak Berdomisili di desa Morosi, Porara, Mendikonu dan desa

Wonua Morini

e) Responden dengan rentang umur < 20 dan >50 tahun

D. Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data

1. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu:

a) Data primer (data yang diperoleh langsung dari responden

melalui instrument penelitian)

b) Data sekunder (data yang diperoleh dari beberapa literature serta data

yang diperoleh dari tempat penelitian).

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yaitu mengunakan instrumen penelitian dalam

bentuk kuesioner yang sebelumnya dilakukan pengujian validitas dan

reabiltas sebagai prasarat kelayakan untuk dilakukan penelitian.

a. Uji Validitas

Uji validitas instrument merupakan komponen utama dalam

penelitian dimana sumber informasi penelitian untuk keabsahan data

hingga di katakana valid dan dapat digunakan rumus Product Moment

Coefficient of Correlation validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat kevalitan suatu instrument (Sugiyono, 2016)

Keterangan:

50
r xy : Koefisien korelasi antara x dan y

xi : Skor butir

yi : Skor total

n : Jumlah subyek

∑X = Jumlah dari variabel X

∑Y = Jumlah dari variabel Y

∑X2 = Jumlah kuadrat total dari variabel Y

∑Y2 = Jumlah kuadrat total dari variabel X

Pengujian validitas menggunakan r product monet pada

derajat keabsahan (dk)= n-2 dengan kriteria pengujian:

a. Bila r hitung > rtabel dan Nilai Sig. 2-tailed total < 0.05 maka

instrument valid

b. Bila rhitung ≤ rtabel dan Nilai Sig. 2-tailed total > 0.05 maka

instrument tidak valid r Tabel untuk 20 Responden dengan uji

dua arah adalah 0.4227.

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel


Pengetahuan
Butir Soal Nilai Corrected Sig. r tabel Kriteria
Item (r hitung)
1 0.776 0.000 0.4227 Valid
2 0.845 0.000 0.4227 Valid
3 0.704 0.001 0.4227 Valid
4 0.791 0.000 0.4227 Valid
5 0.723 0.000 0.4227 Valid
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas maka dapat dilihat bahwa

seluruh pertanyaan untuk Variabel pengetahuan memiliki kriteria

51
soal Valid, karena nilai r hitung (Corrected Item) lebih besar dari r

.
Tabel

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor


sikap
Butir Soal Nilai Corrected Sig. r tabel Kriteria
Item (r hitung)
1 0.848 0.000 0.4227 Valid
2 0.851 0.000 0.4227 Valid
3 0.935 0.000 0.4227 Valid
4 0.720 0.000 0.4227 Valid
5 0.906 0.000 0.4227 Valid
6 0.720 0.000 0.4227 Valid
7 0.906 0.000 0.4227 Valid
8 0.935 0.000 0.4227 Valid
9 0.732 0.000 0.4227 Valid
10 0.761 0.000 0.4227 Valid
11 0.906 0.000 0.4227 Valid
12 0.935 0.000 0.4227 Valid
13 0.732 0.000 0.4227 Valid
14 0.761 0.000 0.4227 Valid
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas maka dapat dilihat bahwa

seluruh pertanyaan untuk Variabel Faktor sikap memiliki kriteria

soal Valid, karena nilai r hitung (Corrected Item) lebih besar dari r

.
Tabel

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor


Tindakan
Butir Soal Nilai Corrected Sig. r tabel Kriteria
Item (r hitung)
1 0.915 0.000 0.4227 Valid
2 0.889 0.000 0.4227 Valid
3 0.944 0.000 0.4227 Valid
4 0.873 0.000 0.4227 Valid
5 0.843 0.000 0.4227 Valid
52
6 0.844 0.000 0.4227 Valid
7 0.888 0.000 0.4227 Valid
8 0.786 0.000 0.4227 Valid
9 0.924 0.000 0.4227 Valid
10 0.796 0.000 0.4227 Valid
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas maka dapat dilihat bahwa

seluruh pertanyaan untuk Variabel Faktor Faktor tindakan

Memiliki kriteria soal Valid, karena nilai r hitung (Corrected Item)

lebih besar dari r Tabel.

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor


Lingkungan
Butir Soal Nilai Corrected Sig. r tabel Kriteria
Item (r hitung)
1 0.768 0.000 0.4227 Valid
2 0.815 0.000 0.4227 Valid
3 0.786 0.000 0.4227 Valid
4 0.765 0.000 0.4227 Valid
5 0.739 0.000 0.4227 Valid
6 0.928 0.000 0.4227 Valid
7 0.911 0.000 0.4227 Valid
8 0.786 0.001 0.4227 Valid
9 0.756 0.000 0.4227 Valid

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas maka dapat dilihat bahwa

seluruh pertanyaan untuk Variabel Faktor lingkungan memiliki

kriteria soal Valid, karena nilai r hitung (Corrected Item) lebih besar

dari r Tabel.

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner Variabel Faktor


PHBS
Butir Soal Nilai Corrected Sig. r tabel Kriteria
Item (r hitung)
53
1 0.894 0.000 0.4227 Valid
2 0.873 0.000 0.4227 Valid
3 0.894 0.000 0.4227 Valid
4 0.822 0.000 0.4227 Valid
5 0.856 0.000 0.4227 Valid
6 0.822 0.000 0.4227 Valid
7 0.856 0.000 0.4227 Valid
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas maka dapat dilihat bahwa

seluruh pertanyaan untuk Variabel Faktor PHBS memiliki kriteria

soal Valid, karena nilai r hitung (Corrected Item) lebih besar dari r

.
Tabel

b. Uji Reabilitas

Uji reabilitas bertujuan mengetahui keadaan alat instrument

dengan mengetahui konsistensi alat ukur jika di gunakan untuk

pengujian lebih dari sekali, pengujian reabilitas dilakukan terhadap

angket pada penelitian ini dengan nilai batas (cut of point) yang

diterima melihat Cronbach's Alpha harus >0,7 .

Mengunakan rumus :

r 1=
k
( k −1 ) {
1−
∑ Si2
St 2 }
Keterangan :

r1 : Koefisien Reliabilitas Alfa Cronbach

k : Jumlah Item

∑Si2: Jumlah Varians Skor tiap Item

St2 : Varians Total

54
Rumus varians item dan varians total,

Si2 : varians tiap item

JKi : jumlah kuadrat seluruh skor item

JKs : jumlah kuadrat subjek

n : jumlah responden

St2 : Varians Total

Xt : Skor Total

Kriteria penilaian uji reabilitas dikatakan reabel jika r hitung>

dari r tabel (Sugiyono, 2019).

Tabel 4.6 Tabel Hasil Reabilitas Instrumen

No Variabel r alpha r kritis Kriteria


1 Pengetahuan 0.826 0.7 Reliabel
2 Sikap 0.966 0.7 Reliabel
3 Tindakan 0.965 0.7 Reliabel
4 Lingkungan 0.933 0.7 Reliabel
5 PHBS 0.941 0.7 Reliabel
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, uji reabilitas dilakukan terhadap

item pertanyaan yang dinyatakan valid. Suatu Variabel dikatakan

reliabel jika jawaban terhadap pertanyaan selalu konsisten. Jadi hasil

koefisiensi reabilitas instrument dari semua vaiabel dinyatakan Reliabel

dan layak untuk digunakan dimana semua nilai r alpha Cronbach's

55
Alpha lebih besar dari 0,7 yang berarti Keseluruhan instrument tersebut

dinyatakan reliabel atau memenuhi persyaratan

c. Tehnik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data dimulai dengan menentukan subyek

penelitian yang akan dijadikan subyek. Kemudian peneliti menemui

subyek untuk menyampaikan kesediaan responden untuk ikut serta

sebagai subyek penelitian dengan tidak lupa meminta subyek mengisi

form kesediaan menjadi subyek penelitian.

1) Deskriptif

Penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian

yang bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena yang ada, baik

yang terjadi di masa kini maupun yang telah lampau Penelitian

deskriptif memiliki ciri-ciri: Cenderung mendeskripsikan fenomena

sebagaimana adanya melalui kajian yang teratur, dan

mengedepankan objektivitas. Itu dilaksanakan dengan hati-hati.

Dan tidak adanya pengobatan yang diberikan atau dikendalikan,

dan tidak adanya tes (Sugiyono, 2016).

2) Kuantitatif

Jenis penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian

ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan secara cross

sectional. Pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

Penyakit ISPA Pada Karyawan PT Virtue Dragon dan PT OSS di


56
Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe. Peneliti memberikan

kuesioner yang akan diisi oleh responden. Kemudian data yang

terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dinanalisas secara statistik

(Sugiono, 2012).

E. Pengolahan, Analisa dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memproses data berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan

menggunakan rumus sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan.

Pengolahan data dilakukan’dengan cara sebagai berikut:

a. Coding

Coding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi

kekeliruan dalam melakukan tabulasi data.

b. Editing

Editing adalah menyeleksi data yang telah didapat dari hasil

penelitian untuk mendapatkan data yang akurat.

c. Scoring

Scoring adalah proses penjumlahan untuk memperoleh total

skor dari setiap butir pertanyaan.

d. Tabulating

57
Tabulating data adalah data dimasukan kedalam tabel sehingga

memudahkan penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk tulisan.

Data yang sudah diolah kemudian di analisis dalam bentuk tabel dan

narasi (Sugiono, 2012).

2. Analisis Data

a. Analisis Deskriptif

Untuk mendeskripsikan Variabel Dependen dan Independen

untuk menganalisis lebih mendalam dan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi beserta interprestasinya.

Data yang disajikan dalam bentuk gambar dan tabel dengan rumus :

F
X= x K
N

X = Variabel-yang diteliti

f = Frekuensi Variabel yang diteliti

n = Jumlah Sampel

K = Konstanta-100% (Sugiono, 2012).

b. Analisis Inferensial

1) Uji Normalitas Data

58
Berhubung data dalam penelitian ini bersekala nominal dan

ordinal sehingga tidak perlu dilakukan uji normalitas data, analisis

dilakukan dengan menggunakan statistik non parametrik.

2) Uji Statistik

Analisis Statistik dengan tujuan untuk mengetahui makna

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yaitu dengan

menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui signifikansi

hipotesis.

Uji chi square melihat hubungan kemaknaan yang

ditentukan dengan nilai alpha (α) sebesar 0,05 uji chi square dapat

dirumuskan sebagi berikut:

∑ ( Oij −Eij )2
x =∑
2
E ij

Dimana :

Oij = Banyaknya kasus yang di observasi yang di kategorikan

dalam baris ke-i pada kolom ke-j

Eij = Banyaknya kasus yang diharapkan dibawah Ho untuk di

kategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j

α = 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%

Nilai probabilitas dari hasil uji dibandingkan dengan nilai α

jika nilai p<0,05 berarti hipotesis nol ditolak sehingga dua variabel

independen dan dependen yang dianalisis memiliki hubungan yang

bermakna.
59
Hipotesis nol digunakan untuk menyatakan bahwa tidak ada

perbedaan antara kelompok Kontrol maupun Kasus, sedangkan

hipotesis alternatif dipakai untuk menyatakan ada perbedaan antara

kelompok studi dan kelompok kontrol (Sugiyono, 2012)

Kemudian untuk mengetahui besarnya korelasi akan

dipergunakan rumus KK (koefisien kontingensi) sebagai berikut :


2
x
K=
N

Keterangan :

KK : koefisien kontingensi

N : jumlah sampel atau responden

Tabel 4.1 Uji keeratan hubungan dengan melihat interval koefisiensi (Phi)
Interval Koefisiensi Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat Lemah
0,20-0,399 Lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat
Sumber: (Sugiono, 2012)

3. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi, serta diberikan penjelasan.

F. Etika Penelitian

60
Peneliti Sebelumnya mengajukan permohonan izin Kepala atau

pimpinan instansi terkait penelitian ini dengan mengikuti prosedur sebagai

berikut:

1. Informed Consent (persetujuan responden)

Diberikan kepada responden dengan tujuan untuk memperoleh

persetujuan dengan peneliti menjelaskan tujuan peneliti, dan jika

responden menolak dengan tetap menghormati keputusannya responden.

2. Anonymity (dengan tidak memberikan nama terang)

Bertujuan menjaga privasi responden dengan menjaga kerahasiaan

informasi yang diberikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah’dikumpulkan dari responden

dijamin oleh peneliti dan informasi’hanya digunakan untuk penelitian

(Sugiyono, 2016).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


61
Kabupaten Konawe merupakan Kabupaten tingkat 2 di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Ibukota Kabupaten Konawe terletak di Unaaha, 73 km

sebelah barat Kota Kendari, dan secara geografis terletak di bagian selatan

garis katulistiwa antara 02045 'dan 04015' Lintang Selatan, 121015 'dan

123030' Bujur Timur.

Kabupaten Konawe berbatasan dengan Kabupaten Konawe Utara,

sebelah timur dibatasi oleh Laut Banda dan Laut Maluku Selatan, sebelah

selatan dibatasi oleh Kabupaten Konawe Selatan dan sebelah barat

dibatasi oleh Kabupaten Kolaka.

Sedangkan luas daratan Kabupaten Konawe adalah 666.652 hektar

atau 17,48 persen dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dan luas

perairan laut (termasuk wilayah Konway Utara dan Selatan) sekitar 11.960

kilometer persegi. Selain itu, Kabupaten Konawe juga mencakup pulau-

pulau seperti Pulau Wawonii, Pulau Bokori, Laut dan Darat Pulau

Saponda.

Tempat penelitian dilakukan di morosi tepatnya di Puskesmas

morosi dengan mengambil sampel daerah atau desa terjauh dan terdekat

dari kawasan industri yang berpotensi terjadinya ISPA.

2. Gambaran Karakteristik Responden

62
Dalam penelitian ini terdiri karakteristik responden diantaranya;

Kelompok Umur, Pendidikan dan pekerjaan dimana dapat diuraikan dalam

bentuk tabel berikut yang disertakan dengan penjelasannya.

Tabel 5.1. Distribusi Umur Responden

Desa
Desa Morosi
Mendikonu dan Jumlah
Kelompok Umur &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
25-34 tahun 45 26.32 33 25.38 78 25.91
35-44 tahun 58 33.92 44 33.85 102 33.89
45-54 tahun 45 26.32 38 29.23 83 27.57
55-50 tahun 23 13.45 15 11.54 38 12.62
Total 171 100 130 100 301 100

Tabel di atas, menunjukkan bahwa Responden kelompok umur

terbanyak adalah umur 35-44 tahun yaitu untuk desa dengan risiko tinggi

(desa morosi dan porara) berjumlah 58 orang (33.92%), untuk desa dengan

risiko rendah (desa Mendikonu dan desa Wonua Morini) ditemukan pada

umur 35-44 tahun berjumlah 44 (33.85%) dan sedikit ditemukan pada

kelompok umur 55-50 tahun untuk desa dengan risiko tinggi (desa morosi

dan porara) berjumlah 23 orang (13,45%), untuk desa dengan risiko

rendah (desa Mendikonu dan desa Wonua Morini) ditemukan pada umur

55-50 tahun berjumlah 15 (11.54%).

63
Tabel 5.2. Distribusi Pendidikan Responden

Desa
Desa Morosi
Mendikonu dan Jumlah
Pendidikan &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
SMP 17 9.94 13 10.00 30 9.97
SMA 122 71.35 63 48.46 185 61.46
S1 32 18.71 54 41.54 86 28.57
S2 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Total 171 100 130 100 301 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa responden

dengan Pendidikan banyak ditemukan pada Pendidikan SMA untuk desa

dengan risiko tinggi (desa morosi dan porara) berjumlah 122 orang

(71.35%), untuk desa dengan risiko rendah (desa Mendikonu dan desa

Wonua Morini) ditemukan pada pendidikan SMA berjumlah 63 (48.46%)

dan sedikit ditemukan pada kelompok Pendidikan SMP untuk desa dengan

risiko tinggi (desa morosi dan porara) berjumlah 17 orang (9.94%), untuk

desa dengan risiko rendah (desa Mendikonu dan desa Wonua Morini)

ditemukan pada Pedidikan SMP berjumlah 13 (10.00%).

3. Analisis Deskriptif

a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Dalam analisis deskriptif penelitian ini terkait infeksi saluran

pernafasan akut di rekap dalam bentuk tabel rekapitulasi jawaban

responden dan dilanjutkan dengan pendistribusian hasil kategori

jawaban responden dalam bentuk tabel berikutnya serta di berikan

penjelasan dalam bentuk uraian singkat.


64
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut

Desa
Desa Morosi
Infeksi Saluran Mendikonu dan Jumlah
&Porara
Pernafasan Akut Wonua Morini
f % f % f %
Tidak ISPA 81 47.37 91 70.00 172 57.14
ISPA 90 52.63 39 30.00 129 42.86
Total 171 100 130 100 301 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan tidak ISPA Sebanyak 172 orang

dimana terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa

mendikonu dan desa wonua morini berjumlah 91 (70,00%). Dan

dinyatakan dengan ISPA sebanyak 129 orang serta terbanyak

ditemukan pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa

porara sejumlah 90 (52.63%).

b. Faktor pengetahuan

Dalam analisis deskriptif penelitian ini terkait Faktor

pengetahun di rekap dalam bentuk tabel rekapitulasi jawaban

responden dan dilanjutkan dengan pendistribusian hasil kategori

jawaban responden dalam bentuk tabel berikutnya serta di berikan

penjelasan dalam bentuk uraian singkat.

65
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden dengan Faktor

pengetahuan

Desa
Desa Morosi
Mendikonu dan Jumlah
Pengetahuan &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
Cukup 70 40.94 78 60.00 148 49.17
Kurang 101 59.06 52 40.00 153 50.83
Total 171 100 130 100 301 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan pengetahuan cukup Sebanyak 148

orang dimana terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa

mendikonu dan desa wonua morini berjumlah 78 (60,00%). Dan

dinyatakan pengetahuan kurang sebanyak 153 orang serta terbanyak

ditemukan pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa

porara sejumlah 101 (59.06%).

c. Faktor sikap

Dalam analisis deskriptif penelitian ini terkait vaiabel Faktor

sikap di rekap dalam bentuk tabel, rekapitulasi jawaban responden dan

dilanjutkan dengan pendistribusian hasil kategori jawaban responden

dalam bentuk tabel berikutnya serta di berikan penjelasan dalam bentuk

uraian singkat.

66
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden dengan Faktor sikap

Desa
Desa Morosi
Mendikonu dan Jumlah
Sikap &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
Cukup 73 42.69 49 37.69 122 40.53
Kurang 98 57.31 81 62.31 179 59.47
Total 171 100 130 100 301 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan sikap cukup Sebanyak 122 orang

dimana terbanyak pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan

desa porara sebanyak 73 (42,69%), Dan dinyatakan sikap kurang

sebanyak 173 orang serta terbanyak ditemukan pada desa dengan risiko

tinggi yaitu desa morosi dan desa porara sebanyak 98 (57,31%).

d. Faktor Tindakan

Dalam analisis deskriptif penelitian ini terkait vaiabel Faktor

tindakan di rekap dalam bentuk tabel rekapitulasi jawaban responden

dan dilanjutkan dengan pendistribusian hasil kategori jawaban

responden dalam bentuk tabel berikutnya serta di berikan penjelasan

dalam bentuk uraian singkat.

67
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Respoden dengan vaiabel Faktor

tindakan

Desa
Desa Morosi
Mendikonu dan Jumlah
Tindakan &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
Cukup 69 40.35 44 33.85 113 37.54
Kurang 102 59.65 86 66.15 188 62.46
Total 171 100 130 100 301 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan tindakan cukup Sebanyak 113 orang

dimana terbanyak pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan

desa porara sebanyak 69 (40.35%), Dan dinyatakan tindakan kurang

sebanyak 188 orang serta terbanyak ditemukan pada desa dengan risiko

tinggi yaitu desa morosi dan desa porara sebanyak 102 (59.65%).

e. Faktor Lingkungan

Dalam analisis deskriptif penelitian ini terkait vaiabel Faktor

lingkungan di rekap dalam bentuk tabel rekapitulasi jawaban responden

dan dilanjutkan dengan pendistribusian hasil kategori jawaban

responden dalam bentuk tabel berikutnya serta di berikan penjelasan

dalam bentuk uraian singkat.

68
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Respoden dengan vaiabel Faktor

lingkungan

Desa
Desa Morosi
Mendikonu dan Jumlah
Lingkungan &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
Cukup 19 11.11 94 72.31 113 37.54
Kurang 152 88.89 36 27.69 188 62.46
Total 171 100 130 100 301 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan lingkungan cukup Sebanyak 113

orang dimana terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa

mendikonu dan desa Wonua Morini sebanyak 94 (72.31%), Dan

dinyatakan Lingkungan kurang sebanyak 188 orang serta terbanyak

ditemukan pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa

porara sebanyak 152 (88,89%).

f. Faktor Prilaku Hidup Bersih dan Sehat

Dalam analisis deskriptif penelitian ini terkait Faktor PHBS di

rekap dalam bentuk tabel rekapitulasi jawaban responden dan

dilanjutkan dengan pendistribusian hasil kategori jawaban responden

dalam bentuk tabel berikutnya serta di berikan penjelasan dalam bentuk

uraian singkat.

69
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Respoden dengan vaiabel Faktor

PHBS

Desa
Desa Morosi
Mendikuno dan Jumlah
PHBS &Porara
Wonua Morini
f % f % f %
Cukup 30 17.54 94 72.31 124 41.20
Kurang 141 82.46 36 27.69 177 58.80
Total 171 100 130 100 301 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan lingkungan cukup Sebanyak 124

orang dimana terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa

mendikonu dan desa Wonua Morini sebanyak 94 (72.31%), Dan

dinyatakan Lingkungan kurang sebanyak 188 orang serta terbanyak

ditemukan pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa

porara sebanyak 141 (82,46%).

4. Analisis Inferensial

a. Hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA


Tabel 5.9. Hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA

Pengetahuan

Cukup
K urang

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 58.854

lebih besar dari X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

70
yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian ISPA dan nilai Phi

0.449 yang berarti memiliki hubungan sedang.

b. Hubungan sikap dengan kejadian ISPA


Tabel 5.10. Hubungan sikap dengan kejadian ISPA

Sikap

Cukup
K urang
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 60.498

lebih besar dari X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara sikap dengan kejadian ISPA dan nilai Phi 0.455

yang berarti memiliki hubungan sedang.

c. Hubungan Tindakan dengan kejadian ISPA


Tabel 5.11. Hubungan Tindakan dengan kejadian ISPA

Tindakan

C ukup
K urang

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 70.584

lebih besar dari X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara Tindakan dengan kejadian ISPA dan nilai Phi

0.491 yang berarti memiliki hubungan sedang.

d. Hubungan Lingkungan dengan kejadian ISPA


Tabel 5.12. Hubungan Lingkungan dengan kejadian ISPA

Lingkun
71

Cukup
K urang
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 74.684

lebih besar dari X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara Lingkungan dengan kejadian ISPA dan nilai Phi

0.505 yang berarti memiliki hubungan sedang.

e. Hubungan PHBS dengan Kejadian ISPA


Tabel 5.13. Hubungan PHBS dengan Kejadian ISPA

PHB

C ukup
K urang

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 56.071

lebih besar dari X2 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara PHBS dengan Kejadian ISPA dan nilai Phi 0.438

yang berarti memiliki hubungan sedang.

f. Perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA antara


wilayah risiko tinggi dengan wilayah risiko rendah
Tabel 5.14. Perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA

D es

R isiko Tinggi
R isiko R endah
72
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 15.978

lebih besar dari X2 tabel dengan p value 0.000<0,05. Maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan pengetahuan pada desa yang

terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh terhadap

Kejadian ISPA

g. Perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara wilayah


risiko tinggi dengan wilayah risiko rendah
Tabel 5.15. Perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA

D esa

R isiko Tinggi
R isiko R endah

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2

hitung 3.330>3,841 lebih besar dari X2 tabel dengan p value

0.035<0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap pada

desa yang terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh

terhadap Kejadian ISPA

h. Perbedaan faktor Tindakan dengan kejadian ISPA antara wilayah


risiko tinggi dengan wilayah risiko rendah
Tabel 5.16. Perbedaan faktor Tindakan dengan kejadian ISPA

D es

R isiko Tinggi
R isiko R endah
73
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2

hitung 11.255>3,841 lebih besar dari X2 tabel dengan p value

0.000<0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan Tindakan

pada desa yang terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa

terjauh terhadap Kejadian ISPA

i. Perbedaan faktor Lingkungan dengan kejadian ISPA antara


wilayah risiko tinggi dengan wilayah risiko rendah
Tabel 5.17. Perbedaan faktor Lingkungan dengan kejadian ISPA

D es

R isiko Tinggi
R isiko R endah

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2

hitung 0,015<3,841 lebih kecil dari X2 tabel dengan p value

0.545>0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan

lingkungan pada desa yang terletak dekat dengan Kawasan industry dan

desa terjauh terhadap Kejadian ISPA.

j. Perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara wilayah


risiko tinggi dengan wilayah risiko rendah
Tabel 5.18. Perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA

D es

R isiko Tinggi
74
R isiko R endah
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2

hitung 0.002<3,841 lebih kecil dari X2 tabel dengan p value

0.483>0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan PHBS

pada desa yang terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa

terjauh terhadap Kejadian ISPA.

k. Perbedaan Kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dengan


wilayah risiko rendah
Tabel 5.19. Perbedaan Kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi
dengan wilayah risiko rendah

D es

R isiko Tinggi
R isiko R endah
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2

hitung 1.865<3,841 lebih kecil dari X2 tabel dengan p value

0.086>0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan Kejadian

ISPA pada desa yang terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa

terjauh terhadap Kejadian ISPA.

B. Pembahasan

1. Hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA

Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang apa yang

dapat diperoleh secara formal maupun informal. Pengetahuan kesehatan

mempengaruhi perilaku karena pendidikan kesehatan dalam jangka

75
menengah (medium effect). Selain itu, perilaku kesehatan mempengaruhi

peningkatan indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari pendidikan

kesehatan (Notoatmodjo. S, 2016).

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 58.854

lebih besar dari X2 tabel dan nilai Phi 0.449 maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang sedang antara pengetahuan dengan kejadian

ISPA.

Minimnya pemahaman masyarakat akan dampak berbagai polutan,

seperti debu di udara dan efek hasil pembakaran pada cerobong tambang

nikel PT Virtue Dragon dan OSS, memberikan dampak negatif yang lebih

besar lagi bagi masyarakat sekitar.

Banyak masyarakat yang mengeluhkan batuk, sesak napas, dan

sesak napas akibat tidak sengaja menghirup asap dan debu di area

pertambangan. Pencemaran dengan bahan bakar kayu mengandung zat-

zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan, seperti basa kering, abu,

karbon, hidrogen, belerang, nitrogen dan oksigen. Cerobong asap biasa

ditemukan di perusahaan dan pabrik industri yang dibangun secara

vertikal. Cerobong dirancang untuk membawa asap dari angin (Purnama,

2016).

Hasil analisis deskriptif dijelaskan bahwa dari total responden 301

orang dinyatakan pengetahuan cukup Sebanyak 148 orang dimana

terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa mendikonu dan desa

76
wonua morini berjumlah 78 (60,00%). Dan dinyatakan pengetahuan

kurang sebanyak 153 orang serta terbanyak ditemukan pada desa dengan

risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa porara sejumlah 101 (59.06%).

Pengelolaan limbah industri yang buruk berdampak pada infeksi

akut jaringan paru (alveoli). Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur, atau partikel debu. Infeksi saluran pernapasan akut juga

dapat disebabkan oleh kecelakaan yang disebabkan oleh menghirup cairan

atau bahan kimia. Orang yang tinggal di daerah yang dekat dengan

kawasan industri berisiko terkena penyakit pernapasan akut karena

(pekerjaan dan polusi udara), kurang dari lima faktor (gizi dan kesehatan).

Penyebab ISPA adalah adanya faktor yang mengganggu

ketidakseimbangan antara pejamu dan lingkungan serta faktor yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Kecenderungan usia, pengetahuan,

sikap, perilaku, dll dalam pola hidup bersih dan sehat (Yustianingtias,

2016).

Dapat di asumsikan bahwa pengetahuan sangat mempengaruhi

prubahan derajad Kesehatan meskipun temapt pemukiman dekat dengan

area industri tambang. Sebab prilaku dan Tindakan juga sangat di

pengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Dengan upaya meningkatkan

pengetahuan baik secatra pribadi maupun mendapatkan dari beberapa

fasilitas Kesehatan termasuk penyuluhan terkait edukasi Kesehatan

77
diprediksikan dapat membantu mengurangi risiko angka kesakitan

meningkat.

2. Hubungan sikap dengan kejadian ISPA

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu bagaimana

sesorang dapat menyikapi terkait masalah ataupun risiko kejadian

penyakit baik dengan cara pencegahan atau merubah prilaku individunya.

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 60.498

lebih besar dari X2 tabel dan nilai Phi 0.455 maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang sedang antara sikap dengan kejadian ISPA.

Sikap adalah reaksi atau reaksi yang tetap tertutup terhadap suatu

stimulus atau sesuatu, dan para psikolog sosial berpendapat bahwa sikap

ini merupakan kemauan atau kesiapan untuk bertindak, bukan merupakan

implementasi dari motif-motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan

atau kegiatan, tetapi masih merupakan faktor kualifikasi untuk perilaku

perilaku. Sikap seseorang mempengaruhi perilaku sehatnya, dan sikap

positif seseorang menghasilkan perilaku yang positif dan sehat. Menurut

Rusli Ngatemin, ada beberapa tingkatan situasi. Artinya, menerima berarti

seseorang bersedia memperhatikan rangsangan yang disajikan oleh objek.

Tugas adalah indikator sikap, rasa syukur (katup) mendorong orang lain

untuk mengatasi atau mendiskusikan masalah merupakan indikator

tingkat ketiga sikap dan tanggung jawab (tanggung jawab) Lebih baik

78
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilih dengan risiko (R.

Ngatimin, 2003).

Kehadiran industri nikel di Kabupaten Konawe tentunya menjadi

nilai tambah bagi masyarakat di dalam dan sekitar daerah tersebut.

Industri nikel perlu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di

Kabupaten Konawe. Tujuan dari industri nikel adalah untuk

meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Konawe khususnya

di wilayah Moroshi, namun dari segi kesehatan, jika terjadi kesenjangan

antara jumlah penduduk dengan jumlah tenaga kesehatan, dan di bidang

industri. daerah Meningkatkan penyebaran fasilitas medis

Mansyah (2017) Dampak Tambang Batubara Terhadap Kehidupan

Sosial Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat di Kalsel, Tambang Rempah

dan Sanga Sanga memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan

ekonomi masyarakat, termasuk penyerapan tenaga kerja dan penciptaan

tenaga kerja. Peluang kerja dan peluang negatif seperti seringnya

semburan lumpur di lingkungan. Munculnya berbagai penyakit penduduk

seperti, , ISPA akibat limbah pertambangan, dan lain-lain yang dapat

merugikan masyarakat.

Hasil analisis deskriptif dijelaskan bahwa dari total responden 301

orang dinyatakan sikap cukup Sebanyak 122 orang dimana terbanyak

pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa porara

sebanyak 73 (42,69%), Dan dinyatakan sikap kurang sebanyak 173 orang

79
serta terbanyak ditemukan pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa

morosi dan desa porara sebanyak 98 (57,31%), hal ini juga dapat

disimpulkan bahwa adanya potensi kejadian ISPA bagi masyarakat

dengan berdomisili di daerah Kawasan industri.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sugihartono, 2012)

disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas padatnya

penduduk dengan kejadian ISPA. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan (Wulandari, PS, dkk, 2016) yang menunjukkan

bahwa yang tinggal di pemukiman padat memiliki risiko 4,4 kali lebih

besar terkena ISPA (P -nilai = 0,005 dan OR: 4,4.), dengan harapan

menyesuaikan keadaan perlunya menyikapi beberapa hal yang mungkin

perlu untuk meningkatkan derajad Kesehatan pada masyarakat itu sendiri.

3. Hubungan Tindakan dengan Kejadian ISPA

Tindakan dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa dalam

mencegah terjadinya ISPA pada aderah Kawasan industri yaitu perlunya

masyarakat secara individu berprilaku dengan membiasakan melakukan

pencegahan seperti mengunakan masker dan juga meningkatkan prilkau

hidup bersih dan sehat serta menananmkan untuk menjadi suatu kebutuhan

dan kebiasaan.

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 70.584

lebih besar dari X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

80
yang signifikan antara Tindakan dengan kejadian ISPA dan nilai Phi

0.491 yang berarti memiliki hubungan sedang.

Situasi tersebut tidak secara otomatis muncul dalam perilaku dan

memerlukan unsur-unsur pendukung untuk menunjukkan posisinya dalam

perilaku yang sebenarnya. Praktik adalah tindakan atau praktik dari apa

yang diketahui atau dilakukan seseorang. Kesehatan ini meliputi perilaku

terkait penyakit (pencegahan dan pengobatan penyakit), perilaku

memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan upaya kesehatan

lingkungan.

Jika semua potensi risiko dapat diidentifikasi dan dikendalikan

dan/atau batas aman terpenuhi, maka akan berkontribusi pada terciptanya

lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta kelancaran proses

produksi, sehingga mengurangi jumlah tugas. Sakit, kecelakaan kerja,

resiko kerugian, berdampak pada peningkatan produktivitas (Nachnul

Ansori et al., 2015)

Penelitian sebelumnya diketahui peningkatan ISPA di desa-desa

yang dilalui truk batu bara di jalan perusahaan dan jalan umum

menunjukkan keseriusan polusi udara dari debu batu bara, bahan bakar

untuk industri nikel. (Saputri, 2018).

Salah satu upaya untuk mengatasi risiko berkembangnya ISPA

adalah dengan mematuhi penggunaan alat pelindung diri saat memasuki

tempat kerja yang berbahaya. Hal ini tidak hanya berlaku bagi pekerja,

81
tetapi juga bagi pimpinan perusahaan, supervisor dan supervisor

lapangan, serta setiap orang yang memasuki tempat kerja. Proses

penerapan prosedur standar ini harus dilaksanakan untuk mencapai output

yang diinginkan (Solekhah, 2018)

Hasil analsiis deskriptif selaras dimana dapat dijelaskan bahwa

dari total responden 301 orang dinyatakan tindakan cukup Sebanyak 113

orang dimana terbanyak pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi

dan desa porara sebanyak 69 (40.35%), Dan dinyatakan tindakan kurang

sebanyak 188 orang serta terbanyak ditemukan pada desa dengan risiko

tinggi yaitu desa morosi dan desa porara sebanyak 102 (59.65%).

4. Hubungan Lingkungan dengan kejadian ISPA

Dengan adanya industri di Kecamatan morosi diketahui status

kesehatan tampak mengalami perubahan signifikan bahwa 10 (sepuluh)

penyakit terbesar untuk urutan pertama yaitu penyakit ISPA dan disusul

penyakit, hipertensi serta penyakit penyakit lainnya yang berhubungan

dengan kesehatan lingkungan seperti diare, TB Paru, ISPA, penyakit kulit

bahkan penyakit gangguan pesyarafan.

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 74.684

lebih besar dari X2 tabel dan nilai Phi 0.505 maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang sedang antara Lingkungan dengan kejadian.

Masyarakat juga merasakan dampak kawasan industri, khususnya

pencemaran dan kerusakan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan

82
kegiatan yang tidak termasuk pencemaran debu, kebisingan, dan bahan

kimia. Peningkatan ISPA di desa-desa yang dilalui truk batu bara di jalan

perusahaan dan jalan umum menunjukkan keseriusan polusi udara dari

debu batu bara, bahan bakar untuk industri nikel (Saputri, 2018).

Di sisi lain, terdapat dampak buruk seperti pencemaran lingkungan

dari industri yang tidak tertangani dengan baik seperti kebisingan, debu

dan gas, serta kerusakan lingkungan sekitar akibat kualitas air yang

rendah. Dampak ini dapat terus mempengaruhi kesehatan masyarakat,

sehingga dampak ini memerlukan infrastruktur kesehatan yang memadai

(Bappenas, 2019).

Mansyah (2017) Dampak pertambangan batubara terhadap

kehidupan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di Kecamatan

Sangha Sangha, Kabupaten Rempah-Rempah, Kalimantan Selatan

Pertambangan telah menyerap lapangan kerja, menciptakan peluang

usaha, seringnya banjir lumpur di masyarakat dan meresahkan

masyarakat. Hal-hal negatif seperti membiarkan penambangan tailing dan

munculnya berbagai penyakit seperti ISPA.

Menurut Bloom, faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya

penyakit merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat, terlepas dari sehat tidaknya lingkungan

kesehatan. .

83
Selain itu, derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan.

Misalnya, jika Anda memiliki cucu, seperti mereka yang menderita

infeksi saluran pernapasan akut, yang memiliki ventilasi yang baik di

rumah mereka untuk mengurangi kabut asap dan polusi udara, Anda

memerlukan salah satu dari yang berikut: Sistem pernapasan akut,

perawatan harian dalam kondisi baik, akut infeksi pernapasan menurun,

kesehatan berangsur-angsur membaik, dan efeknya saling eksklusif

(Usman, Taruna and Kusumawati, 2020).

Faktor lingkungan yang muncul di kawasan industri seperti

kepadatan penduduk, rumah kecil, penduduk besar, dan kurangnya

ventilasi dapat meningkatkan pencemaran udara di rumah dan

mempengaruhi daya tahan manusia (Amin, 2014).

Berdasarkan analisis deskriptif juga dapat dijelaskan bahwa dari

total responden 301 orang dinyatakan lingkungan cukup Sebanyak 113

orang dimana terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa

mendikonu dan desa Wonua Morini sebanyak 94 (72.31%), Dan

dinyatakan Lingkungan kurang sebanyak 188 orang serta terbanyak

ditemukan pada desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa

porara sebanyak 152 (88,89%), hal ini selaras dengan hasil uji statistic

yang manyatakan ada hubungan yang sedang.

5. Hubungan PHBS dengan Kejadian ISPA

84
Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai 56.071

lebih besar dari X2 tabel dan nilai Phi 0.438 maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara PHBS dengan Kejadian

ISPA.

Pengorganisasian adalah bagian umum dari manajemen, dan HRM

juga merupakan pengelolaan dan penggunaan sumber daya individu yang

ada (karyawan). Pengelolaannya dikembangkan untuk mencapai tujuan

organisasi dan pertumbuhan pribadi karyawan serta dimanfaatkan secara

optimal dalam dunia kerja (Indrasari, 2017).

Keadaan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan medis,

tetapi terutama lingkungan dan perilaku masyarakat. Melalui Program

Pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), banyak upaya

yang dilakukan untuk mengubah perilaku masyarakat dan membantu

meningkatkan kesehatannya (Fitrianingsih, 2014).

Perilaku merokok dari berbagai sudut pandang sangat merugikan

Anda dan orang-orang di sekitar Anda. Dari sudut pandang individu, ada

beberapa penelitian yang mendukung klaim ini. Dari sudut pandang

kesehatan, efek bahan kimia dalam tembakau, seperti nikotin, karbon

dioksida (karbon monoksida), dan tar, merangsang sistem saraf pusat dan

simpatik, yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan takikardia.

evaluasi. Ini menginduksi banyak penyakit seperti kanker, vasokonstriksi,

hipertensi, jantung, paru-paru, dan bronkitis kronis (Anwar &

Dharmayanti, 2014).
85
Bagi wanita hamil, merokok menyebabkan kelahiran prematur,

berat badan lahir rendah, kematian prenatal, kemungkinan cacat lahir, dan

masalah perkembangan. Indikator selanjutnya adalah olahraga atau

aktivitas fisik. Sebagian besar petani, petani, dan koboi menganggap diri

mereka atlet dan terlibat dalam berbagai aktivitas fisik. Model seperti itu

merupakan faktor utama dalam mengurangi jumlah orang yang terlibat

dalam olahraga (Natsir, 2019).

PHBS merupakan bagian penting dari pemeliharaan kesehatan

dasar oleh orang tua dari anak-anak, dan kesehatan mereka harus

ditingkatkan melalui penerapan PHBS. Hal ini dapat menurunkan angka

kesakitan dan kematian terutama pada bayi yang dianggap sangat rentan

terhadap penyakit dan gangguan kesehatan. Baik gangguan fisik

(perkembangan) maupun mental (perkembangan).

Berdasarkan analisis deskriptif dapat dijelaskan bahwa dari total

responden 301 orang dinyatakan lingkungan cukup Sebanyak 124 orang

dimana terbanyak pada desa dengan risiko rendah yaitu desa mendikonu

dan desa Wonua Morini sebanyak 94 (72.31%), Dan dinyatakan

Lingkungan kurang sebanyak 188 orang serta terbanyak ditemukan pada

desa dengan risiko tinggi yaitu desa morosi dan desa porara sebanyak 141

(82,46%) hal ini nampak jelas bahwa adanya perbedaan prilaku yang harus

di tingkatkan sesuai dengan Kawasan risiko tinggi dan risiko rendah akibat

polusi maupun limbah industri tersebut..

86
6. perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi

Hasil penelitian diketahui Diketahui ada perbedaan pengetahuan

pada desa yang terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh

terhadap Kejadian ISPA dengan hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai

15.978 lebih besar dari X2 tabel dengan p value 0.000<0,05. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pengeathaun sangat memepengaruhi

derajad Kesehatan sesorang baik secara individu maupun kelompok.

Perbedaan pada hasil penelitian diketahui bahwa daerah risiko tinggi

dengan pengetahuan cukup.

Dari data deskriptif diketahui desa dengan risiko tinggi terdapat 49

responden dengan pengetahuan cukup atau (71.0%) dan desa dengan

risiko rendah tyerdapat 99 responden atau (42,7%). Hasil observasi

diketahui Banyak masyarakat yang mengeluhkan batuk, sesak napas, dan

sesak napas akibat tidak sengaja menghirup asap dan debu di area

pertambangan, dengan demikian perlunya edukasi untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat dalam menecegah terjadinya ISPA. Di wilayah

sekitar area industry (Purnama, 2016).

7. perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko

tinggi

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2 hitung

3.330>3,841 lebih besar dari X2 tabel dengan p value 0.035<0.05. Maka

87
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap pada desa yang terletak

dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh terhadap Kejadian ISPA.

Hasil penelitian diketahui ada perbedaan dimana desa dengan risiko tinggi

dengan sikap cukup berjumlah 35 (50,7%), dan desa dengan risiko rendah

berjumlah 87 (37,5%), hal ini Nampak daerah atau desa dengan risiko

tinggi lebih rentan mengalami ISPA disbanding dengan desa dengan risiko

rendah.

Pencemaran dengan bahan bakar kayu mengandung zat-zat yang

sangat berbahaya bagi kesehatan, seperti basa kering, abu, karbon,

hidrogen, belerang, nitrogen dan oksigen. Cerobong asap biasa ditemukan

di perusahaan dan pabrik industri yang dibangun secara vertikal.

Cerobong dirancang untuk membawa asap dari angin (Purnama, 2016).

Kehadiran industri nikel di Kabupaten Konawe tentunya menjadi

nilai tambah bagi masyarakat di dalam dan sekitar daerah tersebut.

Industri nikel perlu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di

Kabupaten Konawe. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

(Sugihartono, 2012) disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan

antara intensitas padatnya penduduk dengan kejadian ISPA.

Keadaan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan medis,

tetapi terutama lingkungan dan perilaku masyarakat. Banyak upaya yang

dilakukan untuk mengubah perilaku masyarakat dan membantu

meningkatkan kesehatannya (Fitrianingsih, 2014).

88
8. perbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2 hitung

11.255>3,841 lebih besar dari X2 tabel dengan p value 0.000<0.05. Maka

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan Tindakan pada desa yang terletak

dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh terhadap Kejadian ISPA.

Hasil analisis inferensial diketahui terdapat perbedaan dimana desa

dengan risiko tinggi dengan Tindakan cukup berjumlah 38 atau (55,1%)

dan desa dengan risiko rendah berjumlah 74 (31.9%) dengan demikian

Nampak diketahui bahwa persentasi jumlah angka kejadian ISPA dengan

sikap masyarakat cukup terdapat pada daerah dengan risiko tinggi.

Penelitian sebelumnya diketahui peningkatan ISPA di desa-desa yang

dilalui truk batu bara di jalan perusahaan dan jalan umum menunjukkan

keseriusan polusi udara dari debu batu bara, bahan bakar untuk industri

nikel (Saputri, 2018).

Tindakan dimaksud yaitu melakukan pencegahan dengan

meningkatkan derajat Kesehatan seperti mengunakan masker, alat

pelindung diri dan juga rajin mencucui tangan. Hal ini tidak hanya

berlaku bagi masyarakat dan pekerja, tetapi juga bagi pimpinan

perusahaan, supervisor dan supervisor lapangan, serta setiap orang yang

89
memasuki tempat kerja. Proses penerapan prosedur standar ini harus

dilaksanakan untuk mencapai output yang diinginkan (Solekhah, 2018)

9. perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2 hitung

0,015<3,841 lebih kecil dari X2 tabel dengan p value 0.545>0.05. Maka

dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan lingkungan pada desa yang

terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh terhadap

Kejadian ISPA. Diketahui hasil analsisi infernsial Nampak perbedaan

dimana daerah dengan risiko tinggi namun memiliki lingkungan yang

cukup baik berjumlah 22 atau (31.9%) dan desa dengan risiko rendah

dengan lingkungan yang cukup baik yaitu berjumlah 78 responden

(33,6%). Dengan demikian hampir tidak ada perbedaan sehingga dapat di

asumsikan bahwa setiap daerah dengan lingkungan yang kurang baik akan

beresiko sama untuk terjadinya ISPA.

Minimnya pemahaman masyarakat akan dampak berbagai polutan,

seperti debu di udara dan efek hasil pembakaran pada cerobong tambang

nikel PT Virtue Dragon dan OSS, memberikan dampak negatif yang lebih

besar lagi bagi masyarakat sekitar

Penyebab ISPA adalah adanya faktor yang mengganggu

ketidakseimbangan antara pejamu dan lingkungan serta faktor yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Kecenderungan usia, pengetahuan,

90
sikap, perilaku, dll dalam pola hidup bersih dan sehat (Yustianingtias,

2016).

Mansyah (2017) Dampak Tambang Batubara Terhadap Kehidupan

Sosial Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat di Kalsel, Tambang Rempah

dan Sanga Sanga memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan

ekonomi masyarakat, termasuk penyerapan tenaga kerja dan penciptaan

tenaga kerja. Peluang kerja dan peluang negatif seperti seringnya

semburan lumpur di lingkungan. Dari hasil penelitian sebelumnya

dilakukan oleh (Sugihartono, 2012) disimpulkan terdapat hubungan yang

signifikan antara intensitas padatnya penduduk dengan kejadian ISPA.

faktor risiko lain yaitu tidak adanya drainasi, serta ditandainya ada

rendahnya kualitas air untuk skalamkonsumsi

10. perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara wilayah risiko

tinggi

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2 hitung

0.002<3,841 lebih kecil dari X2 tabel dengan p value 0.483>0.05. Maka

dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan PHBS pada desa yang terletak

dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh terhadap Kejadian ISPA.

Serta terdapat desa dengan risiko tinggi serta PHBS cukup berjumlah 25

(36.2%) dan desa dengan risiko rendah namun PHBS Cukup berjumlah 87

(37.5%) hal ini diketahui bahwa tidak ada perbedaan baik wilayah yang

91
risiko tinggi dengan risiko rendah namun memiliki PHBS yang minim

akan berpotensi mengalami kejadian ISPA.

11. perbedaan kejadian ISPA antara wilayah risiko tinggi dan risiko

rendah

Diketahui dari hasil uji Chi-Square test didapatkan nilai X2 hitung

1.865<3,841 lebih kecil dari X2 tabel dengan p value 0.086>0.05. Maka

dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan Kejadian ISPA pada desa yang

terletak dekat dengan Kawasan industry dan desa terjauh terhadap

Kejadian ISPA, dan terdapat desa dengan risiko tinggi namun tidak ISPA

Berjumlah 34 (49.3%) dan daerah dengan risiko rendah berjumlah 138

(59.5%) dengan demikian dapat diasumsikan bahwa tidak hampir tidak

memiliki perbedaan dimana dapat di asumsikan bahwa kejadian ISPA

dapat terjadi dimana saja selama adanya faktor pencetus seperti PHBS

yang kurang, pengetahaun dan letak adanya agen di wilayah diaman

masyarakat atau penduduk berdomisili.

Secara umum, daerah berisiko tinggi dapat digambarkan sebagai

daerah yang lebih dekat dengan kawasan industri dibandingkan dengan

daerah yang lebih jauh dari industri dan memiliki insiden yang lebih

rendah dibandingkan dengan daerah yang jauh dari industri. Namun

potensi terjadinya ISPA dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya

PHBS dan minimnya sanitasi.

92
Wilayah yang angka kejadian tertinggi dan sangat rentan serta

beresiko kejadian ISPA yaitu di ditemukan pada daerah Kawasan yang

terdekat (desa morosi dan desa porara), Infeksi saluran pernapasan akut,

juga dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan akut, biasanya disebabkan

oleh virus atau bakteri. Infeksi dimulai dengan atau tanpa demam dengan

satu atau lebih gejala berikut, seperti sakit tenggorokan, pilek, batuk

kering, dan batuk berdahak (Dongky and Kadrianti, 2016).

Infeksi akut pada saluran pernapasan atas meliputi rinitis, tonsilitis,

faringitis, sinusitis, dan otitis media. Saluran pernapasan bawah termasuk

epiglotis, croup, bronkitis, bronkiolitis, dan infeksi saluran pernapasan

akut (Purnama, 2016).

Timbulnya asap dan debu di kawasan industri meningkatkan risiko

penyakit pernapasan akut dan inhalasi yang tidak disengaja setiap hari,

menyebabkan banyak orang mengeluh batuk, sesak napas, dan kesulitan

bernapas. Pencemaran bahan bakar batubara mengandung zat-zat yang

sangat berbahaya bagi kesehatan, seperti basa kering, abu, karbon,

hidrogen, belerang, nitrogen dan oksigen (Usman, Taruna and

Kusumawati, 2020).

Selain itu, derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan.

Misalnya, jika Anda memiliki cucu, seperti mereka yang menderita infeksi

saluran pernapasan akut, yang memiliki ventilasi yang baik di rumah

mereka untuk mengurangi kabut asap dan polusi udara, Anda memerlukan

93
salah satu dari yang berikut: Sistem pernapasan akut, perawatan sehari-hari

dalam kondisi baik, akut infeksi pernapasan menurun, kesehatan

berangsur-angsur membaik, dan efeknya saling eksklusif (Usman, Taruna

and Kusumawati, 2020).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Ada hubungan sedang pada pengetahuan dengan kejadian ISPA dan nilai.

2. Ada hubungan sedang pada sikap dengan kejadian ISPA.

3. Ada hubungan sedang pada Tindakan dengan kejadian ISPA.

4. Ada hubungan sedang pada Lingkungan dengan kejadian ISPA.

5. Ada hubungan sedang pada PHBS dengan Kejadian ISPA.

94
6. Terdapat perbedaan faktor Pengetahuan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah

7. Terdapat perbedaan faktor Sikap dengan kejadian ISPA antara wilayah

risiko tinggi dan daerah beresiko rendah

8. Tidak terdapat perrbedaan faktor tindakan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah

9. Tidak terdapat perbedaan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah

10. Tidak terdapat perbedaan faktor PHBS dengan kejadian ISPA antara

wilayah risiko tinggi dan daerah beresiko rendah.

B. Saran

Hasil penelitian ini setelah diulas secara singkat dan disimpulkan

untuk setiap variabelnya dengan demikian ada beberapa saran yang peneliti

sampaikan dari hasil penelitian ini yaitu:

1. Untuk Pemerintah Daerah Provinsi

Perlunya lebih intens dan komprehensif dalam pengendalian lingkungan

akibat dampak pertambangan khususnya di Kabupaten konawe.

2. Untuk Pemerintah Kabupaten Konawe

95
Perlunya pendampingan secara Bersama sama para pelaku industri dalam

memberikan usaha perindustrian seminimal mungkin untuk mencegah

terjadinya dampak buruk terhadap masyarakat .

3. Untuk dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dan Puskesmas

Perlunya sosialisasi terkait Kesehatan bagi masyarakat khususnya di

Kawasan industri, terkhusus bagi Puskesmas setempat lebih optimal dalam

melakukan promosi Kesehatan kepada masyarakat sekitar daerah

perindustrian.

4. Untuk Peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya diharapkan agar melakukan penelitian dengan

vaiabel yang berbeda atau dengan analysis data yang lebih spesifik

sehingga dapat mendapatkan kebaharuan dari penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

ABDILA, R. (2020) “Virtue Dragon dan OSS Klaim Sudah Rekrut 3.300 Tenaga
Kerja Lokal,” p. 2. Available at:
https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/12/08/virtue-dragon-dan-oss-
klaim-sudah-rekrut-3300-tenaga-kerja-lokal.

AMIN, Z., 2014. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia
Berulang Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep Kota
Semarang. Jurnal Universitas Negeri Semarang, p. 2.

ANDANI, R. AND HARIYONO, W. (2017) “Penerapan standar operasional


prosedur perilaku selamat dan kecelakaan kerja di pabrik gula tasikmadu
96
karanganyar,” Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), Volume
5(Nomor 3), pp. 978–979.

ANWAR, A. & DHARMAYANTI, I., 2014. Pneumonia pada Anak Balita di


Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, p. 8.

AZWAR, AZRUL H, 2005. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. v ed. Jakarta:


Pustaka.

APRILIANA (2017) Gambaran Kadar Hemoglobin Dan Jumlah Eritrosit


Pekerja Yang Terpapar Bahan Kimia Lem Pada Home Industri Sepatu,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang 2017.

ARIEF, R. (2020) “Pengaruh Penerapan Standar Operasional Prosedur (Sop),


Gaya Kepemimpinan, Dan Audit Internal Terhadap Kinerja Karyawan
(Studi Kasus Pada Pt. Mega Pesanggrahan Indah),” Jurnal Ekonomika
dan Manajemen, 9(2), pp. 125–143.

ASTUTI, L. Y., HUDHARIANI, R. N. AND AGUSMAN, F. (2017) “Hubungan


Shift Kerja Dan Lama Jam Kerja Dengan Beban Kerja Perawat Di Ruang
Rawat Inap Penyakit Dalam Rsud Ambarawa STIKes Karya Husada
Semarang Email : rose.stikes@yahoo.co.id,” STIKes Karya Husada
Semarang, 2(2), pp. 1–9.

AZIZAH, A. N. (2019) “Hubungan Penggunaan APD Terhadap Keluhan


Dermatitis pada Pekerja di Kawasan Industri Kulit & Produk Kulit
Magetan,” Kesehatan Lingkungan, 11(2), pp. 1–11. Available at:
http://digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY.

BAPPENAS (2019) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM)


2020-2024, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.

BUDIARTI, A., ARBITERA, C. AND WENNY, D. M. (2019) “the Relationship


of Knowledge, Supervision, and Socialization With Occupational
Accidents At Pt. Tatamulia Nusantara Indah,” Journal of Industrial
Hygiene and Occupational Health, 4(1), p. 42. doi:
10.21111/jihoh.v4i1.3340.

DEWY, T. S. (2020) “Pengaruh Latihan Slowdeep Breathing Terhadap


Respiration Rate Pada Pasien ISPA,” Jurnal Darul Azhar, 9(1), pp. 70–
97
76. Available at:
https://jurnal-kesehatan.id/index.php/JDAB/article/view/177/152https://
jurnal-kesehatan.id/index.php/JDAB/article/view/177/152.

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KONAWE (2020) Profil Kesehatan


Kabupaten Konawe.

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI SULAWESI TENGGARA (2019)


Profil Provinsi Sulawesi Tenggara.

DONGKY, P. AND KADRIANTI, K. (2016) “Faktor Risiko Lingkungan Fisik


Rumah Dengan Kejadian Ispa Balita Di Kelurahan Takatidung Polewali
Mandar,” Unnes Journal of Public Health, 5(4), p. 324. doi:
10.15294/ujph.v5i4.13962.

EBI, K. L., HESS, J. J. AND WATKISS, P. (2017) Health Risks and Costs of
Climate Variability and Change, Disease Control Priorities, Third
Edition (Volume 7): Injury Prevention and Environmental Health. Edited
by D. T. Jamison, R. Nugent, and H. Gelband. doi: 10.1596/978-1-4648-
0522-6_ch8.

FATIMAH, S. AND LUCKYTASARI, D. (2016) “Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Terjadinya Pre Eklampsia Berat Pada Ibu Bersalin Di
Rumah Sakit Budi Lestari,” Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
As-syafi’iyah Jakarta, Indonesia, 2(2), pp. 463–474.

FITRIANINGSIH, N., 2014. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP


BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MLATI II
YOGYAKARTA. Jurnal Keperawatan UMY, pp. 1-7.

HARTATI, S., 2010. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Anak Balita Di RSUD Pasar Rebo. Jurnal
Keperawatan UI Depok, p. 1.

HIDAYAH, N. (2015) “Model Manajemen Mutu Terpadu Pelayanan Kesehatan


Untuk Pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar,”
Jurnal Administrasi Publik, 5(1), pp. 20–30.

HIDAYATULLOH, A. AND HARI, D. (2018) Keselamatan Pasien dan K3.


Available at: http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/4436/5/Keselamatan Pasien
98
dan K3.pdf.

HILMAWAN, R. G., SULASTRI, M. AND NURDIANTI, R. (2020) “Hubungan


Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Kelurahan
Sukajaya Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya,” Jurnal Mitra
Kencana Keperawatan Dan Kebidanan, 4(1). doi: 10.54440/jmk.v4i1.94.

INDRAWATI AND NUFUS, K. (2018) “Faktor – Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Kandang Di Pt
Charoen Pokphand Jaya Farm 3 Kecamatan Kuok,” Jurnal Ners, 2(1),
pp. 56–71.

KEMENTRIAN ENERGI DAN MINERAL RI (2021) Laporan Kinerja Menteri


Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

KEMENTRIAN KETENAGA KERJAAN (2021) “Peraturan Menteri Ketenaga


kerjaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2021.” Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.tecto.2012.06.047%0Ahttp://www.geohaz.org
/news/images/publications/gesi-report with
prologue.pdf%0Ahttp://ec.europa.eu/echo/civil_protection/civil/pdfdocs/
earthquakes_en.pdf%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.gr.2011.06.005%0Ahttp:/.

KEMPE, F. (2021) The Global Energy Agenda. 4th ed. Edited by R. Bell et al.
Washington, D.C: Atlantic Council. Available at:
https://www.atlanticcouncil.org/wp-content/uploads/2021/01/The-
Global-Energy-Agenda-2021.pdf.

KOMPAS (2020) Rekam Jejak Virtue Dragon, Perusahaan Penampung 500 TKA
China, Kompas. Available at:
https://money.kompas.com/read/2020/05/02/104538226/rekam-jejak-
virtue-dragon-perusahaan-penampung-500-tka-china?page=all.

LEFTA, M., WOLFF, G. AND ESSER, K. A. (2019) “Circadian Rhythms, the


Molecular Clock, and Skeletal Muscle,” Methods Molecular Biology,
176(5), pp. 139–148. doi: 10.1016/B978-0-12-385940-2.00009-
7.Circadian.

LISTYOWATI, 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan


Kejadian Pneumonia pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tegal
Barat Kota Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat, p. 1.
99
MAFRA, R. (2021) “Analisis Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
( APD ) Pada Peserta Pelatihan Keterampilan Tukang dan Pekerja
Konstruksi Compliance Analysis of Personal Protective Equipment ( PPE
) Uses For Workers and Construction Workers Skills Training
Participants,” Jurnal Arsir, 5(2), pp. 48–63.

MURTI, B. (2019) “Perlukah menghitung ukuran sampel?,” YARSI Medical


Journal, 15(1). doi: 10.33476/jky.v15i1.1009.

MUTAQIN, Z. AND SUMIATI, M. (2019) “Pelaksanaan Standar Operasional


Prosedur Dalam Meningkatkan Pelayanan Rawat Jalan Pada Puskesmas
Klangenan Kabupaten Cirebon,” 1(1), pp. 111–132.

NACHNUL ANSORI ET AL. (2015) “Evaluasi Kesehatan Dan Keselamatan


Kerja (K3) Ukm Batik Putra Madura Dengan Behavior Based
Safety(BBS),” in Universitas Atma Jaya, p. 452.

NATSIR, M. F., 2019. Perilaku Hidup Bersih dan sehat pada tatanan Rumah
Tangga masyarakat Desa Parang Baddo. Lembaga Penelitian dan
Pengabdian UNHAS, pp. 54-59.

PADMONOBO;, 2012. . Hubungan Faktor – Faktor Lingkungan Fisik Rumah


dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di wilayah Kerja Puskesmas
jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
p. 2.

PANGESTU, Y. A., SUHERLAN, E. AND HARIBUDIMAN, O. (2021) “Faktor-


faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA pada Pekerja Cleaning
Service di Yayasan Badan Perguruan Indonesia,” in Prociding
Kedokteran, pp. 174–178.

PERATURAN PRESIDEN RI (2019) “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 88 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Kerja,” Peraturan Presiden
RI.

Pratama, M. A. and Wijaya, O. (2019) “HUBUNGAN ANTARA SHIFT KERJA,


WAKTU KERJA Dan Kualitas Tidur Dengan Kelelahan Pada Pekerja Pt.
Pamapersada Sumatera Selatan,” Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), pp. 1–10.

PURNAMA, S. G. (2016) “Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan,” Ministry


100
of Health of the Republic of Indonesia, p. 112.

PUSKESMAS MOROSI (2020) Profil Puskesmas Morosi Kabupaten Konawe.

PUSKESMAS MOROSI (2021) Profil Kesehatan Puskesmas Morosi (Rekam


Medis). Kabupaten Konawe.

PUTERI, A. D. AND AFRIANTI, S. (2019) “Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Unit Pelayanan Teknik di PT.
PLN Bangkinang Kota,” PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat,
3(1), pp. 23–34.

PUTRA, R. R. (2018) “Auswirkung der SOP auf die Mitarbeiterleistung Pengaruh


SOP Terhadap K Karyawan,” Politeknik Negeri Bandung, 2(2), pp. 1–11.

R. NGATIMIN, 2003. Disability Oriented Approach - Promosi Kesehatan Untuk


Hidup Sehat. 3 ed. Makassar: Yayasan-PK.

RACHMAN, T. (2018) “Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),” in Seminar


Nasional Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Yogyakarta: UGM, pp. 1–
279.

RAMADHANY, F. A. AND PRISTYA, T. Y. R. (2019) “Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Tindakan Tidak Selamat ( Unsafe Act ) pada
Pekerja di Bagian Produksi PT Lestari Banten Energi Faktors Related to
Unsafe Action on Workers in the Production Section of PT Lestari
Banten Energi,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 11(2), pp. 199–
205.

RAMDHANI A. (2017) “(PDF) Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik,”


https://www.researchgate.net/publication/313842407_Konsep_Umum_P
elaksanaan_Kebijakan_Publik, 11, p. 12.

RATNANI, R. (2017) “Teknik Pengendalian Pencemaran Udara Yang


Diakibatkan Oleh Partikel,” Jurnal Momentum UNWAHAS, 4(2), pp.
114–195.

RATNASARI, K. (2019) “10 Kriteria Rumah Sehat Menurut Kemenkes, Pastikan


Hunianmu Sudah Memenuhi Syarat,” Rumah123.Com, 1(1), pp. 1–4.
Available at: https://artikel.rumah123.com/10-kriteria-rumah-sehat-
menurut-kemenkes-pastikan-hunianmu-sudah-memenuhi-syarat-54467.
101
RIMPOROK, M. R. et al. (2016) Buku Pedoman Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). Manado. Available at: Terdapat tiga istilah yang digunakan
untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang timbul
karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau
lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja.

RUBY, N. F. (2021) “Suppression of Circadian Timing and Its Impact on the


Hippocampus,” Frontiers in Neuroscience, 15(April), pp. 1–17. doi:
10.3389/fnins.2021.642376.

RUHIAT, Y. et al. (2017) “Penyebaran Pencemar Udara di Kawasan Industri


Cilegon,” Agromet, 22(1), pp. 22–32.

SAPUTRI, H. D. (2018) “Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Pertambangan


Batubara Pada Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan
Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat,” p. 117-99 ‫; ص‬8 ‫شماره‬.

SARI, E. N., HANDAYANI, L. AND SAUFI, A. (2017) “Correlation Between


Age and Working Periods with Musculoskeletal Disorders ( MSDs ) in
Laundry Workers,” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(9), pp. 183–
194.

SARI, E.L, 2014. Hubugan antara Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pati I
Kabupaten Pati. Jurnal Kesehatan Masyarakat, p. 1.

SARI, R. O. AND RIFAI, M. (2019) “Hubungan Postur Kerja dan Masa Kerja
dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pembatik
Giriloyo,” Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan,
Yogyakarta Jalan, 53(9), pp. 1–15. Available at:
http://eprints.uad.ac.id/14975/1/T1_1500029018_NASKAH
PUBLIKASI.pdf.

SARWONO, YUDYASTANTI, P. AND MARSITO (2021) “Hubungan


Penggunaan Apd Masker Terhadap Risiko Gangguan Pernafasan Ispa
Pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu Di Wadaslintang,” Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 17(2), pp. 141–147. doi:
10.26753/jikk.v17i2.659.

SETYOKO (2017) “Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja,” Tameh: Journal of Civil Engineering, 10(1), pp. 20–27. doi:
102
10.37598/tameh.v10i1.127.

SIMANJUNTAK, E. Y. AND HALAWA, B. A. SYAHPUTRA (2019) “Faktor –


Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Gunungsitoli Nias,” Indonesian
Trust Health Journal, 1(2), pp. 68–75. doi: 10.37104/ithj.v1i2.15.

SIREGAR, M. A., ARIANI, Y. AND TARIGAN, A. P. (2021) “The effects of


combination orthopneic position and pursed lips breathing on respiratory
status of COPD patients,” European Journal of Molecular and Clinical
Medicine, 8(3), pp. 4106–4111.

SOLEHUDIN, A. (2018) Keamanan, Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)


TAMBANG.

SOLEKHAH, S. A. (2018) “Faktor Perilaku Kepatuhan Penggunaan Apd Pada


Pekerja Pt X,” Jurnal PROMKES, 6(1), p. 1. doi:
10.20473/jpk.v6.i1.2018.1-11.

SUGIYONO (2016) “Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods.” Bandung:


Alfabeta.

SUGIYONO, 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

SUGIYONO, 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

SUGIYONO, 2019. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. 1 ed.


Bandung: ALFABETA.

SUHARNI, S. AND IS, J. M. (2019) “Determinan Kejadian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut pada Balita 3-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Ujong Fatihah Kabupaten Nagan Raya,” J-Kesmas: Jurnal Fakultas
Kesehatan Masyarakat (The Indonesian Journal of Public Health), 6(1),
p. 28. doi: 10.35308/j-kesmas.v6i1.1183.

SYAPUTRA, E. M. AND NURBAETI, T. S. (2020) “Hubungan Masa Kerja


dengan Perilaku Aman pada Pekerja Bagian Workshop di PT.X
Indramayu,” Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(1), pp. 1–4.

TARWIYAH, S. (2019) “Penerapan Sop ( Standard Operating Procedures ) Untuk


Meningkatkan Kualitas Kerja Pada Suatu Kantor Application of Sop

103
( Standard Operating Procedures ) To Increase Work Quality At,”
Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung, 2(2), pp. 1–14.

TAUFIQ, A. R. (2019) “Penerapan Standar Operasional Prosedur (Sop) Dan


Akuntabilitas Kinerja Rumah Sakit,” Jurnal Profita, 12(1), p. 56. doi:
10.22441/profita.2019.v12.01.005.

USMAN, W., TARUNA, J. AND KUSUMAWATI, N. (2020) “Faktor – Faktor


Penyebab Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Musim
Kemarau Pada Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas Kampar,”
PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(2), pp. 149–156. doi:
10.31004/prepotif.v4i2.964.

VERONICAH, M. (2015) “Effects of Sand Harvesting on Environment and


Educational Outcomes in Public Primary Schools in Kathiani Sub-
County , Kenya,” Journal of Education and Practice, 6(24), pp. 88–98.

VLAHOVICH, K. P. AND SOOD, A. (2021) “A 2019 Update on Occupational


Lung Diseases: A Narrative Review,” Pulmonary Therapy, 7(1), pp. 75–
87. doi: 10.1007/s41030-020-00143-4.

WAHYUDI, A. (2018) Modul E Learning Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


(K3) Investigasi Kecelakaan Kerja, Modul E Learning K3. Available at:
https://properti.kompas.com/read/2018/02/21/100000621.

WALUYO, M. (2010) Manajemen Perusahaan Industri, Book. Available at:


https://core.ac.uk/download/43007238.pdf.

WARDHANA, A. S. AND DEWI MARFUAH (2021) “The Analysis of


influenced fac tors of obedience in using safety equipment in Hospital ’ s
Nutrition Instalation at Salatiga,” Media Publikasi Penelitian, 19(1), pp.
54–60.

WARDHANI, A. K., RACHMAWATI, S. AND RINAWATI, S. (2018) “Faktor-


Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan
Akibat Paparan Debu Silika (Sio2) Pada Area Hand Moulding I, Hand
Moulding Ii, Hand Moulding Iii, Fetling Dan Melting Pekerja Pabrik 1
Pengecoran Pt Barata Indonesia (PERSERO),” Jurnal Kesehatan, 11(1),
Pp. 56–66.

WAWORUNTU, W. (2016) Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi


104
Saluran Pernapasan Akut Kata, Kementerian kesehatan RI. doi:
10.47655/dialog.v44i1.470.

WIDYAWATI, W., HIDAYAH, D. AND ANDARINI, I. (2020) “Hubungan


Status Gizi dengan Angka Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Balita Usia 1-5 Tahun di Surakarta,” Smart Medical
Journal, 3(2), p. 59. doi: 10.13057/smj.v3i2.35649.

ZOLANDA, A., RAHARJO, M. AND SETIANI, O. (2021) “Faktor Risiko


Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita Di Indonesia,”
Link, 17(1), pp. 73–80. doi: 10.31983/link.v17i1.6828.

ALUR PENELITIAN

Pengambilan Data Menyusun Proposal Ujian Pra dan


awal Berdasarkan (Perencanaan) Proposal
Masalah
1. Desa tidak
Beresiko (Desa
Terjauh dari
Interprestasi hasil Melakukan
Kawasan
penelitian (Ujian Hasil) Penelitian
Industri)
2. Desa Beresiko
(Desa Terdekat Uji Validitas
dari Kawasan Ujian Tesis Instrumen
Industri).

Pengumpulan Data
Pembagian Kuesioner
pada Responden
berdasarkan sampel
yang telah di tentukan
105
Pengolahan Data:
1. Analsisi Deskriptif
2. Analisis chisquare Test
3. Uji Beda

106
Kebaharuan Penelitian

No Nama Judul Vaiabel Kesimpulan


1 Rahmawati (2015) Analisa Hubungan Antara Independen: Papapran Para pekerja tambang yang terpajan gas sulfur secara
Paparan Gas Sulfur Gas Sulfur terus menerus akan mengalami beberapa masalah
dengan Gangguan Sistem Dependen: Gangguan kesehatan seperti halnya gangguan pada saluran
Pernafasan pada Sistem Pernafasan pernafasan, didapatkan hasil juga bahwa semakin
Penambang Belerang di tinggi paparan gas sulfur yang terhirup oleh pekerja
PT. Candi Ngrimbi tambang maka akan semakin parah pula dampak yang
Banyuwangi akan diakibatkan pada saluran nafas pekerja tambang
tersebut. Melalui observasi sebagian besar para pekerja
tambang belerang mengalami gangguan pada
pernafasan seperti batuk 53%, flu 38% dan faringitis
64% akibat menghirup gas belerang.
2 Mansyah (2017) Dampak pertambangan Independen: Pertambangan memiliki dampak yang positif terhadap
batubara bagi kehidupan Pertambangan Batu kehidupan sosial ekonomi masyarakat seperti
sosial ekonomi masyarakat Bara perekrutan tenaga kerja, memunculkan peluang usaha
dan kesehatan di Dependen: Sosial dan juga negatifnya seperti sering terjadinya banjir
Kecamatan Sangasanga, Ekonomi dan lumpur dilingkungan warga dan limbah pertambangan

102
Kabupaten bumbu Kesehatan yang mengganggu masyarakat serta timbulnya
Provinsi Kalimantan beberapa penyakit seperti ISPA
Selatan
3 Nurul M dan R. Hubungan Paparan Nikel Independen: Paparan Hasil pemeriksaan kadar nikel limbah cair rata-rata
Azizah (2017) Dengan Gangguan Nikel pada bak pembilas sebesar 10,815 mg/l dan yang
Kesehatan Kulit Pada Dependen: Ganguan mengalir di selokan sebesar 4,24 mg/l. Terdapat 7
Pekerja Industri Rumah Kesehatan (tujuh) pekerja yang mengalami gangguan kesehatan
Tangga Pelapisan Logam kulit pada industri rumah tangga pelapisan logam
Di Kabupaten Sidoarjo

4 Hendry Febriana Faktor yang Berhubungan Variabel Independen: Perbedaan penelitian ini dengan penelitain sebelumnya
Hende (2022) Dengan Kejadian Infeksi 1. Pengetahuan yaitu terkait variabel dimana variabel pada penelitian

103
Saluran Pernafasan Di 2. Sikap sebelumnya hanya berjumlah 1 (satu) dengan metode
Kecamatan Morosi (Studi 3. Tindakan penelitian kualitatif sementara penelitian terbaru
Komparasi di Puskesmas 4. Lingkungan dan dengan variabel yang lebih dari satu serta metode
Morosi) 5. PHBS penelitian kuantitatif. Perbedaan lainnya yaitu pada
Variabel Dependen: Kawasan industri dengan pengelolaan hasil tambang
Infeksi Saluran yang berbeda dimana sebelumnya membahas hasil
Pernafasan Akut tambang sulfur dan batubara sementara penelitian
(ISPA). terbaru yang saya lakukan membahasa dampak dari
industri nikel.

104
Lampiran Instrumen Penelitian

INSTRUMEN PENELITIAN

A. Identitas Responden

1. N a m a : __________________________

2. Jenis kelamin :

Pria Wanita

3. Umur : _________ tahun

4. Alamat : _________________________

5. Pendidikan terakhir :

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. DIPLOMA

e. S1

f. S2

g. S3

6. Pekerjaan :

a. Tidak Bekerja, Pelajar/Mahasiswa

b. PNS/SWASTA

c. Wiraswasta

105
Kuesioner Penelitian

PENGETAHUAN

1. Apa yang saudara ketahui tentang ISPA


a. ISPA adalah Batuk Flu pada anak-anak
b. ISPA adalah penyakit menular pada saluran pernafasan yang
perlangsungannya cepat atu tiba-tiba
c. ISPA adalah Infeksi saluran penafasan akut
d. ISPA adalah Penyakit menular
2. Apa penyebab dari ISPA?
a. Bakteri
b. Bakteri dan Virus
c. Jamur
d. Debu
3. Apa saja gejala ISPA?
a. Flu, Batuk, Demam
b. Sakit Kepala, Flu, Nyeri persendian
c. Batuk, Flu, Muntah
d. Batuk lama
4. Bagaimana ISPA dapat menular?
a. Kontak dan Udara
b. Droplet
c. Makanan dan minuman
d. Kotak, droplet, aerosol
5. Bagaimana cara mencegah penularan ISPA?
a. Minum obat
b. Kebiasaan mencuci tangan dan tidak merokok
c. Selalu memakai masker di tempat keramaian
d. Prilaku hidup bersih dan sehat serta memakai masker
6. Apakah saja faktor resiko terjadinya ISPA?
a. Debu, Polusi
b. Usia
c. Daya tahan tubuh, usia, lingkungan
d. Sering keluar malam hari

106
SIKAP

No Pernyataan SS S R TS STS

1 ISPA bisa disembuhkan hanya dengan istirahat


2 Anak perlu makanan yang bergizi untuk pencegahan
ISPA
3 Memberikan imunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio,
Campak, dan Hepatitis) dapat menurunkan resiko
terjadinya ISPA
4 Imunisasi bisa membuat anak menjadi sehat
5 Jika anak demam setelah di imunisasi
sebaiknya perlu mengkonsultasikan ke petugas
Kesehatan terdekat

6 Membiasakan sebelum dan sesudah makan


mencuci tangan dengan sabun

7 Membersihkan rumah secara teratur


adalah salah satu cara untuk menurunkan resiko
terjadinya ISPA
8 Membiarkan jendela tertutup sepanjang
hari merupakan cara untuk mencegah ISPA

9 Diadakan gotong royong atau membersihkan


lingkungan di tempat tinggal dapat menurunkan
resiko terjadinya ISPA

10 Jika Saudara dekat dengan keluarga


yang menderita batuk pilek, saudara dapat
menderita batuk pilek juga
11 Menutup mulut saat batuk
merupakan cara untuk mencegah penularan
ISPA
12 Penderita ISPA harus segera dibawa ke dokter

107
TINDAKAN

No Pernyataan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang pernah
1 Saya makanan makanan yang cukup gizi (4 sehat 5
sempurna)
2 Jika saya kurang selera makan, saya selalu merubah
menu makanan lain

3 Saya segera mengkonsultasikan Kesehatan saya jika


saya merasa sakit.

4 Saya membawa keluarga dan saya ke posyandu atau


Puskesmas untuk pemeriksaan kesehatan

5 Saya memasak dan mencuci tangan dengan


menggunakan air bersih

6 Saya mengajak keluarga saya untuk rajin cuci tangan


sebelum dan sesudah makan
7 Saya menjauhkan keluarga saya dari asap rokok
ataupun asap dari pembakaran baik debu dan polusi
industri pertambangan
8 Saya menutup mulut saya jika ingin batuk atau bersin

9 Jika ada anggota keluarga yang mengalami batuk pilek,


saya akan menyuruhnya mengunakan masker dan ke
dokter
10 Saat sakit, saya selalu rajin memakai masker

LINGKUNGAN

Butir pertayaan observasi Ya/ada Tidak Keterangan

1. Apakah rumah di pemukiman tempat


bapak/ibu tinggal jaraknya kurang dari
30meter.

2. Berapa jumlah orang yang tinggal di rumah


a. Padat (bila jumlah orang x 8 m² > luas
rumah)
b. Tidak padat (bila jumlah orang x 8 m² <
luas rumah)

108
3. Apakah rumah memiliki ventilasi udara
minimal 30x50cm? Bila Ya, ada
berapa buah ............ buah

4. Apakah rumah bapak/ibu memiliki jendela ?

5. Apakah ada ventilasi/lubang udara selalu


dibuka

6. Apakah jendela selalu dibuka

7. Apakah jendela masih berfungsi dengan


baik

8. Apakah Jalan sekitar rumah tempat tinggal


belum diaspal dan berdebu?

9. Apakah rumah tempat tinggal ramai dilalui


kendaraan?

10. Apakah terdapat pabrik dengan cerobong


asap disekitar tempat tinggal?

PHBS
1. Apakah keluarga tidak ada yang merokok?
Y Tidak
a

2. Apakah keluarga tidak memperbolehkan orang merokok dalam rumah?


Y Tidak
a

3. Apakah dalam keluarga membiasakan mencucui tangan sebelum dan


sesudah melakukan aktifitas menggunakan sabun?
Y Tidak
a

109
4. Apakah dalam keluarga mengunakan air besih untuk kebutuhan sehari
hari?
Y Tidak
a

5. Apakah dalam keluarga membiasakan mencucui makanan sebelum di


konsumsi ?
Y Tidak
a

6. Apakah dalam keluarga membiasakan mengkonsumsi air yang sudah di


masak terlebih dahulu ?
Y Tidak
a

7. Apakah dalam keluarga ibu membiasakan pemeriksaan kesehatan minimal


6 bulan sekali?
Y Tidak
a

8. Apakah dalam keluarga memakai masker jika sakit batuk/flu atau saat
keluar rumah ketempat keramaian?
Y Tidak
a

110
JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN

1. a. 1 4. a. 3

b. 4 b. 2

c. 3 c. 1

d. 2 d. 4

2. a. 2 5. a. 1

b. 4 b. 3

c. 1 c. 2

d. 3 d. 4

3. a. 4 6. a. 3

b. 3 b. 2

c. 2 c. 4

d. 1 d. 1

111
MASTER TABEL

No Pend Umur

1 SMP 38
2 SMA 42 112
3 TB 50

No Pend Umur

80 SMA 41
81 SMA 47 113
82 S1 48

No Pend Umur

159 SMA 50
160 SMA 25 114
161 SMA 50

No Pend Umur

238 S1 41
239 SMA 38
240 SMA 41 115
116
Lampiran Output SPSS
Correlations
Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Jumlah
Soal1 Pearson Correlation 1 .492* .390 .492* .596** .776**
Sig. (2-tailed) .027 .089 .027 .006 .000
N 20 20 20 20 20 20
Soal2 Pearson Correlation .492 *
1 .471* .792** .492* .845**
Sig. (2-tailed) .027 .036 .000 .027 .000
N 20 20 20 20 20 20
Soal3 Pearson Correlation .390 .471* 1 .471* .390 .704**
Sig. (2-tailed) .089 .036 .036 .089 .001
N 20 20 20 20 20 20
Soal4 Pearson Correlation .492* .792** .471* 1 .287 .791**
Sig. (2-tailed) .027 .000 .036 .220 .000
N 20 20 20 20 20 20
Soal5 Pearson Correlation .596** .492* .390 .287 1 .723**
Sig. (2-tailed) .006 .027 .089 .220 .000
N 20 20 20 20 20 20
Jumlah Pearson Correlation .776** .845** .704** .791** .723** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .001 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

RELIABILITY
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5
/SCALE('ALL VAIABELS') ALL
/MODEL=ALPHA.

Scale: ALL VAIABELS

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all vaiabels in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.826 5

117
CORRELATIONS
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Soal10 Soal11 Soal12 Soal13
Soal14 Jumlah
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
Correlations

Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Soal10 Soal11 Soal12 Soal13 Soal14 Jumlah
Soal1 Pearson Correlation 1 .704** .800** .734** .704** .734** .704** .800** .503* .600** .704** .800** .503* .600** .848**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .001 .000 .001 .000 .024 .005 .001 .000 .024 .005 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal2 Pearson Correlation .704** 1 .704** .811** .616** .811** .616** .704** .818** .503* .616** .704** .818** .503* .851**

Sig. (2-tailed) .001 .001 .000 .004 .000 .004 .001 .000 .024 .004 .001 .000 .024 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal3 Pearson Correlation .800** .704** 1 .524* .905** .524* .905** 1.000** .503* .800** .905** 1.000** .503* .800** .935**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .018 .000 .018 .000 .000 .024 .000 .000 .000 .024 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal4 Pearson Correlation .734** .811** .524* 1 .453* 1.000** .453* .524* .664** .314 .453* .524* .664** .314 .720**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .018 .045 .000 .045 .018 .001 .177 .045 .018 .001 .177 .000

115
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal5 Pearson Correlation .704** .616** .905** .453* 1 .453* 1.000** .905** .596** .704** 1.000** .905** .596** .704** .906**

Sig. (2-tailed) .001 .004 .000 .045 .045 .000 .000 .006 .001 .000 .000 .006 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal6 Pearson Correlation .734** .811** .524* 1.000** .453* 1 .453* .524* .664** .314 .453* .524* .664** .314 .720**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .018 .000 .045 .045 .018 .001 .177 .045 .018 .001 .177 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal7 Pearson Correlation .704** .616** .905** .453* 1.000** .453* 1 .905** .596** .704** 1.000** .905** .596** .704** .906**

Sig. (2-tailed) .001 .004 .000 .045 .000 .045 .000 .006 .001 .000 .000 .006 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal8 Pearson Correlation .800** .704** 1.000** .524* .905** .524* .905** 1 .503* .800** .905** 1.000** .503* .800** .935**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .018 .000 .018 .000 .024 .000 .000 .000 .024 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal9 Pearson Correlation .503* .818** .503* .664** .596** .664** .596** .503* 1 .302 .596** .503* 1.000** .302 .732**

116
Sig. (2-tailed) .024 .000 .024 .001 .006 .001 .006 .024 .196 .006 .024 .000 .196 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal10 Pearson Correlation .600** .503* .800** .314 .704** .314 .704** .800** .302 1 .704** .800** .302 1.000** .761**

Sig. (2-tailed) .005 .024 .000 .177 .001 .177 .001 .000 .196 .001 .000 .196 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal11 Pearson Correlation .704** .616** .905** .453* 1.000** .453* 1.000** .905** .596** .704** 1 .905** .596** .704** .906**

Sig. (2-tailed) .001 .004 .000 .045 .000 .045 .000 .000 .006 .001 .000 .006 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal12 Pearson Correlation .800** .704** 1.000** .524* .905** .524* .905** 1.000** .503* .800** .905** 1 .503* .800** .935**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .018 .000 .018 .000 .000 .024 .000 .000 .024 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal13 Pearson Correlation .503* .818** .503* .664** .596** .664** .596** .503* 1.000** .302 .596** .503* 1 .302 .732**

Sig. (2-tailed) .024 .000 .024 .001 .006 .001 .006 .024 .000 .196 .006 .024 .196 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

117
Soal14 Pearson Correlation .600** .503* .800** .314 .704** .314 .704** .800** .302 1.000** .704** .800** .302 1 .761**

Sig. (2-tailed) .005 .024 .000 .177 .001 .177 .001 .000 .196 .000 .001 .000 .196 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Jumlah Pearson Correlation .848** .851** .935** .720** .906** .720** .906** .935** .732** .761** .906** .935** .732** .761** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

RELIABILITY
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Soal10 Soal11 Soal12 Soal13
Soal14
/SCALE('ALL VAIABELS') ALL
/MODEL=ALPHA.
Scale: ALL VAIABELS

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all vaiabels in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.966 14
CORRELATIONS
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Soal10 Jumlah
/PRINT=TWOTAIL NOSIG

118
/MISSING=PAIRWISE.

Correlations

Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Soal10 Jumlah
Soal1 Pearson Correlation 1 .755** .928** .722** .723** .737** .746** .773** .885** .676** .915**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal2 Pearson Correlation .755** 1 .760** .983** .680** .666** .988** .549* .744** .565** .889**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001 .001 .000 .012 .000 .009 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal3 Pearson Correlation .928** .760** 1 .731** .737** .821** .756** .805** .958** .700** .944**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal4 Pearson Correlation .722** .983** .731** 1 .654** .664** .972** .552* .716** .571** .873**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .002 .001 .000 .012 .000 .009 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

119
Soal5 Pearson Correlation .723** .680** .737** .654** 1 .664** .692** .675** .753** .799** .843**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .002 .001 .001 .001 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal6 Pearson Correlation .737** .666** .821** .664** .664** 1 .667** .633** .787** .722** .844**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .001 .001 .001 .003 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal7 Pearson Correlation .746** .988** .756** .972** .692** .667** 1 .501* .765** .597** .888**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .001 .001 .025 .000 .005 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal8 Pearson Correlation .773** .549* .805** .552* .675** .633** .501* 1 .712** .702** .786**

Sig. (2-tailed) .000 .012 .000 .012 .001 .003 .025 .000 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal9 Pearson Correlation .885** .744** .958** .716** .753** .787** .765** .712** 1 .689** .924**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000

120
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Soal10 Pearson Correlation .676** .565** .700** .571** .799** .722** .597** .702** .689** 1 .796**

Sig. (2-tailed) .001 .009 .001 .009 .000 .000 .005 .001 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Jumlah Pearson Correlation .915** .889** .944** .873** .843** .844** .888** .786** .924** .796** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

RELIABILITY
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Soal10
/SCALE('ALL VAIABELS') ALL
/MODEL=ALPHA.

Scale: ALL VAIABELS

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all vaiabels in the procedure.

121
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.965 10

CORRELATIONS
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Jumlah
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.

Correlations
Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9 Jumlah
Soal1 Pearson Correlation 1 .471* .408 .533* .583** .698** .583** .408 .899** .768**
Sig. (2-tailed) .036 .074 .015 .007 .001 .007 .074 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal2 Pearson Correlation .471* 1 .524* .664** .471* .811** .899** .524* .560* .815**
Sig. (2-tailed) .036 .018 .001 .036 .000 .000 .018 .010 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal3 Pearson Correlation .408 .524* 1 .503* .612** .704** .612** 1.000** .314 .786**
Sig. (2-tailed) .074 .018 .024 .004 .001 .004 .000 .177 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal4 Pearson Correlation .533* .664** .503* 1 .328 .616** .739** .503* .664** .765**
Sig. (2-tailed) .015 .001 .024 .158 .004 .000 .024 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal5 Pearson Correlation .583** .471* .612** .328 1 .698** .583** .612** .471* .739**
Sig. (2-tailed) .007 .036 .004 .158 .001 .007 .004 .036 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal6 Pearson Correlation .698** .811** .704** .616** .698** 1 .903** .704** .601** .928**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .001 .004 .001 .000 .001 .005 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal7 Pearson Correlation .583** .899** .612** .739** .583** .903** 1 .612** .685** .911**
Sig. (2-tailed) .007 .000 .004 .000 .007 .000 .004 .001 .000

122
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal8 Pearson Correlation .408 .524* 1.000** .503* .612** .704** .612** 1 .314 .786**
Sig. (2-tailed) .074 .018 .000 .024 .004 .001 .004 .177 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal9 Pearson Correlation .899** .560* .314 .664** .471* .601** .685** .314 1 .756**
Sig. (2-tailed) .000 .010 .177 .001 .036 .005 .001 .177 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Jumlah Pearson Correlation .768** .815** .786** .765** .739** .928** .911** .786** .756** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

RELIABILITY
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Soal8 Soal9
/SCALE('ALL VAIABELS') ALL
/MODEL=ALPHA.

Scale: ALL VAIABELS

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all vaiabels in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.933 9
123
CORRELATIONS
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Jumlah
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.

Correlations
Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7 Jumlah
Soal1 Pearson Correlation 1 .704** .800** .734** .704** .734** .704** .894**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .001 .000 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal2 Pearson Correlation .704** 1 .704** .811** .616** .811** .616** .873**
Sig. (2-tailed) .001 .001 .000 .004 .000 .004 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal3 Pearson Correlation .800** .704** 1 .524* .905** .524* .905** .894**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .018 .000 .018 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal4 Pearson Correlation .734** .811** .524* 1 .453* 1.000** .453* .822**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .018 .045 .000 .045 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal5 Pearson Correlation .704** .616** .905** .453* 1 .453* 1.000** .856**
Sig. (2-tailed) .001 .004 .000 .045 .045 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal6 Pearson Correlation .734** .811** .524* 1.000** .453* 1 .453* .822**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .018 .000 .045 .045 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Soal7 Pearson Correlation .704** .616** .905** .453* 1.000** .453* 1 .856**
Sig. (2-tailed) .001 .004 .000 .045 .000 .045 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20

124
Jumlah Pearson Correlation .894** .873** .894** .822** .856** .822** .856** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

RELIABILITY
/VAIABELS=Soal1 Soal2 Soal3 Soal4 Soal5 Soal6 Soal7
/SCALE('ALL VAIABELS') ALL
/MODEL=ALPHA.

Scale: ALL VAIABELS

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all vaiabels in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.941 7

125
126
CROSSTABS
/TABELS=Pengetahuan BY ISPA
/FORMAT=AVALUE TABELS
/STATISTICS=CHISQ PHI
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * ISPA 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

Pengetahuan * ISPA Crosstabulation


ISPA
YA TIDAK Total
Pengetahuan Kurang Count 99 54 153
% within Pengetahuan 64.7% 35.3% 100.0%
Cukup Count 30 118 148
% within Pengetahuan 20.3% 79.7% 100.0%
Total Count 129 172 301
% within Pengetahuan 42.9% 57.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 60.655a 1 .000
Continuity Correctionb 58.854 1 .000
Likelihood Ratio 63.219 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 60.453 1 .000
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 63.43.
b. Computed only for a 2x2 tabel

Symmetric Measures
Value Approximate Significance
Nominal by Nominal Phi .449 .000
Cramer's V .449 .000
N of Valid Cases 301

115
CROSSTABS
/TABELS=Sikap BY ISPA
/FORMAT=AVALUE TABELS
/STATISTICS=CHISQ PHI
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Sikap * ISPA 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

Sikap * ISPA Crosstabulation

ISPA

YA TIDAK Total
Sikap Kurang Count 110 69 179

% within Sikap 61.5% 38.5% 100.0%

Cukup Count 19 103 122

% within Sikap 15.6% 84.4% 100.0%

Total Count 129 172 301

% within Sikap 42.9% 57.1% 100.0%

Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value df Significance (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 62.357a 1 .000
Continuity Correctionb 60.498 1 .000
Likelihood Ratio 66.901 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 62.150 1 .000
N of Valid Cases 301
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 52.29.

b. Computed only for a 2x2 tabel

Symmetric Measures

116
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Phi .455 .000

Cramer's V .455 .000

N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABELS=Tindakan BY ISPA
/FORMAT=AVALUE TABELS
/STATISTICS=CHISQ PHI
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Tindakan * ISPA 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

Tindakan * ISPA Crosstabulation

ISPA

YA TIDAK Total
Tindakan Kurang Count 116 72 188

117
% within Tindakan 61.7% 38.3% 100.0%

Cukup Count 13 100 113

% within Tindakan 11.5% 88.5% 100.0%

Total Count 129 172 301

% within Tindakan 42.9% 57.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig.
Value df sided) Exact Sig. (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 72.619a 1 .000
Continuity Correctionb 70.584 1 .000
Likelihood Ratio 80.214 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 72.378 1 .000
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48.43.
b. Computed only for a 2x2 tabel
Symmetric Measures

Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Phi .491 .000

Cramer's V .491 .000

N of Valid Cases 301

118
CROSSTABS
/TABELS=PHBS BY ISPA
/FORMAT=AVALUE TABELS
/STATISTICS=CHISQ PHI
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Lingkungan * ISPA 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

Lingkungan * ISPA Crosstabulation


ISPA
YA TIDAK Total
Lingkungan Kurang Count 117 71 188
% within Lingkungan 62.2% 37.8% 100.0%
Cukup Count 12 101 113
% within Lingkungan 10.6% 89.4% 100.0%
Total Count 129 172 301
% within Lingkungan 42.9% 57.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 76.777a 1 .000
Continuity Correctionb 74.684 1 .000
Likelihood Ratio 85.360 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 76.522 1 .000
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48.43.
b. Computed only for a 2x2 tabel
Symmetric Measures

Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Phi .505 .000

Cramer's V .505 .000

N of Valid Cases 301

119
CROSSTABS
/TABELS=PHBS BY ISPA
/FORMAT=AVALUE TABELS
/STATISTICS=CHISQ PHI
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PHBS * ISPA 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

PHBS * ISPA Crosstabulation


ISPA
YA TIDAK Total
PHBS Kurang Count 108 69 177
% within PHBS 61.0% 39.0% 100.0%
Cukup Count 21 103 124
% within PHBS 16.9% 83.1% 100.0%
Total Count 129 172 301
% within PHBS 42.9% 57.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 57.857a 1 .000
Continuity Correctionb 56.071 1 .000
Likelihood Ratio 61.595 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 57.665 1 .000
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 53.14.
b. Computed only for a 2x2 tabel
Symmetric Measures

Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Phi .438 .000

Cramer's V .438 .000

120
N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABLES=DESA BY PENGETAHUAN
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CC
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


DESA * PENGETAHUAN 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

DESA * PENGETAHUAN Crosstabulation

PENGETAHUAN

KURANG CUKUP Total


DESA RISIKO TINGGI Count 20 49 69

% within DESA 29.0% 71.0% 100.0%

RISIKO RENDAH Count 133 99 232

% within DESA 57.3% 42.7% 100.0%

Total Count 153 148 301

% within DESA 50.8% 49.2% 100.0%

Chi-Square Tests

121
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 17.093a 1 .000
Continuity Correctionb 15.978 1 .000
Likelihood Ratio 17.493 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 17.036 1 .000
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33.93.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures

Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .232 .000

N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABLES=DESA BY SIKAP
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CC
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DESA * SIKAP 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

DESA * SIKAP Crosstabulation


SIKAP
KURANG CUKUP Total
DESA RISIKO TINGGI Count 34 35 69
% within DESA 49.3% 50.7% 100.0%
122
RISIKO RENDAH Count 145 87 232
% within DESA 62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 179 122 301
% within DESA 59.5% 40.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.859a 1 .049
Continuity Correctionb 3.330 1 .068
Likelihood Ratio 3.810 1 .051
Fisher's Exact Test .052 .035
Linear-by-Linear 3.846 1 .050
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.97.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .113 .049
N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABLES=DESA BY TINDAKAN
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CC
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DESA * TINDAKAN 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

DESA * TINDAKAN Crosstabulation


TINDAKAN
KURANG CUKUP Total
DESA RISIKO TINGGI Count 31 38 69

123
% within DESA 44.9% 55.1% 100.0%
RISIKO RENDAH Count 158 74 232
% within DESA 68.1% 31.9% 100.0%
Total Count 189 112 301
% within DESA 62.8% 37.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 12.226a 1 .000
Continuity Correctionb 11.255 1 .001
Likelihood Ratio 11.909 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear 12.186 1 .000
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.67.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .198 .000
N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABLES=DESA BY LINGKUNGAN
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CC
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DESA * LINGKUNGAN 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

DESA * LINGKUNGAN Crosstabulation


LINGKUNGAN
KURANG CUKUP Total

124
DESA RISIKO TINGGI Count 47 22 69
% within DESA 68.1% 31.9% 100.0%
RISIKO RENDAH Count 154 78 232
% within DESA 66.4% 33.6% 100.0%
Total Count 201 100 301
% within DESA 66.8% 33.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .072a 1 .788
Continuity Correctionb .015 1 .902
Likelihood Ratio .073 1 .788
Fisher's Exact Test .884 .454
Linear-by-Linear .072 1 .788
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.92.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .015 .788
N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABLES=DESA BY PHBS
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CC
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DESA * PHBS 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

DESA * PHBS Crosstabulation


PHBS
KURANG CUKUP Total
DESA RISIKO TINGGI Count 44 25 69

125
% within DESA 63.8% 36.2% 100.0%
RISIKO RENDAH Count 145 87 232
% within DESA 62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 189 112 301
% within DESA 62.8% 37.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .037a 1 .848
Continuity Correctionb .002 1 .961
Likelihood Ratio .037 1 .848
Fisher's Exact Test .888 .483
Linear-by-Linear .036 1 .849
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.67.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .011 .848
N of Valid Cases 301

CROSSTABS
/TABLES=DESA BY ISPA
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CC
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
DESA * ISPA 301 100.0% 0 0.0% 301 100.0%

DESA * ISPA Crosstabulation


ISPA
ISPA TIDAK ISPA Total
DESA RISIKO TINGGI Count 35 34 69
126
% within DESA 50.7% 49.3% 100.0%
RISIKO RENDAH Count 94 138 232
% within DESA 40.5% 59.5% 100.0%
Total Count 129 172 301
% within DESA 42.9% 57.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.263a 1 .133
Continuity Correctionb 1.865 1 .172
Likelihood Ratio 2.246 1 .134
Fisher's Exact Test .166 .086
Linear-by-Linear 2.255 1 .133
Association
N of Valid Cases 301

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29.57.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .086 .133
N of Valid Cases 301

127
DOKUMENTASI

Anamnese Pasien ISPA (Desa dengan Risiko Rendah)

131
Anamnese Pasien ISPA
(Dilakukan kegiatan ini saat pasien dipastikan didiagnosa oleh dokter dengan
ISPA)

132
Membantu melakukan untuk mengisi kuesioner berdasarkan jawaban
responden

133
Melakukan anamneses pada responden dengan diagnose ISPA yang
berdomisili di desa morosi dan bekerja sebagai karyawan PT OSS

134

Anda mungkin juga menyukai