Anda di halaman 1dari 57

KARYA TULIS AKHIR

PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI SECTIO CAESAR


PADA PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXONE DAN
CEFAZOLINE

Oleh:

Dwita Erca Cintika

NIM. 201610330311096

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
i

KARYA TULIS AKHIR

PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI SECTIO CAESAR


PADA PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXONE DAN
CEFAZOLINE

Oleh :
Dwita Erca Cintika
NIM. 201610330311096

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
ii

PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI SECTIO CAESAR


PADA PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXONE DAN
CEFAZOLINE

KARYA TULIS AKHIR

Diajukan kepada

Universitas Muhammadiyah Malang

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Fakultas Kedokteran

Oleh:

Dwita Erca Cintika

NIM. 201610330311096

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG

2020
iii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KAJIAN PUSTAKA PLUS

Telah Disetujui Sebagai Kajian Pustaka Plus Untuk Memenuhi Persyaratan

Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang

Tanggal :

Pembimbing I

dr. Kusuma Andriana, Sp.OG

NIP 0725096801

Pembimbing II

dr. Rahayu, Sp.S

NIP. 11307040456
Mengetahui,

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah Malang

Dekan,

Dr. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD.FINASIM

NIP : 19680521 200501 100


iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya tulis akhir ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dwita Erca Cintika

NIM : 201610330311096

Malang 27 Juni 2020

Penulis
v

LEMBAR PENGUJIAN

Karya Tulis Akhir oleh Dwita Erca Cintika ini

telah diuji dan dipertahankan didepan Tim Penguji

pada tanggal :

Tim Penguji

dr. Kusuma Andriana, Sp.OG , Ketua

dr. Rahayu, Sp.S , Anggota

Dr. dr. Fathiyah Safithri M.Kes , Anggota


vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim,

Alhamdulillah, Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas

karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir ini yang

berjudul “Perbedaan Kejadian Infeksi Luka Operasi Sectio Caesar Pada

Pemakaian Antibiotik Profilaksis Ceftriaxone dan Cefazoline”.

Penyusunan karya tulis akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Jurusan Pendidikan Dokter di

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Penyusunan karya tulis

ini telah banyak mendapat bantuan serta bimbingan. Oleh sebab itu, penulis

mengucapkan rasa terimakasih kepada :

1. Dr. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD, FINASIM selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

2. dr. Moch. Maroef, Sp.OG selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang.

3. dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp.KK selaku Wakil Dekan II Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

4. dr. Indra Setiawan, SP.THT selaku Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Dr. Kusuma Andriana, Sp.OG selaku pembimbing 1 yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, memberi dukungan, pencerahan,

memberi saran, dan kesabaran yang telah diberikan.


vii

6. dr. Rahayu Gunardjo, Sp.S selaku pembimbing 2 yang penuh kesabaran

membimbing, memberi saran, terimakasih atas ketelitiannya dalam

penulisan saya.

7. Dr. dr. Fathiyah Safithri M.Kes. sebagai penguji

8. Orang tua dan saudara, terima kasih sudah mendukung dan mendoakan

walaupun posisinya sedang tidak tinggal dengan saya.

9. Sahabat dan teman-teman yang selalu bersedia menerima keluh kesah saya

tentang skripsi Irma, Arum, Savira, Safira, Ilma, Nadia, dan teman teman

lain yang tidak bisa saya sebutkan namanya disini.

Saya mengharapkan semoga karya tulis akhir ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat dan pihak terkait. Saya menyadari bahwa penulisan karya tulis akhir

ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik serta

saran yang membangun guna kesempurnaan karya tulis akhir ini. 

Malang, Juni 2020

Penulis
viii

RINGKASAN

Erca Cintika, Dwita. 2020. Perbedaan Kejadian Infeksi Luka Operasi Sectio
Caesar Pada Pemakaian Antibiotik Profilaksis Ceftriaxone dan
Cefazoline, Karya Tulis Akhir. Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Malang. Pembimbing : (1) (Kusuma Andriana) *(2)
(Rahayu)**

Latar Belakang : Angka kejadian bedah caesar semakin meningkat tiap


tahunnya. Infeksi merupakan salah satu komplikasi dari prosedur pembedahan
caesar. Banyak faktor yang dapat meningkatkan infeksi pasca pembedahan
caesar. Dalam prosedur pembedahan caesar, penggunaan antibiotik profilaksis
sangat direkomendasikan untuk mengurangi angka morbiditas. Ceftriaxone dan
Cefazoline terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis sectio caesarea (SC).

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan kejadian infeksi luka operasi SC pada


pemakaian Ceftriaxone dan Cefazoline sebagai antibiotik profilaksis.

Metode : Penelusuran pustaka pada publikasi dari database PubMed dan Google
Scholar dengan menggunakan kata kunci: “ceftriaxone”, “cefazoline”, “sectio
caesar”, “profilaksis”, “infeksi”, serta variasinya dalam Bahasa Indonesia maupun
Bahasa Inggris. Proses pencarian dibatasi pada artikel terpublikasi pada jurnal
nasional terakreditasi Sinta atau jurnal internasional bereputasi baik, diterbitkan
paling lama tahun 2017, dan berbahasa Indonesia atau Inggris.

Hasil : Hasil pencarian menghasilkan 6 jurnal yang meneliti tentang kejadian


infeksi luka operasi SC pada penggunaan Ceftriaxone dan Cefazoline sebagai
antibiotik profilaksis.

Kesimpulan : Tidak ada penelitian yang membandingkan langsung cefazolin dan


ceftriaxone dalam mencegah terjadinya infeksi luka operasi SC sehingga belum
dapat dipastikan bagaimana perbedaan kejadian infeksi luka operasi SC pada
penggunaan ceftriaxone dan cefazoline sebagai antibiotik profilaksis karena
masing masing antibiotik tersebut terbukti efektif pada berbagai penelitian

Kata Kunci: Cefazolin, Ceftriaxone, Sectio Caesar, Antibiotik profilaksis,


Infeksi.
ix

SUMMARY

Erca Cintika, Dwita. 2020. Differences in The Incidence of Sectio Caesarean


Infections in The Use of Prophylactic Antibiotics Ceftriaxone and
Cefazoline, Thesis, Medical Faculty, University Of Muhammadiyah
Malang. Advisor (1) (Kusuma Andriana)*(2) ( Rahayu)

Background : The incidence of cesarean section is increasing every year.


Infection is one of the complications of a caesarean section. Many factors can
increase infection after a caesarean section. In cesarean section procedures, the
use of prophylactic antibiotics is highly recommended to reduce morbidity.
Ceftriaxone and Cefazoline had proven to be effective as prophylactic antibiotics
in caesarean section.

Aim : To determine the difference in the incidence of caesarean section wound


infections in the use of Ceftriaxone and Cefazoline as prophylactic antibiotics.

Method : Literature searches were done on publications from the PubMed and
Google Scholar databases by using keywords: "ceftriaxone", "cefazoline",
"caesarean section", "prophylaxis", "infection", as well as variations in Indonesian
and English. The search process is limited to articles published in Sinta accredited
national journals or reputable international journals, published no later than 2017,
and written in Indonesian or English.

Results : The results of the search were 6 journals that studied the incidence of
caesarean section wounds in the use of Ceftriaxone and Cefazoline as prophylactic
antibiotics.

Conclusion : There were no studies that directly compare cefazolin and


ceftriaxone in preventing the occurrence of SC surgical site infections so it is
uncertain how the difference in the incidence of SC surgery site infection in the
use of ceftriaxone and cefazoline as prophylactic antibiotics because each of these
antibiotics has proven effective in various studies

Keywords: Cefazolin, Ceftriaxone, Sectio Caesar, Prophylactic antibiotic,


Infection
x

DAFTAR ISI

JUDUL DALAM i
HALAMAN PRASYARAT GELAR ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS iv
LEMBAR PENGUJI v
KATA PENGANTAR vi
RINGKASAN viii
SUMMARY ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Fokus Pembahasan Gagasan Utama 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
1.4.1 Manfaat Akademis 3
1.4.2 Manfaat Klinis 3
1.5 Metode Penulusuran 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Sectio Caesarean 5
2.1.1 Jenis Sectio Caesarean 5
2.1.2 Indikasi Sectio Caesarean 7
2.1.3 Kontraindikasi Sectio Caesarean 9
2.1.4 Faktor Risiko Sectio Caesarean 9
2.1.5 Komplikasi Sectio Caesarean 10
2.2 Infeksi Luka Operasi Sectio Caesarean 14
2.2.1 Etiologi Infeksi Luka Operasi Sectio Caesarean 14
2.2.2 Klasifikasi Infeksi Luka Operasi Sectio Caesarean 14
2.2.3 Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Sectio Caesarean 15
2.2.4 Kritertia Diagnosis Infeksi Luka Operasi Sectio
Caesarean 15
2.2.5 Pencegahan Infeksi Luka Operasi Sectio Caesarean 16
2.3 Antibiotik Profilaksis 17
2.3.1 Indikasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Sectio
Caesar 17
2.3.2 Pemilihan Antibiotik Profilaksis pada Sectio Caesar 18
2.3.3 Resistensi Antibiotik Profilaksis pada Sectio Caesar 18
2.3.4 Uji Kepekaan Antibiotik Profilaksis pada Sectio
Caesar 19
2.4 Cefalosporin 20
2.4.1 Ceftriaxone 20
2.4.2 Cefazolin 20
BAB 3 PEMBAHASAN 22
BAB 4 PENUTUP 29
xi

4.1 Kesimpulan 29
4.2 Saran. 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 36
xii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel 3.1 Kejadian Infeksi Luka Operasi SC pada 22
Pemakaian Ceftriaxone dan Cefazoline
i

DAFTAR SINGKATAN

CDC : Centre for Disease Control and Prevention


IUFD : Intra Uterine Fetal Death
IV : Intra Vena
PPH : Post Partum Hemorage
SC : Sectio Caesarean
SSI : Surgical Site Infection
TTV : Tanda tanda vital
ii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman


Lampiran 1 Rangkuman Jurnal 36
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kejadian sectio caesar (SC) semakin meningkat tiap tahunnya yang

dimana berdasarkan WHO, standard SC di sebuah negara adalah 5–10% per

kelahiran di dunia. Peningkatan persalinan dengan prosedur SC ini terjadi

pada kisaran tahun 2007–2008 dengan 110.000 per kelahiran di Asia

termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan angka bedah

caesar yang disertai kejadian infeksi luka pasca SC dimana didapatkan data

sekitar 90% morbiditas pasca SC disebabkan oleh infeksi luka operasi (Afroz

& Rashid, 2019).

Infeksi merupakan salah satu komplikasi dari prosedur SC dan banyak

faktor yang dapat meningkatkan infeksi pasca SC seperti kegawatdaruratan

SC, lama persalinan, penggunaan antibiotik profilaksis atau tidak, jumlah

kunjungan prenatal, dan sebagainya. Peneliti sebelumnya menemukan data

bahwa sekitar 14 – 16% pasien yang melalui prosedur SC mendapatkan

infeksi luka operasi (Adane, 2019). Infeksi luka operasi tersebut

menyebabkan 90% morbiditas pasca SC(Afroz & Rashid, 2019).

Beberapa sumber menjelaskan pemberian antibiotik profilaksis dalam

praktik klinik sangat bermanfaat dimana infeksi dapat dikurangi dengan

penggunaan antibiotik profilaksis. Dikatakan bahwa dosis dan waktu

pemberian antibiotic profilaksis mempengaruhi efektivitas antibiotic

profilaksis tersebut. Dalam prosedur SC, penggunaan antibiotik profilaksis


3

sangat direkomendasikan untuk mengurangi angka morbiditas dimana

dikatakan apabila tidak menggunakan antibiotik profilaksis, dapat

meningkatkan kejadian endometritis postpartum sebanyak 30–45%. Bahkan

walau sudah menggunakan antibiotik profilaksis masih dapat menyebabkan

endometritis sebanyak 2–15% (Unbound Medicine, 2018).

WHO merekomendasikan antibiotik profilaksis yang digunakan dalam

prosedur sectio caesarea yaitu golongan cefalosporin generasi pertama seperti

Cefazolin (WHO,2017). Ceftriaxone dan Cefazoline merupakan obat dari

golongan Cefalosporin yang berbeda generasi. Ceftriaxone merupakan

generasi ketiga dari Cefalosporin golongan ketiga dengan spectrum yang luas

(Kamfose et al, 2020). Sedangkan Cefazoline termasuk Cefalosporin

golongan pertama dengan daya bunuh terhadap bakteri khususnya bakteri

gram positif pada saat SC dan penetrasi yang tinggi dijaringan (Muzayyanah

et al., 2018). Pada penelitian sebelumnya oleh Mugisa et al. (2018),

Ceftriaxone terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis SC. Di Indonesia

sendiri, beberapa rumah sakit dalam praktik pembedahan SC menggunakan

antibiotik profilaksis Ceftriaxone seperti salah satu RS di Tanggerang dengan

alasan ceftriaxone terbukti secara empiris terhadap pasien bedah SC yang

ditangani (Rusdiana, 2017). Sedangkan Cefazoline yang juga rekomendasi

dari WHO juga efektif mengurangi risiko infeksi luka operasi pada operasi

SC (Purbadi & Fadli, 2017).

Berdasarkan beberapa informasi di atas, maka peneliti ingin melakukan

kajian pustaka untuk mengetahui perbedaan kejadian infeksi luka operasi SC

pada pemakaian Ceftriaxone dan Cefazoline.


4

1.2 Fokus Pembahasan dan Gagasan Utama

Bagaimana perbedaan kejadian infeksi luka operasi SC pada pemakaian

Ceftriaxone dan Cefazoline sebagai antibiotik profilaksis

1.3 Tujuan

Mengetahui perbedaan kejadian infeksi luka operasi SC pada pemakaian

Ceftriaxone dan Cefazoline sebagai antibiotik profilaksis.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Akademik

1. Memberikan referensi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk

penelitian agar dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi SC.

2. Mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama mengenai antibiotik

profilaksis.

1.4.2 Manfaat Klinis

1. Memberi informasi mengenai angka kejadian infeksi luka operasi SC

terkait dua jenis antibiotik profilaksis yang berbeda

2. Dapat memberikan masukan terkait penggunaan antibiotik profilaksis

pada divisi obstetrik ginekologi di Indonesia


5

1.5 Metode Penelusuran

Tinjauan pustaka dilakukan untuk menentukan perbedaan kejadian

infeksi luka operasi SC pada pemakaian Ceftriaxone dan Cefazoline sehingga

kata kunci yang dipakai antara lain: “ceftriaxone”, “cefazoline”, “sectio

caesar”, “profilaksis”, “infeksi”, serta variasinya dalam Bahasa Indonesia

maupun Bahasa Inggris. Pencarian dilakukan di Google Scholar dan PubMed.

Pustaka yang dipakai sebagai pustaka utama harus memenuhi kriteria inklusi

sebagai berikut: merupakan artikel terpublikasi pada jurnal nasional

terakreditasi Sinta atau jurnal internasional bereputasi baik terindeks Scopus

maupun non-Scopus, diterbitkan paling lama tahun 2017, dan berbahasa

Indonesia atau Inggris. Sebagai pelengkap dapat digunakan pustaka yang

yang relevan yang diacu oleh pustaka utama dan buku literatur atau textbook

bukan buku ajar, paling lama 10 tahun terakhir.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sectio Cesarea

Sectio caesarea (SC) adalah proses persalinan yang dimana

mengeluarkan bayi dari perut seorang ibu dengan cara menginsisi bagian

perut (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Seiring perkembangan

jaman, bedah, insisi ini dapati dilakukan dibagian perut bawah. SC ini bisa

dilakukan secara elektif apabila ada indikasi bayi tidak bisa dilahirkan

secara normal ataupun bisa dilakukan secara mendadak (emergency)

apabila ada kondisi dimana bayi harus dilahirkan segera (Ni et al., 2018).

2.1.1 Jenis Sectio Caesarea

Sectio Caesarea dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda

Merupakan jenis pembedahan yang paling banyak dilakukan dimana

dokter nantinya akan membedah perut ibu dengan cara menginsisi di

segmen bagian bawah uterus. Jenis ini memberikan beberapa keuntungan

seperti perdarahan luka insisi yang tidak banyak, risiko peritonitis yang

tidak besar, jaringan parut saat proses penyembuhan pada uterus umumnya

kuat sehingga risiko ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena dalam

masa nifas ibu pada segmen bagian bawah uterus tidak banyak mengalami

kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna

(Prawirhadjo, 2017).

6
7

2) Sectio Caesarea Klasik atau Sectio Caesarea Corporal

Tindakan pembedahan ini dilakukan dengan cara membuat insisi pada

bagian tengah dari korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah

di atas batas plika vesio uterine. Tujuannya dibuat hanya jika ada halangan

untuk melakukan proses SC Transperitonealis Profunda. Halangan yang

dimaksud misal karena uterus melekat pada dinding perut karena riwayat

persalinan SC sebelumnya dan risiko perdarahan yang besar apabila di

insisi di segmen bawah uterus dimana ada kondisi plasenta previa

( plasenta menempel menutupi jalan lahir). Kerugian dari jenis ini adalah

risiko peritonitis dan rupture uteri 4 kali lebih bahaya pada kehamilan

selanjutnya. Biasanya setelah dilakukan tindakan SC klasik ini, dilakukan

sterilisasi atau histerektomi untuk menghindari risiko yang ada

(Prawirhadjo, 2017)

3) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

Dokter akan menginsisi dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus

yang nantinya dipisahkan. Lalu vesika urinaria akan diretraksi ke bawah

sedangkan lipatan peritoneum akan dipotong ke arah kepala untuk

memaparkan segmen bawah uterus. Jenis pembedahan ini dilakukan untuk

mengurangi bahaya dari infeksi puerperal, namun dengan adanya

kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan SC ini tidak banyak

lagi dilakukan karena tekniknya yang sulit dilakukan (Prawirhadjo, 2017).


8

2.1.2 Indikasi Sectio Caesarea

Tindakan SC ini dilakukan untuk mengeluarkan bayi dari tubuh

sang ibu. Biasanya tindakan ini dilakukan apabila ditemukan komplikasi

pada sang bayi atau ibu jika tetap dilakukan persalinan melalui

pervaginam. Ada beberapa indikasi yang mengharuskan dilakukannya SC

yaitu indikasi absolut dan indikasi relative. Untuk indikasi absolut yaitu:

 Absolut disproportion

Ukuran panggul ibu yang terlalu kecil dapat menjadi faktor penyulit

untuk dilakukannya persalinan pervaginam sehingga SC perlu

dilakukan untuk mengeluarkan bayi.

 Chorioamnionitis

Air ketuban yag terkena infeksi nantinya bisa menularkan infeksinya

pada bayi dalam rahim sehingga perlu dilakukan tindakan secepatnya

untuk mengeluarkan bayi agar tidak terkena infeksi.

 Deformitas panggul ibu

Malformitas panggul ibu juga termasuk penyulit dalam persalinan

pervaginam.

 Eklamsia

Eklamsia ini merupakan kondisi ibu hamil dengan hipertensi yang

dimana eklamsia termasuk ibu hamil dengan risiko tinggi sehingga SC

perlu dilakukan.
9

 Fetal asidosis dan Fetal asfiksia

Asidosis dan asfiksia yang dialami oleh bayi merupakan indikasi

absolut untuk dilakukan SC agar tidak terjadi kematian dalam

kehamilan.

 Plasenta Previa

Plasenta yang menempel menutupi jalan lahir juga merupakan indikasi

dilakukannya SC.

 Proplaps Tali Pusat

Prolapse tali pusat ini berisiko terkena bayi sampai bayi tercekik

hingga dapat meningkatkan risiko bayi asfiksia apabila dipaksa

dilahirkan pervaginam.

 Presentasi yang abnormal

Posisi bayyi yang tidak seharusnya saat cukup bulan menjadikannya

sebagai indikasi SC.

 Ruptur Uteri

Merupakan salah satu gawat darurat obstetrik sehingga perlu

dilakukan tindakan SC untuk menyelamatkan sang bayi dan ibu

(Friese & Mylona, 2018).

Sedangkan untuk indikasi relatif yaitu :

 CTG yang abnormal

Gambaran CTG abnormal dapat diinterpretasikan adanya asfiksia

ataupun asidosis pada bayi


10

 Kegagalan dalam persalinan pervaginam

Pembukaan yang lama saat persalinan ini juga merupakan salah satu

tanda kegagalan dalam persalinan pervaginam. Hal ini bisa dijadikan

indikasi untuk tindakan SC

 Riwayat SC sebelumnya

Adanya riwayat SC tidak menutup kemungkinan persalinan

selanjutnya perlu dilakukan SC (Friese & Mylonas, 2018).

2.1.3 Kontraindikasi Sectio Caesar

Ada beberapa kondisi dimana SC tidak boleh dilakukan, contohnya:

 IUFD

Kondisi dimana sang bayi meninggal didalam kandungan.

 Anemia berat

Pada saat sang ibu mengalami anemia berat, otomatis kadar

hemoglobin juga menurun sehingga meningkatkan risiko perdarahan.

 Kelainan kongenital berat

Bayi yang diketahui memiliki abnormalitas kelainan kongenital berat

dapat menyebabkan kematian segera setelah lahir seperti

anenchephaly

 Infeksi piogenik pada dinding abdomen

Merupakan infeksi peradangan lokal pada perut

 Fasilitas yang minim untuk melakukan tindakan SC


11

Apabila fasilitas tidak memungkinan untuk dilakukan SC, pasien bisa

dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas cukup untuk

tindakan SC (Prawirohardjo, 2017).

2.1.4 Faktor Risiko Sectio Caesar

Faktor risiko terjadinya infeksi luka operasi pada operasi bedah

sesar adalah sebagai berikut :

 Waktu pemberian antibiotik profilaksis

Dikatakan waktu pemberian antibiotik profilaksis yang efektif adalah

30 – 60 menit sebelum tindakan SC dilakukan

 Tipe insisi

Tipe insisi vertical pada bagian line alba akan menyebabkan nekrosis

pada saat penyembuhan karena jaringan pembuluh darahnya yang

sedikit.

 Hemoglobin prabedah

Rendahnya hemoglobin sebelum prosedur SC dapat meningkatkan

risiko infeksi.

 Jenis anestesi

Anestesi umum lebih berisiko daripada anestesi spinal karena anestesi

umum lebih berisiko menyebabkan organ damage dimana nantinya

dapat meningkatkan infeksi luka operasi

 Lama pembedahan

Normalnya, 30 menit adalah waktu yang ideal dalam melakukan

prosedur SC. Apabila lebih dari 30 menit, dapat menyebabkan risiko

terjadinya infeksi luka operasi.


12

(Adane etal, 2019)

2.1.5 Komplikasi Sectio Caesar

Banyak komplikasi yang dapat terjadi jika dilakukan tindakan

SC. Ada komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi

jangka pendek ini terjadi sesaat setelah dilakukannya tindakan, seperti:

 Kematian ibu

Tindakan SC dapat menyebabkan kematian sang ibu yang biasanya

disebabkan sepsis. Kematian ibu juga dapat terjadi akibat dari

komplikasi anestesi. Dibandingkan dengan kelahiran pervaginam,

kematian ibu setelah operasi caesar adalah tiga kali lebih tinggi

(Kallianidis et al., 2018).

 Thromboembolism

Bisanya terjadi akibat ada indikasi dari SC itu sendiri yaitu obesitas

maternal yang menyebabkan thromboembolism (Kawaguchi et al.,

2017).

 Perdarahan

Perdarahan rentan terjadi saat tindakan SC dibanding persalinan

pervaginam. Biasanya terjadi akibat adanya laserasi pada pembuluh

darah uterus yang disebabkan insisi yang kurang tepat pada uterus.

(Butwick et al., 2017).

 Infeksi
13

Infeksi ini merupakan salah satu komplikasi tersering pada saat

tindakan SC. Penggunaan antibiotik profilaksis yang kurang tepat

merupakan faktor pemicunya (Kawakita & Landy, 2017).

 Cedera bedah insidental

Trauma pada kantong kemih sering terjadi setelah tindakan SC

dikarenakan posisinya terletak dekat dengan uterus (Bodean et al.,

2018).

 Masa rawat inap lebih lama

Wanita yang melakukan persalinan dengan SC akan lebih lama

dirawat dibanding dengan wanita yang melakukan persalinan per

vaginam karena ada hal-hal yang perlu dievaluasi pasca SC (Pereira et

al., 2019).

 Histerektomi

Tindakan ini biasanya dilakukan apabila terjadi perdarahan uterus

terus menerus yang tidak dapat ditangani meskipun sudah diberi

oksitosin. Agar mengurangi risiko perdarahan yang lebih jauh,

histerektomi perlu dilakukan agar tidak terjadi syok pada sang ibu

(Huque et al., 2018).

 Nyeri akut

Setelah efek anestesi habis, wanita biasanya merasakan nyeri yang

luar biasa pasca tindakan SC. Biasanya ditangani dengan anti nyeri

golongan narkotik tetapi perlu diperhatikan disini untuk pemberian

narkotik dapat berefek pada psikologi sang ibu (Borges et al., 2017).
14

Komplikasi jangka panjang merupakan komplikasi yang akan

dirasakan dari setelah tindakan SC sampai dengan beberapa bulan pasca

persalinan. Komplikasi tersebut seperti :

 Nyeri kronik

Tingkat rata-rata intensitas rasa sakit pada saat rasa sakit terburuk

adalah 6,6. Nyeri intensitas tinggi pasca operasi adalah kondisi sering

dialami wanita yang menjalani SC, menunjukkan pentingnya penilaian

nyeri untuk implementasi tindakan kuratif dan preventif untuk

meningkatkan pemulihan dan mencegahnya menjadi nyeri kronik

(Borges et al., 2017).

 Infertilitas

Wanita yang menjalani SC dapat mengalami gangguan pembentukan

scar sehingga cenderung mengalami infertilitas pasca persalinan

dengan SC (Donnez et al., 2017).

Ada juga beberapa komplikasi terkait dengan sang bayi dan juga

komplikasi saat sang ibu mengandung lagi. Komplikasi tersebut ialah :

 Kematian neonatal

Meskipun tindakan SC biasanya dilakukan untuk menyelamatkan sang

bayi, tapi dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian pada

bayi (Choudhary et al., 2017).

 Transient tachypnea
15

Bayi yang dilahirkan melalui operasi caesar dapat mengalami

gangguan pernapasan sesaat setelah kelahiran. Hal ini biasanya terjadi

akibat kegagalan paru sang bayi saat menghirup nafas pertamanya

(Osman et al., 2017).

 Trauma

Bayi yang dilahirkan dengan metode SC juga berisiko mendapatkan

trauma. Trauma yang didapatkan biasanya berasal dari insisi operasi

saat operasi darurat (Dolivet et al., 2018).

 Rupture uteri

Rupture uteri ini lebih berisiko terjadi pada wanita yang sudah pernah

melakukan persalinan SC dibanding dengan wanita yang melakukan

persalinan pervaginam (Motomura et al., 2017).

2.2 Infeksi Luka Operasi Sectio Caesar

Infeksi luka operasi atau SSI (Surgical Site Infection) adalah

infeksi yang disebabkan pasca operasi, tepatnya di bekas bagian tubuh

dimana operasi dilakukan. Infeksi ini kadang hanya terlihat secara

superfisial (kulit). Dalam kasus SC, infeksi luka operasi 20 kali lebih

berisiko dapat terjadi dibandingkan persalinan pervaginam dimana infeksi

luka operasi yang terjadi terdapat didaerah organ panggul, dinding uterus,

atau disekitar bagian yang di insisi (Adane et al., 2019).


16

2.2.1 Etiologi Infeksi Luka Operasi Sectio Caesar

Pada kasus infeksi luka oprasi SC, bakteri yang menjadi

penyebab biasanya adalah Streptococcus hemolyticus grup A atau

grup B. Patogen umum lain yang terlibat dalam infeksi luka adalah

Ureaplasma urealyticum, Staphylococcus epidermidis,

Enterococcus facialis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

dan Proteus mirabilis (Kawakita & Landy, 2017).

2.2.2 Klasifikasi Infeksi Luka Operasi Sectio Caesar

Klasifikasi infeksi luka operasi menurut CDC terbagi

menjadi:

1. Infeksi luka operasi insisional superfisialis: Infeksi terjadi

dalam 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya melibatkan

kulit atau jaringan subkutan sayatan.

2. Infeksi luka operasi insisional dalam: Infeksi terkait operasi

yang melibatkan jaringan lunak dalam yang terjadi dalam 30

hari setelah operasi (Molla et al., 2019).

2.2.3 Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Sectio Caesar

Durasi persalinan yang lama dari normalnya (± 30 menit),

ruptur membran, anemia, korioamnionitis, mekonium, jenis sayatan

kulit vertikal, ketebalan jaringan subkutan lebih dari 2 cm, dan jenis

anestesi umum ditemukan menjadi faktor risiko kejadian infeksi luka

operasi SC (Adane et al., 2019).


17

2.2.4 Kriteria Diagnosis Infeksi Luka Operasi

Kriteria diagnosis untuk infeksi luka operasi insisional

superfisialis meliputi minimal satu dari tanda berikut:

1. Drainase purulen, dengan atau tanpa konfirmasi laboratorium,

dari insisi superfisial.

2. Organisme dari kultur yang diperoleh dari sayatan superfisial.

3. Muncul setidaknya satu dari tanda atau gejala infeksi berikut ini:

nyeri local atau nyeri tekan, pembengkakan lokal, kemerahan,

atau panas (Molla et al., 2019).

Kriteria diagnosis untuk infeksi luka operasi insisional

dalam meliputi minimal satu dari tanda berikut:

1. Drainase purulen dari insisi dalam tetapi tidak dari komponen

organ dari lokasi bedah.

2. Insisi yang dalam secara spontan terbuka atau dengan sengaja

dibuka oleh seorang ahli bedah ketika pasien memiliki

setidaknya satu dari tanda-tanda atau gejala berikut: demam (>

38 ° C), nyeri terlokalisasi, atau nyeri tekan, kecuali hasil

kulturnya negatif.

3. Abses atau bukti infeksi lain yang melibatkan sayatan dalam

ditemukan pada pemeriksaan langsung, selama operasi ulang,

atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis (Molla

et al., 2019).
18

2.2.5 Pencegahan Infeksi Luka Operasi Sectio Caesar

Banyak penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa

intervensi tertentu menurunkan kejadian infeksi luka operasi. Karena

SC adalah salah satu prosedur paling umum dilakukan di seluruh

dunia, penting untuk penerapan pendekatan berbasis bukti untuk

mengurangi komplikasi pasca operasi tersebut. Pencegahan yang

dapat dilakukan mencakup pemberian antibiotik profilaksis,

pembersihan kulit menggunakan klorheksidin, dan pencukuran

rambut kemaluan menggunakan clipper (Kawakita & Landy, 2017).

2.3 Antibiotik Profilaksis

2.3.1 Indikasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Sectio Caesar

Antibiotik profilaksis berarti menggunakan antibiotik untuk

mencegah perkembangan terjadinya infeksi dan perawatan antibiotik

berarti menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan infeksi yang

sudah ada. Pemberian antibiotik profilaksis tidak dimaksudkan untuk

mensterilkan jaringan, tetapi bertindak sebagai tambahan untuk

mengurangi beban mikroba intra-operatif ke tingkat yang dapat

dikelola oleh inang bawaan dan respons imun adaptif (Kumari et al.,

2017).

Antibiotik profilaksis diberikan untuk meminimalisir

kejadian infeksi dalam operasi. Wanita yang menjalani operasi

caesar memiliki risiko 5-20 kali terkena infeksi jika antibiotik

profilaksis tidak diberikan bila dibandingkan dengan persalinan


19

normal. Pemberian antibiotik profilaksis dalam operasi caesar

direkomendasikan dengan tingkat bukti IA. Sebuah tinjauan pustaka

Cochrane pada 86 penelitian (melibatkan lebih dari 13.000 pasien)

menemukan bahwa pemberian antibiotik profilaksis kepada wanita

yang menjalani operasi caesar dapat mengurangi kejadian demam,

infeksi luka, endometritis dan komplikasi infeksi ibu yang serius

(Muzayyanah et al., 2018).

2.3.2 Pemilihan Antibiotik Profilaksis pada Sectio Caesar

Antibiotik golongan cephalosporin generasi pertama, seperti

Cefazolin, harus digunakan sebagai antibiotik profilaksis daripada

generasi selanjutnya karena mereka memiliki daya bunuh yang

tinggi terhadap bakteri gram-positif yang menyebabkan infeksi luka

operasi pada SC dan kemampuan penetrasi yang tinggi ke jaringan

yang lebih besar. Dosis yang biasanya digunakan sebagai profilaksis

umumnya 2 g apabila ibu memiliki berat <120 kg dan 3 g apabila ibu

memiliki berat> 120 kg. Apabila ibu alergi terhadap Cefazolin,

pemilihan antibiotik profilaksis lainnya adalah 2-3 g ampisilin-

sulbaktam iv, 600-900 mg klindamisin iv atau 15 mg/kg vankomisin

tetapi tidak lebih dari 2 g iv jika diikuti oleh 5 mg/kg gentamisin iv

atau 2 g aztreonam iv; 500 mg metronidazol iv ditambah 5 mg / kg

gentamisin iv (Muzayyanah et al., 2018).

2.3.3 Resistensi Antibiotik


20

Saat ini masalah kesehatan masyarakat yang utama adalah

resistensi antibiotik karena itu mengarah pada infeksi oleh bakteri

resisten multi-obat yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan

meningkatkan biaya terapi. Perkembangan resistensi antibiotik

terutama disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak tepat.

Penggunaan terapi antibiotik yang tidak lengkap/tidak sesuai aturan

dan penggunaan rejimen spektrum yang lebih luas yang sebetulnya

tidak perlu adalah dua hal yang berperan meningkatkan resistensi

antibiotik (Kumari et al., 2017).

2.3.4 Uji Kepekaan antibiotik

Semua pasien yang dicurigai menderita infeksi luka operasi

wajib segera dilakukan apusan luka sesuai dengan standar di rumah

sakit setempat, sebelum dimulainya pemberian antibiotik untuk

terapi. Ketika biakannya positif, sensitivitas antibiotik dari

organisme yang tumbuh dilakukan dengan menggunakan teknik

mikrobiologi standar (Afroz & Rashid, 2019).

Kapas steril digunakan untuk pengumpulan eksudat dari

luka pasien yang mengalami infeksi luka operasi yang ditransfer

pada suhu kamar ke laboratorium dalam waktu 20 menit. Inokulasi

dilakukan pada beberapa media, dan menempatkan petri cokelat dan

petri lain dalam toples dengan suhu 35-37 ° C selama 24-48 jam.

Prosedur pewarnaan gram dilakukan pada kultur yang tumbuh. Petri

agar darah tambahan diinokulasi secara anaerob pada 35-37 ° C


21

selama 48-72 jam. Tes difusi disk dilakukan untuk menguji

kepekaan terhadap antibiotik. Umumnya dipaparkan terhadap

gentamisin, erythromycin, ceftriaxone, cefazolin, ciprofoxacillin,

chloramphenicol (CAF), cloxacillin, ampicillin, tetrasiklin, atau

antibiotik lain yang dibutuhkan uji kepekaannya (Billoro et al.,

2019).

2.4 Cefalosporin

2.4.1 Ceftriaxone

Saat ini, dosis tunggal cefazolin intravena 1 g atau dosis

yang lebih tinggi hingga 2 g direkomendasikan sebagai antibiotik

preoperatif lini pertama pilihan untuk pasien sesar. Terlepas dari

pedoman yang jelas tentang profilaksis antibiotik pra operasi,

perbedaan dalam praktik klinis tetap ada, tergantung pada preferensi

dokter kandungan. Ceftriaxone dan ampicillin masih dipakai untuk

profilaksis pada operasi SC di Thailand (Assawapalanggool et al.,

2018). Ceftriaxone sebagai sefalosporin generasi ketiga dapat dipilih

sebagai antibiotik profilaksis karena memiliki tingkat stabilitas tinggi

dalam hal beta-laktamase, baik penisilinase dan sefalosporinase dan

efektif terhadap bakteri gram negatif dan gram positif (Mugisa et al,

2018).

2.4.2 Cefazoline

Cefazolin sodium adalah obat yang larut dalam air, dengan

pengikatan protein plasma yang tinggi dalam konsentrasi terapeutik,


22

distribusi terbatas ke cairan ekstraseluler, dan mayoritas

diekskresikan melalui ginjal. Cefazolin adalah sefalosporin generasi

pertama yang aktif melawan berbagai bakteri Gram-positif dan

beberapa bakteri Gram-negatif. Cefazolin adalah agen antimikroba

profilaksis standar untuk berbagai intervensi bedah, termasuk

persalinan sesar (Muzayyanah et al., 2018). American College of

Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan

pemberian cefazolin 1g intravena dalam waktu 60 menit sebelum

sayatan kulit. Untuk wanita dengan (IMT> 30 kg/m2 atau berat >100

kg, dianjurkan pemberian infus cefazolin 2g (Silverman, 2019).


BAB 3

PEMBAHASAN

Hasil pencarian menghasilkan 6 jurnal yang meneliti tentang kejadian

infeksi luka operasi SC pada penggunaan Ceftriaxone dan Cefazoline sebagai

antibiotik profilaksis. Rangkuman kejadian infeksi luka operasi SC pada

pemakaian Ceftriaxone dan Cefazoline disajikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kejadian Infeksi Luka Operasi SC pada Pemakaian


Ceftriaxone dan Cefazoline
Jenis Obat & Waktu Pemberian Jumlah Kejadian Referensi
Dosis Sampel Infeksi luka
operasi
Ceftriaxone, 30 menit sebelum insisi 110 3 (2,72%) Kumari et
1 gram al., 2017
Ceftriaxone, Maksimal 60 menit 911 1 (0,1%) Assawapalan
2 gram sebelum insisi atau setelah ggool et al.,
penjepitan tali pusat, 2018
ditambah dengan 1 kali
pemberian pasca operasi
Ceftriaxone, 1- 2 jam sebelum 43 0 (0%) Husnawati,
1gram insisi 2017
Cefazolin, 2 Kelompok I: Cefazolin 2 Kelompok Kelompok I: Purbadi &
gram atau 2 gram pada 30 menit I: 23 0 (0%) Fadli, 2017
gram sebelum insisi Kelompok Kelompok
ditambah 1 Kelompok II: Cefazolin 2 II: 23 II: 0 (0%)
gram gram pada 30 menit
sebelum insisi dan 1 gram
pada delapan jam setelah
dosis awal
Cefazolin, 2 Maksimal 60 menit 6163 145 (2,4%) Kawakita et
gram sebelum insisi al., 2018
(ditingkatkan
menjadi 3
gram pada
pasien
dengan
IMT>40)
Cefazolin, 2 Maksimal 60 menit 861 124 (14,4%) Jalil et al.,
gram atau 1 sebelum insisi 2017
gram, dosis
tunggal atau
multiple

23
24

Semua penelitian ini menggunakan kriteria diagnosis infeksi luka operasi

yang sama yaitu kriteria dari CDC dimana infeksi luka operasi dibagi menjadi 2

yaitu infeksi luka operasi superfisial dan infeksi luka operasi dalam dengan waktu

pemberian antibiotik profilaksis 30 -60 menit sebelum tindakan. Dalam penelitian

ini, pasien dipantau mengenai kondisi tempat insisi dilakukan dalam jangka waktu

3 hari pasca operasi SC saat opname dirumah sakit sampai 30 hari pasca operasi.

Antibiotik profilaksis ini dikatakan efektif apabila data yang didapatkan adalah p

> 0,005.

Penelitian di India menggunakan Ceftriaxone (cephalosporin generasi

ketiga) untuk antibiotik profilaksis karena pola resisten lokal resisten terhadap

beberapa antibiotik termasuk Ampicillin dan Azithromycin tetapi menunjukkan

sensitivitas terhadap Ceftriaxone, memiliki waktu paruh yang panjang, hemat

biaya, aman dan efektif terhadap mikroorganisme yang mungkin ditemui dalam

prosedur SC. Pasien dalam kelompok inklusi menerima dosis tunggal, injeksi 1

gram Ceftriaxone, setelah tes sensitivitas kulit, 30 menit sebelum sayatan pada

kulit dilakukan dalam operasi caesar. Karena tidak ada morbiditas infeksi yang

signifikan dalam penelitian tersebut, maka dilaporkan bahwa Ceftriaxone (dosis

tunggal) efektif dalam pencegahan komplikasi infeksi pasca operasi caesar

(Kumari et al., 2017).

Assawapalanggool et al. (2018) melakukan penelitian kohort di rumah

sakit tersier di Thailand mulai 1 Januari 2007 hingga 31 Desember 2012 pada

semua wanita yang menjalani operasi caesar. Sebanyak 911 pasien menerima

ceftriaxone sedangkan 3238 pasien menerima ampisilin sebagai antibiotik

profilaksis. Insiden infeksi luka operasi insisional adalah (0,1% vs 1,2%; p =


25

0,001) dan infeksi luka operasi ruang organ adalah (1,2% vs 2,9%; p = 0,003)

pada kelompok ceftriaxone dibandingkan dengan kelompok ampisilin. Setelah

disesuaikan untuk perancu, rasio tingkat infeksi luka operasi SC pada kelompok

ceftriaxone dibandingkan dengan kelompok ampisilin tidak berbeda, meskipun

secara klinis tingkat infeksi luka operasi SC pada kelompok ceftriaxone lebih

rendah (Assawapalanggool et al., 2018).

Fitra Wandari (2017) melakukan penelitian mengenai pola pemberian

antibiotik profilaksis di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Care pada tahun 2016

dimana dari 43 pasien diberi ceftriaxone dengan dosis 1 gram dan diberi 0 – 2 jam

sebelum dilakukan insisi. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa dari 43 pasien

yang diberi ceftriaxone tidak mengalami infeksi luka operasi sehingga terbukti

ceftriaxone efektif untuk mencegah infeksi luka operasi SC ( Husnawati, 2017).

Purbadi & Fadli melakukan penelitian uji klinis acak tersamar tunggal

dengan dua kelompok perlakuan yaitu cefazolin dosis tunggal 2 gram pada 30

menit sebelum insisi dan cefazolin dosis multipel (cefazolin dosis tunggal 2 gram

pada 30 menit sebelum insisi dan 1 gram pada delapan jam setelah dosis awal).

Penelitian dilakukan pada wanita yang menjalani operasi SC elektif di RS

Fatmawati dan RS Anna, Jakarta pada Januari - Maret 2016. Terdapat 46 subjek

dengan 23 subjek pada kelompok cefazolin dosis tunggal dan 23 subjek pada

cefazolin dosis multipel. Dilaporkan bahwa 9 dari seluruh subjek mengalami

infeksi (19,6%). Dosis tunggal cefazolin memperlihatkan angka kejadian infeksi

yang serupa dengan dosis multiple (Purbadi & Fadli, 2017). Dari penelitian ini

tampak bahwa cefazolin profilaksis efektif untuk mencegah terjadinya infeksi luka

operasi SC.
26

Penelitian kohort retrospektif oleh Kawakita et al. dilakukan dari tahun

2012-2017 pada semua wanita dengan usia kehamilan 23 minggu atau lebih yang

menjalani persalinan sesar di MedStar Washington Hospital Center. Di antara

6.584 subyek, 6.163 (93,6%) menerima cefazolin, 274 (4,2%) menerima alternatif

standar (klindamisin dan gentamisin), dan 147 (2,2%) menerima alternatif yang

tidak tepat (misalnya hanya klindamisin). Penggunaan antibiotik alternatif standar

dibandingkan dengan cefazolin berhubungan dengan peningkatan peluang

selulitis. Penggunaan antibiotik alternatif yang tidak tepat dibandingkan dengan

cefazolin berhubungan dengan peningkatan peluang selulitis, endometritis, infeksi

luka dalam, abses, dan sepsis. Berdasarkan hasilnya penggunaan Cefazolin

menurunkan risiko infeksi luka operasi SC dan dinyatakan efektif sebagai

antibiotik profilaksis untuk mengurangi kejadian infeksi luka operasi (Kawakita et

al., 2018).

Jalil et al. melakukan penelitian kohort dari Juli 2015 hingga Mei 2016

pada semua wanita yang menjalani operasi caesar di Rumah Sakit Universitas

Jordan. Tim pengendalian infeksi di Rumah Sakit Universitas Jordan

mengadaptasi pedoman American Society of Health-System Pharmacists (ASHP)

untuk profilaksis antimikroba sebagai protokol profilaksis antibiotik bedah

mereka. Untuk operasi caesar tanpa alergi β-laktam, ASHP merekomendasikan

pemberian dosis tunggal cefazolin 2 gram untuk wanita dengan berat kurang dari

120 kg, dalam jangka waktu 60 menit sebelum sayatan pertama. Mereka

melaporkan frekuensi infeksi luka operasi SC yang tinggi (14,4%); faktor yang

berhubungan antara lain: indeks massa tubuh ≥36 kg/m2 sebelum kehamilan,

rawat inap lebih dari 3,5 hari, menjalani operasi pada usia kehamilan lebih dari 40
27

minggu. Menerima dosis cefazolin profilaksis yang lebih tinggi yang disesuaikan

dengan berat badan ditemukan berhubungan dengan risiko infeksi luka operasi SC

yang lebih rendah (Jalil et al., 2017). Meskipun penggunaan dosis yang lebih

tinggi telah dipertimbangkan pada wanita dengan IMT> 40 kg/m2, satu studi

retrospektif dari wanita sangat gemuk tidak menunjukkan perbedaan dalam

kejadian infeksi luka operasi antara dosis cefazolin 2g dan 3g

Kajian pustaka ini memfokuskan hanya pada kejadian infeksi luka operasi

SC pada kedua kelompok pengguna antibiotik Cefazoline atau Ceftriaxone, dan

menilai ada tidaknya perbedaan kejadian infeksi luka operasi di antara keduanya.

Tidak ditemukan penelitian yang membandingkan langsung antara Ceftriaxone

dan Cefazoline dalam hal kejadian infeksi luka operasi. Hal ini kemungkinan

karena kedua obat adalah dari golongan yang sama yaitu Cefalosporin.

Penggunaan Cefalosporin generasi I dan generasi II dianjurkan untuk profilaksis

bedah sedangkan Cefalosporin generasi III dan generasi IV tidak dianjurkan untuk

profilaksis bedah, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

sefalosporin generasi I atau II (misalnya cefazolin) sama efektifnya dengan

sefalosporin generasi III (misalnya ceftriaxone) untuk profilaksis preoperatif pada

pasien yang menerima pembedahan obstetrik dan ginekologi, saluran empedu,

kardiovaskular, atau ortopedik (Karminingtyas et al., 2018).

Penggunaan ceftriaxone sebagai antibiotik profilaksis efektif untuk

mencegah terjadinya infeksi luka operasi SC (Assawapalanggool et al., 2018;

Kumari et al., 2017). Ceftriaxone sebagai antibiotik golongan sefalosporin

generasi ketiga merupakan antibiotik yang mempunyai daya kerja spektrum luas

yang efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, antara lain
28

Escherichia coli, Klebsiela, S. Aureus, dan Proteus. Antibiotik ini sering

digunakan sebagai antibiotik profilaksis karena spektrum kerjanya yang cukup

luas dan memiliki efikasi tinggi (Kawakita & Landy, 2017). Penggunaan

ceftriaxone menjadi pilihan utama sesuai dengan buku PPAB (Pedoman

Penggunaan Antibiotik) di RS "X" di Tanggerang yang merekomendasikan

ceftriaxone sebagai pilihan utama antibiotik profilaksis dalam prosedur SC karena

terbukti secara empiris dapat menurunkan risiko kejadian infeksi luka operasi

(Rusdiana, 2017). Salah satu rumah sakit di daerah Pekalongan yaitu RSUD

Kraton Pekalongan juga menggunakan antibiotik ceftriaxone dengan alasan

spectrum yang lebih luas dan waktu paruh yang lebih lama disbanding antibiotik

cephalosporin golongan yang lain (Muthoharoh, 2018).

Infeksi luka operasi merupakan infeksi nosokomial yang paling umum

pada pasien yang menjalani tindakan pembedahan SC dan sering disebabkan oleh

beberapa patogen oportunis, yaitu S. aureus, E. coli, K. pneumoniae dan

Pseudomonas aeruginosa (Alfouzan et al., 2019). The American College of

Obstetricians and Gynaecologists (ACOG) merekomendasikan secara khusus

penggunaan dosis tunggal antibiotik sefalosporin generasi pertama yang memiliki

spektrum yang luas, yaitu cefazolin sebagai regimen terapi profilaksis untuk SC

secara elektif ataupun emergensi (Hardiyanti, 2020). Penggunaan cefazolin

sebagai profilaksis efektif untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi SC

dimana dikatakan efektif apabila data yang didapatkan p < 0,005. (Jalil et al.,

2017; Kawakita et al., 2018; Purbadi & Fadli, 2017).

Tidak ditemukan perbedaan kejadian infeksi pada pasien yang

mendapatkan cefazolin dosis tunggal maupun cefazolin dosis multipel. Pemberian


29

dosis tunggal sudah tepat untuk dijadikan protokol dalam prosedur SC terkait

efikasi dan efisiensinya (Purbadi & Fadli, 2017). The American Society of Health-

System Pharmacists merekomendasikan penggunaan Cefazolin intravena 2g untuk

pasien dengan berat badan kurang dari 120 kg dan 3g untuk pasien dengan berat

badan lebih dari 120 kg sebagai antibiotik profilaksis untuk mencegah kejadian

infeksi luka operasi. (Zejnullahu et al., 2019).

Waktu pemberian antibiotik profilaksis yang direkomendasikan oleh

WHO adalah 15-60 menit sebelum dimulainya prosedur SC untuk mencapai kadar

antibiotik yang cukup pada saat prosedur dilakukan (WHO, 2017). Penggunaan

antibiotik profilaksis SC sebelum insisi kulit tidak berpengaruh pada kesehatan

janin (Hardiyanti, 2020).


BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan.

Tidak ada penelitian yang membandingkan langsung cefazolin dan

ceftriaxone dalam mencegah terjadinya infeksi luka operasi SC sehingga

belum dapat dipastikan bagaimana perbedaan kejadian infeksi luka operasi

SC pada penggunaan ceftriaxone dan cefazoline sebagai antibiotik profilaksis.

Namun dalam penelitian terpisah, Ceftriaxone dan Cefazoline terbukti efektif

digunakan sebagai antibiotik profilaksis pada SC.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan secara langsung

cefazolin dan ceftriaxone dalam mencegah terjadinya infeksi luka operasi SC

30
DAFTAR PUSTAKA

Adane, F., Mulu, A., Seyoum, G., Gebrie, A., & Lake, A. (2019). Prevalence and

root causes of surgical site infection among women undergoing caesarean

section in Ethiopia: A systematic review and meta-analysis. Patient Safety in

Surgery, 13(1), 1–10.

Afroz, S., & Rashid, M. (2019). Study on Risk Factors and Microorganisms for

Surgical Site Infection following Caesarean Section among 100 Patients in a

Tertiary Hospital in Bangladesh. Journal of Enam Medical College, 9(2),

90–96.

Alfouzan, W., Al Fadhli, M., Abdo, N., Alali, W., & Dhar, R. (2019). Surgical

site infection following cesarean section in a general hospital in Kuwait:

trends and risk factors. Epidemiology and infection, 147(e287), 1–5.

Assawapalanggool, S., Kasatpibal, N., Sirichotiyakul, S., Arora, R.,

Suntornlimsiri, W., & Apisarnthanarak, A. (2018). The efficacy of ampicillin

compared with ceftriaxone on preventing cesarean surgical site infections:

An observational prospective cohort study. Antimicrobial Resistance and

Infection Control, 7(13), 1–8. Retrieved from

https://aricjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13756-018-0304-6

Billoro, B. B., Nunemo, M. H., & Gelan, S. E. (2019). Evaluation of antimicrobial

prophylaxis use and rate of surgical site infection in surgical ward of

Wachemo University Nigist Eleni Mohammed Memorial Hospital, Southern

Ethiopia: Prospective cohort study. BMC Infectious Diseases, 19(1), 1–8.

Bodean, O., Bratu, O. G., Munteanu, O., Marcu, D., Spinu, D. A., Socea, B., …

Cirstoiu, M. (2018). Iatrogenic injury of the low urinary tract in women

31
32

undergoing pelvic surgical interventions. Archives of the Balkan Medical

Union, 53(2), 281–284.

Borges, N. C., Silva, B. C. e, Pedroso, C. F., Silva, T. C., Tatagiba, B. S. F., &

Pereira, L. V. (2017). Postoperative pain in women undergoing caesarean

section. Enfermeria Global, (48), 374–383.

Butwick, A. J., Ramachandran, B., Hegde, P., Riley, E. T., El-Sayed, Y. Y., &

Nelson, L. M. (2017). Risk Factors for Severe Postpartum Hemorrhage after

Cesarean Delivery: Case-Control Studies. Anesthesia and Analgesia, 125(2),

523–532.

Choudhary, B., Choudhary, Y., Pakhare, A. P., Mahto, D., & Chaturvedula, L.

(2017). Early neonatal outcome in caesarean section: A developing country

perspective. Iranian Journal of Pediatrics, 27(1), 1–6.

Dolivet, E., Delesalle, C., Morello, R., Blouet, M., Bronfen, C., Dreyfus, M., &

Benoist, G. (2018). A case–control study about foetal trauma during

caesarean delivery. Journal of Gynecology Obstetrics and Human

Reproduction, 47(7), 325–329.

Donnez, O., Donnez, J., Orellana, R., & Dolmans, M. M. (2017). Gynecological

and obstetrical outcomes after laparoscopic repair of a cesarean scar defect in

a series of 38 women. Fertility and Sterility, 107(1), 289–296.

Elkomy, M. H., Sultan, P., Drover, D. R., Epshtein, E., Galinkin, J. L., &

Carvalho, B. (2014). Pharmacokinetics of prophylactic cefazolin in

parturients undergoing cesarean delivery. Antimicrobial Agents and

Chemotherapy, 58(6), 3504–3513.

Friese, K, & Mylona, L (2018). Indications for and Risks of Elective Cesarean
33

Section. Deutsches Arzteblatt International, 112, 489–495.

Hardiyanti, R. (2020). Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Sectio

Caesarea. Jurnal Stikes Siti Hajar, 2(1), 96–105.

Huque, S., Roberts, I., Fawole, B., Chaudhri, R., Arulkumaran, S., & Shakur-Still,

H. (2018). Risk factors for peripartum hysterectomy among women with

postpartum haemorrhage: Analysis of data from the WOMAN trial. BMC

Pregnancy and Childbirth, 18(1), 1–8.

Husnawati, Fitra Wandasari. (2017). Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis

pada Pasien Bedah Caesar (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit Pekanbaru

Medical Center (PMC) Tahun 2014. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFAR)

Riau

Ibrahim, W. H., Makhlouf, A. M., Khamis, M. A., & Youness, E. M. (2011).

Effect of prophylactic antibiotics (Cephalosporin versus Amoxicillin) on

preventing post caesarean section infection. Journal of American Science,

7(5), 178–187.

Jalil, M. H. A., Abu Hammour, K., Alsous, M., Awad, W., Hadadden, R., Bakri,

F., & Fram, K. (2017). Surgical site infections following caesarean

operations at a Jordanian teaching hospital: Frequency and implicated

factors. Scientific Reports, 7(12210), 1–9. Retrieved from

https://www.nature.com/articles/s41598-017-12431-2.pdf

Kalaranjini, S., Veena, P., & Rani, R. (2013). Comparison of administration of

single dose ceftriaxone for elective caesarean section before skin incision and

after cord clamping in preventing post-operative infectious morbidity.

Archives of Gynecology and Obstetrics, 288(6), 1263–1268.


34

Kallianidis, A. F., Schutte, J. M., Roosmalen, J. Van, & Akker, T. van den.

(2018). Maternal mortality after cesarean section in the Netherlands.

European Journal of Obstetrics and Gynecology and Reproductive Biology,

229, 148–152.

Karminingtyas, S. R., Oktianti, D., & Furdiyanti, N. H. (2018). Keefektifan

Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Sesar (Sectio

Caesarea). Cendekia Journal of Pharmacy, 2(1), 22–31.

Kawaguchi, R., Haruta, S., & Kobayashi, H. (2017). Efficacy and safety of

venous thromboembolism prophylaxis with fondaparinux in women at risk

after cesarean section. Obstetrics & Gynecology Science, 60(6), 535–541.

Kawakita, T., Huang, C. C., & Landy, H. J. (2018). Choice of prophylactic

antibiotics and surgical site infections after cesarean delivery. Obstetrics and

Gynecology, 132(4), 948–955. Retrieved from

https://journals.lww.com/greenjournal/Fulltext/2018/10000/Choice_of_Proph

ylactic_Antibiotics_and_Surgical.21.aspx

Kawakita, T., & Landy, H. J. (2017). Surgical site infections after cesarean

delivery: epidemiology, prevention and treatment. Maternal Health,

Neonatology and Perinatology, 3(1), 1–9.

Kumari, R., Sharma, A., Sheetal, P., & Anupriya, R. (2017). To study the

effectiveness of prophylactic use of ceftriaxone (single dose) in caesarean

section in low risk patients in a tertiary care center, Moradabad, India.

International Journal of Research in Medical Sciences, 5(12), 5278–5282.

Retrieved from

https://www.msjonline.org/index.php/ijrms/article/view/3985/3553
35

Molla, M., Temesgen, K., Seyoum, T., & Melkamu, M. (2019). Surgical site

infection and associated factors among women underwent cesarean delivery

in Debretabor General Hospital, Northwest Ethiopia: Hospital based cross

sectional study. BMC Pregnancy and Childbirth, 19(1), 1–10.

Motomura, K., Ganchimeg, T., Nagata, C., Ota, E., Vogel, J. P., Betran, A. P., …

Mori, R. (2017). Incidence and outcomes of uterine rupture among women

with prior caesarean section: WHO Multicountry Survey on Maternal and

Newborn Health. Scientific Reports, 7, 1–9.

Mugisa, G. A., Kiondo, P., & Namagembe, I. (2018). Single dose ceftriaxone and

metronidazole versus multiple doses for antibiotic prophylaxis at elective

caesarean section in Mulago hospital: A randomized clinical trial. AAS Open

Research, 1(11), 1–8.

Muthoharoh, A., Agustin, N.W., Diana, N., (2018). Pola Penggunaan dan

Evaluasi Kualitatif Antibiotika Profilaksis Bedah Caesar di RSUD Kraton

Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 11 (2), 405 - 410

Muzayyanah, B., Yulistiani, Y., Hasmono, D., & Wisudani, N. (2018). Analysis

of Prophylactic Antibiotics Usage in Caesarean Section Delivery. Folia

Medica Indonesiana, 54(3), 161.

Ni, L., Elsaharty, A., & McConachie, I. (2018). Cesarean birth – What’s in a

name? International Journal of Obstetric Anesthesia, 34, 5–9.

Osman, A. M., El-Farrash, R. A., & Mohammed, E. H. (2017). Early rescue

Neopuff for infants with transient tachypnea of newborn: a randomized

controlled trial. Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, 32(4),

597–603.
36

Pereira, S. L., Silva, T. P. R. da, Moreira, A. D., Novaes, T. G., Pessoa, M. C.,

Matozinhos, I. P., … Matozinhos, F. P. (2019). Factors associated with the

length of hospital stay of women undergoing cesarean section. Revista de

saude publica, 53, 65.

Prawirohardjo, S. (2017). Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 5 (25). 548 - 559

Purbadi, S., & Fadli, M. (2017). Single vs Multiple Dose of Cefazolin Prophylaxis

in Elective Cesarean Section. Indonesian Journal of Obstetrics and

Gynecology, 5(1), 60–65.

Rusdiana, N., Safitri, M., Resti, A. (2017). Evaluasi Penggunaan Antibiotik

Profilaksis Bedah Sesar Terencana di Rumah Sakit Ibu dan Anak "X" di

Tanggerang. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal , 1(1).

Silverman, N. (2019). Use of prophylactic antibiotics in labor and delivery.

Obstetrics and Gynecology, 133(4), 883-884.

Sumanti, E. W., Ayu, W. D., & Rusli, R. (2016). Pola Penggunaan Antibiotik

Profilaksis pada Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarean) di Rumah Sakit

Islam Samarinda. In Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-3 (pp. 22–

28). Samarinda: Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.

Unbound Medicine. (2018). Endometritis and Other Postpartum Infections.

Retrieved October 16, 2018, from

https://www.unboundmedicine.com/5minute/view/5-Minute-Clinical-

Consult/116969/all/Endometritis_and_Other_Postpartum_Infections

WHO. 2017. Managing complications in pregnancy and childbirth, a guide for

midwives and doctors.


37

https://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/ managing-

complications-pregnancy-childbirth/en/

Zejnullahu, V. A., Zejnullahu, V. A., Isjanovska, R., & Sejfija, Z. (2019). Surgical

site infections after cesarean sections at the University Clinical Center of

Kosovo: Rates, microbiological profile and risk factors. BMC Infectious

Diseases, 19(1), 1–9.


38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rangkuman Jurnal

Judul Artikel; Penulis; Tujuan


No Informasi Ilmiah Metode Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun; Jurnal; Jenis Penelitian

1 Choice of Prophylactic Menilai tingkat Antibiotik profilaksis Penelitian Di antara 6.584 subyek, 6.163 Penggunaan
Antibiotics and Surgical infeksi bedah SC direkomendasikan pada kohort (93,6%) menerima cefazolin, antibiotik
Site Infections After pada wanita yang wanita yang menjalani retrospektif 274 (4,2%) menerima alternatif standar
Cesarean Delivery menerima persalinan sesar untuk dari Januari alternatif standar (klindamisin dan alternatif
antibiotik non- mengurangi risiko infeksi 2012 hingga dan gentamisin), dan 147 yang tidak tepat
Tetsuya Kawakita, Chun- sefalosporin luka. Pengobatan lini Desember (2,2%) menerima alternatif sebagai
Chih Huang, Helain J. dibandingkan pertama adalah 2017 pada yang tidak tepat (misalnya profilaksis
Landy; 2018. dengan mereka sefalosporin generasi semua wanita hanya klindamisin). berhubungan
yang pertama seperti cefazolin. dengan usia Penggunaan antibiotik dengan
Obstetrics & Gynecology menggunakan Untuk wanita dengan kehamilan 23 alternatif standar dibandingkan peningkatan
Vol. 132, No. 4: Oct 2018 profilaksis alergi b-laktam, alternatif minggu atau dengan cefazolin berhubungan peluang infeksi
[948-955] sefalosporin yang direkomendasikan lebih yang dengan peningkatan peluang luka operasi SC
(ISSN: 0029-7844) generasi pertama. oleh American College of menjalani selulitis. dibandingkan
https://journals.lww.com/ Obstetricians and persalinan Penggunaan antibiotik dengan
greenjournal/Fulltext/201 Gynaecologists (ACOG) sesar di alternatif yang tidak tepat cefazolin.
8/10000/Choice_of_Proph adalah klindamisin yang MedStar dibandingkan dengan cefazolin
ylactic_Antibiotics_and_S dikombinasikan dengan Washington berhubungan dengan
urgical.21.aspx aminoglikosida. Hospital peningkatan peluang selulitis,
Center. endometritis, infeksi luka
Jurnal internasional. dalam, abses, dan sepsis.
2 Surgical site infections Mengevaluasi Tim pengendalian infeksi Penelitian Ditemukan frekuensi infeksi Penggunaan
39

Judul Artikel; Penulis; Tujuan


No Informasi Ilmiah Metode Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun; Jurnal; Jenis Penelitian

following caesarean frekuensi infeksi di Rumah Sakit kohort dari luka operasi SC yang tinggi cefazolin
operations at a luka operasi SC Universitas Jordan Juli 2015 (14,4%); faktor yang sebagai
Jordanian teaching selama 30 hari mengadaptasi pedoman hingga Mei berhubungan antara lain: antibiotik
hospital: Frequency and pasca operasi dan American Society of 2016 pada indeks massa tubuh ≥36 kg/m2 profilaksis dapat
implicated factors mengidentifikasi Health-System semua wanita sebelum kehamilan, rawat inap menurunkan
faktor-faktor yang Pharmacists (ASHP) yang lebih dari 3,5 hari, menjalani risiko infeksi
Mariam Hantash Abdel terkait dengan untuk profilaksis menjalani operasi pada usia kehamilan luka operasi SC.
Jalil, Khawla Abu peningkatan antimikroba sebagai operasi caesar lebih dari 40 minggu.
Hammour, Mervat risiko infeksi luka protokol profilaksis di Rumah Menerima dosis cefazolin
Alsous, Wedad Awad, operasi SC. antibiotik bedah mereka. Sakit profilaksis yang lebih tinggi
Rand Hadadden, Faris Untuk operasi caesar Universitas yang disesuaikan dengan berat
Bakri, Kamil Fram; 2017. tanpa alergi β-laktam, Jordan. badan berhubungan dengan
ASHP merekomendasikan risiko infeksi luka operasi SC
Scientific Reports Vol. 7, pemberian dosis tunggal yang lebih rendah.
No. 12210: Sep 2017 [1- cefazolin 2 gram untuk
9] wanita dengan berat
https://www.nature.com/a kurang dari 120 kg, dalam
rticles/s41598-017-12431- jangka waktu 60 menit
2.pdf sebelum sayatan pertama.

Jurnal internasional.
3 The efficacy of Membandingkan Profilaksis antibiotik Penelitian Sebanyak 911 pasien Tidak ada
ampicillin compared with efikasi ampisilin direkomendasikan untuk kohort menerima ceftriaxone perbedaan
ceftriaxone on dan ceftriaxone mengurangi tingkat dilakukan di sedangkan 3238 pasien antara ampisilin
preventing cesarean dalam mencegah infeksi luka operasi SC. rumah sakit menerima ampisilin sebagai dan ceftriaxone
surgical site infections: infeksi luka Ini harus diberikan dalam tersier di antibiotik profilaksis. Insiden untuk mencegah
an observational operasi SC. 60 menit sebelum sayatan Thailand mulai infeksi luka operasi insisional infeksi luka
40

Judul Artikel; Penulis; Tujuan


No Informasi Ilmiah Metode Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun; Jurnal; Jenis Penelitian

prospective cohort study pertama. Saat ini, dosis 1 Januari adalah (0,1% vs 1,2%; p = operasi SC.
tunggal cefazolin 2007 hingga 0,001) dan infeksi luka operasi Ampisilin dapat
Srisuda intravena 1-2 g 31 Desember ruang organ adalah (1,2% vs digunakan
Assawapalanggool, direkomendasikan sebagai 2012 pada 2,9%; p = 0,003) pada sebagai
Nongyao Kasatpibal, antibiotik preoperatif lini semua wanita kelompok ceftriaxone antibiotik
Supatra Sirichotiyakul, pertama untuk pasien SC. yang dibandingkan dengan profilaksis pada
Rajin Arora, Watcharin Perbedaan dalam praktik menjalani kelompok ampisilin. Setelah operasi SC.
Suntornlimsiri, Anucha klinis tetap ada, operasi caesar. disesuaikan untuk perancu,
Apisarnthanarak; 2018. tergantung pada rasio tingkat infeksi luka
preferensi dokter operasi SC pada kelompok
Antimicrobial Resistance kandungan. Ceftriaxone ceftriaxone dibandingkan
and Infection Control Vol. dan ampicillin masih dengan kelompok ampisilin
7, No. 13: Jan 2018 [1-8] dipakai di Thailand tidak berbeda.
https://aricjournal.biomed sebagai profilaksis
central.com/articles/10.11 operasi SC.
86/s13756-018-0304-6

Jurnal internasional.
4 To study the effectiveness Menilai Saat ini, database Penelitian Di antara 110 subyek, Dosis tunggal
of prophylactic use of efektivitas Cochrane, ACOG dan prospektif komplikasi berupa infeksi luka Ceftriaxone
ceftriaxone (single dose) Ceftriaxone CDG merekomendasikan single-blind operasi SC yang paling banyak efektif untuk
in caesarean section in sebagai antibiotik profilaksis sefalosporin dilakukan di adalah infeksi luka operasi SC pencegahan
low risk patients in a profilaksis (dosis generasi pertama atau departemen superfisial dengan discharge infeksi luka
tertiary care center, tunggal) pada ampisilin dosis tunggal, Obstetri dan purulen (2,72%), sedangkan operasi SC.
Moradabad, India operasi caesar karena keduanya sama- Ginekologi di infeksi luka operasi SC
pada pasien risiko sama efektif. Universitas superfisial dengan discharge
Ruby Kumari, Arti rendah. dan Pusat serosanguinous sebesar 1,81%.
41

Judul Artikel; Penulis; Tujuan


No Informasi Ilmiah Metode Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun; Jurnal; Jenis Penelitian

Sharma, Pratibha Sheetal, Penelitian


Roy Anupriya; 2017. Teerthankar
Mahaveer,
International Journal of Moradabad
Research in Medical mulai Juni
Sciences Vol. 5, No. 12: 2015 hingga
Dec 2017 [5278-5282] Mei 2016 pada
(ISSN: 2320-6012) semua pasien
https://www.msjonline.or berisiko
g/index.php/ijrms/article/v rendah yang
iew/3985/3553 menjalani
operasi caesar.
Jurnal internasional.
5 Pola Penggunaan Mengetahui pola seftriakson diberikan Melakukan Penggunaan antibiotik penggunaan
Antibiotik Profilaksis penggunaan bersamaan sebelum kajian profilaksis antibiotik
pada Pasien Bedah antibiotik operasi tujuannya untuk terhadap bedah sesar di Rumah Sakit ceftriaxone
Caesar (Sectio Caesarea) profilaksis bedah meningkatkan aktivitas rekam medis Pekanbaru Medical Center terbukti efektif
di Rumah Sakit sesar dan antibiotik pada infeksi pasien yang adalah Seftriakson tunggal sebagai
Pekanbaru Medical bagaimana spesifik, memperlambat menggunakan dengan dosis antibiotik
Center (PMC) kejadian dan mengurangi resiko antibiotik 1g (58,9%) dan dari sejumlah profilaksis untuk
infeksinya timbulnya bakteri profilaksis pasien tersebut tidak infeksi luka
Husnawati Husnawati, resisten. pada bedah ditemukan pasien dengan operasi
Fitra Wandasari; 2017 sesar selama infeksi luka operasi
bulan Januari
Jurnal Sains Farmasi & sampai dengan
Klinis (J Sains Farm Klin) bulan
Desember
42

Judul Artikel; Penulis; Tujuan


No Informasi Ilmiah Metode Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun; Jurnal; Jenis Penelitian

2014.
6 Single vs Multiple Dose Mengetahui Efikasi dan efisiensi dosis Penelitian uji Didapatkan 46 subjek dengan Dosis tunggal
of Cefazolin Prophylaxis adakah perbedaan tunggal cefazolin tidak klinis acak 23 subjek pada kelompok cefazolin
in Elective Cesarean kejadian infeksi berbeda dengan dosis tersamar cefazolin dosis tunggal dan 23 memperlihatkan
Section pascapersalinan multipel. tunggal subjek pada cefazolin dosis angka kejadian
dengan dengan dua multipel. Didapatkan 9 dari infeksi yang
Sigit Purbadi, Muhamad penggunaan kelompok seluruh subjek mengalami serupa dengan
Fadli; 2017. cefazolin perlakuan infeksi (19,6%). Tidak dosis multipel.
profilaksis dosis yaitu cefazolin ditemukan perbedaan kejadian Pemberian dosis
Indonesian Journal of tunggal dan dosis tunggal 2 infeksi pada kedua kelompok tunggal dapat
Obstetrics and multipel. gram pada 30 perlakuan. dijadikan
Gynecology Vol. 5, No. 1: menit sebelum protokol dalam
Jan 2017 [60-65] insisi dan prosedur SC
http://inajog.com/index.ph cefazolin dosis terkait efikasi
p/journal/article/view/468 multipel dan efisiensinya.
/447 (cefazolin
dosis tunggal 2
Jurnal nasional. gram pada 30
menit sebelum
insisi dan 1
gram pada
delapan jam
setelah dosis
awal).
Penelitian
dilakukan pada
wanita yang
43

Judul Artikel; Penulis; Tujuan


No Informasi Ilmiah Metode Hasil Penelitian Kesimpulan
Tahun; Jurnal; Jenis Penelitian

menjalani
operasi SC
elektif di RS
Fatmawati dan
RS Anna,
Jakarta pada
Januari -
Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai