Anda di halaman 1dari 78

FAKTOR RISIKO PADA PASIEN HIPOSPADIA

ANTERIOR, MIDDLE, DAN POSTERIOR


DI RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar


Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh:
Rido Mulawarman
04011281320010

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

i
ii

HALAMAN PENGESAHAN

FAKTOR RISIKO PADA PASIEN HIPOSPADIA ANTERIOR, MIDDLE,


DAN POSTERIOR DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Oleh:
Rido Mulawarman
04011281320010

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Palembang, Desember 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Pembimbing I
dr. Ziske Maritska, M. Si.Med .............................................
NIP. 198403262010122004

Pembimbing II
drs. Djoko Marwoto, MS .............................................
NIP. 195703241984031001

Penguji I
Dr. dr. Didit Pramudhito, Sp.U .............................................
NIP. 196706161996071001

Penguji II
dr. Indri Seta Septadina, M.Kes .............................................
NIP. 198109162006042002

Mengetahui,
Koordinator Blok Skripsi

dr. Mutiara Budi Azhar, SU, M.Med.Sc.


NIP. 19520107 198303 1001
iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (sarjana), baik di Universitas Sriwijaya maupun di
perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian penulis sendiri,
tanpa campur tangan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasi orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka Saya
bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Palembang, 28 Desember 2016


Yang membuat pernyataan

Rido Mulawarman
NIM. 04011281320010
iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Rido Mulawarman


NIM : 04011281320010
Program Studi : Pendidikan Dokter Umum
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

FAKTOR RISIKO PADA PASIEN HIPOSPADIA ANTERIOR, MIDDLE,


DAN POSTERIOR DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Palembang


Pada tanggal: Desember 2016
Yang Menyatakan

Rido Mulawarman
NIM 04111001041
v

ABSTRAK

FAKTOR RISIKO PADA PASIEN HIPOSPADIA ANTERIOR, MIDDLE,


DAN POSTERIOR DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG

(Rido Mulawarman, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Desember 2013,


61 halaman)

Latar Belakang. Hipospadiamerupakankelainankongenital sistem urogenital pria


dengan insiden yang cenderung meningkat. Hipospadia dapat diklasifikasikan
berdasarkan posisi muara uretra menjadi anterior, middle, dan posterior. Meskipun
hipospadia umum dijumpai, hingga saat ini penyebabnya masih belum pasti.
Beberapa faktor risiko telah dikaitkan dengan terjadinya hipospadia. Namun,
penelitian yang mencoba mengidentifikasi faktor risiko hipospadia secara khusus
berdasarkan jenis hipospadia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi faktor risiko pasien hipospadia berdasarkan jenis hipospadiadi
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Metode. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif observasional
potong lintang. Sampel penelitian adalah pasien hipospadia baik yang rawat jalan
maupun rawat inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari
2014 hingga Juni 2016 yang memenuhi kriteria inklusi. Data mengenai faktor
risiko didapatkan dari rekam medik dan wawancara langsung kepada orang tua
pasien melalui telepon. Faktor risiko yang diteliti antara lain lingkungan
ditemukan pada ibu yang memiliki riwayat merokok pasif, konsumsi obat-obatan,
dan paparan bahan kimia selama kehamilan. Sementara faktor risiko genetik
ditemukan pada pasien yang memiliki riwayat keluarga mengalami hipospadia.
Hasil. Penelitian ini melibatkan 37 pasien hipospadia yang memenuhi kriteria
inklusi. Distribusi pasien terbanyak (56.8%) ditemukan pada hipsopadia posterior.
Faktor risiko terbanyak ditemukan pada riwayat ibu yang merokok pasif dan
mengalami paparan bahan kimia selama kehamilan.
Kesimpulan. Dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaan faktor risiko
hipospadia berdasarkan jenis hipospadia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.

Kata kunci: Kelainan kongenital, hipospadia, faktor risiko


vi

ABSTRACT

RISK FACTORS OF ANTERIOR , MIDDLE, AND POSTERIOR


HYPOSPADIAS AT RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG

(Rido Mulawarman, Faculty of Medicine, Sriwijaya University, 61 pages)

Introduction. Hypospadias is one of the most commonly identified congenital


anomalies in male urogenital tract. Based on the position of urethral meatus,
hypospadias can be classified into anterior, middle and posterior hypospadias.
Despite being commonly found, causes of hypospadias are still elusive. Some risk
factors have been associated with the occurrence of hypospadias in general.
Nevertheless, there have been limited studies on investigating risk factors for each
type of hypospadias. This study wished to identify risk factors in different types of
hypospadias in RSMH Hospital.
Methods.Descriptive study with a cross sectional design. Samples were
hypospadias patients in Dr. Mohammad Hoesin Hospital Palembang from January
2014 to June 2016 who met the inclusion criteria. Data related to patients’ risk
factors were collected from both the patients’ medical record and direct interview
by phone calls. Environmental risk factors were represented by history of
smoking, drug consumption, and chemical exposure during pregnancy. Genetic
risk factor was seen from patients’ family history.
Results.There were 37 hypospadias patients recruited in this study. Majority of
the samples are posterior hypospadias patients (56.8%). Passive smoking and
chemical exposure during pregnancy were the most striking risk factors in all type
of hypospadias.
Conclusion.There is no different pattern of risk factors in different types of
hypospadias in hypospadias patients in RSMH Palembang.

Keywords : congenital anomalies, hypospadias, risk factors


vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya penelitian yang berjudul “Faktor Risiko pada Pasien
Hipospadia Anterior, Middle, dan Posterior di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
dukungan, bimbingan, doa, semangat, serta saran dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dosen pembimbing, dr. Ziske Maritska, M.Si.Med dan drs. Djoko
Marwoto,MS atas bimbingan, kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi.
2. Dosen penguji, Dr. dr. Didit Pramudhito, Sp.U dan dr. Indri Seta
Septadina, M.Kes, atas bimbingan kritik dan saran dalam penyelesaian
skripsi.
3. Kedua orang tua, Dr. Ir. H. Mulawarman, M.Sc dan dra. Hj. Nurul
Aryanti, M.Pd yang setiap hari memberika semangat dan doa sehingga
skripsi ini bisa selesai dengan baik serta tepat waktu.
4. Seluruh teman-teman PSPD B angkatan 2013 yang selalu memberikan
dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran
demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Palembang, 28 Desember 2016

Penulis
viii

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..........................iv
ABSTRAK ..........................................................................................................v
ABSTRACT ..........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xii
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................... 2
1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
1.4.1. Manfaat Teoritis ....................................................................... 3
1.5.2. Manfaat Praktis .......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Embriologi Genitalia Eksterna Laki-laki ................................................... 4
2.1.1. Sistem Genitalis .......................................................................... 4
2.1.2. Duktus Genitalis ......................................................................... 5
2.1.3. Genitalia Eksterna Pada Laki-laki .............................................. 6
2.1.4. Pembentukan uretra .................................................................... 8
2.2. Hipospadia.............................................................................................. 10
2.2.1. Definisi Hipospadia .................................................................... 10
2.2.2. Epidemiologi Hipospadia ........................................................... 10
2.2.3. Klasifikasi Hipospadia................................................................ 11
2.2.3.1. Klasifikasi Berdasarkan Fenotipe .................................... 11
2.2.3.1.1. Klasifikasi Duckett .............................................. 12
2.2.3.1.2. Klasifikasi Browne ............................................... 13
2.2.3.1.3 Klasifikasi Avellan ............................................... 13
2.2.3.1.4 Klasifikasi Schaefer .............................................. 13
2.2.3.1.5 Klasifikasi Smith .................................................. 13
2.2.3.1.6 Klasifikasi Lain ..................................................... 13
2.2.3.2. Klasifikasi Berdasarkan Gejala Klinis ............................. 13
2.2.3.2.1. Syndromic Hypospadias ....................................... 14
2.2.3.2.2. Non-syndromic / Isolated Hypospadias ................ 15
2.2.4. Etiologi Hipospadia .................................................................... 15
ix

2.2.4.1. Faktor Genetik Terhadap Hipospadia ................................. 15


2.2.4.2. Faktor Lingkungan Terhadap Hipospadia .......................... 20
2.2.4.2.1. Paparan Asap Rokok................................................ 21
2.2.4.2.2. Paparan Bahan Kimia .............................................. 22
2.2.4.2.3. Penggunaan Obat-obatan ......................................... 26
2.2.4.3 Faktor-faktor Lain Yang Terkait Dengan Hipospadia ........ 27
2.2.4.3.1. Faktor Maternal ...................................................... 27
2.2.4.3.2. Faktor Usia Ibu dan Ayah ....................................... 30
2.2.4.4. Faktor Risiko Pada Masing-masing Jenis Hipospadia ...... 30
2.2.5. Patogenesis Hipospadia .............................................................. 32
2.2.4. Dampak Hipospadia ................................................................... 34
2.3 Kerangka Teori ..................................................................................... 36
2.4 Kerangka Konsep.................................................................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 38
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 38
3.2.1. Waktu ........................................................................................ 38
3.3.2. Tempat ...................................................................................... 38
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................ 38
3.3.1 Populasi ....................................................................................... 38
3.3.1.1 Populasi target ................................................................... 38
3.3.1.2 Populasi terjangkau ........................................................... 38
3.3.2 Sampel ......................................................................................... 39
3.3.2.1 Kriteria Inklusi................................................................... 40
3.2.2.2 Kriteria Esklusi ................................................................. 40
3.4. Variabel Penelitian............................................................................... 41
3.4.1 Hipospadia ................................................................................. 41
3.4.2. Faktor Risiko ............................................................................. 41
3.5. Definisi Operasional Penelitian......................................................... 42
3.6. Cara Kerja / Cara Pengumpulan Data ............................................... 45
3.7. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 45
3.7. 1 Analisis univariat ...................................................................... 45
3.8 Kerangka Operasional ....................................................................... 46
3.9 Jadwal Kegiatan ................................................................................. 47
3.10 Anggaran Penelitian........................................................................... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 48
4.1.1 Distribusi Pasien Hipospadia Berdasarkan Jenis Hipospadia............48
4.1.2 Faktor Risiko Masing-masing Jenis Hipospadia.............................49
4.1.2.1 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Anterior.... .................. 49
4.1.2.2 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Middle ......................... 50
4.1.2.3 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia posterior ...................... 50
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 51
4.2.1 Distribusi Pasien Hipospadia Berdasarkan Jenis Hipospadia....51
x

4.2.2 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Anterior........................52


4.2.3 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Middle..........................53
4.2.4 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Posterior.......................53
4.3 Keterbatasan Penelitian....................................................................... 55
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .................................................................................................... 56
5.2 Saran .......................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57
LAMPIRAN .......................................................................................................... 60
BIODATA ............................................................................................................. 77
xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Penyebab yang diketahui menyebabkan Syndromic Hypospadias...............14
2. Ringkasan mutasi genetik yang terlibat dalam etiologi hipospadia..............20
3. Distribusi pasien hipospadia berdasarkan jenis hipospadia..........................49
4. Distribusi pasien hipospadia berdasarkan letak MUE..................................49
5. Faktor risiko pada pasien hipospadia anterior .............................................50
6. Faktor risiko pada pasien hipospadia middle ...............................................50
7. Faktor risiko pada pasien hipospadia posterior..........................................51
xii

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pengaruh sel germinativum primordial pada gonad indiferen ..................... 4
2. Pengaruh kelenjar seks pada differensiasi jenis kelamin lebih lanjut.......... 5
3. Stadium indiferen genitalia eksterna ........................................................... 6
4. Perkembangan genitalia eksterna laki-laki pada minggu ke-10. ................. 7
5. Skema sederhana dari embriologi normal dari genitalia eksterna laki-laki. 8
6. Penyatuan lipatan uretra .............................................................................. 9
7. Klasifikasi hipospadia berdasarkan beberapa pembagian subtipe ............... 12
8. Klasifikasi hipospadia menurut Duckett ...................................................... 12
9. Jalur sintesis androgen ................................................................................. 19
10. Teori perkembangan uretra manusia ........................................................... 33
xiii

DAFTAR SINGKATAN

SRY : Sex-determining region on Y


HAM : Hormon Antimulleri
MACDP : Metropolitan Atlanta Congenital Defect Program
BDMP : Birth Defect Monitoring Program
Shh : Sonic hedgehog
HOX : Homeobox
FGF : Fibroblast growth factor
Igfr : Insulin-like Growth Factor Receptor
DHT : Dihidrotestosteron
AR : Androgen Rceptor
EDC : Endocrin-drisrupting
DES : Dietilstilbestrol
MUE : Muara Uretra Eksterna
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Pertanyaan-pertanyaan wawancara via telepon ........................................... 60
2. Rekap data rekam medis sampel.................................................................. 61
3. Foto saat melakukan penelitian di bagian rekam medik .............................. 63
4. Artikel ...........................................................................................................64
5. Sertifikat Etik ................................................................................................71
6. Surat Izin Penelitian ......................................................................................72
7. Surat Selesai Penelitian.................................................................................73
8. Lembar Konsultasi I .....................................................................................73
9. Lembar Konsultasi II ....................................................................................75
10. Surat Revisi Skripsi ......................................................................................76
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital pada sistem
urogenital pria yang berupa gangguan pada perkembangan uretra anterior (Baskin,
2006). Pada penderita hipospadia, posisi muara uretra tidak terletak pada tempat
normalnya (Baskin, 2006). Muara uretra penderita hipospadia dapat ditemukan
mulai dari ventral penis proksimal hingga glans penis, skrotum, ataupun perineum
(Baskin, 2006). Berdasarkan posisi muara uretranya, hipospadia diklasifikasikan
menjadi tiga tipe, yaitu hipospadia anterior, hipospadia middle dan hipospadia
posterior (A. T. Hadidi, 2006).
Hipospadia merupakan salah satu kelainan urogenital pria yang umum
dijumpai dengan angka kejadian yang bervariasi di berbagai negara. Studi yang
dilakukan oleh Springer dkk pada tahun 2015 menunjukan adanya peningkatan
angka kejadian hipospadia di berbagai tempat di dunia. Data terakhir
menunjukkan bahwa angka kejadian hipospadia tahun 1910 hingga 2013 dengan
rata-rata penelitian 9 tahun (kisaran: 1-36 tahun) di Eropa adalah sebesar 19,9
(kisaran: 1-464), Amerika Utara 34,2 (6-129,8), Amerika Selatan 5.2 (2,8-110),
Asia 0,6-69, Afrika 5.9 (1,9-110), d Australia 17.1- 34,8 dari 10.000 kelahiran
bayi. Namun secara umum, angka kejadian hipospadia dunia berkisar antara 1 dari
125 hingga 1 dari 300 angka kelahiran (Baskin, 2001). Sayangnya data mengenai
angka kejadian hipospadia di berbagai daerah di Indonesia sendiri masih sangat
terbatas. Di Balikpapan dilaporkan dijumpai 24 pasien dalam periode waktu
antara Juli 2009 hingga Juni 2011 (Mahadi,, 2011); Bali 42 angka kejadian dalam
tara Januari 2009 hingga April 2012 (Duarsa dan Teguh, 2016); Manado 17 angka
kejadian dalam periode waktu antara Januari 2009 hingga Oktober 2012
(Limatahu dkk, 2013).
Meskipun kasus hipospadia umum ditemui, etiologi pasti hipospadia
belum diketahui. Hipospadia diyakini sebagai salah satu kondisi yang bersifat
multifaktorial, dengan beragam faktor risiko yang terkait. Selain faktor genetik,

1
2

faktor lingkungan memiliki peranan yang besar terhadap kejadian hipospadia,


terutama yang terkait dengan faktor risiko Ibu. Riwayat penggunaan obat-obatan
dan paparan terhadap bahan kimia tertentu serta paparan rokok saat hamil
diketahui banyak dijumpai pada ibu penderita hipospadia (Maritska, 2015). Usia
ibu, riwayat hipertensi, pre-eklampsia dan berat badan lahir rendah serta
insuffisiensi placenta juga diketahui dapat menjadi pemicu terjadinya hipospadia
(Van Rooij IA, 2013). Temuan baru menunjukkan bahwa hormon yang
digunakan dalam obat-obatan kontrasepsi juga dapat meningkatkan risiko
hipospadia (Van Rooij IA, 2013).
Meskipun hipospadia umum dijumpai di masyarakat, namun untuk saat ini
penelitian yang telah dilakukan mengenai hipospadia lebih banyak membahas
faktor risiko hipospadia secara umum. Penelitian yang mencoba mengidentifikasi
faktor risiko hipospadia secara khusus berdasarkan jenis hipospadia masih
terbatas. Hingga saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang mencoba
mengidentifikasi faktor risiko hipospadia berdasarkan jenis hipospadia. Maka dari
itu perlu dilakukan lebih banyak lagi penelitian mengenai faktor-faktor risiko apa
saja yang terkait secara spesifik dengan masing-masing jenis hipospadia.
Penelitian ini diharapkan mampu mengetahui distribusi dan faktor risiko pasien
hipospadia berdasarkan jenis hipospadia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja faktor risiko hipospadia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi faktor risiko hipospadia di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui distribusi pasien hipospadia berdasarkan jenis
hipospadia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
3

1.3.2.2 Mengidentifikasi faktor risiko hipospadia berdasarkan


jenis hipospadia anterior, hipospadia middle, dan
hipospadia posterior.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan
landasan teori untuk mengidentifikasi faktor risiko yang ada pada
kasus hipospadia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.4.2 Manfaat Praktis


Untuk masyarakat, diharapkan dapat digunakan dalam
mengidentifikasi faktor risiko hipospadia sehingga dapat dilakukan
tindakan preventif dengan mengetahui kehamilan yang janinnya
berisiko mengalami hipospadia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Embriologi Genitalia Eksterna Laki-laki


2.1.1 Sistem Genitalis
Proses diferensiasi jenis kelamin merupakan proses yang kompleks dari
beberapa gen, termasuk yang bersifat autosom. Kunci yang membedakan jenis
kelamin adalah kromosom Y. Kromosom Y mengandung gen faktor penentu testis
yang dinamai gen SRY (Sex-determining region on Y) di lengan pendeknya
(Yp11). Protein SRY adalah testis-determining factor; yang mempengaruhi
perkembangan diferensiasi ke arah jenis kelamin laki-laki dan selanjutnya
memacu testis dengan memberi sinyal pertumbuhan pertama pada sel sertoli. Sel
sertoli membantu perkembangan germ cell dan sel leydig. Di bawah pengaruh
testosteron yang diproduksi oleh sel leydig testis, maka selanjutnya testosteron
dikonversi menjadi dihidrotestosteron. Sedangkan jika tidak ada testis-
determining factor, maka yang berkembang adalah jenis kelamin wanita (Sadler
T.W., 2013). Dalam skema dibawah ini dijelaskan pada awalnya jenis kelamin
belum bisa dibedakan antara laki-laki dan wanita yang disebut dengan gonad
indiferen, sampai adanya pengaruh kromosom Y seperti tercantum pada gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh sel germinativum primordial pada gonad


indifferen (Sadler T. W., 2013).

4
5

2.1.2 Duktus Genitalis


Perkembangan sistem duktus genitalis dan genitalia eksterna selama
kehidupan intrauterin berada di bawah pengaruh hormon yang bersirkulasi dalam
darah janin. Sel sertoli di dalam testis janin menghasilkan hormon antimulleri
(HAM) yang menyebabkan regresi duktus paramesonefros. Selain menghasilkan
zat ini, testis juga menghasilkan testosteron yang merupakan androgen utama
yang memasuki sel-sel jaringan sasaran. Di sini, hormon dikonversi menjadi
dihidrotestosteron. Testosteron dan dihidrotetosteron berikatan dengan suatu
protein reseptor spesifik intrasel yang mempunyai afinitas tinggi dan akhirnya
kompleks hormon-reseptor ini berikatan dengan DNA untuk mengatur transkripsi
gen-gen yang spesifik-jaringan dan produk-produk proteinnya (Sadler T.W.,
2013). Kompleks testosteron dan reseptor menjadi mediator virilisasi duktus
mesonefros, sementara kompleks dihidrotestosteron dan reseptor mengatur
diferensiasi genitalia eksterna laki-laki. Berbeda dengan wanita yang tidak
dihasilkan hormon antimulleri (HAM), maka sistem saluran paramesonefros akan
dipertahankan, sehingga akan terjadi perkembangan menjadi tuba uterina dan
rahim. Hal ini dijelaskan pada skema pada gambar 2 (Sadler T.W., 2013).

Gambar 2. Pengaruh kelenjar seks pada diferensiasi jenis kelamin


lebih lanjut (Sadler T. W., 2013).
6

2.1.3 Genitalia Eksterna Pada Laki-laki


Perkembangan genitalia eksterna laki-laki berada dalam pengaruh hormon
androgen yang disekresi oleh testis janin serta ditandai dengan pemanjangan
tuberkulum genital yang dinamakan phallus (penis). Bersamaan dengan
pemanjangan phallus, maka phallus menarik lipatan uretra ke depan sehingga
lipatan tersebut membentuk dinding lateral dari sulkus uretra (urethral groove).
Sulkus ini terbentang sepanjang permukaan kaudal penis tetapi tidak mencapai
bagian paling distal, yang dikenal sebagai glans. Lapisan epitel yang melapisi
sulkus ini berasal dari endoderm dan membentuk lempeng uretra (Sadler T.W.,
2013). Pada gambar 3 memperlihatkan stadium indiferen dan memanjangnya
lipatan uretra yang mulai menyatu.

Gambar 3. A, B. Stadium indiferen genitalia eksterna. A. Sekitar 4


minggu. B. Sekitar 6 minggu. C. Foto in utero mudigah 56 hari yang
memperlihatkan pertumbuhan berkelanjutan tuberkulum genital dan
memanjangnya lipatan uretra yang belum mulai menyatu. Penebalan
genital masih belum jelas terlihat (Sadler T. W., 2013).
7

Pada akhir bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutup diatas lempeng
uretra, sehingga terbentuk uretra penis pars kavernosa. Saluran ini tidak
memanjang hingga ke ujung phallus. Bagian uretra yang paling distal ini
dibentuk pada bulan keempat disaat sel-sel ektoderm dari ujung glans menembus
masuk ke dalam dan membentuk sebuah korda epitel yang pendek. Korda ini
kemudian membentuk lumen, yang disebut orifisium uretra eksternum. Penebalan
genital yang terjadi pada laki-laki dikenal sebagai penebalan skrotum yang timbul
di regio inguinal. Pada perkembangan selanjutnya, kedua penebalan ini bergerak
ke arah kaudal, dan masing-masing penebalan membentuk separuh dari skrotum.
Keduanya dipisahkan satu sama lain oleh sekat skrotum. Pada kejadian
hipospadia, penyatuan lipatan uretra tidak sempurna dan terdapat muara uretra
yang tidak normal di sepanjang permukaan bawah dari penis (Sadler T.W., 2013).
Perkembangan genitalia eksterna laki-laki minggu ke 10 dijelaskan pada gambar
4.

Gambar 4. Perkembangan genitalia eksterna laki-laki pada minggu ke-10.


A. Alur uretra yang dikepit lipatan uretra. B. Potongan melintang melalui
phallus selama pembentukkan uretra penis. Alur urogenital dijembatani
oleh lipatan uretra. C. Perkembangan bagian glandular dari uretra penis.
D. Pada bayi baru lahir (Sadler T. W., 2013).
8

Sebelum tujuh minggu kehamilan, laki-laki dan wanita tidak bisa


dibedakan. Diantara minggu ketujuh dan kedelapan kehamilan, gonad laki-laki
akan berdiferensiasi, menyebabkan produksi testis. Testosteron berpengaruh
dalam maskulinisasi dari genital laki-laki. Selama pertumbuhan fetus. Maka akan
terjadi peningkatan jarak antara anus dan organ genital. Lipatan uretra akan
bergabung dari proksimal menuju ke distal dan biasanya selesai pada akhir
trimester pertama. Selama proses diferensiasi normal, lipatan uretra menutup pada
janin seperti dijelaskan pada gambar 5 (Zanden, 2012).

Gambar 5. Skema sederhana dari embriologi normal dari genitalia


eksterna laki-laki (Zanden, 2012).

2.1.4 Pembentukan Uretra


Pada minggu ke-6, tuberkel genital berkembang pada sinus
urogenital bagian anterior. Virilisasi dari genitalia eksterna laki-laki
selama bulan ke-2 adalah pengaruh dari Testosteron yang dihasilkan testis
janin. HCG dari plasenta menstimulasi sel leydig untuk memproduksi
testosteron dan selanjutnya dikonversi menjadi 5α-reductase type 2. Uretra
penis akan terbentuk dari penyatuan dari tepi medial lipatan endodermal
uretra. Hasil penyatuan lipatan ini terjadi dari proksimal hingga ke distal
9

dan biasanya diselesaikan pada akhir trimester pertama. Tepi ektodermal


dari lipatan uretra kemudian bergabung melebihi uretra untuk membentuk
preputium. Hal ini juga merupakan akibat dari glandula uretra yang
terbentuk oleh karena pertumbuhan ke dalam ektodermal dari jaringan
yang menivaginasi ke dalam glans untuk bertemu dengan uretra proksimal.
Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa urothelium memiliki
kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi epitel skuamosa berlapis,
sehingga seluruh uretra laki-laki dapat dibentuk oleh penyatuan lipatan
uretra. Kegagalan penyatuan dari lipatan pada endodermal uretra akan
mengarah ke hipospadia (Leung, Alexander K. C. dan Robson, 2007).
Lipatan uretra yang sedang menyatu ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6. Lipatan uretra yang sedang menyatu dan penebalan skrotum


membesar untuk menyatu di garis tengah pada janin laki-laki minggu ke-
12 (Sadler T. W., 2013).
10

2.2 Hipospadia
2.2.1 Definisi hipospadia
Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital pada sistem
urogenital pria yang berupa gangguan pada perkembangan uretra anterior.
Pada penderita hipospadia, posisi muara uretra tidak pada tempat
normalnya (Baskin, Laurence dan Ebbers 2006). Muara uretra penderita
hipospadia dapat ditemukan mulai dari ventral penis proksimal hingga
glans penis, skrotum, ataupun perineum (Baskin, Laurence dan Ebbers
2006). Hipospadia adalah penyatuan lipatan uretra yang tidak sempurna
dan terdapat mulut uretra yang abnormal di sepanjang permukaan inferior
penis (Sadler T.W., 2013).

2.2.2 Epidemiologi hipospadia


Hipospadia merupakan salah satu kelainan urogenital laki-laki
yang umum dijumpai dengan angka kejadian yang bervariasi di berbagai
negara. Studi yang dilakukan oleh Springer dkk pada tahun 2015
menunjukan adanya peningkatan angka kejadian hipospadia di berbagai
tempat di dunia. Studi ini dilakukan dari 1910 hingga 2013 dengan rata-
rata penelitian 9 tahun (kisaran: 1-36 tahun). Hasil yang didapatkan antara
lain sebanyak 19,9 (kisaran: 1-464) Eropa, 34,2 (6-129,8) Amerika Utara,
5.2 (2,8-110) Amerika Selatan, (0,6-69) Asia, 5.9 (1,9-110) Afrika, dan
(17.1- 34,8) Australia dari 10.000 kelahiran bayi laki-laki. Namun secara
umum, angka kejadian hipospadia dunia berkisar antara 1:125 hingga
1:300 (Baskin, laurence dan ebbers 2006).
Berdasarkan data yang dicatat oleh Metropolitan Atlanta
Congenital Defect Program (MACDP) dan Birth Defect Monitoring
Program (BDMP) menyatakan bahwa insidensi hipospadia mengalami dua
kali lipat peningkatan antara 1970-1990. Prevalensi dilaporkan antara
0,3% menjadi 0,8% sejak tahun 1970an. Insidensi hipospadia meningkat
dari 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970 menjadi 39,7 per 10.000
kelahiran hidup pada tahun 1993 (Leung, Alexander K. C. dan Robson,
11

2007). Studi yang dilakukan Iris A.L.M. van Rooij di Belanda tahun 2013
melaporkan hipospadia terbanyak adalah jenis anterior, antara lain dengan
rincian hipospadia anterior (glandular and coronal) sebanyak 225 (59%)
kejadian, middle (penile) 111 (29%) kejadian, dan posterior (penoscrotal,
scrotal and perineal) 45 (12%) kejadian.
Untuk angka kejadian hipospadia di Indonesia ditemukan dan
dilakukan operasi di di RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
periode waktu antara Juli 2009 hingga Juni 2011 sebanyak 24 pasien
hipospadia pada rentang umur 2-38 tahun dengan rata-rata 10,7+8,3 tahun,
dengan rentang umur 6-10 tahun sebanyak 9 pasien (37.5%) dan paling
sedikit pada rentang umur 16-20 tahun, yaitu hanya ada 1 orang (4.2%).
Sebagian besar pasien hipospadia di RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan adalah tipe penile yaitu sebesar 10 pasien (41.7%), sisanya
adalah 6 jenis subcoronal (25,0%), 5 jenis penoscrotal (20,8%), dan 3 jenis
scrotal (12,5%) dengan hanya satu kasus tanpa chordee (4,2%) (Mahadi,,
2011).
Data yang didapatkan di Rumah Sakit Umum Sanglah Bali periode
waktu antara Januari 2009 hingga April 2012 terdapat 42 angka kejadian
dengan kejadian masing-masing tipe hipospadia penoscrotal berjumlah 14
pasien, scrotal 9 pasien, coronal 6 pasien, penile 11 pasien, subcoronal 1
pasien, dan perineal 1 pasien dengan total 42 pasien (Gede Wirya Kusuma
Duarsa, 2016). Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama periode waktu antara Januari 2009
hingga Oktober 2012 diketahui jumlah kasus hipospadia yang ditemukan
sebanyak 17 kasus (Limatahu dkk, 2013).
2.2.3 Klasifikasi Hipospadia
Hipospadia dapat diklasifikasikan berdasarkan fenotipe maupun
gejala klinis.
2.2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Fenotipe
Hipospadia dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
klasifikasi berdasarkan subtipe yang berbeda. Namun klasifikasi yang
12

paling umum digunakan adalah yang diperkenalkan Duckett di tahun


1996. Berikut klasifikasi hipospadia:

Gambar 7. Klasifikasi Hipospadia berdasarkan beberapa pembagian


subtipe (A. T. Hadidi, 2006).
2.2.3.1.1 Klasifikasi Duckett
Klasifikasi menurut Duckett (1996) terbagi menjadi tiga
bagian yang berdasarkan letak dari meatus uretra yaitu
anterior(50%), medius (30%), dan posterior (20%) (A. T. Hadidi,
2006).

Gambar 8. Klasifikasi hipospadia menurut Duckett (Kraft,


K.H.,2011).
13

2.2.3.1.2 Klasifikasi Browne


Klasifikasi menurut Browne (1936) terbagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu (1) hipospadia anterior terdiri atas tipe glanular,
subkoronal, dan penis distal, (2) hipospadia medius terdiri atas
midshaft dan penis proksimal dan (3) hipospadia posterior terdiri
atas penoskrotal, skrotal, dan perineal (Basuki, 2011).
2.2.3.1.3 Klasifikasi Avellan
Klasifikasi menurut Avellan (1975) terbagi menjadi tiga
yaitu (1) glanular, (2) penile, dan (3) Perinopeneal, perineal, dan
perineal dengan atau tanpa bulb (A. T. Hadidi, 2006). Klasifikasi
Avellan tergambar seperti gambar 1.
2.2.3.1.4 Klasifikasi Schaefer
Klasifikasi menurut Schaefer (1950) terbagi menjadi tiga
bagian yaitu glanular, penile dan perineal (A. T. Hadidi, 2006).
Terlihat pada gambar 1.

2.2.3.1.5 Klasifikasi Smith


Klasifikasi menurut Smith (1938) terbagi menjadi tiga
bagian yaitu derajat 1, derajat 2 dan derajat 3 (A. T. Hadidi, 2006).
Seperti dilihat pada gambar 1.

2.2.3.1.6 Klasifikasi Lain


Klasifikasi terbaru di tahun 2013 tetap menjadi tiga bagian
yaitu glanular, distal, dan proksimal (A. T. Hadidi, 2006). Seperti
tergambarkan pada gambar 1.

2.2.3.2.Klasifikasi Berdasarkan Gejala Klinis


Selain klasifikasi di atas, hipospadia juga bisa dibagi
menjadi syndromic hypospadias dan non-syndromic atau isolated
hypospadias (Leung, Alexander K. C. dan Robson, 2007).
14

2.2.3.2.1 Syndromic hypospadias


Syndromic hypospadias adalah suatu kondisi hipospadia
merupakan bagian dari suatu kumpulan sindrom yang umum
dijumpai. Sindrom tersebut bisa yang terjadi dalam sistem
reproduksi atau bisa sindrom yang tidak berhubungan dengan
sistem reproduksi. Hipospadia ditemukan pada gambaran klinis
lebih dari seratus sindrom genetik. Antara lain : Reifenstein, Wolf-
Hirschhorn, de Lange Syndrome, sindrom Fraser, dan sindrom
Smith-Lemli-Opitz (Leung, Alexander K. C. dan Robson, 2007).
Beberapa contoh yang yang berkaitan dengan syndromic
hipospadias tercantum pada tabel 1.

Tabel 1. Penyebab yang diketahui menyebabkan Syndromic


hypospadias
Sindrom Gen atau Lokasi Warisan
region yang kromosom
terlibat
Smith opitz DHCR7 11q13 Autosomal recessive
Lemli
WAGR atau WT1 11p13 Delesi mikro pada
deplesi region 11p13
kromosom
11p
Hand foot HOXA 13 7p 14-15 Autosomal dominan
genital
Opitz G/ midline 1 22q11 X linked
BBB gene recessive/autosomal
dominant
Wolf Delesi di 4p Delesi gen di
Hirschorn kromosom 4 kromosom 4p
Sumber: (George dkk, 2015).
15

2.3.3.2.1 Non-syndromic / isolated hypospadias


Isolated hypospadias adalah hipospadia yang ditemukan
secara tunggal, tidak ditemukan gejala-gejala tambahan lain
(Leung, Alexander K. C. dan Robson, 2007).

2.2.4 Etiologi
Meskipun kasus hipospadia umum ditemui, etiologi pasti
hipospadia belum diketahui. Hipospadia diyakini sebagai salah satu
kondisi yang bersifat multifaktorial, dengan beragam faktor risiko
yang terkait. Selain faktor genetik, faktor lingkungan memiliki
peranan yang besar dalam pengaruhnya terhadap kejadian
hipospadia, terutama yang terkait dengan faktor risiko Ibu.
2.2.4.1 Faktor Genetik Terhadap Hipospadia
Dalam sebuah studi diketahui bahwa riwayat keluarga yang
mengalami hipospadia, dan kerabat laki-laki pada anak yang
mengalami hipospadia kemungkinan memiliki peluang untuk
kejadian hipospadia. Dari studi terhadap kerabat laki-laki pada 103
kasus isolated hypospadias, ditemukan 28% setidaknya satu
anggota keluarga dengan hipospadia. Semakin berat keparahan
kejadian hipospadia, ditemukan insiden yang lebih tinggi di
keluarga pada derajat pertama; dengan bentuk yang paling ringan
dari hipospadia, didapatkan 3,5% yang terkena dampak; dengan
derajat kedua yaitu 9,1%, dan dengan derajat ketiga yaitu 16,7%.
Risiko secara keseluruhan untuk saudara bayi yang terkena dampak
akan mengalami hipospadia adalah 9,6% (Sorenson dalam
Michalakis, 2011).
Ditemukan juga hubungan yang mendalam pada sebuah
studi bahwa terjadi peningkatan risiko hipospadia dari anak laki-
laki yang ayahnya menderita hipospadia. Di antara ayah yang
16

dilakukan penelitian tersebut, 4% melaporkan hipospadia yang


tampaknya sesuai dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan
bahwa hipospadia mempengaruhi 7% kejadian dari derajat
pertama, kedua, dan ketiga pada keluarga (Brouwers, 2007).
Dengan demikian, temuan ini memperkuat perkiraan bahwa
genetik berperan dalam kejadian hipospadia.
Pengaruh genetik pada semua gen yang terlibat dalam
perkembangan sistem urogenital laki-laki akan mempengaruhi
kejadian hipospadia (Baskin, Laurence S., Himes, dan Colborn,
2006). Pada awalnya, penelitian mengenai hipospadia hanya
difokuskan untuk mengidentifikasi penyebab yang diduga karena
mutasi. Sebagian besar mutasi tersebut diidentifikasi dari pasien
yang menderita hipospadia posterior atau proksimal hipospadia.
Hal ini memberikan gambaran bahwa hipospadia posterior
kemungkinan disebabkan oleh etiologi monogenik apabila
dibandingkan dengan hipospadia anterior atau distal hipospadia
yang poligenik atau multifaktorial (Mathew George dkk, 2015).
Terdapat juga beberapa gen yang berperan dalam
pembentukan uretra dan sistem urogenital laki-laki yang jika
mengalami gangguan diyakini memainkan peran dalam kejadian
hipospadia. Gen-gen tersebut antara lain termasuk gen shh, HOX,
HOXA 13, Hoxa, Hoxd, FGF, Fgf-10, Igfr, dan lain-lain. Berikut
adalah penjelasan dari masing-masing gen yang berperan dalam
sistem urogenital laki-laki:
1) Gen Sonic hedgehog (Shh)
Gen Sonic hedgehog (Shh) adalah gen yang terekspresi di
dalam epitel sinus urogenital laki-laki dan tidak teregulasi oleh
testosteron. Shh menunjukan peranan penting dalam
perkembangan prostat. Penurunan genetik dari Shh selama
perkembangan mungkin terlibat dalam hipospadia (Baskin,
Laurence S., Himes, dan Colborn, 2001).
17

2) Gen homeobox (HOX)


Gen homeobox (HOX) adalah faktor transkripsi yang
berperan di dalam pengorganisasisan dan pembentukan pola pada
embrio (Baskin, Laurence S., Himes, dan Colborn, 2001).
3) Gen HOXA 13
Gen HOXA 13 berperan penting dalam perkembangan
tuberkel genital dan pembentukan penis. Selain itu, laki-laki
dengan sindrom tangan-kaki-genital, gangguan autosomal dominan
ditandai dengan mutasi pada HOXA 13, menunjukan variabel
keparahan hipospadia (Baskin, Laurence S., Himes, dan Colborn,
2001).
4) Gen Hoxa dan Hoxd
Gen dari gugusan Hoxa dan Hoxd berperan dalam
regionalisasi domain sepanjang sumbu saluran urogenital. Pada
tikus transgenik dengan kehilangan fungsi gen tunggal Hoxa atau
Hoxd menunjukan transformasi homeotik dan penurunan
morfogenesis dari saluran urogenital (Baskin L. S dkk, 2001).
5) Gen Fibroblast growth factor (FGF)
Gen Fibroblast growth factor (FGF) berperan penting
dalam perkembangan tuberkel genital (Baskin, Laurence S.,
Himes, dan Colborn, 2001).
6) Gen Fgf-10 dan insulin-like growth factor receptor (Igfr)
Gen Fgf-10 dan insulin-like growth factor receptor (Igfr)
pada tikus yang dilakukan penelitian menunjukan perkembangan
kejadian hipospadia. Lebih spesifik, kondisi genitalia eksterna di
Fgf-10 pada tikus menimbulkan suatu perlambatan perkembangan
dari glans penis. Mutasi genetik juga menggangu interaksi antara
epitelial-mesenkimal yang dibutuhkan dalam embriogenesis
normal (Baskin, Laurence S., Himes, dan Colborn, 2001).
18

Studi yang dilakukan Kalfa dkk (2008), menunjukkan


bahwa gen yang mengatur perkembangan penis (Hox, FGF, Shh),
deterninasi testis (WT1, SRY), dan yang mengatur sintesis
Luteinizing Hormone (LH) reseptor dan aksi androgen (5alpha
reduktase, androgen receptor) jika terdapat gangguan dapat
menyebabkan hipospadia. Akhir ini, CXorf6 dan ATF3 dilaporkan
terlibat.
7) Androgen receptor
Androgen receptor adalah gen yang dianggap sebagai gen
yang berperan banyak dalam proses perkembangan laki-laki serta
diferensiasi seksual laki-laki. Gen ini diketahui memiliki peranan
dalam kerja hormon androgen (Maritska, 2015). Androgen
merupakan salah satu hormon steroid yang penting dalam tahapan
dalam perkembangan normal dari fenotipe laki-laki. Hal ini terlibat
dalam perkembangan kedua alat kelamin eksternal internal dan
laki-laki selama embriogenesis melalui aksi dari testosteron dan
5α-dihidrotestosteron (DHT). Selain itu, androgen juga memainkan
peran penting selama pematangan seksual pada waktu pubertas,
fungsi reproduksi laki-laki, spermatogenesis,dan tingkah termasuk
tingkah laku (Rajender S, 2007). Androgen terbanyak yang
bersirkulasi pada tubuh adalah testosteron. Yang dimana 90%
produksi berasal dari kolestrol di dalam sel leydig testis. Sisa 10%
diproduksi di kelenjar adrenal. Testosteron akan dikonversi
menjadi 5α-dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan 5α-
dihidrotestosteron (DHT) (Nenonen, 2011). Jalur androgen dapat
dilihat pada gambar 3.
19

Gambar 9. Jalur sintesis androgen (Nenonen, 2011).


Pada analisis polimorfisme rantai tunggal menunjukan
suatu kehilangan mutasi dari exon 2 dari gen (AR) dalam 1 dari 40
pasien hipospadia bagian distal. Satu dari sembilan pasien dengan
hipospadia berat mengalami perubahan asam amino tunggal dari
androgen receptor (AR). Beberapa penulis berpendapat bahwa
mutasi dari gen AR jarang berhubungan dengan hipospadia,
sehingga tersirat bahwa terdapat faktor lain yang bertanggung
jawab (Baskin, Laurence S., Himes, dan Colborn, 2001).
Mutasi genetik secara tidak langsung akan menganggu
keadaan testis janin, produksi testosteron pada adrenal dan
kemampuan virilisasi dari sinus urogenital dan genitalia eksterna
selama embriogenesis. Jika konversi dari testosteron menjadi DHT
oleh 5α-reduktase terganggu, maka aktivitas enzim yang terlibat
dalam konversi kolestrol menjadi testosteron berdampak secara
tidak langsung terhadap virilisasi urogenital (Baskin, Laurence S.,
Himes, dan Colborn, 2001).
Selain gen-gen diatas, terdapat juga beberapa gen yang
terlibat dalam etiologi hipospadia berdasarkan tahapan
perkembangan seperti yang tercantum dalam tabel 2.
20

Tabel 2. Ringkasan mutasi genetik yang terlibat dalam etiologi


hipospadia (Mathew George dkk, 2015).
Tahapan perkembangan Gen yang terlibat
Indifferent stage atau embrionik WT1, SF1
awal
Early patterning BMP4, BMP7, HOXA4,
HOXB6, HOXA13, FGF8,
FGF10, FGFR2
Masculinization SRY, SOX9, AR,FKBP4,
HSD3B2, HSD17B3, SRD5A2,
SRD5A1
Gen-gen lain ESR1, ESR2, ATF3, MAMLD1,
MID1, INSL3, BNC2
Sumber: (George dkk, 2015).

2.2.4.2 Faktor Lingkungan Terhadap Hipospadia


Selain faktor-faktor genetik, beberapa zat yang ditemukan
di lingkungan juga dapat berpotensi mengganggu perkembangan
kelamin laki-laki karena kemiripan zat tersebut dengan hormon
(Kalfa dkk, 2008). Penutupan uretra janin tergantung pada konversi
testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh steroid 5α-
reduktase tipe II, pengikatan ligand DHT ke inti androgen
receptor, dan selanjutnya tindakan yang tepat dari androgen
receptor (AR). Hipospadia dapat dicetuskan oleh paparan yang
menggangu kerja androgen dan sintesis estrogen pada jalur sinyal
selama diferensiasi seksual, termasuk antagonis AR, inhibitor 5α-
reductase, dan inhibitor enzim yang terlibat dalam sintesis hormon
steroid (Gray dkk, dalam Carmichael S. L., 2012); (Noriega dkk,
dalam Carmichael S. L., 2012); (Ostby dkk, dalam Carmichael S.
L., 2012).
21

2.2.4.2.1 Paparan Asap Rokok


Merokok memiliki efek antiestrogenic serta
memiliki bukti menyebabkan gangguan keseimbangan
hormonal. Rokok terdapat banyak kandungan racun,
antara lain logam, nikotin, karbon monoksida, dan
polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Kandungan
tersebut memiliki kemampuan melewati placental barrier
serta cairan amnion dan serum fetal. Konsentrasi nicotin
dan cotinine atau yang merupakan metabolit aktif nikotin,
di dalam darah janin ditemukan tinggi dengan korelasi dari
ibu yang merokok dibanding yang tidak merokok. Dengan
demikian, asap rokok dapat menggangu janin dalam
kehidupan intrauterin terutama pada sistem endokrin, yang
berakibat pada terganggunya tumbuh dan kembang janin
(Håkonsen, Linn B., Ernst, dan Ramlau-Hansen, 2014).
Plasenta memiliki peran dalam produksi estrogen
selama kehamilan. Dalam penelitian yang dilakukan pada
hewan dan manusia ditemukan bahwa aromatase plasenta,
yang mengubah testosteron menjadi estradiol terhambat
oleh karena asap rokok. Sehingga menyebabkan suatu
perubahan yang irreversible dalam fungsi placental
steroidogenic (Håkonsen, Linn B., Ernst, dan
Ramlau-Hansen, 2014).
Dari hasil penelitian juga menunjukan hubungan
antara hipospadia dan paparan terhadap perokok pasif dari
ayah. Salah satu mekanisme paparan rokok yang dapat
menginduksi hipospadia adalah bahwasanya rokok dapat
menyebabkan germ mutation yang dapat diturunkan ke
keturunannya (Maritska, 2015).
22

2.2.4.2.2 Paparan Bahan Kimia


Meningkatnya insiden hipospadia di daerah tertentu
memberikan kecurigaan bahwa bahan kimia lingkungan
dapat memberikan dampak yang merugikan pada
perkembangan alat kelamin laki-laki selama kehidupan
janin, meskipun temuan tidak digeneralisasikan. Menurut
teori sindrom disgenesis testis, janin, paparan
xenoestrogens menekan produksi testosteron dan tindakan
dan / atau ekspresi androgen receptor (AR), dengan
menyebabkan malformasi genital pada neonatus dan efek
jangka panjang, termasuk penurunan spermatogenesis.
Terdapat 8% dari semua aktivitas mendorong kecurigaan
bahwa bahan kimia yang menggangu hormon endocrin-
drisrupting (EDC) adalah penyebab potensial dari
hipospadia (Kalfa dkk, 2015).
Dalam hal ini telah diketahui bahwa manusia secara
terus menerus menelan zat-zat dengan ativitas estrogenik
yang diketahui seperti insektisida yang digunakan pada
produksi pangan, estrogen alami tanaman, produk
sampingan dari produksi plastik, dan obat-obatan. Bahkan,
kaleng logam yang digunakan pada industri makanan
dilapisi oleh plastik yang diketahui mengandung zat
estrogenik. Banyak zat estrogenik ini yang tercampur ke
dalam air laut dan air tawar dalam jumlah sedikit, tetapi
terakumulasi dan terkonsentrasi pada organisme di tingkat
rantai makanan yang lebih tinggi. Karena itulah, predator di
puncak rantai makanan (ikan besar, burung, mamalia laut,
manusia) mengakumulasi kontaminan estrogenik
lingkungan dalam jumlah yang banyak. Bagi banyak
spesies di alam bebas, konsekuensinya terhadap reproduksi
dan kesehatan sangat membahayakan. Sebagai contoh,
23

penipisan cangkang telur burung berhubungan dengan


aktivitas estrogenik dari insektisida yang dipaparkan
melalui makanan burung-burung tersebut. Sehingga,
manusia dan hewan liar secara terus menerus terpapar
dengan senyawa estrogenik yang diketahui dapat
mengganggu reproduksi, yang disebut endocrine
disrupters. Kontaminan estrogenik diketahui dapat
mengganggu perkembangan penis pada alligator Amerika.
Lebih lanjut lagi, estrogen potent, estradiol 17-beta, dikenal
dapat mengganggu perkembangan penis pada tikus
walaupun sangat sedikit yang diketahui mengenai
mekanisme molekulernya di mana estrogen eksogen
mengganggu perkembangan penis (Baskin, 2000).
Endocrine disrupters adalah bahan eksogen yang
menggangu kerja normal hormon-hormon yang mengontrol
proses perkembangan dengan mengintervensi kerja
estrogen melalui reseptornya dan menyebabkan kelainan
perkembangan sistem sistem saraf dan saluran reproduksi
(Sadler T.W., 2013).
Gangguan endokrin dipercaya merupakan salah satu
dasar dari penyebab dari hipospadia. Beberapa contoh dari
penganggu endokrin adalah pestisida, fungisida, produk
industri kimia, detergent, material pembuatan plastik, dan
juga rokok. Manusia dapat terpapar material ini dalam
banyak bentuk, antara lain seperti makanan, pembungkus
makanan, atau kontak langsung dari pekerjaan. Beberapa
jenis paparan ditemukan dalam penelitian ini adalah
melalui penggunaan repellant, kontak dengan pestisida, dan
asap rokok (Maritska, 2015).
Bahan kimia yang berbahaya sebagian besar
dihubungkan dengan pestisida pada pekerjaan petani.
24

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara paparan


pestisida atau bahan kimia lingkungan lainnya seperti
produk industri dan pertanian dengan kejadian hipospadia
(Maritska, 2015). Pestisida merupakan salah satu endocrin
disruptors. Dari hasil tujuh penelitian meta-analysis,
didapatkan bahwa pekerjaan pertanian pada paparan
material atau pekerjaan dari pestisida berhubungan dengan
peningkatan hipospadia (Rocheleau dalam Carmichael S.
L., 2012).
Satu studi yang dilakukan di Arkansas untuk
menganalisis pestisida yang digunakan dalam pertanian
diperkirakan terkait dengan fenologi dan rata-rata yang
digunakan. Dalam studi ini, didapatkan banyak sekali bukti
toksik dan termasuk efek endocrinedisrupting (e.g., anti-
androgenic) (Meyer dalam Carmichael S. L., 2012).
Beberapa kelompok pestisida telah dikaitkan
dengan risiko hipospadia. Diantara semua kasus,
monochlorophenoxy acid atau ester herbicides dikatikan
dengan peningkatan risiko. Komponen ini memiliki waktu
paruh yang pendek di dalam tubuh manusia (<48 jam) dan
cenderung dikenal toksik pada reproduksi dan
perkembangan, walaupun jarang (1,6% dari kontrol).
Herbisida 2,6-dinitroanilina (termasuk benfluralin,
Trifluralin, ethalfluralin, pendimetalin oryzalin, dan
prodiamine) dikaitkan dengan peningkatan risiko
hipospadia yang ringan. Senyawa ini cukup stabil, dengan
tekanan uap yang lebih tinggi dari 105 mm Hg pada 25 ° C
(yaitu, potensi tinggi untuk eksposur melalui penguapan
melayang), golongan ini juga bersifat lipofilik,
penggunaannya sering (11% dari kontrol terkena),.
Trifluralin, prodiamine, dan pendimethalin dicurigai
25

sebagai endocrin-disrupters. Herbisida Chloracetanilide


(Metolachlor, Acetochlor, dan alachlor) dan senyawa
polyalkyloxy digunakan sebagai adjuvant dikaitkan dengan
peningkatan risiko sedang hingga berat pada kejadian
hipospadia. Kebanyakan bahan kimia dalam kelompok-
kelompok ini diduga sebagai disruptors (Carmichael
dkk,2013).
Di antara semua kasus, insektisida aldicarb,
dimethoate, phorate, dan minyak bumi berbasis parafin dan
sorbitol adjuvant polioksietilen dikaitkan dengan
peningkatan risiko. Phorate adalah organofosfat, dan
polioksietilen sorbitol adalah senyawa polyalkyloxy.
Phorate adalah toksik pada organ reproduksi dan
perkembangan (Carmichael dkk,2013).
Penelitian yang dilakukan di China didapatkan
bahwa beberapa endocrine disruptors antara lain pestisida
di-(2-ethylhexyl) phthalate, di-n-butyl-phthalate, mono-(2-
ethylhexyl) phthalate, dan dioxins/furans memiliki akibat
kecacatan pada bayi laki-laki, termasuk hipospadia.
Individu yang bekerja di pertanian memiliki peningkatan
paparan terhadap pestisida, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Di dalam wilayah yang berhubungan
dengan pestisida dapat menjadi sumber terbesar dalam
paparan bahan kimia, dikarenakan adanya residu dari
frekuensi paparan. Ibu yang beraktivitas daalam pertanian
dan menggunakan repellents memiliki risiko tinggi
mengalami hipospadia (Xu Ling-Fan dkk, 2014)
26

2.2.4.2.3 Penggunaan obat-obatan


Sebuah studi pada pengamatan pada satwa liar
mendapatkan bahwa paparan dietilstilbestrol (DES), yang
merupakan model xenoestrogen pada mamalia, dan
eksperimental dalam data vitro memberikan informasi
bahwa bahan kimia buatan manusia dapat mengganggu
diferensiasi seks tergantung androgen dari janin laki-laki
(Kalfa dkk, 2015). Dalam beberapa waktu ini, telah
diketahui juga bahwa estrogen sintetis seperti
dietilstilbestrol yang digunakan selama kehamilan yang
dahulu digunakan untuk mencegah abortus akan berdampak
pada zigot laki-laki yang terpajan in utero, seperti
dibuktikan oleh meningkatnya malformasi testis dan
kelainan pada hasil analisis sperma (Sadler T.W., 2013).
Paparan prenatal dengan progestins atau kombinasi
progestins dan estrogen menyebabkan 4 kali lipat
peningkatan kejadian hipospadia (8,3% antara kasus vs
1,8% di antara kontrol) (Baskin, Laurence S., Himes, dan
Colborn, 2006). Peningkatan paparan estrogen di dalam
rahim telah diyakini menjadikan kelainan reproduksi pada
laki-laki seperti hipospadia, sebagai akibat dari penurunan
perkembangan sel Leydig, atau penekanan produksi
testosteron atau ekspresi androgen receptor. Kontrasepsi
oral mungkin merupakan eksogen tertinggi selama paparan
estrogen pada manusia. Selain temuan baru ini, sebuah studi
di Eropa menunjukkan bahwa paparan clomiphene terkait
dengan hipospadia penoscrotal saja, secara tidak langsung
dikonfirmasi dampak potensial pada aktivitas estrogen
dalam hipospadia posterior; Namun, sebuah penelitian di
Amerika Serikat didapatkan hubungan antara penggunaan
27

clomiphene citrate dan hipospadia penoscrotal, seperti usia


ibu dan status sosial ekonomi (Van Rooij IA, dkk 2013).

2.2.4.3 Faktor-faktor Lain Yang Terkait Dengan Hipospadia


2.2.4.3.1 Faktor Maternal
Faktor maternal yang didapatkan dari hasil
penelitian bersifat multifaktorial terhadap kejadian
hipospadia. Kurangnya asupan daging dan ikan, BMI
yang tinggi, tidak adanya rasa mual yang dialami ibu hamil
selama awal kehamilan akan meningkatkan risiko
hipospadia. Dari hasil temuan konsumsi pada ibu
melengkapi hubungan positif yang kuat dari laporan
sebelumnya antara risiko hipospadia pada ibu yang
mengkonsumsi vegetarian (Utara dalam Akre Olof, 2008).
Sebelumnya telah dikatakan bahwa terdapat risiko kelainan
genital pada keturunan laki-laki yang mungkin meningkat
pada vegetarian yang menkonsumsi asupan protein kedelai.
Kedelai mengandung phytoestrogen yang dapat
menghasilkan estrogenik serta efek antiestrogenik melalui
reseptor estrogen (Rosselli dalam Akre Olof, 2008). Telah
dikemukakan juga bahwa fitoestrogen dari kedelai,
mengganggu virilisasi dari laki-laki melalui gangguan pada
hipofisis-gonad (Sharpe dalam Akre Olof, 2008).
Keadaan mual di awal kehamilan diyakini
disebabkan oleh lonjakan awal hormon kehamilan, terutama
hCG; onset dan puncak mual dan muntah di awal
kehamilan selaras dengan kurva hCG (Furneaux dalam
Akre Olof, 2008 ; Verberg dalam Akre Olof, 2008). Tidak
adanya mual mungkin mencerminkan potensi masalah
dengan kehamilan dan berhubungan dengan kadar hCG
rendah (Cnattingius; Verburg dalam Akre Olof, 2008). Dari
28

hasil penelitian diyakini bahwa tidak adanya mual selama


awal kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko
hipospadia sekaligus mendukung hipotesis bahwa kadar
hCG yang rendah diakibatkan insufisiensi plasenta di awal
kehamilan mungkin terlibat dalam etiologi hipospadia
(Akre Olof, 2008).
Dalam penelitian terbaru, Stewart dalam Akre Olof
(2008) melaporkan bahwa wanita gemuk memiliki kadar
plasma secara signifikan lebih rendah dari plasminogen
activator inhibitor-2 (PAI-2) selama trimester pertama
kehamilan, tapi tidak setelah itu. PAI-2, yang merupakan
bagian dari sistem penggerak plasminogen, berasal dari
plasenta yang berfungsi dan dengan demikian sebagai
penanda fungsi plasenta. Para penulis menyimpulkan
bahwa temuan mereka mungkin menjelaskan hubungan
mekanistik antara obesitas dan preeklamsia. Sistem
plasminogen aktivator diyakini penting dalam angiogenesis,
dan juga telah diyakini terlibat dalam patogenesis cacat
bawaan. Dalam data juga ditemukan peningkatan risiko
hipospadia antara anak wanita yang kelebihan berat badan
dan obesitas, dengan hubungan dosis-respons antara BMI
dan risiko hipospadia. Tampaknya akan diterima bahwa
temuan peningkatan risiko hipospadia terkait baik dengan
hipertensi gestasional dan obesitas, meskipun secara
statistik mereka berdiri sendiri, berbagi mekanisme
patogenetik, mungkin melalui hubungan mereka untuk
penurunan fungsi plasenta dan pertumbuhan selama awal
kehamilan. (Carmichael dalam Akre Olof, 2008).
Selama masa periode kritis, human chorionic
gonadotropin (HCG) menginduksi virilisasi dengan
merangsang produksi testosteron dan dihidrotestosteron
29

(DHT) oleh sel-sel interstitial testis janin. Penyatuan dari


lipatan uretra biasanya selesai sekitar minggu ke 16 dalam
kehamilan; dengan demikian, gangguan lingkungan atau
hormonal, termasuk penyebab IUGR, yang terjadi sebelum
waktu ini dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun
meyakinkan bahwa IUGR dini berkaitan dengan
perkembangan hipospadia masih sulit, satu penelitian
kohort retrospektif menemukan hasil yang lebih tinggi dari
hipospadia pada bayi yang SGA di semua tiga langkah lahir
(yaitu, berat, panjang, dan lingkar kepala), dibandingkan
dengan mereka yang dianggap sesuai atau besar untuk usia
kehamilan. Kombinasi dari pengukuran SGA menunjukan
restriksi pertumbuhan pada awal kehamilan. Beberapa
penelitian telah mengaitkan berat lahir dan hipospadia
terhadap gangguan di unit janin-plasenta-ibu. Pada bayi
SGA, termasuk orang-orang dengan hipospadia, beberapa
peneliti telah mencatat hubungan dengan hipertensi pada
ibu, oligohidramnion, dan kelahiran prematur. Plasenta dan
berat janin cenderung lebih rendah pada bayi hypospadia,
independen dari usia kehamilan dan tingkat keparahan
hipospadia meningkat pada bayi SGA (Chen Min-Jye dkk,
2014).
Penelitian lain yang lebih secara langsung pada
plasenta dan pertumbuhan janin menunjukan bahwa
insufisiensi plasenta sebagai faktor yang menyebabkan
untuk keduanya, baik BBLR dan hipospadia. Pemeriksaan
histopatologi dari plasenta pasien dengan hipospadia dan
BBLR mengungkapkan kelainan seperti berat badan rendah
plasenta, bukti infark, kalsifikasi, dan perubahan
degeneratif lainnya. Berdasarkan hubungan antara BBLR
atau IUGR dan hipospadia, beberapa peneliti telah
30

memperkirakan bahwa insufisiensi plasenta pada trimester


pertama dapat menyebabkan tidak tercukupinya penyaluran
HCG untuk janin, dengan produksi janin yang dihasilkan
dari testosteron dan DHT menyebabkan tidak memadai
untuk menginduksi virilisasi lengkap. Waktu sangat
penting, karena jika terjadi insufisiensi plasenta mungkin
akan menyebabkan IUGR tapi tidak dengan hipospadia,
sebagai penyatuan dari lipatan uretra selesai pada minggu
16. (Chen Min-Jye dkk, 2014).

2.2.4.3.2 Faktor Usia Ibu dan Ayah


Sejumlah faktor risiko ibu dan ayah telah
dihubungkan. Usia ibu dan primipara telah dikaitkan secara
signifikan dengan hipospadia, meskipun beberapa penelitian
telah mempertanyakan efek usia ibu. Data dari New York
(1983-1996) dan California (1983-1989, 1990-1995),
menunjukan bahwa usia ibu meningkatkan faktor risiko
untuk hipospadia sebesar 20%. Ditemukan juga
peningkatan 50% pada kasus berat di anak-anak dari ibu
yang lebih tua (> 35 tahun). Faktor risiko ayah yang terkait
dengan hipospadia termasuk kelainan skrotum atau testis
dengan motilitas sperma yang rendah dan morfologi yang
abnormal pada ayah. Akhir ini kemungkinan kenaikan
hipospadia dikaitkan dengan peningkatan pengobatan
kesuburan, di mana jumlah anak yang lahir dari laki-laki
subfertile mengalami peningkatan (Baskin L. S dkk, 2001).

2.2.4.4 Faktor Risiko Pada Masing-masing Jenis Hipospadia


Dalam keadaan lebih spesifik, hipospadia anterior dan
hipospadia middle biasanya dicetuskan oleh faktor genetik. Hasil
penelitian ini menjelaskan faktor riwayat keluarga tampaknya lebih
31

sering ditemukan di hipospadia anterior dan hipospadia middle.


Riwayat keluarga menunjukan keterlibatan dalam genetik, dan
penting dalam kejadian tipe anterior dan middle seperti studi yang
dikemukakan oleh genome-wide association, gen DGKK
diidentifikasi sebagai faktor risiko penting dalam kejadian tipe
anterior dan middle, tetapi kurang jelas untuk tipe posterior. Mutasi
genetik juga ditemukan pada hipospadia posterior, tetapi lebih
didominasi mutasi de novo atau mutasi yang diturunkan dari ibu,
hal ini yang juga menjelaskan kenapa rendahnya jumlah riwayat
keluarga pada pasien hipospadia tipe posterior (Van Rooij IA dkk,
2013).
Jika hipospadia anterior dan hipospadia middle lebih sering
dicetuskan oleh genetik, sebaliknya hipospadia posterior diyakini
lebih berhubungan dengan faktor keadaan maternal. Hubungan ini
didukung oleh hasil temuan pada SGA. Demikian pula, ditemukan
hubungan antara preeklampsia dan hipospadia, tetapi hal ini tidak
sekuat perbedaan antara tipe yang ada. Dalam penelitian
sebelumnya menunjukkan peningkatan risiko untuk hipospadia
posterior. Mekanisme yang mendasari untuk hubungan antara
hipospadia dan preeklampsia atau menjadi SGA dapat ditemukan
dalam patogenesis bersama seperti insufisiensi plasenta. Kerusakan
plasenta pada awal kehamilan dapat mengakibatkan tidak
tercukupnya penyediaan hCG janin sehingga berkurangnya
stimulasi steroidogenesis testis janin sebelum janin memiliki
hipofisis-gonad yang berfungsi sendiri, hal ini mungkin akan
mengakibatkan kecacatan perkembangan genitalia eksterna laki-
laki. Bukti pendukung untuk hipotesis ini dijelaskan dalam
penelitian yang menunjukkan hubungan antara hipospadia dan
berat plasenta rendah dan infark plasenta pada bayi yang lahir
dengan berat badan sangat rendah dan hipospadia (Van Rooij IA
dkk, 2013).
32

Sebuah temuan baru juga menunjukkan bahwa hormon


yang digunakan dalam kontrasepsi setelah pembuahan
meningkatkan risiko hipospadia middle dan hipospadia posterior
(Van Rooij IA dkk, 2013).

2.2.5 Patogenesis Hipospadia


Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Hipospadia terjadi apabila penyatuan di
garis tengah lipatan uretra tidak lengkap, sehingga menyebabkan
meatus tetap terbuka terbuka pada sisi ventral penis. Selain itu, pita
jarigan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan lengkungan ventral dari penis (Hillegas, K. B dalam
Price A. P, 2005) Kerusakan proksimal uretra menyebabkan penis
mengalami pemendekan dan membentuk lengkungan disebut chordate
(Baskin, Laurence dan Ebbers 2006).
Sampai saat ini untuk patogenesis pasti dari hipospadia masih
belum ada yang pasti, namun terdapat beberapa teori mengenai
patogenesis dari hipospadia. Antara lain sebagai berikut:
1) Metabolisme Androgen
Proses diferensiasi seksual yang normal bergantung pada
testosteron, metabolitnya, dan keberadaan androgen receptor yang
fungsional. Apabila terjadi defek genetik pada jalur metabolisme 5-
alfa-II reduktase atau androgen receptor, maka diketahui akan
menyebabkan hipospadia (Baskin, 2000)
2) Sinyal sel yang abnormal
Suatu hipotesis menyatakan bahwa hipospadia terjadi
akibat sinyal sel yang abnormal pada jaringan-jaringan phallus
selama perkembangan genitalia. Dalam teori ini diyakini terdapat
hubungan interaksi antara epithelial-mesenchymal yang penting
untuk pertumbuhan dan diferensiasi penis normal. Jika interaksi
antara epithelial-mesenchymal berlangsung dengan baik, maka
33

akan terjadi pertumbuhan tuberkel genital dengan baik. Namun,


Jika terdapat gangguan interaksi sinyal antara epithelial-
mesenchymal, maka akan terjadi gangguan pertumbuhan dan
differensiasi dari penis normal. Untuk membuktikan pentingnya
sinyal epithelial-mesenchymal, maka dilakukan berbagai macam
eksperimen studi ekstensif pemisahan epithelial-mesenchymal
menggunakan tuberkel genital tikus. Pada gambar 10 ditujukkan
teori perkembangan uretra pada manusia (Baskin, 2000).

Gambar 10. Teori perkembangan uretra manusia (Baskin,


2000:622).

3) Endocrine Disrupters
Meningkatnya insiden hipospadia di daerah tertentu
memberikan kecurigaan bahwa bahan kimia lingkungan dapat
memberikan dampak yang merugikan pada perkembangan alat
kelamin laki-laki selama kehidupan janin, meskipun temuan tidak
digeneralisasikan. Menurut teori sindrom disgenesis testis, janin,
paparan xenoestrogens menekan produksi testosteron dan tindakan
dan / atau ekspresi androgen receptor (AR), dengan menyebabkan
34

malformasi genital pada neonatus dan efek jangka panjang,


termasuk penurunan spermatogenesis(Kalfa dkk, 2015).
Hipospadia mungkin juga dapat dijelaskan oleh karena
terjadinya kontaminasi lingkungan yang mana dapat mengganggu
alur androgen normal dan sinyal selular normal. Bila dapat
dibuktikan bahwa estrogenik endocrine disrupters bertanggung
jawab terhadap kejadian hipospadia, tindakan pencegahan dapat
dilakukan untuk meminimalisir kontak dengan senyawa tersebut
(Baskin, 2000).
2.2.6 Dampak Hipospadia
Dampak hipospadia bagi pasien yaitu kurangnya rasa percaya
diri, terisolasi dalam lingkungan sosial, penurunan kapasitas untuk
hubungan sosial atau emosional, dan membuat pekerjaan menjadi
kurang berkualitas. Salah satu yang jadi perhatian adalah bahwasanya
hipospadia juga memberikan dampak gangguan pada kemampuan
reproduksi seksual seperti kesulitan melakukan hubungan seksual.
Gangguan dalam kinerja seksual tampaknya dikaitkan dengan ukuran
penis kecil, gangguan ejakulasi, gangguan kuantitas semen yang lewat
setelah berhubungan dan ejakulasi dengan atau tanpa orgasme (Singh
dkk, 2008).
Dalam seksualitas meskipun pematangan seksual dan remaja
yang di operasi hipospadia pada masa kecilnya merupakan hal yang
normal, namun disisi lain hal tersebut membuat mereka kesulitan
untuk melakukan kontak dengan lawan jenisnya, bahkan telah di
laporkan banyak yang terjadi terlambatnya inisiasi pada kegiatan
seksualitas. Tindakan follow up sampai masa akhir remaja sering
diminta oleh pasien yang pada masa kecilnya di operasi hipospadia
dan dapat di jadikan review pada saat dewasa, yang mana dapat
mencerminkan sampai dimana batas psikososial dan kesulitan
seksualitas yang dialami oleh pasien hipospadia (Singh dkk, 2008).
35

Hormon yang terlibat dalam fungsi testis (gonadotropin,


androgen) umumnya tidak terpengaruh baik anak-anak atau orang
dewasa. Namun, data menunjukkan faktor epidemiologi, klinis, dan
biologis mungkin merupakan risiko untuk kesuburan: tingginya
insiden gangguan migrasi testis, kelainan testis hasil tes histologis
seperti hypospermatogenesis, dan tingginya insiden konsentrasi
spermatozoa yang rendah. Terakhir, belum ada evaluasi kejadian
infertilitas pada populasi pasien dengan hipospadia yang baik
dioperasi di masa kecil atau yang tidak menjalani pembedahan (Singh
dkk, 2008).
36

2.3 Kerangka teori


Faktor genetik Faktor lingkungan

Penggunaan obat-
Mutasi dan polimorfisme gen yang
obatan selama
dirwariskan pada keluarga. Riwayat dari Paparan asap rokok Paparan bahan kimia kehamilan : preparat
keluarga derajat 1 (keluarga inti) atau : organofosfat, pestisida, hormonal, dietilstilbestrol
derajat 2 (sepupu, paman) cat

Mutasi Germ line

Terganggunya ekspresi
gen : gen shh, HOX,
HOXA 13, Hoxa, FGF,
Fgf-10, Igfr, dll Gangguan hormon-
hormon androgen

Terganggunya pertumbuhan dan


perkembangan uretra dan sistem
urogenital

Penyatuan lipatan uretra tidak lengkap

Hipospadia
37

2.4 Kerangka Konsep

Lingkungan

Hipospadia

Genetik
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif observasional
dengan desain studi potong lintang. Penelitian ini menggunakan data sekunder
dari rekam medik pasien penyakit isolated hypospadias di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Tujuan pendekatan potong lintang ini adalah
untuk melaporkan distribusi pasien dan faktor risiko hipospadia berdasarkan
jenis hipospadia anterior, middle, dan posterior.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu
Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan
Desember 2016
3.2.2 Tempat
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
3.3.1.1 Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah rekam
medik pasien isolated hypospadias di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
3.3.1.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
rekam medik pasien isolated hipospadias di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang selama periode Januari
2014 sampai Juni 2016.

38
39

3.3.2 Sampel
Rekam medik pasien isolated hypospadias di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang selama periode Januari 2014 sampai Juni 2016 yang
memenuhi kriteria inklusi.
Dari hasil survei pendahuluan di bagian rekam medis RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2014 sampai Juni 2016
diketahui berjumlah 76 kasus hipospadia. Dikarenakan kejadian
hipospadia di setiap daerah berbeda dan sering tidak menentu, maka
metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling.
Dimana semua anggota populasi target diambil menjadi sampel penelitian.
Perkiraan sampel dengan design potong lintang dapat digunakan
rumus sebagai berikut:

P2 = Frekuensi insiden hipospadia pada populasi normal 1: 125 = 0,008


Zα = deviat baku alfa
P = Proporsi kategori variabel yang diteliti
d = presisi
Q=1–P

= 12

Dari hasil penghitungan, didapatkan total sampel minimal dalam


penelitian ini adalah 12 sampel.
40

3.3.2.1 Kriteria inklusi


Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam
penelitian ini adalah:
1. Pasien yang berobat ke poli rawat jalan maupun yang
dirawat di bagian bedah dan dinyatakan mengalami
isolated hypospadias oleh dokter ahli yang
berkompeten di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
2. Memiliki data rekam medik yang lengkap, meliputi:
- Riwayat keluarga mengalami hipospadia
- Riwayat orangtua merokok aktif atau pasif
- Riwayat penggunaan obat-obatan selama masa
kehamilan
- Paparan agen teratogen
3.3.2.2 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
apabila pasien diduga dan dinyatakan menderita
syndromic hypospadias atau hipospadia dengan gejala
klinik yang lain.
41

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian ini adalah:
3.4.1 Hipospadia
3.4.2 Faktor risiko
3.4.2.1 Faktor genetik
- Riwayat keluarga
3.4.2.2 Faktor Lingkungan
- Paparan Asap Rokok
- Paparan Bahan Kimia
- Penggunaan obat-obatan
42

3.4 Definisi Operasional Penelitian


No Variabel Definisi Cara Ukur Skala Hasil Ukur
1 Hipospadia Hipospadia merupakan salah satu kelainan Data diperoleh dan Nominal (1) Hipospadia
kongenital pada sistem urogenital pria yang dicatat dari rekam anterior

berupa gangguan pada perkembangan uretra medik di RSUP Dr. (2) Hipospadia middle
(3) Hipospadia
anterior. Pada penderita hipospadia, posisi Mohammad Hoesin
posterior
muara uretra tidak pada tempat normal. Palembang
(4) Isolated
Berdasarkan letak masing-masing jenis
hypospadias
hipospadia:
3.5.1 Hipospadia anterior terletak antara
glanular dan subkoronal
3.5.2 Hipospadia middle terletak antara
midshaft, penis proksimal penis distal
3.5.3 Hipospadia posterior terletak antara
penoskrotal, skrotal, dan perineal
3.5.4 Isolated hypospadias adalah hipospadia
yang ditemukan secara tunggal, tidak
ditemukan gejala-gejala tambahan lain
43

2 Faktor Genetik Berhubungan dengan unsur pembawa Rekam Medik Nominal (1) Memiliki riwayat
keturunan yaitu gen, dalam hal ini: keluarga inti derajat
Riwayat Keluarga, yaitu apabila terdapat 1 mengalami
anggota keluarga yang mengalami hipospadia. hipospadia
Dalam penelitian ini, anggota keluarga yang (2) Memiliki riwayat
dilihat adalah anggota keluarga derajat 1 keluarga derajat 2
(keluarga inti) dan derajat 2 (sepupu, paman) mengalami
hipospadia
(3)Tidak memiliki
riwayat keluarga
mengalami
hipospadia
3 Faktor Berhubungan dengan paparan agen-agen Rekam Medik Nominal (1) Ayah merokok
Lingkungan teratogen selama kehamilan ibu penderita, aktif
dalam hal ini: (2) Ibu Merokok
Riwayat orang tua merokok aktif atau pasif, Pasif
yaitu apabila ayah atau ibu merokok aktif (3) Orangtua tidak
ataupun terpapar rokok secara pasif, sebelum merokok baik aktif
atau selama masa kehamilan ataupun pasif
44

Riwayat konsumsi obat-obatan selama masa (1) Memiliki riwayat


kehamilan, yaitu apabila selama masa konsumsi obat-
kehamilan ibu mengonsumsi obat-obatan: obatan
Preparat hormonal, misal dietilstilbestrol (2) Tidak memiliki
riwayat konsumsi
Riwayat paparan pelarut kimia atau bahan obat-obatan
kimia, apabila selama masa kehamilan ibu (1) Terpapar pelarut
terpapar pelarut kimia atau bahan kimia: kimia atau bahan
1) Organofosfat (obat nyamuk bakar, kimia
elektrik, atau semprot) (2) Tidak terpapar
2) Pestisida pelarut kimia atau
3) Cat
bahan kimia

4 Multifaktorial Apabila terdapat faktor risiko selain faktor Rekam Medik Nominal (1) Memiliki faktor
genetik dan faktor lingkungan. risiko selain faktor
genetik dan faktor
lingkungan
45

3.6 Cara Kerja / Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari
status yang terdapat dalam rekam medik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2014- 2016 kemudian dicatat sesuai dengan variabel-
variabel yang diteliti. Bila data rekam medik tidak lengkap, akan dilakukan
pengambilan data secara primer dengan wawancara terhadap orang tua
pasien melalui telepon.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara analisis
univariat. Data univariat dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui
distribusi pasien dan faktor risiko hipospadia berdasarkan jenis hipospadia,
antara lain hipospadia anterior, middle dan posterior di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2014- 2016.

3.7.1 Analisis Univariat


Setiap variabel dianalisis secara univariat dan disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk data yang bersifat
kategorik. Selanjutnya dinarasikan ke dalam bentuk paragraf.
46

3.8 Kerangka Operasional

Perencanaan Penelitian

Populasi: Pasien yang didiagnosis hipospadia di


RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Sampel : Pasien isolated hypospadias di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang selama
Januari 2014– Juni 2016

Pengambilan dan pengumpulan data sekunder


dari Rekam Medik di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang

Pengolahan dan analisis data

Hasil penelitian

Pembahasan dan penyajian data

Ringkasan hasil penelitian

Laporan akhir skripsi

Publikasi artikel
47

3.9 Jadwal Kegiatan

Tabel Jadwal Kegiatan


Kegiatan Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Pengajuan judul
Penyusunan proposal
Sidang proposal
Revisi Proposal
Pengambilan dan
Pengolahan Data
Penyusunan Laporan
Skripsi
Sidang Skripsi

3.10 Anggaran
Tabel Rincian Anggaran
Kebutuhan Anggaran
Kertas HVS A4 70 gram 1 rim Rp. 35.000
Kertas HVS A4 80 gram 2 rim Rp. 70.000
Biaya internet untuk mencari literatur Rp. 50.000
Alat tulis dan map Rp. 25.000
Tinta Printer Rp. 200.000
Penggandaan dan penjilidan laporan Rp. 150.000
Total Rp. 530.000
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2016 dengan
sampel penelitian adalah pasien isolated hypospadias baik yang dirawat jalan
maupun rawat inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama periode
Januari 2014 sampai Juni 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang dianalisis secara univariat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
distribusi kejadian dan faktor risiko pada masing-masing jenis hipospadia di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder. Data
sekunder penelitian ini diambil dari data rekam medik umum berasal dari bagian
bedah umum, bedah plastik dan bedah anak. Sebagian besar rekam medik tidak
memiliki data yang lengkap, sehingga dilakukan pengambilan data secara primer
melalui wawancara dengan orang tua pasien melalui telepon. Pada penelitian ini
terdapat 37 sampel yang diteliti berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif observasional dengan
potong lintang.

4.1.1 Distribusi Pasien Hipospadia Berdasarkan Jenis Hipospadia


Terdapat 37 pasien tercatat didiagnosis dengan hipospadia di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2014 hingga Juni 2016 yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dapat dilihat jenis hipospadia terbanyak
21 (56,8%) adalah hipospadia posterior, dengan letak MUE (orifisium urethra
eksternum) masing-masing 19 (51,4%) penoscrotal dan 2 (5,4%) scrotal.
Hipospadia jenis middle ditemukan pada 12 (32,4%) pasien dengan semua letak
MUE di midshaft. Hipospadia jenis anterior ditemukan pada 4 (10,8%) pasien
dengan letak MUE masing-masing 3 (8,1%) coronal dan 1 (2,7%) subcoronal.
Tabel 3 menunjukkan distribusi pasien hipospadia berdasarkan jenis hipospadia.
Tabel 4 menunjukkan distribusi pasien hipospadia berdasarkan letak MUE.

48
49

Tabel 3. Distribusi pasien hipospadia berdasarkan jenis hipospadia di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang
Kelainan Hipospadia n %
Hipospadia anterior 4 10,8
Hipospadia middle 12 32,4
Hipospadia posterior 21 56,8
Total 37 100

Tabel 4. Distribusi pasien hipospadia berdasarkan letak MUE di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang
Letak MUE n %
Coronal 3 8,1
Subcoronal 1 2,7
Midshaft 12 32,4
Penoscrotal 19 51,4
Scrotal 2 5,4
Total 37 100

4.1.2 Faktor Risiko Masing-masing Jenis Hipospadia


4.1.2.1 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Anterior di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang
Riwayat genetik diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu memiliki
riwayat keluarga inti derajat satu dan derajat dua. Keluarga inti derajat satu dalam
penelitian ini adalah ayah kandung dan saudara kandung. Sedangkan, paman dan
sepupu termasuk derajat dua. Dari 4 pasien hipospadia anterior tidak ada yang
memiliki riwayat keluarga mengalami hipospadia. Dalam penelitian ini, tidak ada
ibu yang merokok aktif, semua yang merokok adalah ayah dari pasien. Dari 3
pasien yang mengalami hipospadia anterior, semua ayahnya adalah perokok
Faktor risiko ibu yang mengonsumsi obat-obatan selama kehamilan tidak
ditemukan pada pasien yang mengalami hipospadia anterior. Riwayat paparan
bahan kimia didapatkan pada 2 pasien. Faktor risiko pada pasien hipospadia
anterior di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ditunjukkan dalam tabel 5.
50

Tabel 5. Faktor risiko pada pasien hipospadia anterior di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang
Faktor Resiko n %
Iya Tidak Iya Tidak
Genetik
Riwayat keluarga 0 4 0 100
Lingkungan
Merokok 3 1 75 25
Riwayat konsumsi obat-obatan 0 4 0 100
Riwayat paparan bahan kimia 2 1 50 50

4.1.2.2 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Middle di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang
Seperti terlihat pada tabel 6, dari 12 pasien hipospadia middle tidak ada
yang memiliki riwayat keluarga mengalami hipospadia. Dari 12 pasien hipospadia
middle, 8 pasien memiliki riwayat orang tua yang merokok pada saat kehamilan.
Riwayat ibu yang mengonsumsi obat-obatan selama kehamilan didapatkan pada 1
pasien. Riwayat ibu yang mengalami paparan bahan kimia selama kehamilan
ditemukan pada 7 pasien. Faktor risiko pada pasien hipospadia middle di RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Faktor risiko pada pasien hipospadia middle di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang
Faktor Resiko n %
Iya Tidak Iya Tidak
Genetik
Riwayat keluarga 0 4 0 100
Lingkungan
Merokok 8 4 66,7 33,3
Riwayat konsumsi obat-obatan 1 11 8,3 91,7
Riwayat paparan bahan kimia 7 5 58,3 41,7
51

4.1.2.3 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Posterior di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 21 pasien hipospadia posterior
didapatkan 2 pasien yang pamannya juga mengalami hipospadia, 18 pasien
dengan riwayat orang tua yang merokok, 4 pasien dengan riwayat ibu
mengonsumsi obat-obatan, dan 7 pasien dengan riwayat ibu mengalami paparan
bahan kimia saat kehamilan. Selain itu, pada hipospadia posterior terdapat 1
pasien yang tidak memiliki riwayat faktor risiko terkait riwayat genetik maupun
lingkungan. Faktor risiko pada pasien hipospadia posterior di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Faktor risiko pada hipospadia posterior di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
n %
Faktor Resiko
Iya Tidak Iya Tidak
Genetik
Riwayat keluarga 2 19 9,5 90,5
Lingkungan
Merokok 18 3 85,7 14,3
Riwayat konsumsi obat-obatan 4 18 19 81
Riwayat paparan bahan kimia 7 14 33,3 66,7

4.2 Pembahasan
4.2.1 Distribusi Pasien Hipospadia Berdasarkan Jenis Hipospadia
Dalam penelitian ini ditemukan 21 (56,8%) pasien hipospadia posterior
dengan letak MUE (Muara Uretra Eksterna) masing-masing 19 (51,4%)
penoscrotal dan 2 (5,4%) scrotal. Hipospadia jenis middle ditemukan pada 12
(32,4%) pasien dengan semua letak MUE di midshaft (32,4%). Hipospadia jenis
anterior ditemukan pada 4 (10,8%) pasien dengan letak MUE masing-masing 3
(8,1%) coronal dan 1 (2,7%) subcoronal.
Di Indonesia, hasil ini hampir sama dengan studi yang dilakukan oleh
Gede Wirya Kusuma Duarsa pada tahun 2016 di Rumah Sakit Umum Sanglah
52

Bali periode waktu antara Januari 2009 hingga April 2012 yang menemukan 42
kejadian hipospadia. Kejadian hipospadia posterior ditemukan dengan letak MUE
antara lain 14 (33,3%) penoscrotal, 9 (21,43%) scrotal, dan 1 (2,38%) perineal.
Pada hipospadia anterior ditemukan dengan letak MUE antara lain 6 (14,29%)
coronal, 11 (26,19%) penile, dan 1 (2,38%) subcoronal.
Namun, hasil studi tersebut berbeda dengan yang dilakukan Mahadi di
RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan pada tahun 2011 yang mendapatkan
jenis hipospadia middle adalah yang terbanyak (41.7%) dengan semua letak MUE
di penile. Sisanya adalah jenis hipospadia anterior dengan semua letak MUE 6
(25,0%) subcoronal dan hipospadia posterior dengan letak masing-masing MUE 5
(20,8%) penoscrotal dan 3 (12,5%) scrotal. Selain itu, studi yang dilakukan Iris
A.L.M. van Rooij di Belanda tahun 2013 melaporkan hipospadia anterior adalah
kasus terbanyak (59%) dengan letak MUE ditemukan di glandular dan coronal.
Pada hipospadia middle (29%) ditemukan dengan letak MUE di penile.
Hipospadia posterior (12%) ditemukan dengan letak MUE antara lain di
penoscrotal, scrotal dan perineal.
Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh bedanya paparan faktor risiko di
lingkungan setempat seperti riwayat lingkungan yang selalu terpapar asap rokok,
kebiasaan setempat dalam penggunaan obat-obatan selama kehamilan, pestisida
ataupun bahan kimia lain dari suatu area dekat tempat industri tertentu. Selain itu
juga kemungkinan perbedaan cara pengumpulan data, dan perbedaan kriteria
inklusi dan eksklusi dalam penelitian.

4.2.2 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Anterior di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang
Pada penelitian ini, dari 4 pasien hipospadia anterior didapatkan 3 pasien
dengan orang tua yang merokok saat kehamilan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori yang menunjukan hubungan antara hipospadia dan paparan terhadap perokok
pasif dari ayah. Salah satu mekanisme paparan rokok yang dapat menginduksi
hipospadia adalah bahwasanya rokok dapat menyebabkan germ mutation yang
dapat diturunkan (Maritska, 2015).
53

Riwayat ibu yang mengalami paparan bahan kimia saat kehamilan


ditemukan pada 2 pasien yang mengalami hipospadia anterior. Hasil ini juga
sesuai dengan penelitian bahwa terdapat 8% dari semua aktivitas yang
menimbulkan kecurigaan bahwa bahan kimia yang menggangu hormon atau
endocrin-drisrupting (EDC) adalah penyebab potensial dari hipospadia (Kalfa
dkk, 2015). Selain itu juga gangguan endokrin melalui penggunaan repellant,
kontak dengan pestisida, dan asap rokok dipercaya merupakan salah satu dasar
dari penyebab dari hipospadia (Maritska, 2015).

4.2.3 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Middle di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang
Dari 12 pasien hipospadia middle didapatkan 8 pasien dengan riwayat
orang tua yang merokok. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
menunjukan hubungan antara hipospadia dan paparan terhadap perokok pasif dari
ayah. Salah satu mekanisme paparan rokok yang dapat menginduksi hipospadia
adalah bahwasanya rokok dapat menyebabkan germ mutation yang dapat
diturunkan (Maritska, 2015). Riwayat ibu yang mengonsumsi obat-obatan selama
kehamilan ditemukan pada 1 pasien yang mengalami hipospadia middle. Terdapat
7 pasien hipospadia middle yang memiliki riwayat ibu yang mengalami paparan
bahan kimia saat kehamilan. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian bahwa
terdapat 8% dari semua aktivitas yang menimbulkan kecurigaan bahwa bahan
kimia yang menggangu hormon atau endocrin-drisrupting (EDC) adalah
penyebab potensial dari hipospadia (Kalfa dkk, 2015). Selain itu juga gangguan
endokrin melalui penggunaan repellant, kontak dengan pestisida, dan asap rokok
dipercaya merupakan salah satu dasar dari penyebab dari hipospadia (Maritska,
2015).

4.2.4 Faktor Risiko pada Pasien Hipospadia Posterior di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang
Pada penelitian ini, dari 21 pasien hipospadia posterior terdapat 2 pasien
yang memiliki riwayat dalam keluarga mengalami hipospadia posterior. Hal ini
54

sesuai dengan teori mengenai pengaruh genetik bahwa semua gen yang terlibat
dalam perkembangan sistem urogenital laki-laki akan mempengaruhi kejadian
hipospadia (Baskin, Laurence S., Himes, dan Colborn, 2006).
Hasil ini juga sesuai dengan teori ditemukan insiden yang lebih tinggi di
keluarga pada derajat pertama; dengan bentuk yang paling ringan dari hipospadia,
didapatkan 3,5% yang terkena dampak; dengan derajat kedua yaitu 9,1%, dan
dengan derajat ketiga yaitu 16,7%. Risiko secara keseluruhan untuk saudara bayi
yang terkena dampak akan mengalami hipospadia adalah 9,6% (Sorenson dalam
Michalakis, 2011). Selain itu sebagian besar mutasi tersebut diidentifikasi dari
pasien yang menderita hipospadia posterior atau proksimal hipospadia. Hal ini
memberikan gambaran bahwa hipospadia posterior kemungkinan disebabkan oleh
etiologi monogenik apabila dibandingkan dengan hipospadia anterior atau distal
hipospadia yang poligenik atau multifaktorial (Mathew George dkk, 2015).
Pada penelitian ini, dari 21 pasien hipospadia posterior terdapat 18 pasien dengan
riwayat orang tua yang merokok saat kehamilan. Dengan demikian hasil
penelitian sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa merokok memiliki efek
antiestrogenic serta memiliki bukti menyebabkan gangguan keseimbangan
hormonal. Rokok terdapat banyak kandungan racun, antara lain logam, nikotin,
karbon monoksida, dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Kandungan
tersebut memiliki kemampuan melewati placental barrier serta cairan amnion dan
serum fetal. Konsentrasi nicotin dan cotinine atau yang merupakan metabolit
aktif nikotin, di dalam darah janin ditemukan tinggi dengan korelasi dari ibu yang
merokok dibanding yang tidak merokok. Dengan demikian, asap rokok dapat
menggangu janin dalam kehidupan intrauterin terutama pada sistem endokrin,
yang berakibat pada terganggunya tumbuh dan kembang janin (Hakonsen, Linn
B., Ernst, dan Ramlau-Hansen, 2014). Selain itu ditemukan hubungan antara
hipospadia dan paparan terhadap perokok pasif dari ayah. Salah satu mekanisme
paparan rokok yang dapat menginduksi hipospadia adalah bahwasanya rokok
dapat menyebabkan germ mutation yang dapat diturunkan (Maritska, 2015).
55

Terdapat 4 pasien dengan riwayat ibu yang mengonsumsi obat-obatan


yang mengalami hipospadia posterior, 7 pasien dengan riwayat paparan bahan
kimia menunjukkan yang mengalami hipospadia posterior. Dalam penelitian, dari
orang tua yang mengaku mengalami paparan bahan kimia, semuanya bekerja
sebagai petani dan memiliki kontak dengan bahan kimia jenis pestisida dan
menggunakan repellant. Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan hubungan
antara paparan pestisida atau bahan kimia lingkungan lainnya seperti produk
industri dan pertanian dengan kejadian hipospadia (Maritska, 2015). Selain itu
juga gangguan endokrin melalui penggunaan repellant, kontak dengan pestisida,
dan asap rokok dipercaya merupakan salah satu dasar dari penyebab dari
hipospadia (Maritska, 2015).

4.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak lengkapnya data rekam
medik mengenai informasi terkait faktor risiko yang diteliti. Data tambahan yang
diperoleh dari wawancara melalui telepon tergantung ingatan orang tua tentang
kehamilannya. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan untuk memastikan
secara langsung seberapa sering paparan faktor risiko yang dialami ibu selama
kehamilan, sehingga berpotensi menimbulkan bias. Selain itu, ada beberapa orang
tua yang tidak mau untuk diwawancarai dalam penelitian ini karena alasan tidak
mau membahas lagi kejadian, sehingga jumlah sampel yang dapat diteliti menjadi
berkurang.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor risiko pada pasien
hipospadia anterior, middle, dan posterior di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang, didapatkan simpulan antara lain:
1. Terdapat 37 pasien tercatat mengalami hipospadia periode Januari
2014-Juni 2016 yang terdiri atas 4 (10,8%) pasien dengan hipospadia
anterior, 12 (32,4%) pasien dengan hipospadia middle, dan 21(56,8%)
pasien dengan hipospadia posterior.
2. Faktor risiko yang paling banyak (75%) ditemukan pada hipospadia
anterior adalah riwayat orang tua yang merokok pada saat kehamilan.
Pada hipospadia middle faktor terbanyak (66,7%) adalah riwayat orang
tua yang merokok dan paparan bahan kimia pada saat kehamilan
(58,3%). Hipospadia posterior faktor terbanyak adalah riwayat orang
tua yang merokok 85,7%.

5.2 Saran
1. Dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis faktor risiko
hipospadia.
2. Penanggung jawab bagian rekam medik dapat memperhatikan dan
memenuhi kelengkapan pencatatan rekam medik pasien oleh dokter
sehingga informasi dapat diketahui lebih jelas dan lengkap serta dapat
digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
3. Dinas kesehatan melalui bidang promosi kesehatan dapat memberikan
penyuluhan antenatal care secara teratur pada ibu hamil dan dapat
menghindari rokok, konsumsi obat-obatan, dan paparan polutan
lingkungan selama kehamilan yang berisiko menyebabkan hipospadia.

56
DAFTAR PUSTAKA

Akre, O., Boyd Heather A., Ahlgren Martin, Wilbrand Kerstin., dkk. 2008.
Maternal and Gestational Risk Factors for Hypospadias Environmental
Health Perspectives.2008:116-8

Baskin, LS. 2000. Hypospadias: Anatomy, Embriology, and Reconstructive


Techniques. Brazilian Journal of Urology. 2000;26(6):621-629

Baskin, L.S. dan Ebbers M.B. 2006. Hypospadias: anatomy, etiology, and
technique. Journal of Pediatric Surgery. 2006: 41, 463–472

Baskin, LS., Himes K., dam Colborn Theo. 2001. Hypospadias and Endocrin
Disruption : Is there a Connection?. Enviromental health
perspectives.2001: 109:1175-1183.

Brouwers, M.M., Feitz W. F. J., Roelofs Luc A. J., dkk. 2007. Risk factors for
hypospadias. Eur J Pediatr (2007) 166:671–678

Carmichael, S.L dkk. 2012. Environmental and Genetic Contributors to


Hypospadias: A Review of the Epidemiologic Evidence. Birth Defects Res
A Clin Mol Teratol. 2012 : 94(7): 499–510. doi:10.1002/bdra.23021.

Carmichael, S.L dkk. 2013. Hypospadias and Residential Proximity to Pesticide


Applications American Academy of Pediatrics (2013)
doi:10.1542/peds.2013-1429

Duarsa, G. W. K., T. D. Nugroho. 2016. Characteristics Of Hypospadias Cases In


Sanglah General Hospital, Bali-Indonesia: A Descriptive Study. Bali Med
J 2016; 5(1): 13-6

George, Mathew ., Francisco J., Schneuer J., Sarra E., dan Holland A. J. A.
2015. Genetic and environmental factors in the aetiology of hypospadias.
Pediatr Surg International. 2015: DOI 10.1007/s00383-015-3686-z

Hadidi, AT. 2006. Hypospadias surgery. Presentasi pada: The International


Workshop on Hypospadias Surgery; 2006; Vienna, Austria.

Håkonsen, Linn B., Ernst dan Ramlau-Hansen. 2014. Maternal cigarette smoking
during pregnancy and reproductive health in children: a review of
epidemiological studies. Asian Journal of Andrology (2014) 16, (39–49);

Kalfa, N., dkk.2009. Is hypospadias a genetic, endocrine or environmental


disease, or still an unexplained malformation?. Int J Androl. 2009
Jun;32(3):187-97

57
58

Kalfa, Nicolas.,dkk. 2015 Is Hypospadias Associated with Prenatal Exposure to


Endocrine Disruptors? A French Collaborative Controlled Study of a
Cohort of 300 Consecutive Children Without Genetic Defect. European
Association of Urology. 2015: 68 1023–1030

Kraft, KH., Shukla AR dan Canning DA. Proximal hypospadias. The Scientiffic
World Journal. 2011. 894-906

Leung, A. K. C. dan William L. M. R, 2007. Hypospadias: an update. Asian J


Androl. 2007: 9 (1):16–22

Limatahu, N., dkk. 2013. Angka Kejadian Hipospadia Di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Januari 2009-2012. Jurnal e-CliniC. 2013:. Vol
1, No 2 Bagian Bedah Universitas Sam Ratulangi Manado

Mahadi, E. P. dkk. 2011. Profil Hipospadia di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo


Balikpapan Juli 2009 – Juni 2011 Departemen Urologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, RS Dr Soetomo, Surabaya

Maritska, ziske., dkk. 2015. Profile of Hypospadias Cases in Central Java,


Indonesia. Journal of Biomedicine and Translational Research 01.2015:
16 – 21

Michalakis M, Heretis G, Chrysos E, Tsatsakis A. 2011. Pesticides – The Impacts


of Pesticide Exposure. Chapter 7, Pesticides Exposure and risk of
hypospadias. Greece. 21 Januari 2011

Min-Jye Chen, dkk. 2014. Intrauterine growth restriction and hypospadias: is


there a connection?. International Journal of Pediatric Endocrinology.
2014:2014:20

Nenonnen, H. 2011. Functional characterisation of the CAG polymorphism in the


androgen receptor (In vito and In Vivo). Disertasi doktoral. Lund
University;2011

Purnomo, Basuki B.2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. CV Sagung Seto,


Jakarta.Indonesia, hal 241-243.

Price, A. P. dan Wilson, McCarty. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


proses Penyakit Edisi-6 terjemahan oleh: Hartanto. H. EGC: Jakarta,
Indonesia, hal. 1317-1318.

Sadler, T.W. 2013. Embriologi Kedokteran Langman.Edisi ke-10 terjemahan oleh


Novrianti, Andita. EGC:Jakarta, Indonesia, hal.281-294.
59

Singh, J. C., dkk. 2008. Effect of hypospadias on sexual function and


reproduction. Indian J Urol. 2008; 24(2): 249–252

Springer, A., Heijkant V.D., dan Baumann S. 2015. Worldwide prevalence of


hypospadias. J Pediatr Urol. 2015: (15) 00454-4

Van der Zanden LFM, Van Rooij IALM, Feitz WFJ, Franke B, Knoers NVAM
dan Roeleveld N. 2012. Aetiology of hypospadias: a systematic review of
genes and environment. Human Reproduction Update. 2012;18(3):260-
283

Van Rooij, Iris A.L.M., Van der Zanden Loes F.M., Brouwers M.M., dkk. 2013.
Risk factors for different phenotypes of hypospadias: results from a
Dutch case–control study. BJU International. 2013: 112, 121–128

Xu Ling-Fan dkk. 2014. Risk factors for hypospadias in China. Asian J Androl.
2014 Sep-Oct; 16(5): 778–781.
Lampiran 1. Pertanyaan-pertanyaan Wawancara via telepon

Assalamualaikum, selamat pagi/siang Bapak/Ibu. Perkenalkan saya Rido


Mulawarman, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013.
Saat ini saya sedang bertugas di bagian rekam medik RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang untuk melengkapi dan mendata isi riwayat rekam medik dari
anak Bapak/Ibu. Apakah Bapak/Ibu bersedia?

1. Genetik (Riwayat keluarga)


 Apakah di keluarga inti bapak/ibu (bapak sendiri, suami ibu, atau anak
ibu yang lain) ada yang mengalami hipospadia?
 Apakah dari pihak bapak/ibu (orangtua bapak/ibu, saudara, saudara
sepupu serta paman) ada yang mengalami hipospadia?

2. Lingkungan
- Apakah selama dalam kandungan bapak/Ibu sedang merokok aktif?
- Apakah selama kehamilan Bapak/suami Ibu sering merokok di depan
Ibu? Atau ibu sering terpapar dengan asap rokok?
- Apakah selama kehamilan ibu konsumsi obat-obatan tertentu seperti
hormon, pil KB dan lain-lain.
- Apakah selama kehamilan di rumah ibu menggunakan obat nyamuk
bakar, elektrik dan semprot?
- Apakah disekitar tempat tinggal ibu banyak yang bekerja sebagai
petani/kebun? Menggunakan pestisida?
- Apakah selama kehamilan di sekitar tempat ibu sedang dilakukan
pengecetan rumah

60
61

Lampiran 2. Rekap Data Rekam Medis Sampel


Jenis Riwayat obat- Terpapar Tidak ada
NO PASIEN
Letak MUE Hipospadia riwayat keluarga Riwayat merokok obatan bahan kimia faktor
1 H1 midshaft middle tidak ada ada ada tidak ada tidak ada
2 H2 penoscrotal posterior ada ada ada ada tidak ada
3 H3 subcoronal anterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
4 H4 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
5 H5 midshaft middle tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
6 H6 midshaft middle tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada
7 H7 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
8 H8 coronal anterior tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada
H9
9 penoscrotal posterior tidak ada ada ada tidak ada tidak ada
10 H10 penoscrotal posterior ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
11 H11 penoscrotal posterior tidak ada tidak ada ada ada tidak ada
12 H12 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
13 H13 midshaft middle tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
14 H14 penoscrotal posterior tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada
15 H15 midshaft middle tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
16 H16 midshaft middle tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
17 H17 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
18 H18 scrotal posterior tidak ada ada ada tidak ada tidak ada
H19
19 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
20 H20 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
21 H21 penoscrotal posterior tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada
22 H22 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
62

23 H23 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
24 H24 scrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
H25
25 coronal anterior tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
26 H26 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
27 H27 midshaft middle tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada
28 H28 coronal anterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
29 H29 midshaft middle tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada
30 H30 midshaft middle tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada
31 H31 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
32 H32 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
33 H33 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
34 H34 midshaft middle tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
35 H35 midshaft middle tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
36 H36 midshaft middle tidak ada ada tidak ada ada tidak ada
37 H37 penoscrotal posterior tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada
Lampiran 3. Foto saat melakukan penelitian di bagian rekam medik

63
BIODATA

Nama : Rido Mulawarman


Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 10 Januari 1995
Alamat : Lrg Mengkudu, Jl. Kelapa gading 1,
no. 590, Bukit Besar, Palembang
Telpon/HP : 081377787932
Email : ridomula@gmail.com
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Ayah : Mulawarman
Ibu : Nurul Aryanti
Jumlah Saudara :2
Anak Ke :1
Riwayat Pendidikan : SD Negeri 39 Palembang (2001-2007)
SMP Negeri 1 Palembang (2007-2010)
SMA Plus Negeri 17 Palembang (2009-2012)
Fakultas Kedokteran Unsri (2013– sekarang)

Palembang, 28 Desember 2016

Rido Mulawarman

77

Anda mungkin juga menyukai