Anda di halaman 1dari 70

PERAN PEMBERIAN KOMBINASI NIACINAMIDE DAN

ALPHA ARBUTIN TERHADAP INDEKS


DEPIGMENTASI PADA KULTUR MOUSE MELANOMA
B-16 CELL
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Kedokteran

Dibuat oleh :
Kirei Aulia Putri Wahyudi
NIM: 11171030000029

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS


KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 18 Desember 2020

Materai
Rp. 6000

Kirei Aulia Putri Wahyudi

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERAN PEMBERIAN KOMBINASI NIACINAMIDE DAN ALPHA ARBUTIN
TERHADAP INDEKS DEPIGMENTASI PADA KULTUR MOUSE
MELANOMA B-16 CELL
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Kirei Aulia Putri Wahyudi
NIM : 11171030000029

Pembimbing I Pembimbing II

DR. dr. Raendi Rayendra, Sp.KK, M.Kes, FINSDV Auliyani Andam Suri, M. Biomed
NIP. 197803272009121001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul PERAN PEMBERIAN KOMBINASI
NIACINAMIDE DAN ALPHA ARBUTIN TERHADAP INDEKS
DEPIGMENTASI PADA KULTUR MOUSE MELANOMA B-16 CELL yang
diajukan oleh Kirei Aulia Putri Wahyudi (NIM 11171030000029), telah diujikan
dalam sidang di Fakultas Kedokteran pada tanggal 18 Desember 2020. Laporan
penelitian ini telah diperbaiki sesuai dengan masukan dan saran penguji, serta
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter).

Ciputat, 18 Desember 2020


DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

DR. dr Raendi Rayendra, Sp.KK, M.Kes,FINSDV


NIP. 197803272009121001
Pembimbing I Pembimbing II

DR. dr Raendi Rayendra, Sp.KK, M.Kes,FINSDV Auliyani Andam Suri, M. Biomed


NIP. 197803272009121001
Penguji I Penguji II

dr. Devy Ariany, M.Biomed dr. Rahmatina, Sp.KK


NIP.197304052011012002 NIP. 197905262005012005
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FK UIN Kaprodi FK UIN

dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD Dr. dr. Achmad Zaki, M.Epid., Sp.OT. FICS
NIP. 196511232003121003 NIP. 197805072005011005

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya serta shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga, sahabat,
serta seluruh umatnya sampai akhir zaman. Alhamdulillah, saya dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “PERAN
PEMBERIAN KOMBINASI NIACINAMIDE DAN ALPHA ARBUTIN
TERHADAP INDEKS DEPIGMENTASI PADA KULTUR MOUSE
MELANOMA B-16 CELL ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penelitian ini tentunya melibatkan banyak pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan doa. Oleh karena itu, saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, Sp. OT, M. Epid selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. DR, dr. Raendi Rayendra, Sp.KK, M. Kes, FINSDV selaku pembimbing
I dan Ibu Andam, M. Biomed selaku pembimbing II saya yang seantiasa
membantu, mengarahkan, memberikan waktu, tenaga, kesabaran, dan
ilmunya untuk membimbing saya selama proses penelitian dan
penyusunan laporan penelitian ini.
4. dr. Devy Ariany, M. Biomed selaku dosen penguji I dan dr. Rahmatina,
Sp.KK selaku dosen penguji II yang telah bersedia memberikan
waktunya dalam memberikan masukan, kritik, arahan, dan saran kepada
penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Ayahanda Yudi Wahyu M dan Ibunda Ernawati Meilana, kedua adik
laki-laki saya tersayang Radja Arkhan Moch dan Djohan Mulia, atas

iv
motivasi, nasihat, dan doa yang selalu dipanjatkan sepanjang hidup saya
dan telah memberikan dukungan untuk kelancaran studi saya dalam
menggapai cita cita saya.
6. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ)
modul riset FK 2017.
7. DR. Silmi Mariya, MSi, SSi selaku penanggung jawab laboratorium
Pusat Primata Institut Pertanian Bogor yang senantiasa memberikan
ilmu, saran, dan bantuan dalam penyusunan penelitian ini.
8. Avivah Jauharotul Kirom, Fakhriati Averroesyka, Radina Utami, dan
Sarah Asyfa Syamsudin yang telah menjadi sahabat seperjuangan saya
dalam menyelesaikan penelitian ini sekaligus menjadi keluarga kedua
saya selama menjalani masa studi di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9. Teman sejawat FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 yang telah
memberikan dukungan.
10. Seluruh pihak yang membantu, memberi semangat, serta motivasi
dalam penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.


Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan agar
laporan penelitian ini menjadi lebih baik.

Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan


banyak manfaat khusunya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Ciputat, 18 Desember 2020

Kirei Aulia Putri W

v
ABSTRAK

Kirei Aulia Putri W. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Pemberian


Kombinasi Niacinamide dan Alpha Arbutin terhadap Indeks Depigmentasi pada
Kultur Mouse Melanoma B16 Cell. 2020.
Latar Belakang: Pemutih kulit sangat diminati oleh masyarakat Indonesia yang
bekerja dengan cara menghambat aktivitas tirosinase, pematangan enzim, dan
transfer melanosom ke keratinosit. Standar baku emas pemutih kulit yaitu
hidrokuinon, namun memiliki banyak efek samping. Niacinamide dan alpha
arbutin menunjukkan potensi sebagai alternatif baru agen depigmentasi. Kedua
zat ini dikombinasikan karena belum ada penelitian sebelumnya pada mouse
melanoma B16 cell. Mouse melanoma B16 cell sering digunakan untuk
mempelajari melanogenesis, depigmentasi, dan pengukuran berbagai zat pada
kulit.
Metode: Niacinamide dan alpha arbutin pada kultur mouse melanoma B16 cell
dilakukan uji MTT, didapatkan dosis tidak toksik niacinamide 200 ppm dan alpha
arbutin 200 ppm, kemudian dikombinasikan untuk dilakukan uji aktivitas inhibisi
biosintesis melanin baik pada kultur mouse melanoma B16 cell tanpa penambahan
α-MSH maupun dengan penambahan α-MSH. Konsentrasi melanin didapatkan
kemudian dikalkulasikan dengan rumus indeks depigmentasi.
Hasil: Pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin pada kultur mouse
melanoma B16 cell menunjukkan nilai indeks depigmentasi 100% dibandingkan
dengan hidrokuinon 70%. Pada kultur mouse melanoma B16 cell yang diinduksi
α-MSH menunjukkan nilai indeks depigmentasi kombinasi niacinamide dan alpha
arbutin 33,3% sama seperti hidrokuinon.
Simpulan: Kombinasi niacinamide dan alpha arbutin dapat menurunkan jumlah
melanin baik pada kultur mouse melanoma B16 cell tanpa penambahan α-MSH
maupun dengan penambahan α-MSH.
Kata kunci: Niacinamide, alpha arbutin, Indeks depigmentasi, Mouse Melanoma
B-16 Cell, α-MSH.

vi
ABSTRACT

Kirei Aulia Putri W. Medical Education Study Program. The Role Of Giving
Niacinamide And Alpha Arbutin Combination On Depigmentation Index In
Mouse Melanoma B-16 Cell Culture. 2020.
Background: Indonesian people are very interested in skin whitening, which
works by inhibiting tyrosinase activity, maturation of enzymes, and transfer of
melanosomes to keratinocytes. The gold standard for skin whitening is
hydroquinone, but it has many side effects. Niacinamide and alpha arbutin show
potential as new alternatives to depigmentation agents. These two substances were
combined because there had not been any previous studies on melanoma cells in
B16 mice. Mouse melanoma B16 cells are often used to study melanogenesis,
depigmentation, and measurement of various substances in the skin.
Methods: Niacinamide and alpha arbutin in mouse culture melanoma cell B16
were tested by MTT, get a non-toxic dose of 200 ppm of niacinamide and 200
ppm of alpha arbutin, then combined to perform melanin biosynthesis inhibition
activity in both B16 cell melanoma mice culture without α-MSH or with addition
of α-MSH. The melanin concentration obtained is then calculated using the
depigmentation index formula.
Results: The combination of niacinamide and alpha arbutin in mouse melanoma
B16 cell cultures showed a depigmentation index value of 100% compared to
70% hydroquinone. In culture mice, melanoma cells B16 induced α-MSH showed
depigmentation index value of the combination of niacinamide and alpha arbutin
33.3% the same as hydroquinone.
Conclusion: The combination of niacinamide and alpha arbutin can reduce the
amount of melanin both in the mouse culture of B16 cell melanoma without
addition of α-MSH or with the addition of α-MSH.
Keywords: Niacinamide, alpha arbutin, depigmentation index, B-16 Mouse
Melanoma Cells, α-MSH.

vii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................................vi
DAFTAR ISI......................................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................................... xiii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.4 Tujuan penelitian : .................................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................... 3
1.5.1 Bagi Peneliti........................................................................................................ 3
1.5.2 Bagi Institusi ....................................................................................................... 3
1.5.3 Bagi Masyarakat ................................................................................................. 4
BAB II ................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 5
2.1 Landasan Teori .......................................................................................................... 5
2.1.1 Hidrokuinon sebagai Standar Baku Emas Pemutih Kulit.................................... 5
2.1.2 Niacinamide ....................................................................................................... 6
2.1.3 Alpha Arbutin ..................................................................................................... 7
2.1.4 Hiperpigmentasi ................................................................................................. 8
2.1.6 Anatomi dan Histologi Kulit ............................................................................... 9
2.1.7 Fungsi kulit ....................................................................................................... 12
2.1.8 Melanosit sebagai Unit Melanin Epidermal ..................................................... 12
2.1.9 Melanogenesis ................................................................................................. 14
2.1.10 Kultur Mouse melanoma B-16 cell................................................................. 17
2.1.11 Alpha Melanocyte-Stimulating Hormone (α- MSH) .................................. 18
2.1.12 UJI MTT .......................................................................................................... 20
2.1.13 Uji Kuantitatif Konten Melanin Sel Kultur ...................................................... 21

viii
2.2 Kerangka Teori ........................................................................................................ 23
...................................................................................................................................... 23
2.3 Kerangka Konsep..................................................................................................... 24
2.4 Definisi Operasional ................................................................................................ 25
BAB III ................................................................................................................................ 26
METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 26
3.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 26
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................ 26
3.2.1 Waktu Penelitian .............................................................................................. 26
3.2.2 Tempat Penelitian ............................................................................................ 26
3.3 Populasi dan sampel: .............................................................................................. 26
3.3.1 Populasi ............................................................................................................ 26
3.3.2 Sampel.............................................................................................................. 26
3.3.2.1 Kriteria Inklusi ............................................................................................... 26
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................................. 26
3.3.3 Kelompok Perlakuan ........................................................................................ 26
3.4 Cara Kerja Penelitian ............................................................................................... 27
3.4.1 Alat Penelitian .................................................................................................. 27
3.4.2 Bahan dan Sel Penelitian yang digunakan ....................................................... 27
3.4.3 Persiapan Kultur Mouse Melanoma B-16 Cell untuk Uji .................................. 28
3.4.4 Pembuatan larutan, pengenceran dan pencampuran larutan ........................ 28
3.4.5 Uji MTT ..................................................................................................... 29
3.4.6 Pembuatan Standar Melanin .................................................................... 29
3.4.7 Aktivitas Inhibisi Biosintesis Melanin pada kultur Mouse Melanoma B-16
Cell 29
3.5 Manajemen data ..................................................................................................... 30
3.5.1 Pengumpulan Data........................................................................................... 30
3.5.2 Pengolahan Data .............................................................................................. 31
3.5.3 Penyajian Data ................................................................................................. 31
3.6 Alur Penelitian ......................................................................................................... 32
BAB IV................................................................................................................................ 33
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................. 33
4.1 Hasil dan Pembahasan ............................................................................................ 33
4.1.1 Uji MTT ............................................................................................................. 33
4.1.2 Uji Aktivitas Inhibisi Biosintesi Melanin .................................................... 34

ix
4.2 Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 36
BAB V................................................................................................................................. 38
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 38
5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 38
5.2 Saran ....................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 39
] ......................................................................................................................................... 41
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 42

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Niacinamide .......................................................................... 7


Gambar 2.2 Struktur Alpha Arbutin ...................................................................... 8
Gambar 2.3 Anatomi Kulit.................................................................................... 10
Gambar 2.4 Lapisan epidermis ............................................................................. 11
Gambar 2.5 Skema struktur epidermis .................................................................. 13
Gambar 2.6 Gambaran melanosit pada mikrograf ................................................ 13
Gambar 2.7 Raper-Mason pathway....................................................................... 14
Gambar 2.8 Diagram melanosit ............................................................................ 15
Gambar 4.1 Uji Toksisitas MTT niacinamide, alpha arbutin, dan hidrokuinon. .. 33
Gambar 4.2 Indeks Depigmentasi……………………………………………….35

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ............................................................................................................ 42
Lampiran 2 ............................................................................................................ 43
Lampiran 3 ............................................................................................................ 44
Lampiran 4 ............................................................................................................ 46
Lampiran 5 ............................................................................................................ 48
Lampiran 6 ............................................................................................................ 49
Lampiran 7 ............................................................................................................ 51
Lampiran 8 ............................................................................................................ 55

xii
DAFTAR SINGKATAN

BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan


α-MSH : alpha-Melanocyte-Stimulating Hormone
MTT : Microculture Tetrazolium Technique
UV : Ultraviolet
mRNA : Messenger-RiboNucleic Acid
IL-1 : Interleukin-1
ACTH : Adrenocorticotropic hormone
OC : Oral Contraceptive
HRT : Hormone Replacement Therapy
APCs : Antigen-presenting Cell
RER : Rough Endoplasmic Reticulum
DOPA : 3,4 dihidroxy-phenylalanine
DHI : 5,6 dihydroxyindole
DHICA : Dihydroxyindole-2-carboxylic acid
TRP 1 : Tyrosinase-related-protein 1
TRP2 : Tyrosinase-related-protein 2
MC1R : Melanocortin 1 receptor
IBMX : isobutylmethylxanthine
cAMP : Cyclic adenosine monophosphate
PKA : Protein kinase A
POMC : Proopiomelanocortin
AC : Adenylate cyclase
GPCR : G-protein-coupled receptor
CREB : Respons element-binding protein
β FGF : Fibroblast Growth Factor β

xiii
NER : Nucleotide Excision Repair
USF-1 : Up Strain Transcription Factor 1
MITF : Micropthalmia Transcription Factor
ATF 2 : Activating Transcription Factor 2
NRF-2 : Nuclear factor erythroid 2 related factor 2
NFκB : Nuclear Factor κβ
DNA : deoxyribonucleic acid
OD : Optical Density
DMSO : Dimethylsulfoxide
PBS : Phosphate Buffer Saline
DMEM : Dulbecco’s Modified Eagle Medium
FBS : Fetal Bovine Serum
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
Mc : Melanin Control
Mt : Melanin Treatment
CO2 : Karbon Dioksida
NaOH : Natrium Hidroksida
Ppm : Part Per Million
nM : Nanomolar
μL : Mikroliter
ml : Mililiter
μM : Mikromolar

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Beberapa masyarakat di Indonesia menggunakan pemutih kulit karena
menganggap konsep cantik dan sehat salah satunya adalah memiliki warna kulit
putih. Hal tersebut disebabkan oleh sebuah stigma bahwa wanita dengan warna
kulit yang lebih terang memberikan aura positif terhadap rasa percaya diri, persepsi
terhadap kecantikan, bahkan untuk mendapatkan suatu pekerjaan karena kulit yang
putih menjadi kriteria estetika utama. Keinginan untuk mempunyai kulit putih pada
orang Asia termasuk Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan produk
pemutih kulit.1

Ilmu kedokteran yang berkembang saat ini memiliki berbagai zat aktif pada
produk pemutih kulit, sehingga beberapa penelitian mendokumentasikan produk
pemutih kulit di Afrika, Eropa, Amerika Utara, dan Asia, dengan prevalensi
penggunaan mulai dari 30% hingga 80% di antara berbagai sampel komunitas.2

Produk pemutih kulit menjadi segmen terbesar secara komersial untuk


keperluan kosmetik agar kulit terlindungi dari paparan agen yang berbahaya baik
bersifat endogen maupun eksogen, serta untuk memperbaiki penampilan kulit yang
dapat mendukung kesehatan kulit termasuk tekstur kulit, melembabkan kulit, dan
menjaga elastisitas kulit dengan bahan alami yang terdapat dalam formulasi
kosmetik tersebut.1 Produk pemutih kulit juga digunakan untuk pengobatan klinis
dari kelainan pigmen seperti melasma atau hiperpigmentasi pasca inflamasi.3

Zat aktif yang ada pada pemutih kulit dapat bekerja pada berbagai
mekanisme produksi melanin di kulit yang dikenal sebagai inhibitor tirosinase,
menghambat pematangan enzim tirosinase, dan penghambatan transfer melanosom
dari melanosit ke keratinosit.3 Sejak tahun 2008, BPOM melarang penggunaan
beberapa bahan pemutih kulit dalam produk kosmetik, termasuk merkuri karena
bahan tersebut tidak baik untuk sel melanosit.4 Hidrokuinon sampai saat ini masih
menjadi gold standard bahan pemutih kulit, tetapi penggunaannya dibatasi dan tidak

1
semua hidrokuinon berbahaya. Beberapa turunan hidrokuinon lebih aman
digunakan seperti alpha arbutin.5

Dalam ulasan ini disajikan gambaran umum bahan pemutih kulit yang kini
terkenal di pasaran yaitu niacinamide dan alpha arbutin yang dapat mengurangi
pigmentasi kulit karena memiliki pengaruh penghambatan terhadap proses
melanogenesis yang lebih aman dibandingkan dengan hidrokuinon. Penelitian ini
didukung oleh Sugimoto et all (2010) yang melaporkan bahwa alpha arbutin dapat
menurunkan biosintesis melanin melalui jalur penghambatan aktivitas enzim
tirosinase.6 Penelitian ini juga didukung oleh Paull J et all (2002) yang melaporkan
bahwa niacinamide menghambat transfer melanosome dari dalam melanosit ke
keratinosit.7 Niacinamide memiliki berbagai macam manfaat seperti antipriuritik,
antimikroba, vasoaktif, sebostatik, bahkan dipercaya dapat mengatasi masalah kulit
berupa melasma dan hiperpigmentasi.8

Pada penelitian ini digunakan niacinamide dan alpha arbutin yang


dikombinasikan berdasarkan kemampuan kedua zat tersebut dalam menurunkan
jumlah melanin yang dilakukan pada penelitian sebelumnya hanya melihat
pengaruh zat tunggal saja. Penelitian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin juga
belum ada penelitian sebelumnya yang mengombininasikan dua zat tersebut secara
in vitro yaitu pada kultur mouse melanoma B16 cell. Kultur mouse melanoma B16
cell merupakan media yang baik untuk uji efektivitas maupun uji toksisitas dalam
proses sintesis melanin in vitro.9 Kultur Mouse melanoma B16 cell juga
menghasilkan melanin dan dapat bermetastasis sehingga sering digunakan untuk
mempelajari melanogenesis untuk studi depigmentasi, metastasis tumor, serta
pengukuran berbagai zat pada kulit.10 Pada penelitian ini niacinamide dan alpha
arbutin dapat dipresentasikan menggunakan rumus indeks depigmentasi untuk
perbandingan yang lebih mudah antar sampel.10

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah peran pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin
terhadap indeks depigmentasi indeks pada kultur mouse melanoma B-16
cell lebih baik dibandingkan dengan hidrokuinon?

2
2. Apakah peran pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin
terhadap indeks depigmentasi pada kultur mouse melanoma B-16 cell
dengan penambahan α- MSH lebih baik dibandingkan dengan
hidrokuinon?

1.4 Tujuan penelitian :


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini untuk mengetahui indeks depigmentasi
kombinasi niacinamide dan alpha arbutin pada kultur mouse melanoma B-
16 cell.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Menganalisis peran pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin
terhadap indeks depigmentasi pada kultur mouse melanoma B-16 cell
dibandingkan dengan hidrokuinon.
2. Menganalisis peran pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin
terhadap indeks depigmentasi pada kultur mouse melanoma B-16 cell
dengan penambahan α- MSH dibandingkan dengan hidrokuinon.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
a. Mendapatkan pengalaman, pengetahuan, terutama sebagai sarana belajar
dalam meningkatkan kemampuan di bidang penelitian.
b. Mendapat pengetahuan mengenai indeks depigmentasi kombinasi
niacinamide dan alpha arbutin yang memiliki peran dalam menurunkan
produksi melanin pada kultur mouse melanoma B-16 cell.

1.5.2 Bagi Institusi


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya sebagai dasar ilmiah penggunaan alternatif baru sebagai
bahan pemutih kulit kombinasi niacinamide dan alpha arbutin pada penelitian
in vitro.

3
1.5.3 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
mengenai kombinasi niacinamide dan alpha arbutin sebagai alternatif baru
bahan pemutih kulit.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Hidrokuinon sebagai Standar Baku Emas Pemutih Kulit
Pemutih kulit menjadi kebutuhan kosmetik di Indonesia untuk
mendapatkan penampilan kulit yang lebih cerah dan perawatan klinis pada
kelainan pigmen seperti melasma atau pasca inflamasi. Gangguan pada
pigmentasi kulit dapat diatasi dengan berbagai macam modalitas pada kulit
yakni agen kimiawi dan terapi fisik, contoh dari agen kimiawi adalah
hidrokuinon, niacinamide, alpha arbutin, dan turunannya, sedangkan untuk
terapi fisik adalah operasi laser. Chemical agent tetap menjadi modalitas utama
untuk mengatasi kulit yang abnormal secara klinis untuk mencerahkan warna
kulit. Hal tersebut telah ditinjau secara luas dalam hal efektifitas, mekanisme,
dan keamanan.11

Produk pemutih kulit dikenal sebagai inhibitor kompetitif tirosinase,


menghambat proses pematangan enzim sampai dengan penghambatan transfer
granula pigmen (melanosome) dari melanosit ke keratinosit disekitarnya yang
berperan pada proses melanogenesis.12 Produk pemutih kulit yang paling
populer biasanya tersedia dalam bentuk krim yang mengandung hidrokuinon.
Hidrokuinon merupakan standar baku emas pemutih kulit yang penggunaannya
harus berada dibawah pengawasan dokter dan tidak boleh lebih dari 2% karena
dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya yaitu okronosis. 13

Hidrokuinon merupakan bahan depigmentasi yang sering digunakan


pada kasus melasma, karena hidrokuinon bekerja menghambat enzim
tirosinase, namun penggunaan hidrokuinon apabila digunakan berlebihan akan
menyebabkan fenomena rebound, okronosis eksogen, serta efek mutagenik dan
karsinogenik. Seiring ditemukan banyaknya efek samping, saat ini
dikembangkan bahan-bahan depigmentasi lain yang sama atau lebih efektif
namun bersifat kurang iritatif.13

5
2.1.2 Niacinamide
Niacinamide atau yang dikenal sebagai nicotinamide, 3
pyridinecarboxamide secara fisiologis merupakan bentuk aktif dari niacin atau
vitamin B3 sebagai pemutih kulit yang dapat menghambat transfer granula
pigmen (melanosome) dari melanosit ke keratinosit disekitarnya. Niacinamide
dapat ditemukan pada beberapa sumber makanan antara lain adalah daging,
hati, ragi, produk susu, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran berdaun hijau,
roti buatan, sereal, kopi, dan teh.14 Rendahnya kadar niacin atau Vitamin B3
dalam tubuh akan menyebabkan pellagra.7

Penelitian yang dilakukan oleh Levin J, dkk. (2010) melaporkan bahwa


niacinamide memiliki potensi untuk mengerahkan berbagai manfaat pada kulit
dan niacinamide juga dapat digunakan sebagai anti penuaan. Niacinamide
bertindak sebagai antioksidan yang dapat meningkatkan fungsi barrier
epidermal, mengurangi hiperpigmentasi kulit, mengurangi garis-garis halus dan
kerutan, mengurangi kemerahan / noda hitam, mengurangi kekuningan kulit
(sallowness), dan meningkatkan elastisitas kulit.5

Niacinamide topikal efektif dalam mengurangi hiperpigmentasi


epidermal dan bintik-bintik berpigmen seiring bertambahnya usia. Pigmentasi
kulit yang berkurang bukan karena pengaruh langsung niacinamide pada
sintesis melanin oleh melanosit, namun niacinamide mengurangi transfer
melanosom dari melanosit ke keratinosit di sekitarnya, meskipun mekanisme
spesifiknya tetap belum pasti diketahui. Penelitian ini didukung oleh
penggunaan pelembab niacinamide 5% yang memberikan 35 hingga 68 persen
penghambatan transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit.5 Penelitian
yang dilakukan oleh Paull J, dkk. (2010) melaporkan niacinamide memiliki
penghambatan yang cukup signifikan pada penghambatan transfer melanosom
dari melanosit yang diinkubasi dengan konsentrasi niacinamide 25%-45% ke
keratinosit.7

6
Gambar 2.1 Struktur Niacinamide
(Sumber: Elaine 2009)

2.1.3 Alpha Arbutin


Alpha arbutin merupakan golongan hidrokuinon glikosida dengan 2
isoform, 4-hidroksipenil-α-glucopyranoside dan 4-hyroxyphenyl-β-
glucopyranoside yang disintesis secara enzimatis dari hidrokuinon dan
sakarida.6 Alpha arbutin memiliki potensi untuk menghambat enzim
tirosinase yang mengkatalis sintesis melanin dalam melanosit, hal ini
bermanfaat pada seseorang dengan kondisi melanin yang diproduksi secara
berlebihan akibat paparan sinar UV atau dalam kondisi seperti melasma dan
hiperpigmentasi.15

Penelitian yang dilakukan oleh Sugimoto, dkk. (2004) melaporkan


bahwa alpha arbutin berperan dalam mekanisme depigmentasi pada kultur
human melanocyte dengan cara menghambat aktivitas tirosinase, namun hal
tersebut tidak mempengaruhi ekspresi mRNA tirosinase. Produksi melanin
dihambat secara signifikan oleh alpha arbutin yang mengukur radikal
eumelanin dengan spektrometer resonansi spin elektron. Studi tentang
kinetika dan mekanisme penghambatan tirosinase dilakukan untuk
menegaskan reversibilitas alpha arbutin sebagai inhibitor kompetitif enzim
ini. L-tirosin atau L-dopa digunakan sebagai substrat menunjukkan
mekanisme persaingan dengan alpha arbutin untuk pengikatan L-tirosin di
tirosinase. Hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme depigmentasi alpha
arbutin pada manusia melibatkan penghambatan aktivitas melanosomal
tyrosinase, daripada penekanan ekspresi dan sintesis tirosinase.6

7
Pada penelitian yang dilakukan oleh Chung et all (2019) Alpha
arbutin juga ditemukan memiliki efek penghambatan paling besar pada
sintesis melanin dalam sel melanoma B16F10. Kandungan melanin
berkurang hingga di bawah 70% dari yang diamati pada sel yang tidak
diobati.10

Gambar 2.2 Struktur Alpha Arbutin


(Sumber: Sugimoto 2004)

2.1.4 Hiperpigmentasi
Pajanan sinar UV pada kulit dalam jangka waktu yang cukup lama
akan menginduksi sejumlah respons biologis seperti eritema, edema,
sunburn, hiperpigmentasi, photoaging dan kanker kulit. Seiring
bertambahnya usia, jumlah melanosit menurun tetapi seringkali
menunjukkan pigmentasi yang ireguler, sehingga hal ini dijadikan sarana
pengembangan kosmetik dan obat pemutih.9 Berikut ini adalah penjelasan
beberapa mekanisme terjadinya hiperpigmentasi :

• Sinar UV
Sinar UV dapat menstimulasi proliferasi dan migrasi melanosit, serta
proses dari melanogenesis. Pajanan sinar UV dapat mengakibatkan
peroksidasi lipid membran sel sehingga terbentuk radikal bebas,
kemudian menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin. Sinar
UV juga meningkatkan produksi keratinosit, seperti interleukin-1 (IL-
1), Endotelin-1, alpha-melanocyte-stimulating-hormone (- MSH) dan
adrenocorticotropic hormone (ACTH). - MSH dan ACTH kemudian
terikat pada reseptor melanocortin-1 dan merangsang aktivitas enzim

8
tirosinase sehingga melanosit berproliferasi disertai dengan
peningkatan produksi melanin.16
• Hormon
Hiperpigmentasi berupa melasma lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria.17 Hal ini sering terjadi pada wanita yang sedang
hamil, wanita dengan penggunaan oral contraceptive (OC) , atau
dengan hormone replacement therapy (HRT) saat menopause. Pada
kultur sel, sel melanosit pada kulit normal mengekspresikan reseptor
estrogen, sedangkan pada lesi melasma ditemukan ekspresi estrogen
yang lebih tinggi dibanding kulit normal sekitarnya. Hal ini
disebabkan oleh ikatan estradiol dengan reseptor estrogen
meningkatkan ekspresi reseptor melanocortin-1 (MCR-1) pada
melanosit sehingga meningkatkan proses melanogenesis.18

2.1.6 Anatomi dan Histologi Kulit


Kulit adalah organ tunggal terbesar dari tubuh, biasanya mencapai
15% hingga 20% dari total berat badan dan pada orang dewasa.19 Kulit pada
orang dewasa rerata memiliki berat 9 pon dan melingkupi area permukaan
sekitar 21 m2.20 Kulit merupakan pelindung yang elastis dan lentur, menutupi
seuluruh permukaan tubuh dari berbagai pemicu eksternal.19

Kulit tersusun atas tiga lapisan yang terdiri dari epidermis berkeratin
di bagian luar dan dermis yang terdiri dari jaringan ikat vascular yang kaya
akan pembuluh darah di bagian dalam. Derivatif epidermis termasuk rambut,
kuku, dan kelenjar sebasea serta kelenjar keringat. Pada bagian bawah dermis
terdapat jaringan subkutan atau hipodermis lapisan jaringan ikat longgar yang
biasanya berisi bantalan adiposit. Jaringan subkutan mengikat kulit secara
longgar ke jaringan di bawahnya dan berhubungan dengan fasia superfisial
dari anatomi.19

9
Gambar 2. 3 Anatomi Kulit
(Sumber: Junqueira’s 2013)

▪ Epidermis
Epidermis terdiri dari epitel keratinisasi skuamosa berlapis
yang terdiri dari sel yang disebut keratinosit. Epidermis
membentuk perbedaan utama antara kulit tebal dengan ketebalan
400-1400 µm (1,4mm) yang ditemukan pada telapak tangan dan
kaki, sedangkan kulit tipis ditemukan di tempat lain pada tubuh
dengan ketebalan 75-150 µm. Secara histologis, epidermis terdiri
dari lima lapisan, yaitu lapisan basal, lapisan spinous, lapisan
granulosum, lapisan lusidum, dan lapisan korneum.19

10
Gambar 2. 4 Lapisan epidermis
(Sumber: Junqueira’s 2013)

Terdapat tiga jenis sel pada epidermis yaitu: sel melanosit


penghasil pigmen, sel Langerhans yang menyajikan antigen, dan
sel epitel taktil yang disebut sel Merkel.19

▪ Dermis
Dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang mengandung
banyak serat elastin dan serat kolagen serta banyak pembuluh
darah dan ujung saraf khusus. Pembuluh darah pada dermis tidak
hanya memasok dermis dan epidermis tetapi juga berperan dalam
mengatur suhu tubuh. Reseptor di ujung perifer serat saraf aferen di
dermin mendeteksi tekanan, suhuh, nyeri, dan masukan
somatosensorik lain. Ujung saraf aferen di dermis juga mengatur
kaliber pembuluh darah, ereksi rambut, dan sekresi kelenjar
eksokrin kulit.21

11
2.1.7 Fungsi kulit
Kulit memberikan physical barrier terhadap suhu yang panas dan mekanis
seperti gesekan, melawan potensi patogen atau mikroorganisme yang melakukan
penetrasi pada kulit. Pigmen melanin dalam epidermis juga melindungi inti sel
dari radiasi ultraviolet (UV). Kulit merupakan barier permeabilitas terhadap cairan
yang hilang secara berlebihan, permeabilitas selektif kulit memungkinkan
beberapa obat lipofilik seperti hormon steroid dan obat tertentu diberikan melalui
skin patches. Jenis reseptor sensorik kulit juga secara konstan dapat memonitor
lingkungan, dan berbagai sensoreseptor kulit membantu mengatur interaksi tubuh
dengan benda-benda. Suhu tubuh yang konstan biasanya mudah dipertahankan
karena komponen kulit yang terdiri dari lapisan lemak dan rambut di kepala dan
mekanisme untuk mempercepat kehilangan panas karena produksi keringat dan
mikrovaskulatur superfisial yang padat. Sintesis vitamin D pada kulit juga
dibutuhkan dalam metabolisme kalsium dan pembentukan tulang melalui aksi
lokal sinar UV pada prekursor vitamin. Pigmentasi dan rambut merupakan
indikator kesehatan visual yang terlibat dalam ketertarikan antara jenis kelamin
pada semua spesies vertebrata, termasuk manusia. Efek dari hormon seks yang
diproduksi oleh kelenjar keringat apokrin dan kelenjar kulit lainnya juga penting
untuk daya tarik ini.19
2.1.8 Melanosit sebagai Unit Melanin Epidermal
Melanosit menghasilkan pigmen melanin yang disebarkan ke sel-sel kulit
sekitarnya. Jumlah dan jenis melanin menentukan warna kulit ras manusia.
Seseorang dengan kulit hitam maupun kulit putih memiliki jumlah melanosit yang
sama, namun yang membedakannya adalah jumlah melanin yang diproduksi oleh
sel melanosit.20

Variasi warna kulit merupakan hasil dari beberapa faktor, yang paling
menonjol adalah kandungan melanin dan karoten dalam keratinosit serta jumlah
pembuluh darah di dermis. Melanosit merupakan sebuah sel khusus dari epidermis
yang terdapat di antara sel-sel lapisan basal dan folikel rambut. Melanosit
menghasilkan pigmen eumelanin, yaitu pigmen cokelat atau hitam. Pigmen serupa
yang terdapat pada rambut merah disebut pheomelanin.19
12
Gambar 2. 5 Skema struktur epidermis
Melanosit terletak diantara sel-sel lapisan basal. Diagram melanosit
menunjukkan proses sitoplasma tidak teratur antara keratinosit yang
berdekatan untuk transfer melanin ke sel-sel tersebut
(Sumber: Junqueira’s, 2013)

Prekursor melanosit yaitu melanoblast merupakan derivat dari neural


crest yang bermigrasi ke epidermis embrionik stratum basal, dimana pada
akhirnya satu melanosit berakumulasi untuk setiap lima atau enam keratinosit
basal (600-1200/mm2 kulit). Mereka memiliki warna yang pucat, sel yang bulat,
dan terikat oleh hemidesmosomes pada laminal basal, tetapi tidak memiliki
keterikatan dengan keratinosit.19

Gambar 2. 6 Gambaran melanosit pada mikrograf


Menunjukkan melanosit (M) dalam lapisan basal
epidermis.
(Sumber: Junqueira’s, 2013)

13
Beberapa ekstensi sitoplasmik panjang yang tidak teratur dari setiap sel
tubuh melanosit menembus epidermis, dan berjalan diantaranya. Sel-sel lapisan
basal dan spinous akan berakhir dalam invaginasi 5 hingga 10 keratinosit.
Secara ultrastruktural melanosit memiliki banyak mitokondria kecil, short
cisternae pada RER, dan aparatus Golgi yang berkembang dengan baik.19

2.1.9 Melanogenesis
Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit di dalam
organelnya yaitu melanosom, dan mentransfer melanosom ke keratinosit
sebagai perlindungan terhadap radiasi UV. Melanogenesis, sintesis, dan
distribusi melanin ke epidermis melibatkan beberapa langkah yaitu transkripsi
protein, biosintesis melanin di dalam melanosom, transportasi melanosom ke
ujung dendrit melanosit, dan transfer melanosom ke keratinosit. 19

Gambar 2. 7 Raper-Mason pathway


Pembentukkan eumelanin dan pheomelanin
(Sumber: Solano 2014)

Biosintesis melanin melibatkan dua tipe melanin yang disintesis dalam


melanosom yaitu eumelanin dan pheomelanin. Eumelanin adalah pigmen hitam
atau kecoklatan yang memiliki sifat tidak larut, sedangkan pheomelanin adalah
pigmen terang, merah kekuningan yang mengandung sulfur dan sifatnya larut.
14
Melanin merupakan derivat indole dari dari 3,4 dihidroxy-phenylalanine
(DOPA) dan terbentuk dalam melanosom melalui langkah oksidatif. Sintesis
kedua tipe melanin melalui jalur katalitik yaitu asam amino tirosin dioksidasi
oleh enzim tirosinase menjadi DOPA, jalur ini dikenal sebagai jalur Raper-
Mason.19

Pada jalur Raper-Mason ini DOPA diubah menjadi DOPAquinone


melalui proses autooksidasi. DOPAquinone diubah menjadi DOPAchrome
sehingga membentuk 5,6 dihydroxyindole (DHI) atau dihydroxyindole-2-
carboxylic acid (DHICA). Reaksi ini dikatalis oleh enzim DOPAchrome
tautomerase atau TRP2 sehingga membentuk pigmen berwarna coklat atau
hitam. DOPAquinone juga dapat bergabung dengan glutation atau cysteine,
yang membentuk cystenilDOPA untuk pembentukkan pheomelanin (pigmen
berwarna kuning).20

Gambar 2. 8 Diagram melanosit


Fitur utama pembentukkan melanin.
(Sumber: Junqueira’s, 2013)

Butiran yang mengandung melanin matang melalui empat tahap


yang ditandai secara ultrastruktural, yaitu tirosinase disintesis dalam

15
retikulum endoplasma kasar yang diproses di badan golgi, dan terakumulasi
dalam vesikel yang juga memiliki matriks granular protein lainnya,
kemudian sintesis melanin dimulai pada melanosom. Matriks telah disusun
menjadi filamen paralel di mana melanin terpolimerisasi disimpan dan
terakumulasi, kemudian granul melanin matang telah kehilangan tirosinase
dan aktivitas lainnya dan memiliki matriks internal yang sepenuhnya diisi
dengan melanin. Butiran yang matang berbentuk ellipsoid, berukuran sekitar
0,5 x 1 mm, dan dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, setelah terbentuk
butiran melanin di dalam melanosom akan ditransfer dari lapisan basal dan
spinosus melalui dendrit melanosit. Melanosom yang terakumulasi pada
ujung dendrit akan digenerasikan melalui transport kooperatif yang
memfasilitasi pemanjangan dendrit sehingga mencapai keratinosit.
Keratinosit memiliki butiran melanin yang diangkut ke daerah dekat
nukleus, di mana mereka terakumulasi sebagai penutup supranuklear yang
menaungi DNA terhadap efek berbahaya dari radiasi UV.19

Melanin memiiki fungsi utama yaitu sebagai proteksi sel dari


kerusakan DNA yang disebabkan oleh absorbsi paparan sinar UV dengan
kisaran panjang gelombang 280-400 nm. Secara fisiologis, radiasi sinar UV
dapat menstimulasi sintesis melanin di melanosit. Radiasi sinar UV dapat
meningkatkan produksi faktor parakrin seperti Adrenocorticotropin
hormone (ACTH), endothelin-1, Fibroblast Growth Factor β (β FGF),
Melanocyte Stimulating Hormone α (α MSH), yang berperan penting dalam
patogenesis UV mencetuskan melasma.17

Melanogenesis dapat distimulasi oleh radiasi ultraviolet dan 𝛼-MSH.


Hal tersebut dapat meningkatkan tirosinase dan jumlah melanin ketika
berikatan dengan melanocortin 1 receptor (MC1R). Aktivasi MC1R dan
isobutylmethylxanthine (IBMX) dapat menstimulasi melanogenesis melalui
aktivasi cAMP, kemudian terjadi peningkatan enzim yang mengatur sinyal
melanogenik melalui protein kinase A (PKA) yang menginduksi
microphthalmia-associated transcription factor (MITF).17

16
Melanogenesis diregulasi pada tingkat subseluler yang regulasinya
melalui jalur intraseluler oleh gene expression encoded melalui
melanogenesis-related enzymes antara lain tirosinase, TRP1 dan TRP2. Jalur
sinyal ini diawali oleh beragam hormon, interleukin, interferon, growth
factor serta prostaglandin. Hormon berperan sebagai sinyal yang
memberikan respons terhadap paparan sinar UV atau stimulasi lingkungan
lainnya. Terdapat tiga jalur sinyal yang berperan pada proses melanogenesis,
namun MITF merupakan regulator utama melanogenesis dalam melanosit
dan regulasi ekspresi gen tirosinase, TRP-1 serta TRP-2.9

Melanogenesis akan distimulasi oleh paparan radiasi sinar UV yang


berulang tergantung pada dosis UV, internal, dan emisi spektrum UVA atau
UVB. Studi penelitian melaporkan bahwa paparan sinar UV dengan dosis
paparan kumulatif tidak memiliki signifikansi terhadap peningkatan
melanogenesis yang diinduksi UV. UV juga dapat menginduksi cell cycle
arrest di keratinosit yang akan mengaktivasi antioksidan dan enzim yang
memperbaiki DNA, serta regulasi jalur apoptotik melanosit untuk menjaga
integritas genomik dan melanocyte survival. Adanya proses regulasi ini akan
terjadi peningkatan melanogenesis sebagai fotoproteksi pada epidermis
dalam melawan sinar UV.19

2.1.10 Kultur Mouse melanoma B-16 cell


Mouse melanoma B-16 cell adalah sel melanoma yang berasal dari
tikus C5g7BL / 6. Sebagai model untuk tumor manusia, melanoma
memiliki persamaan dan perbedaaan antara B16 dan melanoma manusia.
Pada tahun 1970-an dr Isaiah J. Fidler mengisolasi beberapa varian
melanoma dan perbedaan utamanya adalah potensi metastasis dan
kerentanan terhadap kerusakan kekebalan tubuh. Varian yang umum
digunakan adalah B16.F10 yang sangat agresif dan dapat bermetastasis
dari subkutan primer ke paru-paru. Varian metastasis lain yang buruk
adalah B16.BL6 yang memiliki tingkat metastasis tinggi.21

17
Mouse melanoma B-16 cell adalah salah satu dari sedikit garis
melanoma yang berpigmen dan tersedia yang digunakan pada tikus, meski
baru-baru ini model transgenik telah dikembangkan dimana melanoma ini
memungkinkan membentuk garis baru. Sebuah laporan menggambarkan
retrovirus berasal dari B16 itu sendiri yang dapat mengubah melanosit
pada tikus normal yang imunokompeten menjadi tumor melanoma.21

B16 dikenal sebagai tumor yang relatif tidak stabil. Kultur B16 dari
berbagai laboratorium dapat berbeda secara signifikan dalam dosis
tumorigenik minimal, derajat pigmentasi, ekspresi antigen, dan laju
pertumbuhan pada tikus. Eksperimen in vivo harus disertai dengan
beberapa tes in vitro untuk mengevaluasi efek imunologis dari strategi
ekperimental.21

Mouse melanoma B16 Cell merupakan kultur monolayer 2D


konvensional. Sel B16 adalah sel melanoma yang berasal dari tikus
C57BL / 6 22 yang menghasilkan melanin dan dapat bermetastasis
sehingga banyak digunakan untuk mempelajari melanogenesis dan
depigmentasi, metastasis tumor, dan pengukuran berbagai zat pada kulit.10

2.1.11 Alpha Melanocyte-Stimulating Hormone (α- MSH)


Alpha melanocyte-stimulating hormone (α- MSH) adalah peptida yang
berasal dari proopiomelanocortin (POMC), dan bekerja pada regulasi
melanogenesis melalui jalur cyclic adenosine monophosphate (cAMP). α-
MSH melekat pada reseptor yang ada di membran melanosit yaitu MC1R,
kemudian mengaktivasi adenylate cyclase (AC) untuk membentuk cAMP
melalui aktivasi G-protein-coupled receptor (GPCR). cAMP mengaktivasi
protein kinase A (PKA), yang kemudian mengaktivasi ekspresi gen MITF
melalui fosforilasi cAMP respond element-binding protein (CREB). α-
MSH akan melekat pada MC1R dan meningkatkan melanogenesis 100
kali. Serupa dengan α-MSH bahwa peptida yang berasal dari POMC
lainnya seperti β-MSH dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) juga

18
menstimulasi melanogenesis melalui jalur yang sama.9 Adapun kondisi
yang ditandai dengan peningkatan α- MSH yaitu :

1.
Selama kehamilan, sering terjadi peningkatan kadar estrogen,
progesteron dan α-MSH terutama pada trimester ketiga ditemukan
berhubungan dengan melasma. Hal tersebut terjadi karena estrogen dan
progestin dapat menyebabkan peningkatan aktivitas tirosinase dan
peningkatan proliferasi sel yang merangsang melanogenesis dalam
melanosit.22
2.
Pada Cushing Syndrome, terjadi hiperpigmentasi karena hormon
ACTH yang diproduksi berlebihan berasal dari adenoma hipofisis.
ACTH ini memiliki afinitas yang sama dengan α- MSH untuk
mengikat reseptor MC1R dalam mengatur aktivitas melanogenesis. 23

α-MSH terbukti dapat meningkatkan melanogenesis pada penelitian in


vitro sebelumnya yang dilakukan oleh Lim Yu Ji et al (2009) melaporkan
bahwa B16 cell yang diberi perlakuan α- MSH meningkat sebanyak 23%.
Pada sel yang diberi perlakuan α- MSH bentuk sel dendritik berubah
sehingga terjadi perluasan melanosit, karena dendritik diketahui penting
untuk transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit.24 Warna pelat sel
juga berubah yang awalnya tampak putih menjadi warna abu-abu, coklat,
bahkan hitam, hal tersebut menandakan bahwa α- MSH menstimulasi
sintesis melanin. Sintesis melanin pada sel yang diinduksi α- MSH
kemudian diberi perlakuan, secara signifikan menghambat proliferasi sel
dan jumlah melanin tidak meningkat.10

19
2.1.12 UJI MTT
Uji MTT (3-4,5-dimethylthiazol-2-2,5 diphenyl tetrazolium
bromide) yang memiliki dasar konversi MTT menjadi kristal formazan
oleh sel hidup, yang menentukan aktifitas mitokondria. Uji ini secara luas
digunakan untuk mengukur efek sitotoksik in vitro dari beberapa obat pada
konsentrasi yang berbeda.25
Prinsip uji MTT untuk sebagian besar sel melihat aktifitas
mitokondria secara konstan. Peningkatan atau penurunan jumlah sel terkait
dengan aktifitas dari mitokondria itu sendiri. Aktifitas mitokondria ini
direfleksikan oleh konversi MTT garam tetrazolium menjadi kristal
formazan yang dapat dilarutkan untuk pengukuran yang homogen. Dengan
demikian, setiap mengalami kenaikan atau penurunan jumlah sel yang
hidup dapat dideteksi dengan mengukur konsentrasi formazan yang
direfleksikan dalam optical density (OD) menggunakan pembaca plat pada
540-720 µm.25
Garam tetrazolium 3-4,5 dimethylthiazol-2,5 diphenyl tetrazolium
bromide (MTT) membutuhkan pelarut yaitu DMSO / Isopropanol
teroksidasi dengan pengukuran densitas optikal yang akan dilakukan
menggunakan spektrofotometer dengan filter panjang gelombang yang
tetap. Pada sebuah percobaan, filter 600 µm dilakukan meskipun 550 µm
telah diperoleh. 25

20
Pengukuran densitas optikal larutan formazan pada
spektofotometer dilakukan menggunakan cuvette kaca. Semua pengukuran
plat akan dilakukan dengan sample yang terkandung dalam 96 sumur. Sel
akan diunggulkan di setiap sumur yang diinkubasi dengan racun atau obat
dalam konsentrasi µl (5-500μl peningkatan konsentrasi). Setelah itu
ditambahkan larutan MTT 5mg / ml dalam PBS (Phospate Buffered
Saline), kemudian disterilkan dengan filtrasi dan volume 20 µl dan
ditambahkan ke setiap sumur kemudian inkubasi pada suhu 37oC selama
4-6 jam. Kristal formazan akan terbentuk, kemudian 200 µl DMSO
ditambahkan ke setiap dinding pelat dan campurkan selama 5 menit agar
larut. Warna ungu akan diproduksi kemudian sampel akan diproses untuk
densitas optikal.25
2.1.13 Uji Kuantitatif Konten Melanin Sel Kultur
Metode yang sering digunakan dalam perhitungan kandungan
melanipadakultur sel adalah dengan menggunakan spektrofotometer.
Spektrofotometer memiliki prinsip absorbansi cahaya dari panjang
gelombang melanin dan memberikan hasil yang cukup dapat dipercaya.26
Perhitungan kandungan melanin diawali dengan memberikan
tripsin-EDTA untuk melepaskan sel dari botol kultur kemudian dibuang
dengan menggunakan hemositometer. Suspensi disentrifugasi dan pellet
dilarutkan dalam 1 N NaOH. Konsentrasi melanin dihitung dengan
menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 475 nm dan
dibandingkan dengan standar yang didapatkan dari melanin sepia.26

Terdapat dua parameter seperti pada penelitian sebelumnya yang


telah ada dan banyak digunakan untuk mengevaluasi kandungan melanin
yaitu Melanin Content per cell (MC) dan Melanin Content per culture
(MT). MC ditentuan oleh kuantitas melanin disetiap sel pigmen,
sedangkan MT ditentukan oleh isi melanin per sel dan kepadatan sel diarea
tertentu. Kandungan MC dapat dihitung dengan membagi jumlah melanin
dengan jumlah sel yang mengandung melanin (ng per sel). Kedua
parameter ini telah digunakan untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi
21
kandungan melanin dalam pemberian pigmen cell line pada periode
pertumbuhan tertentu atau untuk mengevaluasi perubahan kandungan
melanin dalam cell line setelah perawatan dengan bahan kimia khusus,
fisik atau inhibitor biologis.26

22
2.2 Kerangka Teori
Genetik

Hormon α-MSH Melekat pada


↑ reseptor MC1R
Paparan Sinar UV Agen depigmentasi
Aktivasi gen MITF
L-Tirosin

Tirosinase Transkripsi Hidrokuinon Alpha Arbutin Niacinamide


tirosinase

(-)
L-DOPA
Uji MTT pada kultur
Tirosinase Mouse Melanoma B-16
Cell
DOPAQuinone kombinasi niacinamide dan
alpha arbutin

DOPAChrome

TYRP2/DCT

5,6-Dihydroxyndole- 5,6-Dihydroxyndole
2-carboxylic acid (DHI)
(DHICA)

Tirosinase
TYRP1

Indole-5,6-
quinone (IQ)
Penurunan konsentrasi
melanin pada kultur
Mouse Melanoma B-
Eumelanin 16 Cell

Granul melanin
dalam melanosome Penurunan jumlah
↓ melanin

Transfer melanosom
dari sel melanosit Akumulasi granul
melanin ↓
Melalui sepanjang mikrotubul
membentuk struktur dendritik

(-)
23
Granul melanin diangkut
Menuju keratinosit
ke daerah dekat nukleus
2.3 Kerangka Konsep

Mouse Melanoma Mouse Melanoma


Uji MTT
B-16 Cell B-16 + α-MSH
++++ Niacinamide Alpha arbutin

Sintesis melanin viabilitas sel

Pemberian kombinasi Dosis nontoksik


(-)
niacinamide dan alpha arbutin niacinamide dan
alpha arbutin

gen MITF Aktivitas tirosinase Transfer


gen TYRP1 melanosom ke
gen TYRP2 keratinosit

Penurunan jumlah
melanin

↓ Konsentrasi
melanin

Indeks Depigmentasi

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Tidak diteliti

24
2.4 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Unit Skala
Pengukuran

Variabel Bebas

1 Dosis tidak Konsentrasi Microplate Membaca hasil persen Numerik


toksik formazan pada reader 562 densitas optik (%)
niacinamide dan sel kultur mouse nm kemudian hasilnya
alpha arbutin melanoma B-16 dimasukkan ke
berdasarkan cell setelah diberi dalam rumus
viabilitas sel perlakuan viabilitas sel
niacinamide dan
alpha arbutin
dibandingkan
dengan kontrol

Variabel Terikat

2 Indeks Persentase - Menghitung hasil persen Numerik


depigmentasi penurunan rataan konsentrasi (%)
melanin pada sel melanin kontrol
yang diberikan dikurangi rataan
perlakuan konsentrasi
dibandingkan melanin perlakuan
dengan sel dibagi rataan
kontrol konsentrasi
melanin perlakuan
dikali 100%

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Juni 2019 – Desember 2020

3.2.2 Tempat Penelitian


Persiapan kultur mouse melanoma B-16 cell, uji toksisitas dengan
metode MTT, dan penilaian presentase penurunan produksi melanin pada
kultur mouse melanoma B-16 cell dilaksanakan di laboratorium Pusat
Studi Satwa Primata Institur Pertanian Bogor Jl. Lodaya II No. 5, RT. 02 /
RW.05.

3.3 Populasi dan sampel:


3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah mouse melanoma B-16 cell.

3.3.2 Sampel
Kriteria sampel yang diterapkan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
3.3.2.1 Kriteria Inklusi:
Kriteria inklusi Pada penelitian ini digunakan sampel

Mouse melanoma B-16 cell (B16-F10 ATCC ® CRL-6475™) yang sudah


dilakukan subkultur.

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi:


Kultur mouse melanoma B-16 cell yang terkontaminasi dan
morfologi sel tidak baik.

3.3.3 Kelompok Perlakuan


Sampel Kelompok Perlakuan Perlakuan

26
Tidak diberi perlakuan
K1
(Kontrol)
Hidrokuinon 500 µL /
Kultur mouse melanoma K2
well
B16 cell
Kombinasi niacinamide
K3 dan alpha arbutin 500 µL
/ well
Tidak diberi perlakuan
K1
(Kontrol)
Hidrokuinon 500 µL /
Kultur mouse melanoma K2
well + α-MSH
B16 cell + α-MSH
Kombinasi niacinamide
K3 dan alpha arbutin 500 µL
/ well + α-MSH

3.4 Cara Kerja Penelitian


Pada tahapan-tahapan penelitian ini dilakukan oleh pihak laboratorium
IPB, sedangkan pengolahan data dilakukan oleh peneliti.
3.4.1 Alat Penelitian
Biosafety Cabinet, Inkubator CO2, Inverted Microscope, Flask T25, 48 dan
96 well tissue culture plate, Alat sentrifugasi, Alat pipeting,
Haemocytometer, Microplate Reader, Eppendorf Tube.

3.4.2 Bahan dan Sel Penelitian yang digunakan

Sel yang digunakan B16-F10 ATCC ® CRL-6475™ Mus Musculus Skin


Melanoma, Dulbecco’s Modified Eagle Medium ( D- MEM, Gibco/USA),
Fetal Bovine Serum 10% (FBS, Hyclone/USA), Penisilin-Streptomisin 1%
(Invitrogen/USA), Phosphate Buffer Saline (PBS, Gibco/USA), Trypsin
0,25% (Gibco/USA), Dimethylsulfoxide (DMSO, Sigma/USA), 3-(4,5-
dimethyl-2-thiazolyl)-2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide (MTT,
Sigma/USA), Niacinamide, Alpha Arbutin, Hidrokuinon, Melanin
from Sepia Officinalis Sigma M2649, α-Melanocyte Stimulating Hormone
Sigma M4135.
27
3.4.3 Persiapan Kultur Mouse Melanoma B-16 Cell untuk Uji

Sel yang telah tumbuh menutupi lapang pandang (Confluent) harus


dilakukan subkultur. Media sel dibuang kemudian ditambahkan PBS
sebanyak 10 ml untuk membersihkan flask dari sisa media. PBS dibuang
dan ditambahkan Trypsin 0.25% sebanyak 5 mL ke dalam botol kultur,
dan diinkubasi pada suhu 37oC dan CO2 5% selama 5 menit. Sel yang
terlepas dari substratnya dimasukkan ke dalam tabung 15 mL, lalu
disentrifugasi pada kecepatan 500 x g selama 5 menit dan supernatan
dibuang. Sel dengan volume 50 μL ditambahkan trypan blue 50 μl yang
dialirkan ke dalam haemocytometer, kemudian diamati dan dihitung sel
yang hidup atau sel yang tidak dapat menyerap warna biru (warna dari
trypan blue). Sel yang akan digunakan untuk uji MTT dan uji aktivitas
inihibisi biosintesis melanin dipisahkan. Pada uji MTT digunakan 5000
sel/well, sedangkan uji aktivitas inhibisi biosintesis melanin digunakan
100.000 sel/well.

3.4.4 Pembuatan larutan, pengenceran dan pencampuran larutan


Sampel ditimbang 10 mg dan dilarutkan dalam 100 µl DMSO,
kemudian ditambahkan media penumbuh 900 µl. Jumlah total volume stok
obat 1000 μL dengan konsentrasi 10.000 ppm, kemudian media penumbuh
disiapkan terdiri dari DMEM medium yang ditambahkan 10%, FBS dan
antibiotik penisilin-streptomisin 1%. Stok obat yang telah diencerkan,
kemudian dihitung untuk mendapatkan konsentrasi pada 800 ppm, 400
ppm, 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm, 6,25 ppm. Dari
masing-masing stok ini diambil 100 µl untuk ditambahkan ke sel.
Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali sehingga untuk setiap
konsentrasi dibutuhkan 300 µL. Pembuatan kombinasi niacinamide dan
alpha arbutin dilakukan dengan mencampurkan dosis tidak toksik masing-
masing dari senyawa tersebut untuk uji aktivitas inhibisi biosintesis
melanin.

28
3.4.5 Uji MTT
Sel ditumbuhkan pada 96 wells tissue culture plate dengan jumlah
5000 sel/well dan diinkubasi pada suhu 370C dan CO2 5% selama 20 jam.
Sampel ditambahkan pada setiap masing-masing well sebanyak 100µL, sel
yang tidak diberi perlakuan disertakan sebagai kontrol. Sel diinkubasi
kembali selama 48 jam pada suhu 37oC dan CO2 5%. Senyawa MTT
dengan konsentrasi 5 mg/ml ditambahkan 10 μL/well, kemudian
diinkubasi kembali selama 4 jam pada suhu 370C dan CO2 5%. Supernatan
sel dibuang, lalu kristal formazan yang terbentuk dilarutkan menggunakan
etanol 96%. Pembacaan densitas optik dilakukan menggunakan microplate
reader pada panjang gelombang 562 nm.

3.4.6 Pembuatan Standar Melanin


Melanin dari Sepia officinalis (sigma-Aldrich, M-2649) sebanyak
10 mg dilarutkan dalam 100 µL DMSO, kemudian ditambahkan PBS
sebanyak 900 µL sehingga didapatkan konsentrasi 10.000 µg/mL. Larutan
melanin kemudian diencerkan secara bertingkat untuk mendapatkan
konsentrasi 1.000 µg/mL, 500 µg/mL, 250 µg/mL, 125 µg/mL, 62,5
µg/mL, 31,25 µg/mL, 15,625 µg/mL. Setiap konsentrasi diambil 100
µL/well. Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali sehingga untuk setiap
konsentrasi dibutuhkan 200 µL. Melanin kemudian diukur absorbansinya
menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 490 nm pada
semua konsentrasi. Hasil densitas optik (OD) dibandingkan dengan
konsentrasi melanin dan dijadikan grafik regresi linear.

3.4.7 Aktivitas Inhibisi Biosintesis Melanin pada kultur Mouse Melanoma


B-16 Cell
Pada penelitian aktivitas Inhibisi biosintesis melanin pada kultur
Mouse Melanoma B-16 Cell tanpa penambahan α-MSH Sel ditumbuhkan
menggunakan 48 wells tissue culture plate dengan jumlah 100.000 sel/well
dan diinkubasi selama 20 jam. Sampel kombinasi (niacinamide 200 ppm
dan alpha arbutin 200 ppm) dan hidrokuinon 50 ppm sebagai kontrol

29
positif ditambahkan pada masing-masing well. Sampel ditambahkan dan
diinkubasi selama 48 jam.
Pada penelitian aktivitas Inhibisi biosintesis melanin pada kultur
Mouse Melanoma B-16 Cell dengan penambahan α-MSH dilakukan
metode yang sama, namun pada uji ini diberikan penambahan α-MSH
pada konsentrasi 200 nanomolar (nM) sebanyak 500 µL/well ditambahkan
pada perlakuan masing-masing sel. Sampel yang diuji dengan dan tanpa
penambahan α-MSH masing-masing ditambahkan dan diinkubasi selama
48 jam.

Pengukuran kandungan melanin yang dihasilkan diawali dengan


membersihkan sel menggunakan PBS, sel dilisiskan dalam 200 μL/well 1N
NaOH dan diinkubasi selama 1 jam, kemudian dilakukan pembacaan
menggunakan microplate reader (Bio-Rad, Japan) pada panjang
gelombang 490 nm untuk menentukan kandungan melanin. Hasil dari sel
yang ditambahkan α-MSH maupun tanpa penambahan α-MSH, di analisis
sebagai persentase hasil penurunan produksi melanin yang dibandingkan
dengan kontrol. Metode perhitungan indeks depigmentasi pada kultur
mouse melanoma B-16 cell adalah sebagai berikut :

𝑀𝑐 − 𝑀𝑡
DI (%) = 𝑥 100%
𝑀𝑡

Keterangan:
- Mc : MelaninControl - Mt : MelaninTreatment

3.5 Manajemen data


3.5.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan menggunakan pengumpulan data sekunder,
yaitu data berasal dari tempat objek penelitian yang dilakukan oleh pihak lab
IPB. Pada penelitian ini, data dikumpulkan dari Laboratorium Pusat Studi Satwa
Primata Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus 2020. Pertama, dilakukan
30
pengumpulan data hasil uji toksisitas dengan metode MTT niacinamide dan
alpha arbutin terhadap viabilitas sel kultur, kemudian tentukan dosis nontoksik
niacinamide dan alpha arbutin dan dikombinasikan untuk memperoleh data
efektifitas kombinasi niacinamide dan alpha arbutin dalam menurunkan pigmen
melanin terhadap mouse melanoma B-16 Cell.

3.5.2 Pengolahan Data


Analisis data menggunakan Microsoft Office Excel. Data standar melanin
diolah menjadi grafik standar melanin, kemudian data dianalisis menggunakan
regression yang membandingkan antara densitas optik terhadap konsentrasi
melanin, didapatkan persamaan garis lurus Y = aX + b.

Data absorbansi kandungan melanin akan dibandingkan dengan grafik


standar melanin dan dimasukkan ke dalam rumus regresi liniernya didapatkan
hasil konsentrasi melanin yang disajikan dalam bentuk grafik, kemudian
konsentrasi melanin dikalkulasikan untuk mendapatkan nilai indeks
depigmentasi yang disajikan dalam bentuk grafik..

3.5.3 Penyajian Data


Penyajian data dilakukan menggunakan teks narasi dan grafik.

31
3.6 Alur Penelitian

Pembuatan sampel niacinamide, alpha arbutin, dan hidrokuinon

Uji MTT niacinamide, alpha arbutin, dan hidrokuinon

Didapatkan dosis non-toksik niacinamide, alpha arbutin, dan hidrokuinon

Pencampuran larutan kombinasi niacinamide dan alpha arbutin

Pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin

Kelompok : Kelompok 2 :
Perlakuan uji tanpa α-MSH Perlakuan uji dengan α-MSH

Tanpa kombinasi Hidrokuinon Tanpa kombinasi Hidrokuinon


perlakuan niacinamide 50 ppm perlakuan niacinamide 50 ppm + α-
200 ppm dan 200 ppm dan MSH
alpha arbutin alpha arbutin
200 ppm 200 ppm + α-
MSH

Pengukuran kandungan melanin

Indeks depigmentasi

Pengolahan data dan analisis data

32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Uji MTT


Uji MTT dilakukan untuk menentukan zat tersebut tidak toksik terhadap
sel, sehingga didapatkan dosis terbaik untuk uji selanjutnya. Uji toksisitas yang
dilakukan dengan menggunakan metode MTT menunjukkan persentase
viabilitas sel yang berbeda beda pada masing-masing zat pada konsentrasi 800
ppm sampai dengan 6,125. (Grafik 4.1) Pada penelitian ini didapatkan dosis
200 ppm niacinamide dengan persentase viabilitas sel 104,37%, 200 ppm alpha
arbutin dengan persentase viabilitas sel 107,71%, dan 50 ppm hidrokunon
dengan persentase viabilitas sel 110,30% sebagai kontrol positif, yang
ketiganya tidak toksik terhadap sel melanosit. Pemilihan konsentrasi dengan
viabilitas sel > 100% digunakan agar tidak terjadi bias, untuk menyingkirkan
kemungkinan inhibisi melanogenesis disebabkan oleh pertumbuhan sel.6

Gambar 4. 1 Uji Toksisitas MTT niacinamide, alpha arbutin, dan hidrokuinon.

33
Hasil uji MTT tersebut menunjukkan bahwa niacinamide 800 ppm,
alpha arbutin 800 ppm, dan hidrokuinon pada konsentrasi diatas 50 ppm dinilai
cukup toksik karena menunjukkan viabilitas sel < 100 %, artinya semakin
tinggi dosis semakin toksik zat tersebut pada kultur mouse melanoma B16 cell.
Pada penelitian ini digunakan niacinamide 200 ppm, alpha arbutin 200 ppm
dan hidrokuinon 50 ppm.

Penurunan MTT berhubungan dengan mitokondria, sitoplasma, dan


endosom, serta membrane plasma. Garam tetrazolium yang tidak berwarna
dalam larutan air akan berubah menjadi warna ungu terang yang dikenal
dengan kristal formazan. Sifat biokimia yang unik dari garam tetrazolium
berupa empat cincin inti tetrazole yang mengandung empat atom nitrogen.
Struktur tetrazolium akan berubah menjadi warna yang lebih terang disebabkan
oleh kerusakan cincin tetrazole. 9

Pada penelitian ini dilakukan uji MTT alpha arbutin dan niacinamide
dengan masing-masing konsentrasi 200 ppm karena memiliki viabilitas sel
yang baik untuk dilakukan uji efektifitas. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan (Gruber J V, dkk. 2013) bahwa hidrokuinon tidak toksik pada
konsentrasi 0,0001%, dan niacinamide tidak toksik pada konsentrasi 0,01%
dengan masing-masing viabilitas selnya lebih dari 100% yang diinkubasi 24
jam.27 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Lim Yu Ji, dkk. 2009)
menyatakan bahwa pengaruh alpha arbutin terhadap viabilitas sel
menggunakan uji MTT menunjukkan tidak signifikan sitotoksik pada sel B16
pada konsentrasi 10-250 µM, namun pada dosis 10 µM alpha arbutin memiliki
nilai viabilitas sel 100%, meskipun alpha arbutin memiliki pengaruh sitotoksik
dalam dosis yang lebih tinggi yaitu pada dosis 500 µM dan 1000 µM.28

4.1.2 Uji Aktivitas Inhibisi Biosintesi Melanin


Pada penelitian ini kombinasi niacinamide dan alpha arbutin
menunjukkan respons penurunan konsentrasi melanin pada kultur mouse
melanoma B-16 cell lebih banyak dibandingkan dengan hidrokuinon,
sedangkan pada kombinasi niacinamide dan alpha arbutin dibandingkan

34
dengan hidrokuinon pada kultur mouse melanoma B16 cell dengan
penambahan α-MSH menunjukkan respons penurunan konsentrasi melanin
yang sama. Rataan konsentrasi melanin pada penelitian ini, kemudian dihitung
menggunakan rumus indeks depigmentasi pada masing-masing perlakuan
yang ditampilkan pada gambar 4.2

Grafik Indeks Depigmentasi


120%
Persentase Depigmentasi Indeks

100%
100%
80%

60% 70%
40%

20% 33% 33%

00%
Tanpa Penambahan Alfa MSH Dengan Penambahan Alfa MSH

Hidrokuinon Niacinamide+Alfa Arbutin

Gambar 4. 2 Indeks Depigemntasi

Pada pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin pada kultur


mouse melanoma B16 cell didapatkan konsentrasi melanin sebesar 5,7% dan
hidrokuinon sebagai kontrol positif sebesar 6,7%, kemudian dihitung
menggunakan rumus indeks depigmentasi didapatkan kombinasi niacinamide
dan alpha arbutin sebesar 100.0%, sedangkan hidrokuinon sebagai kontrol
positif sebesar 70.0%,. Berbeda dengan pemberian kombinasi niacinamide dan
alpha arbutin pada kultur mouse melanoma B-16 cell dengan penambahan α-
MSH didapatkan hasil rataan konsentrasi melanin sebesar 12% sama seperti
hidrokuinon, kemudian didapatkan nilai indeks depigmentasi sebesar 33,3%
sama seperti hidrokuinon.

Berdasarkan nilai rataan konsentrasi yang dikonfigurasikan menjadi


nilai indeks depigmentasi, pemberian kombinasi niacinamide dan alpha
arbutin memiliki potensi terhadap penurunan jumlah sel melanin baik dengan
penambahan α-MSH maupun tanpa penambahan α-MSH. Hal tersebut diduga

35
karena kedua zat tersebut berperan dalam menurunkan jumlah melanin dengan
mekanisme yang berbeda antara niacinamide dan alpha arbutin.

Alpha arbutin memiliki potensi dalam menghambat biosintesis


melanin melalui jalur tirosinase, hal ini selaras pada penelitian yang dilakukan
oleh Sugimoto (2004) bahwa pemberian alpha arbutin pada HMV-II
menunjukkan penghambatan aktivitas tirosinase sebesar 60% dibandingkan
dengan sel yang tidak diberi perlakuan.6 Berdasarkan studi in vitro yang
dilakukan oleh Lim Yu Ji, dkk. (2009) alpha arbutin juga dapat menghambat
proses melanogenesis pada sel melanoma B16 yang distimulasi α-MSH
sebesar 59% - 32%. Alpha arbutin masih memiliki pengaruh terhadap
penurunan jumlah melanin pada sel yang diinduksi α-MSH dengan persentase
efek penghambatan yang semakin baik tergantung pada dosis.28 Alpha arbutin
diduga memiliki peran yang sama dalam menghambat aktivitas tirosinase
seperti hidrokuinon mengingat bahwa alpha arbutin merupakan turunan dari
hidrokuinon, namun alpha arbutin tidak toksik terhadap melanosit dan lebih
aman dibandingkan hidrokuinon.29

Niacinamide berperan pada penghambatan transfer melanosom ke


keratinosit. Hal ini didukung berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Hakozaki, dkk. (2007) bahwa niacinamide berperan dalam inhibisi transfer
melanosom sebesar 35% dan 68% pada cultured normal human melanocytes.30
Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Lammers, Karen, dkk. (2010)
membuktikan bahwa niacinamide tidak hanya memiliki potensi untuk
menghambat transfer melanosom ke keratinosit, namun pada kultur sel yang
diinduksi α-MSH, niacinamide juga memiliki potensi untuk menginhibisi gen
MITF sebesar 27% - 53 %. Niacinamide juga berpotensi menginhibisi gen
TYRP 1 dan TYRP 2 dalam menurunkan jumlah melanin.31

4.2 Keterbatasan Penelitian


• Penelitian ini tidak dilakukan oleh peneliti, melainkan oleh pihak
Laboratorium IPB karena pandemi COVID-19

36
• Kombinasi niacinamide dan alpha arbutin tidak dilakukan uji
sitotoksisitas.
• Sampel uji efektifitas sangat sedikit karena tidak dilakukan uji dalam
beberapa dosis sehingga tidak dapat diuji statistik.
• Jumlah sampel tidak sesuai ketentuan

37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
• Pada uji pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin memiliki
peran dalam menurunkan konsentrasi melanin dengan nilai indeks
depigmentasi sebesar 100.0% lebih baik dibandingkan hidrokuinon dengan
nilai indeks depigmentasi sebesar 70%.
• Pada uji pemberian kombinasi niacinamide dan alpha arbutin dengan
penambahan α- MSH memiliki peran dalam menurunkan konsentrasi
melanin dengan nilai indeks depigmentasi sebesar 33,3% sama seperti
hidrokuinon.

5.2 Saran
• Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai uji sitotoksisitas kombinasi
niacinamide setelah dosis masing-masing zat sebelum dikombinasi dinyatakan
tidak toksik.
• Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai uji pemberian kombinasi niacinamide
dan alpha arbutin dengan sampel yang lebih banyak untuk setiap dosis sehingga
dapat diuji statistik.
• Diperlukan penambahan jumlah sampel sesuai ketentuan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashirah D, Putriana NA. Kosmetik Herbal yang Berpotensi Sebagai Pemutih


Kulit Alami. Farmaseutika. 2019;4(4):119–27.
2. A.K. Mohiuddin. Skin Lightening and Management of Hyperpigmentation. Am J
Dermatological Res Rev. 2019. 2(9):1–66. Available from
https://escipub.com/Articles/AJODRR/AJODRR-2019-04-2001
3. Susanti. Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswi Dalam Pemakaian Kosmetik Pemutih
Wajah Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar. 2013
4. Retno H, Auliya S, Abdassah M. Tinjauan bahan berbahaya dalam krim pencerah
kulit. Farmaka. 2018. 16(2):214–24
5. Levin J, del Rosso JQ, Momin SB. How much do we really know about our
favorite cosmeceutical ingredients?. J Clin Aesthet Dermatol. 2010. 3(2):22–41.
6. Sugimoto, Kazuhisa. Nishimura, Takahisa. Nomura, Koji. Sugimoto, Kenji.
Kuriki, Takashi. Inhibitory effects of alpha-arbutin on melanin synthesis in
cultured human melanoma cells and a three-dimensional human skin model. Vol
27 10. 2004. 1248/bpb.27.510
7. Paull J. matts. John E, Oblong. Donald L, Bisset. A review of the range of effects
of niacinamide in human skin. IFSCC. 2002. Vol 5. No 4
8. Wohlrab J, Kreft D. Niacinamide - mechanisms of action and its topical use in
dermatology. Skin Pharmacol Physiol. 2014. 27(6):311‐315.
doi:10.1159/000359974
9. Rayendra R. Inhibisi tirosinase daun nangka (Artocarpus heterophyllus) dalam
menurunkan produksi melanin pada kultur mouse melanome B-16 cell.
2019;53(9):1689–99
10. Chung S, Lim GJ, Lee JY. Quantitative analysis of melanin content in a three-
dimensional melanoma cell culture. Sci Rep [Internet]. 2019;9(1):1–9. Available
from: http://dx.doi.org/10.1038/s41598-018-37055-y

39
11. Saxena, Mamta. Jyoti, S. Nema, Rajeev. Dharmendra, S. Abhishek, G.
Phytochemistry of Medicinal Plants. Pharm Phytochem journal .2013. Vol 1
12. Oktaviana, Mimin. Yenny, Satya. Perkembangan Penggunaan Kosmeseutikal
Herbal Pada Terapi Melasma. 2019. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 8.
10.25077/jka.v8.i3.p717-725.2019.
13. Astuti, Dian. Prasetya, Hieronimus. Irsalina, Dina. 2016. Hydroquinone
Identification in Whitening Creams Sold at Minimarkets in Minomartini,
Yogyakarta. Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 2016. Vol.2
10.19184/ams.v2i1.1859.
14. E. Forbat. F. Al-niaimi. F.R Ali. Use of nicotinamide in dermatology. 2016. Doi:
10.1111/ced.13021
15. Ebanks, Jody P., R. Randall Wickett, and Raymond E. Boissy. “Mechanisms
Regulating Skin Pigmentation: The Rise and Fall of Complexion Coloration.”
International Journal of Molecular Sciences. 2009. 10(9): 4066–87
16. Shet VM, Pandya AG. Melasma: a comprehensive update. J Am Acad Dermatol.
2011;65:689-96
17. Kang, S. et al. Fitzpatrick’s dermatology (p.49). New York : McGraw-Hill
Education. 2019
18. Lieberman R, Moy L. Estrogen receptor expression in melasma: result from facial
skin of affected patients. J Drugs Dermatol. 2008;7:463-5
19. Mescher, antony L. Junqueira’s basic histology text & atlas. 13th edition.
Singapore: McGraw-Hill Education. 2013
20. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke system. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2013
21. Overwijk, W. W., & Restifo, N. P. B16 as a mouse model for human
melanoma. Current protocols in immunology.2009. Chapter 20, Unit–20.1.
22. Costin GE, Birlea SA. Is there an answer? What is the mechanism for melasma
that so commonly accompanies human pregnancy? IUBMB Life. 2006;58(1):55–
7.
23. Sandoval MAS, Bruno RG. Nail hyperpigmentation in ACTH-secreting pituitary
adenoma (Cushing’s disease) and its resolution after successful trans-sphenoidal

40
excision. BMJ Case Rep. 2020;13(4):1–2.
24. Suryaningsih BE. Dermato-venereologica indonesiana.2019. Vol 46. No. 3 Hal
116-166 ISSN 0216-0773
25. Van Meerloo, Johan, Kaspers, Gertjan, Cloos, Jacqueline. Cell sensitivity assays:
The MTT assay. 2011. 10.1007/978-1-61779-080-5_20
26. Hu D. Review Methodology for Evaluation of Melanin Content and Production of
Pigment Cells in Vitro †. 2008;645–9.
27. Gruber J V., Holtz R. Examining the impact of skin lighteners in vitro. Oxid Med
Cell Longev. 2013;2013.
28. Lim, Yu Ji et al. Inhibitory Effects of Arbutin on Melanin Biosynthesis of α-
Melanocyte Stimulating Hormone-Induced Hyperpigmentation in Cultured
Brownish Guinea Pig Skin Tissues. Archives of Pharmacal Research. 2009.
32(3): 367–73.
29. Smit N, Vicanova J, Pavel S. The hunt for natural skin whitening agents. Int J Mol
Sci. 2009;10(12):5326–49
30. Hakozaki, T. et al. The Effect of Niacinamide on Reducing Cutaneous
Pigmentation and Suppression of Melanosome Transfer. British Journal of
Dermatology. 2002. 147(1): 20–31.
31. Karen Lammers, Procter & Gamble, Cincinnati. Niacinamide inhibits
melanogenesis related gene expression in melanocytes when co-cultured with
keratinocytes. 2010. Journal of the American academy of dermatology, 62(3),
AB118. Doi:10.1016/l.jaad.2009.11.449

41
LAMPIRAN
Lampiran 1
Perhitungan Jumlah Sel

Jumlah sel hidup 100


• Rata-rata sel per kotak besar = = = 25 sel/kotak
Jumlah kotak 4

Volume akhir (µL) 100 µL


• Faktor pengenceran = = =2
Volume sel (µL) 50 µL

• Konsentrasi (sel hidup/mL) = rata-rata sel/kotak x faktor pengenceran x 104


= 25 x 2 x 104 = 5 x 105 sel hidup/mL
• Total Sel dalam 5 mL = 5 x 5 x 105 = 25 x 105 sel hidup/5mL
= 2,5 x 106 sel hidup/5000 µL

Uji MTT diperlukan 5.000 sel/well dalam 100 µL

100 µL x 96 well = 9.600 µL → Dibuat 12.000 µL (120 well


Sel yang harus diambil = 5.000 sel/well x 120 well
= 600.000 sel (dalam 12.000 µL)
Jumlah sel yang diambil (µL) = 25 𝑥 600.000 𝑠𝑒𝑙
105 𝑠𝑒𝑙/5.000µL
=
600.000 𝑥 5.000
2.500.000
= 1.200 µL
Jumlah media penumbuh (µL) = 12.000 µL – 1.200 µL = 10.800 µL

Uji pemberian kombinasi zat diperlukan 100.000 sel/well dalam 1.000 µL

1.000 µL/well x 48 well = 48.000 µL → Dibuat 50.000 µL (50 well)


Sel yang harus diambil = 100.000 sel/well x 50 well
= 5.000.000 sel (dalam 50.000 µL)
Jumlah sel yang diambil (µL) = 25 𝑥5.000.000 𝑠𝑒𝑙
105 𝑠𝑒𝑙/5.000µL
=
5.000.000 𝑥 5.000
2.500.000
= 10.000 µL
Jumlah media penumbuh (µL) = 50.000 µL – 10.000 µL = 40.000 µL

42
Lampiran 2
Perhitungan Pengenceran

Sampel obat (niacinamide, alpha arbutin, hidrokuinon) ditimbang sebanyak 10 mg


dilarutkan dalam 100 µL DMSO dan 900 µL media penumbuh.
10 𝑚𝑔 510 𝑚𝑔 10.000 𝑚𝑔
Konsentrasi obat dalam 1.000 µL = 1.000 = = = 10.000 ppm
µL 𝑚𝐿 𝐿

800 𝑝𝑝𝑚
Jumlah obat yang diambil agar konsentrasinya 800 ppm = = 10.000 𝑥 1.000 µL = 80 µL ,
ppm
Jumlah media penumbuh yang ditambahkan = 1.000 µL – 80 µL = 920 µL.

Untuk mendapatkan konsentrasi 400 ppm, 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm
dan 6,25 ppm dilakukan serial delution.

400 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 800 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

200 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 400 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

100 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 200 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

50 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 100 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

25 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 800 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

12,5 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 800 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

6,25 ppm → Diambil sebanyak 500 µL obat yang sudah dibuat konsentrasinya 800 ppm,
kemudian ditambahkan media sebanyak 500 µL

43
Lampiran 3
Perhitungan Viabilitas Sel
Rumus perhitungan viabilitas sel :

(𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)


% viabilitas sel = (𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) = 100%

Alpha Arbutin
0,335
Alpha Arbutin %viabilitas sel 800 ppm = 0,380 𝑥 100% = 88,08 %
0,387
%viabilitas sel 400 ppm = 0,380 𝑥 100% = 101,84 %
Konsentrasi Rataan
(ppm) OD 0,410
%viabilitas sel 200 ppm = 0,380 𝑥 100% = 107,71 %
800 0.335 0,387
400 0.387 %viabilitas sel 100 ppm = 0,380 𝑥 100% = 101,75 %
200 0.410 0,425
100 0.387 %viabilitas sel 50 ppm = 0,380 𝑥 100% = 111,66 %
50 0.425 0,438
25 0.438 %viabilitas sel 25 ppm = 0,380 𝑥 100% = 115,07 %
12,5 0.509 0,509
6,25 0.481 %viabilitas sel 12,5ppm = 0,380 𝑥 100% = 133,92 %
Kontrol Sel 0.380 0,481
%viabilitas sel 6,25 ppm = 0,380 𝑥 100% = 126,38%

Niacinamide
0,413
Niacinamide %viabilitas sel 800 ppm = 0,442 𝑥 100% = 93,36 %
0,491
%viabilitas sel 400 ppm = 0,441 𝑥 100% = 111,09 %
Konsentrasi Rataan
(ppm) OD 0,461
%viabilitas sel 200 ppm = 0,442 𝑥 100% = 104,37 %
800 0.413 0,536
400 0.491 %viabilitas sel 100 ppm = 0,442 𝑥 100% = 121,34 %
200 0.461 0,519
100 0.536 %viabilitas sel 50 ppm = 0,442 𝑥 100% = 117,35 %
50 0.519 0,507
25 0.507 %viabilitas sel 25 ppm = 0,442 𝑥 100% = 114,78 %
12,5 0.587 0,587
6,25 0.582 %viabilitas sel 12,5ppm = 0,442 𝑥 100% = 132,81 %
Kontrol Sel 0.442 0,582
%viabilitas sel 6,25 ppm = 0,442 𝑥 100% = 131,75%

44
Hidrokuinon
0,026
Hidrokuinon %viabilitas sel 800 ppm = 0,408 𝑥 100% = 6,46 %
0,025
%viabilitas sel 400 ppm = 0,408 𝑥 100% = 6,21 %
Konsentrasi Rataan
(ppm) OD 0,022
%viabilitas sel 200 ppm = 0,442 𝑥 100% = 5,3 %
800 0.026 0,204
400 0.025 %viabilitas sel 100 ppm = 0,442 𝑥 100% = 50,04 %
200 0.022 0,450
100 0.204 %viabilitas sel 50 ppm = 0,442 𝑥 100% = 110,30 %
50 0.450 0,460
25 0.460 %viabilitas sel 25 ppm = 0,442 𝑥 100% = 112,84 %
12,5 0.535 0,535
6,25 0.499 %viabilitas sel 12,5ppm = 0,442 𝑥 100% = 131,33 %
Kontrol Sel 0.408 0,499
%viabilitas sel 6,25 ppm = 0,442 𝑥 100% = 122,49 %

45
Lampiran 4
Perhitungan Konsentrasi Melanin

Grafik Standar Melanin (ug/mL)

1.800
1.600
1.400
1.200
OD 490 nm

1.000
y = 0.0015x-0.006
0.800 R² = 0.9967
0.600
0.400
0.200
0.000
0 500 1000 1500

Konsentrasi melanin (ug/mL)

Dari grafik standar melanin didapatkan persamaan garis y = 0,0015x – 0,006. Maka
𝑦+0.006
konsentrasi melanin x = 0.0015

Perlakuan tanpa α-MSH OD I OD II


Kontrol Sel 0,012 0,010
Hidrokuinon 0,002 0,006
Kombinasi niacinamide dan alpha arbutin 0,001 0,004

0,012+0.010 0,022
Kontrol sel : Rataan OD = = = 0,11
2 2
0,011+0.006 0,017
Konsentrasi melanin = = 0,0015 = 11,3 µg/mL
0,0015
0,002+0.006 0,008
Hidrokuinon : Rataan OD = = = 0,004
2 2
0,004+0.006 0,010
Konsentrasi melanin = = 0,0015 = 6,7 µg/mL
0,0015
0,001+0.004 0,005
Kombinasi : Rataan OD = = = 0,0025
2 2
0,0025+0.006 0,0085
Konsentrasi melanin = = 0,0015 = 5,7 µg/mL
0,0015

46
Perlakuan dengan penambahan α-MSH OD I OD II
Kontrol Sel 0,016 0,020
Hidrokuinon 0,012 0,012
Kombinasi niacinamide dan alpha arbutin 0,012 0,012

0,016+0.020 0,036
Kontrol sel : Rataan OD = = = 0,018
2 2
0,018+0.006 0,024
Konsentrasi melanin = = 0,0015 = 16 µg/mL
0,0015
0,012+0.012 0,024
Hidrokuinon : Rataan OD = = = 0,012
2 2
0,012+0.006 0,018
Konsentrasi melanin = = 0,0015 = 12 µg/mL
0,0015
0,012+0.012 0,024
Kombinasi : Rataan OD = = = 0,012
2 2
0,012+0.006 0,018
Konsentrasi melanin = = 0,0015 = 12 µg/mL
0,0015

47
Lampiran 5
Perhitungan Indeks Depigmentasi

𝑀𝑐−𝑀𝑡
Depigmentation Index (%) = 𝑥 100% (Mt = perlakuan, Mc = kontrol positif)
𝑀𝑡

Tanpa α-MSH Konsentrasi Melanin (µg/mL)


Kontrol sel 11,3
Hidrokuinon 6,7
Kombinasi niacinamide dan alpha arbutin 5,7

Tanpa α-MSH

11,3−6,7
DI Hidrokuinon = 𝑥 100% = 70 %
6,7
11,3−5,7
DI Kombinasi = 𝑥 100% = 100 %
5,7

Dengan α-MSH Konsentrasi Melanin (µg/mL)


Kontrol sel 16
Hidrokuinon 12
Kombinasi niacinamide dan alpha arbutin 12

Dengan α-MSH

16−12
DI Hidrokuinon = 𝑥 100% = 33,3 %
12
16−12
DI Kombinasi = 𝑥 100% = 33,3 %
12

48
Lampiran 6
Uji MTT pada Microscope Inverted
a b c d

e f g h

Sel melanosit pada uji MTT niacinamide menggunakan inverted microscope.


Konsentrasi dosis (a) 6,25 ppm, (b) 12,5 ppm, (c) 25 ppm, (d) 50 ppm, (e) 100
ppm, (f) 200 ppm, (g) 400 ppm, dan (h) 800 ppm

a b c d

e f g h

Sel melanosit pada uji MTT alpha arbutin menggunakan inverted microscope.
Konsentrasi dosis (a) 6,25 ppm, (b) 12,5 ppm, (c) 25 ppm, (d) 50 ppm, (e) 100 ppm, (f)
200 ppm, (g) 400 ppm, dan (h) 800 ppm

49
a b c d

e f g h

Sel melanosit pada uji MTT hidrokuinon menggunakan inverted microscope.


Konsentrasi dosis (a) 6,25 ppm, (b) 12,5 ppm, (c) 25 ppm, (d) 50 ppm, (e) 100 ppm, (f)
200 ppm, (g) 400 ppm, dan (h) 800 ppm

50
Lampiran 7
Dokumentasi Penelitian
PROSES SUBKULTUR

Persiapan sel untuk uji Penambahan PBS 5 ml. PBS dibuang lalu
ditambahkan Trypsin 0,25%

Penambahan trypan blue yang dialirkan ke Mengamati dan menghitung sel yang hidup
dalam hemositometer atau sel yang tidak dapat menyerap warna
biru

51
PROSES PENGENCERAN

Pembuatan larutan Stok obat diencerkan untuk mendapatkan


konsentrasi 800 ppm, 400 ppm, 200 ppm,
(proses pengenceran)
100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm, dan
6,25 ppm

PROSES UJI TOKSISITAS

Sel ditumbuhkan pada 96 wells tissue Pembacaan absorbansi menggunakan


culture plate dengan jumlah 5000 microplate reader dengan panjang
sel/well gelombang 562 nm

52
PROSES UJI AKTIFITAS INHIBISI MOUSE MELANOMA B-16 CELL

Persiapan uji aktivitas inhibisi biosintesis Sel yang ditumbuhkan pada 48 wells tissue
melanin culture plate dengan jumlah 100.000
sel/well dan diinkubasi selama 20 jam.
Ditambahkan sampel kombinasi
niacinamide 200 ppm dan alpha arbutin
200 ppm

Uji aktivitas inhibisi biosintesis melanin Penambahan sampel kombinasi


pada kultur mouse melanoma B-16 cell niacinamide 200 ppm dan alpha arbutin
yang diinduksi α-MSH 200 ppm pada kultur mouse melanoma B-
16 cell yang diinduksi α-MSH

53
Pembacaan menggunakan microplate
reader dengan panjang gelombang 490 nm

54
Lampiran 8
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Kirei Aulia Putri Wahyudi
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Sukabumi, 29 Maret 2000
Agama : Islam
Alamat : Kp. Pondokkaso, RT.16/RW.04, Ds. pondokkaso,
Kec. Cidahu. Kab. Sukabumi
E-mail : kirei.aulia17@mhs.uinjkt.ac.id
qreysaulia10@gmail.com
Riwayat Pendidikan

2005-2011 : SDN Pondokkaso Tonggoh


2011-2014 : SMPN 1 Cicurug
2014-2017 : SMAN 1 Cicurug
2017 - Sekarang : FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

55

Anda mungkin juga menyukai