Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

MAKALAH KONSEP PERAN DAN PERILAKU PASIEN

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANTONETA KORA


NPM : 12114201190023
KELAS : F

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULATAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


TAHAUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya yang berjudul “konsep peran dan perilaku pasien, respon sakit/nyeri
pasien”
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh lebih dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
A. Sehat Sakit......................................................................................................................
B. Peran Sakit......................................................................................................................
C. Perilaku Sakit..................................................................................................................
D. Respon Nyeri Atau Sakit Pasien...................................................................................
BAB III PENUTUP.................................................................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri adalah suatu hal yang bersifat subjektif, tidak ada dua orang sekalipun yang
mengalami keseimbangan rasa nyeri dan tidak ada kedua kejadian menyakitkan dan
mengakibatkan respon atau perasaan yang sama pada individu (Potret & Perry, 2010).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan
yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah
destruktif dimana jaringan rasanya seperti ditusuk-tusuk, terbakar, meneliti, seperti emosi
perasaan takut dan mual (Potter, 2012).
Penggunaan nyeri dapat dilakukan baik secara formal kologi maupun non
farmakologi. Salah satu strategi penghilang nyeri non farmakologi pada penderita
Rheumotoid Arthistis yaitu dengan menggunakan teknik nafas dalam. Pendengaran nyeri
ini membantu proses penyembuhan dan pemulihan kondisi umum, efek samping dari
penggunaan analgesik juga bisa dikurangi karena pasien bisa direkomendasikan untuk
mengurangi dosis konsumsi analgetik ( Peterson & Bredow, 2014).
Salah satu penyakit pada lansia yang sangat menonjol terkait nyeri itu sendiri
salah satunya yaitu penyakit Rheumotoid Arthistis, berdasarkan hasil penelitian dari zeng
QY et al 2008, prevalensi nyeri Rheumotoid Arthistis. Di Indonesia mencapai 23,6% atau
55.743.200 jiwa (zeng et al, 2008).

B. Rumusan Masalah
A. Apa yang di maksud dengan sehat sakit
B. Apa yang di maksud dengan peran sakit
C. Apa yang di maksud dengan perilaku sakit
D. Apa yang di maksud dengan respon nyeri atau sakit pasien

C. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep sehat sakit dan Mempuh mengetahui
respon nyeri atau sakit pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sehat dan sakit
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alinea maupun masalah buatan manusia, sosial
budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan
masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being, merupakan
resultante dari 4 faktor yaitu :
1. Enviroment atau lingkungan.
2. Behavior atau perilaku, antara yang pertama Dane kedua dihubungkan dengan
ecolofical balanca.
3. Heredity atau keturunan yang mempengaruhi oleh populasi, disebut penduduk, dan
sebagainya.
4. Health cara service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat. Tingkah laku sakit, sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan
yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variabel variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal
dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan suatu keadaan atau suatu hal yang
disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pertanyaan tentang
pengetahuan ini dan tradisi klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan
(equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas
dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini
tercakup dalam konsep tentang humors, Ayurveda dosha, yin dan yang. Depertemen
kesehatan RI telah merencanakan kebijakan baru berdasarkan paradigma sehat.
Sedangkan konsep sehat secara umum yang berada di masyarakat yaitu bila
seseorang tidak ada gangguan fisik, masih mampu beraktivitas walaupun ada gangguan
psikis, Melakukan aktivitas dengan anggota fisik yang tidak lengkap. Konsep sakit secara
umum yang berada di masyarakat yaitu bila seseorang tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari, bila fisik terasa tidak nyaman dan benar-benar sakit, psikis merasa
ada gangguan, bila terdapat ketidakseimbangan antara fisik dengan fisik sehingga tidak
mampu mengendalikan aktivitas.

B. Peran Sakit
peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, dan sikap yang
diharapkan oleh masyarakat pada kondisi tertentu. Seseorang dapat mengalami sakit
yang menyebabkan dirinya tidak dapat melakukan kegiatan sosial, dalam kondisi ini
seseorang tersebut dikatakan sedang melakukan peran sakit, sebagian orang
memanfaatkan peran sakit untuk mengurangi konflik antara kebutuhan pribadi dan
tuntutan peran sosial, contoh orang sakit akan diberi makan yang enak tanpa harus
bekerja. Peran sakit dikatakan sebagai bentuk penyimpangan terhadap ketegangan dalam
sistem sosial yang dapat diterima masyarakat.
Empat peran sakit menurut Talcott parsons, antara lain sebagai berikut :
1. Orang yang sakit dibebaskan dari peran, sosial normatif, pembahasan ini sebenarnya
relatif, tergantung pada sifat dan tingkat keparahan keadaan sakit tersebut,
2. Orang sakit tidak bertanggung jawab atas keadaannya, kadar sakit seseorang dianggap
diluar kendali,
3. Orang sakit harus berusaha untuk sembuh,
4. Orang sakit harus mencari pengobatan dan bekerjasama dengan tenaga kesehatan
selama proses penyembuhan.
Elemen peran sakit menurut Sudibyo Supardi, antara lain sebagai berikut :
1. Sakit sebagai upaya untuk menghindari tekanan, kondisi sakit dapat menghindarkan
konflik atau ketegangan.
2. Sakit sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian anggapan masyarakat bahwa sakit
harus mendapatkan perhatian khusus,
3. sakit sebagai kesempatan untuk istirahat sakit dapat mengurangi ketegangan Guan dan
pekerjaan,
4. Sakit sebagai alasan kegagalan, pribadi sakit dapat dijadikan pembenaran diri dari takut
jawab sehingga mendapat pemakluman,
5. Sakit sebagai penghapus dosa anggapan bahwa sakit merupakan hukuman Tuhan dan
penghapus dosa,
6. Sakit untuk mendapatkan alat tukar seseorang yang memiliki asuransi kesehatan akan
memilih dirawat lebih lama.

C. Perilaku Sakit
1. Pengertian perilaku sakit
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi cara seseorang
membantu tubuhnya, mengidentifikasi dan menginterpretasikan gejala yang
dialami, melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan sistem pelayanan
kesehatan.
2. Penyebab perilaku sakit
Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993) bawa
penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :
a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari
keadaan normal,
b. Tanggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya,
c. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap
hubungan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan,
d. Frekuensi Dane persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala
yang dapat dilihat,
e. Kemungkinan individu terserang penyakit,
f. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit,
g. Adanya perbedaan interpretasi tantangan gejala penyakit
h. Adanya kebutuhan untuk mengao gejala penyakit,
i. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan seperti fasilitas,
tenaga, obat-obatan, biaya, dan transportasi.
Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti (1990), terdapat 7 perilaku orang sakit
yang dapat di amati, yaitu:
a. Fearfullness (mereka ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit
memiliki perasaan takut, bentuk ketakutannya, meliputi takut
penyakitnya tidak sembuh, takut mati, takut mengalami kecacatan, dan
takut tidak mendapat pengakuan dari lingkungan sehingga merasa
diisolasi.
b. Rekresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit ansietas
(kecamasan). Untuk mengatasi kecemasan tersebut, salah satu cara
adalah dengan rekresi (menarik diri) dari lingkungannya.
c. Egosentris, mengandung arti bawah perilaku individu yang sakit banyak
mempersoalkan tentang dirinya sendiri. Perilaku egosentris, ditandai
dengan hal-hal berikut :
1) Hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita.
2) Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain.
3) Hanya memikirkan penyakit sendiri.
4) Senang mengisolasi dirinya baik keluarga, lingkungan maupun
kegiatan.
d. Telaluh memperhatikan persoalan kecil , yaitu perilaku individu yang
sakit dengan melebih-lebihkan persoalan kecil, akibatnya pasien menjadi
cerewet, bayak menurut, dan banyak mengeluh tentang masalah sepele.
e. Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang Sakit ditandai
dengan sangat sensitif terhadap hal-hal remeh sehingga menyebabkan
reaksi emosional tinggi.
f. Perubahan persepsi terhadap orang lain, karena beberapa faktor di atas,
seorang penderita sering mengalami perubahan persepsi terhadap orang
lain.
g. Berkurangnya minat, individu yang menderita sakit di samping memiliki
rasa cemas juga kadang-kadang timbul stres. Faktor psikologis inilah
salah satu sebab berkurangnya minat sehingga ia tidak mempunyai
perhatian terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungannya.
Berkurangnya minat terutama kurangnya perhatian terhadap sesuatu
yang dalam keadaan normal ia tertarik atau berminat terhadap sesuatu.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
a. Faktor Internal
1) Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami,
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala
tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misalnya : tukang kayu yang menderita sakit punggung, jika ia
merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam
kehidupan Nya maka ia akan segera mencari bantuan. Akan
tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang
sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang
serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak
mau mencari bantuan.
2) Asal atau jenis penyakit
Pada penyakit akut gimana gejala relatif singkat dan serta
mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada,
maka klien biasanya akan segera mencari pertolongan dan
mematuhi program terapi yang diberikan. Sedangkan pada
penyakit kronik biasanya berlangsung lama (>6 bulan)
sehingga jelas dapat mengganggu fungsi di seluruh dimensi
yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan
terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala
yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk
memenuhi rencana terapi yang ada.
b. Faktor Eksternal
1) Gejala yang dapat dilihat
Gejala yang dilihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi
Citra tubuh dan perilaku sakit. Misalnya : orang yang mengalami
bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari
pertolongan daripada orang dengan sesak tenggorokan, karena
mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah
yang dialaminya.
2) Kelompok sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman
penyakit, atau justru mengenal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya : ada 2 wainta, sebuat saja Ny. A dan Ny. B berusia 35
tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah
menemukan adanya benjolan pada payudara saat melakukan
SADARI. Kemudian mereka mendiskusikannya dengan teman
mereka masing-masing. Teman Ny.A mungkin akan mendorong
mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiobsi
atau tidak; sedangkan teman Ny.B mungkin akan mengatakan itu
hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
3) Latar belakang budaya
latar belakang budaya dan etik mengajarkan seseorang
bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi
dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya
yang dimiliki klien.
4) Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan
lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan.
Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada
gangguan pada kesehatannya.
5) Kemudahan akses terhadap sistem pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik terdapat pelayanan
medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam
memasuki sistem pelayanan kesehatan. Demikian pula beberapa
klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan
mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak
membutuhkan prosedur rumit.
6) Dukungan sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau
perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi
tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar
kesehatan, Pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik,
senam POCO-POCO dll).
4. Tahap tahap Perilaku Sakit
a. Tahap I (Mengalami Gejala)
pada tahap ini pasien menyadari bahwa “ada sesuatu yang salah”.
Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum
menduga adanya diagnosa tertentu. Persepsi individu terhadap suatu
gejala meliputi : (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri , benjolan,
dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan
apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon
emosional. Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejala penyakit dan
dapat mengancam kehidupan maka ia akan segera mencari pertolongan.
b. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat. Orang yang sakit
akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang yang terdekat atau
kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus
diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap
perannya.
Menimbulkan perubahan emosional seperti menarik diri atau
depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa
kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat
ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit. Seseorang awalnya
menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan. Sehingga ia
menunda kontrak dengan sistem akan tetapi jika gejala itu menetap dan
semakin memberat pelayanan kesehatan maka ia akan segera melakukan
kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan beruba menjadi seorang
klien.
c. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari
seseorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan,
penyebab penyakit, dengan implikasi penyakit terhadap kesehatan di
masa yang akan datang. Profesi kesehatan mungkin akan menentukan
bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan
jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya.
Belum bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.
Bila kalian menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencana
pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika ia menyangkal
mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau
berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai
mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan
keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah
ditetapkan. Yang merasa sakit, tetapi dinyatakan sehat oleh profesi
kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai
ia memperoleh diagnosa yang diinginkan. Pilihan yang sejak awal
diagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan
hidup, iya akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa
kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya : klien yang
diagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter
sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
d. Tahap IV (Peran Klien Depertemen)
Pada tahap ini kalian menerima keadaan sakitnya, sehingga klien
bergantung pada memberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan
gejala yang ada dia menerima perawatan, simpati, apa perlindungan dari
berbagai tuntutan dan stres hidupnya. Secara sosial klien diperbolehkan
untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya semakin parah sakitnya
semakin bebas. Pada tahap ini pilihan juga harus menyesuaikan dengan
perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi
perasaan klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat
e. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara
tiba-tiba, misalnya penurunan demam. Penyembuhan yang tidak cepat,
menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum
kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
5. Dapak Perilaku Sakit
a. Terdapat Perlaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada
asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan
lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak
mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan
perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang ayah yang
mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau
kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan
mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.
Dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas,
seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri. Perawat
berperan dalam pengembangan koping klien dan keluarga terhadap stres,
karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
b. Terhadap Peran Keluarga
setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti mencari
nafkah, mengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang
tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat
mengalami perubahan. Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan
berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama.
Individu/keluarga lebih mudah berat asi dengan perubahan yang
berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan gen tidak mengalami tahap penyesuaian yang
berkepanjangan. Dalam jangka pendek pilihan memerlukan proses
penyesuaian. Akan tetapi pada perubahan jangka panjang yang sama
dengan “Tahap Berduka”. Peran perawat adalah melibatkan keluarga
dalam pembuatan rencana keperawatan.
c. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap
penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan
dalam menampilkan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan
cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien dan keluarga terhadap perubahan gambaran tubuh itu
tergantung pada :
1) Jenis perubahan misalnya seperti kehilangan tangan, alat indra
tertentu, atau organ tertentu.
2) Kapasitas adaptasi
3) Kecepatan perubahan
4) Dukungan yang tersedia.
d. Terdapat Konsep Diri
konsep diri adalah citra mentari seseorang terhadap diri sendiri,
mencangkup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya
pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung
pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung
pada aspek psikologis dan spiritual diri. Perubahan konsep diri akibat
Sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa observasi
dibandingkan perubahan peran.
konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan
anggota keluarga yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep
diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan
keluarganya, biar akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik,
akibatnya anggota keluarga akan berubah interaksi mereka dengan klien.
Misalnya : klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan
di keluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi
pada klien akan merasa anggota keluarganya yang lain atau kepada
teman-temannya kehilangan fungsi sosialnya. Perawat seharusnya
mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan
mengembangkan rencana perawatan yang membantu mereka
menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
e. Terhadap Dinamika Keluarga
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus
membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stres
emosional, misalnya: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang
besar Jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih
sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa
maka seringkali ia harus menggantikan peran Mereka sebagai mereka
termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.

D. Respon Nyeri atau Sakit Pasien


1. Pengertian Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), Nyeri adalah
sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “sungget” menyatakan bahwa Nyeri adalah sensori spesifik
yang muncul karena adanya injury, dan informasi ini dapat memenuhi sistem saraf
perifer dan sentral melalui reseptor nyeri dan saraf nyeri varises dan Pasifik di
spinal cord. Secara umum keperawatan mengidentifikasikan RI sebagai apapun
yang menyakitkan tubuh, yang dikatakan individu yang mengalaminya, game
yang ada kapanpun individu mengatakannya.

2. Fisiologi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada suatu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana
nyeri di transmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri,
maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini :
a. Resepsi : proses pembelajaran nyeri
b. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
c. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersiapkan nyeri.
 Resepsi
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium.
Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai
ambang nyeri, maka akan timbul implus saraf yang akan membawa oleh serabut
saraf perifer. Serabut saraf perifer yang akan membawa implus saraf ada dua jenis,
yaitu serabut A-delta dan serabut C. Impuls saraf akan dibawa sepanjang serabut
saraf sampai kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls saraf tersebut akan
menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotransmitter (substansi P) .
Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan implus syaraf ditransmisi lebih jauh
kedalam sistem saraf pusat.
Setelah impuls saraf sampai di otak, otak mengolah implus saraf kemudian
akan timbul respon reflek proteksi. Contoh : Apabila tangan terkena setrika, maka
merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dari menarik tangan
dari permukaan setrika. Proses ini akan berjalan jika sistem saraf perifer dan
medulla utuh atau berfungsi normal.
 Persepsi
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi menyadarkan individu akan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian
individu dapat bereaksi
Stimulus nyeri medula spinalis talamus otak (area linbik) reaksi emosi pusat
otak, persepsi stimulus nyeri ditransmisikan game medula spinalis, naik ke
talamus, selanjutnya serabut mentransmisikan nyeri ke seluruh bagian otak,
termasuk area limbik. Area ini memandang sel-sel yang bisa mengontrol emosi
(khusus ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam proses reaksi emosi
terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir di pusat otak, maka individu akan
mempersepsikan nyeri.
 Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi
setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan
nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “fligt atau fight”, yang merupakan
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus-menerus, maka
sistem parasimpatis akan bereaksi. Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai
berikut :
Impuls nyeri medula spinalis batang otak & dalam sistem saraf otonom
respon fisiologis & perilaku impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis
menuju ke Batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi,
saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan
akan muncul perilaku.

3. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri


Respon perilaku cari lagu nyeri dapat mencangkup :
a. Pernyataan verbal (Mengaduh, Sesak Nafas, Mendengkur)
b. Ekspresi tubuh (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
c. Gerakan tubuh (Gelisa, Imobilasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
d. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari
kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri) individu yang mengalami nyeri dengan kawitan mendadak dapat bereaksi
sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau
menjadi kronis. Jadi dapat menyebabkan kelebihan dan membuat individu terlalu
lebih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri
hebat. Pasien dapat tampak rileks
dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian
terhadap nyeri.

4. Fasar Pengalaman Nyeri


Menurut Meinthart & McCafery mendiskripsikan 3 Fasa pengalaman nyeri, antara lain :
a. Fase Antisipasi Terjadi Sebelum Nyeri Diterima
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang paling penting, karena Fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
Fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien. Contoh
: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang
nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan
menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.
b. Fase Sensasi Terjadi Saat Nyeri Terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Karena nyeri itu bersifat
subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaiknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil.
c. Fase Akibat (Aftermath) Terjadi Saat Nyeri Berkurang atau Berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (artermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
5. Faktor yang Mempengaruhi Nyei
a) Usia
Anak belum bisa mengungkapkannya, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka menganggap diri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal
jika nyeri diperiksakan.
b) Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam respon nyeri,
justru lebih dipengaruhi faktor budaya. Misalnya tidak pantas laki-laki mengeluh
nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri.
c) Kultur
orang yang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka respon
terhadap nyeri. Misalnya suatu daerah menganut kepercayaan bahwa Nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
d) Makna Nyeri
berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
bagaimana mengatasinya.
e) Perhatian
tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk
mengatasi nyeri.
f) Ansietas
Cemas meningkatkan respirasi terhadap nyeri dan nyeri juga bisa
menyebabkan seseorang cemas.
g) Pengalaman Masa Lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau, dan saat
ini nyari yang lama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
h) Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang Maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
i) Support Keluarga dan Sosial
individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
2. Kesakitan: keadaan di mana seseorang menderita penyakit menahun (kronis),
atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya
terganggu.
3. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
B. Saran
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, maka
dari itu saya membutuhkan berbagai masukan masukan ataupun saran yang bersifat
konstruktif untuk memperbaiki pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment. Ann Agric
Environ Med. 2013 December 29; Special Issue 1:2-7.

2. Meliala L., Pinzon R. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi. No. 4 Vol 4.
Jakarta 1988.

3. National Pharmaceutical Council. Pain: Current Understanding of Assessment,


Management, and Treatments. 2001. P 3-4.

4. Harker J et al. Epidemiology of Chronic Pain in Denmark and Swede. 2012. P 1-30

5. Marandina A. M. Pengkajian Skala Nyeri Di Ruang Perawatan Intensive Literatur


Review. 2014. Vol 1 p. 18-26.

6. Tennant F. The Physiologic Effects of Pain on the Endocrine System. Cambridge


University Press. New York. 2009. P 3-20.

7. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks. Jakarta
Barat. 2010. Hal 217-232.

8. Ardinata D. Multidimensional. Jurnal Kesehatan 2007. No. 2 Vol 2 hal. 77-81.

9. Butterworth JF et al. Morgan & Mikhail’s. Clinical Anesthesiology 5th Edition.


McGraw-Hill Education. United States. 2013.

10. Wibisono Jusuf M, Winariani, Hariadi Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010.
Cetakan III. Surabaya: Airlangga University press, 2011. Hal 9-27.

Anda mungkin juga menyukai