Anda di halaman 1dari 56

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yeng maha Esa karena begitu
besar rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan
judul ''PEMBERIAN OKSIGEN PADA ANAK"ini tepat pada waktunya ,adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas kelompok,
mata kuliah keperawatan anak dari dosen pengampuh,selain itu juga tujuan dari
makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang topic makalah bagi para
pembaca dan juga penulis,penulis juga mengucapkan banyak terima kasih bagi
dosen yang telah memberikan tugas makalah ini untuk dikerjakan,begitu juga
untuk teman-teman kelompok dan orang tua yang turut dalam pembuatan
makalah ini,penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
sangat jauh dari kata sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna untuk penyempurnaan makalah ini.

Ambon, 12 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………….i
Kata pengantar…………………………………………………………………ii
Daftar isi………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..1
A.LATAR BELAKANG……………………………………………………
B.RUMUSAN MASALAH …………………………………………………
C.TUJUAN PENULISAN…………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengidentifikasi dan menjelaskan mengenai pemberian oksigen
B. Menjelaskan perawatan yang dilakukan untuk pasien anak dengan
gangguan respirasi
C. Menyusun Rencana Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Gangguan
Respirasi
D. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan gangguan
respirasi.
E. Membuat SOP Pemberian oksigen .

BAB IV PENUTUP
A.KESIMPULAN…………………………………………………………..
B.SARAN…………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
A

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh
(Potter, 2005). Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara
ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh
ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan
hematologis. kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat
dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah
(Corwin, 2009).

Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen


dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Pada neonatus
dengan gangguan sistem pernafasan akan mengalami perubahan pada
oksigenasinya (Andarmoyo, 2012). Perubahan tersebut terjadi karena adanya
masalah pada sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler dan sistem hematologi
sehingga oksigen yang masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru dan
sampai ke jaringan perifer tidak dapat adekuat. Kondisi tidak adekuatnya oksigen
di jaringan bisa dilihat melalui tanda klinis berupa meningkatnya frekuensi
pernafasan, tanda hipoksia (pucat) pada kulit, mukosa dan akral dingin. Kemudian
jika dilakukan pengukuran dengan alat oksimetri maka akan didapatkan hasil
saturasi < 95 % ( Guyton, 2005 ).

Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar


pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen dari
atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi.
Faktor tersebut adalah tekanan atmosfir udara, kepatenan jalan nafas, sistem
hematologis dan kardiovaskuler, Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus
memahami indikasi pemberian oksigen, metode pemberian oksigen dan bahaya-
bahaya pemberian oksigen. Terapi oksigen merupakan salah satu dari terapi
pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara
klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah untuk mengatasi keadaan
hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas akan menurunkan kerja nafas dan
menurunkan kerja miokard (Hidayat, 2007).

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen lebih dari 21 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. (Potter, 2005).
Metode dalam pemberian oksigen terbagi dalam dua teknik yaitu aliran rendah
dan aliran tinggi (Potter, 2005). Pada neonatus dengan masalah penurunan saturasi
oksigen memerlukan alat yang dapat memberikan konsentrasi oksigen tinggi dan
tentunya tidak menggangu pergerakan dan pernafasan neonatus. Metode yang
digunakan dengan aliran tinggi adalah dengan alat head box. Alat ini dipakai
untuk memberikan konsentrasi oksigen tinggi (FiO2) dengan dosis yang tepat.
Pada neonatus dosis yang diberikan adalah 2-3 L/kgBB dengan pemantauan
saturasi oksigen. Pemantauan saturasi diperlukan untuk menghindari penumpukan
CO2 dan keracunan oksigen.

terapi oksigen secara signifikan meningkatkan saturasi oksigen pada bayi dengan
nilai p value 0,001. Jenis alat yang dipakai salah satunya adalah head box dengan
waktu pengukuran saturasi oksigen 30 menit dan 60 menit pertama (Roamanian
Journal, 2012).

Oksigen yang dapat dinilai dengan alat oksimetri dapat mengetahui oksigenasi
yang mencapai jaringan perifer. Tidak hanya itu saja, dengan dilakukannya
penilaian oksigenasi dengan oksimetri juga dapat menekan resiko terjadinya
keracunan pada bayi karena kelebihan dosis. Suplementasi oksigen pada neonatus
dengan masalah pernapasan sangat diperlukan dengan pemberian yang tepat dan
pemantauan saturasi yang cermat.

B. RUMUSAN MASALAH

1) Apa pengertian pemberian oksigen pada anak


2) Apa saja perawatan yang di lakukan untuk pasien anak dengan gangguan
respirasi.
3) Apa saja asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien anak dengan
gangguan respirasi

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan.

1. memenuhi nilai Tugas kelompok dari dosen pengampuh.


2. memahami bagaimana pemberian oksigen pada anak,
3. mengetahui perawatan apa saja yang harus dilakukan pada pasien anak
dengan gangguan respirasi.
4. mengetahui SOP pemberian oksige pada anak.

\
BAB II

PEMBAHASAN
A. Mengidentifikasi dan menjelaskan mengenai pemberian oksigen
(5 Jurnal)

JURNAL 1.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN
PENEUMONIA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

P Pada balita pneumonia ditandai dengan adanya gejala batuk


dan atau kesukaran bernapasseperti napas cepat, tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), atau
gambaranradiologi foto thorax/dada menunjukkan infiltrat
paru akut sedangkan demam bukan merupakangejala yang
spesifik pada balita. (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Menurut catatan rekam medis menunjukkan bahwa angka
kejadian penderita pneumoniapada tahun 2016, dengan
jumlah penderita pneumonia anak sebanyak 1.557 orang.
( Rekam Medis RSUD Moewardi Surakarta, 2016)
Berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit danPenyehatan Lingkungan (Ditjen
P2PL) Kemenkes RI, tahun 2015 ini di dunia diperkirakan
5,9 jutabalita meninggal dan 16% (944.000) di antaranya
karena Pneumonia. Sementara di Indonesia, hasilSample
Registration System (SRS) tahun 2014 dinyatakan bahwa
Pneumonia merupakan penyebabkematian nomor 3 pada
balita.
I Salah satu tindakan yang dapat digunakan adalah fisioterapi
dada, selain melakukan terapiperawatjuga melakukan edukasi
terhadap keluarga agar keluarga paham dan dapat
menerapkannyasecara mandiri. Diharapkan agar rumah sakit
memberikan fasilitas pendidikan kesehatan tentangfisioterapi
dada kepada keluarga pasien dengan masalah gangguan
kebersihan jalan napas akibatpenumpukan sputum sehingga
keluarga mengerti dan mampu melakukannya secara mandiri
C - Implementasi yang pertama yaitu mengobservasi
sumbatan jalan nafas
- Implementasi yang kedua yaitu mengauskultasi suara
nafas.
- Implementasi yang ketiga yaitu melakukan tindakan
fisioterapi dada yang dilakukan sehari 2 kali pada
pagi pukul 08.30 WIB dan sore pada pukul 15.30
WIB, dilakukan selama 15 menit dalam 3 hari.
- Implementasi yang keempat yaitu melakukan
nebulizer.
- Implementasi yang kelima yaitu pemberian terapi
antibiotik.
- Implementasi yang keenam yaitu pemberian oksigen.
O Pada evaluasi hasil penulis sudah sesuai dengan teori yang da
yaitu sesuai S.O.A.P (subjektif, Obyektif, Assesment,
Planning). Evaluasi dilakukan setiap hari selama tiga
hari.Berdasarkan evaluasi hasil pada studi kasus yang
dilakukan tentang katidakefektifan bersihan jalan nafas pada
pasien pneumonia, menunjukan perbaikan status pernafasan
setelah pemberian tindakan fisioterapi dada hingga hari ke 3.
Pada hari Jumat 01 Maret 2019 pukul 15.30 WIB pasien
tampak sesak nafas, RR: 42 x/menit, SpO2: 94%, auskultasi:
terdapat suara tambahan ronchi basah. Pada hari Sabtu Maret
2019 pukul 15.30 WIB pasien tampak membaik, sesak nafas
berkurang, RR: 37 x/menit, SpO2: 97%, keluar lendir dari
hidung pasien berwarna putih. Pada hari kamis 03 Maret
2019 pukul 15.30 WIB pasien tampak tidak sesak nafas lagi,
RR: 35 x/menit, SpO2: 99%, auskultasi: suara ronchi basah
masih sedikit. Menurut teori yang diungkap oleh (Jose A
Castro-Rodriguez 2014) bahwa fisioterapi dada tidak secara
khusus direkomendasikan untuk anak- anak dengan
pneumonia.Drainase postural, perkusi, pernafasan dalam, dan
teknik-teknik getaran bersama dengan batuk terkontrol
dimaksudkan untuk pembersihan sekresi saluran nafas dari
paru-paru. Meskipun demikian pemberian tindakan
fisioterapi dada dalam intervensi keperawatan pada pasien
penumonia akan berdampak positif terhadap peningkatan
status pernafasan dan perbaikan jalan nafas. Hal ini
menunjukan antara studi kasus dan teori terdapat
kesenjangan, dimana tindakan fisioterapi dada kurang efektif
dilakukan pada anak. Maka perlu didukung dari tindakan
medis yang lain untuk mempercepat proses penyembuhan.
Teknik dalam tindakan fisioterapi dada dimaksudkan untuk
melepaskan sekresi dari dinding bronkial dan merangsang
batuk untuk mengeluarkan sekret yang tertahan.Hal ini juga
diperkuat dengan pendapat (Sari 2016). bahwa anak dengan
pneumonia akan mengalami gangguan pernafasan yang
disebabkan karena adanya inflamasi di alveoli paru-paru.
Infeksi ini akan menimbulkan peningkatan produksi sputum
yang akan menyebabkan gangguan kebersihan jalan nafas.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah fisioterapi dada. kesehatan
tentangfisioterapi dada kepada keluarga pasien dengan
masalah gangguan kebersihan jalan napas akibatpenumpukan
sputum sehingga keluarga mengerti dan mampu
melakukannya secara mandiri.
T Tanggal 01 Maret 2019 sampai 03 Maret 2019

JURNAL 2 : APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE PADA ANAK


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI RUANGAN PERAWATAN ANAK.

P Mengetahui apakah pasokan oksigen pada tubuh kita cukup


atau tidak adalah hal yang penting untuk diketahui.1,3 Pada
penilaian kecukupan pasokan oksigen ke jaringan tergantung
tiga faktor penting yaitu: kadar hemoglobin, curah jantung,
dan oksigenasi. Saturasi oksigen bergantung pada pergerakan
udara, pertukaran gas di alveolus, dan aliran darah di paru. 5
Saturasi oksigen merupakan salah satu hal yang patut kita
perhatikan dalam penilaian kecukupan pasokan oksigen pada
tubuh kita terutama pada bayi baru lahir karena ketika
saturasi oksigen rendah maka mengakibatkan pasokan
oksigen ke jaringan berkurang. Saturasi oksigen adalah
ukuran seberapa banyak oksigen yang mampu dibawa oleh
hemoglobin.3,6 Pengukuran kadar saturasi oksigen
merupakan hal yang perlu dilakukan agar dapat diketahui
apakah terdapat kekurangan oksigen yang mampu dibawa
oleh darah ke seluruh tubuh.3-5 Kadar saturasi oksigen pada
bayi baru lahir sangat penting untuk diketahui karena ketika
kadar saturasi oksigen pada bayi baru lahir rendah maka
patut diwaspadai apakah terdapat kelainan hemodinamika
pada bayi tersebut.
I Cara pengambilan data dengan melakukan anamnesis Semua
bayi baru lahir mengenai umur kehamilan dari ibunya
dengan cara menetukan hari pertama haid terakhir. Setelah
itu dilakukan pemeriksaan fisis lengkap. Selanjutnya
dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Setelah
semua kriteria inklusi sudah didapatkan peneliti mengukur
kadar saturasi bayi baru lahir pada hari pertama atau 10
menit sampai 24 jam setelah bayi lahir dan hari ketiga atau
lebih dari 48 jam sampai 72 jam setelah bayi lahir dengan
menggunakan pulse oxymetry. Setelah pengukuran
dilakukan pencatatan hasil yang telah didapatkan. Setelah
mendapatkan hasil yang patut diobservasi, lakukan observasi
pada hasil tersebut. Hasil yang didapatkan kemudian diolah
dan disajikan dalam bentuk tulisan dan tabel distribusi
frekuensi.
C Perbandingan kadar saturasi oksigen hari pertama dan hari
ketiga. Median kadar saturasi oksigen bayi baru lahir pada
hari pertama 95% dengan kadar saturasi oksigen terendah
88% dan tertinggi 99%. Median kadar saturasi oksigen bayi
baru lahir pada hari ketiga 97% dengan kadar saturasi
oksigen terendah 90% dan tertinggi 99%
O Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2014 sampai
dengan Januari 2015 pada bayi baru lahir diSub Bagian
Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat -
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
T bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015

JURNAL. 3
PENGGUNAAN HIGH FLOW NASAL CANNULA PADA PASIEN ANAK
DENGAN ASMA DI UGD: KAJIAN LITERATUR

P pasien dengan asma ringan maupun pada pasien yang


terkontrol dengan baik. Tingginya angka prevalensi yang
terjadi pada anak dengan asma yang datang ke unit gawat
darurat dengan kondisi berat dan kritis serta membutuhkan
penanganan secara spesifik untuk penanganan dalam
menangani masalah gangguan pernapasan yang menyebabkan
anak mengalami sesak napas serta rasa ketidaknyamanan .
I penggunaan HFNC ini sudah terbukti dapat dilakukan sebagai
intervensi tambahan serta menurut beberapa penelitian, penggunaan
HFNC ini mempunyai manfaat yang sangat menguntungkan
terutama pada anak-anak yang mengalami gangguan pernapasan
seperti hipoksemia berat maupun asma baik sedang maupun berat.
C

O Penggunaan terapi non invansif atau high flow nasal cannula


(HFNC) telah digunakan di unit gawat darurat maupun PICU tetapi
hanya beberapa rumah sakit yang telah menerapkannya serta dapat
ditoleransi dengan baik untuk pemberian oksigen pada anak dengan
asma atau gangguan pernapasan lainnya dan secara garis besar
HFNC lebih efektif daripada terapi konvensional lainnya dengan
manfaat yang menguntungkan dari penggunaan HFNC ini untuk
meningkatkan status klinis maupun tingkat kenyamanan pada pasien
serta mampu ditoleransi dengan baik pada anak-anak.
T Tahun 2015 sampai 2020

JURNAL 4 : ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. P.P. MAGRETTI SAUMLAKI KABUPATEN
KEPULAUAN TANIMBAR

P Bronchopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian


bawah. Penyakit ini sering menyerang anak-anak dan balita hampir di
seluruh dunia. Bila penyakit ini tidak segera ditangani, maka akan
menyebabkan beberapa komplikasi bahkan kematian.
Bronchopneumonia merupakan penyebab kematian nomor dua setelah
kardiovaskuler dan TBC. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
penulis mendapat prioritas masalah yang muncul pada pasien yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan penumpukan secret.
I dibutuhkan peran dan fungsi perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan dengan benar meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan, antara lain dengan pengkajian,
penentuan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan
serta evaluasi merupakan dasar dari proses keperawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan perencanaan tindakan
pada pasien.
C Perawat sebagai tenaga kesehatan tidak terlepas dari pengaruh adanya
peningkatan tuntutan dari masyarakat. Oleh karena itu pelayanan
keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan keshatan,
pendidikan dan pengembangan Perawatan dalam menjalankan
perannya berorientasi terhadap pemenuhan keperawatan diarahkan
untuk dapat menghasilkan perawat yang memiliki ilmu pengetahuan
atau ilmu keperawatan yang mendalam dan menguasai metode ilmiah,
serta menerapkannya dalam asuhan keperawatan klien, baik sebagai
individu, keluarga, dan kelompok masyarakat tertentu (Riyadi, sujono
S, 20009).
O Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anak “E” dengan
Bronkopneumonia di ruangan anak RSUD Dr. P.P. Magretti Saumlaki,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengkajian yang didapatkan
pada anak “E” ialah pernafasan: 44x/menit, SpO2 : 82%, suhu :
38,3oC, nadi: 110x/menit, sesak nafas, batuk disertai lender berwarna
putih, irama nafas: ireguler, bunyi nafas: rhonci, terpasang O2: nasal
kanul 1 l/m.
T 13-15 April 2019
JURNAL 5 : PENGARUH TERAPI MUSIK LULLABY TERHADAP HEART RATE,
RESPIRATION RATE, SATURASI OKSIGEN PADA BAYI PREMATUR.

P Bayi prematur juga memiliki resiko tinggi untuk gangguan


perkembangan mulai dari tingkat ringan sampai dengan berat
yang memiliki dampak terjadinya kecacatan. Bayi prematur sering
mengalami masalah yang berhubungan dengan komplikasi karena
keadaan prematurnya yang berhubungan dengan anemia prematuritas,
sindrom distres pernapasan. Manifestasi yang muncul dari sindrom
distres nafas seperti peningkatan frekuensi napas, penurunan saturasi,
usaha napas yang meningkat, sianosis dan penurunan suara paru.
I Untuk mengatasi sindrom distres pernapasan bayi prematur diberikan
surfaktan dari luar untuk mengurangi tegangan alveoli dan tidak
membuat alveoli kolaps. Sehingga memudahkan proses inspirasi dan
ekspirasi. Pemberian surfaktan ini biasanya diikuti dengan
pemasangan ventilasi mekanik atau mesin continuous positive airway
pressure (CPAP) untuk mempertahankan alveoli tetap mengembang
(David, G. Et al, 2010).
C Hasil penelitian yang dilakukan Chirian et al (2012) di Jepang
masalah pada bayi prematur yang di rawat di neonatal intensive
care unit (NICU) terbanyak adalah sindrom distres pernapasan
sekitar 68%. Hal ini dikarenakan surfaktan belum terbentuk
sempurna yang berfungsi sebagai pelumas untuk pengembangan
paru dengan cara menurunkan tegangan paru dan imaturitas
sistem neurologis yang mengatur pernapasan (Bathia, 2000).
Insidensi sindrom distres pernapasan ini akan bertambah besar
bila bayi lahir dengan usia gestasi semakin kecil. Dari
EuroNeoStat (2006) bayi prematur akan berpotensi mengalami
sindrom distres pernapasan, 91% pada usia gestasi 23-25 minggu,
88% pada usia gestasi 26-27 minggu, 74% pada usia gestasi 28-29
minggu, 52% pada usia gestasi 30-31 minggu.
O Pada penelitian ini hasil analisis statistik diperoleh adanya perbedaan
signifikan heart rate, respiration rate dan saturasi oksigen sebelum dan
sesudah pemberian terapi musik lullaby dengan nilai untuk p(t-test)
heart rate 0,00(7,24), respiration rate 0,00(7,33) dan saturasi oksigen
0,00(-3,02). Beberapa penelitian menunjukan hal yang postif setelah
diberikan terapi musik lullaby diruangan NICU.
Menurut Anand (2008) respon stres pada bayi prematur
dimanifestasikan dengan perubahan akut pada heart rate, tekanan
darah, variasi heart rate, tekanan intrakranial dan penurunan saturasi
oksigen. Keadaan nafas bayi prematur mengalami gangguan
pernafasan akibat imaturitas paru, belum terbentuk sempurnanya
surfaktan sebagai pelumas dalam kembang kempis paru dapat
membuat bayi stres. Sehingga hasil perubahan heart rate, respiration
rate dan saturasi oksigen harus segera ditangani.
T Desember 2016- Februari 2017
B.Menjelaskan perawatan yang dilakukan untuk
pasien anak dengan gangguan respirasi (5 Jurnal)

JURNAL 1 : PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP


PENGELUARAN SPUTUM PADA ANAK DENGAN PENYAKIT
GANGGUAN PERNAFASAAN DI POLI ANAK RSUD KOTA DEPOK

P Anak yang mengalami gangguan saluran pernafasan sering terjadi


peningkatan produksi lendir yang berlebihan pada paru-parunya,
lendir/dahak sering menumpuk dan menjadi kental sehingga sulit untuk
dikeluarkan, terganggunya transportasi pengeluaran dahak ini dapat
menyebaban penderita semakin kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya.
I Pengaruh penambahan MWD pada terapi inhalasi, chest fisioterapi (postural
drainage, huffing, caughing, tapping/clapping) dalam meningkatkan volume
pengeluaran sputum pada penderita asma”. Dari penelitian ini ada pengaruh
yang bermakna antara pemberian intervensi terhadap pengeluaran sputum.

C 1. Dengan cara terapi inhalasi yang merupakan pemberian obat secara


langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan.
2. Sputum dapat dikeluarkan dengan pemberian terapi mukolitik,
ekspektoran dan inhalasi. Inhalasi adalah suatu tindakan dengan
memberikan penguapan agar lendir lebih encer sehingga mudah
dihisap.
O Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Soemarno (2006) tentang pengaruh penambahan MWD terapi inhalasi, chest
fisioterapi (postural drainage, huffing, coughing, tapping dan clapping)
dalam meningkatkan volume pengeluaran sputum pada penderita asma
bronchiale. Melalui uji T-test dengan nilai p Value 0,000 < 0,05. yang berarti
bahwa ada peningkatan penumpukkan sputum akan mengganggu kebersihan
jalan napas klien menurut Ariasti (2010) bahwa pengaruh fisioterapi dada
terhadap kebersihan jalan napas pada pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko
Wonigiri. Dimana dari hasil penelitian pengaruh fisioterapi dada terhadap
kebersihan jalan napas, hasil uji dengan paired t-test, t-hitung sebesar -5,893
dengan P value 0,000 < 0,05 yang berarti Ho ditolak Ha diterima, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap
kebersihan jalan napas. Fisioterapi dada yang digunakan untuk memperbesar
upaya klien dan memperbaiki fungsi paru. Fisioterapi dada merupakan
kumpulan teknik atau tindakan pengeluaran sputum yang digunakan, baik
secara mandiri maupun kombinasi agar tidak terjadi penumpukan sputum
yang mengakibatkan tersumbatnya jalan napas dan komplikasi penyakit lain
sehingga menurunkan fungsi ventilasi paru-paru. (Hidayati. 2014).
T Juni 2015

JURNAL 2 : ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN INFEKSI


SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)DI RUANGAN ANGGREKRSD
LIUNKENDAGE TAHUNA.

P Akibat dari sekresi sputum yang berlebihan meliputi


batuk.Dapat menyebabkan obstruksi saluran pernafasan dan
sumbatan pada saluran pernafasan.Pengeluaran dahak yang tidak
lancar juga menyebabkan obstruksi saluran pernafasan dan
sumbatan pada pada saluran pernafasan (Ringel, 2012).
I memberikan posisi semi fowleragar memaksimalkan pengembangan
paru. Hal ini dilakukan pada saat pasien mengalami
kesulitan bernapas akibat penumpukan sputum.
C 1. selama 3 hari pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas
dibuktikan dengan kriteria hasil 1) mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips), 2) menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal, dan 3) mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
2. hari ke dua, yaitu 1) mengukur tanda-tandavital diadapatkan
SB: 37°C, N: 98x/M dan R: 30x/m, 2) mengobservasi
batuk pasien dengan hasilpasien masihbatuk berdahak dan
terdapat lendir, 3) mengatur posisi pasien dengan
posisi semifowler, 4) mengobservasisekret, yaitu berwarna
putih, 5) mengatur intake cairan, ibu memberikan air putih
hangat dan susu, dan 6) melakukan kolaborasi pemberian
terapi. Implementasihari ke tiga, yaitu 1)
mengobservasibatuk pasien dengan hasil batuk
berkurang, dan 2) mengukur tanda-tanda vital dengan hasil
SB 37,2 ºC, N 128x/m, dan R 24 x/m.
O Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamatiga hari
maka ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi ditandai
dengan pasien mudah bernafas, irama dan frekuensi nafas dalam
batas normal.Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan
keperawatan khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan
pada anak yang mengalami gangguan kebutuhan oksigenasi
serta dapat meningkatkan pemberian penyuluhan kesehatan
pada keluarga mengenai pencegahan ISPA. Selain itu,
peneliti selanjutnya dapat meneliti mengenai masalah keperawatan
yaitu perilaku kesehatan cenderung berisiko berhubungan
dengan merokok dan kurang pemahaman.
T Maret 2019

JURNAL 3 : FREKUENSI PERNAFASAN ANAK PENDERITA ASMA


MENGGUNAKAN INTERVENSI TIUP SUPER BUBBLES DAN MENIUP
BALINGBALING BAMBU

P Masalah kesehatan yang paling sering dialami seperti hipertensi,


penyakit jantung, stroke dan diabetes melitus, asma, penyakit sendi
(rematik dan asam urat), kanker/tumor, dan cedera lalu lintas
darat (Kemenkes, 2016). umlah penderita penyakit asma mencapai
lebih 27% banyak perempuan dari pada laki-laki yang hanya
mencapai 14%. Untuk anak perempuan, penyakit asma yang
diderita tidak mengalami penurunan karena pada saat beranjak dewasa,
pada perempuan mengalami penyempitan saluran pernafasan hingga
20%. Akan tetapi, saat ini kejadian asma lebih banyak pada laki-laki
akibat polusi asap rokok (Primadyastuti, 2017)

I - Melakukan terapi tiup super bubbles


C - Meniup Baling –Baling Bambu pada Anak
O erdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi
pernapasan sebelum melakukan terapi tiup super bubbles rata-rata
frekuensi pernapasan yaitu sedang (26,91) dan setelah dilakukan tiup
super bubbles rata-rata frekuensi pernafasan sedang (25,30) di Ruang
Edelweis RSUD DR. M. Yunus Bengkulu. Hal ini menunjukkan
bahwa terapi nonfarmakologi dengan tiup super
bubblesmengalami perubahan frekuensi.Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitianJunaidinet al., (2019) yang menyebutkan
bahwa terjadi penurunan frekuensi pernafasan setelah diberikan
terapi tiup balon, hal ini dikarenakankarena terapi super bubbles dan
tiup balon memberikanterapi distraksi yang bermanfaat untuk
membuka aliran udara paru sehingga mengurangi sesak napas, selain
menjadi terapi distraksi usaha meniup super bubblesmelatih
kemampuan pengembangan paru dan kapasitas udara paru,
yang meningkatkanefektifitas pernapasan anak, yang membuat
penurunan frekuensi napas pada anak asma.Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa frekuensi pernapasan sebelum
melakukan terapi meniup baling-baling bambu rata-rata frekuensi
pernapasan yaitu ringan (26,69) dan setelah dilakukan meniup
baling-baling bambu rata-rata frekuensi pernafasan ringan (24,81)
di Ruang Edelweis RSUD DR. M. Yunus Bengkulu, hal ini
diketahui bahwa rata-rata frekuensi pernafasan mengalami
penurunan frekuensi meskipun dalam kategori tidak terdapat
perubahan yang dipengaruhi oleh anak yang kurang bersedia
berpartisipasi untuk meniup baling-baling bambu. Berdasarkan hasil
uji independen menunjukkanterapi superbubbelsdan meniup baling-
baling bambu memiliki varian yang sama. tidak ada perbedaan
tingkat frekuensi pernafasan diberikan terapi tiup
superbubbelsdengan meniup baling-baling bambu pada anak
penderita asma di Ruang Edelweis RSUD DR. M. Yunus
Bengkulu Tahun 2019.Maka dapat disimpulkan Adapengaruh tiup
super bubblesterhadap frekuensi pernafasan pada anak dan ada
pengaruh meniup baling-baling bambu terhadap frekuensi
pernafasan pada anak penderita asma. Tidakada perbedaan
efektifitas diberikan terapi tiup superbubbelsdengan meniup baling-
balingbambu pada anak penderita asma.
T pada tanggal 19 Januari sampai dengan 19 Februari 2019.

JURNAL 4: PENGGUNAAN HIGH FLOW NASAL CANNULA PADA PASIEN


ANAK DENGAN ASMA DI UGD: KAJIAN LITERATUR

P Asma merupakan masalah kesehatan serius yang umumnya menyerang 1-18%


populasi di berbagai negara dengan prevalensi yang terus meningkat terutama
pada anak-anak ditandai dengan sesak napas, bersin, murmur pada jantung,
secara tiba-tiba muncul suara mengi, batuk produktif dan produksi lendir yang
berlebihan, serta dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti olahraga, alergi,
atau infeksi saluran pernapasan.
I Penanganan utama yang digunakan untuk oksigenasi pada asma meliputi
pemberian inhaler bronkodilator jangka pendek secara berulang, dan
pemberian oksigen yang terkontrol tetapi pemberian terapi standar dengan β-2
agonis, antikolinergik, oksigen dan kortikosteroid sistemik mungkin gagal
untuk membalikkan aliran udara pada anak dengan asma eksaserbasi berat
serta membutuhkan terapi tambahan.
C Salah satunya dengan penggunaan terapi HFNC merupakan dukungan alat
terapi ventilasi non invansif yang telah ditetapkan dalam beberapa tahun
terakhir sebagai alternatif terapi ventilasi non invansif. HFNC digunakan
untuk membantu memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi yang dapat
diberikan pada anak-anak dengan gangguan pernapasan seperti hipoksemia,
bronkiolitis, asma pada anak, dll untuk mengurangi beban pernapasan,
meningkatkan kondisi klinis dan kenyamanan pada anak tersebut.
O Penggunaan terapi non invansif atau high flow nasal cannula (HFNC) telah
digunakan di unit gawat darurat maupun PICU tetapi hanya beberapa rumah
sakit yang telah menerapkannya serta dapat ditoleransi dengan baik untuk
pemberian oksigen pada anak dengan asma atau gangguan pernapasan lainnya
dan secara garis besar HFNC lebih efektif daripada terapi konvensional
lainnya dengan manfaat yang menguntungkan dari penggunaan HFNC ini
untuk meningkatkan status klinis maupun tingkat kenyamanan pada pasien
serta mampu ditoleransi dengan baik pada anak-anak.
T Juli 2020

JURNAL 5: PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAPPERBAIKAN


KLINIS PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA

P Pneumonia membunuh lebih banyak anak daripada penyakit


menular lainnya, merenggut nyawa lebih dari 800.000 anak balita
setiap tahun, atau sekitar 2.200 setiap hari. Ini termasuk lebih dari
153.000 bayi baru lahir (Chan & Lake, 2012).Data dari (Kemenkes,
2018)menunjukkan jumlah balita yang mengalami pneumonia
505.331, terdiri atas 167.665 kasus pneumonia pada balita usia >1 tahun
dan 337.666 pada balita usia 1 –4 tahun. Jumlah kematian balita akibat
pneumonia pada tahun 2018 mencapai 425balita.
I 1. Penelitian yang dilakukan oleh Maidartati (2014)menunjukkan
hasil bahwa fisioterapi dada dapat membersihkan jalan napas
pada 67% responden balita usia 1–5 tahun.
2. intervensi berikutnya terjadi perubahanterhadap bersihan
jalan napas dan perubahan yang sangat signikan terjadi
pada intervensi kedua (sore hari) hari kedua. Semakin lama
intervensi yang dilakukan maka akan semakin terlihat
perubahan terhadap bersihan jalan napas balita (Hidayatin,
2019). (Siregar & Aryayuni, 2019)melakukan penilaian
terhadap pengeluaran sputum pada anak usia 6-12tahun
setelah dilakukan fisioterapi dada. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa fisioterapi dada berpengaruh terhadap pengeluaran
sputum.
C Perawatan standar untuk pasien dengan pneumonia adalah
perawatan antibiotik dan terapi simptomatik, termasuk pemberian
oksigen, terapi cairan, fisioterapi dada dan pengisapan untuk
mengevakuasi lendir dari saluran pernapasan
O 1. Penggunaan terapi kombinasi tersebut lebih efektif dibandingkan
dengan hanya memberikan terapi inhalasi melalui nebulizer.
Hasilnya dapat dilihat bahwa ada perubahan signifikan terhadap HR,
RR (Respiratory Rate) dan saturasi oksigen pada kelompok
intervensi. Rata –rata HR sebelum intervensi 139,35x/mnt turun
menjadi 120,53x/mnt sesudah intervensi, rata–rata RR sebelum
intervensi 52,53x/mnt turun menjadi 41,06x/mnt sesudah
intervensi, rata–rata saturasi oksigen sebelum intervensi 92,18%
naik menjadi 97,41% sesudah intervensi.
2. Fisioterapi dada juga mempengaruhi lama rawat inap neonatus dan
mempercepat kemampuan neonatus untuk minum ASI secara
langsung melalui oral. Fisioterapi dada mempunyai pengaruh terhadap
perbaikan klinis anak yang mengalami pneumonia, fisioterapi dada
juga dapat meningkatkan efek dari terapi lain yang diberikan pada
anak yang mengalami pneumonia.
T Oktober 2020

C.MENYUSUN RENCANA KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK


DENGAN GANGGUAN RESPIRASI.

.Konsep Asuhan Keperawatan

1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara


subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa
dan data objektif (data hasil pengukuran atau observasi).Menurut Nurarif (2015),
pengkajian yang harus dilakukan adalah :

a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,

b. Riwayat sakit dan kesehatan

1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak napas.

2) Riwayat penyakit sekarang: pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen
kekuning-kuningan, kehijauhiajuan, kecokelatan atau kemerahan, dan serring kali
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil
(onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritits,
sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan nyeri kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti ISPA, TBC paru, trauma. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.

4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumoni seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.

5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap beberapa
oba, makanan, udara, debu.

C.Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: tampak lemas, sesak napas

2) Kesadaran: tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen13

3) Tanda-tand vital:

- TD: biasanya normal

- Nadi: takikardi

- RR: takipneu, dipsneu, napas dangkal

- Suhu: hipertermi

4) Kepala: tidak ada kelainan Mata: konjungtiva nisa anemis

5) Hidung:

jika sesak, ada pernapasan cuping hidung Paru:


- Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada penggunaan otot
bantu napas- Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada daerah
yang terkena.

- Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani

- Auskultasi: bisa terdengar ronchi.

6) Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan

7) Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan

2.DIAGNOSA KEPERAWTAN

Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak
dengan masalah pneumonia:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan


yang ditandai dengan jumlah sputum dalam jumlah yang berlebihan,
dispnea,sianosis, suara nafas tambahan (ronchi).

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan


yang ditandai dengan dispena, dispena, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan cuping hidung.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


kalpier yang ditandai dengan dispnea saat istirahat, dispneu saat aktifitas ringan,
sianosis.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


Asupan diet kurang yang ditandai dengan ketidakmampuan menelan
makanan,membran mukosa pucat, penurunan berat badan selama dalam
perawatan.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen yang ditadai dengan Dispnea setelah beraktifitas,keletihan,
ketidaknyamanan setelah beraktifitas

f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan yang


ditandai dengan ibu/keluarga mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita
pasien, cara penularan, faktor resiko, tanda dan gejala, penanganan dan cara
pencegahannya

3.INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses keperawatan


dimana pada tahap ini perawat menentukan suatu rencana yang akan diberikan
pada pasien sesuai dengan masalah yang dialami pasien setelah pengkajian dan
perumusan diagnosa. Menurut Moorhead (2013) dan Bulechek (2013), intervensi
keperawatan yang ditetapkan pada anak dengan kasus pneumonia adalah :
Diagnosa TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
keperawatan

a. Ketidakefektif NOC : Manajemen jalan nafas


an bersihan
Status pernafasan : 1. Monitor status
jalan nafas b.d Kepatenan jalan nafas pernafasan dan
mukus respirasi
berlebihan Definisi : saluran sebagaimana
trakeobronkial yang mestinya
terbuka dan lancar untuk
pertukaran udara 2. Posisikan pasien
semi fowler, atau
Setelah dilakukan tindakan posisi fowler
keperawatan selama 3x24
jam pasien dapat 3. Observasi
meningkatkan status kecepatan,irama,ked
pernafasan yang adekuat alaman dan
meningkat dari skala 2 kesulitan bernafas
(cukup) menjadi skala 4
(ringan) dengan kriteria 4. Auskultasi suara
hasil : nafas

1. Frekuensi pernafasan 5. lakukan fisioterapi


normal (30-50x/menit) dada sebagaimana
mestinya
2. Irama pernafasan
normal (teratur) 6. Kolaborasi
pemberian O2
3. Kemampuan untuk sesuai instruksi
mengeluarkan secret
(pasien dapat 7. Ajarkan melakukan
melakukan batuk batuk efektif
efektif jika
8. Ajarkan pasien dan
memungkinkan)
keluarga mengenai
4. Tidak ada suara nafas penggunaan
tambahan (seperti ; perangkat oksigen
Ronchi,wezing,mengi) yang memudahkan
mobilitas
5. Tidak ada penggunaan
otot bantu napas (tidak
adanya retraksi dinding
dada)
6. Tidak ada batuk
Ket:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
b. Ketidakefektif Status pernafasan Manajamen Jalan nafas
an pola napas
berhubungan Definisi : Proses keluar 1. Posisikan pasien
dengan masuknya udara ke paru- Posisi semi fowler,
keletihan otot paru serta pertukaran atau posisi fowler
pernafasan karbondioksida dan
oksigen di alveoli. Manajemen pernafasan

Setelah dilakukan tindakan 2.Observasi


keperawatan 3x24 jam kecepatan,irama,keda
status pernafasan yang laman dan kesulitan
adekuat meningkat dari bernafas
skala 2 (berat) menjadi 5

(ringan) dengan kriteria


hasil :
3.Observasi pergerakan
1. frekuensi pernafasan dada, kesimetrisan
normal (30-50x/menit) dada,penggunaan oto-
2. Irama pernafasan otot bantu nafas,dan
normal (teratur) retraksi pada dinding
3. suara auskultasi nafas dada
normal (vesikuler) 4.Auskultasi suara
4. Kepatenan jalan nafas nafas

5. Tidak ada penggunaan Terapi oksigen


otot bantu nafas (tidak 5. Kolaborasi
ada retraksi dinding pemberian O2
dada)
6. Monitor aliran
6. Tidak ada pernafasan
oksigen
cuping hidung
7.Ajarkan pasien dan
Ket:
1. Deviasi berat dari
keluarga mengenai
kisaran normal
penggunaan
2. Deviasi yang cukup
perangkat oksigen
berat dari kisaran
yang memudahkan
normal
mobilitas
3. Deviasi yang sedang
dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari
kisaran normal
5. Tidak ada deviasi
yang cukup berat dari
kisaran normal

c.Gangguan Status pernafasan : Monitor pernafasan


pertukaran gas Pertukaran Gas
berhubungan 1. Monitor kecepatan,
dengan Definisi : Pertukaran irama, kedalaman,
perubahan Karbondioksida dan dan kesulitan
membran oksigen di alveoli untuk bernapas
alveolar- mempertahankan
konsentrasi darah arteri Terapi oksigen
kalpiler
Setelah dilakukan tindakan 2. Pertahankan
keperawatan 3x24 jam kepatenan jalan
status pernafasan : napas
pertukaran gas yang
adekuat meningkat dari 3. Observasi adanya
skala 2 (berat) menjadi 4 suara napas
(ringan) tambahan

Dengan kriteria hasil : Kolaborasi


pemberian O2
1. Tidak dispnea saat
istirahat 5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
2. Tidak dispneu saat penggunaan
aktifitas ringan perangkat oksigen
yang memudahkan
3. Tidak sianosis yaitu mobilitas
kulit tampak normal
atau tidak kebiruan
Ket:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
d. Ketidakseim Status nutrisi : Manajemen nutrisi
bangan Asupan nutrisi
nutrisi 1.Observasi dan catat
kurang dari Definisi : Asupan gizi asupan pasien (cair
kebutuhan untuk memenuhi dan padat)
tubuh kebutuhan-kebutuhan
metabolik 2.Ciptakan lingkungan
berhubungan
yang optimal pada
dengan
Setelah dilakukan asuhan saat mengkonsumsi
asupan diet
keperawatan selama makan (misalnya;
kurang
3x24jam pasien dapat bersih, santai, dan
meningkatkan status bebas dari bau yang
nutrisi yang adekuat dari mneyengat)
skala 2 (sedikit adekuat)
menjadi skala 3 (cukup 3.Monitor kalori dan
adekuat) dengan kriteria asupan makanan
hasil :
4. Atur diet yang
1. Asupan kalori adekuat diperlukan
(menyediakan
2. Asupan protein adekuat makanan protein
tinggi, menambah
3. Asupan zat besi adekuat
Ket: atau menguragi
1. Sangat berat kalori, vitamin,
2. Berat mineral atau
3. Cukup suplemen)
4. Ringan 5.Kolaborasi pemberian
5. Tidak ada obat-obatan sebelum
makan (contoh obat
anti nyeri)
6.Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengakses program-
program gizi
komunitas (misalnya ;
perempuan,bayi,anak)
e. Intolerans Toleransi terhadap Manajemen energy
i Aktifitas aktifitas
berhubun 1. Observasi sistem
gan Definisi : Respon kardiorespirasi
dengan fisiologis terhadap pasien selama
ketidaksei pergerakan yang kegiatan (misalnya
mbangan memerlukan energi dalam ; takikardi,
antara aktifitas sehari-hari. distrimia, dispnea)
suplai dan
kebutuha Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor lokasi dan
n oksigen keperawatan 2x24jam sumber
pasien dapat toleransi ketidaknyamanan/
terhadap aktifitas nyeri yang dialami
meningkat dari skala 2 pasien selama
(banyak terganggu) aktifitas
menjadi 4 (sedikit
terganggu) dengan kriteria 3. Lakukan Rom
hasil : aktif atau pasif

1. Kemudahan bernapas
ketika beraktifitas
4. Lakukan terapi
2. Warna kulit idak pucat non farmakologis
(terapi musik)
3. Kemudahan dalam
melakukan ADL 5. Kolaborasi
pemberian terapi
Ket: farmakologis
untuk mengurangi
1. Sangat terganggu kelelahan
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu 6. Beri Penyuluhan
4. Sedikit terganggu kepada keluarga
5. Tidak terganggu dan pasien tentang
nutrisi yang baik
dan istirahat yang
adekuat
f. Defisiensi Pengetahuan : Manajemen Pengajaran
pengetahuan pneumonia
berhubungan proses penyakit
dengan kurang Definisi :
sumber 1. Kaji tingkat
Tingkat pemahaman yang pengetahuan tentang
pengetahuan disampaikan tentang proses penyakit
pneumonia,
pengobatannya dan 2. Jelaskan tentang
pencegahan komplikasinya penyakit

Setelah dilakukan tindakan 3. Jelaskan tanda dan


keperawatan selama 30- gejala
40menit pasien dan
keluarga dapat 4. Jelaskan tentang
meningkatkan pengetahuan penyeba
tentang manajemen 5. Jelaskan tentang
pneumonia. Meningkat
dari skala 2 (pengetahuan cara penularan
terbatas menjadi skala 4
(pengetahuan banyak) 6. Jelaskan tentang
dengan kriteria hasil : cara penanganan

1. mengetahui tentang 7. Jelaskan tentang


penyakit cara pencegahan

2. mengetahui faktor
penyebab (dapat
menyebutkan
penyebab)
3. mengetahui faktor
resiko kekambuhan
(dapat menyebutkan
faktor resiko)
4. mengetahui tanda dan
gejala penyakit dan
kekambuhan penyakit
(dapat menyebutkan
tanda dan gejala)
Ket :
1. Tidak ada
pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan yang merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh
perawat secara langsung pada klien. Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan/ dibuat.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi atau tidak
teratasi dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
BAB III

PEMBAHASAN

A. METODE

Oksigen diberikan dengan kanula nasal 2 (dua) liter permenit dapat meningkatkan fraksi oksigen inspirasi dari 21% menjadi 27%,
pendapat lain menyatakan bahwa oksigen dapat diberikan 2-4 liter per-menit. Metode ini kurang efisien sebab hanya oksigen yang
mengalirpada awal inspirasi saja yang sampai di alveoli dan ikut proses pertukaran gas. Penggunaan kateter transtrakeal merupakan
salah satu carauntuk mengatasi kurang efisiennya metode pemberian oksigen dengan kanula nasal. Keuntungan kateter transtrakeal
adalah mengurangi volume ruang rugi anatomik, karena oksigen yang diberikan dosis kecil dan langsung melalui trakea, mengurangi
iritasi nasal, telinga dan fasial serta mencegah bergesernya alat tersebut pada saat tidur. Komplikasi yang dapat terjadi dengan cara
pemberian seperti ini adalah emfisema subkutis, bronkospasme, batuk paroksismal, dislokasi kateter, infeksi di lubang trakea tempat
masuknya kateter transtrakeal dan mucous ball yang bisa mengakibatkan keadaan menjadi fatal. Terapi oksigen dengan ruang
hiperbarik dilakukan dalam ruangan yang terbuat dari baja dengan tekanan udara dibuat berkisar antara2-3 atm. Dalam tekanan yang
lebih tinggi ini perjalanan oksigen ternyata akan menjadi lebih lancar termasuk bagi oarang yang mengalami penyempitan pembuluh
darah. Oksigen murni yang dihirupnya akan tetap lancar memasuki pembuluh darah menuju sel karena tekanan tinggi akan oksigen
larut dalam cairan tubuh sehingga dapat sampai kesetiap jaringan tubuh dengan cepat. Dengan mekanisme ini maka semua jaringan
sel dalam tubuh akan mendapat oksigen secara maksimal sehingga metabolisme tubuh pun akan berlangsung lebih baik. Penggantian
jaringan yang rusak termasuk penyembuhan luka pun akan berlangsung lebih cepat. Beberapa penelitian malah menyebutkan keadaan
ini juga dapat membunuh berbagai macam bakteri penyebab penyakityang ada didalam 15. 14 tubuh. Dengan metabolisme maksimal
makaproses penuaan pun akan dapat dihanbat sehingga orang akan kelihatan tetap cantik dan bugar. Sebuah survey konsumen di
Amerika mencatat berbagai problem kesehatan yang melatarbelakangi pemilihan terapi ini seperti diabetes, stroke, anemia berat,
hingga cedera atau luka seperti cedera olah raga, luka bakar dan sebagainya. Rata-rata ruangan hiperbarik yang ada sekarang bisa
menampung beberapa pasien sekaligus. Awalnya, terapi oksigen hiperbarik (OHB) biasa digunakan sebagai terapi bagi penyelam
untuk menormalkan gas-gas dalam tubuhnya. Biasanya, penyelam dimasukkan kedalam Hyperbaric Chamber atau Ruang Udara
Bertekanan Tinggi (RUBT) lalu diberi oksigen murni (100 persen) dengan cara dihirup melalui hidung dengan menggunakan masker.
Peserta bisa duduk atau berbaring didalamnya. Pada prinsipnya, dalam terapi hiperbarik ini, penderita atau peserta menghisap
oksigen dalam ruangan bertekanan tinggi, hingga sekitar 2,4 atmosfer absolut. Tekanan yang diberikan, hampir tiga kali lipat tekanan
udara biasa. Sedangkan oksigen murni yang terhisap sekitar lima kali oksigen pada udara biasa. Hiperbarik ini mempunyai manfaat
yang cukup banyak. Menurut Dr Muhammad Akbar, Sp.S, ketua bagian saraf Unhas/RS Wahidin Sudirohusodo, terapi hiperbarik
sangat baik untuk menormalkan jaringan hipoksia (kekurangan oksigen) dan anoksia (tidak ada oksigen), dan meningkatkan
kemampuan lekosit membunuh kuman. Tak hanya itu, terapi oksigen itu juga dapat meningkatkan neovaskularisasi (jaringan darah)
dan proliferasi (pertambahan sel baru yang menggantikan sel mati) serta mengobati penyakit dekompresi. Belakangan, para ilmuwan
menemukan bahwa terapi oksigen tersebut juga baik bagi penderita diabetes mellitus (DM) maupun stroke. Bahkan, dikota-kota besar
di luar negri maupun di Jakarta dan di Surabaya, penggunaan terapi oksigen ini berkembang pesat. Terapi oksigen hiperbarik mulai
dikenal sebagai terapi yang dapat membuat tubuh sehat dan bugar, bahkan menjadi salah satu jurus ampuh untuk tampil awet muda
dengan cara paling aman. Prinsip dasar terapi hiperbarik, penderita menghisap oksigen dalam ruangan bertekanan tinggi, hingga
sekitar 2,4 atmosfer absolut. Dengan tekanan yang diberikan, hampir tiga kali lipat tekanan udara biasa, dan oksigen murni yang
terhisap sekitar lima kali oksigen pada udara biasa. Sehingga total oksigen mampu 16. 15 terkonsumsi dalam terapi hiperbarik
oksigen ini, 15 kali lebih banyak,dibanding bernafas dalam keadaan biasa. Pelaksanaan pengobatan dengan oksigen hiperbarik dapat
dikerjakan di dalam kamar tunggal (monoplace chamber) atau kamar ganda (multiplace chamber). Kamar udara bertekanan tinggi
ganda dapat digunakan oleh banyak orang, maximum 10 orang.di sini penderita dapat didampingi oleh perawat atau dokter yang
ikutmengalami tekanan bersama dengan penderita. Dalam kamar udara bertekanan tinggi ganda ini penderita menghisap oksigen
100% melalui masker. Kamar udara bertekanan tinggi ganda ini cocok digunakan untuk penderita yang karena keadaannya perlu
seorang pendamping, atau bilamana akan dilakukan tindakan bedah atau yang akan menjalani tindakan lainnya. Dengan terapi
oksigen murni, tak perlu waktu yang begitu panjang, paling hanya satu jam. Meski demikian, dengan mekanisme sel yang mudah
dipercepat menjadi tua, dan yang tua dengan cepat diganti yang muda, metabolisme sel tubuh menjadi sempurna kembali dalam
waktu yang relatif singkat.

B. SISTEM PEMBERIAN OKSIGEN

Sistem pemberian oksigen yang dipakai untuk aliran terus-menerus ada 3 macam:

1. Oksigen dimampatkan bertekanan tinggi Oksigen disimpan dalam tabung metal bertekanan tinggi, aliran udara dapat diatur dengan
alat regulator. Macam-macam tabungnya adalah tabung H (244 cuff), tabung E (22 cuff), tabung D (13 cuff). Keuntungannya adalah
murah harganya, tersedia cukup banyak dan dapat disimpan lama. Kerugiannya adalah berat, kurang praktis dalam pengisian dan
mudah meledak.
2. Oksigen cair17. 16 Oksige n cair tidak bertekanan tinggi dan dapat disimpan dalam tempat tertentu, dilengkapi dengan alat HCF4
untuk mengubah oksigen cair menjadi gas sehingga dapat dihirup. Tempat pennyimpanan tersebut dinamakan dewar yang dapat
menyimpan O2 cair pada suhu -273oF. Umumnya dewar berisi 100 pound oksigen yang dapat habis dalam satu minggu bila dipakai
terus-menerus dengan aliran 2 liter permenit.

3. Oksigen konsentrat Sistem oksigen konsentrat didapat dengan mengekstraksikan udara luar menggunakan metode molekuler sieve.
Oksigen diekstraksi sehingga dapat diberikan kepada pasien dan nitrogen dibuang kembali ke udara luar.

C. PROSES OKSIGENASI

a. Ventilasi Proses ini merupakan proses pertukaran gas antara paru-paru dan udara luar yang terjadi melalui inspirasi (menghirup
udara luar) dan ekspirasi (menghembuskan udara keluar)

b. Difusi Difusi gas merupakan pertukaran O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO2 dari kapiler ke alveoli.

c. Trasportasi Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 dibawa dari paru keseluruh tubuh dan CO2 dari seluruh tubuh
dibawa ke paru. Frekuensi pernafasan normal Dewasa : 12 – 20 x/menit Anak : 20 – 40 x/menit Bayi : > 40 x/menit 18. 17
D. GANGGUAN / MASALAH KEBUTUHAN OKSIGENASI

1. Hipoksia Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat peningkatan
penggunaan oksigen ditingkat sel, sehingga dapat memunculkan tanda seperti kulit kebiruan (sianosis).

2. Perubahan pola nafas

a. Takipnea merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit.

b. Bradipnea merupakan pola pernafasan yang lambat abnormal, kurang dari 10 x/menit.

c. Hiperventilasi merupakan proses kompensasi tubuh akibat peningkatan jumlah O2 dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat
dan dalam, ditandai dengan peningkatan denyut nadi, nafas pendek, nyeri dada, dll

d. Kussmaul merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.

e. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 agar pernafasan lebih lambat dan dalam, ditandai dengan nyeri
kepala, penurunan kesadaran, otot-otot pernafasan lumpuh, dll.

f. Dispnea merupakan sesak nafas atau rasa barat saat bernafasditunjukan dengan retraksi dada.

g. Ortopnea merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru-paru.
h. Cheyne stokes merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya mulamula naik kemudian menurun dan berhenti, lalu pernafasan
dimulai lagi dari siklus baru.

i. Pernafasan paradoksal merupakan pernafasan dimana dinding paru-paru bergerak berlawan arah dari keadaan normal.

j. Biot merupakan pernafasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes,akan tetapi amplitudonya tidak teratur.

19. 18

k. Sridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernafasan.

E. MACAM-MACAM ALAT PEMBERIAN O2

1. Nasal kanul

2. Simple face mask

3. Partial rebreather mask

4. Nonrebreather mask
F. PROSEDUR PEMBERIAN OKSIGEN

Persiapan alat :

1. Tabung oksigan

2. Flowmeter oksigen

3. Humidifier

4. Nasal kanul

5. Plester 2 buah

6. 2 buah waskom / kom berisikan Nacl 0,9 %

7. Catton bad / lidi waten dan sarung tangan dalam bak instrumen

8. Tanda peringatan (dilarang meroko, menyalakan api karena oksigen sedang digunakan)

9. Aqua bidest

10. Senter pen light

11. Jam dengan hitungan detik


12. Alat tulis untuk mencatat Pelaksanaan tindakan :

1. Persiapan : sambungkan flowmeter dengan oksigen, isi himudifier dengan aqua bidest sampai batas yang telah
ditentukan kemudian sambungkan ke flowmeter

2. Berikan salam 20. 19

3. Jelaskan tujuan dari tindakan

4. Kontrak waktu untuk melakukan tindakan

5. Dekatkan alat-alat yang disiapkan

6. Petugas mencuci tangan

7. Kaji pernafasan pasien (hitung RR 1 menit penuh)

8. Gunakan sarung tangan

9. Kaji kondisi mulut dan hidung pasien dengan menggunakan senter (bila kotor mintakan

pasien untuk membersihkan, bila pasien tidak sadar bersihkan lubang hidung dengan lidi waten yang telah
dilembabkan dengan cairan Nacl 0,9%)

10.Sambungkan kanul dengan alat pelembap/humidier


11. Kemudian putar flowmeter sesuai dengan program terapi (missal : untuk kanul/kateter 24-44 % / 1-6 liter/menit,
sedangkan unutk masker 40% = 5 liter/menit)

12. Masukkan ujung kanul ke dalam waskom yang berisi air untuk memastikan apakah oksigen telah mengalir
dengan baik (tanda oksigen mengalir dengan baik adalah terdapatnya gelembung-gelembung udara dalam air)

13. Pasangkan nasal kanul pada hidung klien dengan hati-hati dan tidak menimbulkan rasa sakit serta posisi kanul
dengan tepat

14. Beri fiksasi/plester pada kanul dan untuk direkatkan pada samping hidung/pipi klien

15. Rapihkan klien

16. Gantung tanda peringatan pada botol tabung

17. Jelaskan bahwa tindakan sudah selesai

18. Mencuci tangan

19. Catat semua kegiatan yang telah dilakukan, serta respon klien

21. 20 Gambar alat pemberian oksigen : Nasal kanul - Indikasi : Flow rate: 1-6 L/menit Konsentrasi O2 : 20-45% Keuntungan :
Pasien dapat makan dan bicara tanpa melepas canula Nyaman untuk semua usia Kerugian : Mudah terlepas / salah posisi Harus
punya lubang hidung yang paten Flow rate > 6L/menit tidak dapat diberikan, karena dapat menimbulkan rasa tidak nyaman Simple
face mask

22. 21 - Indikasi : Flow rate: 5-8 L/menit Konsentrasi O2 : 40-60% Keuntungan : Efektif untuk pernafasan via mulut atau yang
mengalami sumbatan hidung Kerugian : Penggunaan flow rate sedikitnya 5L/menit mencegah rebreatheing CO2 Partial rebreather
mask - Indikasi : Flow rate: 8-12 L/menit Konsentrasi O2 : 50-80% Keuntungan : Mengirimkan O2 dalam konsentrasi tinggi
Kerugian : Kantong harus tidak melintir / melipat, dan hindari obstruksi oksigen Nonrebreather mask

23. 22 - Indikasi : Flow rate: 10-15 L/menit Konsentrasi O2 : 60-80% Keuntungan : Mengirimkan konsentrasi oksigen yang paling
tinggi Kerugian : Mati lemas jika aliran oksigen terobstruksi dan masker rapat menempel, kecuali jika masker dilengkapi dengan
suatu mekanisme katup spring (spring valve) yang dapat membuka manakala pasien inspirasi. Tabung oksigen flow meter humidifier

G. KONTRA INDIKASI TERAPI OKSIGEN

Kasus-kasus yang tak diperkenankan menggunakan terapi ini antara lain adalah orang dengan kelainan paru-paru karena bisa
mengakibatkan pecahnya paru-paru dalam ruangan bertekanan tinggi, orang dengan riwayat operasi paru, infeksi saluran nafas atas,
cedera paru, tumor ganas, orang yang mengidap penyakit-penyakit menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut berada
dalam ruangan tertutup). Karena itu, biasanya pasien diminta menyediakan data pemeriksaan darah lengkap dan hasil foto rontgen
paru minimal 6 bulan berselang sebelum memulai terapi oksigen hiperbarik ini. Jadi bila ingin mencoba terapi oksigen mutakhir
dengan cara menghirup oksigen murni dalam ruangan hiperbarik ini tentu saja tak ada salahnya, tetapi jangan lupa untuk memenuhi
persyaratan dan prosedurnya serta satu hal yang paling penting yaitu harus terlebih dahulu dimulai dengan berkonsultasi pada ahlinya
untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

24. 23 Berapa lama biasa terapi ini dilakukan? Berbeda dengan kasus-kasus penyelamanyang membutuhkan waktu hingga lima jam,
dari survey didapat data kirakira sekitar satu jam untuk tujuan kebugaran dan kecantikan dan bisa lebih lama sedikit untuk penyakit-
penyakit yang lebih serius. Terapi oksigen hiperbarik ini dilakukan secara berkala mulai dari enam sampai sepuluh kali berturut-turut
selama satu jam tergantung pada tempat penyedia fasilitasnya. Kontra indikasi terapi hiperbarik terutama pada penderita
pneumothorak yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi
pneumothorak tersebut, dan juga bagi yang sedang hamil. Karena tekanan partial oksigen yang tinggi berhubungan dengan penutupan
patent ductus arteriosus bersifat bahaya bagi kehamilan dan janin yang dikandung. Namun demikian, ada juga penelitian yang
menunjukkan hasil, komplikasi seperti itu tidak terjadi. Penggunaan terapi oksigen hiperbarik sangat luas. Meskipun demikian
penggunaannya relatif masih kecil dibanding jumlah penduduk Indonesiayang sedemikian besar.

H. RESIKO TERAPI OKSIGEN

Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50%
terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN
dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis. Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur,
biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi,

25. 24 menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan
kerusakan jaringan paru. Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O 2, selanjutnya mengalami gangguan
menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini
adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat
mengakibatkan kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan
tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah.
B. Pemberian atau mesangan oksigen ini, terdiri dari 4 tahap yaitu (pra interaksi, orientasi, tahap kerja, dan terminasi). Lebih
lengkapnya, mari simak berikut ini :

Tahap Pra Interaksi

 Pertama, anda harus mengidentifikasi kebutuhan pasien akan oksigen. Yaitu mengukur respirasi rate dalam 1
menit, dan mengukur saturasi oksigennya. Pastikan orang yang akan diberikan terapi tepat sasaran.
 Lakukan cuci tangan yang benar, yaitu dengan 6 langkah dan 4 gerakan.
 Persiapkan peralatan yang telah disebutkan diatas, sesuaikan juga dengan ketersediaan alat, dan kebutuhan
pasien.

Tahap Orientasi

 Ucapkan salam kepada pasien, serta panggil nama pasien untuk meningkatkan keakraban dan kepercayaan
 Jelaskan juga tujuan dilakukan tindakan dan berbagai hal tentang informasi tindakan. Baik ketidaknyamanan
dan manfaatnya.
 Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan. Jika klien tidak mau
diberikan tindakan, jelaskan kembali manfaat dan dampak yang akan timbul. Jika masih menolak, sebaiknya
minta tanda tangan untuk persetujuan penolakan tindakan. Hal ini akan berguna bagi anda, jika anda
mendapat masalah dengan hukum.
Tahap Kerja

 Atur posisi pasien senyaman mungkin, dalam hal ini, posisi yang paling tepat adalah posisi semi fowler.
Karena dengan posisi ini, pernapasan akan terjadi secara maksimal.
 Pasang berbagai peralatan yang telah tadi disediakan. Hubungkan antara oksigen dengan flow meter dan
humidifier. Hubungkan juga dengan selang oksigen.
 Nyalakan oksigen dengan aliran yang sudah sesuai dengan rencana tindakan (advis).
 Periksa apakah oksigen mengalir dengan baik atau tidak.
 Sambungkan nasal kanul, kateter kanul, atau mask dengan selang oksigennya.
 Pasangkan nasal kanul, kateter kanul, atau mask dengan hidung pasien.

Catatan atau cara pemasangan :

Dalam pemberian oksigen dengan nasal kanul, masukan ujung lubang nasal kanul tetap masuk kedalam 2
lubang hidung pasien. Selanjutnya eratkan selang baik kebelakang kepala, atau mengikat ketelinga dan dagu.
Sedangkan untuk pemasangan oksigen dengan kateter nasal, yaitu ukur terlebih dahulu jarak kateter dari
hidung ke lubang telinga, lalu tandai area tersebut dengan plester. Olesi ujung kateter dengan jely dan masukan ke
salah satu lubang hidung secara perlahan sampai masuk pada bagian yang ditandai tadi. Untuk melihat letak selang,
buka mulut klien dengan tong spetel dan senter, lalu tarik sedikit agar tidak terlalu panjang, rekatkan dengan
plaster pada bagian hidung agar tidak lepas.

Pemasangan mask oksigen lebih simple, yaitu anda hanya perlu memasangkan mask menutupi hidung dan mulut,
lalu kaitkan tali kebelakang kepala pasien.

 Kaji respon pasien terhadap tindakan yang telah dilakukan, pengkajian dilakukan setelah 15 sampai 30 menit
dari pemasangan. Hal-hal yang perlu dikaji yaitu gerakan dada, respirasi rate, kenyamanan, saturasi oksigen,
dan sebagainya sesuai kebutuhan.
 Setelah 30 menit pemasangan, periksa kembali aliran dan cairan humidifier, pastikan dalam tabung humidifier
terisi air.
 Kaji pasien secara berkala untuk mengetahui adanya hipoxia, cemas, gelisah, dan sebagainya.
 Kaji juga apakah terdapat iritasi pada hidung pasien. Berikan cairan ataupun pelumas, untuk melemaskan
membran mukosa.
 Catat Permulaan terapi oksigenasi dan hasil pengkajian

Tahap Terminasi

 Evaluasi kembali pasien setelah dilakukan tindakan, tanyakan juga bagaimana respon pasien setelah diberikan
tindakan.
 Hasil data yang terkumpul di dokumentasikan untuk kebutuhan tindakan selanjutnya.
 Kontrak dengan pasien untuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
 Bereskan peralatan dan akhiri kegiatan
 Lakukan cuci tangan kembali setelah selesai tindakan
Itulah dia susunan SOP atau Standar Operasional Prosedur pemasangan oksigen. terimakasih banyak sudah
membagikan tulisan ini kepada teman anda. tombol share ada dibawah, sampai berjumpa di lain waktu, salam
sehat.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan
khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%. Sistem pemberian
oksigen yang dipakai untuk aliran terus-menerus ada 3 macam: oksigen dimampatkan bertekanan tinggi, oksigen
cair, dan oksigen berkonsentrat.Dalam perkembangannya barulah terapi oksigen ini dipakai untuk mengatasi
penyakit-penyakit seperti luka pada penderita diabetes hingga stroke. Macam-macam alat pemberian O2; Nasal
kanul, Simple face mask, Partial rebreather mask, Nonrebreather mask.Salah satu resiko terapi oksigen adalah
keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama
1-2 hari.

B. SARAN

Terapi oksigen sangat penting dan perlu tindakan secepat mungkin bagi penderita yang sudah mengalami resiko
tinggi kekurangan oksigen. Dalam makalah ini penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini, maka dari itu penyusun membutuhkan masukan-masukan yang bersifat
konstruktif guna menyempurnakan isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2010). Nursing theory: Utilitazion & application (4th ed.). Philadephia: Mosby.

BachtiarA, Hidayah N & Ajeng A. (2015).“Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen pada PasienGangguan Pernafasan ”.
Jurnal Keperawatan Terapan, Vol. 1 No.2, hal.48-49

Dechman, D. (2011). Still Counting Biodiversity Exploration for Conservation: The First 20 Years of the Rapid
Assesment Program. Arlington: Conservation International

C.-C. Huang et al., “Use High-Flow Nasal Cannula for Acute Respiratory Failure Patients in the Emergency
Department: A Meta-Analysis Study,” Emerg. Med. Int., vol. 2019, pp. 1–10, 2019, doi: 10.1155/2019/2130935.

Maidartati. (2014). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Usia 1-5 Tahun
Yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan Nafas Di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung. Ilmu Keperawatan,
2(1), 47–56.

Anda mungkin juga menyukai