Anda di halaman 1dari 37

Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ...

(Frans Dany dan Sarwo Handayani)

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I

Antoneta Kora
Barabalina Supulatu
Catrian Latumeten
Febelensya Luhukay
Fenska Sapakoly
Fyoleta Paays
Gavrilya Matiary
Hans Cinde (A)
Jeferson Lapisara (A)
Jenifer Louhenapessy(A)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDY KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
2021

1
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

Kata Pengantar

Segala Puji Syukur kelompok kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
hikmat dan anugrahNya,sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas
kelompok kami dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul
tugas Analisa Jurnal Evidance Based Practice Hepatitis c
Kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,kami
juga mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami
membuka saran dan kritik untuk mengupdate makalah ini

Ambon,31 Maret 2021

Daftar Isi

2
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB PEMBAHASAN
1. Analisa Jurnal
2. Lampiran Jurnal
Daftar Pustaka

BAB PEMBAHASAN

3
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

1. Analisa Jurnal
I. Analisa Jurnal 1

JUDUL Hubungan antara Pengetahuan Responden yang Pernah


Menderita Hepatitis tentang Perilaku Penularan Hepatitis
C Dengan Antibodi Anti Hepatitis C (Titer Anti-HCV) di
Indonesia

PENELITI Badan Penelitian Dan Perkembangan Kesehatan,


Kementrian Kesehatan RI.
TAHUN 2014

LATAR Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyakit virus yang


BELAKANG menjadi masalah kedua dunia setelah penyakit virus
hepatitis B. Prevalensi HCV 3% atau sekitar 130-170 juta
orang di dunia terinfeksi HCV. Di sebagian besar negara
maju prevalensi di bawah 1%, tetapi di negara-negara
Asia prevalensinya lebih tinggi.

TUJUAN Dari penelitian ini untuk mencari hubungan antara


pengetahuan sikap dengan kekebalan hepatitis C (titer
anti-HCV) dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007.

METODE Data yang diolah merupakan data sekunder dari


Riskesdas tahun 2007, yakni hasil penelitian yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang berupa survei
yang dilakukan secara cross sectional yang bersifat
deskriptif. Kriteria inklusi adalah data titer anti-HCV
pada responden usia 1- >60 tahun yang bisa dihubungkan
dengan data kesehataan masyarakat. Faktor risiko yang
dianalisis adalah data titer anti-HCV pada responden usia
1- >60 tahun dengan demografi yang terdiri dari
umur, jenis kelamin, dan pengetahuan tentang perilaku
yang terdiri dari penggunaan jarum suntik
terkontaminasi, pemakain pisau cukur terinfeksi, perilaku
melalui hubungan seksual dengan berganti pasangan, dan
pemakaian kondom yang tidak steril.

HASIL Hasil penelitian variabel perilaku (penggunaan pisau


cukur Bersama, menggunakan kondom saat berhubungan

4
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

seks dan berganti pasangan) tidak ada hubungan Yang


bermakna dengan titer antibodi anti hepatitis C,
sedangkan variabel umur dan variabel penggunaan Jarum
suntik terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai
p=0,001.

Kesimpulan :
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pengetahuan
tentang perilaku penggunaan jarum suntik ada hubungan
yang bermakna dengan titer anti HCV. Sedangkan dari
hasil analisis menunjukkan bahwa pengetahuan tentang
perilaku mempunyai hubungan yang bermakna dengan
penularan hepatitis C.

II. Analisa Jurnal 2


Analisis jurnal : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hepatitis C
pada Pasangan Seksual Pasien Koinfeksi Human Immunodeficiency Virus dan
Virus Hepatitis C

P : Pada penelitian ini didapatkan prevalensi hepatitis C pada pasangan seksual


pasien koinfeksi HIV/HCV sebesar 10,1%. Angka ini hampir sama dengan yang

5
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

didapatkan pada studi yang dilakukan Lissen dkk (9,2%) dan Gabrielli dkk
(9,5%). Hal ini dapat disebabkan oleh kesamaan karakteristik subyek pemilihan
sampel yaitu pasangan seksual dari penyalah guna narkotika suntik tanpa faktor
risiko parenteral utama seperti pengguna narkotika suntik dan transfusi darah.
Angka kejadian hepatitis C yang hampir sama disebabkan sampel penelitian ini
hampir homogen (99,2% merupakan non pengguna narkotika suntik) dan transfusi
darah yang dilaporkan oleh subyek dilakukan setelah diberlakukannya penapisan
anti HCV pada darah donor. Selain itu, kejadian hepatitis C pada penelitian ini 2,5
kali lebih tinggi dibandingkan pada studi yang melibatkan populasi dewasa pada
rumah tangga di Jakarta Pusat tahun 1994. Pada studi rumah tangga tersebut,
didapatkan prevalensi hepatitis C sebesar 3,9%. Hal ini dapat disebabkan adanya
perbedaan populasi risiko tinggi seperti pengguna narkotika suntik, transmisi
seksual dan tato.
Sebagian besar subyek pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan
median usia 26 tahun serta tidak terdapat kelompok subyek dengan hepatitis C
yang mempunyai lama berpasangan lebih dari 10 tahun.
I : Jumlah hubungan seksual menggambarkan total hubungan seksual yang terjadi
selama subyek berpasangan. Variabel ini bergantung pada variabel lama
berpasangan dan kekerapan kontak seksual. Penelitian lain mendapatkan sebaran
jumlah hubungan seksual pada subyek tidak seimbang dengan median 296 kali.
Penelitian lain yang menggunakan variabel ini adalah studi kohort pada pasangan
monogami hepatitis C kronik. Namun pada penelitian tersebut tidak didapatkan
insidens hepatitis C selama follow-up 10 tahun. Karena perbedaan karakteristik
tersebut, maka penelitian ini menetapkan median sebagai batasan operasional
variabel ini.
Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara penggunaan
narkotika suntik dan kejadian hepatitis C, meskipun didapatkan risiko 10,7 kali
lebih tinggi pada subyek dengan pengguna narkotika suntik. Hal ini dapat
disebabkan oleh cara pengambilan sampel consecutive sampling dan karakteristik
subyek di poliklinik pokdisus yang hampir homogen sehingga jumlah subyek
dengan penggunaan narkotika suntik pada penelitian ini terlalu kecil (lebih dari
1%). Penggunaan narkotika suntik merupakan prediktor yang paling kuat terhadap
kejadian hepatitis C, meskipun demikian variabel ini tidak dapat dianalisis lebih
lanjut karena tidak adanya subyek dengan pengguna narkotika suntik yang tidak
tertular hepatitis C
C : Dalam jurnal ini tidak ada pembanding yang dipakai hanya 1 jurnal
O : Hubungan antara status HIV positif dengan meningkatnya kejadian hepatitis
C pafa pasangan dapat dijelaskan bahwa infeksi HIV secara independen
berhubungan dengan lebih tingginya kadar HCV RNA serum dan kadar HCV

6
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

RNA yang persisten dibandingkan pada pasien monoinfeksi hepatitis C. Lebih


tinggi kadar HCV RNA dalam darah meningkatkan kadar HCV RNA dalam
semen. Meningkatnya transmisi seksual pada kelompok homoseksual dengan HIV
seropositif diduga disebabkan oleh terpajannya partikel virus yang berasal dari
dalah maupun cairan semen jika terjadi hubungan seksual yang traumatik. Hasil
lain yang didapat adalah tingginya prevalensi HIV pada subyek yaitu sebesar
58,0%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Lissen dkk yang melaporka
prevalensi pada populasi yang sama besar 25% maupun dengan insidens HIV
pada studi kohort oleh Wyld dkk sebesar 40%. HIV lebih mudah ditransmisikan
kepada pasangannya dibandingkan virus hepatitis C (58,0% vs 10,1%). Penelitian
ini juga mendapatkan hubungan antara status HIV dan hitung CD4+ pasien
koinfeksi dengan meningkatkan kejadian 5 kali pada hitung CD4+ lebih dari 200
sel/uL. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Hisada dkk yang melaporkan bahwa
transmisi HIV berkorelasi postif dengan HIV viral load dan hitung CD4+ yang
lebih rendah. Hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa rendahnya
hitung CD4+ dapat berperan sebagai petanda untuk derajat viremia yang lebih
tinggi atau lamanya kadar viremia pada pasien koinfeksi.
T : Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 2, No. 3 Oktober 2015.

III. Analisa Jurnal 3


REVIEW JURNAL

P Penyakit hepatitis C masih sering dijumpai di negara berkembang, salah


satunya Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (hepatitis
C virus, HCV) yang tergolong dalam virus Ribonucleid Acid (RNA).
Masuknya virus ini akan menimbulkan antibodi terhadap HCV yang dapat
diukur melalui pemeriksaan serologi yang menandakan riwayat infeksi.

7
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

I Hepatitis C sering tidak menimbulkan gejala, sering berkembang menjadi


kronis atau bahkan menimbulkan kematian akibat kegagalan fungsi hati
atau kanker
C Studi rumah sakit (RS) di Jakarta menunjukkan bahwa pengidap hepatitis
C banyak dijumpai pada pengguna jarum suntik dan tato.
O Secara umum, kecenderungan kejadian hepatitis C berdasarkan
pemeriksaan antibodi terhadap HCV tampak bervariasi pada kelompok
umur dan paling tinggi pada kelompok usia lanjut (>55 tahun) baik pada
responden perkotaan maupun perdesaan. Sementara determinan tingkat
pendidikan memperlihatkan bahwa seroprevalensi HCV cenderung
meningkat dengan bertambahnya tingkat pendidikan pada responden
perkotaan dan hal sebaliknya pada kelompok perdesaan
T TAHUN 2013

KELEBIHAN: kemudahan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik pada


tingkat ekonomi menengah ke atas dan tidak tertutup
KELEMAHAN: kurangnya kesadaran/pengetahuan akan perilaku hidup sehat
pada orang dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah diduga
berkontribusi pada lebih tingginya kasus hepatitis C, khususnya di area rural.

IV. Analisa Jurnal 4


Judul Jurnal :Hubungan Infeksi Hepatitis Virus C Kronik dengan Kualitas Hidup
Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Reguler
Analisis Jurnal: Salah satu infeksi yang dapat terjadi pada hemodialisis ialah
infeksi dari virus hepatitis yang merupakan infeksi sistemik yang menyerang hati.
Virus hepatitis termasuk virus hepatotropik yang mengakibatkan hepatitis A
(HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C(HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E
(HEV). Hepatitis C merupakan hepatitis yang dapat ditularkan melalui
hemodialisisa Saat ini di dunia sekitar 1 juta oramg meninggal setiap tahun karena
hepatitis C.6Sehubungan dengan adanya hubungan antara virus hepatitis dengan

8
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

pasien PGK, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai


hubungan virus hepatitis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis reguler.
Metode penelitian: Jenis penelitian yang dilakukan ialah observational analitik
dengan desain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tindakan
Khusus Hemodialisis Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRAT RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado terhitung dari bulan OktoberDesember
2015.Populasi penelitian ialah semua pasien PGK yang menjalani hemodialisis di
Instalasi Tindakan Khusus Hemodialisis Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado periode Oktober-Desember 2015. Sampel
penelitian ialah pasien PGK yang menjalani hemodialisis yang terinfeksi virus
hepatitis C kronik di Instalasi Tindakan Khusus Hemodialisis Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Dalam FK UNSRAT/BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Oktober –Desember 2015.
Hasil penelitian : Jumlah sampel pada penelitian ini ialah 82 orang. Tiga puluh
orang (36,6%) diantaranya ialah penderita PGK yang terinfeksi hepatitis C kronik
dan 52 orang (63,3%) lainnya ialah penderita PGK yang tidak terinfeksi hepatitis
C kronik. Sampel diperoleh dari periode Oktober – Desember 2015 yang
memenuhi kriteria inklusi dari penelitian.
Kesimpulan :Berdasarkan hasil penelitian dan bahasan dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara infeksi virus hepatitis C kronik dengan kualitas
hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisa reguler.

2. Lampiran Jurnal

Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi


Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia Tahun
2013: Kajian Determinan Sosiodemografi,
Lingkungan, Pejamu, dan Komorbiditas (Analisis
Lanjut Riskesdas 2013)
Hepatitis C Seroprevalence in Urban and Rural Indonesian Population 2013: Study
on Sociodemographic, Environmental, Host, and Comorbidity Determinants (In-
depth Analysis of Riskesdas 2013)

9
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

Frans Dany* dan Sarwo Handayani


Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jalan Percetakan
Negara No. 23, Jakarta Pusat 10560
*Korespondensi Penulis: fransdany1@gmail.com

Submitted: 27-02-2017, Revised: 20-11-2017,


Accepted: 21-11-2017 DOI:
http://dx.doi.org/10.22435/mpk.v27i4.6267.197-208

Abstrak

Hepatitis C merupakan penyakit infeksius akibat virus RNA yang sering tidak bergejala
dan dapat menimbulkan komplikasi serius seperti kanker hati. Hal tersebut masih
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di sejumlah negara
berkembang. Area urban dan rural memiliki perbedaan karakteristik sosiodemografi,
tetapi seroprevalensi hepatitis C berdasarkan antibodi terhadap virus hepatitis C
(hepatitis C virus, HCV) di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 menunjukkan proporsi yang sama, yaitu 1,0% sehingga
memunculkan dugaan adanya perbedaan faktor risiko infeksi HCV antara kedua
kategori tempat tinggal. Analisis ini bertujuan mengidentifikasi determinan tersebut
yang meliputi faktor sosiodemografi, kondisi lingkungan sekitar berikut perilaku higienis
dan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, kondisi pejamu serta komorbiditas di luar
faktor risiko utama. Analisis menggunakan data sekunder Riskesdas 2013 melalui
teknik complex samples regresi logistik dan uji alternatif. Hasil analisis menunjukkan
perbedaan determinan seroprevalensi HCV pada responden perkotaan dan
perdesaan, antara lain: jenis kelamin, status pengangguran kepala keluarga,
prediabetes, abnormalitas kadar HDL dan trigliserida, gangguan ginjal, dan malaria.
Karena itu, strategi penatalaksanaan hepatitis C di Indonesia memerlukan pendekatan
yang berbeda untuk populasi perkotaan dibandingkan dengan perdesaan.
Kata kunci: hepatitis C, determinan, faktor risiko, perkotaan, perdesaan, Riskesdas
2013

Abstract

Hepatitis C is an infectious disease caused by RNA virus that is often asymptomatic


and can lead into serious complications such as liver cancer. It remains one of major
public health issues in several developing countries. Urban and rural areas have
different sociodemographic characteristics but seroprevalence of hepatitis C based on
antibody against hepatitis C virus (HCV) shows the same proportion of 1.0% in both
areas, suggesting that there is discrepancy of risk factors for HCV infection between
the two. This analysis aims to identify such determinants that include
sociodemographic factors, neighbourhood, environmental conditions including hygienic
behaviour and access to healthcare facilities, host conditions and comorbidities
outside major risk factors. The analysis used secondary data of Riskesdas 2013
through complex logistic regression technique and alternative tests. The results
showed that the determinants of HCV seroprevalence in urban and rural respondents
were: gender, unemployment status, prediabetes, abnormalities of HDL and
triglyceride levels, renal impairment and malaria. Hence, hepatitis C management
strategies in Indonesia may require different approach to urban populations compared
to rural areas.

10
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

Keywords: hepatitis C, determinant, risk factor, urban, rural, Riskesdas 2013

Pendahuluan HCV seumur hidup mencapai $64.490.9


Penyakit hepatitis C masih Berdasarkan kajian efektivitas biaya di
sering dijumpai di negara berkembang, Thailand, total biaya yang dikeluarkan
salah satunya Indonesia. Penyakit ini pasien hepatitis C per tahunnya
disebabkan oleh virus hepatitis C bervariasi dari
(hepatitis C virus, HCV) yang $4.900 hingga di atas $17.000 untuk
tergolong dalam virus Ribonucleid Acid kelima status keparahan penyakit, yaitu
(RNA). Masuknya virus ini akan hepatitis C kronis non- sirosis, sirosis
menimbulkan antibodi terhadap HCV terkompensasi, sirosis yang tidak
yang dapat diukur melalui pemeriksaan terkompensasi, karsinoma hepatoselular,
serologi yang menandakan riwayat dan transplantasi hati.10
infeksi.1,2 Hasil Riset Kesehatan Dasar Sebagian besar studi jarang
(Riskesdas) yang diselenggarakan Badan menganalisis determinan-
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan determinanlainsepertisosiodemografi,
menunjukkan prevalensi HCV pada lingkungan, dan faktor pejamu di luar
populasi perkotaan Indonesia tahun 2007 faktor- faktor risiko medis utama.
sebesar 2% (kategori endemisitas sedang Padahal, kompleksitas
(moderate) menurut The Global Burden
of Disease/GBD) dan menurun menjadi
1% (kategori endemisitas rendah/low)
pada tahun 2013.3,4 Berdasarkan hasil
studi estimasi GBD, Injuries and Risk
Factors 2010, jumlah pengidap hepatitis
C di dunia mencapai lebih dari 185 juta
orang dengan peningkatan prevalensi
dari 2,3% menjadi 2,8%
pada periode 1990-2005.5
Selain belum tersedianya
vaksin yang efektif, faktor risiko utama
hepatitis C seperti penggunaan jarum
suntik yang tidak steril, hemodialisis,
hubungan seks berisiko tinggi, adanya
komorbiditas (infeksi human
immunodeficiency virus/HIV), transfusi
dan prosedur medis lain berkontribusi
besar pada timbulnya penyakit ini.6-8
Hepatitis C sering tidak menimbulkan
gejala, sering berkembang menjadi
kronis atau bahkan menimbulkan
kematian akibat kegagalan fungsi hati
atau kanker.1,2 Studi rumah sakit (RS) di
Jakarta menunjukkan bahwa pengidap
hepatitis C banyak dijumpai pada
pengguna jarum suntik dan tato.6
Dampak kerugian ekonomis yang
ditimbulkan terkait penatalaksanaan
penyakit ini juga tidak sedikit. Studi di
Amerika Serikat menyatakan bahwa
estimasi total biaya yang perlu
dikeluarkan setiap orang yang terjangkit

11
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

penyakit laten ini dipengaruhi banyak memenuhi inklusi pemeriksaan hepatitis


faktor atau determinan lain seperti C dan masih mewakili tingkat nasional.
sosioekonomi, lingkungan, perilaku Analisis juga memperhitungkan nilai
berisiko dan status metabolisme pada pembobotan (fractional weight, fwt)
individu terkait.11-13 Keberadaan yang sesuai dengan variabel yang
penyakit lain baik menular (hepatitis B, diteliti. Program analisis statistik yang
HIV, malaria dan lainnya) dan penyakit digunakan adalah SPSS versi 23.0.
Data dianalisis melalui teknik
tidak menular (penyakit ginjal, gangguan
complex sample analysis untuk metode
metabolisme seperti dislipidemia dan
regresi logistik dan analisis bivariat
diabetes mellitus), serta malnutrisi
terpisah melalui uji Chi- Square dengan
termasuk anemia juga dijumpai bersama, alternatif uji Fisher’s exact untuk
dihubungkan dengan, atau bahkan variabel yang tidak memenuhi syarat
menjadi faktor risiko pada hepatitis C.14-18 hubungan asymptotic. Analisis regresi
Seroprevalensi HCV perkotaan dan logistik dengan teknik complex sample
perdesaan tidak menunjukkan perbedaan mengikutsertakan nilai 95% interval
menurut hasil Riskesdas di Indonesia kepercayaan (95% Confidence Interval)
tahun 2013. Kemungkinan hal tersebut dan Odds Ratio (OR). Variabel yang
karena adanya perbedaan determinan memiliki nilai nol (0) pada salah satu
atau faktor risiko antara kedua wilayah. cell atau jumlah kasus yang sedikit (rare
Oleh karena itu, analisis lanjut ini event) di tabel hubungan antar
diperlukan untuk mengetahui perbedaan determinan dianalisis melalui uji
gambaran determinan sosiodemografi, alternatif dengan pemodelan regresi
lingkungan, faktor pejamu dan logistik Firth.19 Uji regresi logistik Firth
komorbiditas dengan seroprevalensi HCV
menampilkan nilai Chi-square yang
berbeda dengan uji bivariat Chi-square
khususnya antara populasi perkotaan dan
biasa karena nilai tersebut disesuaikan
perdesaan di Indonesia tahun 2013.
dengan determinan lain yang
dimasukkan dalam pemodelan berikut P
Metode
value-nya. Tingkat kemaknaan
Analisis data dilakukan dengan
ditentukan pada nilai P < 0,05.
menggunakan data sekunder yang
Adapun untuk definisi
diperoleh dari data Riskesdas 2013 operasional yang
dengan jumlah sampel sebanyak 40.153 digunakan antara lain:
responden berusia ≥1 tahun yang
1. Titer anti-HCV dianggap positif Plasmodium vivax, Plasmodium
(reaktif): konsentrasi anti-HCV falciparum atau campuran keduanya
melalui pemeriksaan dengan menggunakan kit RDT.
chemiluminescence immunoassay 4. Individu dianggap anemia: mengacu
(CLIA) pada kriteria anemia menurut WHO
>1,0 IU/ml. dan Pedoman Kemenkes 1999
2. Titer HBsAg dianggap negatif (non- sebagai berikut:20,21
reaktif): konsentrasi anti-HCV • Anemia balita umur 12-59 bulan, bila
melalui pemeriksaan kadar
chemiluminescence immunoassay Hb <11,0 g/dl
(CLIA) • Anemia anak sekolah umur 5-12
>0,05 IU/ml. tahun, bila
3. Hasil RDT Malaria positif: kadar Hb <12,0 g/dl
menunjukkan riwayat infeksi parasit • Anemia remaja umur 13-14 tahun,
penyebab malaria baik oleh bila kadar
Hb <12,0 g/dl

12
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

• Anemia remaja laki-laki umur 15-18 keratinin serum menurut


tahun, International Federation of Clinical
bila kadar Hb <13,0 g/dl Chemistry (IFCC) 2008 dengan
• Anemia remaja perempuan umur metode pemeriksaan Jaffé-
15-18 Picrate.24,25
tahun, bila kadar Hb <12,0 g/dl 7. Individu dianggap mengalami status
• Anemia laki-laki umur ≥15 tahun, gizi yang tidak baik: status gizi
bila kadar meliputi kriteria indeks massa tubuh
Hb <13,0 g/dl (IMT) menurut WHO untuk populasi
• Anemia wanita tidak hamil umur Asia Pasifik, lingkar perut dan lingkar
≥15 tahun (termasuk WUS umur 15- lengan atas dengan kategori sebagai
49 tahun), bila kadar Hb <12,0 g/dl berikut:3,26
• Anemia ibu hamil, bila kadar Hb < • Nilai indeks massa tubuh (IMT) <18,5
11,0 g/dl kg/m2
5. Individu dianggap mengidap masuk dalam kategori status gizi
diabetes mellitus (DM): kriteria DM kurang
ditegakkan sesuai kriteria American • Nilai indeks massa tubuh (IMT)
Diabetes Association (ADA) 2015 ≥18,5 kg/ m2 masuk dalam kategori
dan Perkumpulan Endokrinologi normal hingga berlebih
Indonesia (PERKENI) 2015 sebagai • Lingkar perut >90 cm pada laki-laki
berikut:22,23 atau
>80cm pada perempuan masuk
• Nilai Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
dalam kategori normal hingga
≥ 200 mg/dl disertai gejala khas DM
berlebih
(banyak makan, sering kencing,
• Lingkar lengan atas <23,5 cm
sering haus, dan berat badan turun).
dianggap status gizi kurang pada
• Nilai Glukosa Darah Puasa (GDP)
wanita usia subur (WUS) usia 15-54
≥126 mg/
dl tahun dan/atau bumil.
• Nilai Glukosa Darah 2 jam pasca-
Hasil
pembebanan (GDPP) ≥200 mg/dl
Gambaran karakteristik
6. Individu dianggap memiliki responden perkotaan dan perdesaan
abnormalitas profil lipid dan kadar ditunjukkan pada Tabel 1 berdasarkan
kreatinin serum: mengacu pada kategori determinan. Tabel 1
kriteria penatalaksanaan menunjukkan perbedaan determinan
dislipidemia untuk kadar kolesterol sosiodemografi antara responden
total, high-density lipoprotein (HDL), perkotaan dan perdesaan. Determinan
low-density lipoprotein (LDL) dan yang cukup bermakna secara statistik
pada model regresi logistik
trigliserida menurut panduan
sosiodemografi perkotaan antara lain
American Association of Clinical
jenis kelamin laki-laki, kepala keluarga
Endocrinologists (AACE) 2017 dan
yang tidak bekerja, dan golongan
kadar ekonomi pertengahan memiliki faktor
protektif terhadap kejadian hepatitis C.
Di pihak lain, determinan kelompok
perdesaan menunjukkan status kawin
belum menikah sebagai determinan
protektif terhadap kejadian hepatitis C
dan tidak ada determinan lain yang
terindikasi menjadi faktor risiko

13
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

penyakit infeksius tersebut. seroprevalensi HCV cenderung


Secara umum, kecenderungan meningkat dengan bertambahnya tingkat
kejadian hepatitis C berdasarkan pendidikan pada responden perkotaan
pemeriksaan antibodi terhadap HCV dan hal sebaliknya pada kelompok
tampak bervariasi pada kelompok umur perdesaan.
dan paling tinggi pada kelompok usia Asosiasi tingkat pendidikan juga
lanjut (>55 tahun) baik pada responden sejalan dengan determinan tingkat
perkotaan maupun perdesaan. pendapatan (kuintil), yaitu angka
Sementara determinan tingkat kejadian HCV semakin bertambah
pendidikan memperlihatkan bahwa
seiring meningkatnya kuintil responden
Tabel 3 menunjukkan hubungan
di perkotaan dan hubungan ini terbalik
determinan lingkungan, perilaku higienis
pada kelompok perdesaan.
dan akses ke fasilitas pelayanan
Tabel 2 memperlihatkan
kesehatan. Secara umum, tidak ada
hubungan determinan pejamu dan
determinan yang berisiko menimbulkan
kecenderungan faktor risiko dijumpai
HCV baik pada kelompok perdesaan dan
sebagian besar pada kelompok perdesaan
perkotaan. Di pihak lain, asosiasi
meski tidak bermakna secara statistik.
keberadaan penyakit lain berupa
Karena terdapat nilai nol (0) pada
penyakit infeksius (ISPA, diare,
variabel status hamil, variabel ini tidak
pneumonia, dan malaria) dan kanker
diikutsertakan pada analisis regresi
dengan kejadian HCV antara responden
logistik biasa dan sebagai alternatif
perkotaan dan perdesaan diperlihatkan
dilakukan uji Fisher’s exact. Pada
pada Tabel 4. Data di tabel tersebut
pemodelan regresi logistik didapatkan
memperlihatkan bahwa determinan
determinan gangguan ginjal dan
malaria berisiko menimbulkan HCV
kreatinin serum sebagai faktor risiko
pada responden perdesaan. Komorbiditas
HCV pada kelompok perkotaan. Hasil
kanker tidak menunjukkan hubungan
uji alternatif regresi logistik dengan
yang bermakna dengan kejadian hepatitis
metode Firth menemukan bahwa
C di kedua kategori tempat tinggal.
variabel prediabetes, HDL rendah dan
Sementara analisis alternatif dengan
kadar trigliserida berlebih lebih
regresi logistik Firth juga menunjukkan
cenderung berhubungan dengan kejadian
bahwa determinan malaria memiliki
HCV pada responden perdesaan. Selain
kecenderungan bermakna terhadap
itu, kecenderungan yang cukup besar
kejadian hepatitis C tidak hanya di
dijumpai pada status hamil responden
perdesaan tetapi juga di perkotaan
perdesaan.
dengan tingkat risiko yang lebih besar.

Tabel 1. Perbedaan Gambaran Determinan Sosiodemografi terhadap


Seroprevalensi Hepatitis C
antara Populasi Perkotaan dan Perdesaan Indonesia Tahun 2013
Proporsi (%) Proporsi (%) OR (95%
CI)
Karakteristik
Sosiodemografi aHCV (+) Perkotaan aHCV (+) Perdesaan Perkotaan
Perdesaan

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,54 0,56 1,040


(1,115-2,556)
(0,726-
1,491)
Perempuan 0,38 0,51 1 1

14
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

Kelompok Umur
1-4 tahun 0,27 0,27 1 1

5-9 tahun 0,15 0,525 0,30


(0,
05
10-14 tahun 0,34 0,37
2-
5,
15-19 tahun 0,32 0,25
28
9)
20-24 tahun 0,33 0,33
0,
5
25-29 tahun 0,12 0,40
3
4
30-34 tahun 0,32 0,46 (0
,0
35-39 tahun 0,45 0,45 6
5-
40-44 tahun 0,38 0,57 4,
3
45-49 tahun 0,49 0,49 6
2)
50-54 tahun 0,52 0,79 0,
4
55-59 tahun 0,67 0,70 3
2
(0
,0
9
2-
2,
0
2
9)
0,
4
6
8
(0
,0
5
5-
3,
9
7
9)
0,
3
2
3
(0
,0
3
3-
3,
1
7
3)

15
Seroprevalensi Hepatitis C pada Populasi Perkotaan dan Perdesaan ... (Frans Dany dan Sarwo Handayani)

1,492
(0,172-12,940)
1,588
(0,225-11,234)
0,892
(0,076-10,452)
0,688
(0,071-6,642)
0,619
(0,065-5,927)
0,616
(0,065-5,814)
0,770
(0,080-7,372)
0,845
(0,090-7,961)
0,462
(0,048-4,411)
1,219
(0,130-11,424)
1,073
(0,110-10,499)

16
1,665
>60 tahun 0,95 0,94 1,277
(0,219-12,663) (0,142-11,473)
Pendidikan (Kepala Keluarga)
1,703 1,048
Tidak/belum pernah sekolah 0,40 0,71
(0,614-4,721) (0,299-3,676)
1,243 1,358
Tidak tamat SD/MI 0,32 0,68
(0,518-2,981) (0,458-4,025)
1,277 1,329
Tamat SD/MI 0,35 0,65
(0,595-2,741) (0,464-3,808)
1,245 1,231
Tamat SLTP/MTS 0,51 0,45
(0,555-2,792) (0,408-3,716)
1,651 0,761
Tamat SLTA/MA 0,68 0,26
(0,772-3,533) (0,252-2,296)
Tamat D1/D2/D3/PT 0,65 0,28 1 1
Status Pekerjaan (Kepala Keluarga)
1,618 0,907
Tidak bekerja 1,02 0,41
(1,077-2,432) (0,488-1,686)
Bekerja 0,38 0,55 1 1
3,968 0,656
Sekolah 0,49 0,49
(0,493-31,937) (0,094-4,570)
Kuintil Indeks Kepemilikan
0,627 0,489
Terbawah 0,12 0,76
(0,237-1,658) (0,222-1,075)
1,091 0,672
Menengah bawah 0,31 0,77
(0,584-2,039) (0,332-1,358)
0,515 0,627
Menengah 0,43 0,54
(0,298-0,888) (0,300-1,312)
0,954 0,702
Menengah atas 0,61 0,34
(0,574-1,585) (0,305-1,618)
Teratas 0,80 0,24 1 1
Status Kawin
1,178 0,297
Belum menikah 0,34 0,26
(0,620-2,237) (0,117-0,751)
Menikah & hidup bersama 0,48 0,62 1 1
1,559 1,065
Cerai hidup 0,56 1,12
(0,443-5,489) (0,380-2,986)
3,213 2,672
Hidup terpisah 1,22 1,22
(0,530-19,485) (0,591-12,084)
1,358 1,272
Cerai mati 0,65 0,74
(0,662-2,787) (0,682-2,374)

Tabel 2. Perbedaan Gambaran Determinan Pejamu meliputi Anemia, Status Gizi, Metabolisme,
dan Status Kehamilan dengan Seroprevalensi Hepatitis C antara Populasi Perkotaan
dan Perdesaan Indonesia Tahun 2013
Proporsi Proporsi Firth’s Logistic Regression Chi-square
OR (95% CI) (P Value)
(%) (%)
Determinan Pejamu
aHCV (+) aHCV (+) Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Perkotaan Perdesaan

Status Anemia (semua


umur)
Tidak anemia 0,45 0,47 1 1 ref ref
0,792
Anemia 0,38 0,66 1,166
(0,447-1,403) 0,363 (p=0,547) 0,673 (p=0,412)
(0,684-1,990)
Status Gizi berdasarkan
IMT, Lingkar Lengan Atas
dan Lingkar Perut (semua
umur)
Normal hingga berlebih 0,39 0,49 1 1 ref ref
0,880
Gizi kurang 0,48 0,55 1,009
(0,487-1,590) 0,124 (p=0,725) 0,380 (p=0,537)
(0,562-1,812)

Gula Darah (ART ≥15


tahun)
Normal 0,44 0,44 1 1 ref ref

Prediabetes 0,56 0,70 2,542 (p=0,111) 5,639 (p=0,018)

DM 0,48 0,74 0,050 (p=0,823) 0,006 (p=0,937)

Profil Lipid (ART ≥15

tahun)
Kolesterol Total normal 0,57 0,64 1 1 ref ref
Kolesterol Total di atas 0,649 1,459
0,35 0,46 3,200 (p=0,074) 0,120 (p=0,729)
normal (0,325-1,295) (0,738-2,884)
HDL normal 0,51 0,53 1 1 ref ref

1,032
HDL rendah 0,44 0,73
(0,567-1,878) 1,600
0,014 (p=0,905) 4,488 (p=0,034)
(0,974-2,631)
LDL normal 0,58 0,65 1 1 ref ref
0,835 0,649
LDL di atas normal 0,37 0,47 0,002 (p=0,968) 0,484 (p=0,486)
(0,487-1,433) (0,350-1,205)
Trigliserida normal 0,51 0,62 1 1 ref ref

Trigliserida di atas 0,734


0,44 0,45 0,629
1,209 (p=0,271) 5,714 (p=0,017)
normal (0,420-1,280)
(0,349-1,133)
Gangguan Ginjal dan
Kreatinin Serum (ART ≥15
tahun)
Tidak ada 0,46 0,54 1 1 ref ref
2,294
Ada 0,94 0,98 1,486
(1,153-4,564) 0,767 (p=0,381) 0,577 (p=0,447)
(0,765-2,886)

Status Hamil (WUS 15-54


Tahun) p Value (Fisher’s exact) Firth’s Chi-square

Hamil 0,00 0,93 0,704 (p=0,402) 3,278 (p=0,070)


0,419 0,285
Tidak hamil 0,38 0,50 ref

Tabel 3. Perbedaan Gambaran Determinan Lingkungan meliputi Kondisi Tempat Tinggal dan
Sekitar, Perilaku Higienis serta Akses ke Fasilitas Kesehatan dengan Seroprevalensi
Hepatitis C antara Populasi Perkotaan dan Perdesaan Indonesia Tahun 2013
Determinan Ling- Proporsi (%) Proporsi (%) OR (95% CI)
kungan dan Akses aHCV (+) perkotaan aHCV (+) perdesaan Perkotaan Perdesaan
Kondisi Tempat Tinggal
dan Lingkungan Sekitar
Layak 0,46 0,54 1 1
Tidak layak 0,32 0,36 0,349 (0,102-1,193) 0,569 (0,229-1,415)
Perilaku Higienis
Baik 0,48 0,53 1 1
Buruk 0,19 0,57 0,988 (0,313-3,122) 0,668 (0,349-1,279)
Akses ke Faskes
Cukup memadai 0,46 0,52 1 1
Tidak memadai 0,30 0,78 1,766 (0,459-6,789) 1,170 (0,541-2,533)
Tabel 4. Perbedaan Gambaran Determinan Komorbiditas Penyakit Menular dan Tidak
Menular dengan Seroprevalensi Hepatitis C antara Populasi Perkotaan dan Perdesaan
Indonesia Tahun 2013
Proporsi Proporsi Firth’s Logistic Regression Chi-square
OR (95% CI) (P Value)
(%) (%)
Determinan Komorbiditas
aHCV (+) aHCV (+) Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Perkotaan Perdesaan

Komorbiditas ISPA
Tidak ada 0,45 0,52 1 1 ref ref
1,077 (0,609- 1,019 (0,624-
Ada 0,43 0,60 1,903) 0,179 (p=0,672) 0,571 (p=0,450)
1,664)
Komorbiditas Diare
Tidak ada 0,46 0,52 1 1 ref ref
0,879 (0,253- 1,052 (0,524-
Ada 0,32 0,74 3,059) 0,227 (p=0,634) 1,228 (p=0,268)
2,114)
Komorbiditas Pneumonia
Tidak ada 0,46 0,52 1 1 ref ref
0,354 (0,062- 1,334 (0,498-
Ada 0,26 0,77 2,023) 0,072 (p=0,789) 1,212 (p=0,271)
3,575)
Komorbiditas Malaria
Tidak ada 0,45 0,52 1 1 ref ref
1,391 (0,338- 3,196 (1,171-
Ada 0,70 1,39 5,720) 5,123 (p=0,024) 4,451 (p=0,035)
8,723)
Komorbiditas Kanker p Value (Fisher’s exact) Firth’s Chi-square
Tidak ada 0,45 0,53 ref ref
Ada 0,00 1,27 0,536 (p=0,464) 2,149 (p=0,143)

Pembahasan tetapi cenderung meningkat pada usia di atas 50


Hepatitis C di negara berkembang tahun baik di perkotaan maupun perdesaan.
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Sejumlah studi menunjukkan bahwa
terkait dengan sulitnya mendiagnosis HCV
sebagai penyebab dan komplikasi menahun
yang ditimbulkannya. Meskipun angka kejadian
hepatitis C di Indonesia sudah berkurang dari
kisaran 2% pada tahun 2007 menjadi 1% pada
tahun 2013,3,4 beban yang ditimbulkan penyakit
tersebut cukup besar dan memerlukan strategi
penatalaksanaan yang efektif berdasarkan
penilaian faktor-faktor risiko terkait. Hasil
analisis lanjut Riskesdas 2013 ini telah
menunjukkan perbedaan hubungan sebagian
determinan antara populasi perkotaan dan
perdesaan.
Pada Tabel 1, analisis regresi logisitik
complex samples memperlihatkan bahwa laki-
laki hampir 1,7 kali lebih berisiko mengidap
hepatitis C daripada perempuan sebagai
pembanding (reference) di area urban.
Sementara pengaruh gender tidak bermakna di
perdesaan. Hal ini dapat berkorelasi dengan
lebih banyaknya penggunaan narkoba di
perkotaan yang umumnya terjadi di kalangan
laki-laki.6,27 Determinan umur sekilas tidak
menunjukkan dominansi tertentu terhadap HCV,
lansia lebih cepat mengalami komplikasi HCV tingkat ekonomi menengah ke atas dan tidak
seperti fibrosis, sirosis atau kanker hati daripada tertutup kemungkinan lebih banyaknya akses
populasi yang berusia lebih muda. 28-30 Selain narkoba suntik pada perkotaan dibandingkan
itu, toleransi efek samping pengobatan HCV responden perdesaan.33 Tingkat ekonomi
juga rendah pada usia lanjut selain adanya menengah juga menjadi faktor protektif pada
penyakit penyerta yang lebih sering dialami populasi perkotaan. Di pihak lain, kurangnya
lansia.31,32 kesadaran/pengetahuan akan perilaku hidup
Hal yang menarik, pola asosiasi tingkat sehat pada orang dengan tingkat pendidikan dan
pendidikan dan pendapatan (kuintil) serupa satu pendapatan rendah diduga berkontribusi pada
sama lain, yaitu seroprevalensi HCV cenderung lebih tingginya kasus hepatitis C, khususnya di
meningkat di area urban seiring bertambahnya area rural.34-36
tingkat pendidikan dan kuintil, tetapi terbalik di Pada determinan status pekerjaan kepala
area rural. Meskipun hubungan tersebut tidak keluarga, pengangguran menjadi faktor risiko
bermakna, salah satu faktor yang terindikasi yang bermakna di perkotaan. Hal ini dapat
dapat menyebabkan hal ini adalah kemudahan ditimbulkan
akses pelayanan kesehatan yang lebih baik pada
kurangnya akses dalam mendapatkan pelayanan dalam hal efek samping obat antiviral HCV,
kesehatan yang layak sehingga responden tidak khususnya ribavirin dan dihubungkan dengan
mengetahui dirinya mengidap HCV, terlambat keberhasilan terapi hepatitis C.42,43
didiagnosis atau tidak mampu secara finansial Pada kelompok umur 15 tahun ke atas,
mendapatkan pengobatan yang sesuai.35,37 responden perkotaan dan perdesaan dengan
Hubungan perkawinan sekilas tidak memiliki prediabetes memiliki kecenderungan yang serupa
pengaruh meskipun kecenderungan terbesar dengan pengidap diabetes di perdesaan. Asosiasi
diamati pada pasangan yang hidup terpisah di yang bermakna diamati pada determinan
perkotaan dan perdesaan. Hal yang gangguan ginjal dan kadar kreatinin serum pada
mengejutkan, individu yang belum menikah populasi urban meskipun kecenderungan juga
menjadi faktor protektif di perdesaan. Temuan dijumpai pada determinan anemia, gangguan
ini bertolak belakang dengan sejumlah studi metabolisme gula dan lipid darah khususnya pada
yang menyatakan bahwa individu lajang lebih responden perdesaan. Hubungan timbal balik
berisiko mengidap infeksi menular hepatitis gangguan metabolisme gula darah dikaitkan
C.35,38 Namun, studi lain menemukan bahwa
individu yang mengidap hepatitis C lebih tinggi
pada orang menikah karena kurangnya
pengetahuan akan hubungan seks yang aman
sebelum pernikahan.39-41 Selain itu, masih
terdapat kemungkinan interaksi variabel ini
dengan determinan-determinan lain.
Analisis determinan pejamu mengikut-
sertakan variabel status gizi, metabolisme gula
darah, lipid, gangguan ginjal, dan kehamilan.
Gangguan ginjal mencakup analisis gangguan
kadar kreatinin sesuai batasan referensi umum
kadar kreatinin serum menurut IFCC. 25 Hal yang
perlu diketahui pada analisis kategori
determinan pejamu ini, regresi logistik biasa
tidak dilakukan secara kumulatif karena adanya
perbedaan kategori umur dan adanya nilai nol
(0) pada salah satu cell. Determinan anemia dan
status gizi dianalisis pada responden dengan usia
1 tahun ke atas dan tidak ada determinan yang
bermakna baik sebagai faktor risiko maupun
faktor protektif terhadap HCV. Namun,
kecenderungan diamati pada individu dengan
anemia di perdesaan. Meski anemia sepertinya
tidak berpotensi menjadi faktor risiko HCV,
sejumlah studi mengaitkan anemia dengan HCV
dengan gangguan fungsi hati yang timbul dilakukan untuk meminimalkan risiko bias yang
akibat infeksi HCV dan efek samping infeksi dapat timbul karena jumlah sampel yang sedikit
HCV termasuk pengobatannya disinyalir dapat atau adanya jumlah kasus yang sedikit (rare
menimbulkan kerusakan pankreas, perlemakan events).19 Hasil analisis ini memberikan
hati dan sensitivitas insulin melalui jalur gambaran yang berbeda dengan regresi logistik
inflamasi.44-46 Hal yang serupa juga dijumpai biasa. Selain determinan metabolisme pejamu
pada asosiasi determinan profil lipid, khususnya yang menunjukkan potensi sebagai faktor risiko,
kadar HDL rendah (<40 mg/dl untuk kedua status kehamilan pada responden perdesaan
jenis kelamin) NCEP ATP-III dan trigliserida memperlihatkan kecenderungan untuk kasus
≥ 150 mg/dl. Hubungan dua-arah gangguan HCV dengan nilai P yang hampir bermakna.
metabolisme meliputi gangguan profil lipid Wanita hamil merupakan kelompok berisiko
yang dianggap sebagai prediktor sindrom terkena infeksi virus hepatitis termasuk HCV
metabolik pada individu yang terinfeksi dan sering tidak diketahui atau terdiagnosis
HCV.17,47 karena tidak bergejala. Kecenderungan risiko
Sementara itu, hubungan status kehamilan di area rural dapat dihubungkan
kehamilan dianalisis secara terpisah karena dengan metode persalinan tradisional yang tidak
determinan ini memiliki jumlah sampel yang sesuai standar selain penggunaan alat medis
lebih sedikit dan nilai nol (0) di salah satu cell- yang tidak steril. Selain itu, terdapat
nya. Hal ini menimbulkan permasalahan quasi- kemungkinan prosedur sunat yang tidak steril
complete separation pada pemodelan regresi pada perempuan tersebut di area perdesaan pada
logistik (data tidak ditunjukkan) sehingga studi di beberapa negara.48-50 Namun, praktik
determinan status hamil dianalisis secara sunat yang tidak steril tersebut dapat semakin
terpisah melalui uji bivariat dengan Fisher’s jarang dijumpai di Indonesia saat ini.
exact dan secara umum tidak ada hubungan Perlu diketahui bahwa tujuan kajian ini
bermakna status kehamilan di urban dan rural. tidak berfokus untuk mengidentifikasi
Mengingat perbedaan kriteria umur dan determinan yang paling berpengaruh atau
keberadaan nilai nol, analisis pemodelan bermakna terhadap kejadian HCV, tetapi lebih
alternatif dengan uji regresi logistik Firth untuk mendapatkan
gambaran umum perbedaan determinan yang malaria dan HCV telah disampaikan dalam
berpotensi menjadi faktor risiko HCV antara sejumlah studi dan diduga hal ini terkait
perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan hasil kerentanan individu akibat endemisitas suatu
analisis logistik Firth untuk determinan pejamu, penyakit infeksi dan kemiripan perjalanan
populasi perdesaan sepertinya memerlukan masing-masing patogen penyebab penyakit di
pendekatan tambahan dalam program organ hati.5,18,56-58
pengendalian hepatitis C. Beberapa determinan yang disampaikan
Pengaruh lingkungan, perilaku higiene di atas berpotensi menjadi faktor risiko HCV dan
dan akses, secara umum tidak menunjukkan dapat menjadi bahan pertimbangan pada strategi
hubungan yang bermakna antara populasi urban penatalaksanaan malaria untuk populasi urban
dan rural, tetapi potensi kecenderungan diamati dan rural. Keterbatasan dalam analisis ini antara
pada determinan akses ke fasilitas pelayanan lain: besaran risiko suatu variabel sulit diketahui
kesehatan, yang sejalan dengan hasil sejumlah pada desain studi yang bersifat potong lintang,
studi di negara-negara lain.51-54 Keberadaan berbeda dengan studi kohort. Selain itu, bias
penyakit lain (komorbiditas) seperti penyakit recall pada responden memiliki kelemahan
menular (HIV, malaria dan infeksi saluran khususnya untuk diagnosis beberapa penyakit
napas) dan penyakit tidak menular (kanker) penyerta.59 Sebagian pemeriksaan dan pengukuran
sebagai faktor risiko hepatitis C telah juga tidak dilakukan merata untuk semua
dikemukakan pada beberapa penelitian. 8,18,55 responden sehingga hal ini akan mengurangi
Pada analisis ini, pemodelan juga mengikuti jumlah sampel yang diikutsertakan pada
metode yang dilakukan untuk determinan pemodelan. Diagnosis riwayat infeksi HCV
pejamu dengan analisis alternatif regresi logistik dilakukan berdasarkan pemeriksaan antibodi
Firth, karena adanya nilai nol di variabel riwayat terhadap HCV dan bukan melalui pemeriksaan
kanker dan jumlah kasus penyakit yang sangat HCV RNA sehingga kurang menggambarkan
sedikit. Hasil analisis memperlihatkan bahwa status penyakit terkini.60 Hal lain yang patut
malaria memiliki potensi kecenderungan diperhatikan, hubungan faktor
menjadi faktor risiko kasus HCV hingga 5 kali di
perkotaan dan 4 kali di perdesaan. Koinfeksi
risiko utama seperti riwayat hubungan seks Secara umum, perbedaan determinan
berisiko, transfusi darah, pemakaian jarum HCV antara area urban rural diamati pada
suntik, operasi, riwayat kontak penderita variabel sosiodemografi seperti jenis kelamin
hepatitis C, dan sebagainya tidak dapat dinilai dan status pekerjaan kepala keluarga meskipun
karena tidak ditanyakan dalam Riskesdas 2013. kecenderungan faktor lain seperti tingkat
Karena itu, pengambilan sampel khusus dari pendidikan dan ekonomi terhadap kejadian
populasi berisiko seperti narapidana atau hepatitis C perlu dipertimbangkan. Selain
pekerja seks komersial juga tidak dilakukan. itu, determinan pejamu seperti prediabetes,
Namun demikian, penyesuaian variabel perancu dislipidemia HDL dan trigliserida, gangguan
di setiap kategori determinan dan analisis ginjal, dan kreatinin serum juga memperlihatkan
alternatif dengan regresi logistik Firth sudah hubungan bermakna dengan kasus HCV positif
dilakukan untuk meminimalkan risiko bias yang selain kecenderungan untuk determinan status
timbul akibat rare events, terutama pada kehamilan, khususnya pada responden
kategori determinan dengan nilai nol di salah perdesaan. Keberadaan malaria juga terindikasi
satu cell.19 Meskipun terdapat sejumlah memiliki asosiasi dengan penyakit hepatitis C.
kekurangan, analisis ini setidaknya memberikan Populasi perdesaan memerlukan pendekatan
gambaran umum bahwa determinan kasus HCV berbeda karena lebih banyak memiliki
memiliki perbedaan karakteristik antara determinan risiko yang potensial untuk kasus
populasi masyarakat umum perkotaan dan HCV.
perdesaan Indonesia pada tahun 2013 selain
keberadaan faktor risiko medis utama. Dengan Saran
mempertimbangkan hasil kajian ini, Analisis determinan ini belum
pengendalian kasus hepatitis C dapat mempertimbangkan faktor risiko medis utama
memerlukan pendekatan tambahan atau khusus sehingga riset mendatang disarankan perlu
yang berbeda pula untuk area urban dan mengikutsertakan analisis faktor-faktor tersebut
rural.61,62 dengan konfirmasi metode diagnostik berbasis
PCR dan desain studi kohort untuk menilai
Kesimpulan besaran risikonya.
Ucapan Terima Kasih 5. Hanafiah KM, Groeger J, Flaxman AD,
Tim penulis ingin mengucapkan terima Wiersma ST. Global epidemiology of hepatitis
kasih dan syukur yang sebesar-besarnya ke C virus infection: new estimates of age-
hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya specific antibody to HCV seroprevalence.
penulisan artikel ini. Terima kasih secara khusus Hepatology. 2013;57:1333-42.
juga kami sampaikan kepada Kepala Badan 6. Nugraha F. Prevalensi hepatitis C pada
Litbangkes dan Tim Laboratorium Manajemen pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2011-
Data yang sudah memberikan izin penggunan 2012 [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran
data Riskesdas 2013 untuk kepentingan analisis dan Ilmu Kesehatan Universitas Syarif
lanjut determinan seroprevalensi hepatitis C ini. Hidayatullah Jakarta; 2013.
7. Widhani A, Lydia A, Gani RA, Setiati
Daftar Pustaka S. Serokonversi hepatitis C pada pasien
1. Westbrook RH, Dusheiko G. Natural history hemodialisis di Rumah Sakit Cipto
of hepatitis C. J Hepatol. 2014;61:S58-68. Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam
2. Hajarizadeh B, Grebely J, Dore GJ. Indonesia. 2015;2(1):15-22.
Epidemiology and natural history of HCV
8. Kurniawati SA, Karjadi TH, Gani RA. Faktor-
infection. Nat Rev Gastroenterol Hepatol.
faktor yang berhubungan dengan kejadian
2013;10:553-62. DOI: 10.1038/
hepatitis C pada pasangan seksual pasien
nrgastro.2013.107
koinfeksi Human Immunodeficiency Virus
3. Kementerian Kesehatan. Laporan Riset
dan virus hepatitis C. Jurnal Penyakit Dalam
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 Bidang
Indonesia. 2015;2(3):133-9.
Biomedis. Jakarta: Badan Litbangkes,
9. Razavi H, Elkhoury AC, Elbasha E, Estes C,
Kemenkes RI; 2007.
Pasini K, Poynard T et al. Chronic hepatitis C
4. Kementerian Kesehatan. Laporan uji
virus (HCV) disease burden and cost in the
serologi penyakit yang dapat dicegah
United States. Hepatology. 2013;57:2164-70.
dengan imunisasi dan penyakit infeksi pada
10. Thongsawat S, Piratvisuth T, Pramoolsinsap
spesimen biomedis Riskesdas 2013. Jakarta:
Badan Litbangkes, Kemenkes RI; 2014.
C, Chutaputti A, Tanwandee T, Thongsuk D. Scientific Reports. 2013;3:2981:1-8.
Resource utilization and direct medical 16. Tsai HB, Chen PC, Liu CH, Hung PH, Chen
costs of chronic hepatitis C in Thailand: a MT, Chiang CK et al. Association of hepatitis
heavy but manageable economic burden. C virus infection and
Value in Health Regional Issues. malnutrition─inflammation complex
2014;3C:12-8. syndrome in maintenance hemodialysis
patients. Nephrol Dial Transplant.
11. Awadalla HI, Ragab MH, Nassar NA, Osman
2012;27:1176-83.
MAH. Risk factors of hepatitis C infection
17. Vespasiani-Gentilucci U, Gallo P, De
among Egyptian blood donors. Cent Eur J
Vincentis A, Galati G, Picardi A, Hepatitis C
Public Health. 2011;19(4):217-21.
virus and metabolic disorder interactions
12. Macaluso FS, Maida M, Minisslae MG, Vigni
towards liver damage and atherosclerosis.
TL, Attardo S, Orlando E et al. Metabolic
World J Gastroenterol. 2014;20(11):2825-
factors and chronic hepatitis C: a complex
38.
interplay (review). Biomed Research
18. Kolawole OM, Aturu EE, Alabi OO, Kassim
International. 2013:1-12.
O. Risk determinants to hepatitis C virus and
13. Mittal G, Gupta P, Gupta R, Ahuja V, Mittal
malaria co-infection in patients attending
M, Dhar M. Seroprevalence and risk factors
federal medical centre Lokoja, Nigeria.
of hepatitis B and hepatitis C virus
World Applied Sciences Journal.
infections in Uttarakhand, India. J Clin Exp
2013;25(2):294- 305.
Hepatol. 2013;3:296-300.
14. Molnar MZ, Alhourani HM, Wall BM, Lu JL, 19. Rainey C. Dealing with separation in logistic
Streja E, Kalantar-Zadeh K, et al. regression models. Political Analysis.
Association of hepatitis C virus infection 2016;24:339-55.
with incidence and progression of chronic 20. World Health Organization (WHO).
kidney disease in a large cohort of US Haemoglobin concentrations for the
veterans. Hepatology. 2015;61(5):1495- diagnosis of anaemia and assessment of
502. severity. Vitamin and Mineral Nutrition
15. Guo X, Jin M, Yang M, Liu K, Li JW. Type 2 Information System. Geneva, World Health
diabetes mellitus and the risk of hepatitis C Organization, 2011
virus infection: a systematic review. Nature (WHO/NMH/NHD/MNN/11.1)
21. Kementerian Kesehatan. Buku pedoman 26. WHO, The International Association for The
pemberian tablet besi-folat dan sirup besi Study of Obesity, The International Obesity
bagi petugas. Jakarta: Ditjen Binkesmas Task Force. The Asia-Pacific perspective:
Depkes RI; 1999. redefining obesity and its treatment. Health
22. American Diabetes Association. Classification Communication Australia; 2000.
and diagnosis of diabetes. Diabetes Care. 27. Bertoni N, Burnett C, Cruz MS, Andrade T,
2015;38(Suppl 1):S8-S16. Bastos FI, Leal E, et al. Exploring sex
23. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia differences in drug use, health and service
(PERKENI). Konsensus pengelolaan dan use characteristics among young urban crack
pencegahan diabetes melitus tipe 2 di users in Brazil. Int Journal for Equity in
Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI; 2015. Health. 2014;13:70.
24. Jellinger PS, Handelsman Y, Rosenblit PD, 28. Davis GL, Alter MJ, El-Serag H, Poynard T,
Bloomgarden ZT, Fonseca VA, Garber AJ, et Jennings LW. Aging of hepatitis C virus (HCV)-
al. American association of clinical infected persons in the United States: a
endocrinologists and american college of multiple cohort model of hepatitis C virus
endocrinology guidelines for management prevalence and disease progression.
of dyslipidemia and prevention of Gastroenterology.2010;138:513-21.
atherosclerosis: executive summary. 29. Asahina Y, Tsuchiya K, Tamaki N, Hirayama I,
Endocrine Practice.2017. Tanaka T, Sato M, et al. Effect of aging on risk
DOI:10.4158/EP171764.GL for hepatocellular carcinoma in chronic
25. Panteghini M. Enzymatic assays for hepatitis C virus infection. Hepatology.
creatinine: time for action. International 2010;52(2):518-27.
Federation of Clinical Chemistry (IFCC). Clin 30. Huang CF, Chuang WL, Yu ML. Chronic
Chem Lab Med. 2008;46(4):567-72. hepatitis C infection in the elderly. Kaohsiung
Journal of Medical Science.2011;27:533-7.
elderly. Am J Gastroenterol.2012;107:691-7
31. Roeder C, Jordan S, zur Wiesch JS, Pfeiffer-
Vornkahl H, Hueppe D, Mauss S, et al. Age- 33. Chen YC, Wiberg KJ, Hsieh YH, Bansal A,
related differences in response to Bolzan P, Guy JA, et al. Favorable
peginterferon alfa-2a/ribavirin in patients socioeconomic status and recreational
with chronic hepatitis C infection. World J polydrug use are linked with sexual
Gastroenterol. 2014;20(31):10984-93. hepatitis C virus transmission among HIV-
32. Carrion AF, Martin P. Viral hepatitis in the infected men who have sex with men. In
Open Forum Infectious Diseases. Oxford
University Press 2016. p. ofw137. DOI:
10.1093/ofw137.
34. Khalid A, Zahid M, Aslam Z, Bilal M, Haider
A. Sero-epidemiology of hepatitis B and C
virus in rural population of Tehsil Samundri,
District Faisalabad, Pakistan. Int J Vir Mol
Biol.2015;4(2):19-22.
35. Omland LH, Osler M, Jepsen P, Krarup H,
Weis N, Christensen BP, et al.
Socioeconomic status in HCV infected
patients–risk and prognosis. Clin Epid.
2013;5:163-72.
36. Guerra J, Garenne M, Mohamed MK,
Fontanet
A. HCV burden of infection in Egypt: results
from a nationwide survey. Journal of Viral
Hepatitis.2012;19:560-7.
37. Xiaoli W, Lirong W, Xueliang W, Jinsong L,
Hengxin L, Wei J. Risk factors of hepatitis C
virus infection in drug users from eleven
methadone maintenance treatment clinics
in Xi’an, China. Hepat
Mon.2014;14(11):e19601.
38. Tan WL, Yihui G, Hassan MRA. Demographic
characteristics and intravenous drug use
among hepatitis C patients in the Kota Setar
district, Kedah, Malaysia. Epidemiology and
Health.2015;37:e2015032.
39. Ayele AG, Gebre-Selassie S. Prevalence and
risk factors of hepatitis B and hepatitis C
virus infections among patients with chronic
liver diseases in public hospitals in Addis
Ababa, Ethiopia. ISRN Tropical
Medicine.2013;563821. DOI: http://dx.doi.
org/10.1155/2013/563821
40. Kundu A, Mehta S, Agrawal BK. Prevalence
of hepatitis B virus and hepatitis C virus
among chronic liver disease patients in
northern Haryana region of India. JK
Science.2015;17(4):200-4.
41. Umumararungu E, Ntaganda F, Kagira J,
Maina N. Prevalence of hepatitis C virus
infection and its risk factors among patients
attending Rwanda Military Hospital,
Rwanda. Biomed Res Int.2017;5841272.
DOI: https://
doi.org/10.1155/2017/5841272
42. Stickel F, Helbling B, Heim M, Geier A,
Hirschi C, Terziroli B, et al. Critical review of
the use of erythropoietin in the treatment
of anaemia during therapy for chronic
hepatitis
C. Journal of Viral Hepatitis.2012;19:77-87.
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

43. Sulkowski MS, Poordad F, Manns MP, Bronowicki JP, Reddy KR, Harrison SA, et
al. Anemia during treatment with peginterferon alfa-2b/ribavirin and
boceprevir: analysis from the serine protease inhibitor therapy 2 (SPRINT-2) trial.
Hepatology.2013;57(3):974-84.
44. Hammerstad SS, Grock SF, Lee HJ, Hasham A, Sundaram N, Tomer Y. Diabetes and
hepatitis C: a two-way association. Front Endocrinol.2015;6(134). DOI: 10.3389/
fendo.2015.00134
45. Dai CY, Yeh ML, Huang CF, Hou CH, Hsieh MY, Huang JF, et al. Chronic hepatitis C
infection is associated with insulin resistance and lipid profiles. J Gastroenterol
Hepatol.2015;30:879-84.
46. Mukhtar NA, Ayala C, Maher JJ, Khalili M. Assessment of factors associated with
pre- diabetes in HCV infection including direct and dynamic measurements of
insulin action. J Viral Hepat.2012;19(7):480-7.
47. Oliveira LPM, de Jesus RP, Boulhosa RSSB, Mendes CMC, Lyra AC, Lyra LGC.
Metabolic syndrome in patients with chronic hepatitis C virus genotype 1 infection
who do not have obesity or type 2 diabetes. Clinics.2012;67(3):219-23.
48. Edessy M, El-Rasheedy MI, Ali AENAEG, Ahmed S, Hashim Am Nasr AAM, et al.
Prevalence of hepatitis C virus among pregnant women of upper Egypt. European J
Pharm Med Res.2017;4(2):76-81.
49. Al-Kubaisy WA, Niazi AD. Socio- demographic characteristics as risk factors for HCV
infection among pregnant women in Iraq. J Womens Health Issues Care.2013;2(2).
DOI: 10.4172/2325-9795.1000106
50. Jabbar SF. Epidemiological insights on the association between female genital
mutilation and hepatitis C infection in Egypt: an examination using demographic
and health survey data of egypt 2008. [Thesis]. Georgia State University;2013.
51. Reilley B, Leston J, Redd JT, Geiger R. Lack of access to treatment as a barrier to
HCV screening: a facility-based assessment in the Indian health service. J Public
Health Management Practice.2013;0(0):1-4.
52. Kim YA, Estevez J, Le A, Israelski D, Baatarkhuu O, Sarantuya T et al -Screening and
management of viral hepatitis and hepatocellular carcinoma in Mongolia: result
from a survey of Mongolian physicians

27
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

from all major provinces of Mongolia. BMJ Open Gastro.2016;3:e000119. DOI:


10.1136/

bmjgast-2016-000119

53. Pindyck T, Kalishman S, Flatow-Trujillo L, Thronton K. Treating hepatitis C in


American Indians/Alaskan Natives: a survey of project ECHO (Extension for
Community Healthcare Outcomes) utilization by Indian health service providers.
Sage Open Medicine.2015; 2050312115612805. DOI:
10.1177/2050312115612805
54. Yilmaz H, Yilmaz EM, Leblebicioglu H. Barriers to access to hepatitis C treatment. J
Infect Dev Ctries.2016;10(4):308-16.
55. Louie KS, Laurent SS, Forssen UM, Mundy LM, Pimenta JM. The high comorbidity
burden of the hepatitis C virus infected population in the United States. BMC
Infect Dis.2012;12(86). DOI: 10.1186/1471-2334- 12-86.
56. Veltre JL. Co-infection studies on hepatitis C virus and malaria parasite liver
stages. [Thesis]. Pittsburgh: Graduate School of Public Health , University of
Pittsburgh;2011.
57. Ouke-Missi-Oukem-Boyer O, Ndouo FST, Ollomo B, Mezui-Me-Ndong J, Noulin F,
Lachard I, et al. Hepatitis C virus infection may lead to slower emergence of P.
falciparum in blood. PloS ONE.2011;6(1):e16034.
DOI:10.1371/journal.pone.0016034
58. Gasim GI, Adam I. Hepatitis B, hepatitis C and malaria co-infection (mini review).
Int J Vaccine Immunizat.2015;1(1):1-3.
59. Grimes DA, Schulz KF. False alarms and pseudo-epidemics: The limitations of
observational epidemiology. Obstet Gynecol. 2012;120(4):920-7.
60. Spradling PR, Tong X, Rupp LB, Moorman AC, Lu M, Teshale EH, et al. Trends in
HCV RNA testing among HCV antibody-positive persons in care, 2003-2010. Clin
Infect Dis.2014;59(7):976-81.
61. Cuadros DF, Branscum AJ, Miller DW, Abu- Raddad LJ. Spatial epidemiology of
hepatitis C virus infection in Egypt-Analyses and implications.
Hepatology.2014;60:1150-9.
62. Kauhl B, Heil J, Hoebe CJPA, Schweikart J, Krafft T, Dukers-Muijrers NHTM. The
spatial distribution of hepatitis C virus infections and associated determinants-an
application of a geographically weighted Poisson regression for evidence-based
screening interventions in hotspots. PloS ONE.2015;10(9):e0135656. DOI:
10.1371/journal.pone.0135656

28
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

Hubungan antara Pengetahuan Responden yang


Pernah Menderita Hepatitis tentang Perilaku
Penularan Hepatitis C dengan Antibodi Anti
Hepatitis C (Titer Anti-HCV) di Indonesia

Relationship Between the Knowledge of Respondents Who Have Had Hepatitis


Infection about the Behaviour of Hepatitis C Transmission with Anti Hepatitis C
Antibody in Indonesia

Noer Endah Pracoyo1*, Wibowo2, Raflizar1, dan Felly Philipus Senewe1


1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara
No.29 Jakarta, Indonesia 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jl.
Percetakan Negara No.29 Jakarta, Indonesia Korespondensi Penulis:
pracoyonoerendah@yahoo.co.id

Submitted: 19-10-2018; Revised: 05-12-2018;

Accepted: 12-12-2018 DOI:

https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.632

Abstrak

Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyakit virus yang menjadi masalah kedua dunia
setelah penyakit virus hepatitis B. Prevalensi HCV 3% atau sekitar 130-170 juta orang di
dunia terinfeksi HCV. Di sebagian besar negara maju prevalensi di bawah 1%, tetapi di
negara-negara Asia prevalensinya lebih tinggi. Tujuan dari penelitian ini untuk mencari
hubungan antara pengetahuan responden tentang perilaku penularan hepatitis C dengan
kekebalan hepatitis C (titer anti-HCV) dari data Riskesdas 2007. Desain penelitian cross-
sectional, dengan menganalisis data titer anti-HCV dan data variabel umur, jenis kelamin
dan variabel pengetahuan tentang perilaku (penggunaan jarum suntik, penggunaan pisau
cukur, pemakaian kondom, dan perilaku seksual). Total responden yang diperiksa
antibodi sebanyak 20.648. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Oktober
2014. Hasil penelitian variabel perilaku (penggunaan pisau cukur bersama, menggunakan
kondom saat berhubungan seks dan berganti pasangan) tidak ada hubungan yang
bermakna dengan titer antibodi anti hepatitis C, sedangkan variabel umur dan variabel
penggunaan jarum suntik terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai p=0,001.
Kesimpulan penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku
(penggunaan pisau cukur bersama sama, penggunaan kondom dan berganti ganti
pasangan seks) antara orang-orang yang pernah menderita hepatitis C dengan titer
antibodi anti hepatitis C.
Kata kunci: virus hepatitis C (HCV); anti bodi anti hepatitis C, data Riskesdas 2007

Abstract
Hepatitis C virus (HCV) is a viral disease that becomes the world’s second problem after
hepatitis B virus disease. The prevalence of HCV 3% or about 130-170 million people in

29
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

the world are infected with HCV. In most developed countries the prevalence is below
1%, but in Asian countries the prevalence is higher. The aim of this study was to find the
relationship between hepatitis C immunity (anti-HCV titre) behavior from the Riskesdas
2007. Data was a cross-sectional study, by analyzing anti-HCV titre data and data on
age, gender and behavioral variables (use of needles injections, use of razors, condom
use and sexual behavior). The total number of respondents who were tested for
antibodies was 20,648. The reseach was done in March – October 2014. The results of
the study of behavioral variables (using a shared razor, using condoms during sex and
changing partners) had no significant association with anti hepatitis C antibody titers,
while the age variable and syringe use variables had a significant correlation with p =
0.001. The conclusion of this study was that there was no significant relationship
between treatment (shared razor use, condom use and changing sex partners) between
people who had hepatitis C and anti hepatitis C antibody titers.
Keywords: hepatitis C virus (HCV); anti hepatitis C antibody; Riskesdas 2007 data
PENDAHULUAN negara di Eropa Timur dan Amerika Latin,
Penyakit hepatitis adalah suatu negara-negara Uni Soviet, dan negara-
penyakit yang menyerang hepar atau liver. negara tertentu di Afrika, Timur Tengah,
Penyakit ini dapat disebabkan oleh dan Asia Selatan.4 Mesir memiliki tingkat
bermacam sebab antara lain obat-obatan, hepatitis C tertinggi di dunia yang
perlemakan hati, alkohol, parasit, virus lain diperkirakan
selain virus hepatitis C, dan virus lain >10%5 dan sebagian besar negara-negara
(dengue, herpes).1 Hepatitis yang Afrika lainnya memiliki tingkat prevalensi
disebabkan oleh virus cara penularannya berkisar antara 2% - > 3%.
melalui oral vekal adalah hepatitis A dan Dalam tiap tahunnya, lebih
hepatitis E, sedangkan yang melalui cairan dari
tubuh adalah virus hepatitis B, C, dan D. 350.000 kematian oleh infeksi HCV
Cara penularan hepatitis C atau B dapat sebagian besar disebabkan oleh sirosis hati
melalui hubungan seksual yang tidak aman, dan HCC.6 Diperkirakan 27% dari sirosis
transfusi darah, penggunaan jarum suntik dan 25% dari HCC dapat dikaitkan dengan
yang tidak steril, dan kontak dengan darah hepatitis C di seluruh dunia, dan tingkat
yang terkontaminasi. Tahapan penyakit penyakit dapat menjadi lebih besar di
hepatitis dimulai dengan tanpa gejala, jika negara-negara dengan beban tinggi infeksi.
tidak diobati akan menjadi hepatitis kronik Misalnya di Jepang, hingga 90% dari semua
dan jika berlanjut akan menjadi sirosis dan kasus yang dilaporkan HCC disebabkan
kemudian akan menjadi hepatoseluler oleh infeksi HCV. Data yang tersedia
karsinoma (HCC) yang berakibat fatal. menunjukkan bahwa infeksi HCV
Data hepatitis C yang bervariasi menurut negara dan wilayah.7-9
diterbitkan Hampir setiap tahunnya kematian oleh
oleh World Health Organization (WHO)
mengungkapkan bahwa tingkat infeksi
HCV bervariasi di seluruh dunia, bahkan di
antara negara-negara di wilayah geografis
dalam negara yang sama.2 Beban hepatitis
C di banyak negara maju (misalnya
Australia dan sebagian besar negara di
Eropa Barat) adalah mirip dengan yang di
Amerika Serikat <2%.3 Tingkat infeksi
HCV yang lebih tinggi (≥3%) di banyak

30
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

infeksi HCV sebagian besar disebabkan adalah data titer anti- HCV pada responden
oleh sirosis hati dan hepatoseluler usia 1- >60 tahun dengan demografi yang
karsinoma (HCC).6,10 Tujuan dari terdiri dari umur, jenis kelamin, dan
penelitian ini untuk mencari hubungan pengetahuan tentang perilaku yang terdiri
antara pengetahuan sikap dengan dari penggunaan jarum suntik
kekebalan hepatitis C (titer anti-HCV) dari terkontaminasi, pemakain pisau cukur
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terinfeksi, perilaku melalui hubungan
2007. seksual dengan berganti pasangan, dan
pemakaian kondom yang tidak steril.
METODE Analisis data dilakukan dengan
Data yang diolah merupakan data cara
sekunder dari Riskesdas tahun 2007, yakni chi square untuk memperoleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan karakteristik dari masing-masing variabel
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untuk mencari hubungan antara data titer
Kementerian Kesehatan RI yang berupa antibodi anti hepatitis C (anti-HCV)
survei yang dilakukan secara cross dengan data kesehatan masyarakat. Ethical
sectional yang bersifat deskriptif.11 Desain Clearance (persetujuan responden untuk
penelitian adalah cross sectional dan jenis mengikuti penelitian Riskesdas) mengikuti
penelitian adalah penelitian deskriptif. Ethical Clearance dari Riskesdas 2007.11
Penelitian analisis lanjut dilakukan pada Analisis data dilakukan menggunakan
bulan Maret- Oktober 2014. Populasi program SPSS 17.00 yang sudah melalui
adalah data titer anti-HCV dari individu proses pembobotan.
yang terpilih pada daerah perkotaan dalam
Riskesdas 2007 dan data kesehatan HASIL
masyarakat yang dilakukan pada 33 Jumlah total sampel serum dari
provinsi di Indonesia.11 Kriteria inklusi responden pada Riskesdas 2007 untuk
adalah data titer anti- HCV pada semua umur adalah
responden usia 1- >60 tahun yang bisa 34.133 sampel. Jumlah data titer anti-HCV
dihubungkan dengan data kesehataan pada umur 1 - >60 tahun setelah melalui
masyarakat. Faktor risiko yang dianalisis proses cleaning

data sebanyak 20.648 sampel. Masing- menderita hepatitis C tentang perilaku


masing variabel akan dianalisis adalah data (penggunaan jarum suntik, penggunaan
yang bisa dihubungkan antara data titer anti pisau cukur bersama, berganti
HCV dengan data kesehatan masyarakat.
Hasil analisis disajikan dalam beberapa
Tabel 1 dan 2.
Pada Tabel 1 adalah hasil analisis
data usia dengan titer anti HCV, anak yang
berusia kurang dari 1-10 tahun sebagai
rujukan tidak berisiko. Analisis tersebut
sudah menghitung interaksi antar kelompok
umur dan hasil akhirnya menujukkan
adanya hubungan yang bermakna antara
usia dengan titer anti HCV.
Untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan responden yang pernah

31
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

pasangan hubungan seks, dan penggunaan penyakit hepatitis C. Sedangkan hubungan


kondom saat berhubungan seks) dengan antara pengetahuan responden yang pernah
data titer anti HCV nya terdapat pada menderita hepatitis C tentang perilaku
Tabel 2. penggunaan jarum suntik sebagai salah satu
Hasil analisis data di atas bahwa penularan hepatitis, hasil analisis yang
titer antibodi anti hepatitis negatif yang didapat menujukkan adanya hubungan
berisiko, karena responden tidak yang bermakna, dengan nilai kemaknaan
mempunyai titer antibodi anti hepatitis kurang dari 0,25. Namun, hal ini perlu
(anti HCV) atau di dalam tubuh responden dibuktikan dengan analisis lebih lanjut.
belum terdapat zat kekebalan terhadap

Tabel 1. Hubungan Antara Data (Umur, Jenis Kelamin) dengan Titer Antibodi Anti
Hepatitis C (Anti-HCV) Hasil Riskesdas 2007
Titer antibodi hepatitis C
Variabel OR 95% CI p
Negatif (%) Positif (%)
Umur
1-10 tahun 3.656 (99,43) 21 (0,57) rujukan
11-20 tahun 3.795 (98,4) 63 (1,63) 1,49 1,055-1,1934 0,001
21-29 tahun 11.513 (97,43) 304 (2,57)
60-79 tahun 1.684 (96,2) 69 (3,88))
Jenis Kelamin
Laki-laki 10.234 (98,2) 190 (1,8) 1,915 (0,745-2,864) 0,267
Perempuan 11.722 (97,5) 296 (2,5)

Tabel 2. Pengetahuan Responden yang Pernah Menderita Hepatitis C tentang Perilaku


Penggunaan Jar- um Suntik, Penggunaan Pisau Cukur Bersama-sama, Berganti
Pasangan Hubungan Seksual, dan Menggunakan Kondom dengan Titer Anti
HCV
Titer Antibodi Hepatitis C
Perilaku OR 95% CI p
Negatif (%) Positif (%)
Pengetahuan responden tentang perilaku
a. Pernah menggunakan jarum suntik
Ya 6.885 (97,9) 145 (2,1)
Tidak 4.331 (97,6) 107 (2,4) 1,173 (1,046-1,778) 0,229
b. Penggunaan pisau cukur bersama
Ya 918 (97,7) 22 (2,3)
Tidak 10.298 (97,8) 230 (2,2) 0,465 (0,559-1,667) 0,816
c. Berganti pasangan hubungan seksual
Ya 10.190 (97,7) 229 (2,3)
Tidak 526 (97,4) 12 (2,6) 0,840 (0,492-1,435) 0,522
d. Menggunakan kondom
Ya 7.165 (97,8) 161 (2,2)
Tidak 2.787 (97,8) 63 (2,2) 0,520 (LR) (0,924-0,935) 0,883

PEMBAHASAN pisau cukur bersama, perilaku berganti


Faktor risiko yang diteliti yaitu pasangan saat berhubungan seks, dan
umur, jenis kelamin, pengetahuan pemakaian kondom saat berhubungan seks.
responden tentang perilaku pemakaian Hasil analisis yang didapat adalah tidak

32
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

ada hubungan yang bermakna. Namun negara di Eropa Barat) adalah mirip
pada variabel usia, hasil analisis dengan yang berada di Amerika Serikat <
hubungan antara usia dengan titer antibodi 2%.3 Tingkat infeksi HCV yang lebih
anti hepatitis C (anti HCV) menunjukkan tinggi (≥3%) terjadi di negara-negara
ada hubungan yang bermakna. Ini
membuktikan bahwa kemungkinan
perlindungan dari infeksi HCV pada usia
yang lebih muda masih kurang, karena
sampai saat ini belum ada program
imunisasi hepatitis C pada anak.
Pengetahuan responden tentang penularan
penyakit hepatitis C dengan perilaku
penggunaan jarum suntik, ternyata
menggunakan jarum suntik mempunyai
risiko 1,364 kali dibandingkan dengan
responden yang menjawab tidak
mempunyai pengetahuan tentang
penggunaan jarum suntik. Dari hasil
analisis secara chi square diperoleh nilai
kemaknaan (p = 0,22) dan OR=1,364,
serta 95% CI = ( 1,046 -1,778).
Menurut WHO, HCV
merupakan
masalah kesehatan penyakit menular
kedua di dunia setelah virus hepatitis B.
Diperkirakan prevalensi HCV sebesar 3%
atau sekitar 130- 170 juta orang terinfeksi
HCV atau sekitar 2-3% dari populasi
dunia terinfeksi HCV/hidup dengan
HCV.12 Infeksi ini terutama dalam bentuk
kronis, yang terkait dengan morbiditas dan
mortalitas yang cukup besar. Setiap
tahunnya lebih dari
350.000 kematian disebabkan oleh infeksi
HCV dan sebagian besar disebabkan oleh
sirosis hati dan (HCC).6 Diperkirakan
27% dari sirosis dan 25% dari HCC dapat
dikaitkan dengan hepatitis C di seluruh
dunia, dan tingkat penyakit dapat menjadi
lebih besar di negara-negara dengan beban
infeksi tinggi. Misalnya di Jepang, hingga
90% dari semua kasus yang dilaporkan
HCC disebabkan oleh infeksi HCV. Data
yang tersedia menunjukkan bahwa infeksi
HCV bervariasi menurut negara dan
wilayah.8,9
Beban hepatitis C di negara maju
(misalnya Australia dan sebagian besar

33
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

di Eropa Timur dan Amerika Latin, hepatitis C kronik, adanya transmisi


negara- negara Uni Soviet, dan negara- perinatal HCV, deteksi adanya paparan
negara tertentu di Afrika, Timur Tengah, HCV, dan memantau respon terapi
dan Asia Selatan.4 Mesir memiliki tingkat antivirus.14,15
hepatitis C tertinggi di dunia dan Penularan HCV bisa terjadi
diperkirakan >10%.13 Sebagian besar melalui blood borne, penggunaan jarum
negara- negara Afrika lainnya memiliki suntik dan penetrasi ke jaringan (misalnya
tingkat prevalensi berkisar antara 2%-> tindik dan tato); adanya produk darah
3%.10 misalnya saat transfusi, transplantasi
HCV diklasifikasikan ke dalam organ dan hemodialisis, transmisi seksual,
virus RNA famili Flaviviridae, genus dan maternal-neonatal.15
Hepacivirus yang berbentuk sferis Sebagian besar penduduk di
dengan diameter 55 nm. HCV Amerika Serikat tidak menyadari bahwa
mengandung RNA untai tunggal dan hidup mereka terinfeksi HCV. Banyak
dilapisi glikoprotein. Genom HCV terdiri yang tidak menyadari akibat dari infeksi
dari tersebut dan mereka tidak menerima
9.400 nukleotida yang mengode perawatan yang tepat waktu serta
poliprotein dengan 3.000 asam amino. pengobatan yang diperlukan untuk
Pemeriksaan laboratorium klinik untuk mencegah HCV. Selain itu, mereka secara
infeksi virus hepatitis C adalah dengan tidak sengaja sebagai reservoir untuk
melakukan pemeriksaan darah. penularan HCV. Kurangnya pengetahuan
Pemeriksaan meliputi diagnostik untuk dan mahalnya biaya untuk pemeriksaan
infeksi HCV mencakup pemeriksaan HCV menjadi hambatan dalam melakukan
serologi berdasarkan respon antibodi skrining hepatitis C. 16
terhadap virus serta pemeriksaan Lama pengobatan harus
molekuler berdasarkan deteksi protein disesuaikan dengan penanganan dengan
virus (RNA). Diagnostik infeksi HCV virologi pada minggu ke-4 dan 12, dan
dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan akhirnya pada minggu ke-24.
serologi dan molekuler. Pemeriksaan Kemungkinan SVR langsung sebanding
diagnostik lain untuk infeksi HVC adalah dengan waktu RNA HCV hilangnya (B1).
diagnostik hepatitis C akut, konfirmasi Pengobatan
untuk semua genotipe HCV harus berhenti pada minggu ke-4, tetapi tidak terdeteksi
di minggu ke-12 jika penurunan RNA pada minggu ke-12 harus diperlakukan
HCV kurang dari 2 log10 IU /ml dan pada selama 48 minggu terlepas dari genotipe
minggu ke-24 jika HCV RNA masih HCV dan viral load awal (C2). Pasien
terdeteksi (P50 IU / ml) (B1). Pada pasien dengan genotipe
dengan respon virologi cepat (RVR) dan 1 dan respon virologi tertunda (DVR)
rendah viral load awal (<400,000-800,000 dapat
IU/ml) perlakuan selama 24 minggu diobati selama 72 minggu (B2). Ini
(genotipe 1 dan 4) atau 12-16 minggu mungkin juga berlaku untuk genotipe
(genotipe 2/3) dapat dipertimbangkan. lainnya
Jika prediktor negatif respon (yaitu maju Genetik HCV bersifat heterogen
fibrosis/sirosis, sindrom metabolik, dan
resistensi insulin, dan steatosis hati) yang
hadir, bukti khasiat yang sama pengobatan
diperpendek tidak cukup (B2). Pasien
yang memiliki respon virologi awal
(RVR), di HCV RNA yang terdeteksi

34
Hubungan Antara Pengetahuan Responden yang Pernah.....(Noer Endah Pracoyo. et al)

mempunyai enam genotipe dan beberapa subgenotipe 5a dan Genotipe 6 su


subgenotipe. Keenam genotipe bgenotipenya 6a, 6b, 6d, 6g, 6h, dan 6k.
mempunyai masing-masing nukleotida Penentuan genotipe penting untuk respon
yang berbeda pada sekitar 31-33% lamanya terapi.17
nukleotida. Untuk subgenotipe
mempunyai 20-25% nukleotida dan juga KESIMPULAN
berbeda menurut letak geografis. Dari hasil penelitian disimpulkan
Pembagian genotipe dan subgenotipe. bahwa pengetahuan tentang perilaku
Genotipe 1 terdiri dari subgenotipe 1a, penggunaan jarum suntik ada hubungan
1b, dan 1c. Genotipe 2; subgenotipenya yang bermakna dengan titer anti HCV.
2a, 2b, 2c, dan 2k. Genotipe 3; Sedangkan dari hasil analisis
subgenotipenya 3a, 3b, dan 3k. Genotipe menunjukkan bahwa pengetahuan tentang
4; subgenotipenya 4a. Genotipe 5 perilaku mempunyai hubungan yang
bermakna dengan penularan hepatitis C.

Gambar 1. Terapi Response-Guided pada Pasien dengan Genotipe 2 dan 3


(Berlaku juga untuk Genotipe 5 dan 6, Tidak Termasuk 12-16 Minggu,
pada Kelas C2 Bukti).

35
SARAN
Perlu adanya pemahaman tentang penularan penyakit, salah satunya tentang
penyakit yang tertular karena virus. Selain itu perlu adanya gerakan sosialisasi di jenjang
pendidikan atau bahkan dari rumah agar terhindar dari penularan penyakit, pendidikan
penyuluhan agar terhindar HCV dengan meningkatkan kesadaran pentingnya
pemahaman dan pengetahuan tingkah laku yang berisiko tertularnya penyakit hepatitis C
dan cara agar terhindar dari penyakit. Dengan berkembangnya pemeriksaan laboratorium
klinik diharapkan pemerintah mampu memberikan pemeriksaan yang terkait dengan
HCV yang bisa terjangkau.

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbang Kesehatan dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan
Masyarakat, dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan
Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI yang
telah memberikan izin untuk menulis artikel ini, dan kepada Dr. dr. Vivi Setiawaty
sebagai pembina penulisan artikel, serta semua pihak yang telah membantu sehingga
penulisan artikel ilmiah ini dapat dipublikasikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Kebijakan program pencegahan dan pengendalian
hepatitis dan PISP di Indonesia, disampaikan pada pertemuan koordinasi,
sosialisasi, dan advokasi dalam pengendalian hepatitis Provinsi Riau, Pekan Baru,
2-5 Mei 2018.
2. Alter MJ. Epidemiology of hepatitis C virus infection. World J Gastroenterol
2007;13:2436–41.
3. Sievert W, Altraif I, Razavi H, et al. A systematic review of hepatitis C virus
epidemiology in Asia, Australia and Egypt. Liver Int 2011; 31(Suppl 2):61–80.
4. Clinical Practice Guidelines. EASL Clinical Practice Guidelines: Management of
hepatitis
C. Journal of Hepatology. 2011;55:245.
5. Shepard CW, Finelli L, Alter M. Global epidemiology of hepatitis C virus infection.
Lancet Infect Dis 2005; 5:558–67.
6. World Health Organization. Global blood
safety and availability: facts and figures from
the 2007 Blood Safety Survey. 2009. Available at:
http://www.who.int/bloodsafety /global_
database/blood_safety_factsheet_2009.pdf. Accessed 5 September 2018.
7. Cornberg M, Razavi HA, Alberti A, et al. A systematic review of hepatit C virus
epidemiology in Europe, Canada and Israel. Liver In 2011; 31(Suppl 2):30–60.
8. World Health Organization. Global burden of disease (GBD) for hepatitis C. J Clin
Pharmacol 2004; 44:20–9.
9. Perz JF, Armstrong GL, Farrington LA, Hutin Y, Bell B. The contribution of hepatitis
B virus and hepatitis C virus infections to cirrhosisand primary liver cancer
worldwide. J Hepatol 2006; 45:529–38.
10. Qureshi H, Bile KM, Jooma R, Alam SE, Afridi HUR. Prevalence of hepatitis B
and C viral infections in Pakistan: findings of a nationalsurvey appealing for
effective prevention and control measures. EastMediterr Health J 2010; 16(suppl):
S15– 23.
11. Badan Litbangkes. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2008.
12. Sievert W, Altraif I, Razavi H, et al. A systematic review of hepatit C virus
epidemiology in Asia, Australia and Egypt. Liver Int 2011; (Suppl 2):61–80.
13. Holmberg S. Hepatitis C. In: CDC Health Information for International Travel 2012
(yellow book). Oxford, UK: Oxford UniversityPress, 2012:186–7.
14. IOM (Institute of Medicine). Hepatitis and liver cancer: a national strategy for
prevention and control of hepatitis B and C. Washington DC: The National
Academies Press, 2010.
15. Arab Republic of Egypt, Ministry of Health and Population National Committee
for the Control of Viral Hepatitis. Egyptian nationalcontrol strategy for viral
hepatitis 2008–2012. Available at: http://www.pasteur-
international.Org/ip/resource/filecenter/ document/01s-000042-0da/nsp-10-
april-200 final.pdf. Accessed 5 Januari 2018.
16. Francisco M. Averhoff, Nancy Glass, and Deborah Holtzman. Global Burden of
Hepatitis C: Considerations for Healthcare Providers in the United States. Clinical
Infectious Diseases 2012;55(S1):S10–15.
17. Simmons. Consesus Proposals for a Unified System of Nomenclatureof Hepatitis C
virus Genotypes. Hepatology 2005;42-932-973. 2012;55(S1):S10–15 2012.

Anda mungkin juga menyukai