Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

JENIS JENIS KOLABORASI INTERDISIPLIN DALAM KESEHATAN DAN


KEPERWATAN JIWA

DI SUSUN

OLEH KELOMPOK I

NO NAMA NPM
1 Antoneta Kora 12114201190023
2 Catrian Latumeten 12114201190037
3 Peggy Metiary 12114201190090
4 Febelensya Luhukay 12114201190071
5 Melvy Lessy 12114201190178
6 Sisca Patty 12114201190246
7 Poplius Dakdakur 12114201190309
8 Yuni Tanarubun 12114201190295

PRODI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaannya kepada
kami , sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan “ Makalah terkait jenis-jenis kolaborasi
interdisiplin dalam kesehatan dan keperawatan jiwa “ untuk memnuhi tugas Mata Kuliah “
Keperawatan Jiwa I “ dengan segala baik .
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
untuk itu saran dan kritik yang bermanfaat sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan
di kemudian hari.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, pembaca, serta
masyarakat luas terutama dalam hal menambah wawasan dan ilmu pengetahuan .

Ambon, 16 maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................
Daftar isi ............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang .......................................................................................
2. Tujuan penulisan ....................................................................................
3. Manfaat penulisan ..................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Peran tenaga kesehatan jiwa ( perawat jiwa , psikologi, psikater ) dalam pelayanan serta
kolaborasi interdisiplin ................................................
BAB III REVIEW TERKAIT INTERDISIPLIN KOLABORASI
1. Pengertian pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan
jiwa.......................................................................................................
2. Elem penting dalam kolaborasi interdisiplin .........................................
3. Manfaat kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa ....................
4. Hambatan dalam melakukan kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa
………………………………………………………………………..
5. Artikel Terkaid….....................................................................................................
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan .............................................................................................
2. Saran ...........................................................................................................
Daftar pustaka .....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang

A. Pentingya interdisiplin kolaborasi


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam
mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif
meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi
seperti skema di bawah ini :
 Kewenangan
 Komunikasi
 Tanggungjawab
 Tujuan Umum
 Kerjasama
 Kolaborasi Interdisiplin
 Efektif
 Pemberian Pertolongan
 Kordinasi
 Ketegasan
• Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
• Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsensus untuk dicapai.
• Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus
dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
• Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi
penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan untuk membuat
keputusan klinis.
• Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan tindakan
pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah disepakati.
• Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
• Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien sakit
jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
• Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki tujuan
untuk kesehatan pasien sakit jiwa.

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :


• Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
• Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
• Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
• Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam tim.

B. Data RIKESDAS terkait gangguan jiwa


Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas Tahun 2013) Prevalensi gangguan jiwa
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi RT yang pernah
memasung ART gangguan jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal
di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan
terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0
persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Indikator kesehatan jiwa yang menaklukkan Riskesdas 2013 antara gangguan jiwa berat,
gangguan mental dan cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa
yang mengalami gangguan oleh terganggunya penilaian realitas atau tilikan yang buruk.
Gejala yang menyertai gangguan antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan
proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau
katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh
psikosis adalah skizofrenia.
Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat
karena produktivitas pasien menurun dan akhirnya menanggung beban biaya yang besar bagi
pasien dan keluarga. Dari sudut pandang pemerintah, gangguan ini menghabiskan biaya
pelayanan kesehatan yang besar. Sampai saat ini masih terdapat pemasungan serta perlakuan
salah pada pasien gangguan jiwa berat di Indonesia. Hal ini akibat pengobatan dan akses ke
pelayanan kesehatan jiwa belum memadai. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan adalah menjadikan Indonesia bebas pasung oleh karena
tindakan pemasungan dan perlakukan salah merupakan tindakan yang melanggar hak asasi
manusia. Disamping gangguan jiwa, Riskesdas 2013 juga melakukan gangguan mental pada
penduduk Indonesia seperti pada Riskesdas 2007. Gangguan mental emosional adalah istilah
yang sama dengan distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan
seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Distribedthed to workhighness,
psychosis and skizofrenia, gangguan mental mental is disorder that can be come it all of
person to even that, tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi
gangguan yang lebih serius tidak berhasil ditanggulangi.
Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007
adalah 11,6 persen dan bervariasi di antara provinsi dan kabupaten / kota. Pada Riskesdas
tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional kembali dengan menggunakan alat ukur
serta metode yang sama. Adapun hasil Riskesdas 2013 di provinsi se Indonesia seperti
terlihat pada grafik berikut Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang
menjadi lebih serius bagi orang yang mengalaminya dapat mengatasi atau melakukan
pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan kesehatan atau berobat ke tenaga kesehatan
yang kompeten. (Sumber Hasil Riskesdas 2013)

C. Data Tenaga kesehatan jiwa (psikolog, psikiater dan perawat jiwa ) di indonesia
Isu kesehatan selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat untuk diperbincangkan,
salah satunya adalah isu kesehatan mental. Kesehatan mental kini menjadi topik yang harus
mendapat perhatian serius jika melihat dari data yang dilansir oleh Riset Kesehatan Dasar
Kemenkes RI. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi gangguan jiwa
berat di Indonesia mencapai 1,7 per mil. Hal ini berarti, 1-2 orang dari 1000 penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat (Viora dalam Ika, 2015). Pada saat 2013,
pengobatan gangguan jiwa tercatat bahwa kurang dari 10% orang yang mengalami gangguan
jiwa mendapatkan layanan terapi oleh petugas kesehatan. Angka yang dapat dikatakan jauh
dari harapan. Di tahun 2018, survei yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar, prevalensi
gangguan jiwa berat meningkat secara signifikan menjadi 7 per mil, yang artinya 7 dari 1000
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat (Depkes, 2018), atau meningkat 312%
dari tahun 2013.
Hal ini menjadi menarik untuk dibahas karena (1) Peningkatan angka ini dapat
menunjukkan kenaikan masalah kesehatan mental di Indonesia, dan (2) Adanya peningkatan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental di Indonesia. Kedua asumsi
tersebut menjadi bahan yang menarik dan dapat memberikan dampak positif bagi pelayanan
kesehatan mental di Indonesia. Sesuai dengan pernyataan Viora (2018) bahwa saat ini,
masyarakat menjadi lebih terbuka untuk mengkomunikasikan gangguan jiwa yang dialami,
maupun yang dilihat di sekitar kehidupannya. Lebih dari itu, angka yang ditunjukkan dalam
survei Riskesdas 2018 adalah gerbang awal bagi layanan kesehatan mental menyeluruh bagi
masyarakat Indonesia.
• Kesehatan Mental di Indonesia
Kesehatan mental tidak hanya sebatas kasus gangguan jiwa berat, kesehatan mental
haruslah diartikan secara lebih luas. Apabila dilihat dari UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa/mental adalah kondisi ketika individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga menyadari kemampuan yang dimiliki
untuk mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Yang artinya, kesehatan mental dapat dikatakan menentukan
produktivitas suatu bangsa. Kesehatan mental dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
kesejahteraan masyarakat, yang tentunya bersinergi dengan kesehatan fisik. Hanya saja,
literasi kesehatan mental pada tenaga kesehatan masih rendah. Kondisi tersebut berpengaruh
pada proses diagnosis, pelayanan dan penanganan pasien, serta pemahaman keluarga tentang
kondisi, dan cara memperlakukan pasien (Afifah, dkk, 2016).
Sementara, jumlah tenaga Psikolog dan Psikiater belum mencapai standar WHO untuk proses
pelayanan kesehatan mental. WHO menetapkan standar bahwa jumlah tenaga Psikolog dan
Psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1:30 ribu orang, atau 0,03 per 100.000 orang.
Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, maka dibutuhkan ide ide-ide kreatif untuk lebih
memajukan layanan kesehatan mental di Indonesia. Ide-ide tersebut dibutuhkan untuk
menjangkau lebih luas masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan mental, baik secara
promotif, kuratif, maupun rehabilitatif.
• Kini dan Nanti
Kini, di era yang serba digital, akses teknologi informasi tersebar hampir di seluruh
Indonesia, layanan kesehatan mental pun perlu memanfaatkan kemudahan tersebut, selain
juga mempersiapkan tenaga Psikolog dan Psikiater yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Salah satu gerakan yang patut mendapatkan apresiasi adalah peluncuran layanan aplikasi
seluler oleh Kementerian Kesehatan “Sehat Jiwa” yang dapat diunduh di telepon genggam
masing-masing (Anwar, 2015; http://sehat-jiwa.kemkes.go.id/). Layanan aplikasi seluler
Sehat Jiwa merupakan salah satu inovasi yang mendekatkan masyarakat pada akses
informasi layanan kesehatan mental. Masyarakat dapat mendeteksi kondisi dirinya dan jika
diperlukan dapat melakukan pemeriksaan diri ke Psikolog atau Psikiater terdekat.
Selanjutnya, kemudahan akses pelayanan kesehatan mental lainnya adalah usaha pemerintah
dalam menempatkan Psikolog di layanan primer kesehatan, yaitu Puskesmas, sehingga
mudah diakses dan dapat menjangkau lapisan masyarakat secara lebih luas. Puskesmas dapat
menjadi jalur awal bagi tenaga kesehatan untuk lebih dekat dengan masyarakat secara
langsung. Walaupun penempatan Psikolog di Puskesmas belum menjadi program yang
merata di seluruh Indonesia, tetapi sebuah awalan yang sangat baik dalam meningkatkan
layanan kesehatan mental. Nanti, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan
ketersediaan kesempatan, maka ide layanan kesehatan mental dapat lebih berkembang. Tidak
hanya yang dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga masyarakat maupun komunitas-
komunitas yang peduli dengan kesehatan mental di era yang serba digital seperti saat ini. Era
digital dapat dipandang sebagai kesempatan untuk ikut serta meningkatkan kesehatan mental
masyarakat. Aplikasi Sehat Jiwa dapat diduplikasi melalui berbagai saluran (channel),
demikian juga layanan Psikolog atau Psikiater. Melalui kerja sama dengan penyedia layanan
informasi berbasis internet, edukasi-edukasi akan kesehatan mental menjadi lebih luas
cakupannya sehingga layanan kesehatan mental di Indonesia nanti, dapat terfasilitasi secara
lebih menyeluruh.

2. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui apa peran tenaga kesehatan ( psikolog, psikater, dan perawat jiwa )
dalam melakukan pelayanan kesehatan pada pasien jiwa serta mengetahui pelayanan dengan
kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa , elemen penting dalam kolaborasi, manfaat
kolaborasi interdisiplin serta hambatan dalam melakukan kolaborasi interdisiplin dalam
keperawatan jiwa

3. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan mengenai peran tenaga kesehatan ( psikolog, psikater, dan
perawat jiwa ) dalam melakukan pelayanan kesehatan pada pasien jiwa serta
mengetahui pelayanan dengan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa , elemen
penting dalam kolaborasi, manfaat kolaborasi interdisiplin serta hambatan dalam
melakukan kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa

2. Bagi masyarakat
Dapat menggunakan makalah ini sebagai bacaan maupun referensi tentang peran
tenaga kesehatan ( psikolog, psikater, dan perawat jiwa ) dalam melakukan pelayanan
kesehatan pada pasien jiwa serta mengetahui pelayanan dengan kolaborasi
interdisiplin keperawatan jiwa , elemen penting dalam kolaborasi, manfaat kolaborasi
interdisiplin serta hambatan dalam melakukan kolaborasi interdisiplin dalam
keperawatan jiwa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A, Peran dari Tenaga Kesehatan Jiwa (Psikolog, Psikiater, dan Perawat Jiwa)

● Peran psikolog

Psikolog adalah seorang profesional dengan kompetensi melakukan asesmen dan intervensi
perilaku manusia untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis bersangkutan demi pencapaian
status kesehatan yang paripurna. Perilaku manusia sangatlah kompleks yang merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang bersumber dari diri individu dan lingkungannya. Karena
kompleksitas inilah maka gangguan perilaku manusia selalu berada dalam suatu rentang
kontinum (bukan dikotomi, sehat-sakit). Di Indonesia, secara umum ada empat bidang fokus
praktisi psikolog yaitu psikolog yang berfokus pada pengembangan dan penanganan persoalan
psikologis perilaku pada setting : (1) Sekolah/pendidikan, (2) Industri dan Organisasi (I/O), (3)
Sosial serta (4) Klinis. Kemampuan dasar keempat fokus bidang psikologi tersebut relatif setara
dengan porsi muatan pendidikan dan latihan sesuai dengan bidang fokusnya.
Psikolog I/O cenderung berfokus pada pengembangan diri dan peningkatan produkfitas kerja;
dengan berbagai kompleksitas perilaku manusia dalam dunia kerja serta kemajuan dunia (IPTEK
dan sosial politik). Psikolog I/O mempunyai kompetensi dalam melakukan asesmen, analisa, dan
menemukan solusi terbaik demi pengembangan diri dan karir individu maupun demi
produktifitas perusahaan. Termasuk didalamnya adalah memberikan masukan kebijakan
perusahaan agar lingkungan kerja dapat mempromosikan work-life balance, misalnya dengan
menyediakan fasilitas gym/olahraga, edukasi nutrisi, kebijakan cuti-tunjangan dan kompensasi,
dan lain sebagainya. Kesehatan mental/jiwa di tempat kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya faktor personal (misalnya: kecenderungan kepribadian, gaya belajar dan komunikasi,
situasi keluarga, dll ), jenis dan beban kerja, keberadaan layanan kesehatan di tempat kerja serta
dukungan perusahaan lain berupa kebijakan-kebijakan manajemen yang mendukung
keseimbangan kerja dan hidup (work-life balance). Stress management di tempat kerja
merupakan salah satu contoh persinggungan wilayah Psikolog I/O dan Psikolog Klinis dimana
kedua sub-profesi ini dapat bersinergi bekerjasama. Ketika stress yang dialami oleh pegawai atau
sekelompok pegawai secara signifikan mengganggu produktifitas kerja dan keberfungsian
seseorang, Sebagai contoh, depresi pada taraf sangat ringan dapat termanifestasi sebagai stress
kerja; contoh gejala yang tampak: kurang konsentrasi, mudah marah atau sedih, kesulitan tidur,
selalu merasa lelah, serba salah, banyak mengeluh dan complain. Namun ketika muncul pola-
pola berpikir keliru (distorsi kognitif), komunikasi tidak efektif, atau peningkatan intensitas dari
gejala-gejala yang tampak (ringan) tadi, maka kemungkinan depresi akut sedang berkembang.
Selain itu, biasanya keluarga pegawai akan terkena dampak buruk dari menurunnya status
kesehatan jiwa pegawai yang pada gilirannya membuat pegawai justru kehilangan sumber
dukungan sosialnya (kehilangan kehangatan/keharmonisan keluarga).
Pemahaman akan perkembangan manusia dari sejak dalam kandungan yang tidak hanya meliputi
pertumbuhan ragawi saja, akan tetapi juga kondisi mental psikologis yang juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana individu tersebut bertumbuh kembang merupakan
dasar untuk memahami dinamika terjadinya sebuah gangguan kejiwaan dan pemilihan alternative
intervensinya. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan lingkungan pertama maupun
utama bagi seorang individu tentu mempunyai peran yang sangat signifikan dalam pembentukan
manusia-manusia yang berkualitas; yang mampu mengembangkan potensinya untuk
berkarya serta mempunyai kestabilan emosi dan kemampuan regulasi diri yang prima kualitas
pribadi. Melalui pengasuhan dan pendidikan dalam keluarga seseorang mendapatkan bekal-bekal
dasar menjadi manusia yang mempunyai kemampuan untuk mengelola kondisi intrapsikisnya
serta daya lenting (resiliency) untuk menghadapi berbagai permasalahan hidup.
Oleh karenanya sangat penting untuk dilakukan penguatan pada pengasuhan dan pendidikan
anak di dalam keluarga. Edukasi pada orang tua tentang pengasuhan yang stimulatif dan
berkesadaran rasa untuk membentuk pribadi unggul menjadi sangat penting. Di sisi lain,
pengasuhan yang berbasis pada tradisi dan kearifan lokal akan kembali meneguhkan jati diri
manusia Indonesia yang berdasarkan perjalanan sejarah telah terbukti tangguh.

● Peran psikiater

Secara profesi, psikiater merupakan seorang dokter spesialis yang menangani kesehatan jiwa.
Mereka umumnya mengambil sekolah kedokteran untuk kemudian mengkhususkan diri dalam
bidang psikiatri.

Sebagai seorang dokter, psikiater punya kemampuan untuk mendiagnosis gangguan mental yang
dialami pasien dan menemukan pengobatan yang diperlukan.
Seorang psikiater fokus pada ketidakseimbangan zat kimia di dalam otak. Itulah sebabnya
kebanyakan psikiater memberikan terapi berupa obat-obatan.

Psikiater umumnya lebih sering menangani pasien dengan kondisi gangguan mental yang
memerlukan pengobatan. Beberapa kondisi yang membutuhkan bantuan psikiater di antaranya
gangguan cemas, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan bipolar, depresi
mayor, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), dan skizofrenia.

● Peran Perawat Jiwa


Perawat kesehatan jiwa memiliki peran sebagai          pemberi asuhan keperawatan secara
langsung. Peran yang pertama adalah memberikan tindakan  keperawatan pada keluarga dan
penderita. Perawat kesehatan jiwa menyatakan pernah memberikan tindakan keperawatan kepada
keluarga dan penderita.          
Namun, tindakan keperawatan yang diberikan tidak setiap hari atau bersifat situasional
tergantung pada keluhan penderita pada saat dikunjungi. Contoh tindakan keperawatan yang
dilakukan perawat adalah  mengajak keluarga untuk memandikan penderita, mengajarkan
penderita cara menangani halusinasi, mengarahkan keluarga agar tidak membiarkan penderita
sendirian, memberikan penderita kesibukanserta memberikan arahan kepada keluarga untuk
memberikan obat secara teratur kepada penderita.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung, peran perawat yang lain adalah dengan
melanjutkan terapi untuk penderita. Selain memberikan tindakan keperawatan, perawat
membantu terapi atau pengobatan lanjutan bagi penderita. Terapi yang diberikan kepada
penderita berdasarkan rujukan balik dari rumah sakit jiwa serta menganjurkan keluarga untuk
membawa penderita ke puskesmas untuk mendapatkan injeksi obat jiwa sekali sebulan.

a. Bagaiman agar interdisiplin dapat berhasil di Indonesia


Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sakit jiwa. Anggota tim kesehatan
meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker.
Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang efektif,
bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yangefektif, hal tersebut perlu ditunjang
oleh sarana komunikasi yang dapatmenyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif
sehinggamenjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan
keputusan.Peran Tim Medis lain dalam pelayanan keperawatan jiwa :
1. Dokter, memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati,dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakanmodalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan berkonsultasi
2. Psikolog, memiliki pengetahuan mendalam tentang pencegahan,diagnosis, dan
penanganan terkait kesehatan mental. Selain itu, psikolog juga dapat mencari tahu,
menganalisis penyebab dan memberikan solusi terhadap permasalahan psikologis
yang dialamiseseorang melalui perubahan sikap ataupun gaya hidupnya.
3. Farmakologi, memiliki pengetahuan tentang obat-obatan apa yangsesuai dalam
penanganan pasien gangguan mental
4. Ahli gizi, berperan penting memberikan saran dan informasikepada pasien tentang
penatalaksanaan gizi dan masalah kesehatan,terlibat dalam diagnosis dan masalah
kesehatan , terlibat dalam diagnosis dan pengobatan masalah kesehatan yang terkait
gizi dan nutrsi
BAB III
REVIEW TERKAIT INTERDISIPLIN KOLAABORASI

A. Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa

Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan lainnya
maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai hubungan yang jelas, dengan
tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian
khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya
konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sakit
jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli
gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki
komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan
keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan
kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Karena
dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan nalar dan pikiran yang rasional, maka
keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat
berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien sakit
jiwa tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai pusat
anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak langsung dengan
pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam sehingga perawatlah yang
mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan yang
baik dengan tim yang baik. Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam
mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan
modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi
dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.

B. Elemen penting dalam kolaborasi Interdisiplin


Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, kontribusi praktisi profesional, kolegalitas,
komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling
menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada
menyalhkan seseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan
arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang menfasilitasi
suatu proses dimanis antara orang-orang di tandai oleh keinginam maju untuk mencapai tujuan
dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen
kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akn ada, asertif menjadi ancaman, menghindar
dari tanggung jawab, tergantung komunikasi. Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama tean multidisipliner dapat di gunakan untuk mencapai
tujuan kolaborasi team :
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik professional
2. Produktivitas itu maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Peningkatannya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatkan kohesifitas antar profesional
5. Kejelasan peran dalam berinterkasi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain

C. Manfaat kolaborasi Interdisiplin dalam pelayanan Keperawatan Jiwa

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, kontribusi praktisi profesinal, kolegalitas,
komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas mekenkan pada saling
menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah atau menghindari tanggung
jawab.
Beberapa manfaat kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional untuk pasien jiwa.
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efisiensi sumber daya
3. Peningkatannya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas.
4. Meningkatnya kohesefitas antar profesional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.

D. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa


Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada banyak hambatan
antara anggota interdisiplin, meliputi :
1. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim.
2. Struktur organisasi yang konvensional.
3. Konflik peran dan tujuan.
4. Kompetisi interpersonal
5. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

E. ATIKEL TERKAID

1. Judul Jurnal: sosialisasi model Praktik kolaborasi interprofesional pelayanan


kesehatan di Rumah Sakit
http://jurnal.unpad.ac.id/dharmakarya/article/download/14870/7871

2. Peningkatan pelayanan kesehatan dengan intercolaboration professional oleh


perawat latifahyasriq@outlook.com Nim:181101129

3. Judul jurnal : Peningkatan pelayanan kesehatan dengan


intercolaborationprofessional olehperawat https://osf.io/dbjgv/download/?
format=pdf

4. https://www.researchgate.net/publication/337725417_KOMUNIKASI_EFEKTIF_
DALAM_KOLABORASI_INTERPERSONAL_SEBAGAI_UPAYA_UNTUK_ME
NINGKATKAN_PELAYANAN_KESELAMATAN_PASIEN_YANG_BERMUTU
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien saki jiwa yang efektig maka keluarga,
perawat, dokter dan tim kesehatan (psikolog, psikiater) harus berkolaborasi satu dengan
yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa di atas yang
lainnya. Masing -masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga
ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan mencapai tujuan yang diharapkan kolaborasi
yang efektif antara anggota tim kesehatan menfasilitasi terselenggarannya pelyanan
keperawatan jiwa yang berkualitas.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat
pasien. Kadang kala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional
kesehatan .

B. Saran
Demikian isi makalah ini. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang kami
uraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Ade, Susana; 2011; Terapi Modalitas Keperawatan Kesehatan Jiwa; Penerbit Buku
KedokteranEGC; Jakarta.

Ali, Zaidin. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika

Anna; Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.

Dalami, Ernawati; 2010; Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa; CV. Trans InfoMedia;
Jakarta.

Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai