Anda di halaman 1dari 13

Pembahasan Jurnal

PERANAN ANTROPOLOGI KESEHATAN

Kelompok 6 :
Juriko Tendean
Linda Pengalila
Krety Welong
Vania Soplanit
Dame Sitorus
Arini Ayusangiang
Lyanda Watung
Justitia Lantu

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015

A. PENGERTIAN ANTROPOLOGI KESEHATAN


1. Menurut Foster/Anderson,
Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan penyakit dari dua
kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial budaya.
Pokok perhatian Kutub Biologi :
Pertumbuhan dan perkembangan manusia
Peranan penyakit dalam evolusi manusia
Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)
Pokok perhatian kutub sosial-budaya :
Sistem medis tradisional (etnomedisin)
Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka
Tingkah laku sakit
Hubungan antara dokter pasien
Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada masyarakat
tradisional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan adalah disiplin
yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-budya dari tingkahlaku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya disepanjang sejarah
kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia
(Foster/Anderson, 1986; 1-3).
2. Menurut Weaver :
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan

yang menangani

berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver, 1968;1)


3. Menurut Hasan dan Prasad :
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari
aspek-aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak
pandangan untuk memahami kedokteran (medical), sejarah kedokteran (medicohistorical), hukum kedokteran (medico-legal), aspek sosial kedokteran (medico-social)
dan masalah-masalah kesehatan manusia (Hasan dan Prasad, 1959; 21-22)

4. Menurut Hochstrasser :
Antropologi Kesehatan adalah pemahaman biobudaya manusia dan karya-karyanya,
yang berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan (Hochstrasser dan Tapp, 1970;
245).

B. PERAN ANTROPOLOGI DALAM BIDANG KESEHATAN


Menurut Foster dan Anderson ada empat hal utama yang dapat disumbangkan oleh
antropologi terhadap ilmu kesehatan yaitu,
a. Perspektif Antropologi
Terdapat dua konsep dalam perspektif antropologi bagi ilmu kesehatan (a)
Pendekatan Holistik, pendekatan ini memahami gejala sebagai suatu sistem.
Pendekatan ini dimana suatu pranata tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri lepas
dari hubungannya dengan pranata lain dalam keseluruhan sistem. (b) Relativisme
Budaya, Standar penilaian budaya itu relative, suatu aktivitas budaya yang oleh
pendukungnya dinilai baik, pantas dilakukan mungkin saja nilainya tidak baik dan
tidak pantas bagi masyarakat lainnya.
b.

Perubahan: Proses dan Persepsi (Perubahan Terencana)


Suatu perubahan terencana akan berhasil apabila perencanan program bertolak dari
konsep budaya. Bertolak dari itu, perencanaan program pembaharuan kesehatan
dalam upaya mengubah perilaku kesehatan tidak hanya memfokuskan diri pada hal
yang tampak, tetapi seharusnya pada aspek psiko-budaya.

c. Metodologi Penelitian
Ahli antropologi menawarkan suatu metose penelitian yang longgar tetapi efektif
untuk menggali serangkaian masalah teoretik dan praktis yang dihadapi dalam
berbagai program kesehatan.
d.

Premis
Premis atau asumsi atau dalil yang mendasari atau dijadikan pedoman individu
atau kelompok dalam memilih alternatif tindakan. Premis-premis tersebut
memainkan peranan dalam menentukan tindakan individu dan kelompok. Beberapa
premis dari sebagian besar ahli antropologi kesehatan antara lain:

- Penyakit dalam beberapa bentuk merupakan fakta umum dari kehidupan manusia.

- Seluruh kelompok manusia, telah mengembangkan metode dan aturan, sesuai


dengan sumber daya dan strukturnya, untuk mengatasi atau merespon terhadap
penyakit.

- Seluruh kelompok manusia telah mengembangkan seperangkat kepercayaan,


pengertian, dan nilai-nilai yang konsisten dengan matriks budayanya untuk
memahami tentang penyakit dan menentukan tindakan untuk mengatasinya.

C. STUDI KASUS : PERILAKU MASYARAKAT DALAM MEMANFAATKAN


PELAYANAN KESEHATAN (STUDI PADA POLIKLINIK DESA DAN DUKUN
DI GUNUNG IBUL BARAT PRABUMULIH)
1. Poliklinik Desa
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan harus dilihat dari seluruh sisi. Hal
yang paling utama dari pembangunan kesehatan yakni pelayanan kesehatannya yang
masih perlu mendapatkan perhatian, karena masih ada kelemahan diantaranya; kondisi
geografis, masalah sosial ekonomi dan budaya, kurangnya informasi kesehatan dan
pelayanan kesehatan sehingga mendorong pemerintah untuk lebih meningkatkan dan
mendekatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Sebuah desa dapat dikatakan telah menjadi Desa Siaga jika memiliki sekurangkurangnya sebuah Poliklinik Desa. Poliklinik Desa juga merupakan salah satu program
yang dikembangkan dari Desa Siaga seperti yang telah ditetapkan oleh Meteri
Kesehatan

dalam

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

546/MENKES/SK/VIII/2006 dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi


masyarakat khususnya di pedesaan.
Adapun 3 Fungsi dari Poliklinik Desa (Polindes) yaitu :
1. Sebagai tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
masyarakat.
2.

Sebagai tempat untuk melakukan pembinaan kader/pemberdayaan masyarakat


serta forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa.

3.

Sebagai tempat memberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian


sederhana untuk deteksi dini dan penanggulangan pertama kasus kegawat
daruratan.

2. Kondisi dan Keadaan Gunung Kidul


Kelurahan Gunung Ibul Barat secara administratif terletak di wilayah Kecamatan
Prabumulih Timur kota Prabumulih, dengan luas kelurahan kurang lebih 582,5
Ha/m yang terdiri dari 4 RW dan 14 RT. Secara geografis Kelurahan Gunung Ibul
Barat ini berada di ketinggian tanah 1500-1700 M dari permukaan laut, dengan
curah hujan 35 Mrn/thn dan tingkat kemiringan tanah 15 derajat, letak kelurahan
dengan bantaran sungai 35 Ha/m dan topografi berada pada dataran rendah.
Masyarakat Gunung Ibul Barat dapat dikategorikan sudah mnegalami
pengembangan pengetahuan dari segi pendidikan. Setelah melakukan observasi di
daerah Gunung Ibul khususnya di Gunung Ibul Barat ini masih banyak dapat kita
jumpai dukun-dukun yang dipercaya memiliki kemampuan menyembuhkan
berbagai jenis penyakit kurang lebih masih memiliki 4 dukun2 di daerah ini. Dapat
disimpulkan dari hasil wawancara dengan masyarakat sebelum melakukan
penelitian ini bahwa masyarakat lebih merasa percaya dengan kebiasaan lama yang
mereka anggap ini sudah dilakukan oleh para pendahulu mereka, dan sugesti yang
muncul dalam diri masyarakat lebih bisa menerima/yakin sembuh jika mereka
sudah melakukan pengobatan ke dukun/pengobatan alternatif disamping mereka
juga melakukan pengobatan ke Polindes.
Penemuan data di lapangan bahwa per hari pengguna/pengunjung Poliklinik Desa
ini mencapai 4 samapi 5 orang. Sedangkan pengguna jasa dukun masih terbilang
lebih meningkat, dalam satu hari terkadang di satu dukun tersebut mencapai 6
pengunjung dengan berbagai keluhan yang ada. 4 jasa alternatif (dukun) yang
ditemukan di lapangan ternyata memiliki perbedaan sendiri-sendiri, karena ada satu
jasa pengobatan alternatif yang buka hanya pada hari minggu dan dari hasil
pendaftaran pada hari minggu saja pasiennya mencapai 15 orang
3. Pemahaman Perilaku Masyarakat
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku seseorang pada situasi
tertentu biasanya merupakan akibat dari kebutuhan, tekanan, dan rangsangan dari
situasi tersebut. artinya lingkungan sosial di mana individu itu berada merupakan
faktor pendorong dalam pengambilan sikap atau perilaku tertentu. Ketika dalam
kondisi/keadaan sakit inilah masyarakat merasa tekanan-tekanan dalam hidup maka
hal ini akan mendorong seseorang untuk mencari berbagai bentuk pengobatan baik
itu yang dilakukan baik oleh petugas medis (Poliklinik Desa) maupun non medis
(alternatif).

Menurut sebagian psikolog, perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam
diri manusia dan dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi
kebutuahan yang ada dalam diri manusia. Dengan adanya dorongan tersebut,
menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang
mengarah pada tujuan6 Masyarakat bukanlah sesuatu yang statis di luar sana
yang selalu mempengaruhi dan membentuk dirinya, namun pada hakekatnya
merupakan sebuah proses interaksi. Berkaitan dengan hal ini dikembangkan sebuah
model teori kepercayaan kesehatan (health belief model) oleh Rosenstock.
Dimana model kesehatan kepercayaan ini mencakup beberapa unsure utama
(Rosenstock,1982)7 :
1. Persepsi Individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived
susceptibility). Mereka merasa dapat terkena penyakit tersebut akan cepat
merasa terancam.
2. Pandangan Individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived seriousness),
yaitu resiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu.
makin berat resiko sutau penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa
individu itu terserang penyakit tersebut, makin dirasakan besar ancamannya.
Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau
penyembuhan

penyakit.

Namun

ancaman

yang

terlalu

besar

malah

menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru menghambatnya untuk
melakukan tindakan karena individu tidak berdaya melawan ancaman tersebut.
3. Konsekuensi dari tindakan yang dianjurkan itu (biaya yang mahal, rasa malu,
takut akan rasa sakit dan sebagainya) seringkali menimbulkan keinginan
individu justru menhindari alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan.
4. Faktor pencetus (cues to action) yang dapat datang dari dalam diri individu
(munculnya gejala-gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang
lain,sosialisasi kesehatan, terserang seseorang teman atau keluarga oleh
penyakit yang lama dan sebagainya).
4. Hasil Penelitian
Peran lembaga kesehatan di Gunung Ibul Barat Prabumulih yakni segala upaya
yang dilakukan oleh petugas kesehatan serta perangkatnya dalam hal memberikan
penjagaan kesehatan mulai preventif sampai rehabilitative dengan cara :
a. memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat. Program
penyuluhan dalam hal kesehatan yang dilakukan oleh Bidan desa atau petugas
kesehatan, sasarannya masyarakat dengan tujuan agar timbul kesadaran akan

pentingnya kesehatan dan mengetahui berbagai macam cara dalam hal


pencegahan satu jenis penyakit.
b. melakukan pembinaan kader. Memberikan kesempatan bagi ,masyarakat untuk
berpartisipasi langsung dalam menjaga kesehatan.
c. memberikan pelayanan kesehatan dengan 2 tahap pelayanan. Yaitu tahap
pelayanan medis (dokter), yang kedua itu tahapan pelayanan kesehatan
masyarakat (posyandu).
Perilaku masyarakat, dapat dilihat dengan berbagai pandangan yang dimulai
melalui, persepsi sehat dan sakit dari masyarakat gunung kidul.
a. Perilaku sakit diartikan sebagai segala macam bentuk tindakan yang dilakukan
oleh individu yang sedang sakit agar mendapatkan kesembuhan. Tindakan yang
dilakukan pada saat terserang sebuah penyakit merupakan suatu kondisi yang
biasa dilakukan oleh penderita sakit. Kondisi sakit terkadang memberikan ruang
bagi imajinasi untuk berpikir yang di luar batas akal manusia. Terkadang ucapan
yang keluar dari mulut seseorang yang sedang mengalami sakit yakni banyak
mengeluh dan terkadang keluar kata-kata yang negatif tanpa kita sadari.
Perilaku sakit erat kaitannya dengan kepercayaan akan rasa yang dirasakan oleh
tubuh, penghayatan akan situasi yang dihadapi oleh individu sehingga akan
berdampak pada pola perilaku yang akan dilakukan oleh individu tersebut. Ada
dua faktor utama yang menentukan perilaku sakit yakni persepsi atau definisi
indvidu tentang suatu situasi/penyakit, serta kemampuan individu untuk
melawan serangan penyakit tersebut dengan sebuah tindakan. Dengan demikian
dapatlah dimengerti terkadang ada individu yang mampu mengatasi penyakitnya
yang dikategorikan cukup berat sedangkan orang yang tadinya sakit biasa saja
terkadang malah memperoleh berbagai masalah kesehatan.
b. Perilaku sehat yakni tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan
kebersihan diri, olahraga dan makanan yang bergizi.
Adapun tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Gunung Kidul saat
mengalami sakit yaitu pertama, melakukan tindakan pengobatan sendiri misalnya
dengan menggunakan obat-obat yang bisa kita temui dan di jangkau seperti obat
gosok, obat penambah stamina tubuh serta secara tradisional yakni dengan
meminum jamu ketika penyakitnya dirasa tidak cukup berat. Jika sakit yang
dirasakan oleh individu sudah tidak mampu diatasi oleh obat-obatan tersebut, maka
langkah yang kedua, mereka lakukan yaitu dengan melakukan pengobatan medis,

dengan pergi ke salah satu tempat layanan kesehatan guna berobat atas sakit yang di
deritannya. Ada dua jenis layanan kesehatan yang mampu melakukan pengobatan
(kuratif) terhadap sebuah penyakit yakni pengobatan modern (Poliklinik Desa) dan
Dukun (alternatif pengobatan). Jasa pengobatan poliklinik desa, memberikan banyak
sekali penyuluhan dan memberikan program pengobatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Tetapi masyarakat sangat mempercayai pengobatan dukun/alternatif.
Ada beberpa faktor yang menyebabkan masyarakat lebih tertarik untuk melakukan
pengobatan ke dukun yaitu faktor ekonomi, faktor persepsi, faktor resiko yang
dihadapi, faktor budaya.
D. STUDI KASUS : LEKSIKON ETNOMEDISIN DALAM PENGOBATAN
TRADISIONAL MINANGKABAU
Ada tiga konsep yang penting untuk dijelaskan dalam penelitian ini, yakni
antropolingistik, etnomedisin, dan leksikogi, yaitu :
1. Antropolinguistik adalah disiplin ilmu yang bersifat interpretatif yang lebih jauh
mengupas bahasa untuk menemukan pemahaman budaya (cultural understanding).
Artinya, kebudayaan yang tersimpan dalam pikiran manusia sebagai pengetahuan
bersama berfungsi untuk menjelaskan makna tuturan sebagai praktik budaya itu.
Bahasa secara tersurat dipahami sebagai kekayaan rohani milik manusia dan gayub
tutur (speech commmunity) tertentu, yaitu sumber daya kekayaan dan digunakan
dalam wujud tuturan (speaking) di sisi tulisan yang merupakan realisasi kebudayaan
itu.
2. Etnomedisin, yakni cabang antropologi kesehatan yang membahas tentang asal
mula penyakit, sebab-sebab, dan cara pengobatan menurut kelompok masyarakat
tertentu. Aspek etnomedisin merupakan aspek yang muncul seiring perkembangan
kebudayaan manusia. Di bidang antropologi kesehatan, etnomedisin memunculkan
termonologi yang beragam. Cabang ini sering disebut pengobatan tradisional,
pengobatan primitif, tetapi etnomedisin terasa lebih netral (Foster dan Anderson,
1986:62). Studi tentang etnomedisin pada dasarnya untuk memahami budaya
kesehatan dari sudut pandang masyarakat, terutama sistem medis yang telah
menjadi tradisi masyarakat secara turun temurun. Menurut kerangka etnomedisin,
penyakit dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama penyakit yang disebabkan oleh
agen (tokoh) seperti dewa, lelembut, makhluk halus, manusia, dan sebagainya.
Pandangan ini disebut pandangan personalistik. Penyakit juga dapat disebabkan

karena terganggunya keseimbangan tubuh karena unsur-unsur tetap dalam tubuh


seperti panas dingin dan sebagainya. Kajian tentang ini disebut kajian natural atau
nonsupranatural. Di dalam realitas, kedua prinsip tersebut saling tumpang tindih,
tetapi sangat berguna untuk mengenai mengenai konsep-konsep dalam etnomedisin
(Foster dan Anderson, 1986:63-64). Khusus untuk pengobatan penyakit naturalistik,
biasanya digunakan bahan-bahan dari tumbuhan (herbalmedicine) dan hewan
(animalmedicine), atau gabungan kedua. Sementara untuk penyakit personalitik
banyak digunakan pengobatan dengan ritual dan magis.
3. Leksikologi yakni ilmu yang mempelajari seluk-beluk kata, menyelidiki kosa kata
suatu bahasa, baik mengenai pemakaian maupun maknanya seperti yang dipakai
oleh masyarakat bahasa bersangkutan (Usman, 1979: 1). Dalam leksikologi butirbutir leksikal suatu bahan dikaji asal-usulnya, bentuk dan pembentukannya,
maknanya, penggunaannya aspek bunyi dan ejaannya, serta aspek lainnya. Lalu
kalau kemudian hasil kajian leksikologi ini ditulis dan disusun secara alfabet, maka
bidang kegiatannya sudah termasuk dalam kegiatan leksikografi. Hasil penulisan
atau kerja leksikografi akan diwujudkan dalam sebuah kamus. Begitu juga dengan
hasil penelitian yang akan dilakukan ini juga akan menghasilkan (luaran) kamus
istilah pengobatan tradisional Minangkabau. Sebagaimana yang dijelaskan pada
latar

belakang

kosa-kata

yang

digunakan

dalam

pengobatan

tradisional

Minangkabau bersumber dari naskah. Kajian naskah-naskah kuno Minangkabau


yang mengandung pengetahuan masyarakat tradisional (local genius) Minangkabau
pada masa lampau.
1. HASIL PENELITIAN
Leksikon etnomedisin

dalam

pengobatan

tradisional

Minangkabau

dapat

dikelompokan menjadi :
A. Jenis-jenis penyakit
Biriang merupakan santet perusak kulit yang memiliki beberapa tinggkat
mulai dari ringan sampai pada berat. Ringan adalah koban akan merasa gatal
pada kulitnya. Semakin digarut korban akan merasa semakin gatal. Bekas
kulit yang digarut akan memutih. Santet biriang sedikit berat adalah korban
akan merasa gatal pada kulit. Namun, apa bila digarut kulit akan terkelupas
dan perih. Santet biriang yang paling berat adalah kulit korban bentol-bentol
seperti jerawat. Bentolan pada kulit tersebut berisi cairan bila digarut
bentolan tersebut akan pecah dan mengeluarkan cairan berbau yang sangat

amis. Cairan yang menempel pada kulit yang lain akan membuat proses

penyebaran yang sangat cepat.


Tinggam adalah sejenis santet yang sangat mematikan. Bagi korban yang
kena santet ini santet tinggam tidak membuat korban langsung tewas namun
secara perlahan dan pasti. Santet ini akan membuat leher korban bengkak dan
lama kelamaan leher yang bengkak tersebut akan meletus, berlobang dan
mengeluarakan cairan yang busuk. Proses dari santet ini menggunakan media
tulang ikan pari. Setelah tulang ikan tersebut diambil kemudian ikan tersebut
dilepaskan ke laut. Tulang ikan pari tersebut ditancapkan ke pohan yang
bergetah seperti pohon nangka. Proses ini terntu saja menggunakan ritual.
Bertepatan dengan pemakuan tulang ikan ke pohon yang bergetah korban

akan merasakan sakit yang luar biasa.


Sijundai merupakan jenis guna-guna dimana korbannya hanya perempuan.
Perempuan yang kena guna-guna ini seperti orang gila. Kejadian ini biasanya
disebabkan oleh masalah kasih sayang yang terganggu. Seorang laki-laki
yang sakit hati karena cintanya ditolak ataupun ditinggal menikah oleh

seorang perempuan maka laki-laki tersebut akan melakukan ritual ini.


B. Jenis-jenis ramuan
Ramuan di Minangkabau dinamakan juga dengan panawa. Ramuan ini dapat
dikempokan lagi menjadi dua yaitu tumbuhan, binatang dan benda-benda
lainnya. Tumbuhan adalah obat yang sering digunakan dalam pengobatan seprti
limau, injuang, pisang, binatang adalah ayam, serta benda-benda seperti batu dan
aia air.

Limau merupakan ramuan yang paling sering digunakan dalam pengobatan


tradisional Minangkabau. Ada banyak jenis limau yang digunakan dalam
ramuan pengobatan diantaranya limau kapeh, limau puruik, limau kambiang,
limau kuci, dan limau lunggo. Limau adalah pembuang karat yang ada pada

sipenderita baik manusia, rumah, warung dan hewan.


Injuang adalah sejenis tanaman yang hidup tanah belantara. Tanaman ini
digunakan sebagai pagar rumah. Sering kita melihat tanaman ini tumbuh
sebagai pagar pada rumah gadang. Tidak akan ada setan dan roh-roh jahat

yang berani mendekat karena daun injuang tersebut.


Ayam yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional Minangkabau
adalah ayam jantan hitam. Selain sebagai ramuan, binatang yang memiliki
nama latin gallus gallus bankiva ini juga digunakan sebagai media untuk

melihat penyakit. Dengan menggunakan ayam orang pintar akan mengetahui

si penderita sedang mengalami penyakit apa.


Batu digunakan juga sebagai ramuan dalam pengobatan tradisional
Minangkabau. Batu yang dimaksud adalah batu kilok. Batu kilok adalah batu
yang becahaya terlihat dari kejauhan kena matahari pada siang hari. Batu ini
merupakan salah satu ramuan yang digunakan sebagai ramuan untuk

pengobatan warung.
Air yang digunakan adalah Aia musajik tujuah abang maksudnya adalah air
yang diambil di kamar mandi masjid ketika adzan magrib berkumandang.
Cara mengambil air ini ketika adzan magrib berkumandang dimasukan air
tersebut ke dalam wadah, lalu jalan lurus ke depan dan tidak boleh menoleh
kebelakang. Air ini diambil dari tujuh masjid yang berbeda. Biasanya ini

digunakan sebagai ramuan pengobatan orang yang kena pelet


C. Proses Pengobatan
Ada banyak leksikon yang digunakan dalam pengobatan tradisional
Minangkabau. Leksikon yang digunakan tidak hanya berhubungan dengan
ramuan dan penyakit, namun ada leksikon lainnya yang digunakan.
Manyilau dalam pengobatan tradisional Minangkabau merupakan hal yang
selalu dilakukan oleh orang pintar. Manyilau adalah proses melihat penyakit.
Ada banyak media yang digunakan oleh orang pintar dalam manyilau

penyakit seseorang seperti limau, air, ayam dan lain-lain.


Paureh merupakan proses terakhir yang dilaksanakan dalam pengobatan.
Paureh adalah cara memasang obat yang diberikan oleh orang pintar. Dalam
kepercayaan orang Minangkabau yang sakit itu tidak hanya manusia tetapi
rumah, warung dan binatang (anjing) juga bisa sakit. Kata paureh digunakan
untuk manusia, rumah dan warung. Paureh selalu menggunakan air dan
ramuan lain. Pada orang yang sakit paureh dinamakan juga dengan palimau.
Paureh pada orang yang sakit prosesnya adalah dengan memasukan ramuan
yang diberikan orang pintar kedalam air mandi. Pada rumah dan warung
paureh dilakukan dengan cara memercikkan air yang berisi ramuan dan yang
telah dimantrai oleh orang pintar mulai dari bagian kiri depan rumah hingga
kebelakang dan bertemu lagi ke depan bagian kiri rumah. Proses pemercikan
ramuan ini sesuai arah jarum jam. Pada binatang seperti anjing paureh
dinamakan mamandikan memandikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar L. Antropologi dan Konsep Kebudayaan. Jurnal Atropologi Papua vol. 1 no. 1
tahun 2002
2. Djoht D. Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Papua. Jurnal Atropologi Papua vol. 1 no. 1 tahun 2002
3. Almos R, Pramono. Leksikon Etnomedisin dalam Pengobatan Tradisional
Minangkabau. Jurnal Arbiter vol. 2 April 2015
4. Kustyana R. Perilaku Masyarakat dalam Memafaatkan Pelayanan Kesehatan (Studi
pada Poliklinik Desa dan Dukun di Gunung Ibul Barat Prabumulih). Tahun 2013

5. Joyomartono, Mulyono. 2011. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: UNNES


PRESS
6. Koentjaraningrat. 2008. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
7. Habib
Umar.
2011.
Penerapan
Antropologi
http://azhadzaktar.blogspot.com/

Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai