Anda di halaman 1dari 16

KONSEP BERDUKA (GRIEF)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Dosen Pembimbing :

Ns. Henni Kusuma, M.Kep,.Sp.Kep.MB

Disusun Oleh:
1. Khana Ramadani Q (22020116130053)
2. Galuh Ayu Permatasari (22020116130054)
3. Fitri Ari Wahyuni (22020116130056)
4. Alma Savera (22020116130059)
5. Dedy Indra Edoardo P.S (22020116130061)
6. Milkha Amalia I (22020116130067)

Kelas A.16.2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
A. Definisi dan Proses Berduka
Berduka adalah respon total terhadap pengalaman emosional akibat kehilangan.
Berduka dimanifestasikan dalam pikiran, perasaan dan perilaku yang berhubungan
dengan distres atau kesedihan yang mendalam. Duka cita adalah respon subjektif yang
dialami oleh orang yang ditinggalkan setelah kematian seseorang yang amat erat
hubungannya dengan mereka. (Kozier, 2010)
Berduka sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik. Berduka
memungkinkan individu untuk mengatasi kehilangan secara bertahap dan menerimanya
sebagai bagian dari realita. Berduka adalah proses sosial, akan lebih baik bila dibagi dan
dijalani dengan bantuan orang lain. Mengatasi duka cita sangatlah penting karena
berpotensi mengganggu kesehatan. Gejala yang biasanya timbul akibat berduka adalah
ansietas, depresi,penurunan berat badan, kesulitan menelan, muntah, keletihan, sakit
kepala, pusing, berkunang-kunang,, pandangan kabur, ruam kulit, keringat berlebih,
gangguan menstruasi, palpitasi, nyeri dada, dan dispnea. Selain itu, orang yang berduka
cita juga mengalami perubahan libido, konsentrasi, pola makan, tidur, aktivitas, dan
komunikasi.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
Proses berduka merupakan suatu proses psikologis dan emosional yang dapat
diekspresikan secara internal maupun eksternal setelah kehilangan. Proses berduka
memiliki karakteristik yang unik, membutuhkan waktu, dapat difasilitasi tetapi tidak
dapat dipaksakan, tetapi pada umumnya mengikuti tahap yang dapat diprediksi.
Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal secara terus-menerus,
marah, sedih dan kecewa merupakan beberapa respon yang tampak saat seseorang
mengalami peristiwa kehilangan, terutama akibat kematian orang yang dicintai. Keadaan
seperti inilah yang disebut sebagai proses berduka, yang merupakan suatu proses
psikologis dan emosional yang dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal
setelah kehilangan. (Puri, dkk, 2011)
Individu yang berduka membutuhkan waktu untuk menerima suatu peristiwa
kehilangan, dan proses berduka merupakan suatu proses yang sangat individual. Fase
akut berduka biasanya berlangsung 6-8 minggu dan penyelesaian respon kehilangan atau
berduka secara menyeluruh memerlukan waktu 1 bulan sampai 3 tahun (Keliat, dkk,
2011). Proses berduka memiliki karakteristik yang unik, membutuhkan waktu, dapat
difasilitasi tetapi tidak dapat dipaksakan, tetapi pada umumnya mengikuti tahap yang
dapat diprediksi. Proses berduka merupakan suatu proses yang unik dan berbeda pada
setiap individu. Tidak ada yang dapat memastikan kapan seseorang dapat melewati
semua tahapan dalam proses berduka, yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi
sehingga proses berduka yang dialami individu dapat sampai pada suatu tahap
penerimaan. (Rotter, 2009)
Intensitas dan durasi respon berduka bergantung pada banyak hal dan salah
satunya adalah usia. Indriana (2012) mengatakan bahwa perbedaan usia antara orang tua
dan anak-anak memengaruhi pola pikir mereka tentang kematian, dengan perkembangan
anak, maka merekapun lebih matang menghadapi kematian. Seiring dengan
meningkatnya usia seseorang maka seharusnya mereka akan lebih banyak memiliki
pengalaman langsung mengenai kematian ketika teman-teman atau kerabat mereka
menderita sakit dan meninggal, sehingga peristiwa kematian seharusnya tidak lagi
menjadi suatu peristiwa yang tidak bisa untuk mereka hadapi. (Bobak, dkk, 2005)

B. TipeBerduka
Tipe berduka terdiri dari(Ardhiyanti, dkk, 2014) :
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri
dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses ’melepaskan diri’ yng muncul sebelum
kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan
beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau
ketika bersalin.

C. TahapanBerduka (Kubler Ross dan Engel’s Theory)


Tahap Berduka oleh Kubler Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut (Kozier, 2010) :
a. Penyangkalan (Denial)
Menyangkal adalah respons segera terhadap kehilangan baru atau
kehilangan yang mengancam.
Respon fisiologis dapat mencakup kelemahan muscular, tremor, menghela
napas, ruam kulit, atau dingin dan pucat, berkeringat banyak, anoreksia, dan
ketidaknyamanan. Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan
dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan sehingga tidak
siap dalam mengatasi masalah dengan praktis seperti prosthesis setelah
kehilangan kaki. Dan respon klien menunjukkan keceriaan palsu sehingga
memperlama penyangkalan. Umumnya Pernyataan klien seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien. Implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat adalah
mendukung klien secara verbal tetapi tidak menguatkan penyangkalan, mengkaji
perilaku diri sendiri(perawat) untuk memastikan bahwa perawat tidak ikut terlarut
dalam penyangkalan klien.
b. Kemarahan (Anger)
Marah dapat mencetuskan rasa bersalah dan mengarah pada ansietas dan
menurunkan harga diri. Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan
dan merasa apa yang terjadi padanya sungguh tidak adil. Respon perilaku klien
dapat mengarahkan rasa marah kepada perawat atau staf berkenaan dengan hal-
hal yang normalnya tidak mengganggu mereka. Implikasi keperawatan yang dapat
dilakukan oleh perawat adalah membantu klien memahami bahwa rasa marah
adalah respon normal terhadap perasaan kehilangan dan ketidakberdayaan,
menghindari menarik diri atau membalas marah, dan berusaha untuk tidak
menanggapi rasa marah secara pribadi, mengatasi kebutuhan yang melandasi
setiap reaksi marah, memberikan kekuatan dan kontinuitas pada klien untuk
meningkatkan perasaan aman.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk melakukan tawar menawar untuk menghindari
kehilangan dan juga dapat mengekspresikan perasaan bersalah atau takut
mendapat hukuman akibat dosa dimasa lalu, baik nyata ataupun khayalan.
Individu berkeinginan untuk melakukan apa saja untuk menghindari kehilangan
atau mengubah prognosis atau nasib. Individu membuat penawaran dengan yang
maha kuasa. Implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat adalah
mendengarkan dengan penuh perhatian dan mendorong klien untuk bicara guna
meredakan rasa bersalah dan rasa takut yang tidak rasional, dan jika diperlukan
menawarkan dukungan spiritual kepada klien.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. depresi dikarenakan
sesuatu yang telah terjadi atau sesuatu yang tidak terjadi. Realitas dan sifat
katetapan dari kehilangan telah dikenali. Kebingungan, kurang motivasi, tidak
menunjukan minat, tidak membuat keputusan, dan menangis adalah umum.
Menarik diri dari hubungan dan aktivitas sering terjadi. Individu dapat menjadi
pendiam dan tidak komunikatif. Timbul perasaan kesepian, Mulai mengenang
tentang masa lalu dan benda yang hilang. Individu kehilangan minat dalam
pena,pilan. Individu melakukan bunuh diri,atau berperilaku tidak sehat seperti
penggunaan obat secara berlebihan. Implikasi keperawatan yang dapat dilakukan
oleh perawat adalah membiarkan klien mengekspresikan kesedihan dan
melakukan komunikasi nonverbal dengan duduk tenang tanpa mengharap
pembicaraan dan juga sampaikan perhatian dengan sentuhan.
e. Penerimaan (Acceptance)
Individu menerima kehilangan dan kematian dan mulai merencanakan hal
tersebut. Individu dapat berbagi perasaan tentang kehilangan. Mengenang
kejadian masa lalu, Terjadi periode depresi, waktu yang baik untuk mulai
membandingkan dengan waktu buruk. Hidup mulai menjadi stabil. Reaksi
fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada
hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. Seseorang mulai dapat
menerima dengan ikhlas apa yang terjadi dan mulai membuat oerencanaan
misalnya membuat surat wasiat, prosthesis, perubahan pengaturan
hidup. Implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat adalah
membantu keluarga dan teman klien untuk memahami penurunan kebutuhan klien
untuk bersosialisasi, dan mendorong klien untuk berpartisipasi sebanyak mungkin
dalam tahap terapi penyembuhan.
Tahap berduka Teori Engel
Tahap Respon Perilaku

Syok dan tidak percaya Tidak mau menerima kehilangan , merasa terkejut,
menerima situasi secara intelektual tetapi
menyangkatnya secara emosional

Menyadari Realita kehilangan mulai menembus kesadaran, rasa


marah dapat ditujukan pada lembaga, perawat, atau
orang lain

Restitusi Melakukan ritual berkabung ( misalnya, pemakaman )

Menyelesaikan Berupaya mengatasi pelepasan yang menyakitkan.


kehilangan Tetap tidak mampu menerima objek kasih saying beru
untuk menggantikan seseorang atau objek yang telah
hilang. Dapat menerima hubungan yang lebih
bergantung dengan orang pendukung . memikirkan dan
membicarakan tentang memori objek yang telah hilang

Idealisasi Menghasilkan gambaran objek yang telah hilang yang


hamper bebas dari gambaran yang tidak diharapkan.
Menekan semua perasaan negative dan pemusuhan
pada objek yang telah hilang. Dapat merasa bersalah
dan menyesal tentang tindakan yang menyakiti atau
tidak menyenangkan di masa lalu yang dilakukan
terhadap orang yang meninggal tersebut. Secara tidak
sadar merasakan kekaguman yang sangat terhadap
objek yang hilang ingatan akan objek yang tekah hilang
menimbulkan beberapa perasaan sedih. Menumbuhkan
kembali perasaan kepada orang lain

Hasil akhir Perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor makna


penting objek yang telah hilang sebagai sumber
dukungan, derajat ketergantungan pada hubungan ,
derajat ambivalensi pada objek yang telah hilang,
jumlah dan sifat hubungan lain, dan jumlah serta sifat
pengalaman berduka sebelumnya ( yang cenderung
bersifat kumulatif )

D. Reaksi Normal KliendenganBerduka


1. Respon Kognitif
a. Gangguan asumsi dan keyakinan
b. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
c. Berupaya mempertahankan keberadaan oranng yang meninggal
d. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing
2. Respon emosional
a. Marah, sedih, cemas
b. Kebencian
c.Merasa bersalah
d.Perasaan mati rasa
e.Emosi yang berubah-ubah
f.Penderitaan dan kesepian yang berat
g.keinginan kuat untuk mengendalikan ikatan dengan individu atau benda yang
hilang
h. Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
i. Saat fase terorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
3. Respon Spiritual
a. Kecewa dan marah kepada Tuhan
b. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggal
c. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
4. Respon Perilaku
a. Melakukan fungsi secara “otomatis”
b. Menangis terisak, menangis tidak terkontrol
c. Sangat gelisah, perilaku mencari
d. Iritabilitas dan sikap bermusuhan
e. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal
f. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
g. Kemungkinan menyalahgunakan obat/alkohol
h. Kemungkinan melakukan gestur atau upaya bunuh diri atau pembunuhan
i. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase re-organisasi
5. Respon Fisiolgis
a. Sakit kepala, insomnia
b. Gangguan nafsu makan, berat badan turun
c. Tidak bertenaga
d. Palpitasi, gangguan pencernaan
e. Perubahan sistem imun dan endokrin

E. Faktor yang Mempengaruhi Proses Berduka


Sejumlah faktor memengaruhi respon seseorang terhadap kehilangan atau
kematian. Faktor ini meliputi usia, makna kehilangan, budaya, keyakinan spiritual, jenis
kelamin, status sosio ekonomi, sistem pendukung, dan penyebab kehilangan atau
kematian. Perawat dapat mempelajari konsep umum mengenai pengaruh faktor-faktor ini
pada pengalaman berduka, tetapi sekelompok faktor faktor ini dan maknanya tidak sama
pada setiap individu (Videback, 2008):
a. Usia
Usia memengaruhi pemahaman dan reaksi seseorang terhadap kehilangan.
Setelah terbiasa, orang biasanya meningkatkan pemahaman dan penerimaan
mereka terhadap kehidupan, kehilangan, dan kematian.
Individu biasananya tidak mengalami kehilangan orang yang dicintai pada
interval teratur. Akibatnya, persiapan untuk pengalaman ini sulit untuk dilakukan.
Koping dengan kehilangan lain dalam hidup, seperti kehilangan binatang
peliharaan, kehilangan seorang teman, dan kehilangan masa muda atau pekerjaan,
dapat membantu seseorang mengantisipasi kehilangan yang lebih berat akibat
kematian orang yang dicintai dengan mengajarkan mereka strategi koping yang
terbukti berhasil bagi mereka.
b. Budaya
Budaya memengaruhi reaksi individu terhadap kehilangan. Cara
mengungkapkan duka cita kerap ditentukan oleh kebiasaan budaya. Kecuali
terdapat struktur keluarga besar, berduka dihadapi oleh keluarga inti. Kematian
anggota keluarga dalam keluarga inti biasa meninggalkan kehampaan yang besar
karena sedikit individu yang sama mengisi sebagian besar peran.
Beberapa kelompok budaya menghargai dukungan social dan ekspresi
kehilangan. Dibeberapa kelompok, ekspresi berduka dengan meratap, menangis,
kepasrahan fisik, dan demonstrasi ekspresi lainnya dapat diterima dan didorong.
Kelompok lain mungkin menganggap demosntrasi ini sebagai kehilangan kontrol,
lenih menyukai ekspresi berduka yang lebih tenang dan tabah. Dalam kelompok
budaya yang memelihara hubungan kekeluargaan yang erat, dukungan fisik dan
emosional serta bantuan diberikan oleh anggota keluarga.
c. Keyakinan spiritual
Keyakinan dan praktik spiritual sangat memengaruhi reaksi seseorang
terhadap kehilangan dan perilaku yang ditimbulkannya. Sebagian besar kelompok
agama memiliki kebiasaan yang berhubungan dengan menjelang ajal dan sering
kali sangat penting bagi klien dan orang pendukung. Untuk memberikan
dukungan pada saat kematian, perawat perlu memahami keyakinan dan praktik
tertentu klien.
d. Jenis kelamin
Peran jenis kelamin juga memengaruhi makna perubahan citra tubuh bagi
klien. Seorang pria mungkin menganggap jaringan parut diwajahnya sebagai buka
“macho” tetapi seseorang wanita menganggap hal tersebut sebagai seseuatu yang
buruk. Dengan demikian wanita, bukan pria, akan melihat perubahan tersebut
sebagai sebuah kehilangan.
e. Status sosioekonomi
Status sosioekonomi individu seringkali memengaruhi sistem pendukung
yang tersedia pada saat kehilangan. Jaminan pension atau asuransi, misalnya
dapat menawarkan berbagai pilihan cara untuk mengatasi kehilangan pada janda
atau duda atau individu yang cacat, seseorang yang dihadapkan dengan
kehilangan yang berat dan kesulitan ekonomi mungkin tidak mampu mengatasi
keduanya.
f. Adanya kehilangan atau kematian
Pandangan individu dan masyarakat mengenai penyebab kehilangan atau
kematian dapat secara bermakna memengaruhi respons berduka. Beberapa
penyakit dianggap “bersih”, seperti penyakit kardiovaskuler, dan memunculkan
rasa baru, sementara penyakit lain mungkin dianggap menjijikkan dan bencana.
Kehilangan atau kematian di luar kendali orang yang terlibat mungkin lebih
diterima dibandingkan kehilangan atau kematian yang dapat dicegah, seperti
kecelakaan kendaraan bermotor karena pengemudi yang mabuk. Cedera atau
kematian yang terjadi selama kegiatan yang terhormat, seperti “saat menjalankan
tugas”, dianggap terhormat,sementara yang terjadi sebagai kejadian yang patut
diterima oleh individu tersebut.

F. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Berduka


KASUS BERDUKA
Seorang wanita berusia 26 tahun mengalami kecelakaan yang berujung pada
kehilangan salah satu bagian penting tubuhnya yaitu kaki kanannya. Wanita ini sangat
terpukul dan tidak percaya bahkan terus menerus berteriak menyalahkan dirinya sendiri
yang dirasatidak waspada. Dia merasa sudah tidak ada harapandalam hidupnya dan
hidupnya sudah tidak berharga lagi sehingga dia berusaha untuk menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Kehidupannya terasa kacau dan dia sering terlihat termenung
sendiri karena setiap ada orang yang berada di dekatnya akan dijauhi.

ANALISA DATA
Data fokus :

- Terpukul : depresi
- Tidak percaya/syok
- Berteriak : marah
- Menyalahkan diri sendiri
- Stress berlebihan
- Putus asa
- Harga diri terpengaruh
- Menarik/memisahkan diri
- Kacau
- Termenung

No. Tanggal Data Fokus Problem Etiologi Diagnosa


/ jam Keperawatan
1. 4 Mei DS: Duka cita kehilangan Duka cita b.d
2017 - Klien merasa objek penting kehilangan
pukul hidupnya (kaki) objek penting
9.00 kacau (kaki)
WIB DO:
- Klien terlihat
memisahkan
diri dengan
lingkungannya
- Klien sering
marah
- Klien terlihat
menyalahkan
dirinya sendiri
yang dirasa
tidak waspada
- Klien terlihat
putus asa
dengan kondisi
kaki yang
diamputasi
2. 4 Mei DS: Dukacita ketidakstabilan Dukacita
2017 - Klien merasa terganggu emosional terganggu b.d
pukul syok dengan ketidakstabilan
11.00 kondisi yang emosional
WIB berujung pada
kehilangan
salah satu
bagian kakinya
DO:
- Klien terlihat
depresi dengan
kondisinya
- Klien sering
marah
- Klien terlihat
menyalahkan
dirinya sendiri
yang dirasa
tidak waspada

3. 5 Mei DS: Gangguan pikiran tentang Gangguan


2017 - Klien merasa pengelolaan bunuh diri pengelolaan
pukul bersalah yang mood yang berlebih mood b.d
9.00 berlebih pikiran tentang
WIB terhadap bunuh diri
dirinya yang berlebih
- Klien merasa
harga dirinya
menurun
DO:
- Klien terlihat
memisahkan
diri dengan
lingkungannya
- Klien terlihat
putus asa
dengan kondisi
kaki yang
diamputasi
- Klien
menyalahkan
diri sendiri
yang berlebih

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional


Keperawatan

Duka cita b.d Setelah dilakukan tindakan - Dukung klien


kehilangan keperawatan selama 3x24 untuk
objek penting jam, diharapkan Duka cita mengekspresikan
(kaki) (00136) berhubungan dengan perasaan
kehilangan objek penting mengenai
dapat teratasi, dengan kehilangan
kriteria hasil : - Bantu
klien/anggota
- Menyampaikan keluarga untuk
perasaan akan memahami bahwa
penyelesaian perasaan bersalah
mengenai adalah reaksi
kehilangan (III N yang biasa terjadi
130401 4) pada kasus
- Menyatakan trauma, berduka
menerima maupun
kehilangannya (III kecelakaan.
N 130404 3) - Sediakan
- Mempertahankan keluarga/orang
lingkungan sekitar terdekat dengan
(III N 130412 4) informasi
- Melewati fase mengenai
berduka (III N membuat
130420 3) lingkungan rumah
yang nyaman
bagi klien.
- Berikan instruksi
dalam proses fase
berduka, dengan
tepat.

Dukacita Setelah dilakukan tindakan - Berikan


terganggu b.d keperawatan selama 3x24 dukungan selama
ketidakstabilan jam, diharapkan Dukacita fase
emosional terganggu berhubungan mengingkari(deni
dengan ketidakstabilan al), marah, tawar-
emosional dapat teratasi, menawar dan fase
dengan kriteria hasil : menerima dalam
proses berduka.
- Perasaan Depresi - Bantu dalam
tidak ada (III M mengembangkan
120801 5) metode yang
- Kemarahan tidak tepat untuk
ada (III M 120816 mengekspresikan
5) kemarahan pada
- Rasa bersalah yang orang lain
berlebihan tidak (misalnya, asertif
ada (III M 120828 dan menggunakan
5) pernyataan
mengungkapkan
perasaan)
- Bantu klien untuk
mengidentifikasi
perilaku dalam
menghadapi
perasaan bersalah

Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Ajarkan klien


pengelolaan keperawatan selama 3x24 untuk
mood b.d jam, diharapkan Gangguan menggunakan
pikiran tentang pengelolaan mood tehnik ‘berhenti
bunuh diri yang berhubungan dengan berfikir’ dan
berlebih pikiran tentang bunuh diri berfikir substitusi
yang berlebih dapat dalam
teratasi, dengan kriteria hubungannya
hasil : dengan relaksasi
otot yang
- Menggunakan disengaja ketika
strategi pikiran terus-
mengurangi menerus bersalah
perasaan bersalah memasuki pikiran
(III N 131012 4) - Anjurkan
- Penerimaan kejujuran dalam
terhadap mempresentasika
keterbatasan diri n diri sendiri
(III M 120502 4) kepada orang
- Menghindari lain.
situasi sosial - Berikan umpan
berkurang (III M balik positif saat
121601 3) klien bersedia
- Deskripsi tentang menjangkau
perubahan orang lain
penampilan peran - Ajarkan
akibat kecacatan pengenalan
yang adekuat (III P realitas dengan
150107 3) mensurvey situasi
dan membuat
rencana ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiyanti, Yulrina, Dkk. 2014. Panduan Lengkap Ketrampilan Dasar Kebidanan 1, Edisi 1,
Cetak 1. Yogyakarta: Deepublish.

Bobak., Lowdermilk., & Jeasen. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Diterjemahkan oleh:
Wijayarini. Jakarta; EGC.
Keliat, B.A., Novy H.C.D., & Pipin, F. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader
Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC.Kozier, Barbara, dkk. 2010. BukuAjar Fundamental
Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Kozier, Barbara, dkk. 2010. BukuAjar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Puri, B.K., P.J. Laking, & I.H. Treasaden. (2011). Buku Ajar Psikiatri.Edisi 2. Diterjemahkan
oleh: W. M. Roan dan Huriawati Hartanto. Jakarta; EGC.

Rotter, J.C. (2009). Family Grief and Mourning. The Family Journal Vol.8 (no 3), 275.,
http://tfj.sagepub.com/cgi/content/abstract/8/3/275. Diperoleh pukul 11.32 WIB 5 Mei
2017.

Videbeck, Sheila. 2008. BukuAjarKeperawatanJiwa. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai