Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan rasa aman dan nyaman merupakan suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkn penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi) dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah berduka ,cemas dan nyeri).
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat askpek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhungan dengan kewaspaaan internal dlam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman ksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,


harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari kehilangan
dan berduka, penyakit kronis, terminal, kecemasan dan rasa nyeri. Hal ini disebabkan
karena kondisi kehilangan dan berduka, penyakit kronis, terminal, kecemasan dan rasa
nyerimerupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang
ditunjukan dengan timbulnya gejala dan taanda pada pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengidentifikasi pengkajian tentang masalah kehilangan dan berduka?
2. Bagaimana mengidentifikasi pengkajian tentang masalah penyakit kronis?
3. Bagaimana mengidentifikasi pengkajian tentang terminal?
4. Bagaimana mengidentifikasi pengkajian tentang cemas?

1
1.3 Tujan penelitian
1. Untuk mengidentifikasi konsep kebutuhan rasa aman nyaman tentang masalah
kehilangan dan berduka.
2. Untuk mengidentifikasi konsep kenutuhan rasa aman nyaman tentang masalah penyakit
kronis.
3. Untuk mengidentifikasi konsep kebutuhan rasa aman nyaman tentang terminal.
4. Untuk mengidentifikasi konsep kebutuhan rasa aman nyaman tentang cemas.

1.4 Manfaat

1. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi konsep kebutuhan rasa aman nyaman


tentang masalah kehilangan dan berduka.
2. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi konsep kenutuhan rasa aman nyaman
tentang masalah penyakit kronis.
3. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi konsep kebutuhan rasa aman nyaman
tentang terminal.
4. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi konsep kebutuhan rasa aman nyaman
tentang cemas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kehilangan dan Berduka

2.1.1. Pengertian Kehilangan dan Berduka

a. Kehilangan

Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang atau objek) yang
dihargai telah berubah atau menghilang. Seorang dapat kehilangan pemahaman tentang diri
sendiri baik sebagian atupun keseluruhan secara tiba tiba atau bertahap sebagai sebuah
pengalaman traumatik. Dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional ataupun krisis
perkembangan.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki..

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan :

1. Perkembangan
a) Anak
a. Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
b. Belum menghambat perkembangan.
c. Bisa mengalami regresi (membuat ulang).
b) Orang dewasa
a. Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan
hidup, menyeapkan diri bahwa kematian tidak dapat dihindari.
2. Keluarga
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar yang hanya
menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
3. Faktor sosial ekonomi
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, berarti
kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan ekonomi dan ini dapat
mengganggu kelangsungan hidup.

3
4. Faktor kalkutural
Kultur mempengaruhi manifestasi (perwujudan) fisik dan emosi. Kultur “barat”
menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya
diutarakan pada keluarga, kesediham tidak ditunjukan pada oranng lain. Kultur lain
menggangap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dn
menangis keras-keras.
5. Agama
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa
kematian sudah ada dikonsep dasar agama.
6. Penyebab kematian
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan
shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama.

b. Berduka

Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan,yang


dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus ,berdasarkan pengalaman
personal,harapan budaya ,dan kepercayaan spiritual koping pada proses berduka melibatkan
suatu periode berkabung, penampilan ,espresi sosial terhadap berduka,dan perilaku yang
berhubungan dengan rasa kehilangan. Sebagai contoh upacara perkabungan yahudi shiva
memasukkan perilaku pertolongan komunitas terhadap mereka yang mengalami kematian,
menentukan pengharapan bagi perilaku yang bertahan hidup,dan menopang komunitas dengan
tradisi dan ritual. Istilah kehilangan menggabungkan antara rasa duka dan berkabung,serta
mengikut sertakan respon emosional dan perilaku diluar dari sseorang yang mngalami rasa
kehilangan.

2.1.2Teori berduka dan berkabung

Pengetahuan tentang teori berduka dan respon”normal”terhadap rasa kehilangan dan


kehilangan membantu pemahaman perawat tentang pengalaman yang kompleks tersebut. Teori
berduka secara konstan mengakui respon berduka individu. Jangan menganggap bahwa
individu yang berubah-ubah dari respons beduka normal adalah abnormal. Namun sebagian
besar teori berduka menggambarkan bagaimana individu beradaptasi dengan kematian. Namun

4
sebagaian besar teori berduka menggambarkan bagaimana individu beradaptasi dengan
kematian,mereka juga dapat digunakan untulk memahami respons terhadap rasa kehlangan
orang terdekat.

Tabel Tahap-Tahap Kehilangan,Berduka dan Berkabung

Lima tahap Teori kasih Tugas berkabung Model Proses R


kematian sayang (Woreden) (Rando)
(Kubler-Ross) (bowbly)

Penyangkalan Mati rasa Menerima Mengakui dan


(Denial) kenyataan akan rasa menerima
kehilangan kenyataan akan
rasa kehilangan

Marah (Anger) Kerinduan dan Melewati rasa nyeri Bereaksi ,


pencarian dalam proses mengalami ,dan
berduka mengungkapakan
rasa nyeri akibat
perpisahan
Tawar-menawar Kekacauan dan Menyesuaikan diri Mengenang
(Bergaining) keputus asaan dengan lingkungan Melepaskan diri
Reorganisasi tanpa orang yang dari hubungan
sudah meninggal yang lama

Depresi Reorganisasi Merelokasi orang Menyesuaikan diri


(Depression) yang sudah dan memulai
meninggal secara kembali
emosionalisasi dan
melanjutkan
kehidupan

5
Penerimaan
(Acceptance)

2.1.2.1Model Tugas Berduka


Wordenmengajukan empat tugas berkabung dan menyarankan bahwa individu yang
berkabung terikat secara aktif dalam perilaku untuk membantu dirinya sendiri dan memberikan
respons terhadap intervensi dari luar. Melewati tugas berduka biasanya memerlukan minimal
satu tahun penuh tetapi waktu ini bervariasai pada setiap orang.
 Tugas ke I:Menerima kenyataan akan rasa kehilangan.
 Tugas ke II:Melewati rasa nyeri akan berduka.
 Tugas ke III:Beradaptasi dengan lingkungan dimana orng tersebut meninggal.
 Tugas ke IV:Merelokasi orang yang sudah meninggal secara emosional dan
melanjutkan kehidupan

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rasa kehilangan dan Berduka


Berbagai variabel mempengaruhi cara seseorang merasakan dan merespons rasa
kehilangan. Variabel tersebut meliputi faktor-faktor perkembamngan,hubungan personal,sifat
rasa kehilangan, strategi koping, status sosial ekonomi , serta kepercayaan dan pengaruh
spiritual dan budaya.
a. Perkembangan manusia
Usia klien dan tahap perkembangan mempengaruhi respons terhadap derduka. Sebagai
contoh, anak-anak tidak dapat memahamirasa kehilangan atau kematian , tetapi sring
merasakan kecemasan akibat kehilangan obyek dan terpisah dari orang tua. Mereka terkadang
mengungkapkan perasaan kehilangan yang mereka rasakan dengan perubahan pola makan dan
tidur, rewel.atau gangguan pencernaan dan berkemih. Anak usia sekolah mengerti konsep
permanen dan ireversibilitas, tetapi tidak selalu memahami penyebab dari rasa kehilangan.
Beberapa diantaranya melalui periode pengungkapan emosi yang hebat. Individu dewasa muda
mengalami lebih banyak rasa kehilangan perkembangan yang diperlukan terkait dengan
perkembangan dengan masa muda mereka. Mereka meninggalkan rumah , memulai kehidupan
kerja atau sekolah , atau membentuk hubungan yang signifikan . penyakit dan kematian

6
mengganggu masa depan seseorang dan tugas individu dewasa yang muda diperlukn dalam
membangun pemahaman otonomi diri.

b. Ungkapan berduka dan intervensi pada lansia


Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti hubungan yang
hilang akan mempengaruhi respon terhadap berduka. Ketika suatu hubungan antar dua individu
telah menjadi sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa individu
yang masih hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya. Resolusi berduka mungkin dihambat oleh
rasa penyesalan dan urusan yang belum terselesaikan ketika individu berhubungan dekat, tetapi
tidak memiliki hubungan yang baik mendekati kematian.

c. Hubungan personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain , kualitas dan arti hubungan yang
hilang akan mempengaruhi respons terhadap berduka. Ketika suatu hubungan antara dua
individu teah menjadi sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa
individu yang masih hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya. Resolusi berduka mungkin
dihambat oleh rasa penyesalan dan urusan yang belum terselesaikan ketika individu
berhubungan

d. Sifat dari rasa kehilangan


Menggali arti suatu rasa kehilangan yang dimiliki klien dapat membantu perawat
memahami secara lebih baik dampak dari rasa kehilangan pada perilaku,kesehatan,dan
kesejahteraan klien. Rasa kehilangan yang paling jelas biasanya menstimulasi respons
pertolongan dari individu lain.

e. Strategi koping
Koping adalah usha individu untuk mengatasi stres psikologis. Efektivitas strategi
koping tergantung pada kebutuhan individu. Usia individu dan latar belakang budaya
mempengaruhi kebutuhan tersebut. Karena alasan tersebut, tidak ada strategi koping tunggal
bekerja pada setiap orang atau untuk setiap stres. Pengalaman hidup membentuk strategi
koping yang digunakanseseorang untuk mengatasi tekanan karena rasa kehilangan.

f. Status sosial ekonomi

7
Status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memasukkan
dukungan dan sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa kehilangan dan respons fisik
terhadap tekanan.

g. Budaya dan etnik


Budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya : keluarga atau keanggotaan
keagamaan) mempengaruhi interpretasi terhadap rasa kehilangan, membangun pengungkapan
berduka yang dpat diterima, serta menyelenggarakan stabilitas dan struktur ditengah kekacauan
dan rasa kehilangan.

2.1.3 Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Adaptasi Keluarga yang Disetujui
Pengkajian Setelah mengumpulkan data pengkajian
Tn.Stives, seorang klien berusian 79 tahun, prioritas untuk keamanan klien
masuk ruamah sakit karena sesak napas kenyamanan, dan pola pernapasan, perawat
akut, peningkatan produksi sputum, menggali pemahan klien dan anggota
demam,kelelahan dan penurunan nafsu keluarga tentang kondisi Tn. Stevens dan
makan. Dia telah hidup dengan penyakit harapan mereka terhadap tujuan perawatan.
paru-paru terhadap akhir lajut selama 10 Dalam pembicaraan yang bersifat pribadi
tahundan mengalami peningkatan dengan perawat, Tn. Stevens berkata bahwa
kehilangan kemampuan fungsional. Dia dia tidak menginginkan pengobatan lagi dan
mungkin akan memerlukan bantuan menyatakan bahwa Dia telah siap untuk
ventilator dalam 1 atau 2 hari kedepan. Ny. meninggal.
Stevens, istri yang merawatnya, datang ke
rumah sakit bersama anak laki-laki satu-
satunya, Frank.
Kegiatan Pengkajian Karakteristik Definisi*/Penemuan
 Tanyakan pertanyaan terbuka tentang
tujuan perawatan. “ceritakan pada “Saya sudah tidak dapat melanjutkannya
saya, Tn. Stevens, apa yang Anda lagi. Saya ingin merasa nyaman, tetapi saya
harapkan saat ini?”

8
 Mengamati tim pelayanan kesehatan. tidak mau tinggal di rumah sakit. Saya ingin
 Catat pembicaraan antara Tn.dan Ny. meninggal di rumah.”
Stevens serta anaknya, Frank.  Tn. Stevens mengulangi
 Mengamati interkasi Tn. Stevens pemahamannya bahwa penolakan
dengan individu lain. ventilator akan menyebabkan
 Mengkaji maksud penolakan kematian. Dia minta lagi untuk
pengobatan kepada Ny. Stevens. pulang kerumah. Tn. Stevens setuju
dengan cairan intravena dan terpi
pernapasan, tetapi menolak
intervensi lainnya.
 Ny. Stevens menangis dan dengan
marah mengatakan pada suaminya
bahwa dia “menyerah”. Dia
mngingatkan suaminya bahwa
suaminya sebelumnya menderita
pneumia dan telah membaik. Frank
juga percayabahwa ayahnya
bahwa harus menerima
pengobatandan berkata, “Ayah
dapat melewati ini jika dia mau
berusaha.”
 Tn. Stevens menarik diri, tidak
mau berkomunikasi, dan
menghindari kontak mata dan
keluarganya dan secara tegas
menolak pengobatan medis
selanjutnya.
 Ny. Steven menyatakan, “Saya tidak
tau apa yang akan saya lakukan
tanpa dia. Dia segalanya bagi saya”.
Diagnosa Keperawatan : Adaptasi keluarga yang disetujui dengan penurunan kesehatan
dan penolakan intervensi medis untuk memperpanjang hidup.
Perencanaan Tujuan Hasil yang Diharapkan (NOC) +

9
 Mengidentifikasi dan mendukung Adaptasi Keluarga
prioritas dan pilihan perawatan Tn.  Keluarga akan mendiskusikan
Stevens. pernyataan penolakan Tn. Stevens
 Keluarga Stevens akan menyetujui dengan tim pelayanan kesehatan
tujuan perawatan. dalam 8 jam kedepan.
 Ny. Stevens akan menunjukkan  Keluarga akan mendiskusikan
ekspresi berduka yang efektif dalam pilihan perawatan dengan tim
12 jam kedepan. perawatan kesehatan dan
 Keluarga akan mengatur kebutuhan berkonsultasi dengan profesi sumber
perawatan Tn. Stevens daya lainnya dalam 8 jam kedepan.
 Ny. Stevens akan mendiskusikan
bagaiamana rasa kelihangan akan
mempengaruhinya dengan pemberi
layanan dalam 12 jam kedepan

Kesehatan Emosional Pemberian


Layanan
 Jika Ny. Stevens menghormati
permintaan suaminya untuk
meninggal di rumah, maka dia akan
menentukan dan meminta sumber
daya yang diperlukan dalam 36 jam
kedepan.
Intervensi (NIC) + Rasional
Kehadiran  Mengenai penyangkalan (teori
Dengankan secara aktif dan sediakan Kubler Ross) sebagai fase berduka
dukungan emosi kepada Tn. Stevens dan yang diantisipasi untuk membantu
keluarganya. Tunjukan ketertarikan pada keluarga klien beradaptasi dengan
situasi Ny. Stevens, dan menerima perilaku penolakan pengobatannya.
adaptasinya.  Suatu tempat yang bersifat pribadi
Bangun kepercayaan dan rasa hormat mendorong kebebasan berekspresi
yang positif dengan pengertian dan empati. terbesar untuk bekerja melalui
pekerjaan.Takut kehilangan kontrol

10
Ciptakan suatu lingkungan emosi yang diri dihadapan orang lain tidak akan
aman dan bersifat pribadi. meningkatkan ekspresi perasaan
secara jujur.
Fasilitas proses Berduka  Dorongan berfokus pada kebutuhan
 Tawarkan ny. Stevens dorongan terkini dan meminimalkan perilaku
untuk menggali dan mengungkapkan adaptasi yang disetujui dengan
perasaan berduka dan memfasilitasi keterampilan
mengidentifikasi strategi koping penyelesaiian masalah yang baru.
yang baru.  Di bawah tekanan, individu akan
 Identifikasi strategi koping yang menggunakan strategi koping untuk
digunakan pada masa lalu.evaluasi mereka yang paling nyaman.
efektivitas dan tingkatan jika sesuai. Penanganan keputusan akhir
 Tentukan keingin Ny. Stevens untuk kehidupan yang efektif akan
menerima sumber daya yang memfasilitasi respons berduka yang
tersedia seperti peralatan hospice, sehat.
perawatan di rumah, dan layanan  Profesional menggunakan
sosial. Mulai jalankan jika sesuai. keahliannya untuk
memfasilitasiproses berduka.
Kepercayaan dalam hubungan yang
sudah dibentuk akan mempercepat
proses komunikasi terapeutik.
Evaluasi Respons Klien atau Penemuan
Tindakan Keperawatan  Ny. Stevens merespon, “saya tidak
 Validasi pengalaman Ny. Stevens : mengerti mengapa dia ingin
“pasti sulit untuk menghadapi meninggalkan saya, tetapi saya tidak
perubahan yang besar dalam hidup dapat membuatnya memakai
anda.” ventilator”.
 Gunakan pertanyaan terbuka :  Ny. Stevens menjelaskan, “saya
“ceritakan pada saya bagaimana sangat bingung. Saya tidak tau apa
perasaan anda saat ini.” yang harus saya lakukan selanjutnya.
 Mengamati aktifitas perencanaan dan Saya berharap tidak bertambah
perilaku Ny. Stevens dan keluarga. buruk”.

11
 Ny. Stevens mendiskusikan dengan
Frank apa yang akan mereka lakukan
setelah membawa Tn. Stevens pulang
untuk pelayanan hospice.
Pencapaian Hasil
 Menunjukkan awal penerimaan
kehilangan klien untuk tidak mencari
intervensi medis yang implansif.
 Dapat mengungkapkan perilaku
berduka yang normal.
 Meunjukkan kemampuan membuat
rencana untuk suatu perubahan lokasi
perawat. Anak laki-lakinya
mendukung rencana yang tidak
direvisi.

Beberapa diagnosis perawatan berikut ini relevan untuk klien yang mengalami berduka,
kehilangan atau kematian :
 Kecemasan akan kematian
 Ketegangan peran pemberi layanan
 Gangguan identitas diri
 Penyangkalan yang tidak efektif
 Adaptasi keluarga yang disetujui
 Ketakutan
 Berduka
 Berduka komplikasi
 Resiko untuk berduka komplikasi
 Keputusan
 Resiko kesendirian
 Tekanan spiritual
 Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual

12
PENYAKIT KRONIS

1. Definisi Kondisi Kronis

Kondisi kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berhubungan
dengan gejala, gangguan, ataupun ketidakmampuan dan membutuhkan manajemen pengobatan
dan perawatan dalam waktu yang lama (≥ 3 bulan).

Kondisi kronis digambarkan sebagai penyakit yang berjalan lama dan mungkin juga tidak dapat
disembuhkan. Karakteristik khas penyakit kronis yang berlangsung lama sering menimbulkan
masalah dalam manajemen pengobatan dan perawatan pasien.

Kondisi kronis memberikan dampak psikososialkultural dan ekonomi bagi pasien dan keluarga.
Reaksi psikologi dan emosional pada kondisi akut dan kronis berbeda. Reaksi ini umumnya terjadi
tidak hanya saat awal kejadian tetapi juga saat gejala berulang terjadi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pasien dan keluarga dengan kondisi kronis
anataralain:

a. Kepribadian pasien sebelum memiliki penyakit

b. Sikap pasien dalam memecahkan masalah dan menghadapi kesedihan (duka cita) sebelum
memiliki penyakit

c. Situasi saat penyakit muncul (kejadian) dan dampak perubahan gaya hidup yang terjadi secara
tiba-tiba

d. Konsep keluarga dan individu dalam menghadapi stress

e. Gaya hidup pasien dan keluarga sebelumnya

f. Pengalaman dengan penyakit sebelumnya

2. Karakteristik Kondisi Kronis

Karakteristik efek yang mengikuti perkembangan penyakit kronis, yaitu:

a. Penatalaksanaan penyakit kronis melibatkan seluruh aspek, tidak hanya masalah medis

b. Kondisi kronis akan melewati anyak fase berbeda pada perjalanan penyakit

c. Pengobatan dan perawatan kondisi kronis membutuhkan kepatuhan terhadap manajemen


pengobatan

d. Satu kondisi penyakit kronis dapat menjadi penyebab dari kondisi kronis lainnya

e. Penyakit kronis memberikan dampak pada keluarga

f. Terdapat tanggung jawab besar setiap harinya dalam manajemen perawatan dan pengobatan
pasien dengan penyakit kronis

13
g. Manajemen kondisi kronis merupakan perjalanan yang sangat panjang

h. Manejemen kondisi kronis merupakan proses kolaborasi

i. Manajemen kondisi kronis merupakan sesuatu yang sangat mahal

j. Kondisi kronis merupakan kondisi sulit yang dapat meningkatkan isu etik bagi pasien, tenaga
kesehatan dan sosial

k. Hidup dengan penyakit kronis seperti hidup dengan ketidaktentuan

3. Masalah yang Muncul Selama Kondisi Kronis

Kondisi kronis memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari individu dan keluarganya sebagai
bagian dari sosial. Gaya hidup pasien dan keluarga dapat mengalami perubahan. Perubahan kondisi
pada pasien dapat disimpulkan di bawah ini:

a. Fokus pada pencegahan kekambuhan, mengurangi dan manajemen gejala serta komplikasi

b. Adanya adaptasi psikologi terhadap perubahan kondisi dan ketidakmampuan yang dialami

c. Fokus pada manajemen pengobatan dan perawatan yang telah ditentukan

d. Perubahan harga diri dan ideal diri pasien dan fungsi keluarga

e. Usaha untuk mengembalikan dan menormalkan kehidupan individu dan keluarga

f. Hidup dengan batasan waktu (ketidakpastia), isolasi sosial, dan kesendirian

g. Harapan akan kematian dengan martabat dan kenyamanan

Setiap pasien dengan kondisi kronis memiliki pengalaman masing-masing terhadap gangguan atau
ketidakmampuan yang dialami. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon seseorang terhadap
penyakit kronis, yaitu:

a. Faktor personal (ex: jenis kelamin, ras, umur, mekanisme koping, dan pengalaman lalu)

b. Hubungan dan dukungan lingkungan sosial dan keluarga

c. Status sosioal dan ekonomi

d. Budaya

e. Lingkungan (fisik, sosial, dan politik)

f. Aktivitas (ex: kegiatan harian, hiburan, sekolah, dan pekerjaan)

g. Tujuan kehidupan individu

14
4. Masalah Psikologis pada Kondisi Kronis

Kondisi kronis akan memberikan stress tersendiri pada pasien. Perubahan positif dan negatif
membuat pasien harus adaptasi terhadap kondisinya dan dapat menimbulkan stress tersendiri.
Stress ini berhubungan dengan ancaman yang digambarka oleh individu mengenai penyakitnya.
Beberapa ancaman yang terkadang dirasakan oleh pasien:

a. Ancaman untuk kehidupan dan kebaikan kondisi fisik

b. Ancaman terhadap integritas tubuh dan kenyamanan sebagai akibat dari penyakit dan
ketidakmampuan, baik itu akibat prosedur diagnostik ataupun pengobatan dan perawatan

c. Ancaman untuk kemandirian

d. Ancaman untuk konsep diri dan peran diri

e. Ancaman untuk tujuan hidup dan rencana masa depan

f. Ancaman untuk hubungan dengan keluarga, teman dan relasi

g. Ancaman Ancaman terhadap kemampuan yang dimiliki

h. Ancaman untuk ekonomi

Masalah ini dipengaruhi oleh mekanisme koping individu dalam menghadapi masalah. Mekanisme
koping merupakan kemampuan individu untuk dapat menghadapi stress, masalah, perubahan yang
terjadi didalam kehidupannya.

5. Fase dalam Kondisi Kronis

Terdapat sembilan (9) fase yang umumnya dilalui oleh pasien dan keluarga dalam menghadapi
kondisi kronis:

a. Pre Trajectory Phase

Fase dimana seseorang berisiko untuk mengalami kondisi kronis yang berkembang dari situasi atau
penyakit yang dialaminya. Perkembangan kondisi ini dapat terjadi akibat faktor genetik ataupun
gaya hidup yang dapat memicu perkembangan kondisi jatuh ke kondisi kronis.

b. Trajectory Phase

Karakteristik pada fase ini adalah terjadinya onset atau awal mula munculnya gejala, gangguan
ataupun ketidakmampuan yang berhubungan dengan kondisi kronis. Sejak diagnosa ditegakkan,
kondisi ketidakpastian akan kehidupan mulai dirasakan pasien.

c. Stable Phase

15
Pada fase ini, individu gejala dan ketidakmampuan telah tampak dan dapat di manajemen dengan
baik. Meskipun dalam kondisi ini pasien telah dapat memanajemen kondisinya dengan baik, tetapi
dibutuhkan peran perawat untuk memberikan reinforcement positif.

d. Unstable Phase

Pada fase ktidakstabilan, kondisi gejala penyakit, perkembangan komplikasi, aktifitas harian pasien
terganggu karena kondisi tidak terkontrol.

e. Acute Phase

Pada fase akut, kondisi penyakit kronis pasien dapat tiba-tiba mengalami serangan mendadak yang
berisiko mengalami kondisi kegawatan. Sehingga terkadang dapat membuat pasien dan keluarga
panik dan cemas.

f. Chrisis Phase

Karakteristik kondisi ini adalah kondisi pasien jatuh kedalam kondisi yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan dan pengobatan kegawatdaruratan.

g. Comeback Phase

Pada Fase ini pasien kembali dari fase akut dan krisis. Proses belajar dan menerima kondisi gangguan
dan ketidakmampuan yang dialami perlu mendapat dukungan oleh keluarga dan perawat.

h. Downward Phase

Karakteristik kondisi ini adalah adanya penurunan kondisi pasien terhadap penyakit yang dialaminya.

i. Dying Phase

Merupakan fase persiapan kematian dengan tenang yang harus diterima oleh keluarga dan pasien.
Pada kondisi ini perawat memiliki tugas untuk membantu pasien menghadapi kematian dengan
tenang dan baik, dan mendukung keluarga untuk dapat menerima kematian pasien.

6. Implikasi Keperawatan pada Kondisi Kronis

Mengelola seseorang dengan penyakit kronis atau ketidakmampuan tidak hanya terfokus dengan
aspek medis atau kondisi fisik yang dialami pasien tetapi juga mengelola pasiennya secara individu,
fisik, emosional dan sosial. Fokus pengelolaan pasien dengan penyakit kronis dimulai dari pengkajian
hingga evaluasi

a. Step 1: Mengidentifikasi Trajectory Phase

Pada tahap satu ini, perlu mengidentifikasi secara spesifik masalah medis, sosial, dan psikologi serta
kebutuhan support emsional.

b. Step 2: Merumuskan Tujuan

16
Pada tahap kedua ini perawat merumuskan tujuan dalam perawatan pasien. Perawat berkolaborasi
dengan pasien, keluarga, dan tim perawatan serta pengobatan pasien.

c. Step 3: Membuat Perencanaan untuk keberhasilan Tujuan

Pada tahap ini, perawat merumuskan intervensi yang akan dilakukan guna mencapai keberhasilan
pengobatan dan perawatan pasien.

d. Step 4: Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat tercapainya tujuan

Pada tahap ini, perawat mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat proses
perawatan. Baik itu fasilitas yang ada, kemampuan ekonomi pasien dan keluarga, dukungan keluarga
dan lingkungan. Semua faktor biopsikososial dan cultural serta ekonomi yang mendukung perawatan
pasien.

e. Step 5: Mengimplementasikan rencana yang telah disusun

Pada tahap ini , perawat mengimplementasikan rencana tindakan yang telah disusun.

f. Step 6: Mengevaluasi Keefektifan dari Intervensi

Pada tahap ini, perawat mengevalusi keefektifan intervensi yang telah disusun untuk melihat
keberhasilan tujuan.

KEADAAN TERMINAL

1. Definisi
Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan
oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Kematian adalah suatu pengalaman
tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya seorang diri,
sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
2. Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/membagi tahap-tahap menjelang ajal
(dying) dalam 5 tahap, yaitu:
a. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi,
dan menunjukkan reaksi menolak. Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan
menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan
menjelang ajal).

17
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala
hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Biasanya
diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan klien, seperti : keluarga,
teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.
c. Menawar/Bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
d. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien
yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat, dsbg.
3. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dsbg.
4) Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
1) Nadi lambat dan lemah.
2) Tekanan darah turun.

18
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
d. Gangguan Sensori
1) Penglihatan kabur.
2) Gangguan penciuman dan perabaan.
3) Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.
4. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal 1. Pupil mata melebar. 2. Tidak mampu untuk
bergerak. 3. Kehilangan reflek. 4. Nadi cepat dan kecil. 5. Pernafasan chyene-stoke dan
ngorok. 6. Tekanan darah sangat rendah 7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka. 2.6
Tanda-tanda Meninggal Secara Klinis Secara tradisional, tanda-tanda klinis
kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah.
Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang
indikasi kematian, yaitu: 1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek. 4. Gambaran mendatar pada EKG.
2.7 Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 tipe: 1. Closed Awareness/Tidak
Mengerti Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang
diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat
menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya.
Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan
pulang, dsbg. 2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi Pada fase ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi
walaupun merupakan beban yang berat baginya. 3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan
Terbuka Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang
menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat
akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.
5. Bantuan yang dapat Diberikan
a. Bantuan Emosional
a) Pada Fase Denial
Perawat perlu wasada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya.
b) Pada Fase Marah

19
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me
rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian.
c) Pada Fase Menawar
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut
yang tidak masuk akal.
d) Pada Fase Depresi
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien.
e) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai.
b. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan unjtuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya.
b) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien.
c) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d) Bergerak Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah
decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat
untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e) Nutrisi Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin.

20
f) f). Eliminasi Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot
secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan
kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila
terjadi lecet, harus diberikan salep. g). Perubahan Sensori Klien dengan dying,
penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak/menghadapkan kepala
kearah lampu/tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak
dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik. 3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial Klien dengan
dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan: a). Menanyakan siapa-siapa saja
yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan
keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain. b).
Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi. c). Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan mdiri. d). Meminta saudara/teman-temannya
untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku
bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya. 4. Bantuan Memenuhi
Kebutuhan Spiritual a). Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan
hidupnya dan rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian. b).
Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal
untuk memenuhi kebutuhan spiritual. c). Membantu dan mendorong klien
untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1)Riwayat Kesehatan
a.Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang
sama

21
c.Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
2)Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat:
1.Pasien kurang rensponsif.
2.Fungsi tubuh melambat.
3.Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.
4.Rahang cendrung jatuh.
5.Pernafasan tidak teratur dan dangkal.
6.Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.
7.Kulit pucat.
8.Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a)Ansietas/ ketakutan (individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi
yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan
efek negatif pada pada gaya hidup.
b)Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
c)Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut
akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
d)Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman
kematian.
KRITERIA HASIL
a)Klien atau keluarga akan :
1.Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan.
2.Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal , tanggung jawab peran dan
gaya hidup.
b)Klien akan :
1.Mengungkapkan kehilangan dan perubahan.
2.Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan.
3.Menyatakan kematian akan terjadi.
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara berikut:

22
a.Menghabiskan waktu bersama klien.
b.Memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien.
c.Berpartisipasi dalam perawatan.
c)Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan:
1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien.
2. Mengungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan.
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien.
d)Klien akan mempertahankan praktik spritualnya yang akan mempengaruhi penerimaan
terhadap ancaman kematian.
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan dengan situasi yang tak dikenal.
Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya
hidup.
Criteria Hasil
Klien atau keluarga akan :

1. Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan gangguan.


2. Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan
gaya hidup.
3. No
4. Intervensi
5. Rasional
6. 1
7. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
8. a.Berikan kepastian dan kenyamanan
9. b.Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan
10. c.Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan pengobatannya
11. d. Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif
12. Klien yang cemas mempunyai penyempitan lapang persepsi dengan penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak
klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
13. 2

23
14. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang.
15. Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan
dengan memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atau parah tidak
menyerap pelajaran.
16. 3
17. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka.
18. Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakan kesempatan
untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
19. 4
20. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif.
21. Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang
akan datang.
22. Diagnosa II
23. Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi
penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain
24. Klien akan :
25. 1.Mengungkapakan kehilangan dan perubahan.
26. 2.Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan.
27. 3.Menyatakan kematian akan terjadi.
28. Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang
efektif , yang dibuktikan dengan cara sbb:
29. a.Menghabiskan waktu bersama klien.
30. b.Mempertahankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien.
31. c.Berpartisipasi dalam perawatan.

2.3Konsep Kebutuhan Rasa Aman Nyaman tentang Cemas

2.3.1. Definisi
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam
kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan
kehidupan seseorang, dan karena itu berlangsung tidak lama. Kecemasan bisa muncul sendiri
atau bergabung dengan gejala – gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Kecemasan bukanlah
suatu penyakit melainkan suatu gejala.

24
2.3.2. Macam – Macam Kecemasan
Freud membedakan 3 macam kecemasan yakni kecemasan realitas, neurotik, dan moral
atau perasaan bersalah. Tipe pokoknya adalah kecemasan realitas atas rasa takut akan bahaya-
bahaya nyata di dunia luar, kedua tipe kecemasan lain berasal dari kecemasan realitas ini.

Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting akan lepas dari
kendali dan menyebabkan sang pribadi berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum.
Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri melainkan
ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan. Kecemasan
neurotik mempunyai dasar dalam kenyataan, sebab dunia sebagaimana diwakili oleh orang tua
dan berbagai autoritas lain akan menghukum anak bila ia melakukan tindakan-tindakan
impulsif.

Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati. Orang-orang yang super egonya
berkembang dengan baik cenderung merasa bersalah jika mereka melakukan atau bahkan
berfikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma moral dengan mana mereka
dibesarkan. Mereka disebut mendengan bisikan suara hati. Kecemasan moral juga mempunyai
dasar dalam realitas; dimasa lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman karena melanggar
norma-norma dan bisa dihukum mati.

Fungsi kecemasan adalah memperingatkan sang pribadi adanya bahaya ia merupakan


isyarat bagi ego bahwa kalau tidak dilakukan tindakan-tindakan tepat, maka bahaya itu
meningkat sampai ego dikalahkan.

Kecemasan adalah suatu keadaan tegangan; ia merupakan suatu dorongan seperti lapar
dan seks, hanya saja ia tidak timbul dari kondisi. Kondisi-kondisi jaringan didalam tubuh
melainkan aslinya ditimbulkan oleh sebab-sebab dari luar. Apabila timbul kecemasan maka ia
akan memotivikasikan sang pribadi untuk melakukan sesuatu. Sang pribadi bisa lari dari daerah
yang mengancam, menghalangi impuls yang membahayakan atau menuruti suara hati.
Kecemaan yang tidak dapat ditanggulangi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut
traumatik.Ia akan menjadikan sang pribadi dalam keadaan tak berdaya, serba kekanak-
kanakan. Pada kenyataannya prototip dari semua bentuk kecemasan dimasa kemudian adalah
trauma kelahiran.

2.3.3. Penyebab Kecemasan


Ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang
menunjukkan reaksi rasa cemas, yakni:

a. Lingkungan. Kecemasan wajar timbul jika anda merasa tidak aman terhadap
lingkungan anda.
b. Emosi yang ditekan. Kecemasan bisa terjadi jika anda tidak mampu menemukan jalan
keluar untuk perasaan anda dalam hubungan personal.
c. Sebab-sebab fisik. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan.

25
d. Keturunan. Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga-keluarga
tertentu.

2.3.4. Jenis Kecemasan


Kondisi yang menimbulkan kecemasan secara garis besar dapat dibagi dalam tiga
kategori sebagai berikut:

a. Keadaan kecemasan,
b. Gangguan fobia, dan
c. Gangguan tekanan pasca-traumatik.
Kategori keadaan kecemasan mencakup tiga macam gangguan khusus:

a. Gangguan kepanikan,
b. Gangguan kecemasan pada umumnya, dan
c. Gangguan kompulsif obsesif.

2.3.5. Tingkatn Kecemasan

a. Kecemasan ringan

karakteristik dari kecemasan ringan adalah gelisah,perubahan nafsu makan,pengulangan


pertanyaan ,mudah marah,peningkatan kewaspadaan

b. Kecemasan sedang

karakteristik dari kecemasan sedang yaitu ketidak nyamanan,perubahahan nada dan


suara,tekanan darah meningkat, gemetran

c. Kecemasan berat

karakteristik dari kecemasan berat yaitu perasaan terancam,mual,muntah,ketidak


mampuan konsentrasi ,pusing dan diare atau kontipasi

26
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga akan mengalami
rasa kehilangan atau berduka. Seorang klien bisa merasakan duka karena kehilangan
beberapa hal, antara lain: kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kepercayaan diri,
kepercayaan, atau penghasilan.penyakit dapat mengubah atau penghasilan.
Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan,yang
dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus ,berdasarkan pengalaman
personal,harapan budaya ,dan kepercayaan spiritual koping pada proses berduka melibatkan
suatu periode berkabung, penampilan ,espresi sosial terhadap berduka,dan perilaku yang
berhubungan dengan rasa kehilangan.
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lamasampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap dan sering kambuh,penyakit kronik
bisa menyebabkan kematian atau kondisi terminal
Sedangkan penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit kronik yang sifatnya tidak bisa
di sembuhkan dan mengarah pada kematian
Cemas yaitu suatu perasaan kuatir yang samar, sumberna sumbernya sering kali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu tersebut

27
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umu,
nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.

3.2Saran

Menyadari bahwa penulisan masih jauh dari sempurna,kedepannya penulis akan lebih
fokus dan detalisdalam menjelaskan tentangmakalah diatas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

 Amella E, Lawrence J,Gresle S:Tube feedding:prolonging life or death


in vulnerable populations?Morality10(1):69,2005
 Bowlby J:Attachment and loss,vol 3,loss,sadness and depression, New
York,1980, Basic books.

28
 Bulechek GM,Butcer HK, Dochtermn JM : Nurshing Interventions
classification (NIC), Ed. 5 St. Lowish, 2008, Mosby
 Craib I : Fear, death, and sociology, Mortality 8 (3) : 285, 2003
 Enes S, de Vries K : A survey of ethical issue experince by nurses caring
for terminally ill elderly people, Nurs Ethnics 11 (2) : 150, 2004
 Buckley J, Hert K : Fostering hope in terminally ill patiens, Nurs Stand
19 (10) : 33, 2004
 Setyanegara.(1978). Teori dan Terapi Nyeri : Jakarta Universitas
Indonesia Press.

29

Anda mungkin juga menyukai