Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
Berduka disfungsional adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami berduka yang berkepanjangan dan terlibat dalam aktivitas yang
menyimpang (Carpenito, 1999/2000).

B. PENYEBAB
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat
menimbulkan respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi
yang paling sering ditemui adalah sebagai berikut:
1. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat
sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori,
muskuloskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma.
2. Pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka
waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi,
histerektomi).
3. Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder
akibat nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan
kehilangan gaya hidup akibat melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak

1
meninggalkan rumah, dan perceraian; dan berhubungan dengan kehilangan
normalitas sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.
4. Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-teman,
pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan harapan
dan impian.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
2. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
3. Reaksi emosional yang lambat
4. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal

Tanda yang mungkin terdapat pada klien yang mengalami berduka


disfungsional, antara lain :

1. Isolasi sosial atau menarik diri


2. Gagal mengembangkan hubungan atau minat baru
3. Gagal menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan

D. FASE
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi 3 tahapan, yaitu :
1. Fase awal
Pada fase awal seseorang akan menunjukan reaksi syok, tidak yakin, tidak
percaya, perasaan dingin, dan bingung. Berlangsung beberapa hari,
kemudian individu kembali pada perasaan berduka yang berlebihan.
Selanjutnya individu merasakan konflik dan mengekspresikan dengan
menangis dan ketakutan. fase ini berlangsung selama beberapa minggu.
2. Fase pertengahan

2
Dimulai pada minggu ketiga ditandai dengan adanya perilaku obsesif.
Perilaku yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan yang terjadi.
3. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu
memutuskan untuk mengenang masa lalu dan memilih melanjutkan
kehidupan. Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam
kegiatan sosial.
Fase berduka menurut Kubler Roses:
1. Denial (penangkalan)
Merupakan reaksi pertama seorang individu terhadap kehilangan, individu
tidak percaya, menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.
Pernyataan yang sering diucapkan adalah “tidak mungkin”, ”tidak
percaya”. Perubahan fisik: letih, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
lemah, detak jantung cepat, menangis maupun gelisah.
2. Anger (marah)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan individu menunjukan perasaan marah pada diri sendiri atau
kepada orang lain. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, susah tidur, tangan mengepal, dan agresif.
3. Bargaining (tawar-menawar)
Individu berupaya untuk mencoba menawar, menunda realitas dengan
merasa bersalah pada masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
Ada beberapa permintaan seperti kesembuhan total, perpanjang waktu
hidup, terhindar dari kesakitan secara fisik atau bertobat. Berupaya
membua perjanjian dengan tuhan. Pasien mulai dapat memcah masalah
dengan berdoa, menyesali perbuatanya menangis pendapat orang lain.
4. Depresi
Merupakan tahap diam. Individu sadar akan penyakitnya yang tidak dapat
ditunda lagi. Individu akan menari diri, tidak mau berbicara dengan orang

3
lain dan tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan, susah
tidur, letih dan penurunan libido. Tahap depresi ini memberi kesempatan
untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
5. Acceptance (penerimaan)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus
asa.

E. POHON MASALAH BERDUKA DISFUNGSIONAL

Berduka Gangguan
Kehilangan
disfungsional konsep : HDR
(Etiologi)
(Core problem) (Akibat)

F. DAMPAK
Proses berduka yang dialami individu bersifat maladaptif, akan
menimbulkan respon detrimental (cenderung merusak) yang berkelanjutan
dan berlangsung lama (Carpenito, 2006). Proses berduka yang maladaptif
tersebut akan menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat munculnya
emosi negatif dalam diri individu. Dampak yang muncul diantaranya perasaan
ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.
Rentang Respon Emosi
Adaptif Maladaptif
 Menangis, menjerit,  Diam, tidak menangis
menyangkal, menyalahkan  Menyalahkan diri
diri sendiri, bertanya-tanya berkepanjangan
 Membuat rencana untuk  Rendah diri
yang akan datang  Mengasingkan diri

4
 Berani terbuka  Tidak ada semangat hidup

G. PENCEGAHAN
1. Personal Ability
Menerima kehilangan
2. Sosial Support
a) Keluarga atau kerabat dekat memberikan kenyamanan dan pengertian
b) Berikan dukungan nonverbal seperti memegang tangan, menepuk bahu
dan merangkul
3. Material Assets
Pelayanan kesehatan
4. Positive Beliefs
a) Keyakinan dan nilai
b) Motivasi
c) Orientasi kesehatan pada pencegahan

H. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan keperawatan pada klien
a) Membina hubungan saling percaya dengan klien
b) Berdiskusi mengenai kondisi klien saat ini (kondisi pikiran, perasaan,
fisik, sosial, dan spiritual sebelum/ sesudah mengalami peristiwa
kehilangan dan hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa
kehilangan yang terjadi).
c) Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami
1) Cara verbal (mengungkapkan perasaan)
2) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
3) Cara sosial (sharing melalui self help group)

5
4) Cara spiritual (berdoa, berserah diri)
d) Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia
untuk saling memberikan pengalaman dengan seksama.
e) Membantu klien memasukkan kegiatan dalam jadual harian.
f) Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di Puskesmas
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a) Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka
dan dampaknya pada klien.
b) Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami
oleh klien
c) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan berduka
disfungsional
d) Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami
oleh klien

6
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan suatu reaksi psikologis
sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap
perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun intelektual seseorang. Berduka
sendiri merupakan respon yang normal yang dihadapi setiap orang dalam
menghadapi kehilangan yang dirasakan.
Berduka disebabkan oleh patofisiologi, pengobatan, situasional dan
maturasional. Fase berduka menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi 3
tahapan yaitu fase awal, fase pertengahan dan fase pemulihan.

B. Saran
Agar pembaca dapat lebih memahami tentang Berduka Disfungsional
hendaknya pembaca tetap mencari referensi yang lain untuk menambah ilmu
atau wawasan tentang Berduka Disfungsional.

7
DAFTAR PUTAKA

Yusuf, Ah. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai