Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPUTUSASAAN

A. Definisi Keputusasaan
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).

Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang di sertai
komponen psikologi : rasa susah,murung,sedih,putus asa,dan tidak bahagia,serta
komponen somatic : anoreksia,konstipasi,kulit lembab (rasa dingin),tekanan darah
dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam
perasaan (Hidayat,2008 : hal 275).
Keputusasaan merupakan kondisi subyektif yang ditandai dengan individu
memandang hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan
pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingannya sendiri (Nanda,
2011).

B. Proses terjadinya masalah psikososial


a) Faktor predisposisi

Faktor predisposisi dari keputusasaan yaitu faktor Biologis dan psikologis .


faktor bilogis disebabkan adanya penyakit infeksi yang kronis.Faktor psikologis
antara lain perasaan terbuang, kehilangan kepercayaan pada kegiatan
spiritual.Faktor sosial dan budayaadalah pembatasan aktivitas jangka panjang.

b) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi secara biologis, Riwayat keluarga menderita depresi, status


nutrisi, status kesehatan secara umum, pembatasan aktivitas jangka panjang.
Faktor Psikologis, Stres jangka panjang, retardasi mental, kemampuan
komunikasi verbal kurang, pengalaman masa lalu kurang menyenangkan dan
konsep diri kurang baik . Faktor sosial budaya antara lain Adanya hambatan
pelaksanaan interaksi sosial, Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual,
Kehilangan kepercayaan pada nilai penting, Kurang dukungan sosial, Putus
sekolah dan pemutusan hubungan kerja.

Klien yang mengalami depresi biasanya diawali dari persepsinya yang negative
terhadap stressor. Klien menganggap masalah terhadap sesuatu yang seratus
persen buruk.tidak ada hikmah di balik semua masalah yang di terimanya.
Misalnya pada saaat kakinya fraktur ia sulit untuk menerimanya, padahal
hikmahnya ia akan terhindar dari wajib militer, terhindar dari jalan menuju
kemaksiatan dan lebih banyak waktu membaca di rumah dan sebagainya. Hampir
semua masalah yang muncul ia anggap negative. Karena persepsi yang salah
tersebut maka akan menuntun klien untuk berfikir dan bertindak salah. Pikiran
yang selalu muncul adalah ‘’saya sial,saya menderita,saya tidak mampu,tidak ada
harapan lagi,semua buruk’’, kondisi ini di perburuk dengan tidak adanya support
system yang adekuat seperti keluarga, sahabat, ibu, tetangga, adanya tabungan,
terutama keyakinannya pada yang Maha Kuasa. Muncullah fase akumulasi
stressor dimana stressor yang lain turut memperburuk keadaan klien. Klien akan
makin terasa tidak berdaya dan akhirnya ada niat untuk mencederai diri dan
mengakhiri hidup. Hal ini menjadi pemicu munculnya harga diri rendah yang
akan menjadi internal stressor.

Depresi di sebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetic,
faktor konstitusi, faktor kepribadian premorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi,
faktor neurologi, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit
dan sebagainya. Depresi biasanya di cetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit
infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikis,
seperti kehilangan kasih sayang dan harga diri.
C. Rentang Respon

Rentang responsosial

Respon adaptif Respon mal adaptif

Menyendiri Menarik diri


Merasa sendiri
Otonomi Ketergantungan
Dependensi
Bekerja sama Manipulasi
Curiga
Interdependen Curiga

D. Tanda dan Gejala

Menurut, Keliat, Dkk (2006) adalah:

1. Mayor ( harus ada)


Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam,
berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan
sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.

a. Fisiologis :

1) Respon terhadap stimulus melambat

2) Tidak ada energi

3) Tidur bertambah

b. emosional :

1) Individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan


perasaannya tapi dapat merasakan

2) Tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan


tuhan

3) Tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup


4) Hampa dan letih

5) Perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak


mampu dan terperangkap.
c. Individu memperlihatkan :

1) Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan

2) Penurunan verbalisasi

3) Penurunan afek

4) Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.

5) Ketidakmampuan mencapai sesuatu

6) Hubungan interpersonal yang terganggu

7) Proses pikir yang lambat

8) Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya sendiri.

d. Kognitif :

1) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan


membuat keputusan

2) Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah
yang dihadapi saat ini.

3) Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir

4) Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )

5) Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap

6) Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang


ditetapkan

7) Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan

8) Tidak dapat mengenali sumber harapan

9) Adanya pikiran untuk membunuh diri.


2. Minor ( mungkin ada )

a. Fisiologis

1) Anoreksia

2) BB menurun

a) Emosional

1) Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain

2) Merasa berada diujung tanduk

3) Tegang

4) Muak ( merasa ia tidak bisa)

5) Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani

6) Rapuh

b. Individu memperlihatkan

1) Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara

2) Penurunan motivasi

3) Keluh kesah

4) Kemunduran

5) Sikap pasrah

6) Depresi

c. Kognitif
1) Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima

2) Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang

3) Bingung

4) Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif


5) Distorsi proses pikir dan asosiasi

6) Penilaian yang tidak logis

E. Pohon Masalah

Ketidakberdayaan

Keputusasaan

Harga Diri Rendah

F. Mekanisme koping
1) Mekanisme koping yang konstrukstif.
2) Melakukan perubahan perilaku yang menurunkan keputusasaan.
3) Beradaptasi dengan lingkungannya.
4) Membangun kepercayaan diri dan bersikap optimis.
5) Memanfaatkan dukungan keluarga/orang terdekat.
6) Fokus pada masalahMekanisme koping dektrukstif.

G. Data yang Perlu Dikaji


1) Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
2) Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
3) Pantau nutrisi: Asupan dan berat badan

H. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Harga diri rendah
2) Ketidak berdayaan
3) Risiko bunuh diri
I. Penatalaksaan medis
1) Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan
gangguankeputusasaan.
2) Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain
psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat
dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat
juangnya.
3) Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi
beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini
hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.

4) Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan
jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen
agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi
keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan,
kajian kitab suci dsb.
5) Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan
kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di
lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam
program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi
kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus,
bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini
berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling
sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke
keluarga dan ke masyarakat.

J. Intervensi
1. Tujuan umum : Klien mampu mengekspresikan harapan positif tentang masa
depan, mengekspresikan tujuan dan arti kehidupan
2. Tujuan khusus: klien mampu
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal masalah keputusasaan
c) Berpartisipasi dalam aktivitas
d) Menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung

K. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a) Ucapkan salam
b) Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
c) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Dengarkan klien dengan penuh perhatian
f) Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya
2. Klien mengenal masalah keputusasaannya
a) Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya
b) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya
dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien
c) Bantu klien mengidentifikasi tinghkah laku yang mendukung putus asa:
pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan kurangnya
partisipasi dalam aktivitas
d) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk atasi masalahnya,
tanyakan manfaat dari cara yang digunakan
e) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan
oleh klien.
f) Beri alterbatif penyelesaian masalah atau solusi
g) Bantu klien identifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative
h) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor
risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang rencana, metode,
dan cara bunuh diri.
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
a) Identifikasi aspek positif dari dunia klien
b) Dorong klien untuk berfikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus asa
c) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung pikiran
dan perasaan positif
d) Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam
mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam aktifitas
4. Klien menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
b) Ucapkan salam
c) Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
d) Tanyakan nama keluarga, panggilan yang diisukai dan hubungan dengan klien
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Buat kontrak pertemuan
g) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien
h) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien atasi
masalah dan bagaimana hasilnya
i) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya
j) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan:
k) Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi
l) Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek samping, akibat bila
tidak patuh minum obat
m) Cara keluarga merawat klien
n) Askes bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien (puskesmas,
RS)
PENGALAMAN KEPUTUSASAAN STROKE SURVIVOR DI KOTA SEMARANG
(Hopelessness Experience among Stroke Survivor in Semarang)

Sawab*, Moch. Bahrudin*, Novy Helena Catharina Daulima*


*Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang
Jl. Tirto Agung Pedalangan, Banyumanik, Semarang
E-mail: sawabfatih@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Keputusasaan merupakan penilaian negatif terhadap hasil yang akan dicapai dan ketidakberdayaan terhadap
suatu harapan. Keputusasaan dapat terjadi pada stroke survivor karena adanya disabilitas akibat defi sit neurologisnya serta
waktu yang lama dalam penyembuhannya. Kondisi ini dapat berlanjut pada gangguan mental emosional maupun tindakan
suicide. Oleh karena itu gambaran pengalaman keputusasaan stroke survivor dibahas dalam penelitian ini. Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif fenomenologi terhadap 6 partisipan. Hasil: Hasil penelitian
didapatkan tujuh tema utama yaitu (1) Perubahan fi sik sebagai akibat respons keputusasaan, (2) Respons kehilangan sebagai
stressor keputusasaan, (3) Disfungsi proses keluarga, (4) Kehilangan makna hidup, (5) Dukungan dan motivasi diri sebagai
sumber koping menghadapi keputusasaan, (6) Hikmah spiritual dibalik keputusasaan stroke survivor, dan (7) dapat
menjalani kehidupan dengan lebih baik. Diskusi: Penelitian ini menyarankan dikembangkannya standar asuhan keperawatan
keputusasaan dan pemberian dukungan keluarga serta psikoedukasi keluarga bagi stroke survivor. Kata kunci: Stroke
survivor, pengalaman keputusasaan, kualitatif

ABSTRACT
Introduction: Hopelessness was a negative feelings about goal achievement and powerlessness feeling against an
expectation. Hopelessness in stroke survivors can occur due to prolonged disability and neurologic defi cit. This condition
can lead to emotional and mental disorders even a suicide action. Therefore, it was a need to explore hopelessness
experience in stroke survivors. Method: This study was a qualitative descriptive phenomenology with 6 participants.
Results: 7 themes were revealed in this study, (1) Physical changes as a response on hopelessness, (2) Loss response as a
hopelessness stressor, (3) Dysfunction of the family process, (4) Loss of meaning of life, (5) Self support and motivation as a
coping resource against hopelessness, (6) The spiritual meaning behind hopelessness, (7) Can go through a better life.
Discussion: This study suggests to develop a nursing care standards in hopelessness, encourage a family support and family
psychoeducation for stroke survivors.

Keywords: Stroke survivor, hopelessness experiences, qualitative

PENDAHULUAN ini menyebabkan stroke survivor dengan


kembali kemampuan yang menurun, berduka,
Disabilitas klien paska stroke
keputusasaan sangat berisiko mengalami takut
sebagai akibat defi sit neurologis
dan putus asa merupakan manifestasi
memerlukan waktu penyembuhan yang
gangguan mental emosional. Di sisi lain dari
lama dan berdampak
keputusasaan bahkan tanda dari depresi. stroke
survivor dengan keputusasaan
terhadap kondisi psikososial stroke survivor. Menurut Abramson, Alloy dan Metalsky
Teasdale dan Eingberg (2001) menjelaskan (1989) membutuhkan penanganan jangka
Terjadinya perubahan psikososial, seperti panjang keputusasaan pada hakekatnya
stroke survivor berisiko mengalami tindakan merupakan untuk mengembangkan mekanisme
perasaan harga diri yang rendah, perasaan koping precursor dalam perjalanan depresi.
suicide pada 5 tahun pertama sakitnya. Kondisi Hasil riset yang adaptif dan mencegah
tidak beruntung, perasaan ingin mendapatkan berkembangnya di India 35,29% stroke
survivor mengalami stressor disabilitas menjadi kondisi depresi. maladaptif.
Upaya antisipasi menurunkan angka gangguan perempuan dengan usia antara 45 sampai 51
jiwa adalah dengan mengelola klien yang tahun dan berstatus menikah. Tingkat
mempunyai risiko mengalami gangguan pendidikan partisipan terdiri atas SMP,
mental emosional supaya tidak mengalami Diploma III dan Sarjana. Lama menderita
masalah gangguan jiwa, salah satunya adalah menderita stroke mulai 1 sampai 3,5 tahun
klien stroke survivor dengan keputusasaan. dengan 4 orang mengalami kelemahan pada
Berdasarkan fenomena tersebut penting untuk ektremitas kanan dan 2 orang mengalami
dilakukan kajian yang mendalam terhadap kelemahan pada ektremitas kiri. Keseluruhan
troke survivor dengan masalah psikososial stroke survivor pernah mempunyai
keputusasaan. Oleh karena itu, penelitian ini pengalaman keputusasaan sedang dan
ingin menjawab pertanyaan “Bagaimanakah mempunyai kognitif baik.
pengalaman keputusasaan stroke survivor di Berdasarkan wawancara mendalam,
Kota Semarang?” diperoleh berbagai pengalaman stroke survivor
dalam menghadapi keputusasaan dalam 7 tema
utama, antara lain:
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian ini menggunakan Perubahan fisik akibat respons
penelitian kualitatif fenomenologi deskriptif. keputusasaan
Partisipan penelitian ini adalah stroke survivor Perubahan fisik yang diungkapkan
dengan riwayat lebih dari tiga bulan, serangan sebagai akibat dari keputusasaan adalah
lebih dari 1 kali, usia dewasa pertengahan (40- perasaan fatigue seperti lemas dan tidak
60 tahun), pernah mempunyai pengalaman bertenaga seperti ungkapan partisipan berikut:
keputusasaan kategori sedang yang diukur “Rasanya saat saya down seperti tidak
dengan skor Beck Hopelessness Scale (BHS) ada tenaga, tangan dan kaki yang lemes
dan gangguan kognitif ringan yang dilihat tambah lemes.....”(P1)
dengan skor Mini Mental State Examination Akibat yang dirasakan partisipan lain
(MMSE). Jumlah sampel yang berpartisipasi adalah merasa letih dan penurunan
pada penelitian ini enam orang. Lokasi kemampuan kerja fi sik dengan contoh
penelitian di Kelurahan Srondol Kulon wilayah ungkapan di bawah ini:
kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang dan “Terus terang badan saya sepertinya
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan loyo tenaganya kok hilang, tangan dan kaki
Juni 2013. kanan saya tambah lemas saat semangat dan
Pengumpulan data dilakukan dengan kondisi saya menurun atau dwon”(P4)
wawancara mendalam (indepth interview) dan Akibat keputusasaan juga dirasakan
catatan lapangan. Analisis data menggunakan dalam gangguan pencernaan dan gangguan
langkah Colaizzi, dengan membuat transkripsi tidur sebagaimana ungkapan partisipan berikut
verbatim, membaca trankrip secara ini:
berulangulang, mengumpulkan pernyataan “Biasanya kan saya kalau pagi itu
signifi kan, menentukan arti setiap pernyataan rasanya lapar walaupun seadanya saya makan
yang penting, mengumpulkan kata kunci, sama minum air putih, tapi waktu itu pas saya
mengelompokkan ke dalam kategori, dwon saya setiap mau makan rasanya kenyang,
kemudian disusun dan dikelompokkan menjadi nafsu makan tidak ada sampai sampai istri
tema hasil penelitian. seperti marah.”(P4)
Gangguan tidur yang dialami oleh
HASIL partisipan diungkapkan seperti:
“.......terus terang saat saya serangan
Partisipan dalam penelitian ini adalah lagi, kemudian perasaan putus asa saya muncul
stroke survivor, dengan 4 orang berjenis semalam tidak tidur rasanya tidak kantuk, itu
kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin
bisa sampai 2 hari, saat mau tidur kepikir terus tetapi sekarang saya malah jadi merepotkan
kalau saya jadi merepotkan”(P5) suami saya..........”.(P3)
Akibat keputusasaan mempengaruhi “dipikiran saya muncul kalau memang
perfusi cerebral dengan rasa pusing seperti saya waktunya meninggal dunia atau diambil
ungkapan berikut ini: nyawa saya tidak apa-apa saya kasihan sama
“Kondisi pas saya semangatnya hilang, suami dan anak anak repot”. (P5)
sepertinya les-lesan (berkunang- kunang
seperti mau pingsan) sama pusing pak.”(P3) Disfungsi proses keluarga
Pengalaman disfungsi keluarga yang
Respons kehilangan sebagai stressor
dialami partisipan disebabkan
keputusasaan
ketidakmampuan dalam menjalankan fungsi
Respon kehilangan diungkapkan peran dirinya dan ketidakmampuan anggota
partisipan dengan ketidakpercayaan atau tawar keluarga memberikan penghargaan bagi
menawar sebagaimana ungkapan berikut ini: anggota keluarganya, sebagaimana
“Mengapa kok sudah 1 tahun kaki saya diungkapkan sebagai berikut:
malah tambah berat”.(P4) “Sempat waktu itu istri bilang tidak enak
Respons kehilangan dalam dirinya ke saya, saya bilang pada istri mau saya pukul
berusaha di atasi dengan menekan (supresi) tapi saya masih sadar, bahkan sempat ingin
permasalahan yang dihadapi seperti yang saya bunuh, terus terang..”(P1)
diungkapkan partisipan: Sedangkan ketidak mampuan
“saya gak mau ngomong sama istri memberikan penghargaan antar anggota
kasihan nanti kalau malah kepikiran istri keluarga diungkapkan sebagai berikut:
saya”(P1) “kalau di rumah saya minta bantuan
Selain itu par tisipan juga sama anak saya memasak air untuk mandi
mengungkapkan perasaan marah atas saya kadang-kadang anak saya itu tidak
kondisinya langsung mau, nunggu di suruh sampai
“kadang-kadang tangan dan kaki kanan beberapa kali, seperti tidak mengormati
saya, saya pukul-pukulkan di dipan bagaimana ibunya”(P3)
sih kok saya seperti ini terus gitu lho, marah
pada diri sendiri”(P5) Dukungan dan motivasi diri sebagai sumber
Perilaku depresi seperti kehilangan koping menghadapi keputusasaan
semangat,perasaan sedih, serta khawatir
diungkapkan sebagai berikut: Sumber koping stroke survivor berasal
anak anak saya masih kecil, sementara dari dukungan keluarga, lingkungan,
saya tidak bisa bekerja, pokoknya sepertinya keyakinan diri serta motivasi untuk aktivitas.
Sumber koping dari keluarga inti sebagaimana
saya sudah menyerah”.(P4)
diungkapkan:
“sepertinya kok seperti ini rasanya
“Anak saya yang kuliah waktu itu
sedih, kuatir, pak saya jadi malas melakukan
kebetulan libur kalau pas saya diam di kamar
apa-apa, saya cuma menangis”.(P3)
menemani saya terus kemudian bilang ibu
sabar tabah, terus suami ya ngasih semangat,
Kehilangan makna hidup
nah kalau anak dan bilang suami memberi
Ketidakberdayaan dalam mencapai semangat saya rasanya semangat hidup muncul
tujuan hidup dimaknai sebagai hilangnya lagi”(P5)
makna hidup bahkan muncul keinginan Selain dukungan keluarga keyakinan
mengakhiri hidupnya seperti ungkapan berikut: atau semangat dari dalam diri stroke survivor
“Ya saya kan perempuan, suami saya diungkapkan seperti berikut:
kerja kalau sebelumnya saya bisa membantu “Tapi yang perlu ketahui pokoknya ya
kerja di pabrik masak, bersih bersih rumah semangat dari dalam diri sendiri, pas waktu
itu saya parkir mau terima uang jatuh, kan
tangan kanan saya masih belum seperti lesi area frontal, sub kortikal dan ganglia
sekarang saya diomelin pokoknya basalis dalam terjadinya depresi paska stroke
dikatakatain, saya tidak peduli sampai dengan hipotesis sentralnya adalah lesi di
sekarang itu yang terus saya ingat”.(P2) hemisfer kiri merupakan faktor utama
Hikmah spiritual dibalik keputusasaan timbulnya depresi paska stroke (dalam Meifi
stroke survivor & Agus, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa
keputusasaan tidak hanya disebabkan oleh
Stroke survivor mendapatkan hikmah
faktor organik akan tetapi dapat disebabkan
atau makna hidup kembali melalui proses
karena faktor reaksi psikologis sebagai
memaknai ulang akan nilai-nilai spiritual
konsekuensi klinis akibat stroke. Penelitian
dalam kondisi ketidakberdayaannya dan
yang dilakukan oleh Chen (2011)
makna terhadap dirinya seperti berikut ini:
menyebutkan kelemahan motorik yang terjadi
“saya bersyukur, sebetulnya saya pada klien paska stroke merupakan faktor
mungkin ditunjukkan ke jalan yang lebih penting terjadinya depresi paska stroke.
terang dan hikmah yang paling mendalam Penelitiannya menyebutkan 61,3% responden
saya diberi kesempatan untuk beribadah yang memiliki fungsi motorik buruk
memperbaiki hidup”.(P3) mengalami depresi post stroke sedangkan
“sejak saya pernah down sampai 38,7% responden dengan fungsi motorik bagus
sekarang saya bisa bekerja semampu saya mengalami depresi.
menjadikan saya lebih sabar”(P4) Perubahan fisik akibat keputusasaan
antara lain fatigue, anoreksia serta insomnia.
Dapat menjalani kehidupan dengan lebih Perasaan fatigue diungkapkan oleh partisipan
baik berupa perasaan ekstremitas tambah lemas dan
Makna dibalik keputusasaannya perasaan loyo serta tidak bertenaga. Menurut
partisipan mendorong partisipan untuk Naess, Lunde dan Brogger (2012) perasaan
berkeinginan mempunyai harapan hidup yaitu fatigue berhubungan dengan adanya nyeri dan
kembali sembuh dan sehat, dapat menjalankan depresi klien paska stroke. Hasil penelitiannya
fungsi perannya sebagaimana ungkapan menyebutkan terdapat tiga manifestasi yang
berikut: sering muncul pada klien stroke yaitu depresi
“Harapan saya sembuh, bisa cari (19%), fatigue (46%) dan nyeri (48%). Selain
rongsoknya lancar, terus anak anak itu, dalam studi korelasi, depresi dan fatigue
sehat”(P4) menunjukan hubungan yang kuat sedangkan
antara nyeri dan depresi mempunyai hubungan
yang sedang.
PEMBAHASAN Pengalaman nyeri stroke survivor tidak
Karakteristik partisipan penelitian ini didapatkan dalam penelitian ini. Menurut
belum dapat menggambarkan pengalaman peneliti hal ini dimungkinkan pengaruh dari
keputusasaan dari individu yang tidak faktor budaya. Budaya Jawa, khususnya di
mempunyai sistem pendukung seperti suami, Jawa Tengah, rasa nyeri sulit diungkapkan ke
istri serta pengalaman di tinggalkan orang orang lain/lawan bicara karena adanya
yang dicintai. Keputusasaan dalam proses perasaan khawatir dapat mengganggu lawan
perjalanannya masih terdapat perdebatan, bicara. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
khususnya mengenai penyebab keputusasaan adalah usia. Menurut Kozier, Erb, Berman dan
itu sendiri. Penelitian ini menunjukkan Snyder (2010) orang dewasa dapat
manifestasi keputusasaan terjadi pada stroke mengabaikan rasa nyeri karena pengakuan rasa
survivor dengan gangguan fisik berupa nyeri dapat dianggap sebagai tanda kelemahan
hemiplegi dektra pada empat partisipan dan atau kegagalan.
dua partisipan mengalami hemiplegi sinistra. Klien paska stroke merasakan
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson kehilangan kemampuan fungsional karena
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara penyakit yang dapat mengubah citra tubuhnya.
Pada kondisi ini klien stroke mendapatkan
stressor yang menyebabkan klien tersebut Hasil penelitian ini mengungkapkan
mempunyai harapan negatif dan muncul adanya konfl ik antar anggota keluarganya dan
ketidakberdayaan terhadap harapannya ketidakmampuan memberikan penghargaan
tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian pada terhadap anggota keluarganya. Hal ini
penyakit kronik seperti kanker payudara yang disebabkan oleh karena efek dari perubahan
menyebutkan 80% mempunyai perasaan peran dan harga diri stroke survivor sehingga
khawatir akan masa depannya, 30% merasakan keluarga tidak mampu melakukan fungsi
ketakutan (Gumus, Cam & Malak, 2011). afektif keluarga. Menurut Friedman (2010)
Hasil penelitian ini mengungkap bahwa fungsi afektif keluarga yaitu fungsi internal
respons kehilangan stroke survivor tidak lagi keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Di
berada pada tahap penolakan (denial), akan dalamnya terkait rasa saling mengasihi, saling
tetapi masuk pada tahap marah (angry). Hal ini mendukung dan saling menghargai antar
sebagai bentuk perasaan frustasi dengan anggota keluarga. Gambaran hasil penelitian
kondisi ketidakberdayaan dalam menjalankan ini juga didukung penelitian yang dilakukan
peran dirinya. Rasa marah yang diungkapkan oleh Clark et al (2004, dalam Gillespie &
oleh stroke survivor ini sebenarnya merupakan Campbell, 2011) yang menyebutkan bahwa
salah satu bentuk koping. Selain perasaan 32% disfungsi keluarga pada sembilan bulan
marah, mekanisme koping lain yang dilakukan pertama paska stroke disebabkan
oleh stroke survivor berupa supresi, yaitu ketidakmampuan keluarga menjalankan
keengganan menceritakan permasalahan yang fungsinya dan 66% terjadi karena adanya konfl
ada pada dirinya pada orang lain. ik dalam keluarga.
Bertambahnya jumlah stressor dapat Sejalan dengan hasil penelitian Jones
menyebabkan bertambahnya waktu yang dan Moris (2012), sumber koping yang
dibutuhkan partisipan untuk sampai pada menjadi pilihan utama stroke survivor pada
kondisi acceptance. Pengalaman partisipan ini kondisi keputusasaan adalah dukungan
sejalan dengan hasil penelitian Jones dan keluarga, khususnya keluarga inti, yaitu istri,
Morris (2012) yang mengungkapkan salah satu suami atau anak-anaknya. Signifi cant other
tema yaitu perasaan tidak berguna dan dinilai mempunyai makna dan arti penting
perasaan kehilangan pada orang dewasa dalam menumbuhkan stroke survivor dengan
dengan pengalaman stroke. keputusasaan.
Ketidakmampuan menjalankan peran Usaha stroke survivor untuk tetap
memunculkan rasa ketidakberdayaan, yaitu semangat dilakukan melalui usaha untuk
persepsi bahwa situasi perubahan dirinya tidak menumbuhkan keyakinan internal diri, dan
mampu mempengaruhi hasil yang ingin motivasi untuk beraktivitas agar terbebas dari
dicapai sehingga stroke survivor merasa tidak keputusasaannya. Keyakinan internal diri atau
memiliki makna hidup. Hal ini sejalan dengan positive belief ini biasa disebut juga sebagai
penelitian Kariasa, Sitorus dan Afi yanti self effi cacy. Menurut Bandura (1997 dalam
(2009) yang mengungkapkan bahwa Stuart & Laraia 2006) self efficacy merupakan
perubahan makna hidup klien paska stroke kapabilitas dari kepercayaan diri individu.
terjadi karena adanya perasaan kurang Individu yang mempunyai self effi cacy yang
dihargai, tidak diperhatikan dan tidak berguna. tinggi akan memberikan efek terhadap
Kondisi tersebut sebenarnya merupakan pemikiran, motivasi, suasana hati serta
ketidakberdayaan yang juga diungkap dalam kesehatan fi sik individu tersebut sehingga
penelitian ini. Penelitian ini juga menunjukkan stressor dianggap sebagai tantangan. Penelitian
bahwa klien paska stroke mengalami perasaan Albal dan Kultu (2010) menjelaskan terdapat
tidak berguna sehingga muncul ide atau hubungan antara koping self effi cacy dan
keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini sosial support pada klien depresi, di mana
sesuai penelitian yang dilakukan oleh Towfi klien dengan depresi mempunyai skor self effi
ghi (2013) bahwa stroke survivor di Amerika cacy yang rendah.
sebanyak 7,8% memiliki niat bunuh diri. Peranan dukungan sosial mengatasi
keputusasaan stroke survivor juga terungkap
dalam penelitian ini. Panzarella, Alloy dan menambah hasil yang sudah positif. Dalam
Whitehouse (2006) menjelaskan dukungan kontek ini, harapan dan keputusasaan adalah
sosial merupakan bagian dari adaptive dua hal yang berbeda namun saling terkait
inferential feedback (AIF) yang bekerja dalam konstruksi psikoterapi. Terapi kognitif
menurunkan sensitivitas kognitif depresi untuk mengatasi keputusasaan dapat dilakukan
dengan menurunkan kesimpulan negatif dengan menggali pikiran-pikiran akan
individu, selain itu juga menurunkan perilaku harapannya dalam hidupnya. Studi yang
maladaptive sebagai hasil dari kesimpulan dilakukan oleh Curry, Snyder, Cook, Ruby,
negatif dari pengalaman yang menyebabkan dan Rehm (1997 dalam Cheavens, Feldman,
keputusasaan. Woodward & Snyder, 2006) juga memaparkan
Menurut Bastaman (2007) makna hidup bahwa harapan orang dewasa yang tinggi dapat
dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang meningkatkan harga dirinya. Berdasarkan hal
menyenangkan dan tidak menyenangkan, tersebut dapat disimpulkan bahwa stroke
keadaan bahagia, dan penderitaan, ungkapan survivor dengan keputusasaan dan harapan
seperti “makna dalam penderitaan” (meaning yang tinggi merupakan suatu motivasi untuk
in suffering) atau “hikmah dalam musibah” menuju hasil yang diinginkan. Hal ini
(blessing in disguise). Makna hidup stroke bermanfaat bagi stroke survivor karena dapat
survivor didapatkan melalui proses memaknai meningkatkan harga dirinya.
ulang terhadap nilai-nilai spiritual bagi
dirinya. Penelitian ini mengungkapkan
perbedaan dengan penelitian terdahulu pada SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
penyakit kronis yang dilakukan oleh Sasmita, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Hamid dan Daulima (2011) di mana makna pengalaman keputusasaan stroke survivor
spiritual pada penelitiannya didapat pada saat antara lain berupa adanya perubahan fi sik
kondisi acceptance sedangkan stroke survivor sebagai akibat respons keputusasaan, terjadi
dengan keputusasaan makna hidupnya respons kehilangan sebagai stressor
diperoleh dalam kondisi ketidakberdayaan keputusasaan, disfungsi proses keluarga, serta
menuju ke kondisi acceptance. Pengalaman kehilangan makna hidup. Hilangnya makna
partisipan ini merupakan manifestasi hidup stroke survivor justru menambah temuan
perjalanan tahapan kehilangan sebagaimana pengalaman baru yaitu keinginan untuk
dijelaskan sebelumnya bahwa setiap individu mengakhiri hidup dan dapat menjadikan
tidak sama dalam melalui suatu proses domain penting dalam menentukan kualitas
kehilangan. Ada yang bisa langsung mencapai hidup stroke survivor dalam hal psycological
fase penerimaan ada yang sangat lama bahkan being khususnya dalam kontrol diri.
berbulan-bulan untuk akhirnya dapat Munculnya berbagai dampak dari
menerima kondisi sakitnya (Yosep, 2009). keputusasaan membuat stroke survivor
Penelitian lain dilakukan oleh Wachholtz dan melakukan pilihan dan strategi koping, antara
Pearce (2009 dalam Lewis & Peterson, 2013) lain mencari dukungan dari keluarga dan
menjelaskan bahwa peranan spiritualitas dalam lingkungan. Dukungan keluarga inti bagi
penyakit konis dan kecacatan dapat mendorong stroke survivor merupakan signifi cant others
klien menemukan perasaan positif pada dalam menghadapi keputusasaannya.
dirinya. Sementara itu usaha untuk menumbuhkan
Menurut Snyder (dalam Cheavens, keyakinan diri dan kemandirian stroke
Feldman, Woodward & Snyder, 2006) harapan survivor juga merupakan sumber koping
merupakan motivasi positif untuk memenuhi pilihan dalam menghadapi keputusasaan.
tujuan. Terdapat empat kategori tujuan harapan Dibalik keputusasaannya stroke survivor
yaitu tujuan untuk menuju hasil yang mendapatkan makna hidup akan nilai-nilai
diinginkan, tujuan untuk menghalangi atau spiritual yang diperoleh dengan memaknai
menunda kejadian yang tidak diinginkan, ulang kondisi ketidakberdayaannya. Sebagai
tujuan pemeliharaan atau mempertahankan seorang individu, dibalik keputusasaannya
status quo, dan peningkatan tujuan untuk
stroke survivor mempunyai harapan terhadap Grafi ndo Persada.
penyakitnya, yaitu harapan sembuh kembali, Chen, Y., 2011. Investigation of Prevalence
harapan tidak terjadi serangan ulang serta and Assosiated Risk Factor of
mampu menjalankan peran dirinya kembali Depressive Symptom Following Acute
dan menginginkan motivasi dan pelayanan Ischemic Stroke (PSD) in Aged.
kesehatan yang baik dari petugas kesehatan. Scientific Research, 2(5), 522–525.
Hasil penelitian ini juga Cheavens, J.S., Feldman, D.B., Woodward,
menggambarkan bahwa pengalaman J.T., dan Snyder, C.R., 2006. Hope in
keputusasaan klien stroke berhubungan erat Cognitive Psychotherapies: On Working
dengan proses adaptasi klien saat mendapat With Client Strengths.
stressor, baik stressor fisik maupun stressor Journal of Cognitive Psychotherapy:
psikologis. Proses tersebut melibatkan An International Quarterly, 20, 135–
beberapa fungsi antara lain fungsi fi siologis, 145.
konsep diri, peran maupun interdependensi Friedman, M.M., 2010. Family Nursing:
yang dapat dimaknai sebagai support sistem. Research, Theory & Practice.
Connecticut: Appleton & Lange.
Saran Gilespie, D., dan Campbell, F., 2011. Effect of
Perlu adanya terapi kognitif bagi stroke Stroke on Family Carers and Family
survivor. Terapi kognitif yang telah ada di Relationships. Nursing Standard, 26(2),
Keperawatan Kesehatan Jiwa dapat 39–46.
dikembangkan bagi stroke survivor melalui Gumus, A.B., Cam, O. dan Malak A.T., 2011.
modifi kasi, yaitu dengan menambahkan sesi Relationships Between Psychososial
tentang membangun harapan positif. Sesi ini Adjustment and Hopelessness in
akan dapat membangkitkan motivasi dan harga Women with Breast Cancer. Asian
diri stroke survivor yang mengalami Pasifi c Journal of Cancer Prevention,
keputusasaan. 14(1), 571–578.
Perlu adanya penempatan perawat Jones, L., dan Morris R., 2012. Experiences of
spesialis jiwa di poliklinik rawat jalan maupun Adult Stroke Survivors and Their Parent
di puskesmas untuk membantu memperbaiki Carer: Qualitative Study. Clinical
respons koping keluarga dalam pengambilan Rehabilitation, 27(3), 272–280.
keputusan untuk menyelesaikan masalah yang Kariasa, I.M., Sitorus, R. dan Afi yati, Y.,
dirasakan oleh stroke survivor terkait disfungsi 2009. Persepsi Pasien Paska Serangan
proses keluarga dengan melakukan terapi Stroke Terhadap Kualitas Hidupnya
keluarga triangle. dalam Perspektif Asuhan Keperawatan.
Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia. Tidak
KEPUSTAKAAN dipublikasikan.
Abramson, L.Y., Alloy, L.B. dan Metalsky, Kozier, Erb, Berman dan Snyder, 2010. Buku
G.I., 1989. Hopelessness Depression: A ajar fundamental keperawatan; Konsep,
Theory-Based Subtype of Depression. Proses dan Praktek. (Alih Bahasa:
Psychological Review, 96 (2), 358–372. Wahyuningsih E et al. Jakarta: EGC.
Albal, E., dan Kultu Y., 2010. The Lewis, M.B., dan Peterson, E.J., 2013.
Relationship Spirituality as Coping Mechanism for
Between The Depression Coping Self Chronic Illness. Clinical Scholars
Efficacy Level and Perceived Sosial Review, 6.
Support Resources. Journal of Meifi & Agus, D., 2009. Stroke dan Depresi
Psychiatric Nursing, 1(3), 115–120. Paska Stroke. Majalah Kedokteran
Bastaman, H.D., 2007. Logoterapi; Psikologi Damianus, 8(1).
untuk Menemukan Makna dan Meraih Naess, H., Lunde, L., dan Brogger, J., 2012.
Hidup Bermakna. Jakarta: Raja The Triad of Pain, Fatigue and
Depression in Ischemic Stroke Patient:
The Bergen Stroke Study.
Cerebrovascular Disease, 33(5), 461–
465.
Panzarella, C., Alloy, L.B. dan Whitehouse,
W.G., 2006. Expanded Hopelessness
Theory of Depression: on The
Mechanisms by Which Social Support
Protects Against Depression. Cognitive
Therapy and Research, 30(3), 307– 333.
Sasmita. H., Hamid. A.Y., dan Daulima, H.C.,
2011. Makna Kehidupan Klien Dengan
Diabetes Mellitus Kronik di Kelurahan
Bandarjo Semarang, Sebuah Studi
Fenomenologi. Tesis Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia.
Tidak dipublikasikan.
Stuart G.W, Laraia M.T., 2006. Principles
and Practice of Psychiatric Nursing, 7 th
Edition. Philadelphia: Mosby.
Teasdale, A.W., dan Engberg, A.W., 2001.
Suicide After Stroke. Journal of
Epidemiology Community Health,
55(12), 863–866.
Towfighi, A., 2013. Depression Almost 8
Percent of US Stroke Survivor May
Have Suicide Thought. News Health &
Science. May 21, 2013.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi
Revisi, Bandung: Refi ka Aditama
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah utama : Keputusasaan


Nama :
Pertemuan :
Tanggal :

I. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
dDS: klien mengatakan sedih, klien merasa bersalah, putus asa dalam menjalani
kehidupan ini
DO : klien terlihat depresi
2. Diagnosa Keperawatan
Keputusasaan
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien tidak akan melakukan aktifitas yang mencederakan dirinya
c. Klien akan mengidentifikasi aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
d. Klien akan mengimplementasikan aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
e. Klien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang manfaat
f. Klien akan mampu menguraikan rencana pengobatan dan rasionalnya
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
c. Amankanbenda-benda yang dapat membahayakan pasien
d. Lakukan kontrak treatmen
e. Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
f. Latih cara mengendalkan dorongan bunuh diri

II. Proses Pelaksanaan Tindakan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi pak, perkenalkan saya perawa... senang dipanggil...
nama bapak siapa? senang dipanggil apa? kedatangan saya kesini untuk membantu
menyelesaikan maslaah bapak
evaluasi /validasi
“Bagaimana perasaan bapaka hari ini? apakah semalam tidurnya nyenyak?”
b. Kontrak
“Baiklah bagaimana kalau pagi ini kita berbincang-bincang tentang hal yang membuat
bapak sedih? berapa lama kita bisa berbincang? bagaimana kalau 15 menit? bisa pak.
bapa ingin kita berbincang-bincang dimana? bagaimana kalau diruang tamu saja?
2. Fase kerja
“Coba bapak ceritakan kepada saya tentang perasaan sedih yang bapak rasakan saat
ini? (pasien menjawab : saya sedih sekali, karena saya sudah tidak mempunyai
pekerjaan, sudah melamar pekerjaan dimana-mana tapi susah sekali. ditambah istri
saya menceraikan saya karna saya sudah tidak mempunyai pekerjaan lagi). ya saya
sangta mengerti perasaan bapak, sudah berpaa lama perasaan ini bapak rasakan?”
“Kalau boleh saya simpulkan, bapak saat ini mengalami hal yang disebut dengan
keputusasaan. keputusasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa tidak ada
pilihan lain lagi untuk menyelesaikan masalahnya, walaupun sebenarnya ia memiliki
potensi kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya.
“Pak, bagaimana kalua saya beritahukan tentang bagaimana cara yang baik untuk
mrenyelesaikan masalah bapak? ada beberapa hal yang bisa bapak lakukan, misalnya
menceritakan masalah bapa kepada orang lain yang bapak percaaya. dengan demikian
beban yang bapa rasaakan bisa berkurang. selain itu bapa juga bisa mengingat atau
menuliskan kemampuan positif yang bisa bapak laukan. coba bapak ingat kembali apa
saja gal yang baik yang dulu bapak lakukan.. waah dulu bapak bisa melukis? nah
sekarang buat daftar sebanyak-banyaknya kemampuan lain yang bapak punya,
kegiatan ini sangat berguna \, untuk membantu membangkitkan semangat dan harapan
bapak kembali dalam menjalani kehidupan”. “ mesikpun tidak dapay membuatnya
sendiri, tetapi bapak masih bisa mengajarkan ke orang lain. tulis dan buat daftar
tersebut. ini akan membuktikan bahwa bapak mempunyai kemampuan yang
bermanfaat bagi diri bapak dan orang lain.
3. Fase Terminasi
a. Fase Subjektif
“Apa yang bapa rasakan setelah berbincang-bincang dengan saya? apa bapak merasa
ada manfaatnya kita berbincang-bincang saat ini?”
b. Evaluasi Objektif
“Bapak masih ingat bagaimana cara mengatasi rasa sedih yang bapak rasakan? coba
bapak praktekan sekau lagi cara mengatasi sedih yang bapa rasakan? iya benar sekali,
hebat yaa
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jika bapa merasakan perasaan sedih lagi. bapa bisa melakukan kegiatan positif
seperti misalnya bapa melakukan hal yang bapa suka, berbincang –bincang dengan
teman dan hal-hal lain ya pak”
4. Kontrak Yang Akan Datang
“ Baiklah bapak, bagaimana kalau besok kita berlatih kegiatan melukis, besok bapak
mau jam berapa? apa sama seperti tadi jam 11.00? baik bapa tempatnya disini lagi
saja ya? baiklah bapa saya permisis dulu, sampai bertemu besok ya pak,
assalamualaikum..”
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., & Akemat. (2010).Model praktek keperawatan Jiwa Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Nanda, ( 2011) Nursing diagnosa & intervensi

Stuard, G. W. (2013), Principles and Practice of Psychiatric Nursing(9 ed.). Missouri:


Mosby, inc.

Townsend. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-


Based Practice. Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis Company

Anda mungkin juga menyukai