Anda di halaman 1dari 17

ORGANISME PERUSAK KAYU

DAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA

Yudi Rismayadi

PENDAHULUAN
Kayu merupakan bahan alam yang telah lama dikenal dan digunakan manusia mulai dari
penggunaan yang sangat sederhana seperti bahan bakar, bahan bangunan sampai
penggunaan kayu oleh manusia modern dengan berbagai bentuk ragam produknya.
Tingginya ragam penggunaan kayu tidak dapat dilepaskan dari sifat unik kayu sebagai
material organik yang terbentuk melalui proses industri hayati, dimana pohon sebagai
mesin hayati mengkomposisi bahan anorganik melalui energi surya menjadi komponen-
komponen penyusun kayu, yang terdiri dari polimer-polimer organik seperti selulosa,
hemiselulosa, dan lignin, serta senyawa-senyawa mineral berberat molekul rendah.

Kayu dalam bentuk utuh yang terdiri dari komponen-komponen penyusun yang tidak
diurai, dapat dimanfaatkan dalam bentuk log, papan solid, papan partikel, veneer, dan
lain-lain; atau dalam bentuk terurai serat kayu dalam wujud polimer selulosa adalah
bahan baku pembuatan kertas, dan atau bahkan tidak sedikit kayu dihancurkan
kemudian diekstrak untuk mendapatkan kandungan-kandungan metabolit sekunder (zat
ekstraktif) bagi berbagai jenis pemanfaatan. Di balik keunggulan kayu yang diakibatkan
oleh sifat-sifat komponen penyusunnya, kayu juga merupakan bahan baku yang sifat
ketersediannya renewable, memiliki kekuatan yang sangat baik dan kemudahan dalam
proses pengolahannya, kondisi tersebut menjadikan kayu masih sulit tergantikan sebagai
bahan baku berbagai produk, khususnya sebagai bahan konstruksi bangunan, atau
sebagai bahan baku konstruksi kapal laut/perahu, peralatan mebeler, dan atau termasuk
didalamnya sebagai bahan baku pembuatan kemasan. Dengan perkataan lain, kayu
adalah sumberdaya hayati yang sangat tinggi nilai kegunaannya bagi umat manusia.

Pengunaan kayu sebagai bahan baku kemasan di Indonesia baik dalam bentuk pallet,
tong kayu (drum), peti kayu (creating), atau penopang (solid wood packaging)
untuk keperluan perdagangan domestik atau internasional sangat tinggi. Kondisi ini
ditunjang oleh kemampuan sumberdaya hutan alam sebagai penghasil utama kayu yang
memiliki potensi tinggi, bahkan kayu dihasilkan pula dari Hutan Tanaman dan Hutan
Rakyat. Sumberdaya hutan tersebut ditumbuhi oleh kurang lebih 4000 jenis pohon dan
200-300 jenis telah dimanfaatkan secara komersial, sebagian besar yang lainnya belum
dimanfaatkan optimal (kurang dikenal, lesser known species) karena berbagai alasan
seperti 1) sifat, kegunaan dan potensi kayu lainnya belum banyak diketahui; 2) kebiasaan
pelaku usaha dan masyarakat yang lebih berorientasi pada kayu yang telah lama dikenal;
dan faktor yang ketiga juga akibat tingginya komposisi jenis dan penyebaran kayu di
hutan tropika Indonesia. Oleh karena, itu penggunaan kemasan kayu memiliki nilai
‘daya saing’ yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan bahan lain.
Namun demikian, kemasan kayu yang seluruh komponennya adalah bahan organik
kecuali bahan pengikatnya mudah sekali berinteraksi dengan kondisi lingkungannya, baik
kondisi lingkungan fisik maupun kondisi lingkungan biotik. Kemasan kayu dapat menjadi
tidak stabil atau stabilitas dimensinya rendah karena sifat hidroskopis yang dimilikinya
sehingga mudah berikatan dengan uap air di sekitarnya atau melepaskan uap air pada
saat kondisi di sekitarnya kering. Kayu juga memiliki sifat bakar yang tinggi karena
merupakan bahan yang porous (berpori). Di samping itu, aspek yang sangat penting
adalah kayu sebagai material organik juga merupakan bahan sumber nutrisi bagi banyak
jenis organisme terutama serangga dan jamur. Sifat kemudahan berinteaksi inilah yang
mejadi sisi lemah kemasan kayu.

Kelemahan kemasan kayu seringkali menyebabkan kemasan kayu menjadi vektor atau
agen pembawa berbagai jenis organisme yang hidup atau berinteraksi dengannya ke
daerah-daerah lain yang bukan habitat alaminya. Sebaran serangga dan jamur tertentu
dapat menjadi meluas menembus batas geografis suatu daerah atau negara. Masuknya
organisme baru ke suatu daerah tanpa diikuti oleh organisme pengendalinya sangat
berpotensi menimbulkan bencana hama dan penyakit di daerah barunya. Fakta yang
berkembang di lapangan adalah demikian, berbagai serangga dan jamur telah
disebarkan melalui distribusi kemasan kayu antar daerah dan negara melalui proses
perdagangan internasional. Antara lain Cryptotermes cynocephalus dan Coptotermes
formosanus. C cynocephalus yang dikenal dengan nama rayap kayu kering dan sangat
umum terdapat di Indonesia, sekarang telah menyebar di hampir semua negara beriklm
tropis. Penyebaran ini terjadi karena pada masa lalu beredarnya peti kemas kayu tidak
diawasi. Demikian pula halnya dengan C. formosanus, sejenis rayap subteran yang
berasal dari Taiwan, setelah Perang Dunia II hama ini telah berkembang di Hawaii dan
sejak akhir tahun 1960-an telah menyebar di daratan Amerika Utara. Berdasarkan
kenyataan ini, sangatlah penting arti pengaturan bahan kayu yang digunakan untuk peti
kemas pengiriman barang.

Terkait dengan pengaturan tersebut, pada saat ini untuk menghindari aspek merugikan
penggunaan kemasan kayu dan keseragaman penanganan kemasan kayu ( harmonized
regulation), serta timbulnya aturan yang unilateral sehingga menghambat proses
perdagangan internasional, FAO-Interim Commision for Phyto sanitary Measure (ICPM)
telah mengesahkan standar suatu standar (International Standard for Phytosanitary
Measure/ISPM) untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15 ( Guidelines
for Regulating Wood Packaging Material in International Trade ). Berdasarkan standar
tersebut, bahan kayu yang digunakan untuk kemasan ( packaging material) jika
merupakan kayu utuh (solid wood) yang belum diproses harus memenuhi persyaratan
tertentu, karena bahan kayu ini berpotensi menjangkitkan hama dan penyakit ke negara
tujuan ekspor barang yang dikemas dengan bahan kayu.

2
Makalah ini merupakan intisari dari draft buku “Mencegah Penyebaran Organisme
Perusak Kayu (OPK) melalui Kemasan Kayu” yang berisi secara sekilas mengenai
hubungan OPK dengan kayu, Biologi OPK, dan teknologi pengendaliannya.

MENGENAL KAYU

Kayu memiliki komposisi kimia dan struktur kayu yang khas, berbeda dengan
bahan-bahan kemasan lainnya. Komposisi kimia dan strukturnya yang khas
bersumber dari kenyataan bahwa kayu adalah produk mesin hayati (pohon) yang
dihasilkan dari pengolahan bahan-bahan an-organik dengan bantuan energi
matahari menjadi bahan-bahan organik sehingga kayu yang terbentuk
mempunyai susunan yang komplek yang terdiri dari beberapa sel yang
mempunyai komposisi kimia dan tersusun menurut pola dan sifat yang
bermacam-macam tergantung pada jenis, asal, dan lingkungan pertumbuhan
kayu.

A. Komposisi Kimia Dan Strukturnya


Susunan unsur kimia kayu terdiri dari 50% Carbon, 6% Hidrogen, 44%
Oksigen, dan sedikit saja unsur lain. Kayu disebut juga sebagai polimer alami
karena 97-99% dari bobotnya merupakan polimer. Dari jumlah itu, 65-75%
adalah golongan polisakarida. Komposisi kimia kayu terutama di susun oleh
tiga bahan polimer, yaitu; selulosa, hemiselulosa, dan lignin.Substasi-
substasi lain yang di jumpai di dalam kayu adalah bahan-bahan nitrogen,
pektin, gula dengan berat melekul rendah, zat-zat ekstraktif dan mineral-
mineral (Fe, Mg, Mn, dan lain-lain). Selulosa merupakan bagian terbesar
yang terdapat dalam kayu, yaitu berkisar antara 39-55%, kemudian lignin 18-
32 persen, hemiselulosa 21-24%, zat ekstraktif 2-6%, serta mineral 0,2-2%.
Sementara itu, struktur kayu bervariasi di antara jenis dan sampai taraf
tertentu bervariasi di dalam jenis dan bagian-bagian pohon. Ciri-ciri struktur
kayu bahkan bervariasi menurut perubahan musim ketika sel-sel kayu
dibentuk. Variasi ini sesuai dengan perubahan aktivitas tumbuh pohon
selama musim tertentu. Sel kayu yang di bentuk pada musim hujan biasanya
lebih besar daripada yang di bentuk pada musim kemarau yang tampak
berukuran lebih kecil dan padat dengan warna yang lebih galap. Secara
makroskopis, zona-zona konsentrasi dinding sel yang berukuran dan
berkerapatan lebih besar dan lebih kecil ini dinyatakan sebagai lingkaran-
lingkaran tumbuh atau lingkaran-lingklaran tahun.

Ciri-ciri struktual kayu yang dapat diamati secara makroskopis, selain


lingkaran-lingkaran tahun adalah jari-jari, serat kayu,mata kayu dan struktur
kayu teras dan kayu gubal. Kayu teras dan gubal dapat diamati dari
pengamatan suatu potongan kayu yang memperlihatkan bagian tengah yang

3
gelap dikelilingi bagian luar yang lebih muda warnanya. Bagian tengah yang
gelap disebut kayu teras, sedangkan bagian luar disebut kayu gubal. Dalam
kayu gubal inilah terdapat sel-sel yang hidup. Kayu teras secara fisiologis
tidak berfungsi lagi tetapi berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis.
Pada kayu teras terdapat endapan-endapan bahan organik berupa beberapa
jenis zat ekstraktif, seperti senyawa-senyawa fenol, resin, dan sebagainya
yang berpengaruh terhadap keawetan kayu.

Perbedaan komposisi kimia dan struktur kayu akan memberikan pengaruh


terhadap sifat keawetan dan kekuatan (sifat fisis mekanis) kayu. Kayu-kayu
kelas rendah sebagai bahan bangunan seperti kayu sengon, afrika,
rasalama, puspa, nangka, suren dan lain-lain mengandung banyak
kandungan selulosa dan hemiselulosa serta sedikit sekali mengandung zat-
zat ekstraktif yang berguna sebagai mekanisme kimia pertahanan kayu
terhadap organisme perusaknya akibatnya adalah kayu-kayu kemasan
merupakan sumber makanan yang potensial bagi banyak organisme, baik
serangga, jamur, maupun organisme lainnya.

B. Sifat Keawetan Kayu


Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap faktor perusak kayu yang
datang dari luar, tetapi yang biasanya dimaksud adalah daya tahan terjadap
kerusakan yang disebabkan oleh organisme perusak kayu seperti jamur,
serangga, dan binatang laut. Sifat keawetan tersebut ditentukan oleh
kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak
kayu. Dengan demikian dengan sendirinya keawetan alami kayu akan
bervariasi sesuai dengan variasi jumlah zat ekstraktifnya. Jenis kayu yang
berbeda akan memiliki zat ekstraktif yang berbeda sehingga mempunyai
keawetan alami yang berbeda pula.

Berdasarkan keawetannya kayu dibagi dalam lima kelas keawetan kayu,


yaitu kelas awet I (paling awet) sampai kelas awet V (paling tidak awet).
Secara umum hanya sedikit jenis kayu di Indonesia yang memiliki kelas awet
I dan II, seperti misalnya kayu jati, bangkirai, kayu besi dan kayu merbau.
Sebagian besar 80-85% dari kayu yang diperdagangkan termasuk kelas awet
rendah (III-V). Sebagai contoh peredaran kayu di Pulau Jawa untuk berbagai
penggunaan, didominasi oleh jenis-jenis meranti sebanyak 48% dengan
kelas awet III-IV dan kayu terentang sebanyak 15% dengan kelas awet V,
sisanya adalah kayu-kayu keruing (kelas awet III) 8,9%; kamper sebanyak
5,2% dengan kelas awet III serta kayu-kayu hutan rakyat (sengon, mahoni,
dan lain-lain) sebanyak 22% dengan kelas awet (III-V). Kayu-kayu dengan
kelas awet lebih III-V inilah yang kita katakan sebagai kayu kelas rendah.

4
C. Sifat Fisis Mekanis
Secara rinci sifat fisis mekanis kayu terdiri dari berat jenis, keteguhan lentur
statis, keteguhan tarik, keteguhan tekan, keteguhan geser, kekakuan,
keuletan, ketahanan belah, dan kekerasan. Sifat fisis mekanis tersebut
berhubungan dengan kekakuan dan kekuatan kayu.

Sifat kekuatan kayu adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
atau gaya-gaya luar yang bekerja padanya dan cenderung untuk merubah
bentuk dan ukuran kayu tersebut. Berdasarkan kekuatannya kayu dibagi
dalam lima kelas kuat kayu, yaitu kelas kuat I (paling kuat) sampai kelas kuat
V (paling tidak kuat).

MENGENAL ORGANISME PERUSAK KAYU

Organisme perusak kayu sebagai kemasan terutama adalah dari kelompok jamur
dan serangga. Jamur perusak kayu bersifat kosmopolit, sesuai sifat dan
penampakannya, kategori ini dikenal dalam nama-nama generik, yaitu: brown rot,
white rot, soft rot, dan mould serta stain. Jamur tidak merupakan acaman serious
bagi kayu pada keadaan kelembanan kering udara, kecuali jika kelembaban
udara berlebihan dan kayu dalam keadaan basah. Dari kelompok serangga
(Insekta), ordo-ordo yang terlibat dalam proses deteriorasi kayu: adalah:
Coleoptera (kumbang). Isoptera (rayap), Hymenoptera (Lebah) dan Lepidoptera
(kupu-kupu). Namun yang paling penting adalah kelompok kumbang dan rayap.

A. Jamur Perusak Kayu

1. Biologi
Jamur adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau
(chlorophyl). Untuk kelangsungan hidupnya mereka berperan sebagai
parasit atau saprofit. Jamur perusak kayu hidup dari komponen-
komponen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang dirombak
secara biokimia dengan bantuan enzim. Karena perombakan inilah maka
sifat-sifat kayu berubah dan cenderung rusak.

Beberapa faktor fisiologis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur


adalah : a) temperatur yang cocok, b) perse- diaan oksigen yang cukup,
c) kadar air kayu di atas titik jenuh serat kayu, d) kelembaban, e)
konsentrasi ion hidrogen (pH) dan f) nutrisi yang cocok.

a. Temperatur

5
Temperatur secara langsung mempengaruhi banyak aktivitas
metabolisme jamur, seperti pencernaan, asimilasi, translokasi dan
sintesis, yang diperantara oleh enzim. Dalam rentang terbatas, laju
reaksi metabolisme meningkat dengan meningkat- nya temperatur
sampai beberapa reaksi pada tahapan selanjutnya menjadi pembatas
laju atau panas mendenaturasi enzim. Pada fase pertumbuhan
logaritmik awal pada banyak jamur, laju pertumbuhan secara spesifik
meningkat dua kali lipat setiap peningkatan 10 oC yang secara
esensial mengikuti penggandaan laju reaksi kimia pada range
temperatur yang sama.

Jamur perusak kayu dapat berkembang pada kisaran suhu yang


cukup lebar. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap spesies,
tetapi pada umumnya terletak antara 22oC sampai 35oC. Suhu
maksimumnya berkisar diantara 27oC sampai 39oC, dengan suhu
mimimum kurang lebih 5oC. Sebagai contoh temperatur maksimum
bagi pertumbuhan jamur Polyporus vapovarius adalah lebih kurang
36oC, sedangkan temperatur minimumnya 27oC. Pertumbuhan jamur
tersebut menurun dengan cepat setelah melewati batas suhu
maksimum. Sementara itu, kisaran suhu optimum untuk
perkembangan jamur blue stain diperkirakan 75o–95oF;
pertumbuhannya praktis terhenti pada suhu dibawah 45oF dan diatas
100oF.

b. Oksigen
Sebagian besar jamur bersifat aerob obligate yang membutuhkan
oksigen bebas untuk beberapa reaksi metabolismenya. Oksigen
sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang
menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Sebaliknya untuk
pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari
udara. Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup.
Menurut Duncen (1960), kebutuhan jamur akan oksigen sesuai
dengan kebutuhan akan air. Dalam hal ini kadar air minimum adalah
16%, optimum 35-50% dengan temperatur maksimum bermacam-
macam.

c. Air
Air menyediakan empat manfaat umum bagi pertumbuhan jamur
pada kayu, yang meliputi; 1). reaktan dalam hidrolisis; 2) media
difusi bagi enzim dan molekul substrat yang dilarutkan; 3) pelarut

6
atau media bagi sistem-sistem kehidupan; dan 4). Sebagai agen
pengembangan kapiler kayu. Jika kayu menyerap air, dinding sel
kayu mengembang ke arah radial dan tangensial.

d. Kelembaban (RH)
Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, akan tetapi
hampir semua jenis jamur dapat hidup pada substrat yang belum
jenuh air. Kadar air substrat yang rendah sering menjadi faktor
pembatas bagi pertumbuhan jamur. Hal ini terutama berlaku bagi
jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air
kurang dari 20% umumnya tidak diserang oleh jamur perusak
(Duncan, 1960). Sebaliknya kayu yang berkadar air 39-50% sangat
disukai oleh jamur (Kollman, 1968). Pertumbuhan jamur perusak
kayu dapat dihambat atau dihalangi oleh kelembaban yang
berlebihan, agaknya karena terbatasnya suplai oksigen.

e. Konsentrasi Hidrogen (pH)


Pada umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari
tujuh (dalam suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang
optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5. Suatu percobaan
telah menunjukkan bahwa 40% jamur softroot tidak tumbuh pada pH
3, semuanya tumbuh pada pH 4 dan 5, serta mencapai pertumbuhan
maksimum pada pH 6. Di samping itu hampir semua jamur perusak
kayu dari klas Basidiomycetes tidak dapat hidup pada substrat yang
bersifat alkali, yaitu pada pH 7 dan 8.

f. Bahan makanan (nutrisi)


Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam
kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat isi sel lainnya.
Ketersedian kandungan nutrisi pada kayu akan mendukung
kehidupan jamur.

2. Klasifikasi
Jamur kayu (wood inhabiting fungi) dapat dipisahkan menjadi dua
kelompok yaitu : (1) Jamur perusak kayu (wood destroying fungi), sering
juga disebut sebagai wood rooting fungi, dan (2) jamur pewarna kayu
(wood staining fungi) atau true molds. Serangan jamur perusak kayu
bersifat menghancurkan dan membusukkan bahan organik kayu karena
sebagian dari massa kayu dirombak secara biokimia. Sedangkan jamur
pewarna kayu hanya menimbulkan pewarnaan pada kayu. Perubahan
warna tersebut disebabkan oleh reaksi-reaksi yang terjadi antara enzim
yang dikeluarkan oleh miselium jamur tersebut dengan komponen kayu.

7
a. Jamur perusak kayu (wood destroying fungi)
Pada garis besarnya ada tiga macam jamur perusak kayu (Kollman,
1968) yaitu :
(1) Brown-rot, yaitu jamur tingkat tinggi dari klas Basidiomycetes.
Golongan jamur ini menyerang holoselulosa kayu dan
meninggalkan residu kecoklat-coklatan yang kaya akan lignin.
(2) White-rot, yaitu jamur dari klas Basidiomycetes, juga menyerang
holoselulosa dan lignin, menyebabkan warna kayu lebih muda
dari warna normal.
(3) Soft-rot, yaitu jamur dari klas Ascomycetes atau “fungi
imperfectie” menyerang selulosa dan komponen dinding sel
lainnya. Akibat serangan jamur ini, permukaan kayu menjadi lebih
lunak.

Kerusakan kayu akibat serangan jenis-jenis jamur tersebut dapat


dilihat dengan adanya perubahan sifat fisik dan sifat kimia dari kayu.
Perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kemungkinan
pemakaian kayu tersebut.

b. Jamur pewarna kayu (wood staining fungi)


Jamur pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu, tetapi
tidak merombak komponen kayu sehingga tidak banyak
mempengaruhi kekuatannya. Golongan jamur ini hidup dari zat-zat di
dalam isi sel kayu, sedang struktur kayu tidak dirubahnya. Meskipun
demikian jamur ini merugikan juga karena warna kayu menjadi kotor,
kehitam-hitaman atau kebiru-biruan sehingga menurunkan kualitas
kayu tersebut. Jamur pewarna kayu terdiri dari mold, sap stain dan
blue-stain (Eaton, 1993).

(1) Mold, adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana


miseliumnya tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya
menyebabkan pewarnaan pada kayu yang diserangnya. Jamur
mold memiliki penampakan yang sama dengan kapang yang
terdapat pada roti atau keju yang lembab. Jamur Umumnya mold
terjadi pada kayu gergajian segar dan lapisan veneer segar,
ketika pengeringan belum sempurna dan proporsi kayu gubal
(soft wood) lebih besar. Pwarnaan kayu diakibatkan oleh produksi
masa spora yang berwarna di permukaan kayu.
(2) Sap-stain, umumnya ditemukan pada kayu lunak (soft wood).
Sebagian besar berasal dari genera ceratocystis, seperti :
Ceratocystis coerulescens, Ceratocystis minor, Ceratocystis picea

8
dan Ceratocystis pilifera. Jenis yang sering ditemukan di daerah
tropik khususnya pada kayu pinus adalah Lasiodiplodia
(Batryodiplodia) theobromae. Jenis lain yang termasuk sap-stain
adalah Graphium, Leptographium, Phialophora dan Verticiladiella.
Hifa jamur sap stain yang telah dewasa, berwarna coklat. Ketika
koloni hifa menutupi permukaan kayu, kayu akan kelihatan
berwarna biru sampai hitam.
(3) Blue-stain, adalah jamur yang menyerang kayu segar (baru
ditebang) dimana kadar airnya lebih besar dari 25%. Serangan
blue stain terjadi sangat cepat dalam waktu 24 jam setelah kayu
ditebang dan pada umumnya menyerang kayu jenis kemiri, pinus,
ramin, jabon, karet dan lain-lain. Kayu yang diserang akan
berwarna kotor biru kehitam-hitaman. Jenis-jenis jamur yang
menyebabkan blue-stain adalah: Ceratostomelle, Endoconnidio
sphora, Diplodia, Cladosporium. Holodendron, Graphium, dan lain
lain.

B. Kumbang (ORDO COLEOPTERA)

Ordo Coleoptera merupakan bagian terbesar dari klas Insecta, dengan


jumlah spesies kira-kira 350.000 atau 40 persen dari jumlah speseis
serangga. Ordo ini terdiri dari 110 famili dimana 9 diantaranya merupakan
faktor penting dalam deteriorasi kayu. Nama umum dan tipe kerusakan yang
ditimbulkan oleh sembilan famili tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Famili ordo Coleoptera yang menyebabkan kerusakan pada kayu

No Famili Nama Umum Tipe Kerusakan

1. Anobiidae Powder post beetles Powder posting


2. Bostrichidae Powder post beetles Powder posting
3. Brentidae Timber worm Pin holes
4. Bupresticidae Flat headed borers Grubholes, powder
posting
5. Cerambycidae Round headed borers Grubholes, powder
posting
6. Lcytidae Powder post beetles Powder posting
7. Lymexylidae Timber worm Pin holes
8. Platypodidae Ambrosia beetles Pin holes
9. Scolytidae Ambrosia beetles Pin holes

9
Ciri utama dari anggota-anggota ordo Coleoptera ini ialah : (a) mempunyai
dua pasang sayap, dimana sayap depannya tebal dan keras (ellytra)
sedangkan sayap belakang berupa membran (selaput tipis), (b) metamorfosa
sempurna, (c) bagian-bagian mulut berkembang sempurna dengan tipe
mengunyah.

Anggota-anggota dari ordo Coleoptera yang berperan sebagai perusak kayu


sering kali disebut bubuk dan dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu
kering dan bubuk kayu basah.

1. Bubuk Kayu Kering


Golongan Coleoptera yang disebut bubuk kayu kering (powder post
beetles) karena larva dari kumbang ini menggerek kayu dan eksremen-
eksremen yang dihasilkan bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk
kayu kering ini hanya terdapat pada jenis kayu dengan kadar air rendah.
Lubang gereknya tidak jauh dari lubang serangan, serangan biasanya
sejajar dengan arah serat, berisi tepung hasil gerekannya. Bubuk kayu
kering umumnya terdapat pada material yang tua. Beberapa famili yang
terpenting dari ordo ini adalah Lyctidae, Anobidae, Cerambycidae dan
Bostrichidae.

a. Famili Lyctidae
Penyebaran famili ini sangat luas, hampir di seluruh tempat di dunia
(kosmopolitan). Menurut Kollman (1968), anggota famili ini berwarna
merah kecoklat-coklatan, panjang badan rata-rata 2 sampai 7 mm
tergantung dari spesiesnya. Menurut Kalshoven (1951), kumbang ini
bertelur di dalam kayu, yaitu dengan memasukkan ovipositor ke
dalam pori-pori kayu sedalam + 1,5 cm.

Kumbang ini hanya merusak kayu gubal, serta kayu-kayu yang kelas
awetnya rendah. Siklus hidup Lyctus (mulai telur sampai imago) rata-
rata memakan waktu satu tahun. Imago betina rata-rata bertelur
sebanyak 60 butir dan dimasukkan ke dalam pori kayu sedalam 1/8
inci atau 3.2 mm. Telur ini akan menetas menjadi larva dan larva
inilah yang sebenarnya merusak kayu, karena membuat saluran-
saluran ke segala penjuru. Kayu yang diserang oleh Lyctus tidak
tampak dari luar, selain di beberapa tempat terdapat lubang-lubang

10
kecil tempat imago keluar. Diameter lubang ini kira-kira 1,5 mm dan
pada lubang ini akan terdapat eksremen-eksremen berbentuk tepung
yang warnanya tergantung dari warna kayu yang diserangnya.

Beberapa dari famili Lyctidae ini yang terkenal adalah :


a. Lyctus brunneus Stephens, yang menyerang kayu kelas awet
rendah, meubel, papan rumah dan lain-lain.
b. Minthea rugicolis, menyerang bambu dan rotan.
c. Xylothrips flavipea, yang menyerang kayu laban di Australia.

b. Famili Anobidae
Famili ini dikenal sebagai “the furniture beetles” dan “death watch
beetles”. Daerah penyebaran famili ini dapat diketemukan hampir
diseluruh dunia dan merupakan hama yang terpenting bagi produksi
dan struktur kayu. Kerusakan yang ditimbulkan tidak jauh berbeda
dengan Lyctus.Kayu yang dirusak biasanya kayu tua termasuk kayu
lapis. Lubang gerek kecil, bulat dan mengeluarkan eksremen
berbentuk tepung. Tepung ini jika dilihat di bawah mikroskop
berbentuk silindris lancip.

Larvanya kecil, panjang rata-rata sepertiga inci atau 8,5 mm,


berbentuk huruf “c” (eruciform), berwarna keputih-putihan. Bagian
punggungnya berduri kecil-kecil, bentuk kepala bulat, mulut terletak di
bagian bawah, kaki pada torax dan beruas lima. Jenis yang terkenal
di Indonesia menurut Kalshoven (1951) yang dikutip dari Kusmarini
(1971), adalah Lasioderma serricone. Binatang ini merupakan hama
tembakau yang sedang dikeringkan, herbarium material kopra,
bungkil dan lain-lain.

c. Famili Bostrichidae
Famili ini sering juga disebut “anger” atau “shot hole borers”. Jenis
dari famili ini mempunyai bentuk dan cara hidup yang hampir
menyerupai Lyctus, sehingga banyak ahli hama yang berpendapat
bahwa Lyctidae adalah subfamili dari famili Bostrichidae.
Serangannya pada kayu menyerupai serangan yang ditimbulkan oleh
Lyctus pula, tetapi besar salurannya lebih besar, rata-rata
berdiameter 1/10 inci sampai 1/8 inci atau 2,5 mm sampai 3,2 mm.
Bentuk larvanya kecil, panjangnya ¼ - 4/4 inci (6,35 mm – 19,1 mm),
berwarna putih dan bentuk eruciform dan kepalanya berbentuk bulat.

Famili ini menyerang kayu yang mempunyai kelas awet rendah, dan
memakan zat tepung yang terdapat pada kayu-kayu tersebut.

11
Menurut Kalschoven (1951) yang dikutip dari Kusma rini (1971), jenis
yang terkenal di Indonesia adalah Heterobostryhus aequalis yang
panjangnya 6 mm – 11 mm dan saluran larva- nya berdiameter 3 mm.
Jenis ini merusak rotan, bambu, peti-peti timbunan tripleks, juga
sering pada gaplek.Jenis yang terkenal lainnya adalah dari genus
Dinoderus yaitu : D. minutus, D. brevis dan D. ocellaris yang
kesemuanya merupakan hama bambu dan rotan.

2. Bubuk Kayu Basah


Serangga bubuk kayu basah sering disebut dengan Ambrosia beetles
atau “pin-hole borers”. Ambrosia beetles ini hidup dari fungi (mold) yang
hidup pada dinding lubang-lubang yang dibuatnya pada kayu. Bubuk ini
banyak menyerang kayu yang baru ditebang. Umumnya untuk dapat
hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40%, sedangkan pada kadar air
di bawah 25% kumbang ini akan mati. Lubang gereknya dalam sekali
dengan arah yang tegak lurus serat.

Kayu yang diserang, jelas dapat dilihat dengan adanya lubang-lubang


kecil dengan ukuran ½ sampai 2 mm berwarna kehitam-hitaman pada
tepinya. Menurut perkiraan ada kurang lebih 1000 jenis Ambrosia beetles.
Jenis ini sebenarnya tidak menurunkan kekuatan kayu, tetapi dengan
adanya lubang-lubang kayu yang kotor akan menurunkan kualitas dari
pada kayu tersebut.

C. Rayap (ORDO ISOPTERA)


1. Klasifikasi
Rayap termasuk ke dalam Klas insekta (serangga) Ordo Isoptera (iso =
sama; ptera = sayap). Ordo serangga ini ditandai dengan bentuk sayap
yang serupa baik ukuran maupun struktur antara sayap depan dengan
sayap belakang. Hingga saat ini di dunia telah berhasil diidentifikasi lebih
dari 2500 jenis rayap. Jenis tersebut diklasifikasikan ke dalam tujuh
famili, 15 sub-famili, dan 200 genus. Pembagian famili adalah sebagai
berikut; Famili Mastotermitidae; Kalotermitidae; Termopsidae ;
Hodotermitidae ; Rhinotermitidae ; Serritermitidae ; dan famili Termitidae.

Klasifikasi rayap tersebut, terutama didasarkan pada perbedaan bentuk


dan ukuran kepala, serta mandibel dari kasta prajurit. Penggunaan kasta
pekerja dan imago seringkali hanya bermanfaat untuk mengidentifikasi
rayap sampai tingkat genus, penggunaannya sampai tingkat jenis tidak
cukup valid untuk digunakan mengingat terlalu banyaknya kesamaan

12
bentuk antara kasta pekerja atau imago dari jenis rayap pada genus yang
sama.

2. Koloni Rayap
Rayap dikenal sebagai serangga sosial, karena hidupnya yang
berkelompok dalam satu koloni yang terdiri dari anggota-anggota koloni
dengan bentuk dan fungsi yang berbeda atau dikenal sebagai kasta.

a. Kasta Prajurit
Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya
yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Pada beberapa
jenis rayap seperti Macrotermes, Odontotermes, dan Microtermes,
serta beberapa jenis rayap dari Rhinotermitidae, seperti
Schedorhinotermes, seringkali dijumpai dengan ukuran kasta prajurit
yang berbeda (polimorfisme), yaitu; prajurit berukuran besar (prajurit
major); prajurit berukuran kecil (prajurit minor).

Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan


dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta prajurit
mampu menyerang musuhnya dengan mandibel yang dapat
menusuk, mengiris, dan menjepit. Biasanya gigitan kasta prajurit
pada tubuh musuhnya sukar dilepaskan sampai prajurit itu mati
sekalipun. Beberapa kasta pajurit dari golongan rayap tertentu
menyerang musuhnya dengan cairan yang keluar dari bagian
kepalanya.

b. Kasta Pekerja
Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni
rayap. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap
merupakan individu-individu kasta pekerja. Kasta pekerja umumnya
berwarna pucat dengan kulit hanya sedikit mengalami penebalan
sehingga tampak menyerupai nimfa.

Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses


perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua
tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus
tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda, serta
memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman.
Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu,
mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya.
Kasta pekerja juga membuat serambi sarang, dan liang-liang
kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun

13
termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi
kerusakan. Rayap inilah yang sering menghancurkan tanaman, kayu,
mebel, dan bahanl berselulusa lainnya. Bahkan kadang-kadang
mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga hanya individu-
individu yang kuat saja yang dipertahankan. Semua ini merupakan
mekanisme pengaturan keseimbangan kehidupan di dalam koloni
rayap.

c. Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu; betina
(ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya
membuahi betina. Kasta ini dibedakan menjadi kasta reproduktif
primer dan kasta reproduktif suplementer atau neoten. Kasta
reproduktif primer terdiri atas serangga-serangga dewasa yang
bersayap dan merupakan pendiri koloni. Neoten muncul segera
setelah kasta reproduktif primer mati atau hilang karena fragmentasi
koloni. Neoten dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah yang
besar sesuai dengan perkembangan koloni. Selanjutnya, neoten
menggantikan fungsi kasta reproduktif primer untuk perkembangan
koloni.

3. Rayap Perusak Kayu


Berdasarkan habitatnya, terdapat dua kelompok rayap penting yang
banyak menyerang kayu, yaitu kelompok rayap tanah (subterranean
termite) dan rayap kayu kering (drywood termite).
Rayap tanah merupakan rayap yang paling banyak menyerang kayu
kontruksi pada suatu bangunan gedung. Kelompok rayap ini bersarang
di dalam tanah tetapi mampu menjangkau objek-objek seranganya yang
berada jauh di atas permukaan tanah. Dari pusat sarang di dalam tanah
ke objek-objek serangan tersebut dihubungkan oleh saluran-saluran
tanah yang disebut sebagai liang kembara sebagai jalan bagi rayap
sekaligus sebagai tempat perlindungan. Oleh karena itu setiap serangan
oleh rayap ini ditandai oleh adanya tanah liang kembara rayap.

Rayap kayu kering tidak bersarang di dalam tanah tertapi bersarang di


dalam kayu-kayu kering. Anggota koloninya jauh lebih sedikit
dibandingkan anggota koloni rayap tanah. Serangan rayap ini ditandai
dengan adanya serbuk-serbuk gerek berbentuk butiran halus di sekitar
lokasi serangannya.

HUBUNGAN KAYU

14
DENGAN ORGANISME PERUSAK KAYU

Hubungan antara kayu dengan orgnanisme seringkali menyebabkan terjadinya


kerusakan kayu yang mengakibatkan menurunnya kualitas kayu sehingga
mengurangi nilai pemanfaatannya oleh manusia.

Terjadinya hubungan antara kayu dan OPK dapat ditinjau sebagai akibat adanya
faktor lingkungan yang mendukung perkembangan OPK seperti temperatur,
penyediaan oksigen, kadar air kayu, kelembaban, yang cocok dengan
perkembangan OPK tersebut. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
hubungan antara kayu dengan OPK adalah peran potensial yang dimiliki kayu itu
sendiri sebagi sumber makanan dan atau tempat tinggal OPK. Oleh karena itu
bentuk hubungan antara kayu dan OPK seperti jamur dan serangga adalah
berupa penggunaan kayu sebagai sumber makanan, sebagai tempat tinggal dan
atau sebagai sumber makanan dan tempat tinggal.

A. Kayu Sebagai Sumber Makanan


Kayu dapat berperan sebagai sumber makanan OPK karena komposisi kimia
yang dikandung kayu sesuai dengan kebutuhan nutrisi OPK. Jamur akan
memanfaatkan selulosa, hemiselulosa, lignin bahkan kandungan-kandungan
lain dari kayu untuk keperluan hidupnya. Pemanfaatan komposisi kimia kayu
oleh jamur dapat spesifik hanya memanfaatkan kandungan selulosa dan
komponen dinding sel saja misalnya oleh kelompok soft rot atau hanya
menyerang hemiselulosa dan lignin oleh kelompok jamur white rot dan atau
hanya menyerang hemiselulosa oleh kelompok jamur brown rot.

Kemampuan jamur memanfaatkan kandungan kimia kayu disebabkan oleh


kemampuannya untuk melakukan depolimerisasi kayu menjadi senyawa
sederhana yang diperlukan dalam metabolismenya. Depolimerisasi terjadi
dengan melibatkan enzim yang dimiliki oleh jamur melalui serangkaian
proses biokimia.

Sementara itu kelompok serangga seperti kumbang dan rayap


memanfaatkan komponen polisakarida kayu. Kumbang memanfaatkan
kadungan pati di dalam kayu, sedangkan rayap memanfaatkan kandungan
kimia kayu dalam bentuk selulosa. Kemampuan rayap mencerna selulosa
kayu berkat adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh flagellata yang
bersimbiosis di dalam saluran pencernaan rayap.

B. Kayu Sebagai Tempat Tinggal


Kayu cenderung volumetris, punya ruang, atau balkis sehingga dapat
dijadikan relung, celah atau habitat OPK. Kecenderungan ini disebabkan

15
oleh struktur kayu yang tersusun dari sel-sel yang mempunyai keragaman
bentuk dan ukuran sehingga membentuk pori-pori disamping adanya bagian
rongga yang menghubungkan antar sel dengan sel lainnya.

Adanya noktah atau secara sederhana dapat disebut lubang antar dinding sel
dengan sel lainnya dapat dimanfaatkan oleh OPK, khususnya jamur untuk
melakukan penetrasi langsung ke dalam dinding sel. Demikian juga jari-jari
kayu menyediakan jalan-jalan besar yang membantu penyebaran jamur
secara transversal di dalam kayu.

Rayap kayu kering atau kumbang memanfaatkan kayu sebagai tempat


tinggal dan sumber makannya. Kemampuanya dalam memanfaatkan kayu
tidak tergantung pada adanya struktur kayu seperti noktah, atau jari-jari,
serangga ini mempunyai kemampuan untuk menembus secara langsung
sehingga membuat lubang-lubang yang dijadikannya tempat tinggal.

Pemahaman terhadap bentuk-bentuk hubungan antara kayu dengan OPK


merupakan pengetahuan yang penting dalam menentukan strategis perlindungan
kayu dari serangan OPK. Berdasarkan pendekatan pemahaman tersebut dapat
dipahami bahwa kayu akan terbebas dari OPK apabila dilakukan rekayasa kimia
kayu sehingga di dalam kayu tidak terkandung sumber makanan OPK,
pendekatan ini misalnya diterapkan dalam bentuk teknologi asetilasi,
perendaman atau pemanasan kayu, dan lain-lain. Pendekatan lainnya adalah
mencegah penetrasi OPK ke dalam kayu dengan berbagai cara.

MENCEGAH PENYEBARAN OPK

Pencegahan penyebaran OPK melalui kemasan kayu menjadi bagian penting


dalam persyaratan kemasan kayu sesuai ketentuan dalam Publication No 15
INTERNATIONAL STANDARDS FOR PHYTOSANITARY MEASURES (ISPM-
15). Berdasarkan ISPM # 15 terdapat tiga teknik pencegahan penyebaran OPK,
yaitu 1) Chemical Pressure Impregnation/Pengawetan dengan tekanan (CPI); 2)
Heat treatment; dan 3) Methil Bromida Fumigation.

Fumigasi merupakan cara paling efektif untuk mengendalikan OPT ini jika kayu
telah terserang. Sedangkan untuk pencegahan, yang paling efektif adalah
pengawetan, tapi tidak efisien dari segi biaya. Uraian lengkap mengenai fumigasi
dan pengawetan kayu dapat merujuk pada manual fumigasi yang diterbitkan
Badan Karantina dan untuk pengawetan dapat merujuk pada SNI Pengawetan
Kayu.

16
PENUTUP

Pemahaman yang baik terhadap OPK dan teknik pencegahannya akan


membantu upaya pencegahan penyebaran OPK melalui kemasan kayu,
sehingga akan meningkatkan citra mutu kemasan kayu Indonesia yang pada
akhirnya akan menunjang kelancaran proses perdagangan internasional dengan
negara-negara lain.

Peningkatan upaya pemahaman OPK ini semakin penting mengingat


karakteristik bahan baku kemasa kita adalah kayu-kayu dengan sifat yang mudah
terserang hama penyakit. Di pihak lain sebagai negara tropis, Bangsa Indonesia
kaya dengan beragam organisme termasuk diantaranya dapat berperan sebagai
OPK.

17

Anda mungkin juga menyukai