Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu
Kayu merupakan sumber utama bahan serat untuk pembuatan kertas dan
pulp . Saat ini, kayu menyediakan sekitar 93% serat pembuatan pulp, sisa bahan
serat termasuk jerami gandum, ampas tebu, bambu, buluh, rami dan serat non-
kayu lainnya. Menurut jenis pohonnya, kayu dapat dibagi menjadi dua jenis: kayu
lunak (soft wood) dan kayu keras (hard wood).

2.1.1 Jenis Kayu


1. Kayu Keras (Hard Wood)
Kayu keras adalah kayu yang berasal dari angiosperma (tanaman
berbunga atau tumbuhan biji tertutup). Kayu keras memiliki tingkat pertumbuhan
yang lebih tinggi dan sifat delignifying yang lebih baik dibandingkan dengan kayu
lunak, tetapi sebaliknya mereka memiliki sifat kekuatan pulp yang agak buruk.
Kayu keras sebagian besar digunakan dalam pembuatan pulp kimia seperti pulp
kraft, daripada pulping mekanis. Kayu keras hutan hujan tropis, birch, aspen,
akasia, dan eucalyptus adalah beberapa contoh spesies kayu keras (Tandy, 2022).

2. Kayu lunak (Soft Wood)


Kayu lunak adalah kayu yang berasal dari gymnospermae (tumbuhan biji
terbuka). Contoh kayu lunak pada umumnya yaitu pohon pinus (Pinus) dan
cemara (Picea). Kayu lunak memiliki struktur dasar yang lebih sederhana
daripada kayu keras karena mereka hanya memiliki dua jenis sel dan relatif sedikit
variasi struktur dalam jenis sel.

2.1.2 Komponen Kayu


1. Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang paling melimpah dalam biomassa
lignoselulosa yaitu sekitar 40-50% dari kayu. Struktur selulosa terdiri dari rantai
linier dan tidak bercabang dengan tingkat polimerisasi lebih dari 10.000. Dalam
industri pulp dan kertas, selulosa digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
produk berbasis kayu tertentu seperti pulp, kertas, karton, turunan selulosa,
selulosa regenerasi, dissolving pulp, dan microcrystalline cellulose (Tandy, 2022).

Gambar 2.1 Rumus Struktur Selulosa (Tandy, 2022)

2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan salah satu konstituen utama dalam kayu yaitu
sekitar 20–35% dari kayu. Hemiselulosa dibagi oleh dua kelas terpentingnya,
xilan dan glukomanan, yang dapat ditemukan baik pada kayu keras maupun kayu
lunak dengan perbedaan kandungan tergantung pada jenis kayunya (Rosta, 2021).

Gambar 2.2 Rumus Struktur Hemiselulosa (Tandy, 2022)

3. Lignin
Lignin merupakan polimer aromatik yang terbentuk melalui polimerisasi
radikal. Struktur lignin sangat kompleks dan memiliki beberapa sifat yang tidak
biasa untuk biopolimer, mengandung berbagai jenis ikatan terkondensasi dan
struktur eter, dan tidak memiliki struktur kimia primer. Secara umum, lignin pada
kayu keras yang mendominasi adalah sinapil alkohol (45-75%), diikuti oleh
koniferil alkohol (25-50%) dan kumaril alkohol sebagai sisa struktur (0-8%).
Untuk lignin kayu lunak, sebagian besar didominasi oleh koniferil alkohol (lebih
dari 95%) dan sisanya adalah alkohol kumaril. Struktur monomer lignin dan
komposisinya dalam kayu keras ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Monomer Lignin dan Komposisinya dalam Kayu Keras (Tandy,
2022)

Lignin kayu keras atau syringyl-guaiacyl lignin, memiliki sinapil alkohol


dan koniferil alkohol dengan komposisi sekitar jumlah yang sama dengan tingkat
sinapil alkohol tiga kali lebih tinggi. Komposisi sinapil alkohol (syringyl lignin)
yang lebih tinggi daripada koniferil alkohol (guaiacyl lignin) berkontribusi pada
ikatan COC eter yang lebih tinggi daripada ikatan karbon-karbon (CC)
terkondensasi yang stabil secara kimia. Ikatan CC terkondensasi yang lebih tinggi
membuat kayu sulit untuk dihilangkan ligninnya dalam pembuatan pulp kraft. Di
alam, lignin merekatkan sel-sel yang berbeda bersama-sama, memberikan
kekakuan dan sifat hidrofobik pada dinding sel. Selain itu, lignin melindungi kayu
dari degradasi mikroba. Dalam kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan
sebagai bagian penting kayu. Hanya dalam pembuatan pulp lignin dilepaskan dari
kayu dalam bentuk terdegradasi dalam black liquor (Tandy, 2022).

Analisis yang mencakup studi tentang heterogenitas struktural, fungsional,


dan ukuran lignin akan memberikan hasil yang nantinya dapat digunakan sebagai
informasi dasar untuk pengembangan lignin lebih lanjut menjadi aplikasi
serbaguna. Data kuantitatif untuk berbagai jenis ikatan dan gugus fungsi sangat
penting untuk memahami struktur lignin. Teknik spektroskopi seperti resonansi
magnetik nuklir (NMR), inframerah (IR), dan ultraviolet (UV), memiliki
kontribusi untuk memperkirakan frekuensi jenis keterkaitan dan gugus fungsi
lignin, terutama ketika modifikasi kimia diterapkan pada lignin.

Lignin adalah bahan baku biorefinery serbaguna yang dapat digunakan


untuk banyak aplikasi karena sifatnya yang unik. Sifat-sifat ini termasuk sifat
antibakteri, stabilitas termal, kemampuan antioksidan, dan kandungan karbon
yang tinggi. Berbagai aplikasi potensial lignin termasuk, sebagai alternatif untuk
bahan bakar berbasis fosil, aditif karet, resin, campuran termoplastik, makanan,
produk farmasi, dan sebagai alternatif ramah lingkungan untuk zat berbasis
minyak bumi. Lignin juga dikenal sebagai salah satu sumber daya hijau untuk
produksi beberapa bahan kimia aromatik seperti benzena, toluena, dan xilena
(Rosta, 2021).

2.3 Acacia crassicarpa


Akasia merupakan salah satu jenis kayu khas di negara tropis. Acacia
crassicarpa merupakan salah satu jenis akasia yang paling banyak ditanam di
Indonesia. Ini adalah spesies kayu keras yang ditanam secara komersial untuk
produksi pulp kraft yang efisien. Di tanah subur dan iklim tropis, sebatang pohon
Akasia siap panen dalam 5 tahun. Pohon ini biasanya tumbuh di daerah dataran
tinggi atau pegunungan, namun di dataran rendah pohon ini juga dapat tumbuh.
Akasia dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut di Sumatera.

Gambar 2.4 Pohon Acacia crassicarpa (Ahza, 2019)


Jenis pohon ini dapat membantu memperbaiki struktur tanah, membantu
mencegah tanah longsor dan banjir. Penggunaan utama jenis kayu ini adalah
untuk produksi pulp dan kertas, di mana perusahaan besar di kawasan Asia
Tenggara memiliki ratusan hektar hutan Acacia crassicarpa sebagai bagian dari
strategi rantai pasokan operasional mereka. Acacia crassicarpa memiliki jumlah
serat yang tinggi sangat cocok untuk membuat produk pulp dan kertas seperti
kertas, kemasan, dan karton. Jumlah serat yang tinggi akan meningkatkan opasitas
dan kehalusan pulp, serta dapat meningkatkan sifat printabillity suatu kertas
(Rosta, 2021).

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Acacia crassicarpa :


Komposisi Kimia Acacia crassicarpa
Selulosa (%) 32 - 36
Hemiselulosa (%) 30 - 32
Lignin (%) 28 – 31
Ekstraktif (%) 4-5
(Sumber : Tandy, 2022)

2.4 Eucalyptus pellita


Eucalyptus pellita adalah spesies kayu keras yang berasal dari timur laut
Queensland, Australia. Spesies ini memiliki kulit kayu yang kasar dan bersisik
pada cabang dan batangnya, memiliki daun berbentuk telur/tombak, bunga putih
dan buah berbentuk kerucut/cangkir. Di kawasan Asia Tenggara, hutan tanaman
kayu putih dan akasia sekarang melebihi 7 juta hektar. Perkebunan dikelola dalam
rotasi pendek, biasanya 5-8 tahun untuk produksi kayu (Rosta,2021).

Gambar 2.5 Pohon Eucalyptus pellita (Ahza, 2019)


Eucalyptus pellita digunakan untuk pengembangan kayu pulp melalui
pembibitan di Indonesia, karena kesesuaiannya dengan iklim tropis dan memiliki
ketahanan yang lebih baik terhadap hama dan penyakit dibandingkan jenis kayu
putih lainnya. Tujuan utama dari rotasi kayu putih dilakukan untuk sektor industri
berbasis kayu daerah, khususnya industri pulp dan kertas. Pohon Eucalyptus
pellita baik untuk kayu atau biomassanya, memiliki kandungan kilokalori tinggi
(baik untuk aplikasi bioenergi). Daunnya menjadi sumber minyak kayu putih dan
dalam industri pulp dan kertas, jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku
karena seratnya yang panjang (Tandy, 2022).

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Eucalyptus pellita :


Komposisi Kimia Eucalyptus pellita
Selulosa (%) 46 – 52
Hemiselulosa (%) 21 - 32
Lignin (%) 28 – 31
Ekstraktif (%) 2-4
(Sumber : Tandy, 2022)

2.5 Kraft Pulping


Secara umum proses pulping terdiri dari tiga macam, yaitu chemical
process, mechanical process dan semichemical process. Di antara semua metode
chemical pulping, kraft cooking adalah metode pulping yang paling dominan di
dunia. Alasannya adalah keuntungan seperti efisiensi dan keberlanjutan untuk
limbah, chemical recovery, dan energy handling (Rosta, 2021). Proses kraft pulp
normalnya seperti kraft cooking, oksigen delignifikasi, dan bleaching (Tandy,
2022). Pada proses kraft, kayu dipanaskan dalam media alkali untuk melarutkan
lignin dan memisahkan selulosa, dan menghasilkan larutan yang dikenal sebagai
black liquor, yang kemudian dipekatkan dan dibakar hingga menghasilkan energi
dalam recovery boiler. Bahan kimia anorganik yang ada dalam black liquor
dipulihkan dan digunakan kembali (Dieste, 2016).

Cairan yang digunakan dalam kraft cooking, yang dikenal sebagai white
liquor, terdiri dari natrium hidroksida (NaOH) dan natrium sulfida (Na 2S). Selama
proses kraft pulp, sebagian besar lignin dalam chips kayu secara kimiawi dipecah
setelah reaksi dengan natrium hidroksida (NaOH) dan natrium sulfida (Na 2S) pada
suhu dan tekanan tinggi. Proses ini menargetkan hidrolisis/pelarutan lignin, dan
serat dibebaskan dari kayu melalui pelarutan lignin ke dalam spent liquor (Jardim
et al., 2022). Proses cooking bisa batch atau continuous. Selama proses ini,
sejumlah besar senyawa Totally Reduced Sulfur (TRS) dapat dihasilkan, yaitu:
hidrogen sulfida (H2S), metil mercaptan (MM), dimetil dulfida (DMS), dan
dimetil disulfida (DMDS).

Hidrogen sulfida (H2S) digunakan sebagai agen delignifying utama dan


hidroksida akan menjaga fragmen lignin dalam larutan. Senyawa H 2S
menghasilkan bau yang tidak sedap pada konsentrasi rendah beberapa bagian ppm
di udara dan dapat menyebabkan masalah serius seperti masalah lingkungan,
kesehatan dan keselamatan jika tidak dikumpulkan dan dibuang dengan benar,
seperti yang terjadi di pabrik pulp kraft modern (Kouisni et al., 2016).

Tahap delignifikasi oksigen setelah cooking, dilakukan untuk mengurangi


kandungan lignin dalam pulp sebelum memasuki tahap pemutihan (bleaching).
Tergantung pada produk yang diinginkan, bleaching dilakukan untuk
mendapatkan kecerahan yang lebih tinggi dan produk pulp yang lebih bersih.
Tahapan bleaching biasanya dilakukan dalam beberapa tahapan dan menggunakan
bahan pemutih yang berbeda pada setiap tahapannya, dimana bahan kimia yang
biasa digunakan antara lain hidrogen peroksida, ozon dan klorin dioksida (Rosta,
2021)

2.6 Recovery Lignin


Diperkirakan 55 juta ton lignin diproduksi oleh industri pulp, sedangkan
industri biofuel dari fermentasi selulosa diharapkan menghasilkan 66 juta ton
lignin. Pabrik pulp modern mampu menjual sebagian dari kelebihan energinya
sebagai listrik untuk memenuhi permintaan energi thermal. Recovery lignin dari
black liquor menurunkan beban panas recovery boiler, dan oleh karena itu
memungkinkan untuk meningkatkan produksi pulp. Teknologi standar untuk
recovery lignin skala besar terdiri dari penurunan nilai pH black liquor, dengan
cara menambahkan agen pengasaman seperti asam mineral atau CO2. Hal ini
menyebabkan protonasi gugus fenolik lignin dan pengurangan kelarutannya. Ini
akan membentuk gumpalan dan mengendap dalam pulp yang dapat dipisahkan
secara mekanis dari black liquor misalnya melalui penyaringan dan pencucian
untuk mencapai kemurnian yang ditentukan (Dieste et al., 2016).

Ada dua paten yang menjelaskan variasi proses recovery lignin, LignoBoost
dan LignoForce. Teknik yang paling umum digunakan untuk recovery lignin
adalah LignoBoost, yang didasarkan pada keseimbangan disosiasi gugus asam
lemah dalam lignin. Karbon dioksida (CO 2) dilarutkan dalam black liquor untuk
menurunkan pH dari 13 menjadi 10. Keuntungan utama menggunakan CO 2 adalah
tidak mengganggu keseimbangan antara natrium (Na) dan belerang (S) dalam
siklus recovery.

Nilai pKa untuk gugus fenol dalam lignin bervariasi antara 6,2 dan 11,3,
tergantung pada pola substitusi. Jadi, ketika pH diturunkan menjadi 10, gugus-
gugus ini menjadi terprotonasi, yang menyebabkan pengendapan lignin. Setelah
pengendapan, padatan dipisahkan dengan penyaringan dan kemudian
disuspensikan kembali dalam air dan asam sulfat (H2SO4) pada pH 2,5 untuk
menghilangkan kotoran. Langkah pencucian yang efektif diperlukan karena lignin
yang diendapkan mengandung kadar Na yang tinggi yang harus dicuci dan
dikembalikan ke pabrik untuk menghindari gangguan keseimbangan Na-S dan,
karenanya, membutuhkan permintaan bahan kimia tambahan yang berlebihan.

Selain itu, beberapa kegunaan akhir lignin yang diendapkan membutuhkan


kemurnian yang tinggi. Ketika filter cake didispersikan kembali pada pH dan nilai
suhu yang kira-kira sama dengan cairan pencuci akhir, gradien konsentrasinya
rendah. Dengan demikian, perubahan tingkat pH dan kekuatan ionik, dan setiap
perubahan kelarutan lignin, terjadi di dalam slurry tetapi tidak di dalam filter cake
atau di dalam media filter selama pencucian. Motivasi lain untuk redispersi adalah
pemulihan lignin karena langkah ini telah terbukti meningkatkan hasil lignin
dalam kisaran 6 hingga 7,5%. Kerugian yang dialami dalam sistem tanpa langkah
ini dikaitkan dengan pH tinggi dan gradien kekuatan ion yang kuat yang
mengarah pada pembubaran ulang lignin. Langkah terakhir dalam proses
pengendapan adalah penyaringan tambahan untuk mendapatkan lignin padat

Lignin dapat digunakan sebagai biofuel internal di pabrik atau dijual sebagai
pengganti bahan bakar lain. Selain itu, dapat dipasarkan sebagai bahan kimia
teknis untuk aplikasi yang beragam, menciptakan sumber pendapatan bagi pabrik;
namun, asal tumbuhan lignin dan proses pemulihan menentukan sifat lignin yang
diperoleh
DAFTAR PUSTAKA

Ahza, A., 2019, Tanaman Pohon Endemik Indonesia Acacia crassicarpa, Planter
and Forester, dilihat 19 April 2019,
(https://www.planterandforester.com/2019/04/acacia-crassicarpa.html)

Ahza, A., 2019, Kebun Benih Semai Uji Keturunan F2 Eucalyptus pellita, dilihat
19 April 2019, (https://www.planterandforester.com/2019/04/kebun-benih-
semai-uji-keturunan-f2.html)

Tandy, E. (2022). Reactivity increasement of prehydrolysis kraft pulp from


Acacia crassicarpa and Eucalyptus hybrids. School of Engineering Sciences
in Chemistry, Biotechnology and Health. KTH Royal Institute of
Technology : Swedia.

Rosta, L. D. (2021). Technical Lignin Characterization of Acacia crassicarpa and


Eucalyptus Hybrids.

Dieste, A., Clavijo, L., Torres, A. I., Barbe, S., Oyarbide, I., Bruno, L., &
Cassella, F. (2016). Lignin from Eucalyptus spp. kraft black liquor as
biofuel. Energy & Fuels, 30(12), 10494-10498.

Jardim, J. M., Hart, P. W., Lucia, L. A., Jameel, H., & Chang, H. M. (2022). The
Effect of the Kraft Pulping Process, Wood Species, and pH on Lignin
Recovery from Black Liquor. Fibers, 10(2), 16.

Kouisni, L., Gagné, A., Maki, K., Holt-Hindle, P., & Paleologou, M. (2016).
LignoForce system for the recovery of lignin from black liquor: feedstock
options, odor profile, and product characterization. ACS Sustainable
Chemistry & Engineering, 4(10), 5152-5159.

Anda mungkin juga menyukai