Anda di halaman 1dari 23

BAB V

TUGAS KHUSUS

5.1 Pendahuluan
5.1.1 Latar Belakang
Tahapan terakhir dari proses fiberline adalah pemutihan pulp (bleaching).
Dimana tujuan dari proses bleaching ini untuk memutihkan pulp sehingga
mencapai kadar brightness yang sesuai dengan standar ISO dan dengan viskositas
tinggi yang telah ditentukan serta mengurangi dirt pada pulp tanpa menurunkan
kualitas pada pulp. PT. RAPP sendiri mengaplikasikan sistem bleaching yang
ramah lingkungan dengan metode ECF (Elemental Chlorine Free), dimana sistem
tersebut memiliki beberapa tahap yakni D0, Eop, D1, dan D2. Pada tahap
bleaching menggunakan bahan kimia chlorine dioxide (ClO2) yang lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan chlorin, hal ini dikarenakan chlorin dapat
berikatan dengan lignin dan membentuk senyawa toxic yang membahayakan bagi
lingkungan. Dua tahap awal (D0 dan Eop) bertujuan untuk mengurangi
(mendegradasi) lignin sedangkan untuk 2 tahap selanjutnya (D1 dan D2)
bertujuan untuk mencapai brightness yang sudah ditetapkan.
Selain menggunakan chlorine dioxide PT.RAPP juga menggunakan
hydrogen peroxide (H2O2). Penambahan hydrogen peroxide juga berfungsi
sebagai zat oksidator yang dapat digunakan sebagai pemutih pulp yang bersifat
ramah lingkungan. hydrogen peroxide juga memiliki beberapa kelebihan antar
lain pulp yang diputihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan serat
yang rendah. Pada saat kondisi asam, hidogen peroksida sangatlah stabil dan pada
kondisi basa mudah terurai. H2O2 digunakan pada tahap Eop pada proses
bleaching PT. RAPP. Selain berpengaruh terhadap brightness, hydrogen peroxide
juga berpengaruh terhadap viskositas pulp. Maka untuk mengetahui pengaruh
terhadap pulp maka dilakukan tugas khusus dengan judul “Pengaruh Dosis
Hydrogen Peroxide (H2O2) Terhadap Viskositas Pulp Bleaching Tahap EOP
fiberline #1”.

73
5.1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis
hydrogen proxide (H2O2) terhadap viskositas pulp dengan melihat korelasi
masing-masing parameter yang di analisa dari data sekunder selama 3 bulan
terakhir yaitu dari bulan februari 2018 hingga april 2018.

5.2 Tinjauan Pustaka


5.2.1 Komponen Kayu
Komponen kimia kayu sangat bervariasi, karena dipengaruhi oleh faktor
tempat tumbuh, iklim dan letaknya di dalam batang atau cabang. Sepanjang
menyangkut komponen kimia kayu, maka perlu dibedakan antara komponen-
komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa (hemiselulosa) dan
lignin, yang terdapat pada semua kayu, dan komponen-komponen minor dengan
berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral) yang biasanya lebih berkaitan
dengan jenis kayu tertentu. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa
berbeda pada kayu lunak dan kayu keras, sedangkan selulosa merupakan
komponen yang seragam pada semua kayu. Commented [FM1]: Spasing antara paragraph sama
tabel/gambar jangan enter fa, buat saja spacing mis 8 pt

Tabel 5.1 Komponen Kayu Menurut Golongan Kayu

Golongan kayu
Komponen kimia
Kayu daun lebar Kayu daun jarum
(%) (%)
Selulosa 40 – 45 41 – 44

Lignin 18 – 33 28 – 32

Hemiselulosa 21 – 24 8 – 13

Zat ekstraktif 1 – 12 2,03

Abu 0,22 – 6 0,89


(Dumanauw,J.F. 1990)

74
5.2.2 Selulosa
Selulosa ialah suatu polimer yang mengandung unit-unit glukosa jenis
anomer β yang membolehkan selulosa membentuk satu rantai yang sangat
panjang. Selulosa merupakan konstituen utama kayu. Kira-kira 40-45% bahan
kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat dalam
dinding sel sekunder. Berat molekul selulosa sangat bervariasi (50.000-2,5 juta)
tergantung pada asal sampel. Selulosa merupakan polimer linier dengan unit-unit
dan ikatan-ikatan yang seragam. Ukuran rantai molekul lazim dinyatakan sebagai
drajat polimerisasi, yaitu hasil dari berat molekul selulosa dengan berat molekul
satu unit glukosa.

Gambar 5.1 Struktur Selulosa

Selulosa terdapat pada semua jenis tanaman dari pohon bertingkat tinggi
sehingga organisme primitif seperti rumput laut. Didalam kayu, selulosa tidak
hanya disertai dengan poliosa dan lignin, tetapi juga terikat erat dengannya dan
pemisahnnya memerlukan perlakuan kimia yang intensif. Perlakuan kimia secara
intensif seperti pembuatan pulp dan pengelantangan akan sangat menurunkan
harga derajat polimerisasi (DP).

Selulosa merupakan bahan dasar dari banyak produk teknologi (kertas,


film serat, aditif, dan sebagainya) dan karena itu diisolasi terutama dari kayu
dengan proses pembuatan pulp dalam skala besar. Dengan menggunakan
berbagai bahan kimia dalam pembuatan pulp, pada keadaan asam, netral atau
alkalis, diperoleh pulp dengan sifat-sifat yang berbeda. Untuk beberapa tujuan
pulp harus dimurnikan dengan proses tambahan pengelantangan.

75
6 Hemiselulosa
Di samping selulosa dalam kayu maupun dalam jaringan tanaman yang
lain terdapat sejumlah polisakarida yang disebut poliosa atau hemiselulosa.
Hemiselulosa berbeda dari selulosa karena komposisi berbagai unit gula, karena
rantai molekul yang lebih pendek, dan karena percabangan rantai molekul.
Selulosa merupakan homopolisakarida sedangkan hemiselulosa merupakan
heteropolisakarida.

Gambar 5.2 Struktur Hemiselulosa

Seperti halnya selulosa kebanyakan hemiselulosa berfungsi sebagai


bahan pendukung dalam dinding-dinding sel. Hemiselulosa relatif mudah
dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-komponen monomernya yang terdiri
dari D- glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah
kecil L- ramnosa di samping menjadi asam D-glukuronat, asam D-galakturonat.
Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200. Jumlah
hemiselulosa dari berat kayu kering biasanya antara 20 dan 30%.

7 Lignin
Setelah selulosa, lignin merupakan zat organik polimer yang banyak
dan yang penting dalam dunia tumbuhan. Lignin adalah jaringan polimer fenolik
tiga dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku.
Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi.
Dalam kayu, kandungan lignin berkisar antara 20 hingga 40%. Kayu lunak
normal mengandung 26-32% lignin, sedangkan kandungan lignin kayu keras

76
adalah 35- 40%. Lignin yang terdapat dalam kayu keras sebagian larut selama
hidrolisis asam.

Dalam kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian Commented [FM2]: Spacing antar paragraph buat saja nol
fa, konsisten kayak halaman pertama
integral kayu. Hanya dalam hal pembuatan pulp dan pengelantangan lignin
dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan berubah, dan merupakan
sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tahun di seluruh dunia yang sangat
potensial untuk keperluan kimia dan energi. Pulping kimia dan proses pemutihan
akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selusosa secara signifikan.

7.2.1 Fiberline Departement


Fiberline department adalah department yang memproduksi bleached
kraft pulp melalui 3 proses yaitu cooking, washing dan bleaching. Target harian
fiberline department adalah sekitar 8000 bleached ton pulp dimana terbagi
menjadi 3 line proses pembuatan pulp. Line 1 memiliki kapasitas produksi 2800
bleached ton pulp, line 2 memiliki kapasitas produksi 3300 bleached ton pulp
dan line 3 memiliki kapasitas 2000 bleached ton pulp. Pulp yang berasal dari
cooking, selanjutnya akan melewati tahap washing, kemudian oksigen
delignifikasi yang bertujuan untuk menurukan nilai kappa number agar konsumsi
bahan kimia pada tahap bleaching lebih sedikit. Kemudian pulp akan di
bleaching dengan tahapan ECF. Pada fiberline salah satu tahap yang menentukan
kualitas dari pulp adalah proses bleaching. Adapun target pulp akhir fiberline
department yaitu nilai brightness > 92,5% ISO, freeness awal 460 ml CSF,
viskositas > 10 Cp, dirt count < 10 mm2/m2 dan tensile > 65 Nm/gr.

7.2.2 Proses Bleaching


Proses bleaching adalah proses yang sangat penting dalam pengolahan
pulp. Secara sederhana fungsi pemutihan adalah untuk memutihkan pulp dengan
cara menghilangkan sisa lignin yang tersisa setelah proses pemasakan. Untuk
menghilangkan sisa lignin dilakukan proses oksidasi yang dikuti dengan reaksi
pemutihan (bleaching). Menurut (Dance dan Reeve, 1996), proses bleaching
dapat meningkatkan derajat kecerahan, kemurnian selulosa dan kualitas kertas.
Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjut dari proses pemasakan yang

77
dimaksud untuk memperbaiki brightness dan kemurnian pulp. Hal ini dapat
dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa
pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk
menghasilkan warna pulp kelihatan dalam berbagai macam bentuk tergantung
pada kondisi proses pulp yang berlangsung. Lignin sangat relatif yang berarti
bahwa lignin mudah dipengaruhi oleh bahan kimia seperti Cholorine Dioxide,
peroxide, magnesium sulfur, hidroteknologi ECF gen peroksida, dll. Kemudian
molekul lignin akan terurai menjadi pertikel yang berukuran kecil. Yang larut
dalam air dan dapat dihilangkan dari pulp.
Bleaching di PT.RAPP menggunakan teknologi ECF, yang bahan kimia
utama yang digunakan adalah ClO2, O2, H2O2 untuk proses ekstraksi sebagai zat
untuk menghilangkan kadar lignin yang masih tersisa dalam pulp dan NaOH
untuk mengatur pH. Lignin yang tersisa adalah zat yang paling dominan untuk
menghasilkan warna gelap pada pulp,sehingga sangat penting untuk dihilangkan.
Tipe bleaching dengan ECF mempunya tahapan sebagai berikut D0, EOP, D1
dan D2. Bleaching pada tipe ini menggunkan ClO2 yang yang merupakan zat
pemutih yang siftanya ramah lingkungan bila dibandingkan dengan bleaching
yang memanfaatkan klorin sebagai zat pemutih. Hal ini dikarenakan apabila klorin
berikatan dengan lignin akan membentuk senyawa yang bersifat toksik sehingga
bahaya untuk lingkungan. Proses D0 bertujuan untuk menurunkan (mendegradasi)
lignin, Ekstraksi (EOP) bertujuan untuk melarutkan lignin, sedangkan D1dan D2
bertujuan untuk meningkatkan kelarutan lignin yang lebih efektif ditabah dengan
oksigen dan peroksida sebagai zat oksidator. Sebelum dilakukan proses bleaching,
unbleached pulp yang akan diproses harus memenuhi syarat yang sudah
ditentukan terlebih dahulu antara lain kappa number, pH, soda loss , COD,
konsistensi rendah serta brightness awal yang cukup tinggi. Dalam proses
pemutihan pulp ada empat tahapan yaitu :
 Tahap D0: Proses penghilangan lignin dengan menggunakan Clo2
dalam suasa asam.
 Tahap EOP : merupakan proses pelarutan lignin dengan menggunkan
proses ekstrasi oksidasi (NaOH dan O2) dan penambahan H2O2
dengan suasana basa.

78
 Tahap D1 : Proses pemutihan dengan ClO2 dalam suasana asam.
 Tahap D2 : Proses lanjutan pemutihan dengan menggunakan ClO2
dalam suasana asam, untuk mencapai brightness target yaitu 89,8 -
90,2% ISO.

7.2.3 Hidrogen Peroksida (H2O2)


Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis
Jacques Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik
yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida
adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan
di dalam industry hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone.
H2O2 tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik
dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat
stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun.
Mayoritas pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan
merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada
tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan
dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi
yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain
menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan
air (H2O) dan panas.
Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2O2  H2O + ½ O2 Commented [FM3]: Ndak usah di bold, buat nama
persamaan nya
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi dekomposisi hidrogen peroksida Mis
H20+ .. XY (5.1)
adalah:
1. Bahan organik tertentu, seperti alkohol dan bensin.
2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn.
3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2
kali setiap kenaikan 10oC (dalam range temperatur 20-100oC).
4. Permukaan container yang tidak rata (active surface).
5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya.
6. Makin tinggi pH (makin basa) laju dekomposisi semakin tinggi.

79
7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang
pendek.
Hidrogen peroksida bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching
agent pada industri pulp, kertas, dan tekstil. Senyawa ini juga biasa dipakai pada
proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan dan
minuman, medis, serta industri elektronika (pembuatan PCB).
Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator
yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan
residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen
peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa,
maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Kebutuhan
industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sejak tahun 1980-an, industri tekstil, kertas, dan industri lainnya telah
mencoba menggantikan penggunaan klorin sebagai disinfektan ataupun pemutih
dengan hidrogen peroksida (H2O2). Klorin yang telah digunakan oleh masyarakat
industri selama seabad lebih ternyata terbukti sangat berbahaya, karena
menghasilkan zat racun Dioksin yang bersifat menyebabkan kanker
(karsinogenik) dan mengacaukan sistem hormon manusia.
Hidrogen peroksida selain digunakan sebagai agen bleaching atau pemutih
di industri kertas atau tekstil, juga digunakan untuk melindungi buah dan sayuran
segar dari bakteri patogen seperti Salmonella atau E.coli, pasteurisasi produk susu,
ataupun digunakan dalam sterilisasi karton pembungkus jus atau susu segar
sehingga tak perlu pendinginan.
Sebenarnya, hidrogen peroksida juga bukan merupakan senyawa yang aman
bagi manusia. Keberadaan hidrogen peroksida yang merupakan oksidan dapat
menyebabkan kondisi dalam sel yang reduktif menjadi oksidatif. Karena itu, dapat
dikatakan penggantian klorin ke hidrogen peroksida hanya mengurangi masalah
dan bukan menyelesaikan masalah lingkungan.

80
7.2.4 Viskosistas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Pengujian viskositas bertujuan untuk menentukan
kecepatan mengalirnya suatu cairan. Viskositas (kekentalan) cairan akan
menimbullkan gesekan antara bagian-bagian atau lapisan-lapisan cairan yang
bergerak satu terhadap yang lain.
Dalam fluida ideal (fluida tidak kental) tidak ada kekentalan yang
menghambat lapisan-lapisan cairan ketika bergeser satu diatas yang lainnya.
Dalam suatu pipa dengan luas penampang yang sama, setiap lapisan begerakak
dengan kecepatan yang sama. Pada fluida kental, antara lapisan-lapisan cairan
mengalami gesekan, sehingga kecepatan aliran tidak rata secara keseluruhan. Pada
bagian tengah di sekitarsumbu cairan mengalir lebih cepat karena lebih lambat,
bahkan yang melekat pada dinding sama sekali tidak bergerak.
Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda-beda yang harga
bergantung pada jenis cairan dan suhu. Cairan mempunya viskositas lebih besar
dari pada gas, karena mempunyai gaya gesek untuk mengalir lebih besar.
Kebanyak cairan viskositas turun dengan naiknya suhu. Sebaliknya viskositas
akan naik jika suhunya turun.
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan, sebaliknya viskositas
cairan akan turun dengan berkurangnya tekana. Untuk larutan viskositasnya
terganpa tahapantung pada konsentrasi atau kepekantan larutan. Umumnya larutan
yang konsentrasinya tinggi, memimliki harga viskos yang tinggi, sebaliknya
larutan yang mempunyai konsentrasi randah maka harga viskositasnya juga
rendah (Yazid, 2005).

7.2.5 Bahan Penunjang (Chemical)


Bahan penunjang proses produksi pulp pada PT.RAPP digunakan pada
proses pemasakan kayu dan pemutihan pulp. Bahan-bahan tersebut adalah:
a. White Liquor
Cairan ini digunakan dalam proses pemasakan untuk mengekstrak lignin
dari chip kayu pada tahap Hot Liquor Filling. Cairan ini memiliki komponen

81
NaOH, Na2S, Na2CO3 dan Na2SO4, namun komponen yang aktif dalam
penghancuran lignin hanya Na2S dan NaOH. Karakterisitik white liquor yang
digunakan pada PT.RAPP disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.2 Karakteristik White Liquor PT.RAPP (Technical Dept., 2014)


Liquor Total Active Total Sulphidity Total
Alkali (g/L) Titrable (%) Suspended
Alkali (g/L) Solid (mg/ L)
White 109 126 31,3 12
Liquor

b. Black Liquor
Cairan ini merupakan limbah sisa pemasakan kayu yang mengandung
banyak lignin. Pada proses produksi pulp di PT.RAPP, cairan ini digunakan
pada proses pemasakan kayu sebagai cairan pemanas awal pada tahap Hot
Liquor Filling. Karakteristik black liquor yang digunakan pada PT.RAPP
disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Karakteristik White Liquor PT.RAPP (Technical Dept., 2014)


Total Active Fiber (mg/L)
Liquor pH Solid (%)
Alkali (g/L)
Black
8,5 12,7 107 12 Commented [FM4]: Line spacing dalam paragraph 1 saja fa,
Liquor gak usah 1.5

c. Klorin Dioksida (ClO2)


Klorin dioksida pada proses pemutihan pulp digunakan pada tahap
pemutihan D0, D1 dan D2. Pada ketiga tahap ini, klorin dioksida berfungsi
menghancurkan lignin yang berwarna merah kehitaman, sehingga
menyisakan fiber yang berwarna putih dan meningkatkan brightness dari pulp
yang diproses. ClO2 yang dipompakan ke dalam tower D0, D1, dan D2
memiliki konsentrasi 10 g/L dengan laju alir yang bervariasi bergantung pada
kappa number dan brightness dari pulp.

82
d. Hidrogen Peroksida (H2O2)
Hidrogen Peroksida digunakan pada proses pemutihan pulp pada tahap
EOP. Hidrogen peroksida berfungsi untuk membantu proses pemutihan pulp
agar mencapai brightness yang ditargetkan. Proses pemutihan pulp pada
PT.RAPP menggunakan hidrogen peroksida dengan kadar dibawah 5 kg/ton
pulp.
e. Oksigen (O2)
Oksigen pada proses pemutihan digunakan pada tahap EOP. Oksigen
berfungsi untuk mendelignifikasi pulp pada kondisi basa. Gas oksigen
digunakan pada proses pemutihan pulp di PT.RAPP dengan kadar 1-3 kg/ton
pulp. Selain di pemutihan, oksigen juga digunakan di area washing, yaitu
untuk proses delignifikasi oksigen.
f. Soda Kaustik (NaOH)
Soda kaustik digunakan untuk pada proses pemutihan pulp pada tahap
EOP. Soda kaustik digunakan untuk mengondisikan campuran pulp ke dalam
kondisi basa sebelum memasuki menara EOP. Selain itu, soda kaustik juga
berfungsi untuk melarutkan lignin yang sudah dihancurkan pada tahap D0.
Pada proses pemutihan pulp di PT.RAPP, soda kaustik digunakan dengan
kadar 160-170 g/L dan dengan laju alir 10-17 kg/ton pulp.
g. Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat digunakan pada proses pemutihan pulp pada tahap D0. Asam
sulfat berfungsi untuk mengondisikan campuran pulp ke keadaan asam (pH 2-
3) agar tahap D0 (penghancuran lignin) berlangsung dalam keadaan optimal.
Kadar asam sulfat yang digunakan oleh PT.RAPP mencapai 99% atau hampir
murni.
h. Asam Klorida (HCl)
Sama seperti asam sulfat, asam klorida berfungsi untuk menurunkan pH
campuran pulp sebelum memasuki menara D0. Asam klorida yang digunakan
pada proses pemutihan pulp di PT.RAPP mencapai konsentrasi 99%.

83
i. Talk (Mg3Si4O10(OH)2)
Bubuk talk digunakan untuk memutihkan pulp pada proses pemutihan
pada tahap D0, D1, dan D2. Secara khusus,bubuk talk hanya digunakan pada
proses pemutihan pulp yang berbahan baku mix hardwood. Hal ini
dikarenakan banyaknya getah dan noda-noda hitam pada kayu jenis ini,
sehingga perlu dilakukan pemutihan dengan penambahan bubuk talk.
j. Defoamer
Defoamer digunakan menghilangkan busa yang terjadi saat pendilusian
pulp. Busa pada aliran tidak diinginkan karena mengganggu proses-proses
selanjutnya. Defoamer digunakan di area washing, dengan dosis 0,1 kg/ton
pulp untuk akasia.
k. Digester Additives
Digester additives ditambahkan ke dalam digester saat tahap pengisian
hot white liquor. Digester additives berfungsi untuk mempermudah proses
penghancuran lignin dan penetrasi liquor ke dalam chip. Digester additives
digunakan dengan dosis 0,1 kg/ton pulp untuk akasia.

7.2.6 Korelasi
Korelasi adalah salah satu teknik analisa dalam statistik untuk mencari
hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Hubungan
variabel tersebut dapat terjadi karean adanya hubungan sebab akibat atau dapat
pula terjadi secara kebetulan. Variable dikatakan berkorelasi jika perubahan
variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel lainnya secara teratur
dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).
Koefesien korelasi adalah pengukuran statistik antara dua variabel.
Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linier arah
hubungan dua variable acak. Jika nilai koefesien positif, maka dua variabel
mempunyai hubungan searah. Untuk memudahkan interprestasi mengenai
hubungan antara dua variabel maka dapat melihat pada criteria berikut (Sarwono,
2006) :
 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

84
 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup
 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat
 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat bagus
 1 : Korelasi sempurna

5.3 Bahan dan Metode


5.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada tugas khusus ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari document proses yang berasal dari DCS (Distribution Control
System) dan PE (Process Engineering).

5.3.2 Metode
Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan metode penelitian, meliputi
pengumpulan data hingga berdiskusi dengan beberapa pihak yang ada di DCS dan
specialist bleaching area. Adapun kegiatan selama observasi sebagai berikut :
1. Mempelajari proses di fiberline PT. RAPP seperti cooking, washing
dan terkhusus diproses bleaching.
2. Mempelajari dan mengatahui proses bleaching khusus tahap EOP.
3. Mengumpulkan data sekunder meliputi production rate, dosis H2O2,
temperatur tower, level tower, viskositas dari washing, viskositas dari
EOP, pH EOP, alkali charge, brightness EOP, dosis O2 dan pressure
top EOP.
4. Mengelompokan data yang telah diperoleh.
5. Mengelolah data yang telah dikelompokkan.
6. Membuat kurva hubungan dari para parameter yang didapat.
7. Melakukan evaluasi untuk medapatkan kesimpulan pengaruh dosis
H2O2 terhadap viskositas pulp.

85
5.4 Hasil dan Pembasan
5.4.1. Hubungan Viskositas Prebleach Terhadap Viskositas Pulp Tahap EOP
550
540
EOP VISKOSITAS

530
520
510
500 Viskositas Prebleach
490 y = -0.0916x + 555.1
480 R² = 0.0307
Linear (Viskositas
470 Prebleach)
460
450
0 200 400 600 800
VISKOSITAS PREBLEACH

Gambar 5.3 Hubungan Antara Viskositas Prebleach dengan Viskositas


Pulp Tahap EOP Commented [FM5]: Sesuain format judul gambar kek gini ya
fa

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara


viskositas prebleach terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik
didapat nilai R2 sebesar 0,0307 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara
viskositas prebleach terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa viskositas prebleach tidak memberikan pengaruh terhadap
viskositas pulp pada tahap EOP.

86
5.4.2. Hubungan Level Tower Terhadap Viskositas Pulp Tahap EOP
550
540
530
EOP VISKOSITAS

520
510
500
y = -1.0608x + 568.01 Level Tower
490
R² = 0.0434 Linear (Level Tower)
480
470
460
450
0 20 40 60 80
LEVEL TOWER

Gambar 5.4 Hubungan Antara Level Tower dengan Viskositas Pulp Tahap EOP

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara level


tower terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat nilai R2
sebesar 0,0434 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara level tower
terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat dinyatakan bahwa level
tower tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas pulp pada tahap EOP.

87
5.4.3. Hubungan Production Rate Terhadap Viskositas Pulp Tahap EOP
550
540
EOP VISKOSITAS

530
520
510
500 Production rate
490 y = -0.0136x + 525.95
480 R² = 0.0754 Linear (Production
470 rate)
460
450
0 1000 2000 3000 4000
Production Rate

Gambar 5.5 Hubungan Antara Production Rate dengan Viskositas Pulp Tahap
EOP

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara


production rate terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat
nilai R2 sebesar 0,0754 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara
production rate terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa production rate tidak memberikan pengaruh terhadap
viskositas pulp pada tahap EOP.

88
5.4.4. Hubungan Alkali Charge Terhadap Viskositas Pulp Tahap EOP
550
540
530
EOP VISKOSITAS

520
510
500
Alkali Charge
490
480 y = -6.3525x + 542.42 Linear (Alkali Charge)
470 R² = 0.0756
460
450
0 5 10 15
ALKALI CHARGE

Gambar 5.6 Hubungan Antara Alkali Charge dengan Viskositas Pulp Tahap EOP

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara alkali


charge terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat nilai R2
sebesar 0,0756 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara alkali charge
terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat dinyatakan bahwa alkali
charge tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas pulp pada tahap EOP.

89
5.4.5. Hubungan Dosis O2 Charge Terhadap Viskositas Pulp Tahap EOP
550
540
530
EOP VISOSITAS

520
510
500
O2 Charge
490 y = -21.994x + 606.76
480 R² = 0.0766 Linear (O2 Charge)
470
460
450
0 2 4 6
O2 CHARGE

Gambar 5.7 Hubungan Antara Dosis O2 Charge dengan Viskositas Pulp Tahap
EOP

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara dosis


O2 charge terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat nilai R2
sebesar 0,0766 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara dosis O2 charge
terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat dinyatakan bahwa dosis
O2 charge tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas pulp pada tahap EOP.

90
5.4.6. Hubungan Antara Temperatur Tower Terhadap Viskositas Pulp
Tahap EOP
550
540
EOP VISKOSITAS

530
520
510 TEMPERATUR
500 TOWER
490 y = -4.51x + 862.93
480 R² = 0.0826 Linear
470 (TEMPERATUR
460 TOWER)
450
78 80 82 84 86
TEMPERATUR TOWER

Gambar 5.8 Hubungan Antara Temperatur Tower dengan Viskositas Pulp Tahap
EOP
Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara
temperatur tower terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat
nilai R2 sebesar 0,0826 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara
temperatur tower terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa temperatur tower tidak memberikan pengaruh terhadap
viskositas pulp pada tahap EOP.

91
5.4.7. Hubungan Antara Temperatur Tower Terhadap Viskositas Pulp
Tahap EOP
550
540
530
EOP VIKOSITAS

520
510
500
490 y = -29.511x + 824.14 PH EOP
480 R² = 0.0925
470 Linear (PH
460 EOP)
450
10.6 10.8 11 11.2 11.4 11.6 11.8
PH EOP

Gambar 5.9 Hubungan Antara pH EOP dengan Viskositas Pulp Tahap EOP

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara pH


EOP terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat nilai R2
sebesar 0,0925 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara pH EOP terhadap
viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pH EOP tidak
memberikan pengaruh terhadap viskositas pulp pada tahap EOP.

92
5.4.8. Hubungan Antara EOP Brighhtness Terhadap Viskositas Pulp Tahap
EOP
550
540
530
EOP VISKOSITAS

520
510
500 EOP BRIGHTNESS
490 y = -6.18x + 1005.2
480 R² = 0.1046 Linear (EOP
470 BRIGHTNESS)
460
450
80 81 82 83 84 85
EOP BRIGHTNESS

Gambar 5.10 Hubungan Antara EOP Brighhtness dengan Viskositas Pulp Tahap
EOP

Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara EOP


brightness terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Pada grafik didapat nilai R2
sebesar 0,1046 yang menunjukkan terdapat korelasi yang sangat lemah antara
EOP brightness terhadap viskositas pulp pada tahap EOP. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa EOP brightness memberikan pengaruh terhadap viskositas
pulp pada tahap EOP sebesar 10,46%. Secara teori viskositas dan brightness
memiliki hubungan yang terbalik. Semakin tinggi brightness maka nilai viskositas
pulp akan semakin rendah. Nilai brightness yang tinggi menandakan kandungan
alkali dan H2O2 besar.
.

93
5.4.9. Hubungan Antara H2O2 Charge Terhadap Viskositas Pulp Tahap EOP
550
540
530
EOP VISKOSITAS

520
510
500 H2O2 CHARGE
490 y = -13.55x + 521.59
480 R² = 0.1166 Linear (H2O2
CHARGE)
470
460
450
0 1 2 3
H2O2 CHARGE

Gambar 5.11 Hubungan Antara H2O2 Charge dengan Viskositas Pulp Tahap
EOP

Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara dosis H2O2 charge dengan
viskositas pulp tahap EOP yang ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,1166.
Sehingga dapat diketahui dosis H2O2 sangat lemah untuk berkorelasi dengan
viskositas pada tahap EOP sebesar 11,66%. Dari grafik dapat dilihat hubungan Commented [FM6]: Buat saja Namanya fa, contoh “Dari
Gambar 5.11…..”, edit kek gini semua kalua untuk merujuk
H2O2 charge dan viskositas pulp pada tahap EOP berbanding terbalik. Semakin gambar

tinggi dosis H2O2 charge maka akan semakin rendah viskositas pulp pada tahap
EOP. Penggunaan H2O2 penyebabkan nilai brightness semakin tinggi.
Sebagaimana diketahui brightness berbanding terbalik dengan viskositas,
sehingga jika dosis H2O2 semakin sedikit menyebabkan viskositas tinggi.
Rendahnya viskositas penyebabkan pulp menjadi tidak kuat. Sehingga perlu
adanya penambahan bahan lain. Adapun kelebihan dari penggunaan H2O2 yaitu
hasil pemutihan baik dan rata dengan menggunakan proses pemanasakan maka
warna asli pada serat dapat terurai dan bahan menjadi putih lebih rata.

94
5.4.10. Hubungan Antara Pressure Top Terhadap Viskositas Pulp Tahap
EOP
550
540
EOP VIISKOSITAS

530
520
510
500 PRESSURE TOP EOP
490 y = -0.4366x + 507.26
480 R² = 0.1492 Linear (PRESSURE
470 TOP EOP)
460
450
0 20 40 60
PRESSURE TOP EOP

Gambar 5.12 Hubungan Antara Pressure Top dengan Viskositas Pulp Tahap
EOP

Dari grafik diatas dapat dilihat hubungan antara pressure top EOP terhadap
viskositas pulp tahap EOP dengan nilai R2 yang diperoleh sebesar 0,1492 yang
mengartikan pressure top EOP memiliki pengaruh sebesar 14,92% terhadap
viskositas pulp tahap EOP sehingga memiliki korelasi yang sangat lemah.
Pressure merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas. Menurut
Bird (1994), viskositas zat cair akan naik dengan bertambahnya pressure, hal ini
disebabkan jumlah lubang atau celah berkurang, sehingga sulit untuk bergerak
untuk berkeliling satu dengan yang lain sehingga perlu adanya pressure yang
besar untuk menggerakkan zat cair tersebut.

95

Anda mungkin juga menyukai