Anda di halaman 1dari 40

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kayu merupakan hasil hutan dari kekayaan alam, merupakan bahan mentah
yang berasal dari pohon yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang terdiri dari
seluosa dan lignin pada dinding sel dan berbagai jaringan di batang yang mudah
diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu memiliki
beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan - bahan lain.yaitu
pohon.
Kayu telah dimanfaatkan sejak jaman dahulu hingga saat ini untuk berbagai
keperluan manusia, awalnya hanya digunakan untuk kayu bakar, perahu, dan
peralatan ramu perkakas lainnya, dengan pesatnya perkembangan zaman dan
teknologi sekarang, kayu sangat dibutuhkan dalam penggunaan sebagai bahan
bangunan, perabot rumah tangga/ furniture, dan sebagai bahan baku pensil.
Indonesia memiliki potensi hutan yang tidak sedikit, yaitu sekitar 4.000
jenis kayu. Dari data ini diperkirakan lebih kurang 400 jenis yang terdapat
dalam jumlah yang besar dan diduga akan memegang peranan penting
dikemudian hari. Di antara 400 jenis kayu tersebut terdapat 258 jenis yang
diketahui diperdagangkan, paling tidak secara lokal. Sementara sampai pada
tahun 1986 baru sekitar 95 jenis kayu yang telah diteliti sifat-sifat dasarnya
secara lengkap dan sifat-sifat dasar kayu lainnya baru sebagian yang telah diteliti
(Mandang dkk., 1987).
Untuk mendukung peningkatan penyediaan kayu, perlu diketahui sifat-
sifat kayu dari jenis-jenis pohon yang kurang dikenal atau belum banyak
dimanfaatkan baik yang berasal dari hutan alam, hutan rakyat, yang selama ini
masih belum dimanfaatkan sekalipun memiliki potensi cukup untuk dapat
dipungut dan digunakan sebagai memenuhi kekurangan bahan baku industri.
Pengetahuan akan sifat dasar kayu memungkinkan akan penggantian jenis kayu
yang lainnya apabila jenis kayu tersebut sulit didapat secara berkelanjutan.
Ketepatan dalam pemilihan jenis kayu untuk penggunaannya
memerlukan pengetahuan tentang sifat dasarnya. Sifat dasar tersebut, diantaranya
berat jenis, kekuatan, kekerasan dan stabilitas dimensi kayu. Jadi, sifat dasar
2

kayu ini penting dipahami agar didalam proses pengolahan, maupun


penggunaannya dapat dilakukan secara maksimal sehingga tidak terjadi
pengambilan kayu yang salah, tenaga maupun biaya yang sia-sia.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Sifat-Sifat Dasar ini adalah
untuk mengetahui sifat-sifat dasar pada kayu Tumih (Combretocarpus rotundatus)
antara lain adalah untuk mengetahui sebagai berikut:
1. Memahami cara pengukuran kadar air pada kayu dan menentukan besarnya
kadar air pada contoh uji.
2. Memahami cara pengukuran berat jenis dan mengukur besarnya berat jenis
pada contoh uji.
3. Memahami cara pengukuran perubahan dimensi kayu dan mengukur besarnya
perubahan dimensi contoh uji.
4. Memahami cara pengujian sifat mekanika kayu.
5. Menentukan besarnya keteguhan tekan, lengkung, geser dan tarik contoh uji.
6. Memahami cara pengolahan data pengujian sifat mekanika kayu.
7. Menentukan besarnya batas proporsi dari contoh uji menggunakan data hasil
pengujian.
8. Mengetahui kadar air serbuk kau atau berat air dalam serbuk kayu.
9. Mengetahui besar kadar air ekstraktif larut air dingin dalam kayu.
10. Mengetahui besar kadar ekstraktif larut air panas dalam kayu.
11. Menentukan besar kadar abu dalam kayu.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Tumih (Combretocarpus rotundatus)


Kayu tumih merupakan jenis kayu kurang dikenal yang biasanya tumbuh di
hutan sekunder atau hutan dengan kanopi terbuka yang digenangi oleh air gambut
dan rawa kerangas di Kalimantan Tengah. Kayu tumih biasa digunakan oleh
penduduk lokal untuk bahan bakar, konstruksi interior, dan bantalan lori. Pohon
tumih dapat mencapai tinggi maksimum hingga 40 m dan diameter batang
mencapai 100 cm (Maimunah 2014).
Permukaan kulit tidak teratur berwarna cokelat keabu-abuan. Kulit kayu
bagian dalam keras berwarna jingga cokelat. Komposisi daun alternatif,
sederhana, daun muda mencolok merah terang hingga merah gelap. Bunganya
memiliki jumlah benangsari 2 kali jumlah kelopak dan memiliki tingkat ovarium
yang rendah. Buah kering dan bersayap, dengan biji berbentuk gelondongan
(Saito et al. 2005).
Dibawah ini merupakan taksonomi dari kayu tumih:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Anisophylleales
Famili : Anisophylleaceae
Genus : Combretocarpus
Spesies : Combretocarpusrotundatus (Miq). Danser
Beberapa nama lokal untuk jenis ini yaitu : Marapat, Parapat paya. Nama
internasional yaitu : Keruntum (Brunei). Sebaran pohon tumih meliputi : Sumatra,
Kalimantan, Kepulauan Riau, Bangka, Belitung.
Menurut (Boer dan Lemmens, 1998 dalam Luhan, G. dkk, 2007),
Combretocarpus rotundalus tumbuh di hutan rawa dengan ketinggian 100-300 m.
tumbuh sangat melimpah di hutan sekunder atau hutan dengan langit-langit
terbuka, namun disana pepohonan ini tumbuh berkembang baik di hutan rawa
denagn pohon Alau (Shorea albaida Sym).
4

Ciri-ciri Combretocarpus rotundalus menghasilkan kayu teras dengan berat


sedang dengan ketebalan antara 635 – 870 kg/m3 pada kandunga kelembaban 15
%. Inti kayu berwarna coklat kemerahan dan secara umum berbeda dengan kulit
kayu yang berwarna abu-abu putih, yang akan berubah abu-abu coklat dibawah
sinar matahari; biji tumbuhan lurus unruk saling terisi; terkstur kasar dan tidak
sama; permukaannya yang tangensial dan radial yang menampilkan bentuk biji
perak yang menarik (Menurut Boer dan Lemmens, 1998 dalam Luhan, G. dkk,
2007).
Kayu tumih biasanya digunakan untuk bahan bakar, sebagai konstruksi
interior berat dan bantalan rel kereta api, furnitur, lantai, panel, konstrusi kapal,
dan veneer, dan juga untuk alat pertanian (PT.HAL, 2011).

2.2 Sifat Fisika Kayu


Sifat fisika kayu adalah karakteristik kuantitatif dan ketahanan dari
pengaruh lingkungan. Sifat fisika yang penting diperhatikan dari kayu diantaranya
adalah kadar air, berat jenis, dan kerapatan (Bowyer et al. 2003).
Sifat fisika kayu meliputi kadar air, berat jenis, kerapatan dan perubahan
dimensi. Sifat kayu bervariasi antara jenis kayu satu dengan jenis kayu lain, dalam
jenis kayu yang sama bahkan dalam satu batang pohon (Dumanauw, 1990).
Menurut Soenardi (1976), sifat kayu ditentukan oleh faktor yang inheren
pada strukturkayu, yaitu :
1. Banyaknya zat dinding sel yang ada dalam sepotong kayu.
2. Susunan dan arah mikrofibril dalam sel-sel jaringan.
3. Susunan kimia zat dinding sel.

2.2.1 Kadar Air Kayu


Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat didalam kayu, yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur (Brown et al 1952). Kadar
air kayu adalah banyaknya air yang ada si dalam sepotong kayu yang dinyatakan
sebagai persentase dari berat kering tanurnya.
Berdasarkan lokasinya Panshin (1952) membedakan air yang berada di
dalam dinding sel.
5

1. Air terikat, yaitu air yang berada di dalam dinding sel.


2. Air bebas, yaitu air yang ada di dalam rongga sel.
Dalam satu jenis pohon, kadar air kayu segar bervariasi tergantung pada
tempat tumbuh, umur dan volume pohon. Kadar air kayu segar adalah kadar air
pada saat kayu baru ditebang. Didalam kayu segar kadar air bervariasi antara 30-
200%, Setelah kayu mengalami proses pengeringan secra alami, air bebas didalam
kayu menguap lebih dahulu, air terikat lebih sukar untuk menguap ( sukar kering).
Kadar air pada saat air bebas telah menguap dan dinding sel masih jenuh dengan
air disebut titik jenuh serat (Fiber Saturation Point) berkisar 25-30%.
Kadar air kayu selalu berubah-ubah karena kayu bersifat higroskopis
artinya kayu mudah menyerap dan melepaska air. Kemampuan kayu untuk
menyerap air atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembapan udara
sekelilingnya.Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut
keadaan udara/atmosfer sekelilingnya. Semua sifat kayu sangat dipengaruhi oleh
perubahan kadar air kayu. Besarnya kadar air kayu bervariasi menurut jenis kayu,
letak didalam batang, perbedaan umur dan sebagainya (Kasmudjo, 1995).
Diatmosfir terbuka, kadar air kayu akan mencapai titik tertentu(kadar air
kering udara/ Equilibrium Moistture Content=EMC) yaitu keadaan kadar air kayu
telah seimbang dengan kelembapan udara sekitarnya. Bila kadar air dinding sel
dan ronggal sel sudah dianggap nol dengan cara mengeringkan kayu pada suhu
103±2oC sampai beratnya konstan disebut kadar air kering tanur, sedangkan kadar
air maksimum (Maximum Moisture Content) akan tercapai jika semua rongga sel
dan dinding sel jenuh air (Soenardi,1976).

2.2.2 Berat Jenis Kayu


Menurut Tsoumis (1991) Berat jenis (BJ) adalah rasio antara kerapatan
suatu bahan dengan kerapatan air dan berat jenis disebut juga kerapatan relatif.
Berat jenis merupakan suatu sifat yang penting karena banyaknya sifat mekanika
sangat berhubungan antara berat suatu benda (atas dasar berat kering tanur)
terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume air yang didesak).
6

Pada umumnya berat jenis kayu didasarkan pada berat kering tanur.
Terdapat tiga komponen volume kayu dalam penentuan berat jenis kayu, yaitu :
1. Volume basah, bila dinding sel sama sekali jenuh dengan air pada titik jenuh
serat
2. Volume pada sembarang kadar air dibawah titik jenuh serat
3. Volume kering tanur
Berdasarkan berat jenisnya, kayu dikelompokkan menjadi tiga
(Soenardi,1976), yaitu:
1. Kayu ringan dengan berat jenis kurang dari 0,36
2. Kayu dengan berat sedang, berat jenis 0,36-0,58
3. Kayu berat dengan berat jenis lebih dari 0,58.
Besarnya berat jenis ditentukan antara lain oleh zat ekstraktif, tebal dinding
sel, kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori,dan hubungan antara jumlah
sel. Berat jenis diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu
tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar. Umumnya berat jenis
kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur atau kering udara dan
volume kayu pada posisi kadar air tersebut (Dumanauw, 1990).

2.2.3 Perubahan Dimensi (Penyusutan Dan Pengambangan)


Perubahan dimensi kayu yaitu pengembangan dan penyusutan sam
pentingnya dalam fiska kayu, tetapi umumnya perhatian lebih besar ditunjukkan
terahadap penyusutan. Pengembangan dan Penyusutan adalah perubahan dimensi
yang disebabkan oleh perubahan volume kayu yang ditunjukkan oleh perubahan
kadar air dibawah titik jenuh serat. Pengukuran perubahan dimensi biasa
dinyatakan dalam persen dari dimensi maksimum. (Brown et al, 1952).
Penyusutan adalah penurunan dimensi kayu akibat keluarnya air terikat dari
dinding sel yang dapat mempengaruhi cacat dalam proses pengeringan kayu.
Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap penyusutan kayu antara lain kadar air,
kerapatan, struktur/anatomi kayu, kadar ekstraktif, kandungan/komposisi bahan
penyusun kimia (Tsoumis 1991). Pada dasarnya perubahan dimensi dipengaruhi
7

oleh (a) perbedaan spesies dan kerapatan kayu; (b) perbedaan ukuran dan bentuk
kayu; dan (c) perbedaan pengeringan.
Apabila sepotong kayu dikeringkan dari keadaan basah sampai kering
tanur, maka air didalam kayu akan menguap . penguapan dimulai dari air bebas
dalam rongga sel sampai keadaan titik jenuh serat tercapai. Selanjutnya baru air
terikat terdapat pada dinding sel menguap. Menguapnya air didalam dinding sel
inilah yang menyebabkan kayu mengalami penyusutan dan ini terjadi dibawah
titik jenuh serat. Sebaliknya bila air masuk kedalam struktur dinding sel dibawah
titik jenuh serat hingga jenuh, maka kayu akan mengembang. Selain dipengaruhi
oleh jumlah air yang keluar atau masuk kedalam kayu, penyusutan juga
dipengaruhi oleh banyaknya zat didnding sel dan kandungan lignin kayu.
Variasi di dalam perubahan dimensi ini pada dasarnya disebabkan oleh tiga
hal (Haygreen dan Bowyer, 1982) yaitu:
1. Ukuran dan bentuk kayu.
2. Kerapatan kayu.
3. Kecepatan pengeringan.

2.3 Sifat Mekanika Kayu


Sifat mekanika kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, dan pukul). Kayu
menunjukkan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
(aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991).
Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefenisikan sifat mekanika kayu sebagai
kekuatan atau kemampuan kayu guna menahan gaya-gaya yang berasal dari luar.
Ada tiga macam bentuk gaya primer yang mengenai kayu yaitu:
1. Gaya yang mengakibatkan pemendekan ukuran atau memperkecil volume
benda yang disebut gaya tekan.
2. Gaya yang cenderung untuk menambah dimensi atau volume benda yang
disebut gaya tarik.
8

3. Gaya yang mengakibatkan satu bagian benda bergeser terhadap bagian benda
lainnya yang disebut gaya geser.
Sifat mekanika kayu merupakan sifat yang penting dari bahan baku kayu
yang akan digunakan untuk bangunan. Dalam penggunaan struktural, sifat
mekanika merupakan kriteria pertama untuk pemilihan bahan baku yang akan
digunakan (Bowyer et al. 2003). Sifat mekanika kayu yang penting untuk
penggunaan struktural diantaranya adalah MOE, MOR dan kekerasan.

2.3.1 Keteguhan Lengkung Statis (MOE dan MOR)


Menurut Dumanauw (2001), keteguhan lengkung atau lentur adalah
kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu.
Pada balok sederhana yang dikenai beban maka bagian bawah akan mengalami
bagian tarik dan bagian atas mengalami tegangan tekan maksimal. Tegangan ini
secara perlahan-perlahan menurun kebagian tengah dan menjadi nol pada sumbu
netral. Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dengan modulus patah. Dan
pengujian keteguhan lentur diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi
dan keteguhan kayu maksimum. Di bawah batas proporsi terdapat hubungan garis
lurus antara besarnya tegangan dan regangan, dimana nilai perbandingan antara
regangan dan tegangan ini disebut modulus elastisitas (MOE). Keteguhan
lengkung maksimum (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat
patah) dalam uji keteguhan lengkung dengan menggunakan pengujian yang sama
untuk menentukan MOE (Haygreen dan Bowyer,2003).
a. Modulus of Elasticity (MOE)
Modulus elastisitas adalah ukuran ketahanan terhadap pelengkungan yang
berhubungan langsung dengan kekakuan kayu. Apabila tekanan yang diberikan
tidak melebihi batas proporsi maka tidak akan menimbulkan defleksi karena
semakin tinggi nilai MOE akan semakin berkurang defleksi bahan dengan ukuran
tertentu pada beban tertentu (Haygreen et al. 1989).
Menurut Tsoumis (1991), elastisitas adalah sifat benda yang mampu
kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang
mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara 25 510
9

kg/cm2 –173 469 kg/cm2. Nilai modulus elastis kayu berbeda pada ketiga arah
pertumbuhannya. Pada arah tranversal modulus elastisitas hanya berkisar 3 061
kg/cm2–6 122 kg/cm2, sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial
tidak nyata. Nilai MOE dapat digunakan untuk menentukan beban yang aman dari
material kayu yang bersangkutan dalam membuat konstruksi.
Modulus elastisitas kayu menentukan kekakuan kayu. Kekakuan yang tinggi
menyebabkan kayu tidak mudah melentur saat proses permesinan dilakukan
sehingga ketelitian dimensi produk menjadi tinggi. Modulus elastisitas juga
menentukan karakteristik dinamik kayu. Kayu yang mudah bergetar saat proses
permesinan dilakukan menyebabkan kekasaran permukaan kayu menjadi
meningkat. Kemampuan benda untuk berubah bentuk dan kembali pada bentuk
semula disebut fleksibilitas, sedangkan kemampuan benda untuk menahan
perubahan bentuk disebut dengan kekakuan. Modulus elastisitas adalah nilai yang
mengukur hubungan antara tegangan dengan regangan pada batas sebanding dan
menggambarkan istilah fleksibilitas dan kekakuan. Semakin tinggi nilai modulus
elastisitas, maka kayu tersebut lebih kaku dan sebaliknya semakin rendah nilai
modulus elastisitas maka kayu tersebut akan lebih fleksibel. (Iskandar, 2009).
b. Modulus of Rupture (MOR)
Modulus of rupture (MOR) adalah sifat kekuatan kayu yang menentukan
besarnya beban yang dapat dipikul oleh sebuah papan atau balok. Kekuatan lentur
menggambarkan kapasitas beban maksimum yang dapat diterima oleh kayu
tersebut. Biasa disebut dengan modulus patah yang pada bervariasi antara 561
kg/cm2–1 632 kg/cm2. Nilai kekuatan lentur menunjukan kecenderungan yang
sama dengan kekuatan tarik aksial sehingga modulus patah dapat digunakan
sebagai petunjuk kekuatan tarik aksial jika data nilai kekuatan tersebut tidak
tersedia. Kekuatan lentur kayu lebih rendah dibandingkan logam tetapi lebih
tinggi dari kebanyakan bahan non logam (Tsoumis 1991).
Nilai MOR suatu kayu digunakan untuk menentukan beban maksimal dalam
membuat konstruksi yang aman, dibawah ini merupakan table nilai MoR menurut
Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI,1961).
10

2.3.2 Kekerasan
Menurut Scharai Rad (1994) kekerasan adalah daya tahan suatu benda padat
melawan masuknya benda padat lain dengan suatu kekuatan. Kekerasan adalah
ukuran kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat lekukan seperti
penggoresan, pengikisan, pemotongan ataupun perusakan benda-benda yang lebih
keras (Soenardi, 1976).
Mardikanto (2011) menyatakan kekerasan kayu merupakan kemampuan
kayu untuk menahan kikisan dan perusakan pada permukaannya. Sifat kekerasan
ini dapat dikatakan sebagai kemampuan kayu untuk menahan kikisan (abrasi)
pada permukaanya. Apabila sifat ini digabungkan dengan sifat keuletan,
merupakan gabungan sifat yang sangat menentukan dalam pemakaian kayu utnuk
bahan bangunan. Pada dasarnya sifat kekerasan kayu dipengaruhi oleh
kerapatannya, tetapi selain itu ditentukan pula oleh ukuran serat, daya ikat antar
serat serta susunan serat kayunya.

2.4 Sifat Kimia Kayu


Sifat kimia kayu adalah sifat-sifat kayu yang berkaitan dengan kandungan
zat kimia dalam kayu. Kimia kayu atau komponen kimia penyusun kayu,
dibutuhkan keberadaannya dalam individu kimia yang mengelola kayu. Sebagai
contoh yang nyata adalah industri rayon, seluloid, pulp, kertas dan sebagainya.
Industri-industri ini memanfaatkan komponen kimia yang ada untuk
menghasilkan suatu produk tertentu (Kasmudjo, 2010).
Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap
serangan makhluk perusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan
pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal. Pada umumnya
komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari 3 unsur :
1. Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa.
2. Unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin.
3. Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan
zat ekstraktif. (Dumanauw.J.F, 1993).
11

Distribusi komponen kimia tersebut dalam dinding sel kayu tidak merata.
Kadar selulosa dan hemiselulosa banyak terdapat dalam dinding sekunder.
Sedangkan lignin banyak terdapat dalam dinding primer dan lamella tengah. Zat
ekstraktif terdapat di luar dinding sel kayu (Novianto, 2009).
Komponen penyusun dinding sel adalah komponen kimia yang menyatu
dalam dinding sel. Tersusun atas banyak komponen yang tergabung dalam
karbohidrat dan lignin. Karbohidrat yang telah terbebas dari lignin dan ekstraktif
disebut holoselulosa. Holoselulosa sebagian besar tersusun atas selulosa dan
hemiselulosa. Selulosa merupakan komponen terbesar dan paling bermanfaat
dari kayu. Jumlah zat selulosa mayoritas 40 %, hemiselulosa sekitar 23% dan
lignin kurang dari 34 % (Batubara, 2002).

2.4.1 Kadar Air Serbuk


Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 – 110°C selama 3 jam
atau sampai didapat berat yang konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas,
seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dan lain-lain
pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kdang-
kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam
eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang
konstan (Winarno,2004).
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan
mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran
dan susu, menggunakan metode distilasi dengan pelarut tertentu, selain itu untuk
bahan yang mengandung kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan
menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.
Disamping cara fisik, ada pula cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil
mengukur kadar air berdasarkan volume gas asitilen yang dihasilkan dari reaksi
kalsium karbida dalam bahan yang akan diperiksa, cara bahan ini dipergunakan
12

untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, buuk biji panili, mentega dan sari
buah (Winarno, 2004).

2.4.2 Kadar Ekstraktif


Zat ekstraktif kayu adalah zat-zat yang mengisi rongga-rongga mikro dalam
dinding sel atau rongga lain. Zat ekstraktif kayu terdiri dari bahan-bahan organik
non polimer yang dapat dipisahkan melalui pelarutan dalam pelarut-pelarut netral
seperti larutan air dingin yang menghasilkan tannin. Kandungan ekstraktif
berkisar anatara 3-8 % dari berat kayu kering tanur dan termasuk di dalamnya
adalah minyak, resin, lilin lemak, gula pati, zat warna, protein, damar dan asam-
asam organic (Dumanauw, 1990 dan Soenardi, 1976).
Banyaknya zat ekstraktif dalam kayu bervariasi kurang dari tiga sampai
lebih dari 30% berat kering tanur.Jelaslah kehadiran bahan-bahan ini dapat
mempunyai pengaruh besar pada kerapatan.Dalam sejumlah spesies termasuk
spesies pinus, telah ditunjukkan bahwa adanya zat ekstraktif memberi pengaruh
nyata pada variabilitas yang diteliti dalam berat jenis. Dalam perkataan lain berat
jenis kayu dengan zat ekstraktif dimasukkan (Pandit dan Ramdan, 2002).

2.4.3 Kadar Abu


Kadar abu adalah hasil abu yang dihasilkan dari proses pembakaran
sempurna sampel bahan berselulosa, misalnya kayu, pulp dan kertas. Kadar air
bisa menyatakan banyaknya garam mineral dan bahan tambahan anorganik dari
suatu bahan uji (Puspitasari, et.al, 1991)
Pengabuan secara langsung merupakan metode standar untuk menentukan
kadar abu dalam sampel. Pada pengabuan kering, sampel dioksidasi pada suhu
tinggi 500-600 ˚C tanpa adanya flame bahan anorganik yang tidak mengalami
volatilisasi disebut abu. Kadar abu ditentukan dengan cara menimbang residu
yang tertinggal setelah pengabuan ( Astuti,2007).
Kadar abu dipengaruhi oleh mineral – mineral yang terkandung didalam
bahan pangan tersebut yang mengandung dua jenis mineral yaitu garam organik
dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam asam malat,
13

oksalat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,
karbonat (Sudarmadji, 2003).
14

III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu pada bulan
April–Mei 2019 di laboratorium Teknologi Hasil Hutan (THH) Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum sifat-sifat dasar kayu Tumih
(Combretocarpus rotundatus) adalah sebagai berikut :
3.2.1 Alat
1. Kalifer 9. Hot Plate
2. Gelas Plastik 10. Kertas Saring
3. Gelas Ukur 11. Labu Erlenmeyer
4. Timbangan Analitik 12. Corong dan Hot Plate
5. Statip 13. Cawan porselin
6. Ayakan Serbuk Ukuran 40 14. Penjepit
7. Oven Pemanas dan Pengabuan 15. Pengaduk

8. Desikator 16. UMT 5000

3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum sifat-sifat dasar kayu Tumih
(Combretocarpus rotundatus) adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 2cm (DIN Standar, 1994) sebanyak 12
buah, yang terdiri dari 6 contoh uji dan 6 contoh uji untuk kontrol (data
pendukung).
2. Contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 4cm (British Standar, 1957) sebanyak 12
buah, yang terdiri dari 6 contoh uji untuk rendaman dingin dan 6 contoh uji
untuk kontrol (data pendukung).
15

3. Contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 30cm sebanyak 12 buah, yang terdiri dari 6
contoh uji untuk mekanika kayu dan 6 contoh uji untuk kontrol (data
pendukung).
4. Contoh uji kadar air serbuk kayu dengan berat sebanyak ± 50 gram – 100
gram. Masing-masing diperlakuan diulang sebanyak 3 kali. Untuk satu uji
diperlukan 2 gram serbuk kayu kering udara.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja sebagai perlakuan dari praktikum ini dipaparkan
sebagai berikut :
3.3.1 Kadar Air Kayu
1. Timbang contoh uji kondisi 1 (= kondisi segar, baru ditebang yang sudah
dimasukan dalam kantong plastik), catat hasilnya, hasil penimbangan ini
ditetapkan sebagai berat awal kadar air segar (Bsegar).
2. Biarkan sampel kering udara timbang contoh uji, catat hasilnya, hasil
penimbangan ini ditetapkan sebagai berat awal kering udara (BK.Udara)
(=kondisi 2).
3. Rendam sampel 3 hari. Timbang contoh uji, catat hasilnya hasil penimbangan
ini ditetapkan sebagai berat awal kadar air basah (Bbasah) (=kondisi 3).
(pengukuran dilakukan pada tiga kondisi : kondisi kayu segar, Kering udara (=
7 hari atau sampai berat konstan, basah (rendam kayu 3 hari).
4. Keringkan contoh uji didalam oven dengan suhu 103±2 oC.
5. Setelah pengeringan selama 1,5-2 jam ambil contoh uji dan masukan kedalam
desikator sampai dingin (kira-kira 10-15 menit).
6. Timbang contoh uji dan catat hasilnya.
7. Ulangi butir 2,3 dan 4 tersebut sampai dicapai berat contoh uji yang konstan,
hasil penimbangan ini ditetapkan sebagai berat kering tanur (Bk).
8. Hitung besarnya kadar air dengan rumus :
16

𝐵𝑎−𝐵𝑘
KA (%) = 𝑥 100%
𝐵𝑘

Keterangan :
KA = kadar air
Ba = berat awal
Bk = berat kering tanur

3.3.2 Kadar Air Serbuk Kayu


1. Cuci botol dan dikering dalam tanur, kemudian ditimbang. Waktu
mengeringkan, botol harus terbuka dan ditutup kembali waktu mengeluarkan
dari tanur.
2. Masukkan 2,0 gram serbuk kayu dalam masing-masing botol dan ditimbang
(penyimpangan ± 0,1 gram).
3. Keringkan dalam tanur selama ± 2 jam pada 103 ± 2 oC.
4. Dinginkan dalam desikator selama ± 20 menit dengan tutup botol dalam
keadaan terbuka agar keseimbangan tekanan, kemudian ditimbang.
Pengeringan dilanjutkan selama 1 jam, dinginkan dan ditimbang. Pekerjaan ini
diulang sampai beratnya konstan.
5. Hitung kadar air serbuk kayu dengan rumus :
Mμ−M0
μ= x 100%
M0

Keterangan :
Mμ = berat serbuk awal
M0 = berat serbuk akhir

3.3.3 Penentuan Kadar Ektraktif Air Panas


1. Timbang sampel serbuk kayu, masing-masing beratnya 2 gram
2. Cernakan serbuk kayu dengan 200 ml aquades dalam sebuah piala elemeyer
300 ml ang dilengkapi dengan pendingin tegak dan panaskan dalam pemanas
air yang permukaannya dapat diatur tetap lebih tinggi dari permukaan larutan
dalam piala.
17

3. Panaskan selama 3 jam, isi piala dipindahkan dalam cawan saring kering yang
sudah diketahui beratnya, dicuci dengan air panas dan dikeringkan dalam tanur
pada suhu 100-105oC sampai beratnya konstan.
4. Hitung kadar ekstraktif air panas dengan rumus :
Bkt (1+KA)
KE = 1- x 100%
Bb

Keterangan :
Bkt = Berat kering tanur serbuk kayu setelah ekstraksi
KA = Kadar air serbuk mula-mula
Bb = Berat Serbuk mula-mula

3.3.4 Penentuan Kadar Ektraktif Air Dingin


1. Timbang 3 sampel serbuk kayu, masing-masing beratnya 2 gram.
2. masukan serbuk kayu kedalam gelas piala 400 ml dan di isikan dengan aquades
300 ml, membiarkan campuran ini mencerna (digest) selama 48 jam dalam
suhu kamar dengan setiap 6 jam sekali diaduk.
3. Pindahkan campuran dalam cawan saring kering yang sudah ditimbang.
4. Cuci dengan aquades dingin dan keringkan pada suhu 103± 2 oC sampai
beratnya konstan.
5. Hitung kadar ekstraktif air dingin dengan rumus :

Bkt (1+KA)
KE = 1- x 100%
Bb

Keterangan :
Bkt = Berat kering tanur serbuk kayu setelah ekstraksi
KA = Kadar air serbuk mula-mula
Bb = Berat Serbuk mula-mula

3.3.5 Pengukuran Berat Jenis


1. Contoh uji (kondisi 1= segar, baru ditebang yang disipan dalam plastik
tertutup) timbang. Siapkan bejana berisi air kemudian bejana berisi air
ditimbang, hasil penimbangan ii ditetapkan sebagai A.
2. Contoh uji diambil dan ditusuk dengan jarum secara hati-hati.
18

3. Contoh uji yang telah ditusuk dengan jarum dimasukkan kedalam bejana
4. Gunakan statip untuk menjepit memegang jarum sehingga contoh uji tidak
bergerak-gerak.
5. Lakukan penimbangan terhadap bejana yang telah berisi contoh uji tersebut
hasilnya ditetapkan sebagai B.
6. Hitung volume contoh uji dengan mengurangkan A terhadap B, hasilnya
ditetapkan sebagai C.
7. Lakukan langkah 1-6 juga untuk dalam sampel awal kondisi 2 (=kering
udara=setelah 7 hari atau berat konstan) dan kondisi 3 (basah = kondisi basah
yaitu setelah rendm dalam air sampai mencapai kadar maksimum 3 hari).
8. Ambil contoh uji dan lakukan pengeringan dengan oven 103± 2 oC.
9. Setelah 1,5-2 jam ambil contoh uji dan masukan desikator
10. Setelah dingin (kira-kira 10-15) lakukan penimbangan terhadap contoh uji dan
catat hasilnya.
11. Ulangi butir 8,9 dan 10 sampai berat konstan dan catat sebagai berat kering
tanur hasilnya ditetapkan sebagai D.
12. Lakukan langka 1-6 untuk berat kerin tanur (setelah pengovenan dalam suhu
103± 2 oC sampai berat konstan.
13. Hitung besarnya berat jenis dengan rumus :
𝐷
Berat jenis = 𝐶

Keterangan :
D = Berat kering tanur
C = Volume air yang didesak pada 4 kondisi : kondisi 1 = Vsegar ; kondisi 2 = Vk.
Udara ; kondisi 3 = Vbasah ; kondisi 4 = Vkeringtanur.

3.3.6. Pengukuran Perubahan Dimensi Kayu


1. Ukur dimensi radial, tangensial dan lungitudinal dari contoh uji segar (kondisi
1). Hasil pada pengukuran dimensi pada kondisi segar ini ditetapkan sebagai
Dts(tangensial segar), Drs(radial segar) dan Dls (lungitudinal segar).
19

2. Kering udarakan sampel sampai beratnya konstan. Hasil pengukuran dimensi


pada kondisi kering udara (kondisi 2) ini ditetapkan sebagai Dtku, Drku dan
Dlku.
3. Rendam contoh uji sampai mencapai titik jenuh serat (3 hari). Ukur dimensi
radial, tangensial dan lungitudinal dari contoh uji yang telah direndam (kondisi
3). Hasil pengukuran dimensi pada kondisi basah ini ditetapkan sebagai Dt b,
Dlb dan Dlb.
4. Keringkan contoh uji didalam oven dengan suhu 103± 2 oC.
5. Setelah 1,5 – 2 jam ambil contoh uji dn masukan kedalam desikator.
6. Setelah dingin (10-15 menit) timbang contoh uji dan catat hasilnya.
7. Ulang butir 4,5 dan 5 sampai dicapai berat yang konstan, setelah tercapai
kondisi kering tanur, ukur dimensi tangensial, radial dan longitudinal dari
contoh uji hasilnya ditetapkan sebagai Dtk, Drk dan Dlk.

8. Hitung besarnya penyusutan dari kondisi awal (kondisi 1 = segar, Kondisi 2 =


kering udara dan kondisi 3 = basah/maksimum) kekondisi kering tanur dengan
rumus :

𝐷𝑡𝑠−𝐷𝑡𝑘
Penyusutan tangensial (%) = 𝑥 100%
𝐷𝑡𝑠

9. Hitung penyusutan dari kering angin kekondisi kering tanur dengan rumus :

𝐷𝑡𝑘𝑢−𝐷𝑡𝑏
Penyusutan tangensial (%) = 𝑥 100%
𝐷𝑡𝑏

Dengan cara yang sama dihitung penyusutan radial dan lungitudinal.

10. Hitung penyusutan dari kondisi kering angin kekondisi kering tanur dengan
rumus :

𝐷𝑡𝑏−𝐷𝑡𝑘
Penyusutan tangensial (%) = 𝑥 100%
𝐷𝑡𝑏

3.3.7 Penentuan Kadar Abu


1. Panaskan cawan porseling kosong dalam tanur suhu 600 oC, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang dengan teliti.
20

2. Masukan serbuk kayu dalam cawan porseling dan ditimbang.


3. panaskan cawan dan isinya dalam tanur dengan tingkatan 200,400,600 oC
dinaikan perdua jam hingga Zat karbon hilang.
4. Dinginkan dalam desikator dan menimbangnya.
Perhitungan :

𝐵𝐾𝑇(1+𝐾𝑎)
Kadar abu = 𝑥 100%
𝐵𝑏

Keterangan :
Bb = Berat awal.
BKT = Berat kering tanur.

3.3.8 Pengujian Keteguhan Lengkung Statis


1. Ukur dimensi contoh uji (tebal, lebar dan panjang).
2. Pasang contoh uji pada bidang penumpu mesin penguji.
3. Pasang deflektometer pada contoh uji
4. Atur skala beban pada mesin penguji sehingga jarum menunjukkan angka 0.
5. Lakukan pembebanan dengan kecepatan mesin 0,10 in/menit = 15 skala.
6. Catat pertambahan defleksi pada setiap pertambahan beban 25 pound.
7. Hentikan pembebanan setelah tercapai beban maksimum.
8. Buat grafik hubungan pertambahn beban dengan perubahan defleksi (beban =
ordinat, defleksi sebagai absis).
9. Tentukan titik batas proporsi pada grafik dan catat beban maupun defleksi pada
titik tersebut.
10.Melakukan perhitungan untuk mendapatkan tegangan batas proporsi, tegangan
pada batas patah dan modulus elastisitas dengan rumus sebagai berikut :

a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) :


3𝑃 𝐿
KLS= 2𝑏𝑑1 2

b. Modulus patah R (kg/cm2) :


3𝑃𝐿
MOR= 2𝑏𝑑2
21

c. Modulus elastisitas (kg/cm2) :

14𝑃 𝐿3
MOE= 4∆𝑏𝑑 2

Dimana :
P1 = Beban padaa batas proposi (kg).
P = Beban pada batas patah/maksimal (kg).
L = Bentangan bebas pada contoh uji (cm).
b = Lebar contoh uji (cm).
d = Tinggi contoh uji (cm).
∆ = Defleksi (cm).

3.3.9 Pengujian Kekerasan


1. Persiapkan contoh uji dengan ukuran 2x2x4 cm3.
2. Ukur dimensi senyatanya contoh uji.
3. Persiapkan alat penguji dan memasang alat tersebut pada contoh uji.
4. Sebelum dilakukan pengujian, jarum skala harus pada posisi nol.
5. Lakukan pembebanan dengan kecepatan sebesar 0,64 cm per menit.
6. Kekerasan kayu dinyatakan dalam kg/cm2.

3.4 Analisis Data


Adapun analisis data yang digunakan menggunakan perhitungan dengan
menggunakan rumus rumus yang telah ditentukan.
Tabel 3.1. Tabulasi Data
Ulangan Perlakuan Total
Hati Tengah Kulit
1 YH1 YT1 YK1 Yi1
2 YH2 YT2 YK2 Yi2
3 YH3 YT3 YK3 Yi3
Total (Yi) Yi1 Yi2 Yi3 Y..
Rata – Rata (Yj) Yj1 Yj2 Yj3 Yjj
22

Tabel 3.2. Analisis sidik varian


Sumber DB JK KT F.hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan t-1 JKP KTP KTP/KTG - -
Galat t(r-1) JKG KTG
Total tr-1 JKT
Keterangan dari perbandingan F.hitung dengan F.tabel adalah sebagai berikut :
1. Jika F.hitung lebih kecil dari pada F.tabel pada taraf 5% dan 1% maka
perbedaan nilai tengah perlakuan dinyatakan tidak berpengaruh nyata. F.hitung
ditandai dengan tanda (tn).
2. Jika F.hitung lebih besar dari pada F.tabel pada taraf 5% maka perbedaan
nilai tengah perlakuan dinyatakan berpengaruh nyata. F.hitung ditandai
dengan tanda bintang 1 (*).
3. Jika F.hitung lebih besar dari pada F.tabel pada taraf 1% maka perbedaan
nilai tengah perlakuan dinyatakan berpengaruh sangat nyata. F.hitung ditandai
dengan tanda bintang 2 (**).
Jika perbandingan F.hitung berpengaruh nyata dengan F.tabel maka akan
dilakukan uji lanjut dengan menghitung nilai koefisien keragaman dengan rumus
sebagai berikut:

√KTG
KK = x 100 %
Y..

Jika, hasil koefisien keragaman sudah didapatkan maka dilihat dengan


ketetapannya sebagai berikut :
1. KK < 5 % = BNJ
2. KK 5-10 % = BNT
3. KK > 10 % = JNTD
Selanjutnya bila dari perhitungan analisis sidik ragam (analysis of variance)
menunjukkan hal yang signifikan, perlu dilakukan uji beda nyata terkecil (least
significant difference). Untuk taraf signifikansi a uji lanjut tersebut dihitung
dengan rumus (Gomez dan Gomez, 1995):
23

LSD α = t * Se

Dimana:
t* = t-tabel
Se = galat baku (standard error)
= √ Kuadrat Rataan Galat/Ulangan
Untuk analisis pengaruh faktor tunggal dan interaksi antar faktor bila
diketemukan hal yang berbeda signifikan dilakukan dengan uji lanjut HSD
(Honestly Significant Different, Uji Beda Tulus) (Gomez dan Gomez, 1995)
dengan rumus perhitungan:

LSD α = t * Se

Dimana:
t* = t-tabel
Se = galat baku (standard error)
LSD α = √ Kuadrat Rataan Galat/Ulangan
24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Kayu


Pohon Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq) Danser ) bagian tengah
berukuran sedang sampai besar dengan tinggi mencapai 20-30 m. keliling 66 cm
dan memiliki diameter 21 cm. Permukaan kulit batang tidak beraturan dan beralur
dalam, berwana coklat keabua-buan, sedangkan bagian dalam kulit batang keras,
berwarna cokelat kejingga-jinggaan. Kondisi pohon dalam keadaan abnormal,
keadaan ini dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh dengan kanopi terbuka serta
jenis tanah yang meruakan tanah gambut dan dipengaruhi oleh iklim serta
lingkungan.
Bunga dari pohon Tumih berbentuk malai, muncul pada bagian pangkal
cabang, berwarna kuning, benang sari, berjumlah dua kali lipat dari jumlah
mahkota , memiliki 3-4 kepala putik tidak saling menempel. Buahnya merupakan
buah kering, umumnya bersayap tiga, dengan maing masing buah mengandung
satu pucuk yang berbentuk kumparan. Daun tersusun alternate (berseling),
menegrucut pada bagian pagkal dan membulat pada bagian ujung. Daun muda
berwarn merah tua terang sampai merah.

4.2 Kadar Air Kayu


Pada praktikum ini pengukuran kadar air kayu dibagi menjadi 3 yaitu kadar
air basah (KAB), kadar air segar (KAS) dan kadar air kering udara (KAKU), hasil
data tersebut kemudian di rata-ratakan dan akan ditampilkan dalam bentuk grafik
pada gambar 1. grafik rata-rata kadar air basah dan kadar air kering udara sebagai
berikut.
25

45
40.71
39.42 40.19
40
35.12 35.63
35 32.77

30
25 22.62 22.46 22.01 hati
20 tengah
15 kulit
10
5
0
KAB KAS KAKU

Gambar 4.1. Grafik rata rata kadar air


Dalam hasil praktikum kadar air basah (KAB) rata-rata pada setiap bidang
kayu yaitu dekat hati sebesar 32,77%; tengah sebesar 35,12% dan dekat kulit
sebesar 35,63% maka didapatkan kadar air kayu tumih basah tertinggi adalah pada
bagian dekat kulit. Adanya perbedaan kadar air basah pada setiap bagian pohon
diduga disebabkan oleh perubahan suhu ruangan yang berubah-ubah pada saat
melakukan praktikum. Diduga tebal dinding sel dan besarnya rongga sel yang
akan sangat menentukan jumlah air yang terdapat dalam kayu, selain itu juga
sebagian kayu pada bagian ujung terdiri dari kayu gubal yang sel kambiumnya
masih hidup, berdinding sel tipis dan berongga sel yang besar sehingga aktivitas
biologi masih berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Panshin dan de Zeeuw
(1980), pada bagian dekat kulit memiliki memiliki dinding sel tipis dan rongga sel
yang lebih besar dengan adanya pertambahan jumlah air yang ada di dalam kayu
dan sukar mudahnya air keluar dari kayu terjadi perbedaan kadar air di dalam
kayu.
Dari hasil data di atas dan dengan perhitungan tabulasi data dan dengan
rumus sidik varian sehingga didapatkan hasil F.hitung sebesar 0,16, berikut tabel
analisis kadar air basah di bawah ini.
26

Tabel 4.1. Analisis kadar air basah


ANALISIS SIDIKI VARIAN KADAR AIR BASAH
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 18,62 9,31 0,16 tn 4,26 8,02
Galat 9 508,17 56,46
Total 11 526,79
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Pada analisis kadar air basah di atas tidak memiliki uji lanjut perbandingan
antara F.hitung dan F.tabel memiliki perbedaan, F.hitung lebih kecil dari F.tabel
dalam taraf 5% maka simbol yang digunnakan adalah tn.
Pada rata-rata kadar air segar (KAS) pada kayu tumih, bagian dekat kulit
pada bidang kayu memiliki nilai tertinggi di dalam pengeringan udara yaitu
sebesar 40,71% lalu diikuti bagian tengah sebesar 40,19% dan bagian dekat hati
didapatkan hasil sebesar 39,42%, penyebab tingginya kadar air segar pada bagian
sekat kulit kayu diduga karena bagian dekat kayu yang masih muda dan memiliki
kayu yang masih lunak, hal ini sesuai dengan pernyataan Dumanauw (1990).
Menurut Panshin dande zeeuw (1980), pergerakan air dalam kayu
tergantung dengan waktu dan arah potongan kayu. Pada arah longitudinal,
bergeraknya air 12-15 kali lebih cepat dibandingkan pada arah melintang karena
memiliki bentuk sel yang terbuka serta disebabkan oleh gaya kapiler, perbedaan
kelembapan relative dan adanya kadar air.
Dari hasil data di atas dan perhitungan tabulasi data dan dengan rumus sidik
varian kadar air segar sehingga didapatkan hasil F.hitung sebesar 0.02, berikut
tabel analisis kadar air kering udara di bawah ini.
Tabel 4.2 Analisis kadar air segar
ANALISIS SIDIKI VARIAN KADAR AIR SEGAR
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 3,37 1,68 0,02 tn 4,26 8,02
Galat 9 772,12 85,79
Total 11 775,49
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
27

Pada tabel analisis kadar air segar juga tidak memiliki uji lanjut dikarenakan
F.hitung lebih kecil dari F.tabel dalam taraf 5% maka simbol yang digunakan
adalah tn.
Dalam hasil praktikum kadar air kering udara rata-rata pada setiap bidang
kayu yaitu dekat hati sebesar 22,62%; tengah sebesar 22,46% dan dekat kulit
sebesar 22,01% maka didapatkan kadar air kayu tumih basah tertinggi adalah pada
bagian dekat hati. Penyebab tingginya kering udara pada bagian dekat hati karena
adanya perubahan temperatur atau kelembapan udara disekitar kayu, Diperkuat
dengan pendapat Brown et al (1952), yang menyatakan bahwa jumlah air yang
diserap atau dikeluarkan oleh kayu pada kondisi tertentu sekurang-kurangnya
diperoleh oleh keadaan permukaan serap, tekanan uap relative, termperatur dan
komposisi kimia dari kayu yang bersangkutan.
Dari hasil data di atas dan perhitungan tabulasi data dan dengan rumus sidik
varian kadar air kering udara sehingga didapatkan hasil F.hitung sebesar 1,16,
berikut tabel analisis kadar air kering udara di bawah ini.
Tabel 4.3 Analisis kadar air kering udara
ANALISIS SIDIKI VARIAN KADAR AIR UDARA
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 0,80 0,40 1,16 tn 4,26 8,02
Galat 9 3,09 0,34
Total 11 3,89
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )

Pada tabel analisis kadar air kering udara juga tidak memiliki uji lanjut
dikarenakan F.hitung lebih kecil dari F.tabel dalam taraf 5% maka simbol yang
digunakan adalah tn.

4.3 Berat Jenis


Pada praktikum ini Berat jenis dibagi menjadi empat yaitu berat jenis segar,
berat jenis kering udara, berat jenis volume basah dan berat jenis kering volume
tanur seperti yang disajikan di dalam grafik gambar 2 dibawah ini.
28

0.65 0.67
0.7 0.62 0.64 0.62 0.63
0.58 0.59 0.59 0.58
0.56 0.53
0.6
0.5
Hati
0.4
Tengah
0.3
Kulit
0.2
0.1
0
BJS BJKU BJVB BJVKT

Gambar 4.2. Grafik rata rata BJS,BJKU,BJVB dan BJVKT


Berat jenis segar kayu tumih yang memiliki nilai tertinggi terdapat dekat
kulit sebesar 0,62, kemudian diikuti bagian tengah sebesar 0.59 dan bagian dekat
hati 0,58. Diduga karena pada bagian dekat kulit pohon memiliki ukuran sel yang
besar dan tebalnya dinding sel.
Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa berat jenis pada tiap-tiap kayu
berbeda-beda dan tergantung oleh kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan
ekstraktif serta kandungan air kayu, disamping ukuran sel kayu seperti tebal
dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel juga mempengaruhi berat janis kayu.
Pada berat jenis segar setelah dihitung menggunakan tabulasi data dan
rumus sidik varian maka di dapatkan hasil F.hitung sebesar 0,324, tabel analisis
berat jenis basah dapat dilihat pada dibawah ini.
Tabel 4.4 Analisis berat jenis segar
ANALISIS SIDIKI VARIAN BJ VOLUME SEGAR
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 0,003 0,002 0,324 tn 4,26 8,02
Galat 9 0,042 0,005
Total 11 0,045
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Pada tabel analisis kadar air kering udara juga tidak memiliki uji lanjut
dikarenakan F.hitung lebih kecil dari F.tabel dalam taraf 5% maka simbol yang
digunakan adalah tn.
29

Pada berat jenis kering udara, nilai tertinggi terdapat pada bagian dekat kulit
yaitu sebesar 0,64 lalu di ikuti bagian tengah sebesar 0,53 dan bagian dekat hati
sebesar 0,56. Diduga karena adanya faktor lingkungan tumbuh yang
menyebabkan bagian dekat kulit memiliki nilai berat jenis tertinggi. Hal ini
diperkuat menurut Manuhua (2009) faktor – faktor yang mempengaruhi berat
jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan
kecepatan tumbuh.
Pada berat jenis kering udara setelah dihitung menggunakan tabulasi data
dan rumus sidik varian maka di dapatkan hasil F.hitung sebesar 0,78, yang dapat
dilihat pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 4.5 Analisis berat jenis kering udara
ANALISIS SIDIKI VARIAN BJ VOLUME UDARA
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 0,03 0,02 0,78 tn 4,26 8,02
Galat 9 0,16 0,02
Total 11 0,19
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Pada tabel di atas didapatkan hasil dari sidik varian yaitu F.hitung lebih
kecil dari F.tabel maka tabel analisis tidak di uji lanjut menggunakan koefisien
keragaman (KK).
Pada berat jenis volume basah, nilai tertinggi terdapat pada bagian dekat
kulit yaitu sebesar 0,62 lalu di ikuti bagian tengah sebesar 0,58 dan bagian dekat
hati sebesar 0,59. Tingginya berat jenis pada bagian dekat kulit dapat disebabkan
oleh kadar zat ekstraktif yang tinggi diantara serabut-serabut kayu karena dinding
selnya masih aktif membelah dan juga karena adanya faktor lingkungan tumbuh
yang menyebabkan bagian dekat kulit memiliki nilai berat jenis tertinggi.
Pada berat jenis volume basah setelah dihitung menggunakan tabulasi data
dan rumus sidik varian maka di dapatkan hasil F.hitung sebesar 0,333, yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
30

Tabel 4.6 Analisis berat jenis volume basah


ANALISIS SIDIKI VARIAN BJ BASAH
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 0,003 0,002 0,333 tn 4,26 8,02
Galat 9 0,045 0,005
Total 11 0,048
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Pada tabel di atas didapatkan hasil dari sidik varian yaitu F.hitung lebih
kecil dari F.tabel maka tabel analisis tidak di uji lanjut menggunakan koefisien
keragaman (KK).
Pada berat jenis volume kering tanur, nilai tertinggi terdapat pada bagian
dekat kulit yaitu sebesar 0,67 lalu di ikuti bagian tengah sebesar 0,65 dan bagian
dekat hati sebesar 0,65. pada berat jenis ketiga sampel perhitungan menunjukkan
kecenderungan penurunan yang sama, yaitu menurun dari dekat kulit kedekat hati.
Kayu Tumih memiliki berat jenis yang tergolong rendah sehingga Kering Tanur
memiliki nilai angka yang rendah hal ini di sebabkan rongga sel dan dinding sel
yang besar sehingga mudah dalam melepas dan menyerap air pada rongga sel dan
dinding sel. Berat jenis mempunyai hubungan positif linier dengan sifat mekanika
kayu, yaitu semakin tinggi nilai berat jenisnya maka akan semakin tinggi pula
sifat mekanikanya (Kollmann dan Cote, 1975).
Pada berat jenis volume kering tanur setelah dihitung menggunakan tabulasi
data dan rumus sidik varian maka di dapatkan hasil F.hitung sebesar 0,238, yang
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.7 Analisis berat jenis volume kering tanur
ANALISIS SIDIKI VARIAN BJ KERING TANUR
Sumber DB JK KT F.Hitung F.Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 0,004 0,002 0,238 tn 4,26 8,02
Galat 9 0,068 0,008
Total 11 0,072
Ket : tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
31

Pada tabel di atas didapatkan hasil dari sidik varian yaitu F.hitung lebih
kecil dari F.tabel maka tabel analisis tidak di uji lanjut menggunakan koefisien
keragaman (KK).

4.4 Perubahan Dimensi


Pada praktikum perubahan dimensi terfokus pada penyusutan, namun
diamati dalam 3 kondisi yaitu kondisi segar, basah dan kering udara yang
disajikan di dalam grafik rata-rata pada gambar 3 dibawah ini

14 12.78
11.75
12
9.58
10
8.73 8.05
8 7.47 6.99 7.47 7.16 HATI
6 4.54 TENGAH
4.98 4.41
4.65 KULIT
4 3.38 3.16
2.45 3.14
0.61 2.47
2 0.85 0.86
0.37 0.37 0.49
0.62 0.25 0.24
0
L T R L T R L R T
SEGAR BASAH KERING UDARA
Gambar 4.3. Grafik rata rata perubahan dimensi
Hasil praktikum perubahan dimensi yaitu penyusutan diukur dari persentase
pada arah longitudinal, tangensial dan radial. Pada perubahan dimensi penyusutan,
arah longitudinal bagian dekat kulit memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,86%,
kemudian diikuti bagian dekat hati sebesar 0,85% dan bagian tengah 0,62%,
terdapat pada kayu kondisi segar. Pada arah tangensial, nilai tertinggi terdapat
pada bagian dekat hati yaitu sebesar 4,98%, dekat kulit 4,65%, dan tengah sebesar
4,54%, terdapat kayu kondisi segar. Pada arah radial nilai tertinggi di dominasi
oleh bagian kayu dekat kulit yaitu 12,78 % pada kondisi kayu segar, 11,75% pada
kondisi basah dan 9,58% pada kondisi kering udara.
Berdasarkan nilai penyusutan arah radial, arah tangensial dan arah
longitudinal kayu Tumih memiliki Perbedaan pola variasi penyusutan yang
dipengaruhi oleh perbedaan kerapatan kayu, perbedaan ukuran, bentuk kayu, dan
32

penguapan ketika sepotong kayu dikeringkan. Jika sepotong kayu dikeringkan


dari keadaan basah sampai keadaan kering tanur, maka air di dalam kayu akan
menguap. Penguapan dimulai dari air bebas dalam rongga sel sampai keadaan titik
jenuh serat tercapai. Selanjutnya baru air terikat yang terdapat pada dinding sel
menguap. Menguapnya air di dalam dinding sel inilah yang menyebabkan kayu
mengalami penyusutan dan ini terjadi di bawah titik jenuh serat (Soenardi, 1976).
Selain itu terjadinya perbedaan penyusutan yang tinggi ini disebabkan oleh
karena adanya perbedaan kandungan lignin pada setiap bagian batang kayu
gerunggang, pernyataan ini didukung oleh Panshin dan d Zeeuw (1980) yang
menyatakan bahwa perbedaan kandungan lignin antara dinding radial dan
tangensial karena penyusutan akan menurun dengan bertambahnya lignin, arah
jari-jari yang tegak lurus pada sumbu pohon menyebabkan pengurangan
penyusutan searah radial karena pengurangan yang dilakukan oleh sel jari-jari
yang terletak memanjang pada arah radial.
Berdasarkan dari hasil perhitungan rata-rata penyusutan diatas, maka
diperoleh penyusutan radial memiliki persentase lebih tinggi daripada penyusutan
tangensial. Besarnya penyusutan pada arah radial diduga karena potongan contoh
uji yang tidak seragam yang dapat mempengaruhi orientasi serat dan keseragaman
kandungan air di dalam contoh uji tersebut yang merupakan penyebab dari
penyimpangan nilai penyusutan pada arah radial. Hal ini sependapat menurut
Haygreen dan Bowyer (1989) besarnya penyusutan umumnya proporsional
dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel.

4.5 Keteguhan Lengkung Statis


Pada praktikum pengujian keteguhan lengkung statis dibagi menjadi 3
perhitungan yaitu MoR, MoE dan KLB. yang disajikan di dalam grafik rata-rata
pada gambar 4 dibawah ini.
33

49610.73
50000 46023.14
45000 40351.16
40000
35000
30000 Hati
25000 Tengah
20000 Kulit
15000
10000
640.82 650.64
5000 704.85 545.77 725.38 581.1
0
KLB MoE MoR

Gambar 4.4 Grafik rata rata kelengkungan statis


Pada grafik di atas diuraikan dengan rata-rata bahwa nilai tertinggi MoR
adalah pada bagian dekat hati dengan nilai 725,38 kg/cm2 lalu diikuti pada bagian
tengah dengan nilai 650,64 kg/cm2 dan pada bagian dekat kulit sebesar 581,1
kg/cm2.
Pada grafik data di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata tertinggi MoE
adalah pada bagian dekat hati dengan nilai 49610,73 kg/cm2 lalu diikuti pada
bagian dekat kulit dengan nilai 46023 kg/cm2 dan pada bagian tengah sebesar
40351,2 kg/cm2.
Pada grafik data di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata KLS adalah
pada bagian dekat hati dengan nilai 49610,73 kg/cm2 lalu diikuti pada bagian
dekat kulit dengan nilai 46023 kg/cm2 dan pada bagian tengah sebesar 40351,2
kg/cm2.
Berdasarkan nilai rata – rata MoE kayu Tumih memiliki kelas kuat IV yaitu
menurut ketetapan diantara nilai 500 – 725 kg/cm2. Sedangkan berdasarkan nilai
rata rata MoR kayu Tumih pada bagian Hati, Tengah, Kulit termasuk dalam kelas
kuat III yaitu menurut ketetapan diantara nilai <60.000 kg/cm2 ( PKKI MI 1961).
Keteguhan lengkung maksimum (MOR) dihitung dari beban maksimum
(beban pada saat patah)Semakin tinggi MoR akan semakin kurang defleksi balok
34

atau gelegar dengan ukuran tertentu pada beban dan semakin tahan terhadap
perubahan bentuk (Haygreen dan Bowyer,2003).
Dari semua hasil rata-rata di atas diduga penyebab kecilnya nilai MoR, MoE
dan KLS dikarenakan adanya kesalahan dalam pemotongan kayu yang dapat
menyebabkan miringnya arah serat sehingga mudahnya retak pada sampel contoh
uji. Hal ini diperkuat oleh Mardikanto et al, (2009) penyebab penurunan kekuatan
kayu salah satunya adalah cacat kayu terutama cacat mayor antara lain berupa
mata kayu (knots), retak-retak dan pecah(chakes, shakes, dan split), miring serat
(cross grain), retak melintang (compression failures dan cross breaks),
pembusukan (decay), kayu reaksi tekan dan tarik ( compression wood dan tension
wood).

4.6 Kekerasan kayu


Pada praktikum pengujian kekerasan kayu dibagi menjadi 2 yaitu pada
kondisi basah dan kering yang disajikan di dalam grafik rata-rata pada gambar 5
dibawah ini.

300 284
244.5 278
250 249.5
224 234
200

150
Basah
100 Kering
50

0
Hati
Tengah
Kulit

Gambar 4.5 Grafik rata rata kekerasan kayu


Dari hasil data pengujian yang didapatkan pada kekerasan kayu nilai
tertinggi terdapat pada kayu kondisi kering yaitu pada bagian dekat hati sebesar
284 Kg/cm2, dekat kulit 278 Kg/cm2 dan bagian tengah 234 Kg/cm2. Sedangkan
untuk kayu kondisi basah nilai tertinggi yaitu pada bagian bagian dekat kulit
35

sebesar 249,5 Kg/cm2, dekat hati 244,5 Kg/cm2 dan bagian tengah 224 Kg/cm2.
Dari rata-rata diatas didapatkan kelas kuat kekerasan kayu dalam hasil praktikum
ini yaitu kelas kuat V dari bagian Hati, tengah dan dekat kulit pohon berdasar
kepada sumber Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI 1961) sebagai
berikut. Menurut Mardikanto et al (2009) pada dasarnya sifat kekerasan kayu
dipengaruhi oleh kerapatannya, tetapi selain itu ditentukan pula oleh keuletan
kayu, ukuran serat kayu, daya ikat antar serat kayu serta susunan serat kayunya.

4.7 Kadar Air Serbuk


Pada praktikum pengukuran kadar air serbuk kayu dibagi menjadi 3
perhitungan yaitu kadar air serbuk kayu (KA), kandungan air kayu (KAN) dan
Moisture factor (Mf) hasil dari data tersebut lalu di rata-ratakan dan disajikan ke
dalam bentuk grafik pada gambar 6 berikut.

25
21.72 20.98

20 18 17.75 17.25
15.25
15 Hati
Tengah
10 Kulit

5
0.82 0.85 0.83
0
KA KAN MF

Gambar 6. Grafik rata rata kadar air serbuk


Berdasarkan hasil rata-rata di atas didapatkan hasil rata-rata kadar air sebuk
(KA) bagian dekat hati lebih tinggi yaitu sebesar 21,72 % dan diikuti pada bagian
dekat kulit sebesar 20,98% dan bagian tengah sebesar 18%. Hasil tersebut diduga
karena pada bagian ujung kayu memiliki dinding sel yang masih muda dan mudah
Pada kandungan serbuk (KAN) dihasilkan bagian dekat hati lebih tinggi
yaitu sebesar 17,75% dan diikuti pada bagian dekat kulit sebesar 17,25% dan
bagian tengah sebesar 15,25%. Pada moisture factor (Mf) didapatkan hasil
36

tertinggi pada bagian tengah yaitu sebesar 0,85% dan diikuti pada bagian dekat
kulit sebesar 0.83 dan bagian dekat hati sebesar 0.82%
Nilai tidak seragam pada setiap perhitungan data Kadar air dikarenakan zat zat
yang mengisi rongga pada serbuk larut di air.

4.8 Kadar Ekstraktif


Pada praktikum kadar ekstraktif dibagi menjadi 2 pengujian yaitu kadar
ekstraktif dalam air dingin dan kadar ekstraktif air panas, berikut hasil rata-rata
yang didapatkan dimuat dalam grafik gambar 7 dibawah ini.

60 54.05

50
37.7
40 34.87
KE dingin
30 24.84 25.88
KE panas
20 15.83

10

0
Hati Tengah Kulit

Gambar 4.7 Grafik rata rata kadar ekstraktif


Berdasarkan hasil nilai rata-rata di atas didapatkan kadar ekstraktif air
dingin tertinggi terdapat pada bagian dekat hati dengan nilai 34,87% kemudian
diikuti pada bagian tengah dengan nilai 24,84% dan bagian dekat kulit sebesar
15,83%. Pada hasil nilai rata-rata kadar ekstraktif didapatkan kadar ekstraktif air
panas tertinggi terdapat pada bagian dekat hati dengan nilai 54,05% kemudian
diikuti pada bagian tengah dengan nilai 37,7% dan bagian dekat kulit sebesar
25,88%.
Hasil di atas menunjukan perbedaan tinggi zat ektaktif pada kayu terhapap
pelarut aair dingin dan air panas ini disebabkan oleh kerapatan sel dan tebal
dinding sel yang berbeda pada setiap bagian pohon. Hal ini di perkuat dengan
pendapat Soenardi (1978), menyatakan bahwa terdapat perbedaan kandungan
37

ekstraktif pada setiap jenis kayu, bahkan pada jenis yang sama disebabkan karena
pengaruh struktur anatomi, kerapatan sel, umur pohon, volume pohon dan tebal
dinding sel yang berbeda.
Dalam sebatang pohon dapat terjadi perbedaan kadar air, hal ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan proporsi kayu gubal dan proporsi kayu teras. Jika
dalam suatu batang tertentu lebih banyak kayu teras maka dapat mengakibatkan
kadar air lebih sedikit karena lebih banyak kandungan zat ekstraktif (Panshin dan
de Zeeuw, 1980).
Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap
pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat
racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan
terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas
atau dengan pelarut organik (Andriani, 2010).
Menurut Pasaribu (2007) dalam Adriani (2010) zat ekstraktif yang terlarut
pada pelarut panas adalah tanin, gum, karbohidrat, pigmen, dan pati. Kandungan
ekstraktif biasanya kurang dari 10 %,tetapi ia dapat bervariasi dari jejak hingga
sampai 40 % berat kayu kering.

4.9 Kadar Abu


Pada saat pengujian kadar abu, berat abu yang didapat pada kayu tumih
masih cukup banyak, dibawah ini merupakan rata-rata persentase kadar abu yang
dicantumkan dalam grafik sebagai berikut.
38

ABU

1.03 1.03

Hati
1.41
Tengah
Kulit

Gambar 4.8 Grafik rata rata pengabuan


Pada hasil rata-rata grafik diatas menunjukan bahwa kadar abu pada bagian
tengah pohon memiliki persentase kadar abu tertinggi dengan nilai 1,41%
kemudian diikuti bagian dekat kulit dan dekat hati dengan jumlah yang sama yaitu
1,03%. Abu kayu merupakan bahan dari senyawa dengan berat molekul rendah
dalam jumlah kecil (jarang lebih dari 1% dari berat kayu kering). Mineral ini
berasal dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding sel dan rongga sel.
Garam-garam yang khas adalah garam logam seperti karbonat, silikat,
oksalat, dan fosfat. Komponen logam yang paling banyak adalah kalsium, kalium,
dan magnesium. Jika kadar abu tinggi biasanya silikat yang utama. Kadar silikat
yang rendah sudah mampu untuk menumpulkan alat-alat pengerjaan kayu
(Soenardi, 1978 ).
39

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sifat-
sifat dasar kayu tumih (Combretocarpus rotundatus) yaitu sebagai berikut:
1. Kadar air kadar air basah nilai tertinggi terdapat pada bagian dekat kulit
sebesar 35,63%, sedangkan kadar air segar tertinggi terdapat pada bagian
dekat kulit sebesar 40,71% dan kadar air kering udara nilai tertinggi terdapat
pada bagian dekat hati sebesar 22,62%.
2. Nilai tertinggi pada berat jenis segar yaitu terdapat pada bagian dekat kulit
sebesar 0,67, nilai tertinggi untuk berat jenis kering udara juga terdapat pada
bagian dekat kulit sebesar 0,64, nilai tertinggi berat jenis volume basah juga
terdapat pada bagian kulit sebesar 0,62 dan niali tertinggi berat jenis volume
kering tanu juga terdapat pada bagian dekat kulit kayu sebesar 0,67.
3. Di dalam perubahan dimensi penyusutan, nilai penyusutan tertinggi pada arah
longitudinal, tangensial dan radial adalah terdapat pada bagian pangkal pohon
yaitu arah longitudinal sebesar 0,86% pada kondisi kayu segar, arah tangensial
sebesar 4,98% pada kondisi kayu segar dan arah radial sebesar 12,78% pada
kondisi kayu kering udara.
4. Keteguhan lengkung statis MoR, MoE dan KLB angka tertinggi terdapat pada
bagian ujung pohon yaitu dengan nilai dan kelas kekuatan kayu MoR sebesar
725,38 Kg/cm2 kelas kuat III , MoE sebesar 49610,73 Kg/cm2 kelas kuat IV
dan KLB sebesar 49610,73 Kg/cm2.
5. Nilai tertinggi rata-rata kekerasan kayu terdapat pada bagian dekat hati kayu
yang memiliki nilai yaitu 284 Kg/cm2.
6. Pada kadar air serbuk, nilai tertinggi kadar air serbuk dan kandungan air
terdapat pada bagian dekat hati yaitu kadar air serbuk sebesar 21,72% dan
kandungan air sebesar 17,75%, sedangkan pada moisture factor nilai tertinggi
yaitu terdapat pada bagian tengah sebesar 0,85%.
7. Penentuan nilai tertinggi kadar ekstraktif menggunakan media air dingin dan
air panas terdapat pada bagian dekat hati yaitu 34,87 dan 54,05.
40

8. Kadar air abu, nilai teringginya terdapat pada bagian tengah yaitu sebesar
1,41%.

5.2 Saran
Dari hasil praktikum kayu Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq)
Danser). Berdasarkan pengamatan pada kekerasan kayu dalam hasil praktikum ini
kayu tumih berda pada kelas kuat V. kayu Tumih sebaiknya digunakan sebagai
bahan bangunan dan perabot rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai