Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Baku


Pembuatan pulp secara umum bahan bakunya berasal dari semua jenis
tumbuhan yang mengandung selulosa. Kandungan selulosa banyak terdapat pada
tumbuh-tumbuhan berupa tanaman kayu dan bukan kayu (non wood). Kayu
merupakan salah satu hasil hutan dari sumber kekayaan alam dan merupakan
bahan mentah untuk di proses menjadi barang - barang sesuai dengan teknologi
yang sudah ada.
Pulp juga dapat di buat dengan kertas bekas (waste paper) sebagai
bahannya, yang telah diuraikan kembali baik melalui cara mekanis ataupun kimia.
Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan lain. Sifat umum
yang terdapat pada kayu adalah :
1. Semua batang pohon mempunyai pengatur vertical dan sifat simetris
radial.
2. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan
susunan sel nya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan
hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non karbohidrat).
3. Semua kayu bersifat anisotripic, yaitu memperlihatkan sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial,
dan radial). Hal ini disebabkan struktur dan orientasi selulosa dalam
dinding sel, bentuk memanjang sel kayu dan pengaturan sel terhadap
sumber vertical dan horizontal pada batang pohon.
4. Kayu merupakan suatu yang bersifat higroskopik, yaitu bertambah
kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara sekitarnya.
5. Kayu dapat diserang oleh makhluk hidup perusak kayu, yaitu hama,
dapat juga terbakar terutama kayu dalam keadaan kering.
Komponen didalam kayu mempunyai arti penting, karena menentukan
kegunaan dari jenis kayu tersebut, pada umumnya komponen kimia kayu daun
lebar dan kayu daun jarum terdiri dari 3 unsur :

14
15

a. Karbohidrat terdiri dari sellulosa dan hemiselulosa


b. Non karbohidrat yang berupa lignin
c. Ekstraktif, diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan.
Distribusi komponen kimia tersebut dalam dinding sel kayu merata, dan
kadar selulosa serta hemiselulosanya banyak terdapat dalam dinding sekunder.
Sedangkan lignin banyak terdapat dalam dinding primer dan lamella tengah.
Zat ekstraktif terdapat diluar dinding sel kayu. Unsur-unsur kimia dalam zat
kayu adalah Karbohidrat (50 %), Hidrogen (6 %), Nitrogen (0,04 - 0,1 %), Abu
(0,2 - 0,5%), dan sisanya berupa oksigen. Beberapa sifat fisik yang terdapat pada
kayu adalah sebagai berikut :
1. Berat Jenis
Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda, yaitu antara (0,2 - 1,8). Berat
jenis merupakan petunjuk penting bagi beberapa sifat kayu, makin berat kayu
maka pada umumnya makin kuat pula kayu tersebut. Berat jenis kayu ditentukan
oleh tebal dinding sel kayu, kecilnya rongga sel kayu yang membentuk pori-pori.
2. Keawetan Alami Kayu
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari
unsur - unsur perusak kayu dari luar, seperti jamur, rayap, bubuk, cacing dan
lainnya yang diukur dalam jangka tahunan.
3. Warna Kayu
Ada beberapa macam warna kayu, antara lain warna kuning, keputih-
putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, dan kemerah-merahan. Warna
pada kayu disebabkan oleh zat pengisi warna.
4. Higroskopik
Higroskopik adalah suatu sifat yang dapat menyerap atau melepaskan
air atau kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan juga suhu
udara.
5. Berat Kayu
Berat sesuatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun,
rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan zat-zat
ekstraktif di dalamnya. Berat suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat
16

jenis kayu yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu.
Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas
sebagai berikut:
a) Sangat berat : lebih besar dari 0,90
b) Berat : 0,75 - 0,90
c) Agak berat : 0,60 - 0,75
d) Ringan : lebih kecil dari 0,60
Sebagai contoh jenis kayu yang termasuk dalam kelas sangat berat
adalah giam, balau, dan lain-lain. Masuk kelas berat misalnya kulim, sedangkan
agak berat misalnya bintangur dan yang termasuk ringan misalnya pinus dan
balsa.
6. Tekstur
Tekstur adalah ukuran relative sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya,
kayu digolongkan kedalam kayu bertekstur halus dan kayu bertekstur kasar.
7. Arah Serat
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon.
Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak,
serat terpilin dan serat diagonal (serat miring).
8. Kesan Raba
Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan
kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dan berbagai kondisi kayu lainnya).

2.1.1 Bahan baku kayu


Kayu merupakan sumber bahan baku yang paling banyak digunakan dan
tersedia cukup melimpah di alam dan juga termasuk sumber daya alam yang dapat
di parbaharui. kayu digolongkan menjadi dua bagian besar menurut ilmu botani,
gymnospermae yang biasa disebut kayu daun jarum (softwood) dan angiospermae
yang disebut kayu daun lebar (hardwood).
a) Kayu Daun Jarum Serat Panjang (Softwood)
Tanaman kayu berdaun jarum mempunyai ciri-ciri seperti bentuk daun
yang tidak sempurna yakni tidak mempunyai tulang daun dan tangkai daun.Dalam
17

sistematika tumbuhan, kayu jarum tergolong dalam ordo Coniferales. Contoh


jenis kayu jarum antara lain Pinus sp, Agatis sp, cemara. Tanaman ini selalu hijau
sepanjang tahun (evergreen) dan tidak menggugurkan daun.
Kayu serat panjang memiliki banyak keunggulan, akan tetapi tidak
sepenuhnya dipakai sebagai bahan pembuatan kertas, melainkan dicampur dengan
serat pendek atau serat bekas. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki formasi
lembaran kertas yang dihasilkan dan menekan biaya produksi, karena harga serat
panjang lebih mahal dari serat pendek.
b) Kayu Daun Lebar Serat Pendek (hardwood)
Tanaman kayu berdaun lebar mempunyai ciri-ciri seperti, bentuk daun
yang sempurna yakni memiliki tangkai daun, tulang daun dan helai daun.Tanaman
ini umumnya menggugurkan daun pada musim kemarau.Dalam sistematika
tumbuhan, kayu daun tergolong dalam kelas Dycotyledon. Contoh jenis kayu daun
antara lain Albazia falcataria, Eucalyptus spp, Anthocepalus cadamba, Caliandra
calatyrus, Lamtorogung, Sesbonia grandiflora.
2.1.2. Bahan Baku Bukan Kayu
Bahan baku bukan kayu dapat di golongkan dalam beberapa macam
penggolongan, berdasarkan sumber serat, tumbuhan bukan kayu dapat
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu sebagai berikut:
a) Serat kulit batang : Flax, Jute, Hemp, Rami, Kenaf, Haramay
b) Serat daun : Manila, Abacca, Sisal, Palm, Nenas,
c) Serat bulu biji : Kapas, Kapuk
d) Serat rumput-rumputan : Merang, Jerami, Bagasse, Bambu, Esparto
Tanaman bukan kayu memiliki karakteristik yang bermacam-macam yaitu:
a) Panjang serat yang bervariasi
b) Kandungan mineral yang cukup tinggi
c) Kandungan lignin cukup rendah
d) Kandungan selulosa bervariasi untuk tiap jenis tanaman
Pembuatan kertas dari bahan baku bukan kayu umumnya banyak timbul
masalah yaitu lembaran yang dihasilkan lebih kaku.
2.1.3 Bahan Baku Kertas Bekas
18

Di karenakan semakin langkanya sumber serat primer dan juga untuk


efisiensi serat, maka dilakukan pengolahan kembali terhadap kertas bekas menjadi
produk pulp. Kertas berkas tersebut diolah dengan memisahkan serat-serat dari
bahan lain sehingga diperoleh serat yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pulp kertas. Pulp dari serat sekunder memiliki beberapa kelebihan yaitu:
a) Dapat memberikan formasi lembaran yang baik
b) Persediaanya cukup banyak dan harganya relatif lebih murah
c) Kebutuhan penggunaan air dan energi relatif lebih murah
Serat sekunder juga memiliki kekurangan yaitu kekuatan serat lebih
rendah dibandingkan dengan serat primer dan derajat putih serat sekunder lebih
rendah dibandingkan serat primer.

2.2 Komponen kimia Kayu


Salah satu yang harus di perhatikan dari bahan baku kayu adalah
komponen kimia dari kayu yaitu suatu gabungan dari kelompok-kelompok
senyawa kimia yakni selulosa yang merupakan komponen penyusun utama,
sedangkan komponen penyusun lainnya yang saling berkaitan dengan selulosa
adalah hemiselulosa. Selain itu masih terdapat beberapa senyawa kimia yang lebih
kompleks yaitu lignin yang berfungsi sebagai perekat antara kelompok selulosa.
Senyawa kimia lain memiliki molekul yang rendah yang dapat larut
dalam air atau pelarut organik yang disebut zat ekstraktif dan terdapat pula zat
anorganik (mineral) tapi dalam jumlah kecil. Komponen terbesar dalam biomassa
adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Lignin merupakan komponen yang
tidak diingini dalam pembuatan pulp dan kertas. Oleh karena itu, lignin perlu
dihilangkan atau diputihkan sesuai dengan tingkatan pulp yang diinginkan (
smook, 1992)
2.2.1. Selulosa
Selulosa merupakan bagian utama dinding sel kayu, yang berupa polimer
karbohidrat glukosa dan memiliki komposisi yang sama dengan pati. Struktur
molekul selulosa berupa pilomer D-Glukosa Anhidrid yang berikatan melalui
ikatan β-1-4 Glukosidik. Derajat polimerisasi selulosa yang menunjukkan jumlah
19

glukosa pada selulosa lebih dari 10.000 dalam kayu, sedangkan pada pulp yang
telah diputihkan jumlahnya menurun sampai kurang dari 1000. Secara fisik
selulosa merupakan material berwarna putih dan tersusun dengan gugus kristalin
dan gugus amorf. (Bierman, 1996)
Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya, selulosa terbagi kedalam
tiga bagian yaitu:
a) α-selulosa yaitu rantai panjang dengan derajat polimerisasi antara 600-
1500 dan tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%
b) β-selulosa yaitu rantai pendek dalam derajat polimerisasi antara 15-90
dan larut dalam NaOH 17,5% tetapi dapat mengendap jika dinetralkan.
c) γ-selulosa yaitu selulosa rantai pendek dengan derajat polimerisasi <15,
larut dalam asam dan NaOH 17,5%

Gambar 2.2.1. Struktur Molekul Selulosa

Untuk menghasilkan hasil pulp dan kertas dengan kualitas yang baik,
selulosa harus dijaga optimum, untuk menghasilkan rendemen yang tinggi dan
untuk mempertahankan sifat fisik serat. Dalam degradasi secara alkali, ada tiga
macam degradasi selulosa, tipe yang pertama adalah oksidasi yang terjadi ketika
larutan alkali pada selulosa kontak dengan udara, sedangkan dua tipe yang lainnya
merupakan proses non-oksidasi, yaitu reaksi pengelupasan (peeling reaction) dan
reaksi penghentian (stopping reaction ) (casey,1980).
2.2.2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan suatu polimer rantai pendek yang terdiri dari
beberapa senyawa, diantaranya glukosa, manosa, galaktosa, xylosa dan arabinosa.
Derajat polimerisasi hemiselulosa adalah 50-300. Hemiselulosa juga mudah larut
20

dalam alkali. Hemiselulosa pendukung dalam dinding sel dan mengikat antara
selulosa dengan selulosa. Dalam kayu softwood umumnya hemiselulosa tersusun
atas heksosan dan kayu hardwood umumnya berupa pentosan. Didalam kayu daun
kandungan hemiselulosa antara 25-35 %, sedangkan dalam kayu jarum 25-29 %
(kocurek, 1989). Dalam hemiselulosa kayu jarum, manosa merupakan monomer
yang terbanyak, sedangkan dalam kayu daun xylosa atau pentosa yang terbanyak.
Pada bahan baku nonwood seperti jerami dan ampas tebu, kandungan
hemiselulosa lebih tinggi dari pada kayu. Hilangnya hemiselulosa pulp dan kertas
menyebabkan terjadi lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat,
sedangkan kadar hemiselulosa yang tinggi akan menyebabkan kertas tembus
cahaya, kaku dan kekuatannya rendah.
2.2.3. Lignin
Lignin merupakan suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul
tinggi terdiri dari unit-unit fenilpropana. Meskipun Liqnin tersusun atas karbon,
hidrogen, dan oksigen, lignin bukanlah merupakan suatu karbohidrat dan bahkan
tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin
pada dasarnya merupakan suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan
dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin yang
pasti di dalam kayu tidak menentu.
Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Di antara sel-
sel, lignin memiliki fungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel secara
bersamaan. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan sellulosa
dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh
dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan
air kayu dan juga dikatakan bahwa lignin mempertinggi sifat racun kayu yang
membuat kayu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga.
Ketegaran yang diberikan oleh lignin merupakan suatu faktor penentu
dari sifat-sifat kayu. Mengingat sifat kapas yang sangat lunak (hampir sellulosa
murni) dapat dibayangkan betapa kayu akan menjadi tidak kaku tanpa adanya
bahan-bahan pengeras. Di dalam kayu, lignin merupakan suatu bahan yang tidak
berwarna. Apabila lignin bersentuhan dengan udara, terutama dengan adanya sinar
21

matahari maka (bersama-sama dengan karbohidrat tertentu) lama kelamaan lignin


cenderung menjadi kuning. Lignin bersifat termoplastik artinya lignin akan
menjadi lunak dan dapat dibentuk pada suhu yang lebih tinggi dan keras kembali
apabila menjadi dingin. Sifat termoplastik lignin menjadi dasar pembuatan papan
keras dan lain-lain produk kayu yang dimampatkan.
2.2.4. Ekstraktif
Ekstraktif merupakan suatu komponen senyawa kimia dalam kayu yang
dapat larut dalam larutan etanol, tuluen dan larutan lainnya. Besarnya ekstraktif
adalah sekitar 1-5 % dari berat kering kayu. Sebagian besar ekstraktif dihilangkan
pada saat pemasakan, sedangkan sisianya disebut pitch, atau resin yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam operasi (kocurek, 1989). Menurut brith, zat
ekstraktif dapat mengkonsumsi bahan kimia lebih banyak, juga dapat menghemat
terhadap penetrasi larutan pemasak. Zat ekstraktif harus dihilangkan karena dapat
menimbulkan masalah pada pembuatan kertas. Pitch atau resin kayu dilepaskan
pada proses penggilingan akan cenderung terkumpul sebagai partikel suspensi
koloid. Partikel ini akan menyebabkan masalah karena dapat menyumbat wire
pada mesin kertas, sehingga dapat menimbulkan noda-noda kertas atau terkumpul
pada felt serta melekat pada mesin sebagai gumpalan berwarna gelap.
2.2.5. Abu
Kayu juga mengandung komponen-komponen anorganik. Komponen ini
diukur sebagai kadar abu yang jumlahnya jarang melebihi 1% dari berat kering
kayu. Abu ini berasal terutama dari berbagai garam yang diendapkan dalam
dinding sel dan lumen (Sjostrom, 1995). Fengel dan Wegener (1995) menyatakan
bahwa komponen abu utama dalam kayu adalah Ca (hingga 50%), K dan Mg,
yang diikuti oleh Mn, Na, P dan Cl.
Selain itu juga masih terdapat unsur-unsur lain yang disebut sebagai
unsur runut dengan konsentrasi di dalam kayu tidak lebih dari 50 ppm. Mineral
tidak hanya terikat dalam diding sel tetapi juga diendapkan dalam rongga sel
parenkim dan dalam serat libriform. Endapan mineral kebanyakan terdiri atas
kalsium karbonat, kalsium oksalat dan silikat yang mempunyai bentuk yang
berbeda-beda. Kristal yang muncul dalam kayu setelah terserang oleh jamur atau
22

bakteri disebabkan oleh hasil metabolik mikroorganisme tersebut (Fengel dan


Wegener, 1995).
Abu merupakan senyawa anorganik di dalam kayu yang dapat dianalisis
dengan cara kayu dibakar pada suhu 600-850°C. Komponen utama abu kayu
adalah kalium, kalsium dan magnesium maupun silikon dalam beberapa kayu
tropika (Fengel dan Wegener, 1995). Diukur sebagai abu yang jarang melebihi
1% dari berat kayu kering
2.3. Proses Pembuatan Pulp
Proses pembuatan pulp disebut pulping. Prinsip pembuatan pulp adalah
penghilangan lignin (delignifikasi) yang terkandung dalam bahan baku atau
pemisahan serat dari bahan baku yang mengandung serat. Pulp dapat dibuat
dengan bermacam-macam metode yang berbeda-beda berdasarkan perlakuan yang
diberikan terhadap bahan baku dan kualitas serta kuantitas rendemen pulp yang
ingin dibuat. Proses pembuatan pulp secara komersial dapat diklasifikasikan
dalam proses mekanis, semi mekanis dan kimia.
2.3.1. Proses secara mekanis
Proses mekanis pada pembuatan pulp adalah dengan cara memberikan
aksi mekanis terhadap bahan baku dengan sedikit atau tanpa adanya perlakuan
awal menggunakan bahan kimia dan panas. Pada pembuatn pulp mekanis lignin
tidak dihilangkan atau hanya sebagian saja, sehingga mempunyai kandungan serat
utuh yang lebih sedikit, seratnya bersifat kaku dan lebih pendek karena sebagian
besar putus oleh aksi mekanis. Rendemen pulp yang dihasilkan lebih tinggi tapi
tidak murni karena masih tingginya kandungan lignin dalam pulp sehingga
pulpnya sulit diputihkan dan konsumsi bahan kimia pemutih pun akan meningkat.
Sifat-sifat pulp mekanis pada umumnya merupakan sifat-sifat asli yang
diperoleh dari bahan bakuya. Serat-serta pulp mekanis terdiri dari bundelan-
bundelan serat dan fragmen-fragmen serat dari beberapa serat individu. Harga
pulp mekanis umumnya rendah, selain karena sifa-sifatnya rendah dan
rendemennya tinggi (90-95%), juga karena proses pembuatannya sederhana. Oleh
karena itu pulp mekanis hanya dapat digunakan untuk kertas-kertas tertentu
seperti kertas industry dan kertas koran.
23

Pembuatan pulp mekanis dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu sistem
penggerindaan (grinding) dan penggilingan (refining). Dari kedua cara tersebut
didapat proses pembutan pulp mekanis yang bervariasi, diantaranya adalah Stone
Ground Wood (SGW), Refiner Mechanical Pulp (RMP), Thermo Mechanical
Pulp (TMP) dan Chemi Thermo Mechanical Pulp (CTMP).
2.3.1.1 Penggerindaan (Grinding)
Dalam proses ini, balok kayu yang telah dikuliti, ditekan diantara
permukaan kasar dan abrasive dari batu gerinda dalam media air. Dengan
kekuatan penekanan batu pembersih dan pelumas. Mekanis penggerindaan adalah
pembukaan serat dimana proses pengasahan adalah pengumpulan serat yang
terurai dari kayu tersebut digiling menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
2.3.1.2 Penggilingan (Refining)
Beberapa jenis pembuatan kertas dengan penggilingan yang umum
digunakan sebagai berikut:
a) Stone Ground Wood (SGW)
Proses ini dikenal dengan proses pulp kayu asah. Alat yang digunakan
adalah mesin gerinda dengan bahan baku berbentuk gelondongan. Umumnya
bahan baku yang digunakan adalah kayu jarum yang seratnya lebih panjang dan
dinding seratnya lebih tebal karena dengan proses ini akan banyak serat yang
terputus. Kayu dipress pada permukaan gerinda yang berputar dengan kecepatan
1000-1200 rpm dalam media air. Serat yang terlepas dicuci dari permukaan
gerinda dengan menggunakan air. Bubur pulp kemudian disaring untuk
menghilangkan kotoran, selanjutnya bubur tersebut dikentalkan dan diperoleh
pulp yang siap digunakan. Dengan kekuatan penekanan pada batu gerinda kayu
diubah menjadi kumpulan serat, sedangkan air berfungsi sebagai pendingin,
pembersih dan pelumas.
Mekanis penggerindaan adalah pembukaan serat dan proses pengasahan.
Adanya grits pada batu gerinda berfungsi sebagai pengurai serat kayu. Ketajaman
grits, ukuran batu gerinda dan kecepatan pergeseran kayu dengan batu gerinda
mempengaruhi proses pembuatan serat. Pada proses pengasahan, serat atau
kumpulan serat yang terurai dari kayu digiling menjadi bagian-bagian yang lebih
24

kecil. Pengasahan ini ditentukan oleh kehalusan permukaan batu gerinda. Variabel
yang perlu diperhatikan dalam sistem proses ini yaitu kekerasan batu gerinda,
temperature, laju alir dan tekanan yang ditetapkan pada batu gerinda. Rendemen
yang dihasilkan 90-95%. Selain sifat printingnya bagus pulp yang dibuat dengan
proses ini akan memilki kekuatan dan derajat putih rendah tetapi memiliki sifat
ruah dan opasitas tinggi.
b) Refiner Mechanical Pulp (RMP)
Dalam proses ini serpihan kayu digiling dengan refiner berbentuk
cakram (Disc Refiner). Penggilingan pada proses ini dilakukan pada tekanan
atmosfer tanpa perlakuan awal. Untuk menaikkan kualitas pulpnya RMP
dimodifikasi menjadi proses refining dengan perlakuan awal secara kimia dikenal
dengan Chemi Refiner Mechanical Pulp (CRMP) yang mana dilakukan
penambahan bahan kimia tanpa pemanasan lalu direfining pada tekanan atmosfer.
Dari proses ini dihasilkan pulp dengan serat panjang lebih banyak dan
rendemennya lebih rendah dibanding pulp hasil SGW dan kekuatannya masih
rendah.
c) Thermo Mechanical Pulp (TMP)
Pada proses Thermo Mechanical Pulp (TMP) dilakukan pemanasan awal
terhadap serpih pada temperature diatas 100°C tanpa bahan kimia lalu direfining.
Kemudian dilakukan refining tahap kedua pada tekanan atmosfer untuk
meningkatkan kualitas pulp dan menurunkan konsumsi energi. Tujuan dari
pemanasan serpih adalah untuk melunakkan serpih agar mudah digiling dan serat
mudah diuraikan.Dibandingkan dengan pulp kayu asah maupun RMP, pulp TMP
lebih kuat karena kandungan serat panjang lebih banyak, lebih bersih, lebih sedikit
mengandung shieves dan bulky lebih rendah. Partikel shieves merupakan factor
yang dapat menurunkan kualitas kertas yang dihasilkan. Keuntungan proses TMP
ini adalah penggunaan bahan baku yang tidak terbatas, ekonomis, peralatan sudah
dapat dikendalikan dari pusat pengendali, serta limbahnya sedikit.
d) Chemical Thermo Mechanical Pulping (CTMP)
Proses CTMP adalah modifikasi dari proses TMP yaitu pemanasan awal
dengan bahan kimia pada temperature diatas 100°C lalu direfining. Setelah itu
25

direfining lagi pada tekanan atmosfer. Penambahan bahan kimia pada proses
CTMP bertujuan meresapkan bahan kimia ke dalam serpih sehingga ikatan antar
serat menjadi lemah dan waktu penggilingan serat akan mudah diuraikan dan akan
dihasilkan serat individu yang lebih fleksibel. Disamping itu karena penambahan
bahan kimia dan pemanasan awal akan menyebabkan komponen kimia kayu
seperti lignin dan ekstraksi larut. Dengan adanya sedikit penambahan bahan kimia
bahan baku akan menjadi lunak, mudah digiling dan serat mudah terurai. Serat
yang dihasilkan pun lebih fleksibel dari serat TMP.
Serat yang fleksibel akan lebih rapat dalam lembaran, sehingga kekuatan
lembaran meningkat. Proses CTMP dapat menurunkan kandungan shieves,
menurunkan tingkat kotoran, meningkatkan ikatan dalam lembaran dan sifat
ikatan antar seratnya. Dengan kualitas yang dimilikinya menjadi pulp CTMP lebih
fleskibel penggunaannya sebagai bahan baku pembuatn kertas. Jenis bahan kimia
yang digunakan pada proses CTMP adalah Na2SO3 untuk kayu jarum, NaOH
untuk kayu daun.Dengan penambahan bahan kimia menyebabkan energi yang
digunakan pada proses CTM lebih besar dari TMP tetapi kualitas produknya lebih
baik.
2.3.2. Proses Semikimia dan mekanis Kimia
Proses pulping semikimia ini dibagi menjadi dua tingkat. Awalnya serpih
diproses dengan bahan kimia yang tidak terlalu banyak untuk melunakkan ikatan
antar serat selulosa dengan menghilangkan lignin dan hemiselulosa, kemudian
dilanjutkan perlakuan mekanis dengan cara penggilingan untuk memisahkan
serat-seratnya. Proses mekanis kimia sama dengan semikimia, bedanya
penggunaan bahan kimia lebih sedikit lalu dilanjutkan dengan aksi mekanis yang
merupakan intermediate pulp kimia dan mekanis. Pulp ini cocok digunakan untuk
lapisan tengah kertas karton gelombang.
2.3.3. Proses Kimia
Proses kimia dalam pembuatan pulp terjadi pemisahan serat dari bagian
kayu yang lain dengan melarutkan lignin yang mengikat serat selulosa satu sama
lain dengan menggunakan bahan kimia, panas dan tekanan untuk mempercepat
pelarutan lignin. Pada proses kimia, lignin diupayakan larut semaksimal mungkin.
26

Namun hal ini menyebabkan rendemennya rendah karena sebagian


karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) ikut terdegradasi. Alat yang digunakan
pada pemasakan adalah digester batch dan kontinyu. Proses pembuatan pulp
secara kimia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses alkali (soda dan sulfat) dan
proses asam (sulfit)
a) Proses Soda
Proses soda termasuk proses pulping secara alkali dengan NaOH sebagai
bahan kimia pemasak pada temperature 165°C-170°C. Proses soda sangat cocok
pada bahan baku non kayu. Kualitas pulp kayu yang dihasilkan dari proses soda
kurang bagus, pulpnya gelap sehingga proses pemutihan lebih banyak
mengkonsumsi bahan kimia yang menyebabkan limbah proses pemutihan tinggi.
Rendemen juga rendah sedangkan prosesnya tergolong mahal karena harga NaOH
yang tinggi.
b) Proses Asam
Proses asam atau sulfit menggunakan bahan kimia campuran H2SO3 dan
ion bisulfit (HSO3-) dengan ion positif Ca, Mg, NH3 dan Na dimana lignin diubah
menjadi garam dan lignosulfonat. Pulp hasil proses sulfit mudah diputihkan
dengan rendemen pemutihan tinggi. Rendemen pemasakan rendah tapi seratnya
utuh dan stabil, mudah direfiner saat pembuatan kertas. Kekuatan pulp sulfit lebih
baik dibandingkan pulp proses soda. Pulp sulfit cocok untuk pembuatan kertas
tissue, glassine dan kertas cetak bermutu tinggi. Selain daripada itu proses sulfit
memiliki kekurangan dibandingkan proses sulfat yaitu menghasilkan gas buang
SO2 yang bersifat korosif.
c) Proses Kraft
Proses kraft atau proses sulfat meggunakan senyawa NaOH dan H2S
sebagai campuran pemasak kayu. Tujuan proses kraft ini adalah pemisahan serat
dari serpihan kayu secara kimia dan melarutkan lignin yang terdapat pada dinding
serat. Proses kraft disebut proses sulfat karena pemakaian Na2SO4 sebagai make
up pada proses perolehan kembali bahan kimia pemasak yang menggantikan
Na2CO3 pada proses soda. Komponen aktif dalam cairan pemasak adalah ion OH-
(hidroksil) dan ion SH- (hidrosulfida) yang berasal dari NaOH dan Na2S.
27

NaOH Na+ + OH-


Na2S 2Na+ + S2-
S2- + H2O SH- + OH-
Tabel 1. Perbandingan Metode Mekanik dengan Metode Kimia
Metode Mekanik Metode Kimia
Kelebihan Kelebihan
1. Segi Kualitas 1. Segi Kualitas
· Yield 90-95 % · Kekuatan pulp kuat dan stabil
· Tidak Berbau · Pulp lebih mudah di putihkan
· Serat kayu yang rusak relatif
sedikit
· Semua jenis kayu bisa
digunakan sebagai bahan baku

2. Segi Ekonomi 2. Segi Ekonomi


· Biaya produksi lebih kecil · Waktu pemasakan yang pendek

3. Segi Ekologi 3. Segi Ekologi


· Tanpa penggunaan bahan kimia · Efisien dalam penggunaan
· Memberikan rendemen yang lebih kembali bahan kimia dan
tinggi (90-98%) energy

Kekurangan Kekurangan
1. Segi Kualitas 1. Segi Kualitas
· Kekuatan kurang dan tidak stabil · Yield 50%
· Sulit diputihkan · Berbau busuk
· Banyak serat kayu yang rusak
· Bahan baku kayu daun jarum dan
kayu daun lebar berkerapatan
rendah

2. Segi Ekonomi 2. Segi Ekonomi


· Waktu pemasakan yang panjang · Biaya produksi lebih mahal
karena penggunaan bahan-
bahan kimia dalam jumlah
besar

3. Segi Ekologi 3. Segi Ekologi


· Penggunaan energy yang lebih · Berpotensi mencemari
tinggi untuk menggerakkan lingkungan
gerinda besar · Memberikan rendemen yang
lebih rendah (40-52%)
28

2.4. Pengujian terhadap Pulp


1. Bilangan Kappa
Pengujian ini mengindikasikan kandungan lignin dan kemampuan pulp
tersebut untuk diputihkan.Pengujian ini didasarkan kepada reaksi dengan Kalium
Permanganat (KMnO4). Bilangan kappa adalah jumlah mililiter KMnO4 yang
diserap oleh 1 gram serat (berat kering oven) yang terukur pada kondisi standar.
Hasil yang diperoleh, dikoreksi terhadap 50% pemakaian KMnO4.
Bilangan kappa dapat dijadikan indikator terhadap jumlah lignin yang
tersisa, perhitungannya adalah Jumlah lignin = 0,147 x bilangan kappa. (Sumber :
Kaprodi TPP). Larutan KMnO4 haruslah disimpan dalam botol gelap agar Mn 7+
tidak berubah menjadi MnO2 2- , jika Mn 7+ berubah, hal itu akan menyebabkan
endapan hitam dan mengubah komposisi KMnO4 tersebut. (Sumber : Modul
Analisis Volumetri). Menganalisis bilangan kappa, dilakukan dengan titrasi
reduksi-oksidasi khususnya titrasi iodometri.
2. Viskositas
Pengujian terhadap viskositas dilakukan untuk menentukan kekuatan
yang dimiliki pulp. Pengujian mengevaluasi derajat polimerisasi daripada selulosa
atau dengan kata lain degaradasi dari serat selulosa.
3. Kecerahan (Brightness)
Sebuah alat pengukur tingkat refleksi atau pengukur brightness
digunakan di laboratorium untuk mengukur brightness, contoh pulp dibuat dalam
lembaran. Jadi, nilai brightness 90 ISO artinya, pada kondisi yang standar dari
cahaya dan pengamatan, suatu kekuatan memantulkan adalah, (pada panjang
gelombang sebesar 457 nm) 90% dari batangan magnesium oksida. Pulp yang
keluar dari tahap akhir proses pemutihan secara normal diperiksa brightnessnya.
4. Konsistensi
Konsistensi yang meninggalkan menara pemutihan menuju pulp machine
diukur dan dicatat oleh instrument-instrumen yang terpasang dijalur tersebut.
5. Klorin yang tersisa
Pemeriksaan terhadap senyawa klorin yang tersisa di dalam stock pulp
pada tahap klorin dioksida dilakukan untuk mengendalikan dosis bahan kimia.
29

6. Pengujian yang lain


Pengujian lain yang dikerjakan secara regular pada dasarnya untuk
menjalankan pabrik secara efisien. Semua larutan kimia yang dipergunakan di
pabrik diuji sewaktu-waktu secara regular yaitu menyangkut konsentrasi dan
filtrat yang berasal dari alat washer tersebut diperiksa kandungan seratnya.
Dissolving pulp yang diputihkan membutuhkan pengujian yang khusus untuk
mempertegas spesifikasi kualitasnya.Ini termasuk analisa abu, pengujian terhadap
zat-zat pengotor organik, pengujian kelarutannya terhadap alkali, pengujian
reaktifitasnya dan lain-lain (Sirait, 2003).

Anda mungkin juga menyukai