Anda di halaman 1dari 53

BAB II

DESKRIPSI PROSES

2.1. Bahan Baku


Secara umum bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pulp adalah
semua jenis tumbuhan yang mengandung selulosa. Kandungan selulosa banyak
terdapat pada tumbuhan berupa tanaman kayu dan bukan kayu (non wood).
Menurut uraian Smook (1982), secara umum bahan baku untuk pembuatan pulp
dipisahkan atas dua kelompok yaitu :
1. Tanaman Kayu (Wood) untuk tanaman kayu dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
a) Kayu jarum (softwood)
b) Kayu daun (hardwood)
2. Tanaman Bukan Kayu (Nonwood).
Berikut adalah Penjelasan tentang bahan baku pembuatan pulp tersebut.
1. Tanaman Kayu (Wood)
Menurut ilmu botani, kayu digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu
Gymnospermae yang biasa disebut kayu jarum (softwood) dan Angiospermae
yang disebut kayu daun lebar (hardwood).
a) Kayu jarum (softwood)
Tanaman kayu jarum atau softwood berdaun tidak sempurna karena tidak
memiliki tangkai, helai dan urat daun, daunnya berbentuk jarum dan serat yang
dihasilkan adalah serat panjang. Contohnya yaitu Pinus, Aghatis, Cemara dan
lain-lain.
b) Kayu daun (hardwood)
Kayu daun atau hardwood biasanya mempunyai ciri-ciri tanaman berdaun
sempurna yaitu memiliki tangkai, helai dan urat daun. Umumnya berdaun lebar
dengan bentuk daun bulat sampai lonjong. Serat yang dihasilkan adalah serat
pendek, beberapa tanaman yang termasuk tanaman hardwood seperti Acacia
mangium, Eucalyptus sp dan Albizia sp.dan lain-lain.

16
17

2. Tanaman Bukan Kayu (Nonwood)


Jenis tanaman lain yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan pulp
adalah tanaman bukan kayu. Tanaman ini banyak jenis dan ragamnya seperti
jenis rumput-rumputan, perdu berbatang basah dan tanaman berkayu lunak.
Tanaman ini dapat berasal dari hasil pertanian, hasil perkebunan, atau limbah
industri. Contohnya seperti jerami, merang, nanas, tandan kosong kelapa sawit,
bagas, batang jagung, Abacca, bambu dan lain-lain. Tanaman non kayu ini pada
umumnya banyak mengandung sel gabus (pith) atau bukan serat. Seratnya dapat
berasal dari kulit, batang, dan bahkan dari biji atau buahnya.
Dari awal produksi sampai sekarang bahan baku yang digunakan oleh PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper berasal dari jenis kayu Acacia Mangium.
Bahan baku ini akan mengalami beberapa tahapan proses yang kemudian menjadi
pulp. Bahan baku tersebut diperoleh dari Hutan Taman Industri (HTI), PT Musi
Hutan Persada (MHP), PT Koring Tiga Hutan (KTH) Kalimantan Tengah, dan PT
WAM di Musi Banyuasin. Kapasitas produksi pulp sebesar 1.430 ADT/hari atau
450.000 ADT/tahun. bahan baku kayu sebesar 1.935.000 m3/tahun atau 4,3 m3
untuk setiap ton pulp yang dihasilkan.

1. Keterangan kayu
- HTI Acacia Mangium : 193.000 ha
- Umur tebang : ± 6 tahun
- Pertumbuhan rata-rata per tahun : 30 – 40 m3
- Transportasi : Mobil Vendor
- Fasilitas yang disediakan : Private Road
- Kayu yang dipotong menjadi : Log
- Peralatan pengangkut log : Mobil sisu, Volvo
- Daya angkut : max. 90 ton
- Peralatan : Sund velmet
- Kapasitas log yard : 100.000 BDT
2. Spesifikasi kayu
- Jenis kayu : Acacia Mangium
- Panjang : 2,2 – 3 m
18

- Diameter : 8,0 – 60 cm (dengan kulit)


- Kemurnian : tanpa pengotor
- Kelurusan : tidak berbentuk garpu
- Densitas rata-rata : 400 BD kg/m3
- Batasan densitas : 380 – 480 BD kg/m3
- Panjang log rata-rata : 2,4 cm (1,4 – 60 cm)
- Diameter log rata-rata : 20 – 25 cm (7 – 60 cm)
- Kelembaban : 50%
- Kandungan bark (kulit) : 13% (vol)
- Kebutuhan wood : 2.500.000 m3
2.1.1. Sifat Fisik Kayu
Beberapa sifat fisik yang terdapat pada kayu adalah sebagai berikut :
a. Berat jenis
b. Keawetan alami kayu
c. Warna kayu
d. Higroskopik
e. Berat kayu

a. Berat jenis
Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda, yaitu antara 0,1 – 1,28. Berat
jenis merupakan petunjuk penting bagi beberapa sifat kayu. Semakin besar berat
kayu maka semakin kuat pula kayu tersebut. Berat jenis kayu ditentukan oleh
tebal dinding sel kayu dan kecilnya rongga sel kayu yang membentuk pori-pori.
b. Keawetan alami kayu
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari
unsur-unsur perusak kayu dari luar, seperti: jamur, rayap bubuk, cacing dan
lainnya yang diukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu disebabkan
adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu yang merupakan racun bagi
perusak kayu. Zat ekstraktif terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu
teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal.
19

c. Warna kayu
Ada beberapa macam warna kayu, seperti: kuning, keputih-putihan,
cokelat muda, cokelat kehitam-hitaman dan kemerah-merahan. Warna pada kayu
disebabkan zat pengisi warna. Dari berbagai penelitian, kayu yang baik itu
biasanya berwarna putih-kuning.
d. Higroskopik
Higroskopik adalah suatu sifat yang dapat menyerap atau melepaskan air.
Kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara.
e. Berat kayu
Berat kayu bergantung pada jumlah zat penyusun kayu yang
dikandungnya, rongga sel, kadar air, serta zat ekstraktif di dalamnya
2.1.2. Sifat Kimia Kayu
Komponen kimia dari kayu adalah suatu gabungan dari kelompok-
kelompok senyawa kimia yakni selulosa yang merupakan komponen penyusun
utama, sedangkan komponen penyusun lainnya yang saling berkaitan dengan
selulosa adalah hemiselulosa. Selain itu masih terdapat beberapa senyawa kimia
yang lebih kompleks yaitu lignin yang berfungsi sebagai perekat antara kelompok
selulosa. Senyawa kimia lain memiliki molekul yang rendah yang dapat larut
dalam air atau pelarut organik yang disebut zat ekstraktif dan terdapat pula zat
anorganik (mineral) tapi dalam jumlah kecil.
Komponen terbesar dalam biomassa adalah selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Lignin merupakan komponen yang tidak diingini dalam pembuatan pulp
dan kertas. Oleh karena itu, lignin perlu dihilangkan atau diputihkan sesuai
dengan tingkatan pulp yang diinginkan.
a. Selulosa
Selulosa adalah bagian utama dinding sel kayu, yang berupa polimer
karbohidrat glukosa dan memiliki komposisi yang sama dengan pati. Struktur
molekul selulosa berupa pilomer D-Glukosa Anhidrid yang berikatan melalui
ikatan β-1-4 Glukosidik.Derajat polimerisasi selulosa yang menunjukkan jumlah
glukkosa pada selulosa lebih dari 10.000.
20

Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya, selulosa terbagi kedalam tiga


bagian yaitu:
1. α-selulosa yaitu rantai panjang dengan derajat polimerisasi antara 600-
1500 dan tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%
2. β-selulosa yaitu rantai pendek dalam derajat polimerisasi antara 15-90
dan larut dalam NaOH 17,5% tetapi dapat mengendap jika dinetralkan.
3. γ-selulosa yaitu selulosa rantai pendek dengan derajat polimerisasi <15,
larut dalam asam dan NaOH 17,5%
Agar hasil pulp dan kertas baik, selulosa harus dijaga optimum, untuk
menghasilkan rendemen yang tinggi dan untuk mempertahankan sifat fisik serat.
Dalam degradasi secara alkali, ada tiga macam degradasi selulosa, tipe yang
pertama adalah oksidasi yang terjadi ketika larutan alkali pada selulosa kontak
dengan udara, sedangkan dua tipe yang lainnya merupakan proses non-oksidasi,
yaitu reaksi pengelupasan (peeling reaction) dan reaksi penghentian (stopping
reaction)
b. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan suatu polimer rantai pendek yang terdiri dari
beberapa senyawa, diantaranya glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan arabinosa.
Derajat polimerisasi hemiselulosa adalah 50-300. Hemiselulosa juga mudah larut
dalam alkali. Hemiselulosa pendukung dalam dinding sel dan mengikat antara
selulosa dengan selulosa. Dalam kayu softwood umumnya hemiselulosa tersusun
atas heksosan dan kayu hardwood umumnya berupa pentosan. Didalam kayu daun
kandungan hemiselulosa antara 25-35 %, sedangkan dalam kayu jarum 25-29 %.
Dalam hemiselulosa kayu jarum, manosa merupakan monomer yang terbanyak,
sedangkan dalam kayu daun xylosa atau pentosa yang terbanyak.
Pada bahan baku nonwood seperti jerami dan ampas tebu, kandungan
hemiselulosa lebih tinggi dari pada kayu. Hilangnya hemiselulosa pulp dan kertas
menyebabkan terjadi lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat,
sedangkan kadar hemiselulosa yang tinggi akan menyebabkan kertas tembus
cahaya, kaku dan kekuatannya rendah.
21

c. Lignin
Lignin merupakan suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul
tinggi terdiri dari unit-unit fenilpropana. Meskipun Liqnin tersusun atas karbon,
hidrogen, dan oksigen, lignin bukanlah merupakan suatu karbohidrat dan bahkan
tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin
pada dasarnya merupakan suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan
dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin yang
pasti di dalam kayu tidak menentu.
Di dalam kayu, lignin merupakan suatu bahan yang tidak berwarna.
Apabila lignin bersentuhan dengan udara, terutama dengan adanya sinar matahari
maka (bersama-sama dengan karbohidrat tertentu) lama kelamaan lignin
cenderung menjadi kuning. Lignin bersifat termoplastik artinya lignin akan
menjadi lunak dan dapat dibentuk pada suhu yang lebih tinggi dan keras kembali
apabila menjadi dingin. Sifat termoplastik lignin menjadi dasar pembuatan papan
keras dan lain-lain produk kayu yang dimampatkan.
d. Ekstraktif
Ekstraktif merupakan suatu komponen senyawa kimia dalam kayu yang
dapat larut dalam larutan etanol, tuluen dan larutan lainnya. Besarnya ekstraktif
adalah sekitar 1-5 % dari berat kering kayu. Sebagian besar ekstraktif dihilangkan
pada saat pemasakan, sedangkan sisianya disebut pitch, atau resin yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam operasi. Zat ekstraktif dapat mengkonsumsi bahan
kimia lebih banyak, juga dapat menghemat terhadap penetrasi larutan pemasak.
Zat ekstraktif harus dihilangkan karena dapat menimbulkan masalah pada
pembuatan kertas. Pitch atau resin kayu dilepaskan pada proses penggilingan akan
cenderung terkumpul sebagai partikel suspensi koloid. Partikel ini akan
menyebabkan masalah karena dapat menyumbat wire pada mesin kertas, sehingga
dapat menimbulkan noda-noda kertas atau terkumpul pada felt serta melekat pada
mesin sebagai gumpalan berwarna gelap.
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai komponen kimia dalam kayu,
dapat dilihat pada Tabel 2.
22

Tabel 2. Komposisi Komponen Kimia Menurut Golongan Kayu


Golongan Kayu
Komponen Kimia
Kayu Berdaun Lebar (%) Kayu Berdaun Jarum (%)
Selulosa 40 – 45 41 – 44
Lignin 18 – 33 28 – 32
Pentosa 21 – 24 8 – 13
Zat ekstraktif 1–5 2,03
Abu 0,22 – 6 0,89
Sumber: Malik, Jamaludin, Adi Santoso dkk.. 2007

Selain komponen-komponen di atas, kayu juga mengandung zat-zat


mineral diantaranya: Ca, Mg, Si, Fe dan K. Kandungan kimia yang terdapat pada
Acacia mangium sebagai bahan baku pembuatan pulp dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia pada Acacia mangium


Asal Kayu
Komponen Kimia (%)
Alam Tanaman
Lignin 24,00 % 24,89 %
Selulosa 46,39 % 43,85 %
Zat ekstraktif 0,24 % 0,99 %
Pentosan 16,83 % 17,87 %
Abu 0,99 % 0,25 %
Sumber: Malik, Jamaludin, Adi Santoso dkk.. 2007

2.2. Proses Produksi


Kayu merupakan bahan baku dalam pembuatan pulp. Bahan baku yang
digunakan di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper berasal dari jenis kayu
Acacia mangium. Sebelum menjadi pulp, bahan baku berupa kayu akan melewati
beberapa tahapan proses. Tahapan-tahapan proses tersebut ialah sebagai berikut:
1. Penyiapan bahan baku (Woodhandling and Chip Preparation)
2. Pemasakan (Cooking)
3. Pencucian dan penyaringan (Washing and Screening)
4. Pemutihan (Bleaching)
5. Pengeringan dan pembentukan lembaran pulp (Pulp Drying and Finishing)
23

2.2.1. Penyiapan bahan baku (Woodhandling and Chip Preparation)

Tahapan ini bertujuan untuk menyiapkan bahan baku yang baik dan
memenuhi kriteria yang diinginkan sebagai bahan untuk pemasakan di unit
digester. Limbah yang dihasilkan dari penyiapan bahan baku berupa limbah padat
(7% bulk + 3% fines) akan digunakan sebagai bahan bakar di Power Boiler.

Sumber : Modul Pelatihan Pengenalan PT. TeL PP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 4. Log Kayu di Area Log Yard PT TeL PP

Bahan baku kayu yang telah dipotong dengan ukuran panjang berkisar 2
m, 2,4, dan 6 m dan diameter berkisar antara 10 – 60 cm di areal HTI PT MHP
dikirim dengan menggunakan truk. 70% menggunakan truk-truk perusahaan yang
kapasitas muatan per truk mencapai 35 – 40 ton untuk panjang gelondongan kayu
6 m dan 20 – 25 ton untuk ukuran panjang kayu 2,4 m. Sedangkan 30% melalui
truk-truk kontraktor dengan kapasitas muatan per truk 6 – 9 ton untuk ukuran
panjang ± 2 m. Kemudian disimpan di area penyimpanan (wood yard) di pabrik
untuk pengeringan secara alami. Pengeringan tersebut bertujuan untuk mencegah
serangga yang dapat merusak mutu. Ada 2 tempat lokasi penyimpanan kayu yaitu:
piling yard (menyimpan + 42 hari) dan temporary yard (tempat supply ketempat
pemotongan di chip handling). Selanjutnya kayu yang telah dikeringkan akan
melewati beberapa proses sebagai berikut :
1. Pengulitan Kayu (Debarking)
2. Pembentukan Serpih Kayu (Chipping)
3. Pengayakan Serpih Kayu (Screening)
24

2.2.1.1.Pengulitan Kayu (Debarking)


Proses pengulitan kayu dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a) Kulit (bark) dipandang sebagai pengotor di dalam produksi kertas.
b) Kekuatan dan kecerahan dari lembaran kertas (sheet) akan berkurang.
c) Proses pulp dengan kayu yang tidak atau belum selesai proses debarking
akan membutuhkan banyak bahan kimia.
Proses pengulitan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin kualitas
kayu yang baik agar dapat menghasilkan pulp yang bermutu tinggi. PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper memiliki tiga line atau tiga jalur untuk dapat
melakukan pengulitan kayu, dimana perbedaannya hanya pada jenis drum atau
tempat pengulitannya saja. Pada line pertama jenis drum yang digunakan adalah
drum barker sedangkan yang kedua dan ketiga adalah rotary barker.
Pada line pertama, kayu dari log yard kemudian dibawa menuju gentle
feed, disini kayu yang masih berupa log akan dicuci dengan air untuk
menghilangkan pengotor seperti tanah, pasir, sampah dan lain-lain. Kemudian log
tersebut dikirimkan menuju Drum Barker dengan diameter 5 meter, panjang
sekitar 24 meter, dan berkapasitas berkisar 500 m3/jam yang merupakan alat untuk
memisahkan kulit kayu. Alat ini berupa drum yang berputar dengan kecepatan
tertentu dan memiliki plat–plat berbentuk gerigi yang berada dibagian dalam drum
tersebut, sehingga pada saat drum tersebut berputar log akan bertumbukkan satu
sama lain dan mengenai plat yang menyebabkan kulit kayu terlepas.
Pada line kedua, kayu dari log yard diangkut dengan menggunakan
receiving deck menuju ke Rotary Barker. Rotaty barker juga merupakan alat
pemisah kulit kayu berupa drum namun tidak berputar dan memiliki alat
penggerus di bagian dasar drum guna melepaskan kulit kayu.
Sementara pada line ketiga kayu diangkut dari log yard bagian small log
dimana kayu yang diangkut ialah yang berukuran kecil dengan menggunakan
receiving deck menuju Superbarker. Superbarker merupakan alat pemisah kulit
kayu khusus untuk kayu berukuran kecil.
25

Proses pengulitan dari ketiga line tersebut belum maksimal sehingga Log
yang keluar dari drum barker, rotary barker, dan superbarker kemudian masih
akan dikuliti oleh ulir bergerigi yang menarik sisa kulit kayu melalui celah atau
slot-slot dan jatuh ke conveyor yang terdapat di bagian bawah. Kulit kayu dari
proses debarker akan dikirim ke hog pile untuk digunakan sebagai bahan bakar
power boiler. Log dari tahap pengulitan melewati conveyor menuju log washing
roll yaitu penyemprotan air ke kayu agar kayu lebih mudah dicacah dan kulit kayu
dan pengotor lainnya yang masih menempel pada kayu dapat diluruhkan. Log
kemudian masuk ke alat pencacah kayu yakni chipper.

2.2.1.2.Pembentukan Serpih Kayu (Chipping)


Setelah melalui tahapan pengulitan, Log kayu yang melewati belt conveyor
akan jatuh bebas dengan kemiringan tertentu menuju pisau chipper, kecepatan
putaran chipper berkisar 1500 rpm, diameter chipper 3,5 m, terdapat 12 pisau
dalam satu chipper, panjang masing–masing pisau berkisar 120 cm. Log yang
telah dipotong pada chipper akan keluar dalam bentuk serpihan kecil yang disebut
chip, dimana ukuran chip yang disarankan yaitu panjang 2 cm, lebar 3 cm dan
tebal 0,5 cm. Untuk tebal rentangnya berkisar dari 0,2 cm sampai 0,8 cm. Limbah
dari penyerpihan berupa serbuk kayu (sawdust) akan dikirim ke tempat
penumpukan sisa kayu (hog pile) untuk dijadikan bahan bakar di power boiler.
Sedangkan chip dikirim ke tempat penampungan sementara (chip yard) untuk
dikumpulkan dan disimpan. Penyimpanan ini dilakukan sebagai antisipasi apabila
terjadi keterlambatan pasokan bahan baku, sehingga tidak akan menghambat
produksi. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan senyawa organik yang
mudah menguap yang akan mengganggu pada proses pemasakan dan bleaching.

Sumber : Modul Pelatihan Pengenalan PT. TeL PP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 5. Chip
26

Dalam proses pengambilan chip di chip yard, menerapkan sistem FIFO


(first in first out), dimana chip yang lebih dahulu diproduksi akan berada di bagian
bawah tumpukan dan akan dimasak terlebih dahulu. Pengambilan chip digunakan
alat yang disebut screw conveyor, mekanisme kerjanya sama seperti mur atau baut
yang memutar, yang berfungsi untuk mengambil atau menarik chip-chip tersebut
sehingga mudah untuk ditransportasikan.

Sumber : Modul Pelatihan Pengenalan PT. TeL PP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 6. Chip Yard Sistem FIFO

2.2.1.3.Pengayakan Serpih Kayu (Screening)


Proses penyeragaman ukuran chip, dilakukan pada chip screening. Prinsip
kerja screen yang digunakan yaitu dengan getaran, sehingga chip - chip yang
masuk ke screening akan terpisah sesuai dengan ukurannya. Proses penyaringan
chip di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper mengkategorikan chip menjadi 3
jenis, yaitu oversize, accept, dan undersize. Serpihan kayu yang memenuhi ukuran
yang diinginkan (accept) dikirim ke penumpukan serpihan kayu (chip file), lalu
dimasak di unit digester. Ukuran chip yang seragam akan membutuhkan waktu
pemasakan yang sama sehingga diperoleh pulp dengan kualitas yang lebih
seragam. Untuk chip yang berukuran besar (oversize) akan dipotong kembali di
rechipper untuk dicacah ulang dan dikirimkan kembali ke area chip screening.
Sementara itu, undersized chip kemudian dikirim menuju hog pile untuk
digunakan sebagai bahan bakar power boiler.
27

2.2.2. Pemasakan (Cooking)


Pada proses pemasakan bertujuan untuk merubah dari bentuk chip menjadi
serat-serat individu (selulosa dan hemiselulosa), dan memisahkan kandungan
yang tidak diinginkan seperti lignin dan ekstraktif. Proses pemasakan pulp di PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan Continous Digester. Digester
adalah alat pemasak chip/serpihan kayu yang berbentuk silinder yang disusun
tegak, yang dirancang untuk tekanan dan temperatur tinggi. Penggunaan digester
continuous karena digester kontinyu cenderung lebih efisien dalam hal ruang,
lebih mudah untuk mengontrol dan memberikan hasil yang lebih baik, serta
mengurangi penggunaan bahan kimia, hemat tenaga, dan lebih efisien dari
digester batch dalam hal energi. Sebelum proses pemasakan ada beberapa tahapan
yang dipersiapkan, antara lain :
2.2.2.1.Chip Feeding Preparation (Persiapan Pengisian Chip)
Pada Chip Feeding Preparation mempunyai beberapa tahapan sebelum
menuju digester. Tahapannya antara lain sebagai berikut :
1.Air Lock Feeder
2.Chip Bin
3.Chip Meter dan Low Pressure Feeder (LPF)
4.Steaming Vessel
5.Chip Chute dan High Pressure Feeder (HPF)
6.Top Separator

1. Air Lock Feeder


Chip yang sudah melewati chip screening dan memenuhi syarat (accept)
kemudian diangkut dengan conveyor masuk ke air lock feeder yang terpasang di
bagian atas chip bin. Air lock feeder adalah sebuah alat yang dirancang berbentuk
bintang yang memiliki tujuh buah kantung (pocket) untuk membatasai jumlah
udara yang keluar dan masuk ke chip bin serta untuk membatasi jumlah gas-gas
beracun yang keluar dari chip bin. Selain itu dilengkapi dengan pintu penutup
(chip gate) yang dijaga tertutup oleh pembeban (bandul). Jika tekanan chip
melebihi tekanan pembeban, maka chip gate akan terbuka. Namun fungsi utama
28

dari Air Lock Feeder adalah untuk mengoptimalkan penyebaran (pendistribusian)


chip ke dalam chip bin supaya merata ke segala sisi.

2.Chip Bin
Setelah chip melalui air lock feeder maka chip tersebut akan masuk
menuju chip bin yang memiliki dua fungsi utama. Pertama, untuk menyediakan
waktu tinggal dan kesinambungan pengoperasian digester selama ada masalah
mengenai aliran chip yang masuk ke digester. Kedua, untuk pemanasan awal
(pre-steaming) sehingga dapat menyediakan waktu tinggal yang cukup selama
proses pemanasan awal tersebut.
Steam didistribusikan secara merata ke dalam chip bin melalui dinding
bagian dalam chip bin. Untuk pemanasan yang efektif, chip harus dipanaskan
terus-menerus. Ini memerlukan sedikit waktu tinggal dalam aliran steam ke chip
bin. Pemanasan yang cukup terhadap chip dapat membantu pergerakan dan
membantu pengendalian kappa number yang dihasilkan dan mengurangi reject
serta membantu efektifitas penggunaan cairan pemasak. Level chip bin harus
dijaga stabil pada satu ketinggian yang cukup untuk mengoptimalkan waktu
pemanasan awal pada kondisi operasi normal. Bentuk diamondback pada bagian
bawah chip bin dibuat untuk mendapatkan aliran chip yang merata masuk ke
dalam chip meter. Diamondback dari chip bin posisinya tetap, tidak ada bagian
yang bergerak. Diamondback dibuat berbentuk diametris untuk membentuk aliran
chip masuk ke dalam chip meter.

3.Chip Meter dan Low Pressure Feeder (LPF)


Chip dari chip bin akan masuk ke dalam Chip meter yang berbentuk
bintang yang berputar dengan tujuh buah kantong untuk mengukur besarnya
jumlah (volume) chip untuk setiap putarannya, chip meter juga berfungsi untuk
menentukan laju produksi digester. Setelah melalui chip meter, chip masuk ke
LP-feeder. LP-feeder berbentuk bintang yang merupakan pembatas (seal) antara
tekanan atmosfer di chip bin dan chip meter dan tekanan tinggi di steaming vessel
29

lebih kurang 124 kPa. Hal ini berfungsi untuk mengurangi kebocoran steam dan
untuk mengirim masuk ke steaming vessel.

4.Steaming Vessel
Steaming vessel merupakan silinder yang datar (horizontal) yang di
dalamnya terdapat screw conveyor. Fungsi dari Steaming vessel yaitu pertama
untuk memisahkan gas dan udara dari dalam chip, menaikkan temperatur chip dan
menyeragamkan kandungan air (moisture) dalam chip. Fungsi kedua adalah untuk
menjaga keseimbangan tekanan pada sistem pengisian chip (chip feeding system).
Chip yang masuk ke dalam steaming vessel kemudiaan dilakukan
pemisahan gas dan udara dari chip tujuannya supaya chip tenggelam di dalam
tabung digester sehingga didapatkan ruang gerak chip (chip column) yang baik di
dalam digester serta untuk mempermudah penetrasi cairan pemasak ke dalam
chip. Untuk mendapatkan pemanasan yang lebih efektif, steam masuk dari bagian
bawah steaming vessel melalui beberapa nozzle dari header inlet. Nozzle utama
pada pipa utama saluran masuk (inlet header) terdapat saringan. Hal ini menjaga
supaya chip tidak terdorong dari steaming vessel ke flash tank 1, saat tekanan
tidak seimbang dalam sistem.

5.Chip Chute dan High Pressure Feeder (HPF)


Setelah melewati steaming vessel, chip jatuh ke chip chute. Chip chute
adalah tabung tegak yang bertekanan (vertical pressure vessel) yang
menghubungkan steaming vessel dengan HP-fedeer.
Cairan yang dikeluarkan dari pompa chip chute mengalir ke sand
separator, berfungsi memisahkan pasir dari sistem. Cairan masuk separator
melalui bagian bawah outlet, gaya sentrifugal dibentuk oleh pemasukan yang
membentuk sudut sehingga membawa pasir ke sekeliling sand separator,
menjauhi lubang pengeluaran sehingga memungkinkan pasir mengendap ke
bagian bawah. Cairan yang dikeluarkan dari sand separator mengalir melalui in-
line drainer. Jumlah cairan yang diekstrak melalui in-line drainer ke level tank
dikendalikan untuk menjaga level chip chute tetap konstan, level chip chute harus
30

dijaga sekitar 40 - 60 %. In-line drainer mempunyai saringan tipe slot untuk


mencegah pin chip masuk ke level tank dan menyebabkan masalah di
pemasukkan pompa make up liquor. Setelah melewati in-line drainer, sirkulasi
cairan chip chute yang tertinggal dikembalikan ke chip chute di atas level cairan.
Kemudian chip dari chip chute dialirkan menuju HP-fedder. HP-fedder
mempunyai rotor dengan 4 kantong pengisi (pocket helical) yang mengalir dari
satu sisi rotor ke sisi yang lain dan saling berhubungan satu dengan yang lain.
HP-fedder berputar sesuai dengan arah jarum jam jika dilihat dari ujung
penyetelan. Arah putaran penting diketahui karena ditakutkan kedua sisi
permukaan bergeser dengan rumah HP-fedder, alat ini memiliki tekanan yang
tinggi 1375 kPa, menyebabkan chip dapat dikirim menuju bagian atas dari
digester atau top separator. Arah putaran penting diketahui karena ditakutkan
kedua sisi permukaan bergeser dengan rumah HP-fedder, alat ini memiliki
tekanan yang tinggi 1375 kPa, menyebabkan chip dapat dikirim menuju bagian
atas dari digester atau top separator.

6.Top Separator
Top separator terdiri dari saringan silinder dan screw conveyor, top
separator berputar berlawanan arah jarum jam, jika dilihat ke bawah pada poros
utama screw conveyor, yang menyebabkan chip terdorong masuk digester dengan
bantuan aliran cairan ke bawah, dan pada saat yang bersamaan membersihkan
gasket saringan silinder dari chip dan fines.
2.2.2.2.Pemasakan di dalam Continuous Digester
Di dalam digester chip akan memasuki beberapa zona pemasakan, mulai
dari impregnation zone, cooking zone (upper cooking dan lower cooking), main
extraction, dan washing zone. Digester merupakan tempat terjadinya proses
pemasakan yang mempunyai daerah pemasakan (cooking zone) 4 tingkat dimana
pipa sirkulasi bagian atas mengalirkan chip dan cairan dari pengeluaran HP-
feeder ke top separator di bagian atas digester dan mengembalikan cairan yang
diekstrak melalui saringan top separator ke pemasukkan pompa sirkulasi bagian
atas.Variasi level chip digester akan mempengaruhi waktu impregnasi, chip
31

column compaction dan aliran cairan ke bawah perlu untuk menjaga kestabilan
level. Chip level digester dikendalikan dengan menjaga keseimbangan antara laju
chip yang masuk digester dan laju chip yang dikeluarkan dari digester.
Pengendalian level chip sangat penting untuk menjaga waktu tinggal (retention
time) yang konstan di cooking zone
.
1.Impregnation Zone
Chip berada di daerah impregnasi di mana terjadi penetrasi oleh cairan
pemasak (cooking liquor) selama lebih kurang 30 menit sesuai kapasitas pada
waktu lebih kurang 30 menit sesuai kapasitas pada temperatur lebih kurang 117°C
diawali impregnasi dan 129°C pada akhir impregnasi. Proses impregnasi adalah
proses masuknya bahan kimia pemasak ke dalam serpih yang melalui dua cara,
yaitu penetrasi melalui lumen dan difusi. Cairan pemasak yang telah melewati
zona impregnasi akan diekstrak dan dikirim ke evaporator untuk dipekatkan.
Keberhasilan zona impregnasi sangat berpengaruh ke proses selanjutnya,
sehingga hal yang perlu dikendalikan adalah temperatur proses.

2.Cooking Zone (upper cooking dan lower cooking)


Pada akhir impregnasi, solid tersebut turun dan mengalir melalui pusat
tabung melewati chip column menuju saringan uppercooking yang ditempatkan di
sekeliling bagian dalam shell digester. Cairan mengalir lewat saringan dan
diekstrak ke flash tank 1. Setelah saringan upper cooking, chip masuk ke daerah
pemasakkan lower yang terletak pada daerah pemasakan berlawanan arah. Chip
bergerak ke bawah sementara cairan pemasak bergerak ke atas untuk keluar pada
saringan upper cooking. Pada daerah pemasakkan satu arah terdapat dua baris
saringan pada sirkulasi lower. Cairan mengalir melalui saringan ke internal
header pada masing-masing baris saringan.
Lindi putih (white liquor) dan cold blow ditambahkan ke bagian
pemasukkan pompa lower cooking dan masuk ke sirkulasi cairan cooking. Cairan
tersebut dipanaskan di heater sampai kurang lebih 155°C. Kemudian cairan panas
dikembalikan ke tengah digester di atas saringan sirkulasi lower melalui pipa
32

sentral. Temperatur pemasakkan diperbolehkan rendah dan menjaga seluruh


pemasakkan dengan hati-hati. Pulp dimasak mencapai kappa number rendah
sementara kekuatan pulp dipertahankan.
Penambahan lindi putih (white liquor) pada sirkulasi lower cooking dan
pemasakan berfungsi untuk menjaga chip dengan konsentrasi kimia yang merata
dalam digester. Panambahan filtrat cold blow menurunkan konsentrasi solid
dalam filtrat selama pemasakkan chip.
Lower cooking zone berfungsi untuk:
a) Menaikkan temperatur cairan pemasak.
b) Menjaga konsentrasi alkali digester dengan penambahan lindi putih yang
baru.
c) Menjaga kestabilan aliran cairan ke digester, aliran cukup untuk
menunjang aliran tak searah ke daerah ekstraksi upper dan aliran searah di
daerah pemasakan.
d) Mendistribusikan filtrat cold blow yang ditambahkan pada bagian
pemasukan pompa lower cooking.

3. Extraction Zone (Daerah Ekstraksi)


Tujuan dari zona ekstraksi adalah mengeluarkan black liquor dengan
kandungan residual alkalinya sudah rendah yang bisa mengakibatkan kappa
number yang tinggi dan jumlah shieves yang tinggi pada akhir pemasakan.
Setelah waktu tinggal selama 105 menit pada co-current (upper cooking),
dan counter current (lower cooking), cairan pemasak aliran ke bawah dan panas
up-flow cairan pencuci diekstraksi dari digester melalui saringan ekstraksi. Pada
zona ini digunakan alat pengukur pressure drop pada saringan ekstraksi untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya penyumbatan pada saringan. Aliran ekstraksi
masuk ke flash tank 1 untuk membuat steam. Flash steam yang dihasilkan
digunakan untuk memanaskan chip ke steaming vessel dan sisanya masuk ke chip
bin. Jumlah flash steam yang dihasilkan tergantung dari jumlah aliran cairan dan
temperatur cairan ekstraksi. Dari flash tank 1 cairan dialirkan ke flash tank 2.
Steam dari flashtank 2 masuk ke chip bin dan sisanya masuk ke flash steam
33

condensor. Terdapat dua baris saringan plate ekstraksi, aliran cairan melalui
saringan plate ke internal header, dua nozzle ekstraksi, dan dua kran switching
setiap header. Timer diatur pada 90 detik pada pergantian masing-masing kran.

4.Washing Zone
Dari zona ekstraksi, chip masuk ke daerah pencucian yang disebut dengan
Hi-heat washing. Di zona ini terjadi counter current cooking, dan juga dilakukan
penambahan white liquor untuk mempertahankan residual alkali. Pada daerah Hi-
heat wash, terdapat dillution factor yang merupakan perbedaan antara aliran
cairan pencuci (white liquor) yang naik dan aliran cairan bersama pulp yang
turun. Cairan pencuci yang naik bervariasi dengan pengaturan aliran cairan
ekstraksi. Pada laju produksi yang konstan, penambahan aliran ekstraksi akan
menambah aliran naik dan aliran itu akan menambah dillution factor. Dillution
factor yang normal adalah 0,5 - 1,0 ton cairan pencuci per ADT pulp pada daerah
pencuci. Apabila dillution factor terlalu rendah akan mengakibatkan laju pulp
turun terhambat. Dillution factor dipertahankan dengan mengekstraksi cairan
yang cukup pada screen ekstraksi. Efisiensi pencucian akan naik dengan
penambahan temperatur. Pada wash temperatur dijaga lebih kurang 165°C.

5.Blowing
Cairan pencuci yang berasal dari tangki filtrat pressure diffuser
dipompakan ke bagian bawah digester. Tujuan penambahan cold blow adalah
selain untuk mendinginkan pulp sebelum dikeluarkan (blowing), juga berfungsi
untuk menjaga tekanan di dalam digester. Cairan pencuci ini akan menggantikan
cairan pemasak dan sebagai pengencer untuk menurunkan konsentrasi pulp
sebelum keluar sampai 10 %. Perbedaan tekanan antara digester bagian dalam
dengan outlet device dan blow line akan mengakibatkan chip yang telah masak
menjadi serat dan dikeluarkan melalui outlet device.
34

Sumber : Modul Pelatihan Pengenalan PT. TeL PP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 7. Aliran Massa dan Energi di Digester
Pulp yang telah melalui proses pemasakan dikeluarkan dari digester
melalui outlite device kemudian masuk ke PDW (Presure Diffuser Washer) untuk
dilakukan pencucian yang tujuannya untuk memisahkan pulp dari cairan hasil dari
pemasakan. Pada saat pencucian, air pencuci dimasukkan ke sekeliling diffuser,
kemudian masuk ke dalam pulp dan naik ke atas saringan ekstraksi. Setelah itu
pulp masuk ke zona washing. Pada zona ini diinjeksikan hot water untuk mencuci
pulp dan menurunkan kadar lignin yang terkandung didalam pulp. Pada proses ini
bahan bahan kimia dan cairan pemasak sebagai penetrasi ke dinding-dinding serat
dan melarutkan lignin adalah ion OH- dan HS-. Cairan keluaran dari digester
berupa black liquor (BL) yang kandungan NaOH lebih sedikit dibandingkan
dengan cairan yang masuk digester berupa white liquor (WL), karena terjadi
ikatan ion OH- terhadap senyawa selulosa dari chip dan terjadi ikatan ion Na+
terhadap senyawa lignin dari chip.
35

Sumber : Modul Pelatihan Pengenalan PT. TeL PP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 8. Pressure Diffuser Washer

2.2.3. Pencucian dan Penyaringan (Washing and Screening)


Proses washing ini sendiri terdiri dari 5 tahapan yang terdiri dari :
1. Deknotting
2. Screening
3. Pre-O2 Washing
4. Twin Roll Press Evaluation (TRPE)
5. O2 Delignification

2.2.3.1.Deknoting
Pulp yang keluar dari tahap pemasakan masih mengandung knot atau mata
kayu yang tidak masak. Kandungan tersebut kemudian dipisahkan dari pulp pada
tahap awal dari proses, jika tidak maka kandungan tersebut akan mengurangi nilai
akhir produk (final product) yaitu sebagai dirt dan dapat menyebabkan gangguan
pada departemen lainnya. Pemisahan knot dilakukan dalam dua tahap deknoting
untuk mencapai pemisahan yang efisien yaitu primary knotter dan secondary
knotter.
Proses deknoting ini bertujuan untuk memisahkan knot dari pulp.
Pemisahan knot dilakukan dalam tiga tahap untuk mencapai pemisahan yang
efisien. Sistem kerja deknoting disebut Cascade System, yaitu pulp yang masuk ke
primary knotter. Pada primary knotter semua knot adalah reject, tapi dalam hal ini
masih banyak serat (fiber) yang terikut, untuk menghindari serat jangan banyak
yang terbuang, maka reject dari tahap pertama (primary knotter) disaring lagi
pada secondary knotter. Dalam secondary knotter sebagian dari pulp dipisahkan
dari knot sebelum dikirim ke coarse screen. Terakhir di dalam coarse screen, knot
36

dan pulp tuntas dipisahkan, maka knot dapat dikirim ke digester untuk dimasak
lagi, sedangkan pulp dikembalikan ke sistem. Namun sebelum masuk ke knot
coarse screen, reject yang berasal dari secondary knotter diumpan ke deknotting
reject cleaner terlebih dahulu, dimana pada deknotting reject cleaner tersebut
dimasukkan juga pasir besi.
2.2.3.2.Screening
Pulp yang telah dipisahkan dari knot masih mengandung sebagian shives
dan bundelan serat yang tidak terurai selama pemasakan, bahan ini harus
dipisahkan juga dari pulp pada tahap awal dari proses, jika tidak maka akan
menurunkan mutu produk akhir dan menyebabkan konsumsi bahan kimia pemutih
berlebihan. proses screening ini menggunakan Cascade System.
Untuk mencapai pemisahan shives secaran efisien, screening dilakukan
dalam tiga tahap yaitu primary screening, secondary screening dan tertiary
screening. Pada primary screening sebagian besar shives adalah reject, tetapi
dalam pemisahan masih banyak yang terikut. Agar tidak banyak fiber atau pulp
yang terbuang, maka reject dari tahap primary screening disaring lagi pada tahap
kedua secondary screening. Dan sebagian ada juga accept yang masuk ke Low
Consistency Storage Tank. Reject dari tahap kedua ini akan disaring lagi pada
tahap ketiga tertiary screening sebelum dikeluarkan dari sistem melalui reject
press dimana konsistensinya bisa mencapai 30%. Tujuan dipakainya reject press
ini adalah untuk mengurangi kehilangan bahan kimia dan mempermudah
penanganan reject. Accept dari tahap kedua dan ketiga ini akan dikembalikan lagi
ke inlet dari tahap sebelumnya (cascade)
Bersama-sama shives, pasir juga terbawa oleh aliran reject screen dan
dibawa ke reject press, karena dalam pengoperasian sebagian besar pasir terbawa
aliran accept bersama filtrat (Black Liquor). Untuk mencegah penumpukan pasir
di dalam sistem yang menyebabkan kerusakan pada alat, maka pasir dipisahkan
dari filtrat pada sand separator. Setelah dari screening room pulp ditampung di
Low Consistency Storage tank (LC). Kemudian diumpan ke pre O2 pulp press
untuk mengurangi kadar filtrat (Black Liquor).
37

2.2.3.3. Pre-O2 Washing


Pada pre-O2 washing, tipe yang digunakan adalah dewatering press tipe A.
Prinsip kerja alat ini adalah pulp dengan konsisten sekitar 10% langsung
didistribusikan ke pulp press tanpa ada penambahan cairan pencuci lagi. Pulp
yang keluar dari pulp press konsistennya sekitar 30%. Filtrat yang berasal dari pre
O2 pulp press masuk ke pre O2 filtrate tank. Setelah itu akan di press kembali di
TRPE (Twin Roll Press Evaluation) dimana sebelumnya telah diencerkan dengan
hot water.
2.2.3.4. Twin Roll Press Evaluation (TRPE)
Prinsip kerja TRPE adalah pulp yang masuk akan disebar melalui
rotoformer, sehingga pulp tersebar secara merata ke pengepresan. Secara garis
besar, tujuan digunakan TRPE tidak berbeda dengan pencucian lainnya. Sama
halnya dengan pre O2 pulp press, pada TRPE juga terdapat filtrat yang masuk ke
TRPE filtrate tank, yang kemudian diumpankan kembali ke pre O2 filtrate tank,
lalu masuk ke pressure diffuser washer. Sedangkan pulp yang masuk akan disebar
melalui rotary former, sehingga pulp tersebar secara merata saat dewatering press
cairan pencuci juga ditambahkan pada TRPE sehingga efisiensi pencucian sangat
tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada TRPE mencakup semua prinsip
pencucian yakni mixing, dewatering, dillution, displacement, dan diffusion. Pulp
selanjutnya akan diencerkan kembali dan ditampung di LC Accumulator Tank.
2.2.3.5.O2 Delignification
Proses delignifikasi menggunakan oksigen ini bertujuan untuk
menurunkan kandungan lignin yang terkandung dalam pulp. Proses oksigen
delignifikasi merupakan pemutihan tahap awal yang berguna untuk mengurangi
kandungan lignin dari pulp yang belum mengalami proses pemutihan. Setelah
mengalami proses delignifikasi, maka bilangan kappa berkurang yakni sekitar 8-
10. Pengujian kappa number yang dilakukan di dalam industri pulp memiliki dua
tujuan, yaitu merupakan indikasi terhadap derajat delignifikasi yang tercapai
selama proses pemasakan, artinya kappa number digunakan untuk mengontrol
pemasakan. Tujuan kedua yakni menunjukkan kebutuhan bahan kimia yang akan
digunakan untuk proses selanjutnya yaitu proses bleaching. Prinsip dari
38

delignifikasi oksigen ini adalah proses oksidasi dari gugus hidroksil lignin
sehingga lignin dapat terlepas dari pulp dan larut dalam air. Proses oksigen
delignifikasi berlangsung pada konsistensi menengah dengan temperatur dan
tekanan tinggi. Sebelum masuk ke reaktor, pulp dipanaskan terlebih dahulu
dengan menambahkan steam sampai 100oC.
Pulp di campur dengan O2, NaOH, steam, dan OWL diumpan ke Reaktor
O2. Setelah dari reaktor O2 # 1 diumpan ke reaktor O2 # 2 dimana sebelumya
telah diinjeksikan O2 dan steam. Kemudian diumpan ke 1st dan 2nd Post pulp O2
press. Namun diantara 1st dan 2nd Post pulp O2 press diumpan terlebih dahulu ke
Brown Stock HDT, lalu masuk ke proses bleaching.
Delignifikasi berlangsung di dalam aliran ke atas reaktor, dimana waktu
yang dibutuhkan adalah satu jam. Untuk mencegah waktu singkat di dalam
reaktor yang disebabkan chanelling, yang menyebabkan pendeknya retention
time, maka aliran yang merata dan stabil di dalam reaktor sangat diperlukan, yang
dapat dicapai dengan menjaga konsistensi pulp sekitar 10%. Pada proses
delignifikasi dengan oksigen ini konsistensi dari pulp harus diperhatikan. Hal ini
diperlukan karena oksigen yang diberikan ke dalam pulp berbentuk gas, perlu
pengadukan merata agar diperoleh luas permukaan kontak yang besar antara pulp
dengan oksigen.
Perbedaan tahapan Oksigen delignifikasi hanya terletak pada kondisi
proses yang berlangsung. Kondisi proses pada reaktor pertama yaitu T= 89 oC, P=
550 kPa. Sedangkan pada reaktor kedua, T= 93oC, P = 450 kPa. Kondisi operasi
yang berbeda tersebut bertujuan untuk memperlama waktu tinggal sehingga reaksi
yang berlangsung dapat optimum.

2.2.4. Pemutihan (Bleaching)


Pulp yang dihasilkan setelah proses delignifikasi akan mengalami proses
pemutihan (Bleaching). Proses pemutihan di PT Tanjungenim Lestari Pulp and
Paper menggunakan proses ECF (elemental chlorine free) yaitu proses pemutihan
dengan menggunakan senyawa klor dalam bentuk ClO2, juga ditambah peroksida
untuk meningkatkan derajat keputihan jika derajat keputihan yang diinginkan
belum tercapai. Kegunaan dari bleaching adalah merubah brightness dan purity
39

dari pulp, hal ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan atau memutihkan zat-zat
pewarna (chromofores) dari pulp. Residual lignin lebih menonjol dalam
mempengaruhi warna dan semua itu harus dikeluarkan atau diputihkan. Proses
pemutihan memiliki beberapa tahapan proses yang harus dilalui, tahapan –
tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tahap pemutihan (D0) yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk
mengikat kandungan lignin pada pulp.
2. Tahap ekstraksi (Eop) yaitu menggunakan NaOH, O2, H2O2 yang
berfungsi untuk mengikat zat-zat organik dan kandungan lignin dalam
pulp serta memperkuat ikatan selulosa.
3. Tahap pemutihan kembali pada tower D1 dan tower D2 atau tahap D1/D2
yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan
lignin dalam pulp.

Proses pemutihan semuanya berlangsung pada konsistensi 10 – 12%.


Temperatur yang diinginkan untuk tahap-tahap pemutihan antara 60 – 700C untuk
tahap D0, 60 – 80oC untuk tahap Eop, dan 70 – 80oC untuk tahap D1/D2

1. D0 stage
Pemutihan tahap pertama adalah D0 stage. Dari pencucian terakhir pulp
akan dipompakan ke tower Do yang dipindahkan oleh pompa yang dilengkapi
dengan mixer untuk mempercepat pencampuran pulp dengan menambah ClO2.
Waktu retensi yang dibutuhkan 60 menit pada temperatur 50oC, pH 1,8 – 2 dan
tingkat kecerahan 50% ISO.
Fungsi dari tahap ini adalah untuk menurunkan kandungan lignin yang
masih terkandung di dalam pulp. Pulp dari 2nd post washing diencerkan dengan
filtrate dari tahap D1/D2 di screw conveyor dan juga ditambah dengan HCl atau
H2SO4 untuk mengatur pH. Kemudian pulp masuk ke stand pipe dan dipompakan
ke mixer untuk ditambahkan ClO2. Setelah itu, pulp direaksikan di D0 tower.
Kondisi proses pada tahap D0 antara lain: t = 65 – 70oC, konsistensi 10%, waktu
40

60 menit. Kemudian, pulp yang telah direaksikan dicuci di D0 pulp press yang
menggunakan tipe dewatering tipe A.
Pada tahap D0, ClO2 digunakan karena merupakan salah satu bahan kimia
pengoksidasi kuat, kerja dari proses pengelantangan ini umumnya dengan cara
oksidasi terhadap lignin dan bahan-bahan berwarna yang lainnya. Proses
menggunakan ClO2 memiliki keunikan yang sanggup mengoksidasi bahan yang
bukan selulosa seperti lignin dan ekstraktif dengan kerusakan pada selulosa yang
minimum.
2. EOP stage
Merupakan tahap pengekstraksian lignin yang masih terkandung setelah
melewati tahap D0. Pulp dari D0 pulp press diencerkan di screw conveyor dan
ditambahkan NaOH dan H2O2. NaOH digunakan untuk melarutkan hasil
degradasi lignin yang terbentuk pada tahap sebelumnya serta memperkuat ikatan
selulosa. Pada penambahan NaOH terjadi ikatan ion OH- terhadap senyawa
selulosa dari pulp dan terjadi ikatan ion Na+ terhadap senyawa lignin dari pulp.
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan bahan pemutih yang bisa digunakan untuk
proses bleaching. Hidrogen peroksida ini memiliki suhu optimum yaitu 80-85 0C.
Bila suhu pada saat proses kurang dari 80 0C maka proses akan berjalan lambat,
sedangkan kalau lebih dari 85 0C hasil proses tidak sempurna. Bila dipanaskan
mudah terurai dan melepaskan gas oksigen. Karena kemampuannya melepaskan
oksigen maka sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih. Untuk H2O2 juga
biasanya ditambahkan jika viskositas dari hasil D0 tidak mencapai target. Gas
oksigen juga ditambahkan untuk memperkuat sifat-sifat pulp dan mengurangi
kandungan lignin dalam pulp. Hal ini mungkin membuat berkurangnya emisi
yang dapat mengganggu terhadap lingkungan.
Kemudian pulp dipompakan ke mixer untuk ditambahkan oksigen.
Dulunya, ada heater sebelum mixer untuk memanaskan pulp dengan bantuan MP
steam. Setelah dari mixer pulp akan dikirim ke up-flow tower dengan kondisi T =
75oC selama 15 menit. Setelah itu pulp diteruskan ke down-flow tower selama ±
75 menit. pada tahap ini biasanya pulp berubah kembali menjadi cokelat, hal ini
diakibatkan karena hampir semua lignin yang masih terkandung terekstrak keluar
41

sehingga warna pulp cenderung berwarna cokelat sebelum dicuci. Pulp dari down-
flow tower kemudian dikirim ke EO pulp press. Tipe pulp press yang digunakan
juga dewatering tipe A.
3. D1/D2 stage
Tujuan tahap ini adalah untuk meningkatkan kecerahan pulp (brightness).
Pulp dari EO pulp press dikirim ke screw conveyor untuk diencerkan kemudian
dipompakan ke mixer dan ditambahkan ClO2. Setelah itu, pulp direaksikan di D1
up-flow tower selama ± 60 menit, lalu masuk ke D1 down-flow tower selama ±
180 menit. setelah itu, pulp langsung dipompakan ke mixer dan ditambahkan ClO2
kembali sebelum direaksikan di D2 up-flow tower. Setelah dari up-flow tower,
pulp langsung dikirim ke D2 down-flow tower. D1 down-flow tower level dijaga
sekitar 80% untuk menjaga kapasitasnya. Setelah itu pulp dikirim ke D1/D2 pulp
press untuk ditingkatkan konsistensinya sekitar 30%. Tipe pulp press yang
digunakan juga dewatering tipe A. Setelah keluar dari D1/D2 pulp press, pulp
ditampung di bleach high density tower. Brightness harus ≥ 89% ISO.
2.2.5. Pembentukan Lembaran Pulp (Pulp Machine)
Pulp machine ini dirancang untuk membuat pulp berbentuk lembaran,
dengan kapasitas 1450 ADT/day, dan kadar air lembaran pulp yang ingin dibentuk
berkisar 10%. Kemudian dilakukan pemotongan, pengebalan, dan pengunitan
dengan tujuan untuk mempermudah pengangkutan pulp agar siap dikirim ke
konsumen. Tahap pembentukan lembaran pulp PT Tanjungenim Pulp and Paper
dirancang dengan kapasitas 1500 ton/hari dengan melewati beberapa tahap :
a) Tahap penyaringan
b) Tahap pengurangan kadar air
c) Tahap pengeringan akhir
d) Tahap pemotongan
Tahapan tersebut akan dijelaskan seagai beriut :
2.2.5.1.Tahap Penyaringan
Tahap ini merupakan unit untuk memisahkan kotoran yang masih
terkandung dalam pulp setelah proses pemutihan. Screening berfungsi untuk
memisahkan kontaminan berdasarkan perbedaan ukuran. Sedangkan cleaning
42

berfungsi untuk memisahkan kontaminan berdasarkan perbedaan berat jenis.


Bahan yang telah diputihkan dipompakan ke head density tank (HDT) untuk
dilakukan pengenceran pulp sehingga mempunyai konsentrasi 4%
Pulp dari bleached HDT dipompakan ke low consistency tank (LC) untuk
diencerkan kembali dengan while water hingga ± 3%, hal ini bertujuan agar pulp
dengan mudah dapat dipisahkan dari kotorannya dengan konsentrasi rendah, maka
pulp akan memunyai berat jenis yang kecil pula. Kemudian pulp akan dipisahkan
dari pengotor berdasarkan sistem cascade. Accept yang didapat dari proses
penyaringan kemudian akan masuk ke cleaning. Disini, sistem cleaning ada dua
jenis, yaitu jenis forward cleaning dan reverse cleaning. Pada forward cleaning,
accept akan terpental ke atas sedangkan reject ke bawah. Untuk reverse cleaning
sebaliknya, accept ke bawah sedangkan reject ke atas.
2.2.5.2.Tahap Pengurangan Kadar Air
Proses ini bertujuan untuk membentuk lembaran dengan cara mengurangi
kandungan air yang terdapat dalam pulp. Pengurangan moisture pada pulp yang
masih berbentuk bubur dilakukan dengan cara mendistribusikan pulp di atas wire
sehingga air akan jatuh dengan gaya gravitasi. Untuk mengoptimalkan
pengurangan kadar air ini, akan ada pengisapan dengan menggunakan vaccum.
Bahan yang telah dibersihkan dipompakan ke machine chest selanjutnya pulp dari
masing-masing chest dipompakan ke fan pump yang berfungsi menstabilkan
konsentrasi pulp. Filtrate dari hasil pengurangan air di wire kemudian ditampung
untuk digunakan kembali pada proses penyaringan dan pemutihan pulp. Pulp
yang dihasilkan pada proses ini mempunyai konsistensi ± 35%. Pulp yang telah
terbentuk akan dipotong untuk merapikan lembaran dengan lebar 7,8 meter lalu
lembaran ini ditransfer ke press part. Pada tahap pengurangan kadar air dilakukan
dengan cara pengepresan dimana airnya diserap lewat felt bagian atas dan bagian
bawa berfungsi sebagai pebawa pulp. Pada felt dipasang section box yang
dihubungkan dengan vakum system untuk menyerap air. Dryness akhir pada
proses pengurangan kadar air terakhir ± 45-50% dan siap ditransfer ke dryer.
43

2.2.5.3.Tahap Pengeringan Akhir


Pada saat lembaran terus bergerak melewati dryer, udara panas secara
kontinyu dihembuskan pada permukaan atas dan bawah dari lembaran pulp.
Udara panas ini menyebabkan air yang masih terkandung di dalam lembaran pulp
menguap, ketika lembaran pulp bergerak diantara blow box, udara dihembuskan
ke dalam blow box pada bagian atas dan bawah. Fungsi dari blow box ini untuk
menjaga agar lembaran tetap mengembang diantara permukaan blow box serta
membantu penguapan air yang ada pada lembaran pulp untuk siap ditransfer
menuju tahap pemotongan.
2.2.5.4.Tahap Pemotongan

Setelah melewati blow box lembaran pulp tersebut melewati cutter layboy
untuk dipotong dengan ukuran tertentu, kemudian ditampung di layboy, lalu
ditumpuk dalam unit bale. Lembaran pulp ditimbang dengan berat 250 kg/bale.
Bale dipress dengan tujuan untuk mengurangi ketinggian bale dan memadatkan
hingga mencapai tinggi sekitar 52 cm. Bale pulp yang sudah dipress kemudian
menuju proses pembungkusan dengan wrapper mechine dan diberi merk dan cap
perusahaan. Setelah proses pengemasan kemudian dilakukan pengikatan
menggunakan kawat untuk memudahkan penyimpanan. Satu unit berisi delapan
bale sehingga berat satu unit adalah 2 ton. Produk disimpan dalam gudang
penyimpanan dengan forklift untuk siap dipasarkan.

2.2.6. Proses Pendukung Produksi

Selain proses pembuatan pulp terdapat juga proses-proses pendukung,


baik dalam penyediaan bahan kimia maupun mendaur ulang limbah yang
terbentuk.plant-plant pendukung tersebut anatara lain :

1. Chemical Plant
2. Recausticizing & Lime Kiln Plant
3. Recovery Plant
44

2.2.6.1 Chemical Plant


Chemical Plant merupakan plant pendukung dalam penyediaan bahan
kimia yang akan digunakan di pabrik. Sebagian besar produk yang dihasilkan
didalam chemical plant digunakan di dalam proses bleaching. Chemical plant
terintegrasi dengan desain pabrik secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa
plant. Terdapat lima plant di dalam chemical plant yang saling berkaitan yaitu:

1. Chlor Alkali Plant


2. Sodium Chlorate Plant
3. Hydrochlorite Acid Plant
4. Chlorine Dioxide Plant
5. Oxygen Plant
6. Hypo System
Dengan menggunakan bahan baku utama NaCl (garam), produk yang
dihasilkan terus terintegrasi dari satu plant menuju plant yang lain sehingga
menghasikan produk seperti NaOH, Cl2, H2, NaClO3, HCl, dan ClO2.
Sedangkan N2 dan O2 diproduksi pada plant yang terpisah.

a. Chlor Alkali Plant


Di dalam chlor alkali plant digunakan bahan baku NaCl (garam) untuk
menghasilkan larutan NaOH dan gas chlorine dengan elektrolisis. Reaksi yang
terjadi:

2NaCl + 2H2O → 2NaOH + Cl2 + H2

NaOH yang dihasilkan akan digunakan di cooking dan di bleaching


plant, sedangkan gas chlorine digunakan untuk sintesa asam chloride.

b. Sodium Chlorate Plant


Sodium chlorate plant merupakan yang menghasilkan produk
intermediate yang nantinya akan digunakan dalam plant berikutnya. Pada unit ini
dilakukan elektrolisa larutan NaCl dalam chlorate electrolyzer untuk
menghasilkan NaClO3 yang akan digunakan sebagai pembuatan ClO2 dalam ClO2
plant. Reaksi yang terjadi:
45

NaCl + 3H2O → NaClO3 + 3H2

H2 yang dihasilkan dibakar bersama Cl2 untuk sintesa asam chloride.

c. HCl Plant
Pada unit ini, dilakukan reaksi antara gas hidrogen dan gas chlorine untuk
menghasilkan HCl melalui combustion. Gas chlorine yang dihasilkan di chlor
alkali plant dan hasil sampingan dari ClO2 plant direaksikan dengan gas hidrogen
yang berasal dari chlorate plant di dalam HCl burner. Reaksi yang terjadi:

H2 + Cl2 → 2HCl

HC1 yang terbentuk berupa gas yang kemudian diserap oleh air. HCl
yang dihasilkan dengan konsentrasi 32% selanjutnya akan digunakan dalam
ClO2 plant untuk menghasilkan ClO2.

d. Chlorine Dioxine Plant


NaClO3 yang dihasilkan dari NaClO3 plant dialirkan kedalam ClO2
generator. Selanjutnya dalam suasana asam NaClO3 tersebut akan mengalami
reduksi menghasilkan ClO2. Reaksi yang terjadi:

NaClO3 + 2HC1 → ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O

NaClO + 6HC1 → 3Cl2 +NaCl + 3H2O

Gas ClO2 dan gas chlorine yang tercampur dipisahkan melalui absorb
dengan air dingin pada 7°C untuk menghasilkan larutan ClO2. Gas chlorine
yang tidak diserap digunakan dalam HC1 plant. Larutan ClO2 yang terbentuk
digunakan untuk proses bleaching.

e. Oxygen Plant
Penyiapan oksigen dan nitrogen dilakukan di dalam oxygen plant. Oksigen
kemudian digunakan dalam proses bleaching.
f. Hypo System
Pada Hypo Systemdihasilkan NaOCl yang akan digunakan sebagai desinfektan
dan digunakan pula pada proses water treatment. Reaksi yang terjadi adalah :
46

Cl2 + NaOH → NaOCl + H2

Sementara itu H2yang dihasilkan sebagai produk samping dibuang ke atmosfer.

2.2.6.2 Recausticizing & Lime Kiln Plant


a. Recausticizing plant
Proses recausticizing merupakan suatu proses daur ulang (recovery)
cairan bekas pemasak kayu menjadi cairan yang dapat digunakan kembali sebagai
cairan pemasak (white liquor). Dengan adanya penambahan kapur, sedangkan
lime kiln adalah suatu proses daur ulang lime mud yang terbentuk dari proses
recausticizing menjadi kapur kembali dengan cara kalsinasi di dalam rotary kiln.

Reaksi yang terjadi: H2O + CaO → Ca(OH)2

Reaksi di atas disempurnakan dalam ketiga causticizer, dengan reaksi:

Ca(OH)2 + Na2CO3 → NaOH + CaCO3

Dilakukan pemisahan antara larutan NaOH dan CaCO3, sedangkan di


dalam lime kiln terjadi :

CaCO3 → CaO + CO2

a. Proses Recaustisizing
Pabrik recausticizing dirancang untuk menyediakan white liquor yang
digunakan sebagai cairan pemasak chip di digester. Green liquor yang diproduksi
sebagai produk samping dari pembakaran black liquor dan kapur panas
digunakan sebagai raw material untuk pembentukan white liquor.

Sedangkan weak white liquor (lindi putih encer) dan lime mud dihasilkan
sebagai produk samping dari produksi white liquor. Lime mud diumpankan ke
lime klin sebagai raw material untuk produksi kapur (lime). Weak white liquor
akan digunakan di recovery boiler sebagai pelarut cake untuk membentuk green
liquor. Lime mud diumpankan ke lime klin sebagai raw material untuk produksi
kapur (lime). Weak white liquor akan digunakan di recovery boiler sebagai
47

pelarut cake untuk membentuk green liquor. Secara umum peralatan utama yang
digunakan di dalam recausticizing plant adalah:

1. Green Liquor Stabilization Tank (GLST)


Green liquor yang berasal dari recovery boiler dikirim ke recausticizing
dan ditempatkan pada stabilization tank. Stabilization tank ini berfungsi untuk
menghomogenisasikan green liquor baik dari konsentrasi, temperatur, tekanan,
maupun densitasnya. Pada tanki ini, total alkali yang dimiliki oleh green liquor
dijaga pada range 118 gr/l – 130 gr/1 dan total alkali tersebut dikontrol oleh
recovery boiler.

Stabilization tank dilengkapi dengan agitator yang dipasang pada bagian


samping tanki, tetapi stabilization tank ini tidak dilengkapi dengan tanki polimer.
Adapun fungsi dari polimer tersebut adalah untuk membentuk flock-flock
sehingga mempercepat proses pengendapan. Level tanki stabilization biasanya
dijaga pada level 60%.

2. Green Liquor Clarifier (GLC)


Green liquor yang telah homogen dan stabil selanjutnya dipompakan
menuju Green Liquor Clarifier (GLC). Green liquor yang masuk ke dalam green
liquor clarifier akan terpisahkan secara sedimentasi antara filtrat (overflow) dan
dregs (endapan). Green liquor clarifier ini dilengkapi dengan rake untuk
pengadukan yang berputar searah jarum jam. Rake tersebut dapat bergerak turun
atau naik secara otomatis atau manual jika beban rake terlalu tinggi.

3. Dregs Precoat Filter


Endapan (dregs) yang mengumpul di bawah tanki green liquor clarifier
selanjutnya dipompakan menuju dregs filter. Di dregs filter, endapan (dregs)
akan dikeringkan dengan cara divakum dan pengurangan sisa kandungan soda
dengan cara menambahan air panas. Endapan atau dregs kering kemudian
dibuang ke bunker menggunakan chain conveyor.

Sedangkan filtrat (cairan) dari dregs filter ini akan dikembalikan lagi ke
green liquor stabilization tank untuk proses lebih lanjut. Dregs filter bergerak
48

secara berputar dan dilengkapi dengan pisau pemotong yang digunakan untuk
memotong dregs di dalam drum dregs filter. Waktu (timer) dari pisau dapat diatur
secara otomatis atau manual. Jadi fungsi dregs filter ini adalah untuk memisahkan
dregs agar tidak ikut terbawa ke dalam proses karena dregs dapat mengganggu
kestabilan proses.

4. Slaker Clarifier
Filtrat (overflow) yang berasal dari green liquor clarifier dipompakan ke
slaker classifier (tempat pemasakan) yang mempunyai dua buah pengaduk, di
dalam slaker ini secara bersamaan akan ditambahkan kapur (lime) yang berasal
dari lime bin. Di slaker classifier tersebut akan terjadi reaksi:

a. Slaking : CaO + H2O → Ca(OH)2 + heat


(Lime) (water) (limemilk)
b. Causticizing : Ca(OH)2 + Na2CO3 → 2NaOH + CaCO3
(Lime milk) (soda ash) (caustic soda) (lime mud)

Temperatur reaksi di slaker dijaga pada suhu 101°-104°C. Untuk menjaga


kestabilan temperatur di slaker, maka ditempatkan aliran steam (MP) apabila
temperatur rendah. Tetapi jika temperatur tinggi, kita dapat turunkan temperatur
GL (green liquor) dari GLC dengan menggunakan Expantion Tank dan GL-
Cooler sebelum masuk ke slaker. Temperatur green liquor dari GLC dijaga pada
85°-88°C. Jika temperatur green liquor melebihi 88°C, dapat menimbulkan
boiling di slaker.

Peristiwa boiling ini sangat berbahaya, karena mengakibatkan cairan


tumpah keluar dari slaker. Di slaker akan dihasilkan white liquor (NaOH) dan
lime mud (CaCO3). Sedangkan inert atau material yang tidak bereaksi yang
umumnya berupa pasir akan dikeluarkan ke bunker menggunakan classifier
screw yang disebut grits.

Sedangkan pada bagian atas slaker dilengkapi dengan scrubber yang


berfungsi untuk menangkap debu kapur atau alkali yang menguap dengan
menggunakan air. Air dari scrubber ini kemudian dialirkan ke sumpit, sedangkan
49

asap bersih akan keluar melalui stack ke udara. Slaker classifier dilengkapi
dengan tiga buah agitator untuk pengadukan dan classifier screw untuk
mengalirkan grits.

5. Causticizer
Hasil pemasakan dari slaker yang berupa white liquor (NaOH) dan lime
mud (CaCOs) akan mengalir secara overflow menuju causticizer berdasarkan
elevasi. Fungsi dari causticizer adalah untuk menyempurnakan waktu reaksi
sehingga efisiensi reaksi lebih tinggi. Pada prosesnya, causticizer mempunyai 3
buah causticizer. Di mana pada setiap causticizer tersebut mempunyai 2 buah
agitator.

6. White Liquor - Feed Tank


Overflow dari causticizer no.3 akan mengalir ke WL-Feed Tank. WL-
Feed Tank ini berfungsi untuk mendapatkan aliran dari overflow agar lebih stabil
pada saat dipompakan ke WL-Clarifier. WL- Feed Tank ini dilengkapi dengan
agitator untuk pengadukan.

7. White Liquor-Clarifier
Dari WL-Feed Tank kemudian dipompakan menuju WL-clarifier. WL-
Clarifier ini berfungsi untuk memisahkan white liquor dengan lime mud secara
sedimentasi (pengendapan).

Adapun standar white liquor yang harus dijaga di WL-Clarifier adalah :

Aktive Alkali (AA) : 95-110 gl/1

Sulfidity : 25-35 gl/1

Total Suspended Solid (TSS) : < 100 ppm

Causticity : 77-83 %

White liquor (NaOH) yang berupa overflow dari tanki WL-clarijier


dipompakan ke sulfur mixing tank. Pada tanki ini white liquor tersebut akan
dicampurkan dengan sulfur untuk menambahkan atau menjaga kestabilan
50

sulfidity white liquor. Sedangkan endapannya yang disebut lime mud (CaCO3)
dipompakan ke lime mud mixing tank (LMMT).

Density lime mud pada WL-Clarifier dijaga pada range 1,35-1,50 kg/dm3.
White Liquor-Clarifier ini dilengkapi dengan rake yang berfungsi sebagai
pengaduk. Rake tersebut dapat bergerak naik turun secara otomatis atau manual.

8. Sulfur Mixing Tank


White liquor yang jernih kemudian dipompakan ke sulfur mixing tank, di
sini terjadi penambahan sulfur. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan
sulfidity yang terkandung di dalam white liquor dengan cara pengadukan. Sulfur
secara langsung dimasukkan dari sulfur bin ke sulfur mixing tank dengan
memakai screw, sedangkan pemasukan sulfur ke sulfur bin menggunakan
elevator. Setelah reaksi terbentuk sempurna, maka white liquor akan dikirim ke
digester untuk memasak chip.

9. Lime Mud Mixing Tank


Lime mud yang berasal dari WL-Clarifier, dipompakan ke Lime Mud
Mixing Tank (LMMT). Mixing tank ini bertujuan untuk merecovery NaOH yang
terkandung di dalam lime mud dengan cara mencucinya dengan air panas yang
mana temperaturnya dijaga pada 65-70°C. Lime mud mixing tank ini dilengkapi
dengan agitator. Lime mud yang sudah dicuci kemudian dialirkan menuju lime
mud washer clarifier.

10. Lime Mud Washer Clarifier


Lime mud washer clarifier ini berfungsi untuk memisahkan hasil
pencucian dari lime mud mixing.

Adapun hasil dari pencucian dari lime mud mixing yaitu :

1. Bagian atas tangki


Berupa filtrat (air panas yang mengandung alkali) yang disebut weak wash
liquor, selanjutnya cairan ini akan dikirim ke dissolving tank di recovery
boiler untuk melarutkan cake menjadi green liquor. Total suspended solidnya
dijaga <100 ppm.
51

2. Bagian bawah tanki


Merupakan endapan (lime mud) yang telah berkurang kandungan
alkalinya, selanjutnya lime mud ini akan dipompakan ke lime mud storage
tank. Density lime mud dijaga pada 1,35-1,50 kg/m .

11. Lime Mud Storage Tank


Lime mud storage tank berfungsi untuk menampung lime mud yang
akan diumpankan ke lime klin melalui lime mud filter. Lime mud storage tank
ini dilengkapi dengan agitator untuk mengaduk lime mud tersebut.

12. Lime Mud Filter


Lime mud yang berasal dari lime mud storage tank dipompakan ke lime
mud filter. Di lime mud filter, lime mud tersebut akan dikeringkan dengan cara
pemakuman. Kekeringan (dryer) yang diharapkan adalah >75%. Sedangkan
filtratnya akan dikembalikan lagi ke lime mud mixing tank. Kemudian lime mud
yang kering akan diumpankan ke lime klin melalui belt conveyor dan diangkut
oleh screw conveyor. Lime mud filter merupakan drum berputar yang dilengkapi
dengan pisau pemotong lime mud (doxtor blade) dan CPR (Continous Precoat
Renewalt) sehingga lime mud filter ini dapat berjalan 24 jam.

b. Lime Kiln Plant


Lime adalah satu bahan kimia pembantu yang disirkulasikan dan
digunakan untuk mengkonversikan green liquor yang datang dari recovery boiler
menjadi white liquor. Peralatan causticizing bersama lime reburning membentuk
siklus kapur. Setelah proses causticizing selesai, semua kapur berubah menjadi
calcium carbonat. Kegunaan dari pembakaraan ulang kapur adalah untuk
mengkonversikan kalsium karbonat menjadi kalsium oksida.

Peralatan utama dalam pembakaran ulang kapur adalah rotary lime kiln.
Lime mud yang diumpankan ke dalam kiln adalah suatu campuran air dan CaCO3.
Biasanya lime mud kering mengandung padatan 75-80%. Sebelum masuk ke kiln
sebaiknya lime mud memenuhi beberapa syarat yaitu :
52

a. Padatan lime mud kering yang masuk ke dalam Min, seseragam mungkin.
b. Kandungan kebasahan lime mud yang masuk ke dalam kliri, sekonstan
mungkin.
c. Alkali terlarut dalam lime mud yang masuk ke dalam kliti sekonstan mungkin.
Kiln adalah drum baja yang berbentuk silinder horizontal dan dilapisi batu,
diameter dalam 3,6 m dan panjang 95 m dengan kemiringan 2,5%. Kiln ini
disanggah dengan ridding ring yang berada di atas roller bergerak dan dua thrust
roller, satu ridding ring diapit oleh thrust roller pada ridding ring tengah.
Sedangkan bahan bakar yang digunakan untuk membakar lime mud tersebut
adalah solar. Lime kering yang berasal dari lime mud filter, akan diumpankan ke
dalam lime kiln melalui belt conveyor dan jatuh ke dalam screw conveyor.

Dari screw conveyor inilah lime mud masuk ke feed end, kemudian
terbawa ke atas dari tarikan uap panas ID fan selanjutnya jatuh kembali melalui
cyclone ke kiln. Lamanya waktu tinggal lime mud di dalam lime kiln yaitu sekitar
3,5-4 jam, lamanya waktu tinggal tersebut biasanya tergantung dari kecepatan
kiln. Waktu tinggal dan distribusi panas dalam kiln sangat penting untuk kualitas
produksi. Pendistribusian panas dapat dirubah dengan mengatur bentuk api yang
mana pembentukannya diatur oleh kecepatan aliran udara melalui primary air fan
dan ID fan.

Ketika lime mud jatuh ke dalam kiln, kandungan airnya diuapkan dan
akhirnya masuk ke dalam zona pembakaran, reaksi sebenarnya terjadi pada
temperatur sekitar 1100°C. Proses reburning di lime kiln terbagi menjadi empat
fase yang berbeda yaitu:
a. Pengeringan, di mana air di dalam lime mud diuapkan. Jika tidak di dalam
lime mud dryer maka pengeringan berlangsung di dalam kiln.
b. Pemanasan, di mana lime mud dipanaskan ke temperatur reaksi
c. Kalsinasi di mana peruraian kalsium karbonat menjadi kalsium oksida dan
karbon dioksida.
d. Pendinginan, di mana lime didinginkan pada sedor cooler sebelum
meninggalkan kiln.
53

Selanjutnya kapur akan keluar dari kiln setelah melewati dam, kemudian
baru ke cooler melewati grizzles. Ketika kiln berputar, kapur bergerak masuk ke
dalam ruangan cooler. Pada ujung pembuangan cooler tersebut terdapat saringan
yang berfungsi untuk memisahkan kapur kecil dan kapur besar (untuk
dihancurkan). Hopper mengumpulkan jatuhan kapur yang berasal dari cooler dan
membaginya di dalam ruangan untuk pemecahan dan pengiriman.

Selanjutnya kapur akan jatuh ke bucket elevator yang kemudian


ditrasportasikan menuju lime bin untuk digunakan dalam proses recausticizing.
Sedangkan untuk menangani gas buang yang dihasilkan dari prosesnya, maka
lime kiln dilengkapi dengan alat penyaring debu yaitu ESP (Electro Static
Precipitator). Gas-gas buang dari lime kiln biasanya mengandung debu yang
jumlahnya bervariasi yaitu sekitar 5-15% dari produksi kiln. Gas buang tersebut
akan dibersihkan pada bagian filter yang menggunakan electrostatic precipitator.
Pembersihan pada filter ini dilakukan secara otomatis dengan cara menggetarkan
elektroda dengan plate. Sehingga debu akan turun ke bawah filter dan akan
dikumpulkan dengan alat yang dinamakan chain conveyor. Selanjutnya debu hasil
penyaringan akan dikembalikan lagi ke kiln, sedangkan gas bersih akan dibuang
ke udara setelah melewati stack.

2.2.6.3 Recovery Plant


2.2.6.3.1 Evaporator
Black Liquor yang merupakan produk samping dari proses pemasakan
(digester) akan diolah dan dikeluarkan dalam bentuk liquor pada evaporator.
Steam dari kolom stripping digunakan untuk memurnikan kondensat yang kurang
baik dari evaporator dan cooking plant. Permukaan pemanas unit evaporator
dibuat dua unsur lembaran. Vapour dikondensasi di bagian samping unsur. Black
liquor mengalir bebas di luar unsur ke bagian bawahnya. Vapour sekunder dilepas
dari liquor secepatnya lalu dikeluarkan di antara unsur yang akan ke bagian
vapour (vapour body) dan selanjutnya melewati entrainment separator.Pompa
sirkulasi liquor menjaga aliran liquor konstan di atas sejumlah unsur bebas yang
diumpankan.
54

2.2.6.3.2 Recovery Boiler


Heavy black liquor yang berasal dari evaporator, bersama–sama dengan
make-up saltcake, dan ash, diumpankan ke dalam mixing tank black liquor,
kemudian dipanaskan di liquor heater dan ditembakkan melalui spray gun ke
dalam furnace. Difurnace, black liquor tersebut dikontakkan dengan udara yang
dihisap melalui FDF. Forced draft fan (FDF) berguna untuk mengisap udara
yang dari luar (atm), yang mana udara tersebut terbagi atas primary air,
secondary air,dan tertiary air. Udara yang dari FDF dipanaskan dengan steam
coil air heater. Dari furnace dihasilkan smelt dengan char bed yang menumpuk
pada bottom.
Char bed tersebut merupakan kandungan inorganik yang tidak ikut
terbakar. Sedangkan smelt merupakan kandungan organik yang terbakar, yang
nantinya akan turun ke dissolving tank dan akan dilarutkan dengan weak black
liquor( WBL). Sedangkan debu – debu yang terbawa dari udara tersebut difilter
dengan menggunakan ESP (electrostatic precipitator) dengan menggunakan
Induced draft fan, yang nantinya akan dikeluarkan melalui stack gas. Feedwater
akan diumpankan dengan menggunakan economizer1 dan economizer2 , yang
kemudian diumpankan ke boiler bank untuk menghasilkan steam yang bersifat
superheated, yang nantinya steam tersebut akan digunakan untuk penggerak
turbin dan generator. Masing-masing alat seperti, economizer1 dan economizer2
serta boiler bank akan menghasilkan blow down, yang nantinya akan dimixing
dengan sisa debu, ash (abu), serta make-up saltcake. Sedangkan debu yang
ditangkap oleh ESP juga akan direcycle ke dalam black liquor mixing tank.
Pada seksi recovery boiler terjadi pemekatan WBL ( weak black liquor)
menjadi HBL (heavy black liquor) divacum evaporator yang kemudian dibakar
dengan penambahan Na2SO4 (salt cake), lalu dismelt /dilarutkan dengan filtrate
WWL( weak white liquor), hingga akan menghasilkan GL ( green liquor)
sehingga terjadi peningkatan kadar Na2CO3 dan Na2S serta penurunan kadar
NaOH , juga akan menghasilkan steam sebagai sumber energi dimana panas yang
diterima dari hasil pembakaran tersebut.
55
56

2.3. Produk
Pada PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper produk yang dipasarkan
berupa lembaran bukan berupa bubur karena dalam lembaran akan lebih mudah
untuk dipasarkan dan lebih effisien seperti terlihat pada gambar 4. Spesifikasi,
standar sifat-sifat fisik, dan standar sifat-sifat kimia dari pulp yang dihasilkan
disajikan pada tabel 4, tabel 5, tabel 6 dan tabel 7

Tabel 4. Spesifikasi Pulp

Basic Characteristics
Brightness Dirt Moiusture
(% ISO) > 89 Ppm < 2 (%) ~ 11

Tabel 5. Spesifikasi produk


Product specification
Bale Unit
Gross Weight 250 kg 8 bales = 2,000 kg
Dimensions 60 x 80 x 49 cm 120 x 80 x 196 cm
Number of wires 4 7
Wire’s diameter 2.30 mm 3.00 mm
Marks Inkjet (water soluble Water soluble ink
blue ink) print on each
bale

Tabel 6. Standar sifat kimia pulp


Parameter Kimia
Parameter Unit Standar
Ash % 0,3
Ekstraktif % 0,5
AOX Ppm 100 – 150
Sumber : Company Profile PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper 2000
57

Tabel 7. Standar sifat fisik pulp


Typical physical properties
CSF Freeness Ml 508 400 300 270
(PFI)
Tensile index Nm/g 20.8 51.7 71.71 75.5
Tear index mN.m2/g 4.6 7.9 8.18 8.1
Burst index kPa. m2/g 1.0 3.5 4.84 5.1
Breaking length Km 2.1 5.6 7.3 7.7
Folding Times 1 30 87 116
endurance
Light scattering m2/kg 54 42 37 35
coefficient
Bulk Cm3/g 1.65 1.36 1.25 1.20

Using TAPPI test method at 23°C and 50 % RH

Gambar 10. Pulp handling

Sumber : Modul Pelatihan Pengenalan PT. TeL PP A.Roni Alwis, S.T.


58

2.4.Utilitas
Unit-unit utilitas yang terdapat di PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper adalah :

2.4.1. Penyediaan Kebutuhan Air


Pemakaian air oleh pabrik pulp dan townsite berasal dari sungai Lematang
dengan kebutuhan air rata-rata 86850 m3/hari. Sekitar 600 m3/hari akan dialirkan
untuk kebutuhan domestik. Air sungai Lematang akan dipompa masuk melewati
unit penyaringan (kasar dan halus). Air sungai akan mengalami proses desalting
sebelum dialirkan melalui pompa ke lokasi pabrik.

Sedimentasi dan penyaringan dengan pasir di water treatment plant akan


mengurangi turbidity air sungai. Disamping floculant, NaOH, dan hidrochlorite
acid juga diperlukan untuk pengolahan air minum bagi kebutuhan townsite.Dari
proses pengolahan air baku, akan dihasilkan limbah padat berupa sludge dari
proses sedimentasi sebanyak 50 gr/l. Sludge yang dihasilkan dikumpulkan dan
penanganannya dikirim ke effluent sebagai alkali sewer.

Prinsip dasar proses water treatment sebenarnya adalah membuang zat –


zat padat yang ukurannya berbeda-beda baik secara mekanik maupun secara
kimia. Berbagai tahapan tersebut antara lain, screening, desalting, settling, dan
filtering.

2.4.2. Penyediaan Kebutuhan Listrik


Pada PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper, listrik dihasilkan dari
generator yang digerakkan oleh sebuah turbin yang menghasilkan 75 MW untuk
proses mill dan perumahan. Turbin ini digerakkan oleh steam yang dihasilkan dari
power boiler dan recovery boiler. Kedua boiler tersebut menggunakan biomassa
sebagai bahan bakar. yaitu bark (kulit kayu) dan sawdust untuk power boiler serta
menggunakan black liqour produk samping dari proses pemasakkan untuk
recovery boiler.

2.4.3. Penyediaan Kebutuhan Steam


Steam diperoleh dari power boiler dan recovery boiler plant. Pada power
boiler, steam yang dihasilkan bertekanan 6300 kPa dan massa 98 kg/s. Pada
59

power boiler digunakan bahan bakar berupa kulit-kulit kayu, sludge, dan lainnya
yang merupakan reject dari debarking drum. Reject tersebut dibakar di BFB
(Bubbling Fluidized Bed) boiler dengan menggunakan pasir sebagai media
pemanas. Pada recovery plant steam dihasilkan dari aliran ekstraksi pada digester
yang masuk ke flash tank 1 yang kemudian dialirkan ke flash tank 2. Dari flash
tank 1 dan 2, akan dihasilkan flash steam yang digunakan sebagai pre-steaming
pada chip bin dan steaming vessel.

2.5. Pengelolaan Lingkungan


Sesuai dengan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan
bahwa setiap rencana usaha dan kegiatan yang mempunyai dampak besar dan
penting wajib dilakukan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan hasil
akhir AMDAL harus berupa Recana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana
Pemantauan Lingkungan. Upaya penanggulangan dampak negatif dan
pengembangan dampak positif dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan
lingkungan, selanjutnya efektifitas pengelolaan lingkungan ini dievaluasi dengan
kegiatan pemantauan lingkungan dengan terlebih dahulu menyusun dokumen
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan dilanjutkan dengan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) sehingga hal ini merupakan panduan bagi PT
Tanjungenim Lestari Pulp dan Paper dalam memantau dan mengelola pelaksanaan
pembangunan berwawasan lingkungan. Selain itu dokumen RKL-RPL di PT
Tanjungenim Lestari Pulp dan Paper ini berfungsi juga sebagai pedoman bagi
masyarakat sekitar yaitu warga di Desa Dalam, Desa Kuripan Desa Tanjung
Menang dan Desa Banuayu untuk berpartisipasi secara aktif dalam rangka
pemantauan lingkungan dan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim.
Dokumen RKL-RPL ini memberikan arahan dalam pengawasan terhadap
pelaksanaan pengelolaan lingkungan oleh PT Tanjungenim Lestari Pulp and
Paper. Kegiatan RKL-RPL ini mempunyai banyak kegunaan yang berkaitan
dengan pengelolaan hutan terutama di kawasn MHP (Musi Hutan Persada), baik
untuk perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Rencana Pengelolaan Lingkungan
harus memuat mengenai upaya untuk menangani dampak dan memantau
60

komponen lingkungan hidup yang terkena dampak, bukan hanya dampak yang
disimpulkan sebagai dampak penting dari hasil proses evaluasi holistik dalam
ANDAL. Sehingga untuk beberapa dampak yang disimpulkan bukan dampak
penting, namun tetap memerlukan dan direncanakan untuk dikelola dan dipantau
(dampak lingkungan hidup lainnya), maka tetap perlu disertakan rencana
pengelolaan dan pemantauannya dalam RKL-RPL.

Rencana Pengelolaan Lingkungan di PT Tanjungenim Lestari Pulp and


Paper memuat tentang upaya-upaya pencegahan, pengendalian dan
penanggulangan dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif dan
meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan produksi.
Dalam pengertian tersebut upaya pengelolaan lingkungan hidup di PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper mencakup 3 (tiga) kelompok aktivitas :

a. Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menghindari atau


mencegah dampak negatif lingkungan hidup melalui tata letak (tata ruang
mikro) lokasi, dan rancang bangun proyek.
b. Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi,
meminimalisasi atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul disaat
usaha dan/atau kegiatan beroperasi, maupun hingga saat usaha dan/atau
kegiatan berakhir (misalnya : rehabilitasi lokasi proyek).
c. Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat memberikan pertimbangan
ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan konpensasi atas sumber
daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti sosial ekonomi
dan/atau ekologis) sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber
daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti sosial ekonomi dan
atau ekologis) sebagai akibat usaha dan/atau kegiatan.
Penyusunan dokumen serta pelaksanaaan Rencana Pengeloaan Lingkungan
dan Pemantauan Lingkungan telah diterapkan di PT Tanjungenim Lestari Pulp
and Paper. Dokumen tersebut terdiri dari 13 parameter yang terdiri dari kualitas
udara, kebisingan, limbah padat atau landfill, sampah domestik, flora fauna darat,
kesempatan kerja,potensi konflik sosial,pengelolaan bekerjasama dengan
61

Pemerintah Daerah, kualitas air permukaan, kesempatan berusaha, potensi konflik


sosial kegiatan proses, persepsi masyarakat dan kesehatan masyarakat. Parameter
tersebut dikelola dan dipantau tiap dua semester setiap tahunnya.

Latar belakang penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan


(RKL) dan dilanjutkan dengan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) ini sesuai
dengan ketentuan pada Sistem Manajemen Lingkungan. Sesuai dengan ketentuan
ISO 14001 di dalam Sistem Manajemen Lingkungan terdapat tiga komitmen yaitu
comply to regulation (memenuhi peraturan), prevention to pollution (pencegahan
terhadap pencemaran), dan continue improvement (perbaikan secara
berkesinambungan). Komitmen comply to regulation diwujudkan dengan adanya
dokumenRencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL), serta merupakan kewajiban perusahaan dan sebagai acuan
untuk pengelolaan sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan. Dokumen
Rencana Pengelolaan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang diterapkan di
PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper dianggap telah mampu dan dapat
dijadikan acuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan
dampak negatif baik yang timbul pada saat usaha dan/atau kegiatan yang ada. Jika
tidak ada dokumen Rencana Pengelolaan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper tidak mampu untuk menanggulangi,
meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif yang timbul dari proses
produksi. Hal tersebut dapat ditelaah serta dievaluasi dengan perolehan Proper
hijau menunjukkan bahwa PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper telah
melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan, telah
mempunyai system pengelolaan lingkungan, mempunyai hubungan yang baik
dengan masyarakat, termasuk melakukan upaya 3R (Reduce, Recause, Recycle)
sedangkan untuk pengendalian lingkungan yang ditempuh adalah : membuang
dan mengoperasikan unit pengolahan limbah cair diluar proses produksi secara
terus menerus, membangun dan mengendalikan pengoperasian peralatan
pengendalian emisi debu dan gas yang efisiensinya tinggi, mempertahankan dan
memelihara areal hijau (buffer zone) seluas 252 Ha disekitas pabrik untuk
mengurangi gangguan gas dan kebisingan (noise barrier) kepemukiman terdekat
62

dan mempertahankan habitat bagi fauna daratan serta penyediaan air bersih untuk
memenuhi kebutuhan domestik untuk masyarakat desa sekitar, memprioritaskan
penyerapan tenaga lokal untuk tenaga tetap dan tidak tetap, membangun dan
membuka fasilitas umum, (poliklinik, sarana olahraga, dan sarana ibadah) yang
dapat digunakan masyarakat umum.

Keterlibatan masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan saran, akan


menunjang tercapainya suatu keputusan yang optimal. Diikutsertakannya warga
masyarakat Desa sekitar yaitu Desa Dalam, Desa Tanjung Menang, dan Desa
Banuayu serta Desa Kuripan akan memperbesar kesediaan masyarakat dalam
menerima keputusan dan pada gilirannya akan memperkecil kemungkinan
timbulnya sengketa lingkungan. Dalam prosesini masyarakat menyampaikan
aspirasi, kebutuhan dan nilai-nilai yang dimilikimasyarakat, serta usulan
penyelesaian masalah dari masyarakat yang berkepentingan dengan tujuan
memperoleh keputusan yang terbaik. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses
Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan dokumen pengelolaan lingkungan. Pada
awal proses pendirian perusahaan tepatnya dua tahun setelah perusahaan didirikan
pihak PT Tanjungenim Lestari Pulp dan Paper mengadakan sosialisasi kepada
warga masyarakat sekitar dan pihak dari laboratorium berdiskusi dengan warga
tentang pengelolaan limbah yang telah dilakukan di perusahaan. Masyarakat yang
tinggal di sekitar pabrik, yaitu Desa Banuayu Desa Dalam jika ada kesempatan
berusaha dari pihak PT Tanjungenim Lestari Pulp dan Paper pertama kali
diumumkan di balai desa. Pekerjaan tersebut bersifat kontrak ataupun memiliki
waktu tertentu, jenis pekerjaan seperti pengatur taman serta penyapu jalan.
Mereka dapat berjualan di area komplek dan memiliki batasan waktu serta harus
berjalan kaki / menggunakan gerobak. Sedangkan untuk berjualan di area pabrik
mereka tidak mendapatkan izin. Hampir keseluruhan responden beranggapan
bahwa perusahaan tidak memberikan pengaruh terhadap kesempatan berusaha.
63

2.5.1 Sistem Pengolahan limbah

PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper sebagaimana telah diisyaratkan


dalam dokumen AMDAL dan telah disetujui Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 27/MPP/04/1999, melakukan dua macam pengolahan
lingkungan, yaitu :

1. End of Pipe Treatment (pengelolaan limbah yang dibuang)

Penanganan limbah secara end of pipe treatment yang dilakukan oleh PT


Tanjungenim Lestari Pulp & Paper ada tiga cara, yaitu :

a) Pengolahan limbah cair yang berupa unit pengolahan limbah cair


b) Penanganan limbah padat yang berupa landfill system
c) Pengendalian pencemaran udara yang menggunakan electro static
precipitator, dust collector, dan cyclone serta NCG (non-condensible
gas) treatment yang dilengkapi dengan water seal, burner, dan scrubber.
2. Reduce, Reuse, Recycling (Konsep tiga R)
Konsep ini dipakai juga dalam pembuatan pulp di PT Tanjungenim
Lestari Pulp & Paper. Di dalam industri ini penerapan konsep tersebut meliputi
one-site recycling :

a) Chemical recovery dari concentrate black liquor.


b) Fiber recovery dari white water.
c) Filtrat recovery dari pulp washing.
d) Condensate recovery dan reuse dari boiler.
e) Counter current washing system (untuk brown stock dan bleaching stock
washing).
f) Sirkulasi air pendingin pada cooling tower.
g) Re-cooking knot.
Pemakaian bark, chip, reject, dan sludge cake dari unit pengolah limbah
cair, dimana akan digunakan sebagai bahan bakar di power boiler.

Dalam melaksanakan pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk


mewujudkan kualitas lingkungan yang dapat dipertahankan sesuai fungsinya.
64

Penanganan limbah yang dilakukan oleh PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper
ada tiga yaitu pengolahan limbah cair, penanganan limbah padat, dan
pengendalian pencemaran udara.

1. Pengolahan Limbah Cair


Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Tanjung Enim Lestari Pulp &
Paper yang disebut effluent treatment berasal dari Jerman (Philip Muller. Proses
pengolahan ini berfungsi untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik
yang sudah tidak dapat didaur ulang kembali sehingga menjadi limbah terolah
yang berada di bawah standar pemerintah yang berlaku Kep-51/MENLH/10/1995
untuk pabrik pulp dan kertas.

Saluran limbah cair yang masuk IPAL dipisahkan menjadi dua saluran
yaitu, saluran limbah alkali dan saluran limbah asam. Adapun tujuan pemisahan
limbah ini adalah untuk mengurangi pemakaian bahan kimia penetral dengan
adanya limbah asam dapat digunakan sebagai penetral di neutralization basin.

Pada proses primary treatment seluruh buangan limbah cair dari masing-masing
plant ditampung di primary clarifier yang berfungsi untuk memisahkan padatan
secara gravitasi. Cairan yang telah dipisahkan kemudian dinetralkan di
neutralization basin dilakukan pencampuran dengan limbah asam kemudian
dinetralkan dengan NaOH atau H2SO4, sedangkan padatan berupa lumpur atau
sludge dipompakan ke sludge mixing tank. Setelah dinetralkan selanjutnya cairan
dikirimkan ke equalization basin untuk penyamarataan cairan sebelum masuk ke
tahap kedua yaitu activated sludge yang sebelumnya temperatur cairan diturunkan
menjadi 35oC di cooling tower.

Selanjutnya cairan yang telah dingin masuk ke aeration basin yang


dilengkapi dengan surface aerator untuk menyuplai kebutuhan oksigen. Di dalam
aeration basin diharapkan terjadi penguraian senyawa-senyawa organik oleh
bakteri sehingga menyebabkan kandungan pencemar dalam limbah cair dapat
turun. Dalam proses dekomposisi atau penguraian senyawa-senyawa organik,
65

bakteri membutuhkan nutrient seperti nitrogen dan phospat yang dapat disuplai
dari urea dan asam phospat.

Limbah dari aeration basin dikirimkan ke secondary clarifier untuk


dipisahkan dari limbah cair olahan dan sebagian sludge (biomass) dikembalikan
lagi ke aeration basin. Overflow limbah cair dari secondary clarifier ini dibuang
ke sungai melalui pengontrolan kualitas yang ketat sehingga kualitas buangan
limbah cair olahan tidak melebihi standar kualitas baku mutu limbah cair industri
pulp yang ditetapkan pemerintah yaitu Kep-51/MENLH/10/1995 dan Keputusan
Gubernur Sumatera Selatan No. 407/XI/1991.

Selanjutnya limbah cair olahan ditampung di holding pond sebelum


dibuang ke sungai Lematang. Dari holding pond selanjutnya limbah terolah ini
masuk ke sungai melalui satu saluran pipa dengan diameter 1,2 m dan untuk
mengetahui kandungan halogen di dalam limbah terolah ini, sebelum dibuang ke
sungai Lematang akan dianalisa pula kandungan AOX-nya (Absorsable Organo
Halogen).

Pengontrolan kualitas limbah cair dimulai dari pengontrolan sumber


buangan, proses pengolahan limbah cair, sampai dengan pembuangan limbah cair
olahan ke sungai Lematang. Effluent treatment beroperasi secara kontinyu 24 jam
dan jika terjadi masalah di effluent treatment, maka limbah cair akan ditampung di
emergency basin sampai kondisi di effluent treatment normal kembali.Sedangkan
sludge dari primary clarifier dan secondary clarifier ditambah dengan sludge dari
fresh water treatment ditampung di sludge mixing tank dan dikirim ke dewatering.
Kemudian sludge dipress di belt filter press sehingga menghasilkan sludge cake
yang memiliki konsistensi sekitar 36%. Filtrat dari dewatering dikembalikan ke
aeration basin sedangkan sludge cake ini dikirim ke landfill.

Selain memiliki IPAL untuk limbah industri, PT Tanjungenim Lestari Pulp


& Paper juga memiliki IPAL untuk limbah domestik yang dihasilkan dari
perumahan atau townsite. Prinsip dari pengolahan limbah domestik adalah tahap
pemisahan kotoran, tahap sedimentasi, dan tahap aerasi secara biologi untuk
66

menguraikan senyawa-senyawa organik, serta tahap desinfektan untuk


menghilangkan bakteri-bakteri yang berbahaya seperti bakteri coli.

2. Pengolahan Limbah Padat


Limbah padat yang dihasilkan ada dua, yaitu :

1. Limbah pabrik
2. Limbah domestik
Limbah padat yang dihasilkan dari pabrik pulp berupa dregs dan grits dari
recausticizing plant, abu dari power boiler, dan garam dari chemical plant yang
direncanakan ditimbun dengan sistem landfill. Sedangkan limbah padat lainnya,
seperti kulit kayu dari wood handling, screen reject, dan lumpur dari effluent
treatment diumpankan ke power boiler sebagai bahan bakar untuk menghasilkan
steam sebagai penggerak turbin sehingga dapat menghasilkan listrik.

Dalam operasi landfill akan dibuatkan sumur pantau dan kolam


pengumpul lindi dan kontaminasi limbah padat terhadap tanah. Lindi yang
terkumpul di dalam kolam penampungan akan dikirimkan ke effluent treatment
untuk diolah secara fisik, kimia, dan biologi.Limbah domestik hasil rumah tangga
dan perkantoran akan ditampung ditempat pembuangan sampah dan dikontrol
oleh petugas khusus.

3. Pengendalian Pencemaran Udara


Dalam hal pengendalian pencemaran udara, PT Tanjungenim Lestari Pulp
& Paper membangun peralatan pengendalian pencemaran udara di masing-masing
sumber. Di pabrik pulp ada dua proses yang memungkinkan terjadinya
pencemaran udara, yaitu: proses pembakaran di power boiler dan proses kimia di
chemical plant.

Untuk pengendalian pencemaran, PT. Tanjungenim Lestari Pulp & Paper


membangun electrostatic precipitator di boiler dan lime kiln untuk menangkap
debu hasil pembakaran di cerobong utama sebelum dibuang ke udara, sedangkan
untuk cerobong proses kimia dibuang menggunakan scrubber untuk menyerap
gas-gas buangan dengan bantuan cairan kimia penyerap.
67

Selain itu, untuk mengurangi dampak bau yang dihasilkan pabrik pulp,
maka PT Tanjung Enim Lestari Pulp & Paper menerapkan hal-hal berikut :

1. Merancang ketel dengan karakteristik low odor


2. Memasang dua unit pengumpul NCG (non-condensable gas)
3. Pengumpulan dan pembakaran NCG di NCG treatment
4. Memasang vent scrubber di smelt dissolving tank
5. Pendaur-ulangan condensate dalam stripper dengan saluran NCG
Proses penghilangan bau dalam NCG treatment gas-gas yang tidak
terkondensasi dari digester dan evaporator dibakar di quench burner bersama-
sama dengan steam dan fuel oil sebagai bahan bakar.
68

Anda mungkin juga menyukai