Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu
Menurut Dumanauw “kayu dapat didefinisikan sebagai suatu bahan yang
diperoleh dari hasil hutan, sebagai bagian dari suatu pohon. Dalam hal
pengelolaannya lebih lanjut, perlu diperhitungkan secara cermat bagian-bagian
kayu manakah yang dapat lebih banyak dimanfaatkan untuk suatu tujuan tertentu.
Dilihat dari tujuan penggunaannya, kayu dapat dibedakan atas kayu pertukangan,
kayu industri, dan kayu bakar. Kayu banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai
penyokong kehidupan, mulai sebagai furniture seperti meja, kursi, almari dan lain
sebagainya juga dapat dimanfaatkan untuk bahan membuat rumah atau perahu dan
lain lain. Seiring bertambahnya populasi penduduk, maka permintaan pasar
terhadap kayu ini akan selalu meningkat setiap tahunya” (Dumanauw, 2001).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Pribadi yang mengatakan bahwa “permintaan
pasar yang selalu naik akan mengakibatkan kelangkaan pada bahan kayu”.
Permasalahan keterbatasan sumber daya kayu, efisiensi pengolahan dan berbagai
kelemahan pada kayu menuntut sentuhan teknologi yang secara terus-menerus
perlu dikembangkan (Pribadi, 2005).

2.2 Kandungan Kayu


Pengetahuan tentang komponen kandungan kayu merupakan faktor penting
untuk mengetahui komponen yang terkandung pada bagian kayu tersebut.
Komponen tersebut adalah komponen kimia yang terdapat pada kayu. zat tersebut
dapat mempengaruhi warna, keawetan alami, rekat, serta kekuatan kayu
(Lukmandaru, 2015).

2.2.1 Selulosa
Menurut Sjostrom “selulosa merupakan konstituen utama kayu. Kira-kira 40
-45% bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa. Selulosa adalah
homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit beta d-glukopiranosa yang terikat
satu sama lain dengan ikatan glikosida” (Sjostrom, 1993). Lebih lanjut dijelaskan

4
oleh Perez bahwa “selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan ß -1,4
glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu
dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui
ikatan hidrogen dan gaya van der Waals” (Perez, 2002).

2.2.2 Hemiselulosa
Menurut Achmadi “hemiselulosa merupakan polimer amorf yang berasosiasi
dengan selulosa dan lignin. Hemiselulosa mudah mengalami depolimerisasi,
hidrolisis oleh asam, basa, mudah larut air. Hemiselulosa memiliki ikatan yang kuat
dengan lignin dan mudah mengikat air. Kadar hemiselulosa berbeda pada jenis kayu
daun jarum dan kayu daun lebar” (Achmadi, 1990). Lebih lanjut dijelaskan oleh
Suparjo bahwa “hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi
monomer yang mengandung mannosa, arabinosa, galaktosa, xilosa dan glukosa”.
Hemiselulosa akan mengikat serat selulosa membentuk mikrofibril sehingga
meningkatkan stabilitas dinding sel. Untuk membentuk jaringan kompleks dan
memberikan struktur yang kuat hemiselulosa berikatan silang dengan lignin”
(Suparjo, 2010).
Menurut Lestari “pada perusahaan pulp, kadar hemiselulosa sangat berperan
penting. Semakin tinggi kadar hemiselulosa maka akan mempermudah proses
penggilingan dan akan menghasilkan pulp dengan rendamen tinggi” (Lestari,
1990). Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kadar hemiselulosa
dapat mempengaruhi tekstur kayu.

2.2.3 Lignin
Menurut Tillman “lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang
hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen,
namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin
sangat tahan terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik” (Tillman,
1989). Lebih lanjut dijelaskan oleh Haygreen mengemukakan bahwa “dalam
dinding sel, lignin berfungsi untuk memberi ketegaran pada sel dan ketegaran yang
diberikan oleh lignin merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu. Sedangkan

5
kandungan pentosan dari bagian cabang dan pohon tidak dapat dibedakan dengan
jelas dengan kisaran 15,12 % - 15,51 %” (Haygreen, 1989).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Mc Donald bahwa “pengerasan dinding sel kulit
tanaman yang disebabkan oleh lignin menghambat enzim untuk mencerna serat
dengan normal. Hal ini merupakan bukti bahwa adanya ikatan kimia yang kuat
antara lignin, polisakarida tanaman dan protein dinding sel yang menjadikan
komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh ternak” (McDonald, 2002).

2.3 Jati
Tanaman jati adalah tanaman yang termasuk dalam tanaman dikotil atau
dapat disebut berkeping 2, tanaman ini memiliki batang yang keras. Ada pun
klarifikasi dari tanaman jati adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis L. f
“jati (Tectona grandis L. f.) adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan
lambat, tanaman tersebut memiliki batang berbentuk silindris dengan tinggi
mencapai hingga 30-40 m. Tanaman Jati dapat tumbuh di daerah yang memiliki
curah hujan 1500-2000 mm/tahun dan suhu 27º-36º C. Jati adalah tanaman dengan
pertumbuhan yang lambat, jati memiliki sifat yang akan menggugurkan daunya saat
musim kemarau”. tanaman jati selalu menjadi primadona di berbagai negara
dikarenakan memiliki ketahanan yang kuat tingkat keawetan tinggi, dan corak yang
unik. Kualitas yang baik itulah yang banyak menarik banyaknya perusahaan mebel
menggunakan bahan dasar dari kayu tersebut (Febrianto, 2000).
Menurut Fengel dan Wegener, kayu jati mempunyai berbagai macam kuinon,
diantaranya yaitu naftakuinon (dehidrolapakol, lapakol) dan antrakuinon
(tektokuinon) (Fengel dan Wegener, 1984). Lebih lanjut dijelaskan oleh Ohi yang

6
mengatakan bahwa “senyawa yang paling dominan dalam ekstrak kayu jati yaitu
tektokuinon (Ohi, 2001). Peran tektokuinon pada kayu jati tidak hanya sebagai
pengawet alami kayu saja, tektokuinon juga dapat bersifat bio-larvasida seperti
yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica L. f (Cheng, 2008).

2.4 Rayap Tanah


Menurut Supriana “rayap dianggap salah satu hama perusak yang hidup di
daerah tropis, subtropis, dan juga daerah yang bersuhu hangat”. Rayap dapat juga
dikatakan sebagai serangga sosial, artinya yaitu hidup berkoloni dalam satu sarang.
Jumlah jenis rayap diseluruh dunia berkisar sekitar 2000 jenis, hidup di antara 50°
garis Lintang Utara dan Lintang Selatan dengan suhu tahunan rata-rata tidak kurang
dari 10°C. Di Indonesia terdapat sekitar 200 jenis rayap, beberapa jenis di antaranya
merupakan faktor perusak kayu yang utama”. Ada pun klasifikasi rayap tanah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Isoptera
Famili : Termitidae
Genus : Coptotermes
Spesies : (Coptotermes curvignathus)
Persebaran hama ini sangatlah cepat, hama ini tersebar dengan cara melalui
kayu atau bahan lain yang mengandung selulosa, dan dibawa oleh manusia
ketempat lain. Ada juga persebaran secara alami dari laron yang bersialang dengan
koloni di awal musim hujan dan akhir musim kemarau dan dengan dipengaruhi oleh
kelembaban dan suhu yang berperan penting bagi kehidupan koloni rayap
(Supriana, 1983).
Nandika mengatakan bahwa “kondisi iklim dan tanah termasuk banyaknya
ragam jenis tumbuhan di Indonesia sangat mendukung kehidupan rayap. Oleh
karena itu, lebih dari 80% daratan Indonesia merupakan habitat yang baik bagi
kehidupan berbagai jenis serangga ini. Rayap adalah serangga sosial yang hidup
dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Komunitas tersebut bertambah efisien

7
dengan adanya spesialisasi atau kasta, diamana masing-masing kasta mempunyai
bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya” (Nandika 2005).

2.5 Pengawetan Kayu


2.5.1 Keawetan Kayu
Menurut Batubara “salah satu kekurangan kayu adalah dapat dirusak oleh
organisme hidup seperti jamur, serangga dan binatang laut yang hidup merombak
komponen utama pembentuk kayu seperti lignin dan selulosa, serta menurunkan
kekuatan kayu. Usia pakai kayu tergantung pada kelas awet kayu terhadap faktor
perusak” (Batubara, 2006). Lebih lanjut dijelaskan oleh Highly dan Krik bahwa
“keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap suatu organisme
perusak kayu. Ketahanan kayu dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal
dan faktor external. Faktor external yaitu faktor lingkungan seperti temperatur, PH,
tekanan oksigen, karbon dioksida parsial, dan kadar air. Sedangkan, faktor internal
adalah zat ekstraktif yang berada didalam kayu dan merupakan faktor yang
mempengaruhi langsung ketahanan kayu terhadap serangan organisme seperti
contohnya rayap. Cara untuk meningkatkan keawetan kayu terhadap serangan
faktor biologis penyebab kerusakan kayu adalah dengan memasukkan bahan
pengawet beracun ke dalam kayu, yang mengganggu kehidupan biologi tersebut
sehingga kayu menjadi kebal terhadap serangan organisme dan usia pakainya
menjadi lebih lama dari sebelum diawetkan. Hal ini akan dilakukan pada penelitian
sebagai bahan perbandingan antara daya tahan alami dengan yang akan diberi
pengawet, sehingga dapat memperoleh informasi terkait perbandingan tersebut”
(Highly dan Krik, 1979).

8
2.5.2 Pengawetan Kayu Menggunakan pengawet organic
Ada pun klasifikasi dari tanaman kecubung sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Datura
Spesies : Datura metel L
Pengawetan kayu adalah proses memasukan bahan kimia beracun atau bahan
pengawet kayu untuk meningkatkan tingkat keawetan kayu. Pemberian bahan
pengawet kayu diharapkan memperpanjang usia pakai kayu. Bahan pengawet
adalah bahan-bahan yang apabila dimasukan kedalam kayu akan dapat menambah
tingkat keawetan kayu. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, bahan pengawet kayu
dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu bahan pengawet berupa minyak,
bahan pengawet larut minyak, dan bahan pengawet larut air. Jenis bahan pengawet
larut air baik digunakan untuk mengawetkan kayu. Pengawet alami yang memiliki
sifat larut dalam air yaitu zat ekstrak daun kecubung. Daun kecubung memiliki sifat
beracun, cair dan dapat larut kedalam air sehingga dapat mempermudah masuknya
zat ekstraktif kedalam kayu (Rachmad, 2007). Sama seperti yang dinyatakan oleh
hasil penelitian Sari yang menyatakan bahwa ekstrak daun kecubung mampu
meningkatkan kematian imago sebesar 33,27% (Sari, 2009).

2.6 Uji Kadar Air


Uji kadar air adalah uji yang dilakukan guna mengetahui berapa banyak kadar
air yang terkandung didalam kayu jati tersebut. Untuk mengetahui kadar air,
diperlukan pengovenan utuk mengeluarkan kadar air pada rongga sel. Kayu pada
kering tahur (dioven pada suhu 100°C sampai beratnya konstan) sudah dapat
dikatakan tidak memiliki kadar air (KA), walaupun pada uji kadar air masih
terdapat kadar air pada sel yang susah keluar. Uji ini termasuk tahapan awal bagi
penelitian, dikarenakan kadar air adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi uji

9
keawetan kayu jati, semakin rendah kadar air pada kayu, maka semakin rendah
rongga sel yang mempengaruhi kerapatan kayu sehingga mempengaruhi tingkat
kerusakan pada serangan rayap. Menurut Siarudin “tinggi rendahnya kadar air
disebabkan oleh besarnya rongga sel pada bagian kayu. Dimana pori pori yang
besar pada bagian kayu dengan kerapatan rendah menyebabkan air lebih mudah
menguap atau keluar” (Siarudin dan Marsoem, 2007).

2.7 Uji Kerapatan


Kerapatan dapat didefinisikan masa persatuan volume. Kerapatan adalah
salah satu faktor besar setelah kadar air yang mempunyai peran penting bagi
keawetan kayu terhadap serangan rayap karena kerapatan adalah salah satu sifat
fisik alami kayu yang dapat mempengaruhi semua nya tentang kualitas kayu.
Dumanauw menjelaskan “sifat fisik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis
dan kerapatan” (Dumanauw,1993).

2.8 Uji Keawetan Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus)


Uji ketahanan rayap terhadap kayu jati dilakukan guna mengetahui tingkat
keawetan kayu yang akan diuji terhadap serangan rayap. Sebagaimana telah
dijelaskan, rayap adalah hama perusak kayu terbesar, sehingga banyak juga dari
sebagian masyarakat yang mengeluh tentang kerusakan kayu yang di sebabkan oleh
hama rayap.
Konsensus Nasional menyatakan bahwa “uji ketahanan terhadap kayu tanah
yaitu suatu perlakuan yang dilakukan untuk menguji ketahanan kayu dengan cara
memaksa rayap untuk menyerang kayu selama 45 hari. Uji ini menggunakan rayap
dengan golongan rayap pekerja yang di letakan pada botol yang diberi tanah untuk
tempat hidup rayap, kemudian memberikan kayu yang akan diuji didalamnya untuk
mengetahui keawetan kayu tersebut yang kemudian hasilnya dihitung dan
dinyatakan dalam tabel yang telah dibuat oleh SNI 01-7207-2006” (Standart
Nasional Indonesia, 2006).

10

Anda mungkin juga menyukai