Anda di halaman 1dari 4

STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.

4, Juli 2022

STANDARDISASI LHK

PENERAPAN STANDAR PENGAWETAN KAYU


UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan menggarisbawahi bahwa


Indonesia harus menyeimbangkan konsumsi dan pasokan kayu. Salah satu
upaya untuk mencapai hal ini dengan merestrukturisasi industri perkayuan.
Perkembangan industri pengawetan kayu di Indonesia merupakan kegiatan penting
dalam memberikan kontribusi dalam upaya mengurangi konsumsi kayu.

Dr. Wa Ode Muliastuty Arsyad


Penyuluh Kehutanan Ahli Muda
Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Email: waodemuliastuty@gmail.com

K
ebutuhan akan kayu cenderung meningkat dikategorikan sebagai kayu remaja (juvenile
seiring dengan bertambahnya penduduk, wood), dimana kayu remaja ini mempunyai
perkembangan industri perkayuan dan sifat fisis mekanis lebih rendah dan ketahanan
berkembangnya ilmu tentang kayu menjadikan terhadap organisme perusak kayu (rayap dan
kayu lebih memungkinkan untuk dimanfaatkan jamur) atau keawetan juga lebih rendah dari
secara luas sebagai bahan baku meubel, kertas, kayu dewasa (mature wood) (Hadi et al., 2005).
papan partikel, sumber zat kimia dan lainnya.
Untuk memperpanjang masa pakai kayu (service
Kebutuhan kayu sebagian besar berasal dari
life of timber) atau kayu lebih tahan terhadap
hutan alam, karena kecepatan antara pemanenan
serangan rayap dan jamur, perlu membuatnya
dan penanaman tidak seimbang, menyebabkan
resisten melalui usaha pengawetan kayu, yakni
pasokan kayu dari hutan alam semakin
memasukkan bahan pengawet kimia berupa
menurun, baik volume maupun mutunya yang
racun ke dalam kayu agar organisme perusak
mengakibatkan harga kayu menjadi relatif mahal
kayu tidak bisa memakannya dan keawetan kayu
(Abdurrachman dan Hadjib, 2006).
dapat meningkat. Bahan kimia tersebut bisa
Diversifikasi pemanfaatan jenis kayu termasuk terlarut di dalam air maupun larutan organik.
yang berasal dari hutan rakyat dan hutan tanaman
Upaya pengawetan kayu menjadi penting karena
merupakan salah satu upaya untuk memenuhi
tiga alasan. Pertama, mengacu pada kesenjangan
kebutuhan kayu yang terus bertambah sekaligus
besar antara pasokan dan permintaan kayu
tetap menjaga kelestarian hutan alam. Kurang
sebagai faktor utama hutan yang terdegradasi.
lebih 10 juta Ha lahan sedang dikembangkan
Kedua, kelangkaan kayu dari hutan alam
untuk tanaman jenis cepat tumbuh, seperti
memaksa penggunaan kayu dari hutan tanaman,
kayu Sengon (Paraserianthes falcataria), Jabon
hutan kemasyarakatan, dan perkebunan. Banyak
(Anthocephalus cadamba), Ekaliptus (Eucalyptus
dari kayu tersebut memiliki karakteristik inferior.
pellita), Nyawai (Ficus variegata), Manii
Ketiga, kayu sebagai produk dari sumber daya
(Maesopsis eminii Engl.), dan Mangium (Acacia
terbarukan akan menjadi bisnis prospektif di
mangium). Kayu jenis cepat tumbuh (fast growing
Indonesia di masa depan. Berdasarkan tiga
spesies) umumnya mempunyai diameter kecil
argumen tersebut, pengawetan kayu yang efektif
(kurang dari 30 cm), siklus tebang pendek (5-10
dan efisien akan mendorong pemanfaatan kayu
tahun), dan umumnya memiliki kandungan cacat
dan bahan lignoselulosa yang sangat luas.
tinggi dan keawetan yang rendah dibandingkan
dengan kayu dari hutan alam (Abdurrachman
Organisme Perusak Kayu
dan Hadjib, 2006).
Indonesia merupakan daerah tropis yang
Jenis kayu cepat tumbuh tersebut paling
beriklim hangat, dan lembab, dimana pada
banyak ditanam untuk penggunaan bukan
kondisi tersebut perkembangan organisme
struktural dan memasok kebutuhan kayu yang
perusak kayu sangat baik. Hasil penelitian
tidak dapat dipenuhi oleh hutan alam. Kayu
menunjukkan sebagai negara mega biodiversity,
dari hasil pemanenan HTI ini pada umumnya
Indonesia mempunyai 1.000.000 jenis serangga,

9
STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.4, Juli 2022

250.000 jenis jamur dan 200 jenis rayap. monticola). Selain itu organisme penggerek
Kenyataan lain menunjukan bahwa 80 - 85% kayu di laut (marine borer) antara lain: Crustacea
kayu-kayu Indonesia mempunyai keawetan (Limnoria, Chelura, Sphaeroma) dan Molusca
yang rendah (Kelas III, IV dan V), atau dengan (Teredo, Bankia, Martesia).
dengan kata lain kayu-kayu Indonesia mudah
diserang oleh organisme perusak kayu. Kerugian ekonomis akibat kerusakan kayu
oleh faktor perusak kayu pada bangunan di
Penelitian pada bangunan perumahan di Jawa Indonesia besarnya telah mencapai milyaran
Barat menunjukkan bahwa rayap kayu kering rupiah tiap tahunnya. Survei di beberapa kota
merupakan hama perusak kayu terbesar (59%) besar, Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota-kota
dan selanjutnya berturut-turut karena jamur besar lainnya menunjukkan bahwa umumnya
pelapuk (53%), rayap tanah (26%), bubuk bangunan perumahan sangat mudah diserang
kayu kering (21%) dan OPK lain (9%) (Barly oleh organisme perusak kayu terutama rayap
dan Abdurrohim, 1982). Di Jakarta, Bogor, dan jamur yang dapat menyebabkan kerugian
Depok dan Bekasi (Jabotabek), serangan rayap ekonomis mencapai Rp. 2,67 trilyun pada tahun
tanah dan rayap kayu kering masing- masing 2000 dan pada bangunan milik pemerintah
mencapai 48,83% dan 13,30% (Nandika dan besarnya mencapai Rp. 300 milyar per tahun.
Soeryokusumo, 1996). Bahkan Sriyono (1992)
menyebutkan bangunan yang terserang rayap Pengawetan Kayu
dapat mencapai 94% atau 75 dari 80 bangunan
Berdasarkan jenis organisme perusak kayu,
yang diamati.
kondisi kayu, dan penggunaan akhir kayu,
Organisme perusak kayu yang banyak dijumpai penerapan aplikasi pengawetan dikelompokkan
di Indonesia antara lain: seperti rayap, kumbang menjadi 2 kelompok perlakuan, yaitu
kayu (beetles), jamur pelapuk, jamur pewarna perlakuan profilaksis dan perlakuan permanen.
dan marine borer. Jenis rayap tergolong potensial Pengawetan profilaksis memberi perlindungan
dalam merusak kayu, seperti: rayap tanah jangka pendek untuk kayu. Pengawetan
(Coptotermes curvignathus, Coptotermes traviani, profilaksis lebih sesuai hanya untuk spesies
Macrotermes gilvus, Microtermes insperatus), kayu yang rentan terhadap serangan blue stain
rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) dan pin-hole borers. Pengawetan permanen
dan kumbang bubuk kayu kering (Dinoderus memberikan perlindungan jangka panjang
sp.). Jenis jamur yang sering dijumpai pada kayu tergantung pada jenis kayu, total jumlah bahan
antara lain: jamur biru (Ceratocytis & Diplodia), pengawet yang diserap, dan tempat kayu
jamur pelapuk (Polyporus versicolor dan Poria digunakan. Total jumlah bahan pengawet yang

Coptotermes sp. Cryptotermes Ceratocytis Polyporus versicolor


a b.

Limnoria Teredo
c

Gambar 1. Organisme perusak kayu a) Rayap tanah dan rayap kayu kering, b) Jamur pewarna dan jamur pelapuk,
dan c) Penggerek laut (Marine borer).

10
STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.4, Juli 2022

(a) (b)
Gambar 2. a) Pengawetan sementara kayu baru ditebang dan b) Pengawetan permanen dengan cara vakum
tekan.

(a) (b) (c)


Gambar 3. Teknik pengawetan kayu a) Rendaman dingin, b) Rendaman panas, dan c) vakum tekan

diserap dan ditinggalkan pada kayu ditentukan untuk mendapatkan metode dan formula
oleh karakteristik durabilitas kayu itu sendiri yang tepat untuk keperluan kayu tertentu dan
yang dipengaruhi oleh kondisi kayu selama untuk memperbaiki masa pakai kayu. Hasilnya
proses pengawetan, teknik pengawetan dan bisa dijadikan panduan bagi pengguna dalam
bahan pengawet yang digunakan. melestarikan kayu dan mendapatkan hasil yang
baik.
Uji lapangan terhadap 264 jenis kayu dari
berbagai daerah di Indonesia menunjukkan Teknik pengawetan kayu yang umum digunakan
bahwa 50% spesies tergolong kelas yang untuk berbagai keperluan seperti tiang listrik,
sangat sulit dan sulit untuk diawetkan. Oleh kereta api, menara pendingin dan perumahan
karena itu diperlukan teknik khusus dan bahan dijelaskan dalam standar SNI 04-3232-1992
pengawet (Martawijaya dan Barly, 1982; tentang Pengawetan tiang kayu dengan proses
Barly dan Martawijaya, 2000). Hal ini harus sel penuh, dan SNI 03-5010.1-1999 tentang
dipertimbangkan karena sebagian besar jenis Pengawetan kayu perumahan dan gedung.
kayu di Indonesia didominasi oleh spesies daun Dalam SNI tersebut dijelaskan mengenai
lebar yang sulit untuk diawetkan dibandingkan teknik pengawetan kayu meliputi vakum tekan,
dengan spesies jenis konifera. perendaman dingin, perendaman panas-dingin
dan metode difusi. Teknik tersebut mudah
Agar usaha pengawetan efektif, khasiat bahan diterapkan dan memberikan hasil yang cepat
kimia pengawet yang digunakan dan teknik dan menjanjikan.
impregnasi sangat berpengaruh. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
Dukungan Kebijakan
impregnasi bahan pengawet ke dalam kayu,
antara lain spesies kayu itu sendiri, kondisi Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
kayu sebelum proses pengawetan, teknik Keputusan Gubernur dan standar harus
impregnasi yang digunakan, dan bahan kimia diakui sebagai dukungan terhadap
yang digunakan (Martawijaya dan Barly, 1982). pemasyarakatan teknologi pengawetan kayu.
Penelitian tentang berbagai teknik pengawetan Sumber dasar hukum di Indonesia adalah
untuk jenis kayu yang berbeda telah dilakukan UUD 1945 (UUD 1945). Dasar utama untuk

11
STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.4, Juli 2022

mengendalikan suatu negara mengeksploitasi pengembangan industri pengawetan kayu


lahan hutan dan sumber daya yang ditemukan sebagai berikut:
dalam pasal 33 ayat 3, yang menyatakan: 1. Pengawetan kayu harus dilakukan di
tanah dan air dan semua sumber daya alam Indonesia karena berbagai organisme
dikendalikan oleh negara dan dimanfaatkan penghancur kayu yang berbahaya dan daya
semaksimal mungkin untuk kemakmuran rakyat tahan kayu yang rendah (sekitar 85,7% dari
yang paling besar (Barly dan Subarudi, 2010). 4.000 spesies rentan mengalami kerusakan
Dukungan kebijakan pemerintah sudah atau kerusakan akibat serangan jamur dan
muncul saat Pengarahan Presiden Suharto rayap);
kepada Menteri Kehutanan pada tanggal 30 2. Pengawetan kayu memiliki peran penting
Januari 1985 untuk menggalakkan penerapan dalam mengurangi tekanan terhadap sumber
teknologi pengawetan kayu di Indonesia dalam daya hutan melalui peningkatan kualitas
rangka pemanfaatan kayu kualitas rendah, kayu inferior dan memperpanjang umur
terutama untuk pembangunan perumahan dan kerja kayu atau masa pakai kayu.
pemukiman (Kompas, 31 Januari 1985 dan 28 3. Guna menjamin kualitas mutu produk
Maret 1985 dalam Barly dan Sobarudi, 2010). industri pengawetan kayu, perlu didorong
Dukungan lainnya adalah keberadaan Undang- pengadopsian standar nasional pengawetan
undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan kayu yang sudah diterbitkan, diantaranya:
gedung serta Peraturan Pelaksanannya, yaitu SNI 04-3232-1992 tentang Pengawetan
PP No. 36 Tahun 2005 yang dalam penjelasan tiang kayu dengan proses sel penuh, SNI
pasal 33 ayat 1, antara lain memuat persyaratan 03-5010.1-1999 tentang Pengawetan kayu
keawetan guna menjamin keandalan bangunan perumahan dan Gedung, SNI 01-7205-
gedung sesuai umur layanan teknis. Undang- 2006 tentang Cara uji bahan pengawet pada
undang tersebut menjadi konsideran Peraturan kayu dan produk kayu, dan SNI 0674-2017
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.35 tahun tentang Kayu gergajian yang diawetkan
2006 Bab II Pasal 2: ‘Setiap bangunan yang dengan senyawa boron.
komponennya sebagian atau seluruhnya
menggunakan kayu dan pembiayaannya Daftar Pustaka
dibebankan pada APBN dan/atau APBD dan/atau Abdurrachman dan Hadjib, N. 2006. Pemanfaatan
BUMD dan/atau bangunnya yang dibangun oleh kayu hutan rakyat untuk komponen bangunan.
pengembang yang selanjutnya akan diserahkan Prosiding Seminar Hasil Hutan. Hal. 130-148.
kepada Pemerintah Daerah wajib menggunakan Barly dan Abdurrochim, S. 1982. Studi
kayu yang diawetkan’. pendahuluan pengawetan kayu pada
rumah -rumah rakyat di Jawa Barat. Laporan
Samping itu, beberapa Standar Nasional No.161. Lembaga Penelitian Hasil Hutan
Indonesia (SNI) berkaitan dengan pengawetan Bogor.
kayu juga sudah diterbitkan, diantaranya: SNI Barly dan Martawijaya, A. 2000. Keterawetan 95
04-3232-1992 tentang Pengawetan tiang kayu jenis kayu terhadap impregnasi dengan bahan
dengan proses sel penuh, SNI 03-5010.1-1999 pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan,
tentang Pengawetan kayu perumahan dan 18(2): 69-78.
Gedung, SNI 01-7205-2006 tentang Cara uji Barly dan Subarudi. 2010. Kajian industri dan
bahan pengawet pada kayu dan produk kayu, kebijakan pengawetan kayu: sebagai upaya
mengurangi tekanan terhadap hutan. Jurnal
dan SNI 0674- 2017 tentang Kayu gergajian Analisis Kebijakan Kehutanan, 7(1): 63-80.
yang diawetkan dengan senyawa boron.
Hadi Y.S, Westin, M., and Rasyid, E. 2005. Resistance
of furfurylated wood to termite attack. Forest
Penutup Products Journal, 55(11): 85-88.
Pengelolaan sumber daya alam yang Nandika, D. dan S. Suryokusumo. 1996.
berkelanjutan menggarisbawahi bahwa Pengawetan kayu dalam pembangunan
Indonesia harus menyeimbangkan konsumsi perumahan. Proceeding Workshop
on Timber Engineering for Low-Cost
dan pasokan kayu. Salah satu upaya untuk Housing. Bandung, 2-23 April 1996.
mencapai hal ini dengan merestrukturisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan
industri perkayuan. Perkembangan industri Pemukiman. Bandung.
pengawetan kayu di Indonesia merupakan Sriyono. 1992. Kerusakan gedung pemerintah
kegiatan penting dalam memberikan kontribusi di DKI Jakarta akibat serangan rayap.
dalam upaya mengurangi konsumsi kayu. Majalah Pest Control Indonesia, Vol.
3. Ikatan Pengendali Hama Indonesia.
Beberapa fakta yang menegaskan pentingnya Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai