Anda di halaman 1dari 9

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT KAYU GERUNGGANG

(Cratoxylon arborescens BI) UNTUK PENGAWETAN KAYU KARET (Hevea


brasiliensis) DARI SERANGAN RAYAP TANAH
(Coptotermes curvignathus Holmgren)
(Utilization Wood Bark Extract Of Cratoxylon arborescens BI for preservation On
Rubber Wood Hevea brasiliensis From Termite Attack Coptotermes curvignathus
Holmgren)

Syarifah Ashria Daviyana, Evy Wardenaar, Hikma Yanti.


Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak . Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124
Email : r33a_fotrester@yahoo.co.id

ABSTRACT
The objective of this research was to determine the anti-termite properties of bark extract of
gerunggang (Cratoxylon arborescens Bl) on rubber wood (Hevea brasiliensis) and determine the
optimum concentration levels in rubber wood (H. brasiliensis) to inhibit the attack of subterranean
termites (Coptotermes curvignathus Holmgren). Variables in this study are the observation of
retention gerunggang bark extract (C. arborescens), the mortality of subterranean termites (C.
curvignathus) and weight loss of rubber wood sample (H. brasiliensis). The results showed that the
highest retention of rubber wood found at concentration 5% with a value of 2.2480 kg/m3, the
highes termite mortality at concentration 4% and 5% with a value 100% and the lowest wood
sample weight loss found at concentrations of 5% to value of 13.2791%.

Key words : bark extract, Cratoxylon arborescens, rubber wood, Coptotermes curvignathus
Holmgren

PENDAHULUAN kuat II , sedangkan untuk kelas awetnya


Kebutuhan kayu untuk bahan baku kayu karet tergolong kelas awet V atau
industri semakin meningkat, hal ini setara dengan kayu ramin (Oey Djoen
berarti pasokan bahan baku industri Seng, 1951). Namun tingkat kerentanan
perkayuan semakin sulit kalau hanya kayu karet terhadap serangga dan jamur
mengandalkan kayu yang berasal dari biru (Blue Stain) lebih besar
hutan alam. Oleh karena itu perlu dicari dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh
jenis kayu substitusi yang dapat karena itu untuk pemanfaatannya
memenuhi persyaratan untuk berbagai diperlukan pengawetan yang lebih
keperluan. intensif, terutama setelah digergaji
Kayu karet yang dihasilkan dari (Boerhendhy dan Agustina, 2006).
perkebunan karet mempunyai prospek Rayap Tanah merupakan salah satu
yang cukup cerah untuk bahan baku serangga perusak kayu yang paling
industri. Perkebunan karet di Indonesia banyak menimbulkan kerusakan pada
cukup luas dan selalu diremajakan bangunan, sehingga umur pakai kayu
(Lokakarya Nasional Pemuliaan Karet, menjadi pendek. Metode pengendalian
2001). Ditinjau dari sifat fisis dan serangan rayap pada bangunan di
mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas Indonesia pada umumnya dilakukan

199
dengan menggunakan insektisida yang menguntungkan, terutama karena bahan
merupakan bahan kimia pembunuh kimia tersebut bersifat tidak dapat
serangga yang secara teknis pabrik sangat terdekomposisi (non-biodegradable).
efektif sebagai bahan peracun serangga, Untuk mengurangi dampak negatif
namun kadangkala tidak selektif tersebut, maka usaha-usaha pemanfaatan
(Pujaatmaka, Saeni, Makarim, Setiawan, produk alam atau zat ekstraktif yang
dan Supadi, 1993) terdapat di dalam kayu sebagai bahan
Salah satu usaha yang dapat pengawet alami merupakan hal yang
dilakukan untuk meningkatkan umur sangat penting.
pakai kayu adalah melalui pengawetan Dalam rangka pencarian insektisida
kayu. Namun demikian pada saat ini alami, maka perlu dilakukan penelitian
bahan pengawet yang digunakan pada dengan menggunakan bahan yang lebih
umumnya berupa bahan kimia hasil ramah lingkungan. Salah satu
sintetis yang berpotensi sebagai pencemar sumberdaya alam hayati yang dapat
lingkungan karena selain bersifat tidak dimanfaatkan sebagai bahan pengawet
terurai di alam (Non-biodegradable) juga alami adalah ekstrak kulit kayu
bukan merupakan sumberdaya alam yang gerunggang, karena diduga memiliki
dapat diperbarui (Non- renewable aktifitas insektisida yang efektif.
resources). Hal ini yang mendasari perlu
Rayap pada bangunan gedung di adanya penelitian, maka dalam penelitian
Indonesia telah banyak menimbulkan ini akan dilakukan pengawetan pada kayu
kerusakan, terutama dari golongan rayap karet dengan ekstrak kulit kayu
subteran (rayap tanah) yaitu Coptotermes gerunggang pada beberapa konsentrasi
curvignathus Holmgren (Nandika et al, dan uji pengawetannya terhadap rayap
2003). Ditinjau dari segi efisiensi (Coptotermes curvignathus Holmgren).
pemanfaatan sumberdaya hutan, serangan Tujuan Penelitian ini dilakukan
rayap pada kayu dan produk kayu oleh dengan tujuan untuk mengetahui sifat
organisme tersebut sangat merugikan anti rayap ekstrak kulit kayu gerunggang
karena dapat memperpendek masa pakai (C. arboresens) pada kayu karet (Hevea
kayu tersebut. Oleh karena itu, perlu brasiliensis) terhadap rayap tanah (C.
dilakukan usaha-usaha untuk curvignathus), serta untuk mengetahui
memperpanjang masa pakai kayu tingkat konsentrasi optimum yang
misalnya melalui proses pengawetan bersifat racun terhadap rayap tanah (C.
dengan bahan kimia. curvignathus).
Umumnya bahan pengawet kayu
yang digunakan pada saat ini merupakan METODOLOGI PENELITIAN
bahan kimia sintetis. Ditinjau dari aspek Penelitian dilaksanakan di
ekologis, penggunaan bahan pengawet Laboratorium Teknologi Kayu Fakultas
sintetis mempunyai dampak yang kurang Kehutanan Universitas Tanjungpura dan

200
Wood Workshop Fakultas Kehutanan curvignathus) diperoleh dari Arboretum
Universitas Tanjungpura Pontianak Sylva Universitas Tanjungpura, pasir
selama ± 3 (tiga) bulan. Alat yang sebagai media hidup rayap, etanol dan
digunakan adalah Moisture meter, Mesh aquades. Metode yang digunakan untuk
screen, Thermo-Hygrometer, Mesin pengujian pengawetan terhadap rayap
penggiling ,Oven listrik, Rotary mengacu pada prosedur penelitian
evaporator, Labu ukur, dan Timbangan Sornnuwat (1996) dan syafi’i (2000).
analitik. Bahan yang digunakan dalam Variabel yang diamati yaitu retensi kayu,
penelitian adalah kayu karet yang telah mortalitas rayap dan kehilangan berat
dibuat menjadi contoh uji dengan ukuran contoh uji.
2 cm x 2 cm x 1 cm dan kulit kayu
gerunggang (C. arborescens) yang HASIL DAN PEMBAHASAN
digiling dan diayak dengan ukuran 40- Retensi
60 mesh kemudian dibuat menjadi Nilai rata-rata retensi ekstrak kulit
ekstrak menggunakan rotary evaporator kayu gerunggang (C. arborescens) pada
hingga didapatkan ekstrak padat dengan masing-masing konsentrasi disajikan
konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. pada Gambar 1.
Rayap pekerja dan prajurit (C.
2.5000
2.2480
Nilai Rata-rata Retensi

2.0000 1.8432
1.5906
1.5000
(Kg/m3)

1.0306
1.0000 0.8476

0.5000
0.0000 0.0000
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Konsentrasi Ekstrak (%)

Gambar 1. Nilai Rata-rata Retensi Ekstrak Kulit Kayu Gerunggang (C. arborescens) Pada
Masing-masing Konsentrasi.(The Avarage Value Retention of Gerunggang
Bark Extract (C. arborescens) retention of each Concentration).
Berdasarkan Gambar 1 me- didukung dari hasil penelitian Malau
nunjukan bahwa nilai rata-rata retensi (1995) yang menjelaskan bahwa retensi
terdapat perbedaan pada tiap-tiap ekstrak kayu merbau pada contoh uji
konsentrasi. Terlihat bahwa dengan kayu karet mamiliki nilai terendah 0,0000
semakin besar konsentrasi perlakuan Kg/m3 pada konsentrasi 0% dan nilai
ekstrak kulit kayu gerunggang, maka rata- tertinggi yaitu 3,0661 Kg/m3 pada
rata retensi juga semakin besar. Hal ini konsentrasi 10 %. Kisaran nilai rata-rata

201
retensi ekstrak kulit kayu gerunggang (C. lubang dalam selaputnya (Jasni, Pipin,
arborescens) adalah 0,0000 kg/m3 sampai Didik dan Sudika, 2004).
2,2480 kg/m3. Nilai rata-rata retensi Hunt dan Garatt (1986) menyatakan
terendah yaitu 0,0000 Kg/m3 terdapat bahwa variasi dalam volume kayu
pada konsentrasi ekstrak 0 % dan nilai mempengaruhi nilai retensi. Kerapatan
rata-rata retensi tertinggi yaitu 2,2480 kayu ikut berpengaruh terhadap
Kg/m3 pada konsentrasi ekstrak 5 %. penyebaran bahan pengawet, kerapatan
Nilai rata-rata retensi tertinggi ini tergantung pada kadar air dan bahan
2,2480 Kg/m3 termasuk nilai retensi yang penyusun di dalam dinding sel, kayu-
rendah karena tidak sesuai dengan standar kayu dengan kerapatan rendah biasanya
SNI 03-5010-1999 yang mensyaratkan mempunyai pembuluh-pembuluh terbuka
untuk pemakaian minimum kayu di yang besar dengan proporsi yang lebih
bawah atap dan di luar atap masing- besar dan penyebaran yang lebih seragam
masing retensi adalah 8,2 Kg/m3 dan 11,3 dibanding dengan kayu- kayu dengan
Kg/m3 (Karlinasari, Rahmawati, dan kerapatan tinggi dan karena itu dapat
Mardikanto, 2010). Hal ini didukung menerima lebih baik peresapan bahan
hasil penelitian Togar dan Febrianto, pengawet. Demikian pula dengan sifat
(1993) yang menyatakan retensi pada anatomi kayu karet seperti ukuran noktah
proses perendaman pada larutan wolmanit dan serabut yang relatif kecil. Kayu
CB 5 % pada contoh uji kayu karet (H. dibentuk oleh sel-sel sehingga bahan
brasiliensis) hanya memiliki nilai 3,6 pengawet akan masuk melalui aliran dari
Kg/m3. Rendahnya nilai retensi yang arah radial dan tangensial, kemudian dari
diperoleh diduga disebabkan oleh sifat- sel ke sel, aliran tersebut hanya
sifat yang dimiliki oleh kayu karet. Kayu dimungkinkan melalui dinding sel pada
karet memiliki kerapatan atau berat jenis pasangan noktah (Muslich dan Jasni,
setengah berat yaitu berkisar antara 0,62- 2004). Kayu karet yang memiliki ukuran
0,65 g/cm3 (Boerhendhy dan Agustina, noktah dan serabut yang kecil
2006). Kayu karet (H. brasiliensis) menyebabkan ekstrak yang masuk ke
memiliki ukuran noktah yang terdapat dalam kayu relatif rendah.
dalam pembuluh dan serabut relatif kecil,
tidak teratur dalam penyebarannya, tidak Mortalitas
ada torus serta tidak mempunyai lubang- Nilai rata –rata persentase mortalitas
rayap tanah (C. curvignathus) disajikan
pada Gambar 2.

202
120.0000 100.0000
100.0000

Nilai Rata-rata Mortalitas (%)


95.2000
100.0000 92.8000
94.4000
80.0000
60.0000
32.0000
40.0000
20.0000
0.0000
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Konsentrasi Ekstrak (%)

Gambar 2. Nilai Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah (C. curvignathus) Terhadap
Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Kulit Kayu Gerunggang (C. arborescens) (The
Avarage Percentage of Termite Mortality (C. curvignathus) Against Bark
Extract Concentration of Gerunggang (C. arborescens).

Data pengamatan mortalitas rayap makanan. Dalam penelitian ini sifat dari
tanah pada Gambar 2 terlihat bahwa rayap tersebut ditunjukkan pada
mortalitas rayap tanah terjadi pada semua perlakuan dimana ditemukannya bangkai
tingkat konsentrasi ekstrak kulit kayu rayap dengan tubuh tidak utuh lagi selama
gerunggang dan nilai mortalitas tertinggi waktu pengumpanan. Kondisi ini juga
terdapat pada konsentrasi ekstrak 4 % membuktikan bahwa rayap mempunyai
dan 5% dengan nilai mortalitas 100% . sifat necrophagy yaitu rayap memakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangkai sesamanya. Pada awalnya rayap
tingkat aktivitas anti rayap ekstrak kulit akan melakukan penyesuaian diri
kayu gerunggang pada konsentrasi 3 %, 4 terhadap kondisi yang diberikan, rayap
% dan 5 % memiliki tingkat aktivitas anti yang mampu menyesuaikan diri akan
rayap sangat kuat dengan nilai rata-rata tetap hidup dan mulai mencoba memakan
mortalitas ≥ 95 %, sedangkan konsentrasi makanan yang ada dan akan terus
1% dan 2 % memiliki tingkat aktivitas memakannya bila makanan terasa cocok.
anti rayap kuat dengan nilai rata-rata Sebaliknya bila makanan tidak sesuai
mortalitas antara 75-95 %. Namun pada rayap tersebut meninggalkannya dan
perlakuan kontrol klasifikasi tingkat memilih untuk tidak makan sampai suatu
aktivitas anti rayap agak lemah dengan saat akan melemah (kelaparan) dan mati.
nilai mortalitas rata-rata antara 25-40%. Dalam penelitian ini kondisi yang tidak
Menurut Tambunan dan Nandika cocok terhadap rayap dan menyebabkan
(1989) dalam hidupnya rayap mempunyai rayap mati yaitu kondisi dimana
sifat kanibalisme. Sifat kanibalisme perlakuan contoh uji mengandung
menonjol ketika rayap kekurangan konsentrasi ekstrak kulit kayu gerunggang

203
(C. arborescens) pada semua tingkat ketahanan kayu karet meningkat menjadi
konsentrasi yang memiliki tingkat kelas awet IV.
aktivitas anti rayap kuat dan sangat kuat. Selain itu kemungkinan mortalitas
Sedangkan kondisi yang cocok terhadap yang terjadi disebabkan oleh zat
rayap yaitu kondisi perlakuan kontrol ekstraktif yang terkandung di dalam
yang memiliki tingkat aktivitas anti rayap ekstrak kulit kayu gerunggang (C.
agak lemah, dimana rayap yang terus arborescens) menyebabkan protozoa
bertahan hidup jumlahnya lebih tinggi. yang terdapat di dalam perut rayap mati
Selanjutnya mortalitas rayap yang atau merusak sistem syaraf pada rayap.
terjadi pada setiap tingkat konsentrasi Penelitian ini didukung oleh Sari dan
diduga disebabkan kandungan zat Hadikusumo (2004), yang menyatakan
ekstraktif yang terdapat di dalam ekstrak bahwa mortalitas rayap dapat disebabkan
kulit kayu gerunggang (C. arborescens) oleh dua hal, pertama bahwa ekstrak kulit
dapat mempertahankan fungsi biologi kayu menyebabkan kematian protozoa di
kayu. Sjostrom (1998) mengemukakan dalam perut rayap dan/atau kedua bahwa
bahwa tipe-tipe ekstraktif yang berbeda ekstrak kulit kayu telah menyebabkan
perlu untuk mempertahankan fungsi rusaknya sistem syaraf pada rayap.
biologis pohon yang bermacam-macam, Protozoa di dalam perut rayap
seperti senyawa-senyawa fenol yang menghancurkan sellulosa yang tidak
melindungi kayu terhadap kerusakan dapat dihancurkan oleh rayap atau enzim
secara mikrobiologi atau serangan yang terdapat di dalam perut rayap itu
serangga. Dalam hal ini zat ekstraktif sendiri. Sehingga dengan kematian
yang diperoleh dari hasil penelitian protozoa di dalam perut rayap, rayap pun
diaplikasikan terhadap contoh uji berupa menjadi mati karena umpan yang
kayu karet (H. brasiliensis) sehingga dimakan rayap terutama terdiri dari
contoh uji tersebut resisten terhadap sellulosa tidak dapat diserap oleh tubuh
serangan rayap. Pada dasarnya kayu karet rayap.
(H. brasiliensis) merupakan jenis kayu
yang memiliki keawetan yang rendah, Kehilangan Berat Contoh Uji
kayu karet (H. brasiliensis) tergolong Hasil perhitungan rata-rata kehilangan
kelas awet V yang rentan terhadap rayap berat kayu contoh uji kayu karet dapat
namun setelah kayu karet (H. brasiliensis) dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut :
diberikan perlakuan ekstrak, tingkat

204
18.0000
16.029615.2580
16.0000 15.1347 14.4680

Nilai Rata-rata Kehilangan


13.5776 13.2891
14.0000

Berat Contoh Uji (%)


12.0000
10.0000
8.0000
6.0000
4.0000
2.0000
0.0000
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Konsentrasi Ekstrak (%)

Gambar 3. Nilai Rata-rata Persentase Kehilangan Berat Contoh Uji Kayu Karet
(H. brasiliensis) (The Avarage Percentage of Rubber Wood Weight loss Sample
(H. brasiliensis))

Hasil pengamatan kehilangan berat menyebabkan kayu karet tahan terhadap


contoh uji menunjukkan bahwa perlakuan serangan rayap karna pada dasarnya
memberikan nilai rerata yang berbeda- ekstrak tersebut mengandung racun bagi
beda. Pada Gambar 3 memperlihatkan rayap sehingga rayap akan mati setelah
bahwa tingkat nilai rata-rata tertinggi memakannya.
dihasilkan oleh perlakuan kontrol dengan Penelitian menunjukkan bahwa
nilai rata-rata 16,0296 % dan nilai rata- antara mortalitas rayap dengan kehilangan
rata terendah dihasilkan oleh konsentrasi berat contoh uji memberikan pola
ekstrak 5 % dengan 13,2891 %. hubungan yang berbanding terbalik,
Hasil penelitian kehilangan berat namun kedua parameter tersebut memiliki
contoh uji memiliki hubungan yang fenomena yang sama, dimana semakin
berbanding terbalik dengan pengamatan besar konsentrasi zat ekstraktif yang
mortalitas dimana konsentrasi 5 % dan ditambahkan ke dalam contoh uji, maka
4% lebih tinggi daripada 3 %, 2 %, 1 % mortalitas semakin meningkat dan
dan perlakuan kontrol akan tetapi kehilangan berat contoh uji semakin
berbanding terbalik dengan kehilangan menurun.
berat contoh uji, karena semakin banyak
ekstrak yang digunakan maka contoh uji KESIMPULAN
akan lebih banyak menyerap ekstrak Hasil penelitian yang telah dilakukan
sehingga contoh uji dengan konsentrasi dapat diambil kesimpulan sebagai bahwa
lebih besar akan lebih sedikit dikonsumsi ekstrak kulit kayu gerunggang (C.
oleh rayap. Ekstak yang terdapat di dalam arborescens) dapat menahan serangan
contoh uji kayu karet (H. brasiliensis) rayap pada kayu karet (H. brasiliensis),

205
retensi tertinggi terdapat pada konsentrasi Malau Antonius. 1995. Pengujian Efikasi
5 % dimana mortalitas rayap maksimum Ekstrak Kayu Merbau (Intsia
terjadi pada konsentrasi 4% dan 5% serta bijuga O. Ktze) Terhadap Rayap
Kayu Kering (Cryptotermes
kehilangan berat contoh uji terendah
cynocephalus Light).[Skripsi]
terdapat pada konsentrasi 5%, serta Bogor : Fakultas Kehutanan,
konsentrasi ekstrak optimum terdapat Institut Pertanian Bogor.
pada konsentrasi 5%.
Muslich M dan Jasni. 2004.
DAFTAR PUSTAKA Keterawetan dan Ketahanan Enam
Jenis Kayu yang Diawetkan
Boerhendhy I dan Agustina DS. 2006. dengan CKB terhadap Rayap
Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Tanah dan Bubuk Kayu Kering .
Untuk Mendukung Peremajaan Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu
Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Tropis. 2(1):21-26.
Litbang Pertanian. 25(2):61-67.
Nandika D, Yudi R dan Farah D. 2003.
Hunt GM dan Garratt GA. 1986. RAYAP (Biologi dan
Pengawetan Kayu. Mohamad J., Pengendaliannya) Penyunting
penerjemah, Soenardi P, Harun Joko P. Muhammadiyah
Penyunting. Wood preservation. University Press. Surakarta.
Akademika Pressindo. Jakarta.
Oey Djoen Seng. 1951. Perbandingan
Jasni. Pipin P. Didik A. Sudika. Rusti R. Berat Dari Jenis-jenis Kayu
2004. Aplikasi Panas sebagai Indonesia Dan Pengertian
Alternatif untuk Mengawetkan Beratnya Kayu Keperluan
Kayu. . Jurnal Ilmu & Teknologi Praktek. Laporan No. 46. Balai
Kayu Tropis. 2(1):27-33. Penyelidikan Kehutanan. Bogor.

Kalinasari L. Rahmawati M. Mardikanto Pujaatmaka AH, MS Saeni, N Makarim,


TR. 2010. Pengaruh Pengawetan N Setiawan, H Supadi. 1993.
Kayu Terhadap Kecepatan Kamus Kimia Terapan. Kimia
Gelombang Ultrasonik dan Sifat Lingkungan Dan Kimia Industri.
Mekanis Lentur serta Tekan Jakarta : Departemen Pendidikan
Sejajar Serat Kayu Acacia dan Kebudayaaan
Mangium Willd. Jurnal Teoretis
dan Terapan Bidang Rekayasa Sari L dan Hadikusumo SA. 2004. Daya
Sipil. 17(3):163-170. Racun Ekstraktif Kulit Pucung
Terhadap Rayap Kayu Kering
Lokakarya Nasional Pemuliaan Karet. Cryptotermes cynocephalus Light.
2001. Hasil Rumusan Lokakarya Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu
Nasional Pemuliaan Karet. Tropis. 2(1):16-20.
Palembang.
Sjostrom E. 1998. Kimia kayu, Dasar-
dasar dan penggunaan. Edisi 2.

206
Penerjeman H.Sastrohamidjojo. Syafii W. 2000. Sifat Anti Rayap Zat
Penyunting S. Prawirohatmodjo. Ektraktif Beberapa Jenis Kayu
Gadjah Mada Univ Pr. Daun Lebar Tropis. Buletin
Yogyakarta. Kehutanan. 42:2-13.

Sornnuwat, Y. 1996. Wood Consumption Tambunan, B dan Nandika D. 1989.


and Survival of Subteranean Deteriorasi Kayu Oleh Faktor
Termite Coptotermes gestroi Biologis. Pusat Antar Universitas.
Wastman. Imc Study on Damage Bogor.
of Construction Cause By
Subteranean Termites and Control Togar LT dan Febrianto F. 1993.
in Thailand. Proc. The Annual Pembuatan Tabel Konversi
Meeting of Int. Res. Group on Retensi Dalam Rangka
Wood Preservation. Stockholm. Penyempurnaan Spesifikasi
Sweden. Pengawetan Kayu Bangunan Di
Indonesia. ISSN 0215-3351. 6(1)
Standar Nasional Indonesia. SNI-03- :12-18.
5010-1999. Pengawetan Kayu
Untuk Perumahan Dan Gedung.

207

Anda mungkin juga menyukai