Andiana Koswara
E24160070
Dosen :
Asisten Praktikum :
FAKULTAS KEHUTANAN
2018
I. Pendahuluan
a. Latar belakang
Kayu komersial dengan kualitas tinggi dan memiliki diameter besar terus berkurang
setiap tahunnya, sehingga sangat sulit untuk medapatkan kayu dengan kualitas tersebut.
Permintaan masyarakat terhadap kayu di Indonesia cukup tinggi, karena penggunaan kayu
sangat ramah lingkungan. Umumnya kayu yang ditanam sekarang ini merupakan jenis kayu
yang cepat tumbuh dan memiliki diameter kecil. Jenis kayu cepat tumbuh memiliki kualitas
sangat rendah dan memiliki kerapatan yang rendah, sehingga kurang cocok digunakan untuk
bahan konstruksi bangunan. Seiring berjalannya waktu banyak perusahaan-perusahaan yang
memanfaatkan kayu dengan kerapatan rendah tersebut menjadi kayu lapis. Sifat dari kayu lapis
biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu Berat Jenis dan kerapatan kayu.
BJ kayu untuk dibuat vinir kupas biasanya adalah 0.3 – 0.6, ini dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam seleksi kayu (Kliwon dan Iskandar 2008). Kualitas kayu lapis dapat
ditingkatkan dengan cara mengatur proses pressing dan penggunaan perekat. Proses pressing
dan penggunaan perekat yang berkualitas tentunya dapat meningkatkan kekuatan kayu lapis
dan Berat Jenis. Penggunaan perekat yang berkualitas tinggi juga dapat mencegah kayu lapis
dari serangan organisme perusak. Penggunaan vinir dalam kayu lapis juga akan meningkatkan
nilai estetika terhadap kayu lapis dan meningkatkan kekuatan (Baldwin 1994).
b. Tujuan
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air, kerapatan, dan delaminasi dari
kayu lapis yang dibuat dari kayu akasia (Acacia mangium), serta menganalisis karakteristik
kayu lapis akasia dengan perekat urea formaldehida.
II. Metode
Log dikupas menjadi bentuk vinir kemudian dipotong dengan ukuran (10 x 10 x 0.2)
cm. Tebal face, core, dan back semuanya sama yaitu 0.2 cm. Kayu lapis yang akan dibuat
terdiri dari tiga lapis vinir, ketiga bagian tersebut kemudian dioven sampai kadar air mencapai
12%. Berat labur sebanyak 170 g/cm2 dengan metode single spread atau hanya dilabur pada
satu sisi vinir. Proses pelaburan selesai, selanjutnya dilakukan pengempaan yaitu dengan
kempa panas selama 5 menit, lalu didinginkan pada suhu ruang. Pembuatan kayu lapis telah
selesai, tahap berikutnya dilakukan pengujian kadar air, kerapatan, dan delaminasi. Vinir
dioven dengan suhu 103±2 ºC selama 24 jam untuk mendapatkan berat kering tanur dari vinir
untuk menghitung kadar air, selanjunya pengukuran dimensi mencakup p x l x t untuk
menghitng volume kayu yang nantinya digunakan untuk mencari kerapatan kayu lapis.
Pengujian delaminasi dilakukan dengan cara memotong kayu dengan ukuran (7,5 x 7,5) cm
kemudian dilakukan perendaman dalam air mendidih selama 4 jam, kemudian dikeringkan
didalam oven dengan suhu 60 ± 3ºC selama 20 jam, kemudian dilakukan perendaman kembali
dengan air mendidih selama 4 jam, kayu lapis dikeringkangan kembali dengan suhu 60 ± 3ºC
selama 3 jam. Contoh uji tersebut diukur presentasi lepasnya bagian garis rekat antar lapisan
(rasio delaminasi) dengan rumus :
Rasio delaminasi (%) = Panjang garis rekat yang terlepas (cm) x 100
Panjang garis rekat yang direkat
Kadar air pada vinir dipengaruhi oleh jenis kayu, jenis kayu dengan kerapatan tinggi memiliki
kadar air yang tinggi, semakin tinggi kerapatan suatu jenis kayu maka akan memiliki kadar air yang
tinggi (Arsad 2011 ). Proses pengeringan yang kurang baik dan berat labur juga akan mempengaruhi
kadar air dari vinir yang dihasilkan. Kadar air yang tinggi akan sulit dalam proses perekatan dan ketka
kayu lapis jadi akan terjadi cacat pada kayu lapis tersebut. Berdasarkan hasil pengujian kadar air
(Tabel 1) dari kayu lapis yang dibuat dari kayu akasia yaitu dengan kadar air 8.01%. Kadar air yang
dihasikan sesuai dengan ketentuan pembuatan vinir yatitu kadar air maksimum 14% (SNI 2000).
Pengukuran dimensi kayu lapis diukur pada bagian p x l x t yang hasilnya rata – rata (10.2 x
10.29 x 0.605) cm. Dimensi kayu lapis berbeda dengan dimensi awal dari vinir dikarenakan pada saat
pengempaan atau proses perekatan posisi vinir tidak sama atau bergeser sehingga menambah dimensi
panjang dan lebar dari kayu lapis. Berdasarkan dimensi tersebut didapat vomume kayu lapis 63.50 cm3
dengan hasil pengukuran dimensi rata – rata.
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volumenya pada saaat kering
udara (Haygreen dan Bowyer 2003). Kerapatan kayu akasia 0.34, sedangkan ketika dibuat kayu lapis
kerapatan yang dihasilkan yaitu 0.607, yang artinya kayu akasia yang memiliki kerapatan rendah dapat
ditingkatkan melalui metode pembuatan kayu lapis. Hal ini juga membuktikan bahwa kayu lapis
merupakan solusi pemanfaatan kayu dimasa yang akan datang karena semakin berkurangnya kayu
dengan kualitas yang tinggi.
Delaminasi didefinisikan terkelupasnya vinir pada bagian tepi dari kayu lapis. Pengujian
delaminasi ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan kayu lapis terhadap tekanan pengembangan dan
penyusutan akibat dari adanya kelembapan dan panas yang tinggi (Vick 1999). Perekat UF memiliki
kelebihan tidak mudah terbakar, kematangan cepat, warnanya terang dan harganya murah (Rawell
2005). Berdasarkan hasil pengujian delaminasi dari kayu lapis mencapai 100% (Gambar 1). Perekat
UF tidak sesuai dengan SNI 01-5008-2-2000 yang mensyaratkan minimal kayu lapis memenuhi
standar mengalami delaminasi kurang dari 25 mm. Kayu lapis terlepas ikatan permukaannya pada saat
dilakukan perebusan di waterbath selama 4 jam. Hal ini dikarenakan sifat dari perekat UF yang
digunakan. Perekat UF memiliki ketahanan yang baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap air
panas, tetapi tidak tahan terhadap perebusan (Joyoadikusumo 1984). Berdasarkan hal tersebut terbukti
ketika dilakukan perebusan terhadap kayu lapis dengan menggunakan perekat UF terlepas semua
ketiga vinirnya.
Kesimpulan
Pengujian kayu lapis akasia mangium dengan kadar air 8.01% didapatkan kerapatanya 0.607.
kayu akasia dengan kerapatan 0.34 dapat ditingkatkan kerapatannya menjadi 0.607. Hal ini
membuktikan bahwa peningkatan kerapatan kayu akasia dapat ditingkatkan melalui metode pembuatan
kayu lapis. Delaminasi kayu lapis akasia mencapai 100%, hal ini dikarenakan penggunaan perekat UF
yang memiliki sifat tidak tahan terhadap perebusan dari air panas, sehingga menyebabkan kayu lapis
terbagi menjadi tiga bagian.
Saran
Arsad E. 2011. Sifat Fisik Kayu Lapis Berbahan Baku Kayu Akasia (Acacia Mangium Willd) dan
Kelampayan (Anthocephalu Spp). Jurnal Riset Industri Hasil Hutan 3 (2): 1- 6
Baldwin R.1994. Plywood and veneer-based product. Miller Freeman. California
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Kayu Lapis Penggunaan Umum. Jakarta (ID): Badan
Standarisasi Nasional.
Haygreen JG dan Bowyer JL. 2003. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu Pengantar. Hadi Kusumo
SA. Penerjemah: Prawiro Htomojo, Editor. Terjemahan : Forest Product and Wood Science.
Anintroduction. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Joyoadikusumo S. 1984. Pengaruh Kadar Ekstender dan Kadar Bahan Pengawet dalam Perekat Urea
Formaldehida Terhadap Keteguhan Rekat Kayu lapis dari Kayu Tusam (Pinus merkusii Jung et
de vriese) dan Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg) (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Kliwon S. dan Iskandar, 2008. Teknologi Kayu Lapis dan Produk Skundernya. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor (ID) :
Departemen Kehutanan.
Rawell RM. 2005. Hand Book of Wood Chemistry and Wood Composite. CRC Press. Florida
Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Material. Wood Hand Book, Wood as Engineering
Material. Chapter 9. USA (US): Forest Product Society.