Anda di halaman 1dari 6

Perubahan Sifat Keasaman Kayu selama Proses Pengeringan

(The Change of Wood Acidity during Drying Process)


Deded S Nawawi, Trisna Priadi, Benny Murwentianto
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Corresponding author: dsnawawi@ipb.ac.id (Deded S Nawawi)

Abstract
Wood acidity is an importance factors in the wood processing and utilization. The
acidity of wood might change due to some factors such as moisture, drying, and storage
time of wood. The wood acidity of two wood species; sengon (Paraserianthes
falcataria) and manii (Maesopsis eminii) and its change by drying process were
investigated with respect to pH value and buffering capacity. Drying of wood was
carried out on 28 and 60 oC for 24, 48, 72 and 144 h, respectively. The drying of wood
was able to change of wood acidity. The acidity of wood increased by increasing the
drying temperature and time. On the temperature of 60 oC, a lower pH value and higher
bufering capacity of wood were obtained for longer time of drying. Manii wood was
more acidic than that of sengon wood.
Key words: bufering capacity, pH value, wood acidity, wood drying

Pendahuluan (Packman 1967). Keasaman kayu dapat


meningkat oleh perlakuan suhu sebagai
Pemahaman tentang karakteristik kimia
akibat terbentuknya asam-asam bebas
kayu dan perubahannya akibat berbagai
terutama asam asetat dan asam format
perlakuan akan sangat membantu dalam
(Nawawi et al. 2001, Choon & Roffael
pengembangan proses dan penggunaan
1990). Jenis zat ekstraktif bersifat asam,
kayu secara kimiawi. Keasaman kayu
gugus asetil, dan produk degradasi
merupakan salah satu sifat kimia kayu
termal dari polisakarida dapat menjadi
yang banyak terkait dengan sifat
sumber terbentuknya asam akibat
pengolahan dan penggunaan kayu,
pengaruh suhu selama proses
seperti sifat korosi logam yang kontak
pengolahan kayu (Choon & Roffael
dengan kayu (Farmer 1967, Nawawi
1990).
2002), proses perekatan kayu (Myers
1978, Nawawi et al. 2004 & 2005), Pengeringan kayu merupakan tahapan
proses pulping dan fiksasi bahan proses yang sering diperlukan pada
pengawet dalam kayu (Fengel & rangkaian berbagai pengolahan kayu.
Wegener 1984). Suhu, kelembaban, dan waktu
merupakan variabel yang digunakan
Keasaman kayu beragam berdasarkan
dalam proses pengeringan. Oleh sebab
jenis kayu, bagian kayu teras dan kayu
itu, selama proses pengeringan kayu
gubal (Nawawi 2002, Subramanian et al.
selain terjadi perubahan kadar air dan
1983). Selain itu, perubahan keasaman
dimensi kayu, juga dapat disertai oleh
kayu dapat terjadi akibat faktor suhu,
perubahan sifat keasamannya. Penelitian
kelembaban, proses hidrolisis, dan
ini bertujuan untuk menganalisis
penyimpanan kayu dalam waktu lama

Perubahan Sifat Keasaman Kayu selama Proses Pengeringan 195


Deded S Nawawi, Trisna Priadi, Benny Murwentianto
pengaruh suhu dan lama pengeringan Kapasitas penyangga kayu diukur dari
kayu terhadap perubahan sifat keasaman filtrat dengan metode titrasi. Sebanyak
kayu yang dinyatakan dalam perubahan 50 ml filtrat diukur pH awalnya dan
nilai pH dan kapasitas penyangga dari dititrasi dengan larutan NaOH 0,01 N
ekstrak kayu. hingga mencapai nilai pH 7. Kapasitas
penyangga dinyatakan sebagai jumlah
Bahan dan Metode NaOH yang dibutuhkan untuk
Penyiapan bahan menyangga 100 gram kayu (John &
Niazi 1980).
Sampel kayu diambil dari bagian batang
kayu sengon (Paraserianthes falcataria) Kadar air
dan manii (Maesopsis eminii) yang
berasal dari daerah Bogor Jawa Barat. Kadar air kayu diukur pada setiap
Sortimen kayu berukuran (2x2x10) cm3 interval waktu pengeringan untuk setiap
digunakan untuk perlakuan pengeringan. perlakuan. Contoh kayu yang telah
Keasaman kayu diukur dari filtrat yang diketahui berat awalnya dikeringkan
diperoleh dari ekstraksi air sampel kayu pada suhu 103±2 oC hingga beratnya
berbentuk serpih. konstan. Kadar air dinyatakan dalam
. persen terhadap berat kering kayu.
Pengeringan kayu
Hasil dan Pembahasan
Pengeringan kayu dilakukan dengan
oven pengering pada suhu masing- Perubahan keasaman kayu
masing 28 dan 60 oC selama 24, 48, 72, Keasaman kayu sengon dan manii
dan 144 jam. Pada setiap interval waktu berubah akibat proses pengeringan.
pengeringan, kadar air dan keasaman Semakin tinggi suhu pengeringan,
kayu diukur sebanyak dua ulangan. keasaman kayu meningkat yang
Keasaman kayu dinyatakan sebagai nilai ditunjukkan oleh semakin kecilnya nilai
pH dan kapasitas penyangga. pH dan semakin tingginya kapasitas
penyangga kayu (Tabel 1).
Pengukuran keasaman kayu Kayu sengon dan manii memberikan
Prosedur pengukuran keasaman kayu respon perubahan nilai pH yang berbeda
dilakukan merujuk pada metode yang terhadap pengaruh suhu. Keasaman
dilakukan oleh Krilov dan Lasander kayu manii berubah lebih besar
(1988) yang domodifikasi yaitu sampel dibandingkan dengan kayu sengon pada
kayu untuk ekstraksi berbentuk serpih perubahan suhu yang sama. Pada
o
bukan dalam bentuk serbuk. Hal ini pengeringan bersuhu 60 C selama 144
bertujuan untuk menghindari pengaruh jam, nilai pH kayu manii menurun
suhu pada saat penggilingan serbuk sebesar 3,24, sedangkan kayu sengon
kayu. Serpih kayu diekstraksi dengan air menurun sebesar 1,39. Penambahan
destilata pada suhu 80 oC selama 1 jam waktu pengeringan kayu sengon pada
dengan perbandingan kayu dan air 1:10. suhu kamar tidak menyebabkan
Filtrat kayu disaring dan digunakan perubahan nilai pH yang signifikan.
untuk pengukuran nilai pH dan kapasitas Perbedaan jumlah dan komposisi
penyangga. Nilai pH diukur dengan pH komponen kimia kayu merupakan faktor
meter yang telah dikalibrasi. internal yang menentukan perbedaan
sifat keasaman kayu dan perubahannya.

196 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 10 No. 2 Juli 2012
Tabel 1 Nilai pH dan kapasitas penyangga kayu pada suhu dan waktu pengeringan yang
berbeda
Kondisi awal Lama pengeringan 28 oC 60 oC
Jenis kayu pH KP (jam) pH KP pH KP
24 6,52 0,097 5,39 0,642
Maesopsis eminii 6,52 0,097 48 4,84 0,952 4,28 1,712
72 5,61 0,322 3,42 1,659
144 6,31 0,386 3,28 2,034
24 6,90 0,010 6,54 0,091
Paraserianthes 6,91 0,010 48 6,86 0,010 6,41 0,118
falcataria 72 6,80 0,010 5,91 0,322
144 7,46 0,000 5,52 0,428
Ket. : KP = Kapasitas penyangga (mmol NaOH per 100 g kayu)

Sifat keasaman kayu disebabkan adanya kelembaban dan waktu. Gugus-gugus


asam organik dan polifenol dalam kayu asetil dalam hemiselulosa kayu dapat
(Krilov & Lasander 1988, Choon & terdegradasi membentuk asam-asam
Roffael 1990). Asam-asam organik bebas. Reaksi ini bahkan sudah dapat
dalam kayu terdapat dalam keadaan terjadi pada suhu di bawah 100 oC
bebas atau terikat sebagai komponen non (Fengel& Wegener 1984, Choon &
struktural, seperti asam asetat, asam Roffael 1990). Oleh sebab itu suhu dapat
format, asam polifenol dan acidic groups menjadi salah satu faktor eksternal yang
seperti gugus asetil dalam hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap perubahan
yang mudah terhidrolisis menjadi asam sifat keasaman kayu.
bebas. Diantara berbagai jenis bahan
Bertambahnya waktu pengeringan kayu
tersebut, asam asetat dan asam format pada suhu 60 oC menyebabkan keasaman
adalah jenis asam yang paling benyak kayu yang semakin tinggi. Secara
ditemukan dalam kayu dan bertanggung statistik terdapat korelasi linier yang kuat
jawab terhadap sifat keasaman kayu antara lama pengeringan dengan nilai pH
(Choon & Roffael 1990, Nawawi et al. kayu, yang ditunjukkan oleh nilai r =
2001). Lebih lanjut hasil penelitian 0,87 untuk kayu manii dan r = 0,97 untuk
sebelumnya menunjukkan bahwa kayu kayu sengon (Gambar 1). Hal ini
manii memiliki kadar asam asetat dan
mengindikasikan bahwa suhu 60 oC telah
format yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya reaksi
bersifat lebih asam dibandingkan dengan pembebasan asam dari komponen kimia
kayu sengon (Nawawi et al. 2001). Hasil kayu, sehingga penambahan waktu
penelitian ini mengindikasikan bahwa pengeringan turut memfasilitasi reaksi
kayu manii juga memiliki asam pembebasan asam yang semakin tinggi.
potensial yang mudah terbebas oleh Hal ini sejalan dengan pendapat Fengel
pengaruh suhu, sehingga menghasilkan dan Wegener (1984), selain suhu, faktor
perubahan keasaman yang besar. yang dapat mempengaruhi keasaman
Suhu merupakan faktor penting kayu adalah lama waktu penyimpanan
terjadinya reaksi-reaksi pelepasan bahan kayu. Peningkatan keasaman akibat suhu
asam dari dalam kayu. Asam bebas dan lama pengeringan dapat terjadi
dalam kayu akan meningkat disebabkan karena tingginya tingkat hidrolisis gugus
oleh terlepasnya gugus asetil dalam kayu asetil dari komponen kimia kayu menjadi
akibat reaksi hidrolisis, pengaruh suhu, asam asetat (Choon & Roffael 1990).

Perubahan Sifat Keasaman Kayu selama Proses Pengeringan 197


Deded S Nawawi, Trisna Priadi, Benny Murwentianto
Asam format merupakan asam bebas nilai pH ini bisa disebabkan oleh
lainnya yang ditemukan dalam kayu, lambatnya pembebasan asam-asam dari
walaupun jumlahnya lebih sedikit dalam kayu karena suhu yang relatif
diandingkan dengan asam asetat. Selain rendah sehingga laju hidrolisis menjadi
dapat ditemukan dalam bentuk bebas, rendah, dan pada saat bersamaan
asam format juga dapat terbentuk sebagai kemungkinan adanya aktifitas jamur
hasil reaksi degradasi termal dari yang dapat menetralisir asam-asam bebas
komponen polisakarida kayu (Roffael dalam kayu.
1993). Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian
Packman (1960) yang menemukan
10
indikasi bahwa penyimpanan kayu pada
Sengon suhu ruang dimana jamur bisa tumbuh
8
dengan baik, nilai keasaman kayu dapat
6 menurun (nilai pH meningkat). Jenis
Nilai pH

jamur tertentu memiliki kemampuan


4 untuk mendekomposisi atau menetralisir
y = -0.0096x + 6.8111 asam sehingga dapat menghambat
2 R² = 0.9435 terakumulasinya asam dalam kayu
selama penyimpanan. Asam-asam
0 organik yang terdekomposisi atau
0 25 50 75 100 125 150 dinetralkan tersebut selanjutnya akan
terekstrak sebagai produk yang bersifat
8
netral. Choon dan Roffael (1990)
7 Manii menemukan bahwa keasaman kayu
6 cenderung meningkat dengan
5 meningkatnya suhu dan waktu, kecuali
Nilai pH

4 bila terdapatnya aktifitas jamur. Pada


suhu 30 oC, tidak ditemukan indikasi
3
terbentuknya asam organik, terutama
2 y = -0.0217x + 5.8285 asam asetat dan asam format. Indikasi
1 R² = 0.7628 terbentuknya asam-asam organik tersebut
0 baru terlihat pada perlakuan kayu dengan
0 25 50 75 100 125 150 suhu di atas 50 oC.
Lama pengeringan (jam) Keasaman kayu dapat dinyatakan pula
dengan kapasitas penyangga. Semakin
Gambar 1 Hubungan lama pengeringan tinggi suhu dan semakin lama waktu
suhu 60 oC dengan nilai pH kayu. pengeringan nilai kapasitas penyangga
semakin tinggi. Hal ini disebabkan
Hasil berbeda terjadi pada pengeringan eratnya kaitan antara nilai pH dengan
bersuhu 28 oC, yang menunjukkan lama kapasitas penyangga dari ekstrak kayu
pengeringan tidak memberikan yang diteliti. Nilai pH dengan kapasitas
perubahan yang besar pada sifat penyangga memiliki hubungan linier
keasaman kayu (nilai pH dan kapasitas dengan korelasi yang tinggi (r = - 0,89
penyangga), bahkan keasaman kayu untuk kayu manii, dan r = - 0,95 untuk
cenderung sedikit menurun. Peningkatan kayu sengon). Semakin tinggi keasaman
kayu ditunjukkan oleh semakin

198 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 10 No. 2 Juli 2012
rendahnya nilai pH dan semakin Niazi 1984). Hal ini disebabkan pula
tingginya kapasitas penyangga asamnya. oleh beragamnya jenis dan komposisi
Nilai pH dan kapasitas penyangga asam atau bahan bersifat asam dalam
keduanya dapat dijadikan sebagai kayu dengan berbagai perbedaan
parameter dari keasaman kayu. kekuatan asamnya. Oleh sebab itu sering
ditemukan nilai pH kayu sama akan
Kayu manii memiliki kadar asam yang
tetapi memiliki nilai kapasitas penyangga
lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
yang berbeda (Nawawi 2001, Choon &
sengon yang ditunjukkan oleh tingginya
Roffael 1990).
nilai kapasitas penyangga kayu manii.
Hal ini menunjukkan bahwa kayu manii
0.5
merupakan jenis kayu yang cenderung

Kapasitas penyangga (mmol 100 g-1 kayu)


bersifat asam karena memiliki potensi 0.4 Sengon
kandungan asam atau bahan bersifat
asam tinggi. Dilain pihak kayu sengon 0.3
lebih menunjukkan bersifat netral hingga
agak asam. Hal ini berkorelasi pula 0.2
dengan kandungan asam yang rendah di
dalam kayu yang ditunjukkan oleh 0.1 y = 0.003x + 0.02
rendahnya nilai kapasitas penyangga R² = 0.9161
asamnya. Asam-asam yang ditemukan 0
dalam kayu terutama asam asetat, dan 0 25 50 75 100 125 150
asam format dalam jumlah yang lebih 2.5
Kapasitas penyangga (mmol 100 g-1 kayu)

sedikit (Nawawi et al. 2001, Choon &


Roffael 1990), dan asam polifenol Manii
2
(Krilov & Lasander 1980). Seperti
halnya pada nilai pH, terdapat korelasi 1.5
yang erat antara lama pengeringan pada
suhu 60 oC dengan kapasitas penyangga. 1
Waktu pengeringan yang semakin lama, y = 0.0128x + 0.4928
kapasitas penyangga kayu semakin tinggi 0.5 R² = 0.7406
(Gambar 2).
0
Kapasitas penyangga dalam beberapa hal
0 25 50 75 100 125 150
lebih efektif sebagai indikator keasaman
kayu terkait dengan pengolahan kayu. Lama pengeringan (jam)
Hal ini karena kapasitas penyangga lebih
Gambar 2 Hubungan lama pengeringan
baik untuk menduga kekuatan sistem
pada suhu 60 oC dengan kapasitas
larutan asam, sehingga dalam aplikasinya
penyangga kayu.
dapat menjadi dasar dalam menentukan
bufer yang diperlukan untuk Perubahan kadar air
mempertahankan kondisi pH atau
keasaman yang diinginkan. Dalam Kadar air kayu setelah proses
proses perekatan, misalnya, pengerasan pengeringan mengalami penurunan
perekat urea formaldehida dan fenol sejalan dengan penambahan waktu
formaldehida berkorelasi lebih tinggi pengeringan dan suhu yang semakin
dengan kapasitas penyangga kayu tinggi. Hasil penelitian menunjukkan
dibandingkan dengan nilai pH (John & bahwa tidak terdapat korelasi yang

Perubahan Sifat Keasaman Kayu selama Proses Pengeringan 199


Deded S Nawawi, Trisna Priadi, Benny Murwentianto
signifikan antara kadar air dengan eucalypt species. Holzforschung (42):
keasaman kayu. Hal ini menegaskan 253-258.
bahwa perubahan sifat keasaman kayu Myers GC. 1978. How adjusting fiber
lebih ditentukan oleh kemungkinan acidity improved strength of dry-
terjadinya reaksi dari komponen kimia formed hardboards. For. Prod. J
penyusun kayu yang menyertai 28(3):48-50.
perubahan kadar air kayu selama proses
pengeringan. Suhu dan lama pengeringan Nawawi DS, Syafii W, Roffael E,
lebih berperan terhadap perubahan sifat Kharaziphour A. 2001. The acidity
keasaman kayu. of some plantation woods. JTHH
14(2):1-7.
Kesimpulan Nawawi DS, Rusman D, Febrianto F,
Selama proses pengeringan sifat Syafii W. 2004. The bonding
keasaman kayu meningkat dengan properties of some tropical woods.
peningkatan suhu dan lama pengeringan. JTHH 18(2):47-52.
Perbedaan jenis kayu menunjukkan Nawawi DS. 2002. The acidity of five
respon perubahan keasaman yang hardwoods species and its influence
berbeda akibat pengaruh suhu dan waktu on metal corrosion. JTHH 15(2):18-
pengeringan. Perubahan keasaman kayu 24.
manii lebih besar dibandingkan dengan
kayu sengon, dan secara umum kayu Nawawi DS, Widiyanti L. 2005. Nilai
manii lebih bersifat asam dibandingkan pH dan kadar ekstraktif empat jenis
dengan kayu sengon. kayu tropis dan pengaruhnya
terhadap pengerasan perekat. JTHH
Daftar Pustaka 17(1): 31-38.
Packman DF. 1960. The acidity of
Choon KK, Roffael E. 1990. The acidity wood. Holzforschung 14:178-183.
of five hardwood species.
Holzforschung 44(1):53-58. Roffael E. 1993. Formaldehyde Release
from Particleboard and other Wood
Farmer RH. 1967. Chemistry in the Panels. Kualalumpur: FRIM.
utilization of wood. Holzforschung
(1):93-103. Subramanian RV, Somasekharan KN,
Johns WE. 1983. Acidity of wood.
Fengel D, Wegener G. 1984. Wood; Holzforschung 37:117-120.
Chemistry, Ultrastructure, Reaction.
Berlin: Walter de Gruyter.
John WE, Niazi KA. 1981. Effect of pH Riwayat naskah (article history)
and buffering capacity of wood on Naskah masuk (received): 5 Desember 2011
the gelatin time of urea formaldehyde Diterima (accepted): 18 Maret 2012
resin. Wood Fiber 12(4):255-263.
Krilov A, Lassander WH. 1988. Acidity
of heartwood and sapwood in some

200 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 10 No. 2 Juli 2012

Anda mungkin juga menyukai