Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN KIMIA KAYU

Penentuan Ekstraktif Kayu (Kelarutan Kayu dalam Air dan


NaOH 1, dan Ethanol Benzene)

Zayin Wahyu SR_E2401221039_KELOMPOK 2


P1 Senin Siang

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Deded Sarip Nawawi M.Sc.F.Trop.
Anne Carolina, S.Si., M.Si.

DIVISI KIMIA HASIL HUTAN


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

Tujuan Parktikum
Praktikum ini bertujuan agar Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar
ekstraktif terlarut dalam air dingin, air panas, dan alkali encer

Rencana kerja
A. Alat dan bahan :
a. Menggunakan air panas dan air dingin :
1. Water bath (Boiling Water Bath)
2. Stirrer, magnetic stirrer
3. Gelas piala 400 ml dan Erlenmeyer 250 ml
4. Alat penyaring: gelas filter 30-50 ml (porositas medium) dan
filter flask 500-1000 ml
5. Botol timbang, pengaduk kaca, timbangan, dan oven

b. Penentuan Kadar Abu :


1. Gelas piala 200 ml waterbath dengan suhu yang dapat dijaga
sekitar 97-100 ºC
2. Glass filter 30 ml (porositas medium) dan filter flask 1000 ml
3. Timbangan, oven, pengaduk kaca, dan termometer
B. Prosedur Kerja :

1 2 3

4 5 6
7 8 9

10 11 12

13
BAB 2
PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil perhitungan didapatakan untuk kelarutan yang paling tinggi pada air
dingin adalah kayu akasia sebesar 17,2116 , disusul pada urutan kedua adalah
kayu karet 14,9212, yang ketiga ada kayu jabon sebesar 14,0594, pada urutan ke
empat ada kayu mindi sebesar 12,2889, dan yang terkahir ada kayu sengon
sebesar 11,4436 kelarutan yang diitung menggunakan BKT paling tinggi adalah
kayu akasia sebesar 17,30%, disusul oleh kayu karet sebesar 15,01%, lalu ada
kayu jabon dengan persentase 14,12%, urutan keempat terdapat kayu mindi
sebesar 12,38%, dan yang terakhir ada kayu sengon dengan persentase 11,52% .
Pada air panas yang memiliki kelarutan terbesar adalah karet sebesar 22,5049,
urutan kedua kayu akasia adalah 20,7521, urutan selanjutnya ada sengon 20,3976,
urutan keempat jabon dengan urutan 11,6537, dan yang terakhir adalah kayu
mindi 10,2478, persentase kelarutan dengan menggunakan BKT paling tinggi
adalah kayu karet sebesar 22,59%, diurutan kedua terdapat kayu akasia sebesar
20,84%, diurutan ketiga terdapat kayu sengon dengan persentase 20,47%, disusul
pada urutan keempat terdapat kayu jabon dengan persentase 11,71%, dan yang
terakhir adalah kayu mindi dengan persentase 10,34%. Sedangkan pada NaOH
1% kayu yang memiliki kelarutan tertinggi adalah kayu jabon yang sebesar
68,4262, kemudian disusul kayu akasia 67,7747, lalu mindi sebesar 65,6921, lalu
ada kayu karet sebesar 64,1732, lalu ada kayu sengon 62,9056. Untuk kelarutan
dengan menggunakan BKT yang memiliki persentase paling tinggi adalah kayu
jabon sebesar 68,48%, pada urutan kedua terdapat kayu akasia dengan persentase
67,86%, kayu mindi sebesar 65,78%, kayu karet 64,26%, dan yang terakhir
sengon sebesar 62,98%. Dari sini dapat disimpulkan bahawa kelarutan dengan
kelarutan yang dihitung dengan menggunakan BKT memiliki hubungan yang
berbanding lurus. Hasil ini dapat diperoleh dengan perhitungan sebegai berikut,
misalkan kita mengambil kayu karet pada kayu dingin. Diketahui data sebagai
berikut :

Berat Kertas Bobot Bobot Bobot Kelarutan


Saring (A) Kering (B) Ekstraksi+Kertas (C) Ekstraksi (D) Kelarutan dengan BKT

0,8642 2,0052 2,5702 1,7060 14,9212 15,01%

Maka untuk mendapatkan :


1. bobot ekstraksi adalah mengurangkan bobot ekstraksi+kertas berat kertas
saring, yaitu (2,5702 – 0,8642) = 1,7060
2. untuk kelarutan saja dengan cara melakukan pengurangan antara ((B-
D)/B)*100 atau ((2,0052-1,700)/ 2,0052)*100 = 14,9212
Pembahasan

Zat ekstraktif merupakan komponen organik yang secara luas larut dan dapat
diambil dari kayu dengan menggunakan pelarut dengan polaritas yang cukup
tanpa mengubah sebagian besar karakteristik struktur sel (Pereira et al., 2003). Zat
ini merupakan komponen minor dengan kisaran maksimal adalah 10% yang
diamana zat ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi
sebagai zat pengisi rongga sel. Selain itu zat ekstraktif adalah jenis senyawa yang
dapat diekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar, salah
satunya adalah air yang memiliki kepolaran yang tinggi. Secara umum kelarutan
adalah jumlah zat yang terlarut dalam sebuat pelarut (Hanan, 2021). Jika dilihat
dari hasil perbandingan untuk semua kayu kelarutan kayu pada NaOH 1% lebih
tinggi dari pada air panas dan air dingin. Perbedaan kelarutan pada kayu ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor metode pemanasan
yang akan berpengaruh terhadap kadar ekstraktif, nilai pH, holoselulosa,
hemiselulosa, kelarutan dalam NaOH 1%, dan lignin sedangkan faktor suhu
pemanasan berpengaruh pada semua parameter kecuali kelarutan dalam air panas.
Maka dari itu jika dilihat dari selulosa dan hemiselulosa pada hardwood seperti
karet, jabon, mindi, dan sengon umumnya lebih tinggi daripada softwood seperti
akasia (43-48 %, 27-35%), (Fengel dan Wegener, 1995), karena selulosa bersifat
polar yang kemudian larut dalam air yang juga bersifat polar maka seharusnya
yang memiliki kelarutan paling rendah adalah kayu akasia, namun sebaliknya
kayu akasia memiliki kecenderungan kelarutan lebih tinggi. Jika dilihat dari kadar
eksraktifnya kayu akasia memiliki kadar ekstraktif sebesar 5,39%, pada kayu
jabon sekitar 3, 62%, kayu karet sebesar 2,39%, kayu sengon sebesar 3,83%, dan
kayu mindi sebesar 3,27%, dari sini dapat dilihat bahwa zat ekastraktif memiliki
hubungan yang positif dengan selulosa, dan selulosa memiliki hubungan yang
positif juga dengan kelarutan air, namun teori tersebut bertentangan dengan data
yang diperoleh. Menurut Sitti (2021) penggolongan zat ekstraktif dibagi menjadi
4 secara utama yaitu kelompok alifatik (alkena, alkohol lemak, asam lemak),
kelompok fenolik (asam plikatat, pinoresinol), dan kelompok terpenoid
(polifrenol). dalam kelarutan pada air panas dan air dingin terdapat kandungan zat
ekstraktif, ekstraktif yang terlarut dalam air panas adalah zat yang juga terlarut
dalam air dingin (Budi,2000). Seperti fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik
(tanin, lignin, stibelina), namun Perbedaan kandungan ekstraktif yang terlarut air
dingin dan air panas mempunyai nilai beda kandungan yang sigifikan. Kandungan
ekstraktif pada air dingin lebih rendah dibandingkan dengan ektraksi air panas
sebab air masuk kedalam pelarut yang netral, nila kayu direndam pada air dingin
pada suhu kamar tidak akan mengalami perubahan atau tidak bereaksi, hanya zat
warna dan zat ekstraktif yang mempunyai berat molekul yang rendah yang akan
terlarut. Besarnya kelarutan dalam air untuk kayu karet pada air dingin sekitar
15,01%, sedangkan pada air panas sekitar 22,59%, kelarutan pada kondisi air
dengan suhu yang berbeda ini dipengaruhi oleh proses difusi bahan pelarut dalam
kayu, jenis kayu, besarnya partikel dan presentasi zat ekstraktifnya. Prinsip
kelarutan kayu dalam NaOH adalah kelarutan NaOH 1% memberikan gambaran
bahawa kayu tersebut mengalamai degradasi atau kerusakan komponen kimia
dinding sel kayu akibat adanya serangan jamur pelapuk kayu atau terdegradasi
oleh cahaya, panas dan oksidasi (Pari, 2006). Semakin tinggi kelarutan kayu
dalam NaOH 1% berarti semakin tinggi tingkat kerusakan kayu. Dalam pelarutan
dengan NaOH 1% terdapat beberapa elemen kayu yang terlarut salah satunya
adalah zat ekstraktif sekunder Budi Sutya (2000) mengatakan larutan NaOH 1%
akan mudah melarutkan ekstraktif yang letaknya lebih jauh di dalam kayuyang
mengacu pada TAPPI T-212 om-93, selulosa rantai panjang, nilai kelarutan jenis
kayu dengan larutan NaOH 1% paling tinggi adalah kayu jabon sebesar 68,48%,
pada urutan kedua terdapat kayu akasia dengan persentase 67,86%, kayu mindi
sebesar 65,78%, kayu karet 64,26%, dan yang terakhir sengon sebesar 62,98%.
Pada pemberian etanhol diperoleh bahwa kayu yang memiliki persentase tertinggi
bebas kadar ekstraktif adalah kayu jabon sebesar 12,02%, lalu diurutan kedua
terdapat kayu karet dengan persentase sebesar 11, 57%, lalu ada kayu akasia yaitu
11,27%, ada kayu sengon sebesar 10,82%, dan yang terakhir adalah kayu mindi
sebesar 9, 56%. Semakin besar kadar bebas ekstraksi menunjukan kemudahan
kelarutan untuk mengekstrak senyawa semi polar dan non polar seperti polifenol
sederhana, glikosida, tannin, mono dan disakarida.
BAB 3
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dalam percobaan pelarutan dengan menggunakan air dingin, air panas,
dan NaOH 1%, didapatkan hasil bahwa kelarutan pada NaOH 1%lebih besar
untuk sumua jenis kayu lalu disusul dengan air panas, dan yang terakhir adalah air
dingin. Perbedaan kelarutan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah faktor metode pemanasan yang akan berpengaruh terhadap kadar
ekstraktif, nilai pH, holoselulosa, hemiselulosa, kelarutan dalam NaOH 1%, dan
lignin sedangkan faktor suhu pemanasan berpengaruh pada semua parameter
kecuali kelarutan dalam air panas. Dimana kandungan antara selulosa dan zat
ekstraktif berbanding lurus yang juga berbanding lurus dengan kelarutan. Semakin
tinggi kandungan selulosa maka akan semakin mudah melarutkan dalam air panas
ataupun air dingin, sebab selulosa merupakan senyawa polar yang juga mudah
larut dalam air ynag juga senyawa polar. Sedangkan dalam pelarutan NaOH 1%
komponen kimia yang terlarut adalah selulosa panjang dan zat ekstraktif sekunder
kelarutan kayu dalam NaOH adalah kelarutan NaOH 1% memberikan gambaran
bahawa kayu tersebut mengalamai degradasi atau kerusakan komponen kimia
dinding sel kayu akibat adanya serangan jamur pelapuk kayu atau terdegradasi
oleh cahaya, panas dan oksidasi, yang semakin tingi kelarutannya maka semakin
terdegradasi kayunya.

Saran
Untuk mendapatkan kelarutan yang sesuai dengan yang telah ditentukan
maka perlu memeperhatikan kondisi tempat sekitar dan kondisi kayu tersebut
seperti Ph dan metode pemanasan, sebab kandungan komponen kimia yang
terkandung didalamnya harus sesuai dengan sifat pelarutnya, semakin polar
kandungan komponen kimia maka akan semakin mudah larut dalam air.
Daftar pustaka
Lukmandaru G,Dewi S, Widyorini R. 2018. Sifat Kimia Kayu Mahoni yang
Dimodifikasi Dengan Perlakuan Panas. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea. 7(1): 37-46.

Aryati H. 2011. Analisa Kandungan Ekstraktif Kayu Kelapa (cocusnucifera linn)


Berdasarkan Umur dan Letak Ketinggian pada Batang. Jurnal Hutan
Tropis.12 (31):7-82.

Sokanandi A, Pari G, Setiawan S , Saepuloh.2014. Komponen Kimia Sepuluh


Jenis Kayu Kurang Dikenal :Kemungkinan Penggunaan Sebagai
Baku Pembuatan Bioetanol. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.32(3): 209-
220.

Augustina S. 2021. Effect of Chemical Characteristics on Mechanical and Natural


Durability Properties of Three Lesser-Used Wood Species. Jurnal Sylva Lestari.
9(1): 161-178.
Lampiran
TABEL PERHITUNGAN

Ethanol
Kelompok Jenis Kayu BA Kertas Saring (A) BA Serbuk (B) BKO Serbuk+Kertas Saring (C) BKO Serbuk (D) kadar bebas ekstraktif
1 jabon 0,992 5,0032 5,394 4,402 12,02%
2 karet 1,0437 5,0027 5,4676 4,4239 11,57%
3 sengon 0,9943 5,0013 5,4545 4,4602 10,82%
4 akasia 0,9734 5,0029 5,4126 4,4392 11,27%
5 mindi 0,9835 5,0073 5,5119 4,5284 9,56%

Anda mungkin juga menyukai