Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Skripsi

SK Semester Genap 2009/2010 SK-01

Peningkatan Kualitas Kayu (Instia bijuga) : Kompleksasi Logam Cu(II), Fe(III) Dan Zn(II)
Oleh Senyawa Tanin

Anis Ika Rosyda*, Prof. Dr. Taslim Ersam1)

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak
Tanin merupakan golongan polifenol, pemberi warna pada kayu. Pelarutan tanin dalam air menyebabkan
blooding sehingga dapat menurunkan kualitas kayu. Pengompleksan tanin dengan logam transisi Cu, Fe dan Zn telah
dilakukan pada penelitian ini guna meningkatkan kualitas kayu merbau (Intsia bijuga). Tanin diekstrak dengan methanol-
air 80% dan diasamkan untuk memisahkan protein. Ekstrak tanin dianalisa secara kualitatif dengan spektrofotometer Uv-
Vis dan FT-IR serta secara kuantitatif dengan dihitung prosen beratnya yaitu 16,42%. Senyawa tanin dikomplekskan
dengan logam Cu(II), Fe(III) dan Zn(II) dalam bentuk larutan. Kompleks tanin yang terbentuk dianalisa dengan
spektrofotometer FT-IR dan Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil uji kelarutan kompleks menunjukkan bahwa
kompleks Cu-tanin, Fe-tanin dan Zn-tanin tidak larut dalam air hingga suhu 100˚C, dan kompleks dalam kayu yang
paling stabil adalah Fe-tanin dengan ketidaklarutan dalam air hingga suhu 70˚C.

Kata Kunci: kayu merbau (Intsia bijuga), tanin, kompleks Fe-tanin, Cu-tanin, dan Zn-tanin.

Abstract
Tannin is polyphenol group as coloring agent in wood. This solubility in water causes discoloration and decrease
of wood quality. Complexation of tannin with transition metal Cu, Fe and Zn has done in this experiment to increase
merbau (Intsia bijuga) wood quality. Tannin was extracted by methanol-water 80% solvent and then added by acid to
remove protein. Tannin extract was qualitative analysed by UV-Vis and FT-IR, and quantitative analysed to get weigth
percent (16,42%). Tannin was complexed with transition metal Cu(II), Fe(III) and Zn(II). The formed tannin complex
was analyzed by FT-IR spectrophotometer and Absorption Atomic Spectrophotometer. The result from solubility test
showed that Cu-tannin, Fe-tannin, and Zn-tannin complex insoluble in water into 100˚C. The stable complex in wood is
Fe-tannin that gives insolubility until temperature 70˚C.

Keyword: merbau wood (Intsia bijuga), tannin, complex Fe-tannin, Cu-tannin, and Zn-tannin.

1. Pendahuluan salah satunya dengan memepertahankan warna kayu.


Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu
Kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk
disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak, seperti
berbagai keperluan terus meningkat. Kayu merbau
tanin. Warna alami kayu dapat berubah dengan cepat
(Intsia bijuga) merupakan salah satu jenis kayu yang
karena beberapa sebab, baik oleh zat ekstraktif yang
umum digunakan sebagai bahan bangunan dan
terkandung didalamnya maupun oleh pengaruh dari
mempunyai nilai komersial yang tinggi. Industri kayu
luar kayu tersebut. Perubahan warna ini bisa
ini banyak diminati baik di dalam maupun luar negeri
mengakibatkan cacat warna (diskolorasi) pada kayu.
terutama di daerah beriklim dingin. Merbau merupakan
Sedangkan, salah satu penggunaan kayu merbau adalah
tumbuhan tropis dan banyak tumbuh di daerah Maluku
sebagai bahan bangunan yang berhubungan dengan air,
dan Papua. Kayu ini merupakan kayu jenis keras
seperti kolam, bathroom, jembatan, badan kapal, dan
(Sjoustrom, 1995).
lain-lain yang menyebabkan pelarutan zat-zat ekstraktif
Kayu merupakan bahan yang renewable
secara terus menerus.
dengan daur tumbuh yang membutuhkan waktu
Cara mengawetkan kayu agar zat terlarut
puluhan tahun. Oleh karena itu diperlukan penelitian
berkurang selama ini adalah dengan merendam kayu ke
untuk meningkatkan kualitasnya dengan membuat kayu
dalam sungai, kolam, atau danau. Setelah tiga bulan
menjadi lebih awet tanpa kehilangan nilai keindahan,
atau lebih kayu rendaman tersebut dikeringkan. Akan
tetapi, proses ini merusak warna kayu bahkan juga
* Corresponding author Phone : +628730212540,
e-mail: aniscience@chem.its.ac.id mengaburkan garis-garis kayu, sehingga proses ini
1)
Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, jarang digunakan untuk bahan mebel, lantai dan lain-
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. lain. Selain itu, hasil perendaman merupakan limbah
e-mail: taslimersam@its.ac.id yang dapat mencemari lingkungan. Dalam limbah kayu

Prosiding Kimia FMIPA


tersebut banyak mengandung senyawa–senyawa 2.3.2 Uji Kualitatif dan Uji Kuantitatif Tanin
organik seperti lignin, selulosa, tanin, poliosa Uji kualitatif tanin dilakukan menggunakan
(hemiselulosa), dan senyawa polimer minor (Fengel spektrometer UV-Vis dengan kisaran panjang
dan Wegener, 1995) yang sulit untuk didegradasi. gelombang 200-500 nm. Larutan blanko yang
Salah satu zat ekstraktif pemberi warna pada digunakan adalah pelarutnya yaitu methanol-air 80%.
kayu adalah senyawa tanin. Senyawa ini merupakan Larutan tanin dibuat dengan konsentrasi 10 ppm.
polifenol yang mengandung gugus-gugus hidroksil Larutan tanin dimasukkan kedalam kuvet dan diukur
yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang
dimungkinkan dapat membentuk kompleks dengan gelombang 200-500 nm. Apabila muncul spektra pada
logam yang menyediakan orbital kosong (Dalzell dan panjang gelombang tersebut, maka sampel tersebut
Kerven, 1998). Oleh karena itu diperlukan penelitian positif tanin. Rendemen tanin yang diperoleh dalam
untuk meningkatkan kualitas kayu merbau dengan setiap 50 gram kayu kering adalah berat ekstrak tanin
mengomplekskan senyawa tanin tersebut dengan total per 50 sampel kayu kering kali 100 %.
logam-logam transisi seperti Fe, Cu dan Zn serta
menguji kelarutannya dalam air sesuai dengan 2.3.4 Karakterisasi Tanin dengan Spektrofotometer
penggunaan kayu sebagai bahan bangunan dalam Inframerah (IR)
kondisi basah. Tanin sebanyak (1 mg) dicampur dengan baik
dengan 99 mg bubuk KBr kering dalam mortar agate
dan pelet disiapkan dari campuran tersebut untuk
2. Alat dan Bahan
analisis IR.
2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
2.3.5 Pengompleksan Senyawa Tanin dengan
ini antara lain: alat-alat gelas, corong buchner, rotary
Logam Cu, Fe dan Zn
vacum evaporator, sentrifugator, pemanas,
Kompleks Cu-tanin dibuat dengan 50 mL
Spektrofotometer UV-Visible, Spektrofotometer Infra
larutan Cu(II) 100 ppm (dalam air) ditambah 50 mL
Merah Fourier Transform (FTIR), dan
larutan tanin 100 ppm (dalam methanol:air 80%)
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
hingga terbentuk endapan yang stabil. Endapan disaring
dengan kertas saring kemudian dikeringkan pada suhu
2.2 Bahan
ruang (South, 1998). Filtat yang tersisa (merupakan sisa
Bahan–bahan yang diperlukan dalam
larutan Cu) diukur absorbansinya dengan
penelitian ini antara lain: serbuk kayu merbau, air,
spektrofotometer Serapan Atom (SSA), kemudian
metanol, HCl 1% v/v, aquades, kertas saring Whatman
dihitung konsentrasinya. Perhitungan konsentrasi ini
42, kertas saring biasa, CuCl2, FeCl3 , ZnCl2, dan kertas
bertujuan untuk mengetahui banyaknya logam Fe yang
pH universal.
digunakan untuk membentuk kompleks.
Pembuatan kompleks Fe-tanin dan Zn-tanin
2.2 Prosedur Penelitian
juga dilakukan dengan metode yang sama, pada suhu
2.3.1 Ekstraksi Tanin dari Kayu Merbau (Intsia
ruang. Larutan Fe yang digunakan adalah Fe(III) 100
bijuga)
ppm, sedangkan larutan Zn adalah Zn(II) 100 ppm.
Balok kayu Merbau dibersihkan dari kotoran
Standar yang digunakan dalam pengukuran dengan
dan dipotong kecil-kecil, kemudian digiling hingga
SSA adalah larutan logam dengan konsentrasi 2,5, dan
menjadi serbuk yang homogen. Serbuk kayu
10 ppm.
dikeringkan dalam oven hingga suhu 105ºC. Serbuk
kering ditimbang sebanyak 50 gram kemudian
2.3.6 Karakterisasi Kompleks Cu, Fe dan Zn-Tanin
dimaserasi dalam 150 mL metanol:air (80:20) selama
dengan Spektrofotometer FTIR
24 jam. Filtrat disaring dengan corong Buchner dan
Padatan kompleks Cu, Fe dan Zn-tanin yang
vacum. Residu dimaserasi kembali dalam metanol:air
telah dibuat dikarakterisasi menggunakan FT-IR
dengan komposisi dan waktu yang sama. Maserasi
kemudian hasilnya dibandingkan dengan puncak
dilakukan sebanyak 3 kali. Filtrat digabungkan lalu
karakteristik tanin yang ada telah diukur pada prosedur
diuapkan dengan menggunakan rotary vacum
sebelumnya.
evaporator pada suhu 70oC sampai 80oC sehingga
diperoleh filtrat yang lebih pekat (Linggawati, 2002).
2.3.7 Uji Fisik Kompleks Cu, Fe dan Zn-Tanin
Ekstak methanol:air pekat diasamkan, yaitu
Uji kestabilan kompleks didasarkan pada
dipanaskan dengan 1% v/v HCl dalam air selama 30
kegunaan kayu sebagai bahan bangunan bathroom dan
menit kemudian disentrifuge. Filtrat dipisahkan dengan
kolam renang pada suhu kamar (antara 25-400C).
endapan dengan cara dekantasi dan dimasukkan dalam
Pengujian dilakukan dengan melarutkan kompleks
beker gelas bersih. Residu diasamkan kembali, dan
dalam air pada suhu 25, 30, 40, 50 sampai 1000C,
prosedur ini dilakukan sebanyak 2 kali. Filtrat
diamati kelarutannya. Uji kelarutan juga dilakukan
digabung, kemudian diekstrak dengan metanol 80%.
dengan pelarut methanol:air 80% untuk mengetahui
Ekstrak disaring dan diuapkan pada 40ºC menggunakan
adanya senyawa tannin yang tidak terkompleks.
rotary vacum evaporator hingga kering. Ekstrak tanin
kering ditimbang untuk mengetahui berat rendemen
2.3.8 Uji Fisik Kompleks Cu, Fe dan Zn-Tanin
yang dihasilkan (Chavan, 2001).
dalam Kayu
Kompleks logam dengan senyawa-senyawa
yang ada dalam kayu diperkirakan dapat terjadi dengan

Prosiding Kimia FMIPA


merendam kayu dalam larutan logam. Kayu merbau
berukuran 1.3 cm x 1.5 cm x 1.6 cm direndam dalam
larutan logam Cu, Fe dan Zn 100 ppm selama 24 jam
pada suhu ruang (25ºC). Setelah direndam, kayu
diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC.
Uji kestabilan kompleks logam dengan tannin
dalam kayu dilakukan seperti uji kompleks serbuk
logam-tanin. Kayu tanpa perlakuan dan kayu yang telah
dikompleks direndam dalam air mulai suhu 25 sampai
Gambar 3.1 Ekstrak tanin
1000C. Perubahan warna yang terjadi diamati sebagai
Berat rendemen (ekstrak kering) yang
kestabilan kompleks. Masing-masing perendaman
dihasilkan adalah 8,21 gram. Prosentase ekstrak tanin
dilakukan selama 5 menit.
adalah
8,21 gram ekstrak
3. Hasil dan Diskusi % Ekstrak tanin = x 100%
50 gram serbuk kayu
3.1 Ekstraksi Senyawa Tanin dari Kayu Merbau
(Intsia bijuga) = 16,42 %
Tanin merupakan senyawa makromolekul Menurut Tsoumis (1991), kandungan
dari golongan polifenol yang bersifat polar (Fengel, senyawa tanin dalam kayu tropis dapat mencapai 20%,
1995), sehingga ekstraksi tanin dilakukan dengan sedangkan kayu merbau merupakan kayu tropis yang
menggunakan pelarut polar. Prosedur awal yang bersifat keras.
dilakukan adalah ekstraksi getah dari kayu merbau.
Kayu merbau diperoleh dari perusahaan kayu di 3.2 Identifikasi Senyawa Tanin dengan
Pasuruan. Balok kayu dihaluskan menjadi serbuk yang Spektrofotometer Uv-Visibel
homogen dengan tujuan untuk meperbesar luas Hasil analisa UV-Vis pada gambar 3.2
permukaan agar senyawa tanin mudah diekstrak dari menunjukkan bahwa senyawa yang dihasilkan pada
bagian-bagian yang sulit ditembus oleh pelarut. Serbuk penelitian ini adalah senyawa tanin dengan absorbansi
kayu dikeringkan dalam oven hingga suhu 105°C untuk maksimum pada panjang gelombang 280,5 nm.
menghilangkan kandungan air yang dapat mengganggu Absorbansi yang muncul menunjukkan adanya transisi
distribusi pelarut. electron dari π ke π* yang mengindikasikan adanya
Serbuk kayu kering sebanyak 50 gram gugus kromofor berupa ikatan π terkonjugasi
dimaserasi menggunakan pelarut methanol-air 80% didalamnya. Gugus kromofor yang terdapat dalam tanin
dengan volume pelarut 3 kali berat serbuk (150 mL). adalah senyawa benzena dengan C=C yang mempunyai
Maserasi dilakukan selama 24 jam pada suhu kamar elektron π.
sebanyak 9 kali, kemudian ekstrak disaring dengan
corong Buchner dan vakum. Berdasarkan hukum
distribusi ekstraksi, ekstraksi dengan n kali lebih efektif A
daripada ekstraksi 1 kali dengan total volume yang b
sama (Underwood, 1998). Total volume ekstrak yang s
diperoleh adalah 450 mL. o
r 280,5 nm
Maserasi adalah metode ekstraksi padat-cair
b
dengan cara merendam bahan padat dalam suatu pelarut
a
pada suhu kamar (Harborne, 1987). Ekstraksi tanin n
dilakukan menggunakan pelarut methanol-air karena s
senyawa tanin termasuk senyawa polar dan berdasarkan i
penelitian sebelumnya, pelarut ini menghasilkan ektrak
tanin paling banyak (Chavan, 2001). Ekstrak yang
diperoleh berwarna coklat tua, kemudian di pekatkan Panjang gelombang (nm)
(dikurangi pelarutnya) dengan cara dievaporasi pada
suhu 70°C (penguapan pelarut dengan adanya tekanan). Gambar 3.2 Spektra UV-Vis senyawa tanin
Prosedur selanjutnya adalah pengasaman, Spektra tanin yang dihasilkan pada penelitian
yaitu ekstrak ditambah larutan HCl 1 %. Pengasaman ini mempunyai pola yang sama dengan spektra tanin
ini bertujuan untuk memisahkan senyawa tanin dengan yang dihasilkan oleh Karamać (2009) dari tanaman
protein yang terkompleks. Pengendapan protein terjadi badam (almond), dan kemiri (hazelnut). Apabila dilihat
pada pH asam (sekitar 3-5) (Naczk, 2000). Ekstrak dari spektra Uv-Vis tersebut, tanin yang dihasilkan
hasil pengasaman disaring dan warnanya coklat tua pada penelitian ini merupakan jenis tanin yang tidak
(lebih pekat). Ekstrak asam disentrifugasi untuk mempunyai gugus karbonil.
mengendapkan protein secara sempurna. Filtrat
didekantasi, kemudian dievaporasi pada suhu 80°C
hingga kering. Ekstrak tanin kering berwarna coklat tua 3.3 Identifikasi Tanin dengan Spektrofotometer
(sebagai warna utama kayu merbau) yang ditunjukkan Fourier Transformer-Infrared (FT-IR)
pada gambar 3.1. Ekstrak tanin kering diidentifikasi dengan
spektrofotometer FT-IR untuk mengetahui berbagai
gugus penyusun tanin dari vibrasi iktan-ikatan nya.
Pengukuran dengan spektrofotometer FT-IR dilakukan

Prosiding Kimia FMIPA


pada daerah panjang gelombang 4000 hingga 400 cm-1. diamati dari pengurangan intensitas gugus-gugus
Hasil analisis FT-IR ditunjukkan pada gambar 3.3. penyusun tanin pada spektra FT-IR.
Pada penelitian ini digunakan tiga logam
transisi, yaitu Cu, Fe dan Zn. Ketiga logam ini sering
digunakan untuk reaksi kompleksasi karena
kemudahannya membentuk senyawa kompleks, salah
satunya pada penelitian yang dilakukan oleh Karamać,
(2009). Hal ini disebabkan karena delokalisasi elektron
yang memungkinkan pada orbital s dan d. Senyawa
transisi stabil dan lebih mudah membentuk kompleks
daripada senyawa golongan utama karena titik leleh
dan entalpi molar penggabungan logam-logam transisi
lebih tinggi daripada unsur golongan utama (Rivai,
1995).

3.5 Identifikasi Kompleks Tanin dengan Logam Cu,


Fe dan Zn menggunakan Spektrofotometer FT-IR
Gambar 3.3 Spektra FT-IR Tanin dalam pellet KBr Hasil analisis kompleks logam-tanin dengan
spektrofotometer FT-IR ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Dari hasil analisis FT-IR pada Gambar 3.3, Spektra FT-IR kompleks tanin-logam memperlihatkan
diketahui adanya puncak pada bilangan gelombang adanya puncak karakteristik tanin yaitu puncak vibrasi
3356.25 cm-1 dengan spektra yang melebar yang ulur O-H pada daerah antara 3429-3243 cm-1, puncak
menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) O-H, dan C-H alifatik pada 2936-2910 cm-1, puncak C=C
pada daerah 2966.62 cm-1 dan 2924.18 cm-1 aromatik pada daerah 1617, 1510, dan 1444 cm-1, dua
menunjukkan vibrasi ulur C-H alifatik. Daerah puncak puncak vibrasi C-O-C pada daerah 1296 dan 1204 cm-1,
1616.4 cm-1, 1512.24 cm-1 dan 1450.52 cm-1 serta puncak OOP aromatik pada 844 cm-1.
mengindikasikan adanya vibrasi C=C pada cincin
aromatik. Pada daerah bilangan gelombang 1303.92
cm-1 dan 1203.62 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C-
O-C yang menjadi karakteristik cincin heteroatom pada Zn-Tanin
tanin dan 1033.88 cm-1 menunjukkan adanya deformasi
in-plane C-H. Daerah 840.99cm-1 menunjukkan adanya
out-of-plane (OOP) aromatik yang merupakan ciri khas Fe-Tanin

aromatik terkonjugasi (Socrates, 1994). %


Intensitas gugus O-H yang lebih besar T
dikarenakan tanin mengandung gugus hidroksi fenol r Cu-Tanin
yang bebas. Adanya cincin dengan hereroatom O a Tanin
memberikan karakter sendiri untuk tanin. Tidak adanya n OOP
s C-H
puncak gugus karbonil pada spektra FT-IR memperkuat C=C-H deformasi
C-O
bahwa tanin yang terekstrak dari kayu merbau adalah m C=C
i O-H
jenis tanin yang tidak mengandung karbonil yaitu
t 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
golongan katekin dan flavaol (tanin terkondensasi) a -1
Bilangan Gelombang cm
(Hagerman, 2002). n

Gambar 3.4 Spektra FT-IR Tanin dan Kompleks Cu-


3.4 Kompleksasi Tanin dengan Logam Cu, Fe dan
tanin, Fe- tanin dan Zn-tanin dalam
Zn
KBr
Kompleksasi tanin dengan logam Cu, Fe dan
Pada spektra kompleks Cu-tanin, muncul
Zn merupakan reaksi kompleks antara ion pusat logam
puncak baru pada daerah 418 cm-1 yang merupakan
Cu, Fe dan Zn dengan ligan berupa polimer tanin.
daerah vibrasi Cu-O. Sedangkan pada kompleks Fe-
Bentuk tanin yang berupa polimer, menimbulkan
tanin, muncul puncak pada 431 cm-1 yang merupakan
kecenderungan bahwa tanin akan berikatan membentuk
daerah vibrasi Fe-O dan pada kompleks Zn-tanin
khelat dengan logam, yaitu terjadi ikatan kovalen
muncul puncak pada 471 cm-1 yang merupakan puncak
koordinasi. Ligan yang berupa tanin menyediakan
vibrasi Zn-O. Vibrasi ikatan logam dengan atom O
pasangan elektron dan ion pusat logam menyediakan
pada gugus hidroksi muncul pada bilangan gelombang
orbital kosong. Ikatan antara ion pusat dengan ligannya
antara 500-400cm-1 (Nakamoto, 1986).
adalah ikatan kovalen koordinasi yaitu terjadi
penggunaan pasangan elektron bebas secara bersama
dari ligan. Menurut teori ikatan valensi, ion pusat
3.6 Analisis Kompleks Tanin dengan Logam Cu, Fe
berperan sebagai asam Lewis yaitu penerima elektron
dan Zn menggunakan Spektroskopi Serapan Atom
dan tanin berperan sebagai basa Lewis yaitu pemberi
(SSA)
elektron (Arsyad, 2000). Sumber pemberi elektron pada
Analisis menggunakan Spektroskopi Serapan
tanin berasal dari pasangan elektron bebas atom
Atom (SSA) ini bertujuan untuk mengetahui prosentase
oksigen dari gugus hidroksi tanin. Adanya senyawa
logam yang terkompleks dengan tanin senyawa tanin.
kompleks antara Cu-tanin, Fe-tanin dan Zn-tanin yang

Prosiding Kimia FMIPA


Konsentrasi tanin yang digunakan dalam ikatan yang stabil dengan logam. Kompleks-kompleks
pengompleksan adalah 100 ppm. Prosentase logam tersebut juga tidak larut dalam metanol. Hal ini
terkompleks dapat dilihat pada tabel 3.1. membuktikan bahwa endapan yang terbentuk bukanlah
tanin, karena tanin bersifat larut sempurna dalam
Tabel 3.1 Data konsentrasi logam yang terkompleks metanol.
dengan tanin
Logam Konsentrasi logam yang 3.8 Pengujian Kelarutan Kompleks Cu, Fe dan Zn-
terkompleks dengan tanin tanin dalam Kayu
Cu 47.206 ppm Hasil kompleksasi logam dengan tanin dalam
kayu selama 24 jam ditunjukkan pada Gambar 3.10.
Fe 50 ppm Kayu yang dikomplekskan mengalami sedikit
Zn 40.172 ppm perubahan warna menjadi lebih tua. Hal ini sesuai
dengan kompleks logam-tanin yang terbentuk yakni
coklat tua, sehingga secara visual dapat dilihat pada
Hasil analisa menunjukkan bahwa ion logam kayu yang berwarna coklat (tanpa perlakuan) akan
yang paling banyak terkompleks dengan senyawa tanin mengalami sedikit perubahan warna menjadi lebih
adalah Fe(III), diikuti oleh Cu(II) dan Zn(II). Ion logam coklat. Warna kayu terkompleks dari yang menyerupai
Cu(II) dan Zn mempunyai elektron luar lebih banyak warna asli hingga lebih tua secara berurutan adalah
daripada Fe, sehingga orbital kosong yang disediakan Zn<Cu<Fe.
oleh logam Fe lebih banyak. Banyaknya orbital kosong
yang disediakan, mempengaruhi reaktivitas logam. Jika
logam menyediakan lebih banyak orbital, maka
pasangan elektron bebas dari gugus hidroksi tanin akan
lebih mudah terikat. Sehingga, konsentrasi logam yang
terkompleks dari urutan terbesar adalah Fe>Cu>Zn.

3.7 Pengujian Kelarutan Kompleks Cu, Fe dan Zn- (a) (b) (c) (d)
tanin Gambar 3.6 Warna kayu tanpa dikomplekskan (a),
Pengujian kelarutan dilakukan dengan warna kayu setelah dikomplekskan
berbagai variasi suhu mulai dari suhu ruang 25, 40, 50, dengan Cu (b), Zn (c) dan Fe (d)
60, 80, dan 100˚C. Pengujian mulai dilakukan pada Sisa larutan logam setelah pengompleksan
suhu 25˚C sebab kayu akan digunakan sebagai material diukur konsentrasinya dengan SSA, untuk mengetahui
dasar (seperti bathroom dan kolam renang) pada suhu prosentase logam yang terkompleks. Prosentase logam
sekitar 30-40˚C dalam kondisi basah. Hasil pengujian yang terkompleks dengan senyawa-senyawa dalam
kelarutan senyawa kompleks ditunjukkan pada Gambar kayu setelah perendaman 24 jam dituliskan pada tabel
3.9. 3.2.
Tabel 3.2 Data konsentrasi logam yang terkompleks
dengan tanin dalam kayu
Logam Konsentrasi logam yang
terkompleks dengan tanin dalam
kayu
Cu 10.954 ppm
(a.1) (a.2) Fe 7.047 ppm
Zn 10.689 ppm
Pengujian fisik dilakukan terhadap potongan
kayu berukuran 1.3 cm x 1.5cm x 1.6 cm yang telah
dikomplekskan dengan larutan logam. Kayu kemudian
(b.1) (b.2) diuji kelarutannya dengan air pada variasi suhu kamar
hingga 100˚C. Pengujian dilakukan selama 5 menit.
Hasil uji kelarutan kompleks logam-tanin dalam kayu
ditunjukkan pada Gambar 3.11. Pada suhu 25˚C setelah
5 menit, kayu tanpa perlakuan kompleks larut dalam air
diindikasikan dengan warna coklat, sedangkan pada
kayu dengan perlakuan kompleks kayu tidak larut
(c.1) (c.2) dalam air. Zat yang terekstrak dalam air pada kayu
Gambar 3.5 Uji Kelarutan kompleks Cu-tanin (a), Fe- tanpa perlakuan diasumsikan sebagai tanin yang
Tanin (b), dan Zn-Tanin (c) dengan air pada suhu berperan sebagai zat warna dalam kayu.
100˚C dan dengan metanol (2) Pada suhu 60˚C, warna air pada kayu
Dari hasil ini diketahui bahwa kelarutan terkompleks dengan Cu dan Zn, mulai mengalami
kompleks Cu-Tanin, Fe-Tanin dan Zn-Tanin tidak larut ketidakstabilan dan larut dalam air sehingga
mulai suhu ruang (25˚C) hingga suhu 100˚C. menghasilkan warna yang berbeda, sedangkan kayu
Kompleks-kompleks tersebut diinilai stabil pada suhu yang dikompleks dengan Fe belum mengalami
ruang maupun tinggi. Senyawa Tanin yang awalnya perubahan warna, sehingga dapat dinyatakan kayu yang
larut dalam air, menjadi tidak larut dalam air setelah terkompleks dengan Fe menunjukkan warna paling
dikomplekskan dengan logam, karena tanin membentuk muda, menunjukkan kompleks ini paling stabil.

Prosiding Kimia FMIPA


Pelarutan warna kayu desebabkan adanya air Daftar Pustaka
yang masuk ke ronngga-rongga kayu dan mengekstrak Arsyad, M. Natsir, (2000), ”Kamus Kimia Arti dan
zat tanin yang ada didalamnya. Sedangkan pada kayu Penjelasan Istilah”, PT. Gramedia Pustaka
dengan perlakuan kompleks dengan logam tidak Utama, Jakarta
mengalami pelarutan tanin karena gugus hidroksi pada
tanin di permukaan kayu sudah terikat dengan logam, Chavan, U. D., Shahidia, F., Naczkb, M.,( 2001 ),
sehingga tidak dapat berikatan dengan molekul air. “Extraction of condensed tannins from beach
Logam yang mengompleks dengan tanin dapat pea (Lathyrus maritimus L.) as affected by
menutup rongga-rongga dipermukaan kayu, karena different solvents”, J. of Food Chemistry, 75,
ukuran logam yang cukup besar, sehingga dapat 509–512
mencegah masuknya air. Akan tetapi, pada suhu 80˚C,
kestabilan kompleks logam dengan tanin dalam kayu Dallzell, S.A., Kerven, G.L., (1998), “A Rapid Method
berkurang, sehingga air dapat masuk ke dalam rongga- For The Measurement of Leucaena spp.
rongga dan melarutkan zat tanin di bagian dalam kayu. Proanthocyanidins by The Proanthocyanidin
(Butanol/Hcl) Assay”, J. sci food agric., vol.
1)
78, hal. 405-416

Fengel, D., Wegener, G., (1995), “Kayu: Kimia


Ultrastruktur Reaksi – Reaksi”, Gadjah Mada
(25oC) (30oC) University Press, Yogyakarta
2)
Hagerman, Ann, E., (2002), ”Tannin Handbook”,
Miami University, USA

Harborne, J., B., (1987), ”Metode Fitokimia: Penuntun


(50oC) (60oC) Cara Modern Menganalisa Tumbuhan”,
Penerbit ITB, Bandung
3)
Karamać, Magdalena, (2009), “Chelation of Cu(II),
Zn(II), and Fe(II) by Tannin Constituents of
Selected Edible Nuts”, Int. J. Mol. Sci., 10,
(50oC) (60oC) 5485-5497
4) Kazmi, S. Arif, Qureshi, M. Saqib, Maqsood, Zahida,
(1987), “Reactivity an Iron Complex of
Gallic Acid”, Inorganica Chimica Acta, vol.
137 (1987), hal. 151-154
(60oC) (70oC)
Gambar 3.11 Uji Kelarutan kayu (1) tanpa dikompleks Linggawati. A., Muhdarina, Erman, Azman, Midiarty,
dan telah dikompleks dengan (2) Cu, (3) (2002), “Pemanfaatan Tannin Limbah Kayu
Zn dan (4) Fe dalam air Industri Kayu Lapis Untuk Modifikasi Resin
fenol Formaldehid”, Jurnal Natur Indonesia,
5, 84-94
4. Kesimpulan
Kualitas kayu merbau (Intsia bijuga) dapat Nakamoto, Kazuo, (1986), “Infrared and Raman
ditingkatkan dengan memanfaatkan kompleksasi antara Spectra of Inorganic and Coordination
senyawa tanin dalam kayu dengan logam-logam Compounds”, 4th edition, John Wiley and
transisi seperti Cu, Fe dan Zn. Kompleks tanin bebas sons, New York
dengan logam-logam tersebut mempunyai kestabilan
dalam air hingga suhu 100˚C. Sedangkan, kompleks Naczk, M., Amarowicz, R., Zadernowski, R., Shahidi,
tanin dalam kayu dengan logam-logam tersebut dapat F., (2000), “Protein precipitating capacity of
mempertahankan kualitas kayu hingga suhuu 60˚C. condensed tannins of beach pea, canola hulls,
evening primrose and faba bean”, Journal of
Food Chemistry, 73, 467-471
Ucapan terimakasih
1. Prof. Dr. Taslim Ersam atas bimbingan dan Rivai, Harrizul, (1995), ”Asas Pemeriksaan Kimia” ,
motivasi yang diberikan UI-Press , Jakarta
2. PAKTI ITS
3. PT. IFURA Pasuruan Sjoustrom, E., (1981), “Kimia Kayu dan Dasar-dasar
4. Semua pihak yang mendukung dalam Penggunaan”, Edisi 2: Universitas Gajah
penyelesaian Tugas Akhir ini Mada, Yogyakarta

Prosiding Kimia FMIPA


Socrates, George., (1994), “Infrared Charactheristic
Group Frequencies, Table and Charts”, Edisi:
2, John Wiley and Sons, London

South, P.K., dan Miller D.D., (1998), “Iron binding by


tannic acid: effects of selected ligands”,
Journal of Food Chemistry, Vol. 63, No. 2,
pp 167-172

Tsoumis, G., (1991), “Science and Technology of


Wood: Structure, Properties, Utilization”,
Van Nostrand Reinhold, New York

Prosiding Kimia FMIPA

Anda mungkin juga menyukai