Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

SIFAT-SIFAT DASAR KAYU

ACARA VI

PENENTUAN KADAR EKSTRAKTIF LARUT DALAM AIR PANAS

Disusun Oleh:

Nama : Dyah Ayu Lailatul Fitria

Nim : 21/482146/KT/09703

Kelompok/Co-Ass : 6 / Jasmine Amelia Sidik

LABORATORIUM PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KAYU

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2022
ACARA VI

PENENTUAN KADAR EKSTRAKTIF LARUT DALAM AIR PANAS

I. TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum Sifat-sifat Dasar Kayu Acara VI “Penentuan
Ekstraktif Larut dalam Air Panas” adalah untuk memahami cara penentuan kadar
ekstraktif larut dalam air panas.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Kayu merupakan material dari alam yang mudah untuk diolah. Dengan
bantuanteknologi masa kini, kayu dapat diolah menjadi berbagai bentuk dengan
mudah. Kayu kerap digunakan dalam bidang konstruksi sebagai struktur
bangunan. Kayu dinilai memiliki keunggulan tersendiri dalam bidang konstruksi
dibandingkan material lainnya. Kayu sangat terbatas keberadaannya. Oleh karena
itu diperlukan efisiensi pemanfaatan kayu (Siagian dkk., 2017).
Sifat fisis, mekanis dan kimia kayu berbeda-beda pada setiap jenis kayu.
Agar dapat dimanfaatkan secara efisien maka diperlukan data cermat mengenai
sifat anatomi, kimia, fisik dan mekanik dari setiap jenis kayu.
Komponen kimia di dalam kayu merupakan komponen yang penting
karena menentukan keguanaan suatu jenis kayu. Susuan kimia kayu digunakan
sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan agen perusak kayu. Secara
umum, komponen kimia kayu daun lebar dan daun jarum terdiri atas tiga macam
unsur yaitu unsur karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa, unsur
non-karbohidratyang terdiri dari lignin, dan zat ekstraktif yang merupakan unsur
yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan kayu (Dumanauw,
2001).
Komponen kimia kayu penting lainnya adalah zat ekstraktif. Zat ekstraktif
adalah bahan organik dan anorganik yang pada awalnya merupakan cairan yang
terdapat dalam rongga sel (protoplasma) pada waktu sel – sel masih hidup.
Setelah sel – sel tua mati cairan menempel pada dinding sel berupa getah, lilin,
zat warna, gelatin, gula, dan mineral (Fengel & Wegener, 1995). Roszaini, Hale,
dan Salmiah (2016) menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki peranan penting
dalammeningkatkan keawetan kayu.
Tipe – tipe ekstraktif yang berbeda dapat berguna untuk memepertahankan
fungsi biologi pohon yang bermacam-macam. Sebagai contoh lemak merupakan
sumber energi sel – sel kayu, sedangkan terpenoid – terpenoid rendah, asam – asam
resin, dan senyawa – senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara
mikrobiologi atau serangan serangga (Didar, 2020).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi :
1. Labu Erlenmenyer 250 ml
2. Pendingin tegak
3. Penangas air
4. Kertas saring
5. Oven
6. Desikator
7. Timbangan digital
8. Kompor
9. Botol timbang
10. Penyaring berukuran 40 mesh dan 60 mesh

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :

1. Serbuk kayu ukuran 40 – 60 mesh


2. Aquades
IV. CARA KERJA

Adapun cara kerja pada praktikum acara VI ini adalah sebagai berikut

Serbuk kayu
Penyaringan serbuk Serbuk kayu
dikeringkan dengan
kayu dengan ukuran ditimbang sebanyak
oven bersuhu 103 +-
40 - 60 mesh 1 gram dan dicatat
2oC

Serbuk kayu
Perhitungan kadar
didinginkan di
Serbuk kayu air serbuk dengan
desikator selama 5 -
ditimbang kembali data berat basah dan
10 menit (jangan
berat kering tanur.
terlalu lama)

Serbuk kayu
Penambahan air
dimasukkan ke Labu erlenmeyer
sebanyak 200 ml
dalam labu dimasukkan ke dalam
diukur dengan gelas waterbath hingga
erlenmenyer
ukur ke dalam labu mencapai suhu 100oC
berukuran 250 ml
erlenmenyer.
sebanyak 2 gram

Campuran serbuk kayu Ekstrak disaring ke


dan air diekstraksi Labu erlenmenyer
labu erlenmenyer
selama 3 jam, saluran air dikeluarkan dari
dingin dipasang untuk lain dengan kertas
waterbath
proses pengembunan. saring

Labu erlenmenyer Vial dimasukkan ke


dipanaskan dengan Isi labu erlemenyer
dalam oven untuk
kompor hingga pelarut dipindahkan ke
menguap hampir menguapkan sisa
dalam vial
seluruhnya pelarut

Hasil ekstraksi
ditimbang
Deskripsi cara kerja :

Pada praktikum ini, disiapkan serbuk kayu dari penggergajian pada acara
selanjutnya. Pertama, serbuk kayu disaring pada ukuran 40 – 60 mesh, hal ini berarti
sampel serbuk yang akan digunakan lolos pada saringan berukuran 40 mesh dan
tertahan pada saringan berukuran 60 mesh. Setelah itu, serbuk kayu sebanyak 1
gram ditimbang untuk mendapatkan berat basah, kemudian di oven dan ditimbang
kembali untuk mendapatkan berat kering tanur. Data berat basah dan berat kering
tanur kemudian digunakan untuk mencari kadar air serbuk pada keadaan basah,
sehingga pada pelaksanaan ekstraksi kayu, dapat diketahui berapabanyak serbuk
kayu hingga berat basah sesuai dengan berat kering tanur sebanyak2 gram. Setelah
itu, serbuk kayu dimasukkan ke dalam labu erlenmenyer dan diekstraksi dengan
alat waterbath yang sudah dilakukan proses heating up hinggasuhu 100oC. Tiga jam
kemudian, labu erlenmenyer dikeluarkan dari waterbath dandisaring dengan kertas
penyaring ke labu erlenmenyer lain. Setelah itu, labu dipanaskan dengan kompor
elektrik hingga hampir seluruh pelarut menguap. Supaya tidak gosong, untuk
menguapkan sisa pelarut, isi labu erlenmenyer dipindahkan ke dalam vial dan
dioven hingga yang tersisa hanya zat ekstraktif kayunya saja. Kemudian hasil
ekstraksi ditimbang untuk diolah datanya.
V. PERHITUNGAN

a. Data Perhitungan bahan (Kebutuhan serbuk)

B1 = Berat cawan + Berat serbuk awal

B1 =2,3019 gr + 2,0024 gr = 4,3043 gr

B2 = Berat cawan +Berat serbuk akhir

= 3,8325 gr

B1-B2
KA = × 100%
B2

4,3043 gr - 3,8325 gr
KA = × 100% = 12,3105%
3,8325 gr

KA
BKU = BKT × ( 1 + 100 )
12,3105
BKU = 2 gr × ( 1 + ) = 2,2461 gr
100

b. Data Perhitungan Rendemen Ekstraktif


Berat Ekstraktif 1
% Ekstrak 1 = × 100%
BKT Serbuk
(Vial+ ekstrak 1) - Berat Ekstrak 1
= × 100%
BKT Serbuk
(8,695 gr + 8.778 gr) - 8,778 gr
= × 100%
2 gr
17,473 gr - 8,778 gr
= × 100%
2 gr

= 4,34%
(Vial+ ekstrak 2) - Berat Ekstrak 2
% Ekstrak 2 = × 100%
BKT Serbuk
(9,038 gr + 9,128 gr) - 9,128 gr
= × 100%
2 gr
18,166 gr - 9,128 gr
= × 100%
2 gr
= 4,51 %
Berat ekstrak 1+ Berat ekstrak 2
% Ekstrak rata rata =
2
4,34%+ 4,51 %
= = 4,425 %
2
VI. PEMBAHASAN
Praktikum Sifat-sifat Dasar Kayu Acara ke-6 dilakukan untuk mengetahui
presentase jumlah zat ekstraktif pada kayu sebagai salah satu sifat kimia kayu. Sifat
kimia kayu adalah sifat-sifat kayu yang berkaitan dengan kandungan zat kimia
dalam kayu. Komponen kimia kayu dibedakan atas komponen yang terikat di dalam
dinding sel dan yang mengisi rongga sel, komponen kimia kayu yang terikat di
dalam dinding sel tersusun oleh holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) serta
lignin, sedangkan penyusun utama yang terdapat di dalam rongga sel adalah zat
ekstraktif. Unit gula yangmembentuk hemiselulosa antara lain pentosa, heksosa,
asam heksuronat dan deoksi- heksosa. Akan tetapi pada umumnya dalam analisis
kayu dan pulp, penentuan kadar pentosa terhadap sejumlah kayu dan pulp
menunjukkan kadar hemiselulosa pada kayu dan pulp tersebut (Lempang, 2014).
Pengetahuan mengenai sifat kimia kayu berperan untuk mengetahui pemanfaatan
kayu sebagai penghara industri dalam bidang pulp dankertas, rayon, papan serat,
papan semen, dan keawetan kayu.
Sifat kimia tentunya memiliki keterikatan dengan sifat-sifat dasar kayu yang
lain seperti sifat fisika dan sifat mekanika kayu. Hal ini dikarenakan setiap
komponen kimiayang terkandung pada kayu memiliki pengaruh dalam mendukung
pertumbuhan pohonserta produk kayu yang dihasilkan. Kayu merupakan material
yang terdiri dari selulosa, lignin, hemiselulosa dan zat ekstraktif yang masing-
masing memiliki fungsi pada tanaman, diantaranya selulosa memberi kekuatan
terhadap dinding sel, lignin mendukung serat selulosa dan memberi efek hidrofobik
serta menahan serangan patogen sedangkan zat ekstraktif dapat memberi
pertahanan fisik kayu (Stackpole et al., 2011 cit Efiyanti et al., 2020). Maka dari
itu, sifat-sifat fisika dan mekanika kayu secara tidak langsung dipengaruhi oleh sifat
kimia. Salah satunya adalah berat jenis sebagai sifat fisika, dipengaruhi oleh
kandunganzat ekstraktif. Kayu yang memiliki kandungan ekstraktif cukup besar
akan meningkatkan berat jenis, namun keberadaan zat ekstraktif tidak banyak
berperan pada penambahan kekuatan kayu (Wardani et al., 2011). Dibandingkan
ekstraktif, selulosa,hemiselulosa, dan lignin sebagai penyusun dinding sel lebih
banyak berperan dalam menentukan tingkat kekuatan kayu, kerapatan, berat jenis,
kadar air, dan perubahan dimensi kayu. knj

Semakin banyak dinding sel, maka kerapatan kayu dan berat jenis kayu semakin
meningkat. Hal ini berdampak pada kadar air kayu karena dinding sel memilikigugus
hidroksil yang mampu mengikat kayu, dan pada akhirnya berpengaruh pada
kembang-susut kayu karena perubahan jumlah air terikat pada dinding sel
(Wulandari et al., 2022). Kemudian komponen kimia juga berpangaruh terhadap
nilai Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture, yaitu berdasarkan posisi batang
arah vertikal, nilai MOE dan MOR semakin menurun dari pangkal ke ujung. Hal
ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda,
dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding
selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua,
kemudian kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh pada bagian
pangkal lebih tinggi. Semakin banyak sel serabut maka semakin baik pula sifat
mekanis suatu kayu, serta semakin tinggi perbandingan antara lignin dan selulosa
semakin meningkat pula kekuatan kayu (Panshin & de Zeeuw 1970 cit Iswanto et
al., 2010).
Proses ekstraksi untuk mengetahui pengaruh zat ekstraktif tersebut dapat
dilakukan menggunakan pelarut tertentu. Kelarutan zat ekstraktif disebabkan
oleh perbedaan sifat polaritas karena keragaman senyawa penyusun zat ekstraktif
yang tinggi (Domingos et al., 2020). Maka dari itu, pelarut yang digunakan dalam
prosesekstraksi juga berbeda-beda. Zat ekstraktif kayu tersusun dari senyawa polar
hingga non-polar serta komponen yang bersifat volatile (mudah menguap) dan non-
volatile (tidak mudah menguap) (O Abdullah, 2021). Maka dari itu, terdapat
beberapa metode ekstraksi kayu untuk dapat mengeluarkan berbagai jenis zat
ekstraktif tersebut. Metodeyang biasa digunakan untuk melarutkan ekstraktif polar
sekaligus non-polar antara lainpenggunaan air panas, air dingin, etanol-benzena,
dan larutan NaOH 1%. Komponen yang terlarut dalam air dingin adalah tanin, gum,
karbohidrat, dan pigmen (zat warna kayu), sedangkan yang terlarut dalam air panas
adalah sama dengan yang terlarut dalam air dingin tetapi dengan kadar zat yang
terlarut lebih besar. Perbedaan kandungan ekstraktif yang terlarut pada ekstraksi air
dingin dan air panas mempunyai nilai beda kandungan yang sigifikan. Kandungan
ekstraktif yang diekstraksi dengan air dingin lebih rendah dibandingkan dengan
ektraksi air panas, hal ini dikarenakan air

air masuk ke dalam pelarut yang netral, kayu yang direndam pada air dingin pada
suhu kamar akan mengalami perubahan yang minimal, hanya zat warna dan zat
ekstraktif yang mempunyai berat molekul yang rendah yang akan terlarut (Aryati,
2018). Komponen terlarut dalam etanol-benzena merupakan senyawa-senyawa
terpenoid sampai fenolat, atau hampir semua kelompok senyawa. Secara visual,
semakin gelap warna kayu, makasemakin tinggi kadar ekstraktif yang terlarut etanol
benzena. Komponen yang terlarut dalam NaOH antara lain gula dari ekstraktif
(Batubara et al., 2021).
Zat ekstraktif kayu yang merupakan salah satu komponen kimia pada kayu
adalah komponen non-struktural pada kayu dan kulit tanaman, yang terutama
berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel
(Wardhani et al., 2018). Zat ekstraktif memiliki peranan penting dalam
meningkatkan keawetan kayu (Wibisono et al., 2018). Zat ekstraktif ini biasanya
terdapat pada kayu teras atau pada bagian dalam kayu yang berwarna gelap. Kayu
teras tersusun atas zat-zat kayu yang telah mati sehingga menciptakan warna yang
gelap pada kayu. Zat-zat yang telah mati ini mengandung racun sehingga dapat
melindungi tanaman dari patogen seperti rayap. Selain itu, sifat kimia juga
berpengaruh terhadap pengeringan, perekatan, warna, bau, rasa dan lainnya. Warna
kayu yang gelap sebagai sifat fisika kayu juga dapat disebabkanoleh zat ekstraktif
yang terkandung dalam kayu tersebut. Maka dari itu, dari uraian di atas, dapat
dilihat bahwa sifat kimia kayu mepengaruhi aspek keawetan kayu yang akan
menentukan kualitas kayu selain aspek-aspek dari sifat fisika dan mekanika seperti
kekuatan, elasitisitas, dan berat jenis (Wibisono et al., 2018).
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu, jenis kayu yang mempunyai
kadar ekstraktif >4% masuk ke dalam kelas komponen tinggi, sedangkan kadar
ekstraktif 2–4%, masuk dalam kelas sedang dan kadar ekstraktif< 2% termasuk ke
dalam kelas rendah (KLHK, 2020:319). Maka dari itu, berdasarkan hasil
pengolahan data yang didapatkan pada praktikum ini, kadar ekstraktif yang
didapatkan adalah sebesar 4, 425%. Nilai ini didapatkan dari rata-rata pengulangan
pertama dan pengulangan kedua. Pengulangan pertama mendapatkan ekstraktif
sebesar 4,34%, sedangkan pengulangan kedua mendapatkan ekstraktif sebesar
4,51%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan ekstraktif pada sampel kayu yang

digunakan termasuk dalam kelas tinggi, Zat ekstraktif merupakan bahan organik
dan anorganik yang pada awalnya merupakan cairan yang terdapat dalam rongga
sel (protoplasma) pada waktu sel-sel masih hidup. Setelah sel-sel tua mati cairan
menempel pada dinding sel berupa getah, lilin, zat warna, gelatin, gula, dan mineral
(Fengel & Wegener, 1995 cit Wibisono et al., 2018).
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kandungan ekstraktif pada kayu
antara lain faktor proses ekstraksi dan faktor kondisi pohon itu sendiri. Faktor
proses ekstraksi dapat dibagi lagi menjadi faktor ukuran serbuk, kadar air, jenis
pelarut, metodepelarutan, dan lama ekstraksi. ukuran serbuk kayu akan menentukan
keberhasilan proses ekstraksi. Besarnya pelarut yang diabsorpsi oleh serbuk kayu
dipengaruhi oleh luas permukaan serbuk kayu. Serbuk kayu yang berukuran besar
memiliki jumlah luas permukaan yang rendah sehingga ekstrak yang terikat di
dalam lumen hanya sedikit yang dapat dilarutkan, sedangkan serbuk kayu yang
berukuran kecil memiliki jumlah luas permukaan yang relatif besar sehingga
hubungan dengan pelarut cukup tinggi yang mengakibatkan jumlah ekstrak yang
terlarut lebih banyak. Namun perlu dipertimbangkan juga bahwa jika serbuk yang
digunakan terlalu halus, maka serbuk kemungkinan akan lolos pada kertas
penyaring dan menambah berat ekstraktif. itulah mengapa digunakan ukuran serbuk
40 – 60 mesh yang dianggap paling ideal untuk praktikum ini. Jenis pelarut yang
digunakan pun air panas karena dianggap dapat melarutkan ekstraktif lebih banyak
daripada air dingin. Faktor kondisi pohon sendiri bisa dibagi menjadi
faktor jumlah sel parenkim yang bervariasi karena perbedaan umur,jenis, dan letak
batang pada pohon serta faktor kemudahan adsorpsi oleh kayu yang berkaitan
dengan iklim lokasi pohon bertumbuh. Jika umur pohon meningkat maka saluran
resin dan parenkim yang terbentuk semakin banyak, hal ini dikarenakan saluranresin
dan parenkim merupakan tempat diendapkannya zat ekstraktif, sehingga semakin
banyak saluran resin dan parenkimnya maka kandungan ekstraktifnya semakin
banyak(Haygreen & Bowyer, 1996; Hunt & Garrat, 1986; (Siti et al., 2009). Jika
iklim lokasi pohon tersebut memiliki kelembaban udara yang tinggi, maka tingkat
penyerapan air dan zat-zat kimia lainnya pun menjadi lebih tinggi karena adsorpsi
oleh kayu (Herlina,2021). Maka dari itu, jenis kayu yang terdapat di daerah tropis
memiliki kadungan ekstraktif yang lebih tinggi daripada jenis kayu yang terdapat
pada daerah dengan iklimberbeda (Wibisono et al., 2018)
VI. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Sifat-sifat Dasar
Kayu Acara VI “Penentuan Ekstraktif Larut dalam Air Panas” adalah pengujian sifat
kimia kadar ekstraktif kayu dapat dilakukan dengan menguji serbuk kayu sisa
penggergajian dengan ukuran 40 – 60 mesh. Pengukuran kadar air dilakukan untuk
mengetahui berat serbuk yang setara dengan berat kering tanurnya sebanyak 2 gram,
kemudian serbuk ditambahkan air panas. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode
waterbath selama 3 jam, kemudian pelarut diuapkan menggunakan pemanasan
kompor dan oven hingga tersisa ekstraksinya saja. Ekstraksi yang didapatkan adalah
zat ekstraktif kayu yang kemudian dihitung presentase kadarnya terhadap serbuk
kayu kering tanur. Pada praktikum ini dihasilkan presentasi kadar zat ekstraktif
sebesar 5,425% sebagai rata-rata2 pengulangan sehingga masuk dalam kelas tinggi.
VII. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, F. (2021). Chemical Constituents of The Volatile and Non-volatile,


Cytotoxic and Free Radical Scavenging Activities of Medicinal Plant:
Ranunculus Millefoliatus and Acanthus Dioscoridis. Polish Journal of
Environmental Studies,30(3), 1981–1989.

Aryati, H. (2018). Analisa Kandungan Ekstraktif Kayu Kelapa (Cocus nucifera


Linn) Berdasarkan Umur dan Letak Ketinggian pada Batang. Jurnal
Hutan Tropis, 12(31).
Batubara, R., Nurminah, M., & Affandi, O. (2021). Edukasi Kandungan Kimia
PurunDanau Bahan Kerajinan di Desa Lubuk Kertang. Jurnal Abdidas,
2(3), 483–489.
Didar, Z. (2020). Comparative in vitro Study of the biological activity and
chemical composition extracts of Helicteres isora L. obtained by water
and subcritical waterextraction. Food Quality and Safety. Vol 4(2), 101–
106.
Domingos, I., Ayata, U., Ferreira, J., Cruz-Lopes, L., Sen, A., Sahin, S., &
Esteves, B.(2020). Calorific Power Improvement of Wood by Heat
Treatment and Its
Relation to Chemical Composition. Energies, 13(20), 5322.
Efiyanti, L., Wati, S. A., Setiawan, D., Saepuloh, S., & Pari, G. (2020). Sifat
Kimia dan Kualitas Arang Lima Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 38(1), 55–68.

Herlina, N. (2021). Hubungan Unsur Iklim Terhadap Produktivitas Tanaman Ubi


Kayu (Manihot esculenta Crantz) di Kabupaten Malang.
PLANTROPICA: Journal of Agricultural Science, 5(2), 118–128.
Iswanto, A. H., Sucipto, T., Azhar, I., Coto, Z., & Febrianto, F. (2010). Sifat
Fisis dan Mekanis Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) asal
Kebun Aek Pancur- Sumatera Utara Physical and Mechanical Properties
of Palm Oil Trunk from Aek Pancur Farming-North Sumatera. Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 3(1), 1–7.
Lempang, M. (2014). Sifat Dasar dan Potensi Kegunaan Kayu Jabon Merah.
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 163–175.
Roszaini, K., Hale, M., & Salmiah, U. (2016). In-vitro decay resistance of 12
Malaysianbroadleaf hardwood tress as a function of wood density and
extratives compound. Journal of Tropical Forest Science, 28(4), 533 -
540.
Siagian, C., Dapas, S. O., & Pandaleke, R. E. (2017). Pengujian Kuat Lentur
Kayu ProfilTersusun Bentuk Kotak. Jurnal Sipil Statik, 5(2).

Siti, H., Violet, B., & Wiwin, T. I. (2009). Kajian sifat-sifat dasar kayu manis
sebagaipertimbangan pemanfaatan limbah pemanenan kulit kayu manis
(Cinnamomum burmanii, Blume). Jurnal Hutan Tropis Borneo, 10(26).
WARDANI, L., Bahtiar, E. T., Sulastiningsih, I. M., Darwis, A., Karlinasari, L.,
Nugroho, N., & Surjokusumo, S. (2011). Kekuatan Tekan dan Rasio
Poisson Kayu Pangsor (Ficus callosa WILLD) dan Kecapi (Sandoricum
kucape MERR) Compression Strength and Poisson’s Ratio of Pangsor
(Ficus callosa WILLD) andKecapi (Sandoricum kucape MERR) Wood.
Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 4(1), 1–7.
Wardhani, I. Y., Surjokusumo, S., Hadi, Y. S., & Nugroho, N. (2004). Distribusi
Kandungan Kimia Kayu Kelapa (Cocos nucifera L) Distribution of
Chemical Compounds of Coconut Wood (Cocos nucifera L). Jurnal Ilmu
Dan Teknologi Kayu Tropis, 2(1), 1–7.
Wibisono, H. S., Jasni, J., & Arsyad, W. O. M. (2018). Komposisi Kimia dan
Keawetan Alami Delapan Jenis Kayu di Bawah Naungan. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, 36(1), 59–65.
Wulandari, F., Dewi, N. P. E., & Ningsih, R. V. (2022). Pengaruh Berat Labur
terhadap Sifat Fisika dan Mekanika Papan Laminasi Limbah Potongan
Kayu Jati Putih danKayu Bayur. Journal of Forest Science Avicennia,
5(2), 82–94.

Anda mungkin juga menyukai