Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI DAN IDENTIFIKASI KAYU


LATIHAN 3
UJI FROTH TEST

Disusun Oleh :

Nama : Shabrina
NIM : 22/493289/KT/09779
Co Ass : Anggoro Wibisono

LABORATORIUM PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS


KAYU
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
LATIHAN 3
UJI FROTH TEST

I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah :
1. Melakukan uji froth test pada kayu puspa dan rasamala.
2. Membandingkan kadar saponin kayu puspa dan rasamala
berdasarkan pengujian yang dilakukan.

II. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Cutter
2. Tabung reaksi
3. Timer
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Sampel kayu puspa (Schima wallicii)
2. Sampel kayu rasamala (Altingia exselsa)
3. Aquades

III. CARA KERJA


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah :

Alat dan bahan yang akan Setelah itu, sampel kayu


digunakan dalam praktikum puspa dan rasamala di serut
disiapkan sampai menjadi serbuk
Alat dan bahan yang akan
digunakan dalam praktikum
disiapkan
Tambahkan aquades ke Lalu hasil serutan kayu puspa
dalam tabung reaksi dengan dan rasamala dimasukkan ke
jumlah yang sama dalam tabung reaksi

Kocok kedua tabung reaksi Busa dari hasil pengocokan


dengan kecepatan yang sama pada kedua tabung reaksi
dan stabil selama 1 menit diamati dan dibandingkan
sampai berbusa kemudian dicatat hasilnya
Cara kerja praktikum uji froth test ini diawali dengan menyiapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan seperti sampel kayu puspa dan rasamala,
aquades, cutter, tabung reaksidan timer. Kemudian kayu puspa dan
rasamala diserut hingga menjadi serbuk. Lalu serbuk kayu puspa dan
rasamala dimasukkan kedalam tabung reaksi dengan jumlah yang sama
banyak. Kemudian tambahkan aquades pada masing- masing tabung reaksi
dengan jumlah yang sama. Setelah itu, kocok kedua tabung reaksi dengan
kecepatan yang sama dan stabil selama satu menit hingga menghasilkan
busa atau buih. Kemudian amati dan bandingkan banyaknya busa pada
kedua tabung reaksi dan dicatat hasilnya.

IV. PEMBAHASAN
Kayu merupakan hasil kekayaan alam yang memiliki berbagai
manfaat. Kayu memiliki karakteristik dan sifat alami yang unik yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Sifat fisik kayu dapat
diidentifikasi melalui pengamatan secara makroskopis, yaitu pengamatan
obyek secara langsung menggunakan mata telanjang. Secara fisik ciri
makroskopis kayu antara lain warna dan corak, berat kayu, tekstur, arah
serat, kilap, kesan raba, bau dan rasa, serta kekerasan (Yunianti, 2020).
Pada praktikum ini dilakukan uji froth test dengan meggunakan
sampel kayu puspa dan rasamala. Pengujian dilakukan setelah melihat
video contoh praktikum uji froth test. Uji froth test atau uji busa adalah
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kadar saponin pada kayu.
Pada uji froth test serbuk sampel kayu dikocok dengan aquades untuk
diamati kadar busanya. Suharto dkk., (2012) menyatakan sampel
mengandung saponin jika terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm
dalam waktu 30 detik. Saponin ditunjukkan dengan adanya pembentukan
busa.
Saponin adalah glikosida yang dicirikan oleh kemampuannya untuk
menghasilkan busa atau buih bila dikocok dalam air, menyebabkan
haemolisis kuat pada sel darah merah, menurunkan tegangan permukaan
dan sebagai racun ikan (Chairul, 2018). Saponin merupakan senyawa
glikosida kompleks dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan terutama
oleh tanaman, hewan laut tingkat rendah dan beberapa bakteri (Novitasari,
2016).
Kayu puspa dan rasamala memiliki ciri karakteristik yang hampir
sama. Kayu rasamala atau Altingia exselsa berasal dari famili
Hamamelidaceae. Kayu teras Rasamala berwarna merah daging, coklat
merah sampai coklat hitam. Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak
mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, memiliki tekstur halus,
struktur pori seluruhnya soliter, diameter 75-90µm, frekuensi 20-45 per
mm2 , berisi tilosis, dan berbau asam. BJ rataan kayu ini 0,81 (terendah
0,61 dan tertinggi 0,90), termasuk kelas kuat II dan kelas awet II – (III).
Kayu rasamala termasuk sulit dan lambat mengering serta mudah
mengalami pencekungan, pemilinan, dan pecah pada mata kayu, terutama
pada kayu yang seratnya berombak. Kayu harus dikeringkan secara hati-
hati dan ditumbuk dengan baik (Martawijaya dkk., 1989). Kayu puspa atau
Schima wallicii berasal dari famili Theaceae. Kayu terasnya berwarna
coklat kemerahan atau coklat kelabu, dan kayu gubalnya berwarna lebih
muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Memiliki
permukaan kayu yang licin dan teksturnya halus. Arah seratnya lurus atau
berpadu. Kayu puspa termasuk ke dalam kelas kuat II dan tergolong agak
keras, dengan berat jenis yang berkisar antara 0,45-0,92. Kayu puspa
digolongkan dalam kelas awet III dan cukup tahan terhadap rayap kayu
kering namun kurang tahan terhadap jamur. Kayu puspa tergolong kayu
yang mudah diawetkan. Kembang susut kayu puspa termasuk besar dan
mudah retak. Penyusutan kayu pada arah radial sebesar 4,7-4,8 % dan
pada arah tangensial 10,6 %. Kayu puspa dapat digunakan sebagai tiang
rumah, jembatan, kusen pintu, lantai rumah, kotak dan peti pengemas, dan
bantalan rel kereta api.
Dari uji froth test yang telah dilakukan menunjukkan hasil kayu
puspa lebih banyak menghasilkan busa dari kayu rasamala. Faktor yang
menyebabkan adanya busa sendiri adalah karena kandungan saponin
dalam kayu puspa. Seperti yang dikemukakan oleh Suharto, dkk. (2012)
bahwa busa yang terbentuk disebabkan karena senyawa saponin memiliki
sifat fisika yaitu mudah larut dalam air dan akan menimbulkan busa ketika
dikocok.
Akan tetapi, terdapat perbedaan antara hasil yang didapat dengan
hasil yang ada pada video contoh praktikum. Dalam video menunjukkan
kayu rasamala menghasilkan busa yang lebih banyak dari kayu puspa. Hal
ini tidak sesuai dengan teori dan uji froth test yang telah dilakukan,
dimana seharusnya busa yang dihasilkan kayu puspa lebih banyak dari
rasamala. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Yang
pertama, karena faktor sampel kayu yang sudah lama. Bisa jadi karena
faktor usia dan sering digunakan, kandungan kayunya menjadi rusak. Lalu
yang kedua adalah faktor kelalaian praktikan, seperti salah dalam
menyerut kayu sehingga bentuknya belum sesuai, pengocokan yang tidak
stabil, dan pemberian aquades yang tidak sama jumlahnya.

V. KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Uji froth test dilakukan dengan mengocok campuran serutan kayu
puspa dan rasamala dengan aquades selama satu menit hingga
menghasilkan busa. Yang digunakan untuk mengidentifikasi
kandungan saponinnya.
2. Kayu puspa menghasilkan busa yang lebih banyak dari kayu
rasamala yang menunjukkan kadar saponinnya lebih tinggi. kadar
saponin yang lebih tinggi dari kayu rasamala. Hal ini karena busa
yang terbentuk disebabkan oleh sifat fisika dari senyawa saponin,
yaitu mudah larut dalam air dan akan menimbulkan busa ketika
dikocok.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Chairul, C. (2018). Identifikasi Secara Cepat Bahan Bioaktif Pada
Tumbuhan di Lapangan. Berita Biologi, 6(4), 621-630.
Martawijaya, A, I.Kartasujana, K.Kadir, S.A.Prawira, Y.I.Mandang. 1989.
Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Balai Penelitian Hasil Hutan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Indonesia.
Novitasari, A. (2016). Isolasi dan identifikasi saponin pada ekstrak daun
mahkota dewa dengan ekstraksi maserasi. Jurnal sains, 6(12).
Suharto, M. A. P., Edy, H. J., & Dumanauw, J. M. (2012). Isolasi dan
identifikasi senyawa saponin dari ekstrak metanol batang pisang
ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L.). Pharmacon, 1(2).
Yunianti, A. D. (2020). Buku Ajar Ilmu Kayu. Fakultas Kehutanan,
Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai