NIM : 21/482146/KT/09703 Co-Ass : Jasmine Amelia Sidik Kelompok : 6 sub B
LABORATORIUM PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KAYU
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2022 ACARA II PENENTUAN KADAR AIR KAYU
I. TUJUAN Praktikum ini bertujuan untuk : 1. Mengetahu cara menentukan kadar air kayu pada berbagai macam kondisi kayu (basah dan kering udara) 2. Mengetahui variasi kadar air kayu dalam pohon
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kayu merupakan salah satu material biologis yang sangat kompleks. Perhatian tentang mekanisme pohon hidup menjadi penting dalam mempelajari ilmu pengeringan kayu terkait beberapa terminologi yang akan digunakan. Pohon tersusun atas tiga bagian pokok, yaitu akar, batang, dan daun. Struktur kayu bersama-sama dengan jumlah dan lokasi air di dalam sel akan mempengaruhi karakteristik pengeringan. Setiap sel memiliki rongga dan dinding sel yang tersusun berlapis-lapis dengan sudut arah yang berbeda. Salah satu yang cukup penting adalah adanya noktah. Noktah sangat mempengaruhi dalam pergerakan air di dalam level sel (Listyanto, 2018). Sifat fisika kayu merupakan satu dari bagian sifat-sifat yang terkandung dalam kayu. Adapun yang dimaksud dengan sifat fisika kayu merupakan spesifik karena peranan fajtor dalam dari sttukur kayu sangat menentukan disamping peran kayu itu digunakan. Adapun yang termasuk dalm sifat fisika kayu diantaranya adalah kadar air, penyusutan atau perubahan dimensi kayu, berat jenis kayu, sifat termis kayu, sifat elektris kayu, sifat-sifat resonansi dan akustiknya, daya apung, dan laying, sifat energy dan sebagainya. Akan tetapi sifat fisika kayu yang mendasar adalah kadar air kayu, berat jenis, serta perubahan dimensi (Pambudi dkk., 2018). Kadar air kayu merupakan banyaknya kandungan air di dalam suatu kayu yang diungkapkan dalam persentase. Kadar air dapat dibagi menjadi beberapa jenis seperti kadar air segar, kadar kering udara, dan kadar air kering tanur (Lusyiana, 2018). Bahkan dalam sebuah kayu belum tentu kadar air dalam tiap bagiannya sama. Terdapat bagian yang lebih kering dibandingkan bagian lainnya. Terdapat bagian yang lebih basah pula dibandingkan bagian lainnya. Tidak seterusnya bagian dalam suatu kayu memiliki kadar air yang lebih tinggi ataupun sebaliknya (Longuetaud dkk., 2017). Terdapat dua jenis air yang ada di kayu, yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat yang terletak pada dinding sel. Terdapat istilah titik jenuh serat ketika kondisi dinding sel jenuh dengan air sedangkan pada rongga sel tidak terdapat air. Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat berkisar antara 25-30% (Panshin dan C, 1964). Berat kering tanur merupakan berat kayu tanpa kandungan air. Berat tersebut diperoleh dengan mengeluarkan air terikat dan air bebas yang ada di dalam kayu (Yunianti dkk., 2020). Masing-masing kayu pasti memiliki kadar air yang berbeda. Ketika pohon ditebang menjadi kayu bulat, kemudian diproses menjadi kayu gergajian, finir, atau partikel, kayu akan mengalami kehilangan air secara perlahan. Pada titik tertentu, pelepasan jumlah air oleh kayu akan diiringi oleh perubahan dimensi dan sifat fisiknya. Selanjutnya, kayu akan terus melepas dan berhenti pada titik tertentu dimana kayu tidak lagi melepaskan air. Dimana jumlah air yang dikandung oleh kayu disebut dengan kadar air. Kadar air adalah berat air yang dikandung oleh kayu yang dinyatakan dalam persen berat kayu dalam kering tanur (Yuniarti dkk, 2020). Pada kayu, air akan mengsisi dinding maupun rongga sel dalam bentuk air terikat dan air bebas. Air terikat adalah air yang berada dalam dinding sel sedangkan air bebas adalah air yang berada dalam rongga sel. Air bebas merupaka air yang paling mudah hilang dan pertama kali keluar meninggalkan kayu. Sedangkan air terikat lebih sulit untuk dikeluarkan karena berikatan dengan polimer dinding sel, yang umunya membentuk ikatan hidrogen. Keberadaan air terikat dan air bebas sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pengaruh suhu dan kelembaban terutama terhadap air terikat dapat menyebabkan terjadi perubahan sifat-sifat kayu. Keberadaan air terikat dan air bebas dalam sel kayu dapat dikategorikan dalam bentuk segar, titik jenuh serat, kering udara, serta kering tanur (Lius dkk., 2017). Ketika terjadi proses pengeringan, air bebas akan keluar dari kayu terlebih dahulu dan menyebabkan keadaan kondisi jenuh serat. Ketika pengeringan terus terjadi maka air terikat akan keluar dari kayu. Kayu pada kondisi segar atau basah biasanya diperoleh ketika pohon baru saja ditebang atau dipanen. Pada kondisi ini, air bebas masih mengisi ronggal sel meskipun tidak samapi jenuh. Selain itu, air juga ditemukan dalam bentuk uap pada permukaan rongga sel. Kadar air kayu segar atau basah berada dalam kisaran 30 hingga lebih 200%. Kadar air kayu segar daun jarum pada kayu gubal lebih tinggi dibandingkan dengan pada kayu teras. Pada kayu daun lebar, kadarr air segar atau basah pada kayu teras dan kayu gubal tergantung pada jenis kayunya (Glass and Zelinka, 2016).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini meliputi : • Alat : 1. Gergaji potong 2. Kantong plastik (plastic wrap) 3. Desikator 4. Kaliper 5. Oven (merk Memmert) 6. Timbangan analitik digital 7. Alat tulis • Bahan : 1. Contoh uji kayu Trembesi (Samanea saman) ukuran 2 x 2 x 2 cm 2. Air
IV. CARA KERJA
Cara kerja pada praktikum uji sifat fisika kayu adalah sebagai berikut :
Dengan menerapkan metode British standar contoh
uji dibuat dari disk pada bagian pangkal, tengah dan ujung berukuran 2x2x2
Contoh Uji basah yang sudah direndam 3 hari
ditimbang sebagai berat awal (BB), kemudian dikering anginkan sebagai berat konstan (BKu)
Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu
103oC selama 12 jam lalu dimasukkan ke desikator selama 10-15 menit.
Pengeringan dilakukan secara berulang sampai
kondisi kering tanur dengan pertanda beratnya konstan dan ditandai sebagai (Bkt)
Nilai kadar air kayu dihitung untuk mengetahui
kadar air dalam keadaan segar dan kering udara dengan menggunakan rumus yang sudah diketahui.
Langkah awal yaitu siapkan sampel kayu dengan dimensi 2 x 2 x 2 cm,
kemudian timbang sampel kayu tersebut dalam kondisi segar hingga konstan kemudian dicatat hasil yang diperoleh. Sampel kayu dikeringudarakan lalu dilakukan penimbangan kembali hingga konstan. Sampel Kayu dikeringkan kembali menggunakan bantuan oven selama 12 jam. Sampel kayu yang sudah dikeringkan menggunakan oven dimasukkan ke dalam desikator supaya tidak menyerap partikel air di udara. Sampel kayu ditimbang kembali kemudian dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus persamaan kadar air. V. DATA DAN HASIL PERHITUNGAN Berikut merupakan data dan hasil perhitungan dari pelaksanaan praktikum : Tabel 5.1 Pengukuran Berat 2x2x2 cm Segar Kering Udara Kering Tanur Kode 12-Sep-22 22-Sep-22 3-Okt-22 Berat Volume Berat Volume Berat Volume 1 9,4325 9,3005 4,324 9,0425 3,8435 8,3965 2 9,298 8,671 4,6185 9,0025 4,1005 8,574 3 8,8465 9,3235 4,6415 9,479 4,128 9,305 4 8,808 9,087 4,5725 9,6585 4,072 8,0295 5 7,3555 9,1615 4,656 9,051 4,1355 7,8725 6 7,7795 9,396 4,6575 9,696 4,1245 8,47
Tabel 5.2 KA (%) Kondisi Segar dan Kondisi Kering Udara
Kode KA Segar (%) KA Kering Udara (%) 1 145,414 12,502 2 126,753 12,633 3 114,305 12,439 4 116,306 12,291 5 77,862 12,586 6 88,617 12,923
(𝐵𝐾𝑈 − 𝐵𝐾𝑇) (4,324 − 3,8435) • 𝐾𝐴 1 = × 100% = × 100 = 12,502% 𝐵𝐾𝑇 3,8435 (𝐵𝐾𝑈 − 𝐵𝐾𝑇) (4,6185 − 4,1005) • 𝐾𝐴 2 = × 100% = × 100 = 12,633% 𝐵𝐾𝑇 4,1005 (𝐵𝐾𝑈 − 𝐵𝐾𝑇) (4,6415 − 4,128) • 𝐾𝐴 3 = × 100% = × 100 = 12,439% 𝐵𝐾𝑇 4,128 VI. PEMBAHASAN Praktikum kali ini adalah menentukan kadar air dalam kayu. Kadar air kayu merupakan berat air yang terkandung dalam kayu yang dinyatakan dalam persen berat kering tanur. Air yang terkandung di dalam kayu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu air terikat dan air bebas. Air terikat merupakan air yang terkandung dalam dindin sel kayu. Sedangkan air bebas merupakan air yang berada dalam rongga sel. Karena kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, kayu memiliki afinitas terhadap air dan cairan polar lain. Kayu dapat menyerap dan menyalurkan air dalam kondisi tertentu. Setiap kayu memiliki kadar air yang berbeda pada setiap kayu karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti faktor tumbuh, iklim, lokasi geografis dan spesies. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat seperti kelembaban, tersedianya cahaya matahari dan zat-zat makanan, angin, dan suhu dapat mempengaruhi (Haygreen dan Bowyer, 2003). Pada kondisi lembab dengan suhu yang rendah, kayu cenderung akan menyerap air. Sementara pada kondisi kering, kayu akan mengeluarkan air dengan cara menguapkan air yang terkandung dalam kayu. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi ukuran ketebalan dinding sel pohon yang berujung akan mempengaruhi kapasitas sel dalam menampung molekul air. Efek yang timbul dari tinggi rendahnya kadar air dalam kayu ada berbagai macam. Dari segi pengolahan kayu, keuntungan dari produk-produk yang dikeringkan sehingga kadar airnya rendah antara lain penangannya menjadi lebih mudah dan praktis serta mempermudah penyimpanan dan pengangkutan karena volumenya diperkecil dan daya awetnya tinggi (Buckle et al., 1985). Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air pada bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat. Dengan kadar air yang rendah kayu akan menjadi lebih awet. Kayu dengan kadar air yang tinggi memiliki kekuatan yang cenderung rendah karena air mempengaruhi perubahan bentuk pada dinding sel. Kayu juga akan cenderung tidak lebih awet dari kayu kering, dan untuk pengelolaan kayu dengan kadar air tinggi memiliki massa yang lebih berat, jadi untuk pengangkutan akan kurang efektif. Hasil tinggi rendahnya hasil kadar air memiliki dampak yang ditimbulkan. Adapun dampak atau efek yang ditimbulkan diantaranya adalah penyusutan kayu dimana kayu akan menyusut apabila jika kadar air berada dibawah titik jenuh serat atau TJS sehingga ketika kayu telah lebih rendah dari kadar 30 % maka penyusutan akan terjadi. Selain itu efek atau dampak yang ditumbulkan adalah permeabilitas kayu, yaitu kayu yang memiliki nilai kadar air di atas titik jenuh serat akan mengalami permeabilitas yang lebih rendah karena tekanan kapiler yang tinggi yang seharusnya sebagai faktor penggerak air, terjebak dalam udara karena minimnya air noktah yang yang terbuka (Listyanto, 2018). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat pada kondisi segar diperoleh berat kayu pada sampel 1 yaitu 9.4325, sampel 2 sebesar 9.2980, sampel 3 sebesar 8.8465, sampel 4 sebesar 8.8080, sampel 5 sebesar 7,3555 dan sampel 6 sebesar 7,7795. Pada kondisi kering udara diperoleh berat kayu pada sampel 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 secara berurutan yaitu 4.3240; 4.6185; 4.6415; 4.5725; 4.6560 dan 4,6575. Pada kondisi kering tanur diperoleh berat kayu pada sampel 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 secara berurutan yaitu 3.8435; 4,1005; 4.1280; 4.0720; 4.1355 dan 4.1245. Sedangkan pada penentuan kadar air kondisi segar diperoleh kadar air kayu dalam persen pada sampel 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 secara berurutan yaitu 145.414; 126.7538; 114.305; 116.306; 77.862 dan 88,617. Pada penentuan kadar air kondisi kering udara diperoleh kadar air kayu dalam persen pada sampel 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 secara berurutan yaitu 12,502; 12.633; 12.439; 12.291; 12.586 dan 12.923. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa, kadar air segar lebih besar daripada kadar air kayu kering udara. Hal ini dapat terjadi karena pada saat mencari nilai kering udara, kayu dikeringanginkan terlebih dahulu sehingga kadar air dalam kayu berkurang sedangkan pada kadar air kayu segar adalah kayu baru setelah direndam air sehingga kadar air dalam kayu masih banyak. Berdasarkan hasil kadar air kayu segar pada data hasil tersebut masuk dalam nilai rata-rata kadar air kayu segar. Kayu yang baru ditebang mengandung sejumlah air yang besarnya bervariasi diantara 70% hingga diatas 100%. Hal ini bergantung pada jenis dan posisi kayu dalam batang pohon. Bagian yang lebih dalam maka kadar airnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian luar kayu karena pada bagian yang dekat kulit batang, air lebih mudah keluar karena pengaruh lingkungan secara langsung mempengaruhi bagian tersebut. Kayu gubal merupakan bagian kayu yang masih aktif pertumbuhannya dan berfungsi sebagai gudang dan tempat saluran makanan. Sedangkan kayu teras merupakan bagian yang keras dan berfungsi sebagai penyanggah berat batang, ranting, dan daun. Kadar air pada kayu gubal lebih tinggi dibandingkan kayu teras. Hal ini dikarenakan pada kayu gubal sel-selnya masih aktif untuk pertumbuhan terutama transportasi hara yang memerlukan air sedangkan pada kayu teras sudah tidak berfungsi secara fisiologis. Kayu awal yang terbentuk pada musim dengan ketersediaan air tinggi memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan kayu akhir yang terbentuk pada musim dengan ketersediaan air yang rendah. Selain itu, kayu juvenil juga memiliki kandungan lignin yang tinggi, dinding sel yang tipis dan lumen yang besar dibandingkan kayu dewasa. Hal ini dapat mempengaruhi daya ikat air yang mana kayu juvenil dapat mengikat air dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan kayu dewasa (Rulliaty, 2008). Kadar air kayu memiliki kaitan dengan sifat fisika lain diantarannya adalah penyusutan dimana apabila kadar air yang terkandung dalam kayu itu rendah maka kayu akan cenderung mengalami penyusutan begitu pula sebaliknya apabila kadar air yang terkandung dalam kayu mengalami kenaikan maka kayu akan cenderung mengalami pengembangan. Selain itu sifat fisik yang lain adalah mengenai kekuatan kayu apabila kadar air yang terkandung dalam kayu sedikit maka kayu tersebut memiliki sifat yang kuat begitu pula sebaliknya apabila kayu memiiki kadar air yang banyak kayu tersebut memiliki sifat yang kurang kuat (Fauzan dkk., 2019). VII. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Cara menentukan kadar air kayu pada berbagai macam kondisi kayu basah dan kering udara adalah: ❖ penyiapan disk kayu yang akan dilakukan perhitungan kadar air berukuran 2x2x2 cm. ❖ Pada uji basah (direndam 72 jam sebelumnya) ditimbang terlebih dahulu sebagai berat awal (BB), kemudian dikering anginkan sampai beratnya konstan (Bku). ❖ Pada uji yang telah dikering anginkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103⁰C. Setelah 12 jam contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 10 - 15 menit kemudian ditimbang beratnya dan dicacat nilainya ❖ Pengeringan dengan menggunakan oven dan penimbangan tersebut dilakukan berulang–ulang dengan selang waktu tertentu sampai dicapai kondisi kering tanur yang ditunjukkan oleh berat contoh uji yang telah konstan. Berat contoh uji yang telah konstan tersebut dinyatakan sebagai berat kering tanur (Bkt). Nilai kadar air kayu dihitung untuk mengetahui kadar air dalam keadaan segar dan kering udara dengan menggunakan rumus sebagai berikut 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 (%) = (𝐵𝐵 – 𝐵𝐾𝑇) / 𝐵𝐾𝑇) × 100%. 2. Kadar air pada masing-masing kayu bervariasi. Pada kayu teras kadar airnya lebih rendah dibandingkan dengan kayu gubal. Pada kayu awal juga kadar airnya lebih tinggi dibandingkan dengan kayu akhir. Selain itu, kayu dewasa memiliki kadar air yang lebih besar dibandingkan kayu juvenil. VIII. DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A., R.A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Food Science. Directorate General of Higher Education and The International Development Program for Australian University and Colleges, Australian. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Fauzan, Ruddy Kurniawan, dan Siska Martha Sari. (2019). Studi Pegaruh kondisi Kadar Air Kayu Kelapa Terhadap Sifat Mekanis. Jurnal Rekayasa Sipil Vol. 5 (2). Glass, Samuel and Zelinke. (2016). Moisture Relations and Physical Properties of Wood. Forest Product Journal. 17 (7), 61. Haygreen, J.G dan J.L Bowyer, (1996). Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar (Terjemahan Sutjipto, AH). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Listyanto, T. (2018). Teknologi Pengeringan Kayu dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press. Lius, Vitus Andri, Farah Diba, Dan Lolyta Sisillia. (2017). Dampah Pengasapan Kayu Terhadap Sifat Fisik Kayu Akasia dan Kayu Laban. Jurnal Hutan Lestari Vol. 5 (2), 508-513. Longuetaud, F., Mothe, F., Santenoise, P., Diop, N., Dlouha, J., Fournier, M., & Deleuze, C. (2017). Patterns of within-stem variations in wood specific gravity and water content for five temperate tree species. Annals of Forest Science. Vol. 74 (3), 64. Lusyiana. (2018). Pengaruh Cara Pengeringan Dan Ukuran Ketebalan Papan Kayu Benuang (Octomales Sumatrana Miq) Terhadap Kecepatan Penurunan Kadar Air dan Retak Ujung Papan. Jurnal Hutan Tropis. Vol. 14 (1), 60-70. Pambudi, Feta Kukuh, Wahidin Nuriana, dan Hantarum. (2018). Penurunan Nilai Kadar Air dan Laju Pembakaran Pada Biobriket Limbah Kayu Sengon Dengan Variasi Tegakan. Jurnal Agritek Vol. 19 (2). Rulliaty, Sri. (2008). Karakteristik Kayu Muda Pada Mangium (Acacia mangium Willd.) Dan Kualitas Pengeringannya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 26 (2), 1-18. Yuniarti, Andi Detti, Syahidah, Agussalim, dan Suhasman. (2020). Buku Ajar Ilmu Kayu. Makassar : Fakultas Kehutanan Universitas Hasannudin .