Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN SEKUNDER KAYU


ACARA II
PENGENALAN ALAT, CARA DAN PERHITUNGAN PENGUJIAN ARANG

Disusun oleh:

Nama : Dyah Ayu Lailatul Fitria


NIM : 21/482146/KT/09703
Kelompok : 25
Coass : Calvin Nur Hidayat

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2023
ACARA II

PENGENALAN ALAT, CARA DAN PERHITUNGAN PENGUJIAN ARANG

I. TUJUAN
Praktikum acara ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui cara pengujian kualitas arang (kadar air, kadar zat mudah terbang,
kadar karbon terikat, kadar air, dan berat jenis)
2. Dapat menghitung dan menentukan kualitas arang

II. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam praktikum acara ini adalah sebagai berikut:
1. Retort, untuk memasak arang
2. Timbangan untuk menimbang bahan baku dan arang yang dihasilkan
3. Oven untuk menentukan berat kering bahan baku
4. Cawan porselin
Bahan yang diperlukan dalam praktikum acara ini adalah sebagai berikut:
1. Kayu dan bonggol jagung
2. Minyak tanah atau bensin

III. DASAR TEORI


Arang adalah residu yang berbentuk padatan yang merupakan sisa dari proses
pengkarbonan dengan kondisi terkendali didalam ruangan tertutup seperti dapur
arang (Wardana, 2022). Menurut (Malik, 1994), arang adalah hasil pembakaran
bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori . Sebagian besar
porinya masih tertutup oleh hydrogen dan semyawa organik lain yang komponennya
terdiri dari, air, nitrogen dan sulfur. Arang diperlukan industri dalam proses
produksi, baik industri pangan maupun non pangan dan banyak dimanfaatkan
sebagai bahan dasar maupun bahan tambahan. Di Indonesia arang banyak digunakan
sebagai bahan bakar alternatif.
Arang yang baik dapat dilihat dari analisisnya yang memenuhi standar parameter
pengujian. Analisis arang dapat meliputi kadar air, berat jenis, kadar abu, kadar
volatile, kadar karnon terikat dan nilai kalor. Kualitas aranag mempengaruhi
kemampuan menghantarkan panas terhadap bahan (Prasetyo, 2020).
Kadar air mempengaruhi kualitas arang karena akan menentukan kemudahan
arang untuk terbakar. Semakin rendah kadar air semakin tinggi nilai kalor dan daya
pembakarannya. Arang mempunyai kemampuan menyerap air yang sangat besar
dari udara disekelilingnya. Kemampuan menyerap air dipengaruhi oleh luas
permukaan dan pori-pori arang dan dipengaruhi oleh kadar karbon terikat yang
terdapat pada briket tersebut (Kahariyadi dkk,2-15). Dengan demikian semakin
kecil kadar karbon terikat pada briket arang, kemampuan briket arang menyerap air
dari udara sekililingnya semakin besar.
Berat jenis merupakan perbandingan antara kerapatan benda (atas dasar berat
kering tanur dan volume pada kadar air yang telah ditentukan) dengan kerapatan air
pada suhu 4 ̊C karena air memiliki kerapatan 1 gr/cm3 atau 1000 kg/cm3 pada suhu
standar tersebut. Kerapatan arang adalah sifat yang mengendalikan kecenderungan
karakter arang untuk tenggelam atau mengambang di dalam air.
Kadar volatile atau senyawa dalam arang yang mudah menguap menunjukkan
tingginya nilai kalor pada material tersebut.. Semakin tinggi kadar volatile semakin
tinnggi maka lebih mudah terbakar namun nilai panasnya rendah. Kadar abu
merupakan sisa pembakaran sempurna. Unsur utama abu adalah silika dan
pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar
abu maka semakin rendah kualitas briket. Kandungan abu yang tinggi dapat
menurunkan nilai kalor arang briket sehingga kualitas briket arang tersebut
(Masturin, 2002). Kadar abu ini sebanding dengan berat kandungan bahan
anorganik didalam kayu Rahman (2009).
Karbon terikat (fixed carbon) yaitu fraksi karbon (C) yang terikat di dalam arang
selain fraksi air, kadar zat terbang, dan kadar abu. Keberadaan karbon terikat di
dalam arang briket dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar zat terbang. Kadarnya
akan bernilai tinggi apabila kadar abu dan kadar zat terbang arang tersebut rendah.
Karbon terikat berpengaruh terhadap nilai kalor bakar arang briket. Nilai kalor arang
briket akan tinggi apabila nilai karbon terikatnya tinggi.
Nilai kalor sangat menentukan kualitas arang briket. Semakin tinggi nilai kalor
arang briket, semakin baik pula kualitas arang briket yang dihasilkan. Menurut
Nurhayati (1974) dalam Masturin (2002) nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air dan
kadar abu arang briket. Semakin tinggi kadar air dan kadar abu arang briket, maka
akan menurunkan nilai kalor bakar arang briket yang dihasilkan.
IV. CARA KERJA
Cara kerja praktikum ini terbagi menjadi beberapa kategori antara lain:
1. Kadar air

• Diambil sebagian contoh uji arang dan ditimbang dengan berat


1. 2  0,1 g sebagai berat mula-mula (a)

• Dimasukkan cuplikan sampel ke dalam botol timbang yang


2. telah dikeringkan

• Dimasukkan botol timbang berisi sampel dengan kondisi


3. terbuka ke dalam oven yang bersuhu 1032o C

• Dimasukkan botol timbang beserta sampel ke dalam desikator


4. selama 15 menit
5.
• Ditimbang berat setiap minimal 2 jam sekali hingga beratnya
konstan (b)

• Kadar air dihitung


6.

Untuk mengetahui kadar air dalam arang, pertama-tama dapat diambil contoh
uji arang lalu ditimbang sebanyak 20,1 gram dan dicatat sebagai berat mula-mula
(a), lalu sampel tersebut dimasukkan ke dalam botol timbang yang telah
dikeringknan serta diketahui beratnya. Kemudian, botol tersebut dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu kurang lebih 103℃ ±2 ℃ dalam kondisi terbuka. Pada
tiap 2 jam sekali sampel dapat ditimbang hingga beratnya konstan (b), namun
sebelum di timbang dimasukkan terlebih dahulu ke dalam desikator selama 15
menit. Terakhir, dihitung kadar air arang dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝑎−𝑏
𝐾𝑎 = × 100%
𝑎
Keterangan:
a : berat sampel awal (gram)
b : berat kering tanur (gram)
2. Berat jenis

• Digunakan sampel kadar air yang telah kering tanur dan dicatat
1. berat kering tanurnya sebagai berat (a)

• Dicelupkan sampel ke dalam parafin dan ditimbang kembali


2. beratnya sebagai berat (b)

• Ditimbang gelas piala berisi aquades (w1)


3.

• Dimasukkan contoh uji dengan bantuan jarum preparat tanpa


menyentuh dinding gelas piala, berat yang diperoleh dicatat
4. sebagai w2

• Dihitung berat jenis arang


5.

Untuk mengetahui berat jenis, mula-mula dapat digunakan sampel kadar air
yang telah kering tanur, lalu dicatat berat kering tanurnya sebagai berat (a),
selanjutnya sampel tersebut dicelupkan ke dalam parafin dan ditimbang sebagai
berat (b), kemudian gelas piala yang berisi aquades (W1) ditimban dan sampel
tadi dapat dimasukkan ke dalamnya dengan menggunakan jarum preparate secara
vertikal tanpa menyentuh dinding gelas, lalu beratnya dapat dicatat sebagai berat
W2. Terakhir dihitung berat jenis arang menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑎
𝐵𝐽 = × 100%
𝑏−𝑎
(𝑊2 − 𝑊1 − ( 0,9 ))

Keterangan:
a : berat kering tanur (g)
b : berat a + berat parafin (g)
W1 : berat gelas piala + aquades (g)
W2 : berat w1 + berat b (g)
0,9 : berat jenis parafin berat jenis aquades : 1
3. Kadar Abu

• Diambil contoh uji seberat ± 2 gram dan ditimbang serta dicatat


1. hasilnya sebagai berat awal (a)

• Dikeringkan cawan porselin dalam oven dan ditimbang berat


2. kering kosongnya (b)

• Dimasukkan sampel ke dalam cawan porselin yang telah


3. diketahui berat keringnya

• Dimasukkan cawan yang berisi sampel arang ke dalam furnace


4. dan dinaikkan suhu furnace

• Ditunggu selama selama 4 jam lalu setelah 4 jam, tutup furnace


5. dibuka selama 1 menit dan kemudian furnace dimatikan

• Setelah dingin, diambil cawan porselin berisi abu dan


6. dimasukkan dalam desikator

• Ditimbang berat cawan porselin akhir sebagai berat c


7.

• Dihitung kadar abu arang


8.

Untuk mengetahui kadar abu, pertama-tama dapat diambil contoh uji seberat 2
gram, lalu ditimbang berat pastinya dan dicatat sebagai berat awal (a). Kemudian
ditimbang cawan porselin yang sudah dikering ovenkan dan dicatat sebagai berat
(b). Sampel lalu dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui berat
keringnya. Kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam furnace dan
dinaikkan suhu hingga menjadi 600℃ selama 4 jam. Setelah mencapai suhu
tersebut kemudian furnace dibuka selama 1 menit untuk menyempurnakan proses
pengabuan lalu dimatikan furnacenya. Setelah dingin, cawan porselin dapat
diambil dan dimasukkan ke dalam desikator.berat cawan porselin ditimbang
sebagai berat c. dan dapat dihitung kadar abu arangnya dengan rumus sebagai
berikut:
𝑐−𝑏
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = × 100%
𝑎
Keterangan :
a : berat sampel (gram)
b : berat cawan (gram)
c : berat cawan + berat abu (gram)

4. Kadar zat mudah menguap

• Diambil contoh uji seberat ± 2 gram dan ditimbang serta dicatat


1. hasilnya sebagai berat awal (a)

• Dikeringkan cawan porselin dalam oven dan ditimbang berat


2. kering kosongnya (b)

• Dimasukkan sampel ke dalam cawan porselin yang telah


3. diketahui berat keringnya

• Dimasukkan cawan yang berisi sampel arang ke dalam furnace


4. dan dinaikkan suhu furnace

• Ditunggu selama selama 4 jam lalu setelah 4 jam, tutup furnace


5. dibuka selama 1 menit dan kemudian furnace dimatikan

• Setelah dingin, diambil cawan porselin berisi sampel dan


6. dimasukkan dalam desikator

• Setelah dingin, diambil cawan porselin berisi sampel dan


7. dimasukkan dalam desikator

• Ditimbang berat cawan porselin akhir sebagai berat c


8.

• Dihitung kadar zat mudah menguap


9.

Untuk mengetahui kadar zat mudah menguap dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut: Mula-mula diambil contoh uji seberat 2 gram dan dicatat sebagai
berat awal (a). Cawan porselin dikeringkan kemudian ditimbang berat kering
kosongnya. Lalu sampel dapat dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah
diketahui berat keringnya tersebut. Kemudian cawan yang berisi sampel arang
dapat dimasukkan ke dalam furnace dan dinaikkan suhunya hingga 900 ℃.
Setelah mencapai suhu tersebut selama 15 menit furnace dapat dimatikan. Setelah
dingin, cawan porselin tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam desikator. Berat
cawan porselin akhir dapat ditimbang dan dijadikan sebagai berat c. Dan setelah
selesai kadar zat mudah menguap dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut
(𝑎 + 𝑏) − 𝑐
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = × 100%
𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 = 𝑘𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 (%) − 𝐾𝑎(%)
Keterangan :
a : berat sampel (gram)
b : berat cawan (gram)
c : berat cawan + berat sampel (gram)

5. Kadar karbon terikat


Kadar karbon terikat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 (%) = 100 − (%𝑎𝑖𝑟 + %𝑎𝑏𝑢 + %𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝)

V. HASIL DAN CONTOH PERHITUNGAN


Tabel 1. Data Praktikum
Berat Arang yang
Kode Berat Berat Berat Cawan + Berat Cawan + Sampel Berat Cawan + Sampel Berat Gelas Piala
Dicelupkan hingga
Sampel Cawan (g) Sampel (g) Sampel BKT Setelah Furnace 600 'C Setelah Furnace 900 'C + Aquades
Konstan
1 26.782 2.113 28.615 26.907 27.804 82.983 94.367
3 26.642 2.022 27.564 26.814 27.575 83.198 93.598

Tabel 2. Perhitungan kadar air


berat sampel bkt (b) 1.833
1
KA 0.133
Kadar air
berat sampel bkt (b) 0.922
3
KA 0.544
Perhitungan:
𝑎−𝑏
𝐾𝑎 = × 100%
𝑎
Keterangan:
a : berat sampel awal (gram)
b : berat kering tanur (gram)

2,113 − 1,833
𝐾𝑎 1 = × 100% = 0,133%
2,113
2,022 − 0,922
𝐾𝑎 3 = × 100% = 0,544%
2,022

Tabel 3. Perhitungan Berat Jenis


b 11.384
1
BJ 0.9
Berat Jenis
b 10.4
3
BJ 0.9

𝑎
𝐵𝐽 = × 100%
𝑏−𝑎
(𝑊2 − 𝑊1 − ( 0,9 ))

a : berat kering tanur (g)


b : berat a + berat parafin (g)
W1 : berat gelas piala + aquades (g)
W2 : berat w1 + berat b (g)
0,9 : berat jenis parafin berat jenis aquades : 1

1,833
𝐵𝐽 1 = × 100% = 0,90%
11,384 − 1,833
(94,367 − 82,983 ( )
0,9
1,095
𝐵𝐽 3 = × 100% = 0,90%
10,4 − 1,095
(93,598 − 83,198 ( )
0,9

Tabel 4. Perhitungan kadar abu


Kadar abu 0.059
Kadar abu
Kadar abu 0.085
𝑐−𝑏
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = × 100%
𝑎
Keterangan :
a : berat sampel (gram)
b : berat cawan (gram)
c : berat cawan + berat abu (gram)
26,907 − 26,782
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 1 = × 100% = 0,059%
2,113
26,814 − 26,642
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 3 = × 100% = 0,085%
2,022
Tabel 5. Kehilangan berat

Kehilangan berat
1 0.516
a+b 28.895
3 0.539
a+b 28.664

(𝑎 + 𝑏) − 𝑐
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = × 100%
𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 = 𝑘𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 (%) − 𝐾𝑎(%)
Keterangan :
a : berat sampel (gram)
b : berat cawan (gram)
c : berat cawan + berat sampel (gram)
28,895 − 27,804
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 1 = × 100% = 0,516%
2,113
28,664 − 27,575
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 3 = × 100% = 0,539%
2,022

Tabel 6. Perhitungan kadar zat mudah menguap


1 0.384
Kadar zat menguap
3 -0.005
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 1 = 0,516% − 0,133% = 0,384%
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 3 = 0,539% − 0,544% = −0,005%

Tabel 7. Kadar karbon terikat


1 42.451
Kadar karbon terikat
3 37.636
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 (%) = 100 − (%𝑎𝑖𝑟 + %𝑎𝑏𝑢 + %𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 1 = 100 − (0,133 + 0,059 − 0,384) = 42,451%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 3 = 100 − (0,544 + 0,805 − (−0,005)) = 37,636%
VI. PEMBAHASAN
Arang merupakan residu yang berbentuk padatan yang merupakan sisa dari
proses pengkarbonan bahan berkarbon dengan kondisi terkendali didalam ruangan
tertutup seperti dapur arang. Adapun menurut Lempang (2014) dalam Salim (2016),
arang adalah residu dari proses penguraian panas terhadap bahan mengandung
karbon yang sebagian besar komponennya adalah karbon. Kualitas arang dapat
ditentukan oleh sifat-sifatnya misal sifat fisika dan kimianya. Dalam praktikum ini,
pengujian arang dilakukan dengan menentukan kadar air, kadar abu, kadar zat
mudah menguap, dan kadar karbon terikat.
Kadar air arang adalah banyaknya air yang terdapat di dalam arang yang
dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (Salim, 2016). Penentuan kadar air
bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis dari arang aktif yang dihasilkan,
dimana arang aktif mempunyai sifat salinitas yang besar terhadap air (Sahara et al.,
2017). Kadar air yang terkandung dalam arang mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap nilai kalor dan pada saat pembakaran (Syarifhidayahtullah et al.,
2019). Kadar air yang tinggi menunjukkan bahwa sifat arang yang semakin
higroskopis serta dapat menurunkan nilai kalor kayu. Tinggi rendahnya kadar air
arang kayu dipengaruhi oleh lama proses pengarangan serta faktor lingkungan
seperti suhu dan kelembaban disekitarnya setelah pendinginan dilakukan. Selain itu,
kadar air pada arang tergantung pada kadar silika yang dikandungnya yang memiliki
sifat menyerap air (Yuliah et al., 2017). Nilai kadar air yang harus dicapai pada
briket yang telah diproduksi berdasarkan standar SNI No.1/6235/2000 yaitu ≤ 8%
(Iskandar dkk, 2019). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan nilai
kadar air sampel 1 sebesar 0,133%, dan 3 sebesar 0,544%. Maka dari itu,
berdasarkan Nilai SNI yang telah disebutkan sebelumnya, kadar air pada sampel
sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI.
Berat jenis merupakan perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat
dengan massa jenis air murni. Semakin tinggi berat jenis kayu semakin rendah
kemampuan air untuk menyerap ke dalam kayu. Kayu dengan berat jenis tinggi akan
menghasilkan arang dengan kadar karbon terikat dan nilai kalor yang tinggi (Salim,
2016). Berat jenis arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh berat jenis bahan
bakunya, dimana jika berat jenis bahan baku tinggi, maka berat jenis arang yang
dihasilkan juga tinggi. Berat jenis bahan baku (kayu) yang rendah dapat
meningkatkan kadar abu dan zat yang mudah menguap serta dapat menurunkan nilai
kerapatan kayu, keteguhan tekan, kadar air, kadar karbon terikat, serta nilai kalor
dari arang yang dihasilkan (Rindayatno & Lewar, 2017). Faktor yang
mempengaruhi dari berat jenis, yaitu berat bahan itu sendiri (Mundilarto dan
Istiyono, 2007).
Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran. Residu tersebut
berupa zat – zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Salah satu
unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor
yang dihasilkan. Kadar abu setiap arang berbeda – beda tergantung jenis kayu, letak
kayu dalam pohon, dan kandungan kulit kayu (Wahyuni & Fathoni, 2019). Semakin
rendah kadar abu maka kualitas arang akan semakin baik karena kadar abu yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang
sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang yang dapat memperlambat
proses pembakaran dan kalor yang dihasilkan juga rendah (Purwanto, 2011 dalam
Salim, 2016). Nilai kadar abu yang harus dicapai pada briket yang telah diproduksi
berdasarkan standar SNI No.1/6235/2000 yaitu ≤ 8% (Iskandar dkk, 2019). Semakin
kecil kadar abu, mutu briket akan semakin baik. Berdasarkan praktikum ini,
didapatkan nilai kadar abu sampel 1 sebesar 0,059%, dan sampel 3 sebesar 0,085%.
Maka dari itu, dapat diketahui bahwa nilai kadar abu pada sampel telah memenuhi
standar sesuai SNI.
Kadar zat mudah menguap adalah zat yang dapat menguap sebagai hasil
dekomposisi senyawa-senyawa yang terdapat di dalam arang selain air. Tinggi
rendahnya kadar zat terbang biobriket arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis
bahan baku, sehingga perbedaan jenis bahan baku berpengaruh nyata terhadap kadar
zat mudah menguap pada arang (Hendra, 2007 dalam Muzakir et al., 2017). Nilai
volatile matter ini berpengaruh terhadap kesempurnaan pembakaran dan nyala
api yang dihasilkan yang dapat menentukan daya jual briket. Kadar zat mudah
menguap juga tergantung pada proses pengarangan dan temperatur yang diberikan.
Apabila proses karbonisasi lama dan temperatur karbonisasi ditingkatkan akan
semakin menurunkan persentase kadar zat menguapnya (Fauziah, 2009 dalam
Wahyuni & Fathoni, 2019). Standar SNI No.1/6235/2000 menetapkan kadar zat
mudah menguap sesuai standar adalah ≤ 15% (Iskandar dkk, 2019). Berdasarkan
praktikum ini, didapatkan nilai kadar zat mudah menguap pada sampel 1 sebesar -
0,384%, dan sampel 3 sebesar -0,005%. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa nilai
kadar zat mudah menguap pada sampel memenuhi standar yang sesuai dengan SNI.
Kadar karbon terikat adalah material dari proses pengurangan kadar abu, kadar
air dan zat mudah menguap pada material (Syarifhidayahtullah et al., 2019).
Penentuan kadar karbon terikat bertujuan untuk mengetahui kandungan karbon
setelah proses karbonisasi. Pengukuran karbon terikat menunjukkan jumlah material
padat yang dapat terbakar setelah komponen zat terbang dihilangkan dari bahan
tersebut (Iskandar dkk, 2019). Kadar karbon sebagai parameter kualitas bahan bakar
karena mempengaruhi besarnya nilai kalor. Kandungan kadar karbon terikat yang
semakin tinggi akan menghasilkan nilai kalor semakin tinggi, sehingga kualitas
bahan bakar akan semakin baik. Berhubung karbon terikat dipengaruhi oleh nilai
kadar abu dan zat terbang, maka jika kadar abu dan zat terbang bernilai rendah maka
nilai karbon terikat akan tinggi. Karbon terikat berpengaruh terhadap nilai kalor
pada pembakaran briket arang. Tingginya nikai karbon terikat akan menentukan
nilai kalor yang tinggi pada briket arang. Arang yang baik yaitu tingginya kadar
karbon terikat pada arang kayu (Sugiyati dkk, 2021). Standar SNI No.1/6235/2000
menetapkan kadar karbon terikat sesuai standar yaitu dengan kadar karbon ≥77%
(Iskandar dkk, 2019). Semakin besar kadar karbon, mutu briket akan semakin baik.
Berdasarkan praktikum ini, didapatkan nilai karbon terikat pada sampel 1 sebesar
42,451%%, dan sampel 3 sebesar 37,636%. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa
nilai karbon terikat pada sampel belum memenuhi standar SNI yang sesuai.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Adapun proses pengujuan yang dilakukan sebagai berikut :
a. Kadar Air
Diambil sebagian dari contoh uji arang dan timbang dengan berat 2  0,1 g.
Hasil penimbangan tersebut dicatat sebagai berat mula-mula (a). Selanjutnya
dimasukkan cuplikan sampel tersebut ke dalam botol timbang. Dimasukkan
botol timbang yang telah berisi sampel dengan kondisi terbuka ke dalam
oven yang bersuhu 1032o C. Ditimbang beratnya setiap minimal 2 jam
sekali sampai beratnya konstan. Sebelum ditimbang, dimasukkan botol
timbang beserta sampel ke dalam desikator selama 15 menit. Penimbangan
dilakukan sampai diperoleh berat konstan b). Terakhir, dihitung kadar air
arang.
b. Berat jenis
Digunakan sampel kadar air yang telah kering tanur, dan dicatat berat kering
tanurnya sebagai berat (a). Selanjutnya, dicelupkan sampel yang telah kering
tersebut dalam parafin dan ditimbang kembali beratnya sebagai berat (b).
Kemudian ditimbang gelas piala berisi aquades (w1). Ke dalam gelas
tersebut dimasukkan contoh uji yang telah dilapisi parafin dengan bantuan
jarum preparat secara vertikal tanpa menyentuh dinding gelas piala, berat
yang diperoleh dicatat sebagai w2. Terakhir, dilakukan perhitungan berat
jenis arang.
c. Kadar Abu
Diambil contoh uji seberat ± 2 gram dan ditimbang serta catat hasilnya
sebagai berat awal (a). Selanjutnya, dikeringkan cawan porselin dalam oven
dan ditimbang berat kering kosongnya (b). Dimasukkan sampel ke dalam
cawan porselin yang telah diketahui berat keringnya tersebut lalu
dimasukkan cawan yang berisi sampel arang ke dalam furnace dan
dinaikkan suhu hingga 600o C. Setelah 4 jam, tutup furnace dibuka selama
1 menit kemudian dimatikan furnace. Setelah dingin, diambil cawan porselin
yang berisi abu dan dimasukkan dalam desikator. Setelah itu, ditimbang
berat cawan porselin akhir sebagai berat c (berat cawan+berat abu).
Terakhir, dihitung kadar abu arang.
d. Kadar Zat Mudah Menguap
Diambil contoh uji seberat ± 2 gram dan ditimbang serta catat hasilnya
sebagai berat awal (a). Selanjutnya, dikeringkan cawan porselin dalam oven
dan ditimbang berat kering kosongnya (b). Dimasukkan sampel ke dalam
cawan porselin yang telah diketahui berat keringnya tersebut lalu
dimasukkan cawan yang berisi sampel arang ke dalam furnace dan
dinaikkan suhu hingga 900o C. ditunggu selama selama 15 menit kemudian
dimatikan furnace. Setelah dingin, ambil cawan porselin yang berisi sampel
dan dimasukkan ke dalam desikator. Ditimbang berat cawan porselin akhir
sebagai berat c (berat cawan+berat sampel) lalu dihitung kadar zat mudah
menguap.
e. Karbon terikat
Kadar karbon terikat langsung dapat dihitung dengan rumus :
Kadar karbon terikat (%) = 100 – (%Air + %Abu + %Zat Menguap)

2. Pada pengujian praktikum kali ini, didapatkan nilai pengujian sesuai standar SNI
dan adapula yang tidak sesuai standar SNI. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, didapatkan nilai kadar air sampel 1 sebesar 0,133%, dan 3 sebesar
0,544%. Maka dari itu, berdasarkan Nilai SNI yaitu ≤ 8%, kadar air pada sampel
sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI. Selanjutnya, kadar abu ,
didapatkan kadar abu sampel 1 sebesar 0,059%, dan sampel 3 sebesar 0,085%.
Maka dari itu, dapat diketahui bahwa nilai kadar abu pada sampel telah
memenuhi standar sesuai SNI yaitu ≤ 8%. Untuk kadar zat mudah menguap,
didapatkan nilai nilai kadar zat mudah menguap pada sampel 1 sebesar 0.384%,
dan sampel 3 sebesar -0,005%. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa nilai kadar
zat mudah menguap pada sampel belum memenuhi standar yang sesuai dengan
SNI yaitu ≤ 15%. Terakhir didapatkan nilai karbon terikat pada sampel 1 sebesar
42,451%, dan sampel 3 sebesar 37,636%. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa
nilai karbon terikat pada sampel belum memenuhi standar SNI yang sesuai yaitu
≥ 77%.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Iskandar Norman dkk. 2019. Uji Kualitas Produk Briket Arang Tempurung Kelapa
Berdasarkan Standar Mutu SNI. Jurnal Ilmiah Momentum. Vol 15(2):103-108.
Kahariayadi, A., Setyawati, D., Diba, F. and Roslinda, E., (2015). Kualitas Arang Briket
Berdasarkan Persentase Arang Batang Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
dan Arang Kayu Laban (Vitex Pubescens Vahl). Jurnal Hutan Lestari, 3(4).
Malik, Usman.(1994). Penelitian berbagai Jenis Kayu Limbah Pengolahan untuk
Pemilihan Bahan Baku Briket Arang. Jurnal Ilmiah Edu Research. vol. 1, No.
2. hal. 21-27.
Masturin, A. (2002). Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang Limbah
Gergajian Kayu [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Mundilarto dan Istiyono. 2007. Fisika. Surabaya: Penerbit Yudhistira.
Muzakir, Nizar, M., & Yulianti, C. S. (2017). Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Menjadi
Briket Arang Menggunakan Kanji Sebagai Perekat. Serambi Engineering, II(3),
124–129.
Prasetyo, B.A., (2020). Analisis Kualitas Jenis Arang Terhadap Kemampuan Energi
Panas (Q) Pada Proses Pendidihan Air (Doctoral dissertation, Program Studi
Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Mipa Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember 2020).
Rahman, A, (2009). Pengaruh Komposisi Campuran Arang Kulit Kakao Dan Arang
Pelepah Kelapa Terhadap Karakteristik Biobriket. Tesis S2 Universitas Gajah
Mada.
Rindayatno, & Lewar, D. O. (2017). Kualitas Briket Arang Berdasarkan Komposisi
Campuran Arang Kayu Ulin (Eusideroxylon Zwageri Teijsm & Binn) Dan Kayu
Sengon (Paraserianthes falcataria). ULIN: Jurnal Hutan Tropis, 1(1), 39–48.
Sahara, E., Dahliani, N. K., & Manuaba, I. B. P. (2017). Pembuatan Dan Karakterisasi
Arang Aktif Dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes Erecta) Dengan Aktivator
NaOH. Jurnal Kimia, 11(2), 174–180.
Salim Rais, (2016). Karakteristik dan Mutu Arang Kayu Jati (Tectona grandis) dengan
Sistem Pengarangan Campuran pada Metode Tungku Drum. Jurnal Riset
Industri Hasil Hutan. Vol 8(2):53-64.
Salim, R. (2016). Karakteristik dan Mutu Arang Kayu Jati (Tectona grandis) dengan
Sistem Pengarangan Campuran pada Metode Tungku Drum (The Quality and
Characteristics of Teak (Tectona grandis) Charcoal Made by Mixed
Carbonisation in Drum Kiln). Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 8(2), 53–64.
Sugiyati dkk. 2021. Karakteristik Briket Arang Campuran Arang Akasia Daun Kecil
(Acacia Auliculiformis) dan Arang Alaban (Vitex Pubescens Vhal). Jurnal
Sylva Scienteae. Vol 4(2):274-284.
Sugiyati dkk. 2021. Karakteristik Briket Arang Campuran Arang Akasia Daun Kecil
(Acacia Auliculiformis) dan Arang Alaban (Vitex Pubescens Vhal). Jurnal Sylva
Scienteae. Vol 4(2):274-284.
Syarifhidayahtullah, Cahyono, R. B., & Hidayat, M. (2019). Pemanfaatan Limbah Kulit
Kakao Menjadi Briket Arang sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan
Penambahan Ampas Buah Merah. Jurnal Rekayasa Proses, 13(1), 57–64.
Wahyuni, I., & Fathoni, R. (2019). Pembuatan Karbon Aktif Dari Cangkang Kelapa Sawit
Dengan Variasi Waktu Aktivasi. Jurnal Chemurgy, 3(1), 11–14.
Wardana, A.W., (2022). Perbandingan Physical Properties Arang Tempurun Kelapa,
Kayu Meranti dan Cangkang Biji Kopi. Jurnal Teknik Mesin, 11(1).
Yuliah, Y., Suryaningsih, S., & Ulfi, K. (2017). Penentuan Kadar Air Hilang dan Volatile
Matter pada Bio-briket dari Campuran Arang Sekam Padi dan Batok Kelapa.
Jurnal Ilmu Dan Inovasi Fisika, 1(1), 51–57.
IX. LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan berat bahan Gambar 2. Kayu setelah dimasak


baku kayu

Gambar 3. Pengambilan arang kayu Gambar 4. Penimbangan berat arang


yang dihasilkan
X. KESAN DAN PESAN
1. Kesan
Kesan saat praktikum Pengolahan Sekunder Kayu dan Hasil Hutan Non
Kayu terutama pada sub lab energi memberikan rasa praktikum yang lebih santai
dibandingkan dengan praktikum yang lain. Hal ini membuat praktikan lebih
nyaman dalam melaksanakan praktikum.
2. Pesan
Pesan saya untuk praktikum Pengolahan Sekunder Kayu dan Hasil
Hutan Non Kayu terutama pada sub lab energi adalah memperhatikan timeline
praktikum lebih jelas dan teliti, dan mengusahakan penomoran kelompok sama
karena banyaknya normor kelompok membuat sering lupa dan dikhawatirkan
membuat pelaksanaan praktikum menjadi terganggu. Selain itu, timeline
pelaksanaan praktikum disampaikan dan dipaparkan di awal sebelum
pelaksanaan praktikum agar praktikan paham mengenai acara apa saja yang
akan dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai