Bambu memiliki prospek yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku
komposit seperti Oriented Strand Board (OSB). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa perlakuan steam dan pembilasan dengan air dan NaOH 1%
dapat meningkatkan sifat-sifat OSB yang diduga akibat perubahan kadar
komponen kimia bambu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan
kadar komponen kimia bambu jenis sembilang (Dendrocalamus giganteus
Munro), bambu hitam (Gigantochloa nigrocillata Kurz.), dan bambu tali (G. apus
(Bl.ex Schult.f.)) akibat perlakuan steam dan pembilasan. Komponen kimia bambu
dianalisis menggunakan metode yang mengacu pada standar Technical Association
of the Pulp and Paper Industry (TAPPI). Hasil penelitian menunjukkan perubahan
kadar komponen kimia bambu yang paling signifikan terjadi pada kadar
holoselulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan nilai pH. Penurunan kadar
hemiselulosa, penurunan kadar zat ekstraktif, dan peningkatan nilai pH akibat
perlakuan steam disertai pembilasan NaOH 1% akan mampu meningkatkan
kualitas perekatan pada OSB.
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. Dr. Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan
judul Perubahan Kadar Komponen Kimia pada Tiga Jenis Bambu akibat Proses
Steam dan Pembilasan ini diharapkan mampu menjadi referensi acuan untuk
pengembangan produk komposit dari bambu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dan
Dr. Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Almarhum Bapak Supriatin dan Bapak
Gunawan selaku laboran Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang telah membantu
pengadaan bahan baku serta bahan kimia untuk penelitian saya. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Papah, Mamah, Kakak, dan seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada
sahabat, teman, dan rekan-rekan khususnya THH 50, SPR, Frekwensi Company,
penghuni THE ACE, penghuni Kosami, DKM ‘Ibaadurrahmaan, dan Jarfis yang
telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan
skripsi saya, serta kepada semua orang yang berjasa membantu saya selama ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Tempat dan Waktu Penelitian 2
Bahan dan Alat Penelitian 2
Prosedur Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Komponen Kimia Struktural 6
Komponen Kimia Non Struktural 11
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR GAMBAR
1 Perubahan kadar holoselulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 6
2 Perubahan kadar α-selulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 7
3 Perubahan kadar hemiselulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 8
4 Perubahan kadar lignin klason tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 9
5 Perubahan kadar lignin terlarut asam tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 10
6 Perubahan kadar lignin total tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 10
7 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air dingin tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan 11
8 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air panas tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan 12
9 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut etanol benzena tiga jenis
bambu akibat berbeda perlakuan 12
10 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut NaOH 1% tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan 13
11 Perubahan nilai pH tiga jenis bambu akibat berbeda perlakuan 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis keragaman kadar komponen kimia tiga jenis bambu 18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
yaitu bambu sembilang, hitam, dan tali. Penelitian tentang perubahan komponen
kimia yang terjadi akibat proses modifikasi steam dan pembilasan pada ketiga
jenis bambu tersebut belum dilakukan.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh data jenis
bambu dengan perubahan komponen kimia yang memenuhi kriteria penggunaan
struktural OSB menentukan jenis bambu yang paling baik digunakan sebagai OSB
berdasarkan perubahan komponen kimia yang terjadi.
METODE
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2016 sampai Mei 2017 di
Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Laboratorium Biokomposit, dan
Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian
Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bambu tali, hitam, dan sembilang yang telah berumur ± 3 tahun dengan
diameter 10 – 25 cm diperoleh dari Desa Cibeureum Petir, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Bahan kimia sodium hidroksida (NaOH), etanol-benzena, air
destilata, asam sulfat (H2SO4), dan asam asetat (CH3COOH) digunakan untuk
analisis komponen kimia. Peralatan yang digunakan terdiri atas gergaji, wiley mill,
alat golok, oven, saringan 40-60 mesh, waterbath, neraca digital, peralatan gelas
laboratorium, UV-spektrofotometer, dan autoclave.
3
Prosedur Penelitian
Pembuatan Strand
Sampel dipotong untuk menghilangkan bagian buku, lalu dibuang bagian
kulit dan 1/3 bagian tengah batang bambu untuk meminimalisir kandungan zat
ekstraktif pada sampel uji. Batang bambu disayat tipis dengan tebal rata-rata 0.25
mm untuk dijadikan strand sehingga mudah untuk diberi perlakuan steam dan
pembilasan.
Perlakuan Steam
Strand disusun dalam wadah untuk diberi perlakuan steam. Proses steam
dilakukan dalam autoclave dengan suhu 126 ºC dan tekanan 0.14 MPa selama 60
menit.
Pembuatan Serbuk
Analisis komponen kimia menggunakan serbuk berukuran 40-60 mesh.
Penggilingan sampel uji dilakukan dengan menggunakan wiley mill. Serbuk
ukuran 40-60 mesh diperoleh melalui proses penyaringan bertingkat.
Penentuan Kadar Komponen Kimia Struktural
Penentuan Holoselulosa
Metode untuk menentukan holoselulosa mengacu pada Browning (1967).
Sampel sebanyak 2 g ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 80
ml air destilata, 1 g sodium klorit (NaClO2), serta 0.5 ml asam asetat glasial.
Sampel dipanaskan pada 70 - 80 oC menggunakan waterbath. Setiap 1 jam dari
waktu reaksi, ditambahkan 1 g NaClO2 dan 0.5 ml asam asetat sampai 4 kali
ulangan. Setelah residu berwarna keputih-putihan, sampel disaring dan dicuci
menggunakan air destilata panas dan 25 ml asam asetat 10%. Sampel dikeringkan
pada 103±2 oC selama 24 jam dan ditimbang sampai berat keringnya konstan.
Perhitungan kadar holoselulosa ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
( )
( )
4
Penentuan α-selulosa
Sampel holoselulosa sebanyak 1.5 g ditempatkan dalam erlenmeyer 250
ml dan ditambahkan 10 ml 17.5% NaOH pada suhu 20 oC serta diaduk sampai
sampel benar-benar terbasahi. Setelah itu, setiap interval waktu 5 menit
ditambahkan 5 ml NaOH 17.5%. Penambahan dilakukan sebanyak 3 kali sehingga
total volume NaOH 17.5% sebanyak 25 ml. Sampel didiamkan selama 30 menit,
lalu ditambahkan air destilata sebanyak 33 ml dan didiamkan kembali selama 1
jam pada suhu 20 oC. Sampel disaring dan dibilas dengan air destilata panas.
Setelah itu, sampel dibilas lagi dengan asam asetat 10% sebanyak 3 kali diikuti
dengan air destilata panas sampai bebas asam. Sampel dikeringtanurkan pada 103
± 2 oC selama 24 jam dan ditimbang sampai berat keringnya konstan. Perhitungan
kadar α-selulosa ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
( )
( )
Keterangan:
A : Nilai serapan pada alat spektrofotometer
5
Penentuan pH
Penentuan pH dilakukan menggunakan filtrat pada pengujian kelarutan
dalam air panas. Nilai pH filtrat diuji dengan pH meter.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor, yaitu faktor jenis bambu dengan 3 taraf
(sembilang, hitam, dan tali) dan jenis perlakuan dengan empat taraf (kontrol,
6
steam, steam+bilas air, dan steam+bilas NaOH 1%). Model umum rancangan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + αi +βj + (αβij) + εijk
Keterangan :
Yijk : nilai respon pada jenis bambu ke-i dan jenis perlakuan ke-j pada
ulangan ke-k
μ : nilai rataan umum pengamatan
αi : pengaruh faktor jenis bambu pada taraf ke-i
βj : pengaruh faktor jenis perlakuan pada taraf ke-j
i : jenis bambu (sembilang, hitam, dan tali)
j : jenis perlakuan (steam, steam+bilas air, dan steam+bilas NaOH 1%)
k : ulangan
εijk : pengaruh galat pada faktor jenis bambu ke-i dan jenis perlakuan ke-j
pada ulangan ke-k yang menyebar normal.
Jika hasil analisis tersebut menunjukan hasil yang signifikan, maka
dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat pengaruh yang berbeda nyata antar
jenis perlakuan.
Kadar Holoselulosa
a1 b1 c1
Kadar Holoselulosa (%)
90 a0
80 a0 a0 c0 bc0 b0 c0 bc0 b0
b0
c0 bc0
70
60
50
40
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 1 Perubahan kadar holoselulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam
+ bilas NaOH 1%; 0: faktor jenis perlakuan; 1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
7
Kadar α-selulosa
80 a1 b1 c1
Kadar α-selulosa (%)
70
60
50
40
30
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 2 Perubahan kadar α-selulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam
+ bilas NaOH 1%;1: faktor jenis bambu.
8
Kadar Hemiselulosa
25 a1 b1 a1
Kadar Hemiselulosa (%)
a0
20 a0
ab0 b0
15 ab0 b0 b0 b0
10 a0
ab0
b0 b0
5
0
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 3 Perubahan kadar hemiselulosa tiga jenis bambu akibat
berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%;1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
kadar hemiselulosa, namun masing-masing faktor berpengaruh nyata (P ≤ 0.05)
terhadap kadar hemiselulosa. Berdasarkan uji lanjut Duncan, faktor jenis bambu
9
sembilang berbeda nyata dengan bambu hitam, tetapi tidak berbeda nyata dengan
bambu tali. Hal tersebut diduga karena pola ikatan pembuluh yang bervariasi pada
setiap jenis bambu dan di setiap bagiannya (Nuriyatin 2012). Sementara itu, kadar
hemiselulosa kontrol berbeda nyata dengan kadar hemiselulosa dengan jenis
perlakuan lainnya. Perlakuan steam dan steam disertai dengan pembilasan terbukti
mampu menurunkan kadar hemiselulosa pada setiap jenis bambu. Hal tersebut
sesuai dengan laporan Kocaefe et al. (2008) yang mengatakan bahwa
hemiselulosa akan terdegradasi (depolimerisasi) oleh perlakuan panas.
Hemiselulosa merupakan komponen struktural yang memiliki struktur
amorf yang tidak teratur dan dapat menurunkan stabilitas dimensi produk OSB.
Dengan begitu, penurunan kadar hemiselulosa pada ketiga jenis bambu oleh
perlakuan steam dan steam disertai pembilasan diduga mampu meningkatkan
stabilitas dimensi OSB. Hal tersebut sesuai dengan laporan Maulana et al. (2016)
yang menunjukan bahwa sifat fisis, mekanis, dan keawetan OSB bambu betung
dan andong dapat ditingkatkan dengan perlakuan steam disertai pembilasan
dengan air dan larutan NaOH 1%.
Kadar lignin
45
Kadar Lignin Klason (%)
a1 b1 c1
40
35
30
25
20
15
10
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 4 Perubahan kadar lignin klason tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan.: : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam +
bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Kadar lignin terlarut asam tertinggi terdapat pada bambu sembilang kontrol
yaitu sebesar 2.37% dan terendah pada bambu tali steam dengan pembilasan air
yaitu sebesar 0.70% (Gambar 5). Kadar lignin terlarut asam setiap bambu
memiliki kadar lignin terlarut asam berbeda yang diduga disebabkan oleh
perbedaan jenis.
10
3.00
a1 b1 c1
Kadar Lignin Terlarut 2.50
a0 ab0
ab0
Asam (%) b0
2.00
1.50 a0 ab0 ab0 b0 a0
1.00 ab0 ab0 b0
0.50
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 5 Perubahan kadar lignin terlarut asam tiga jenis bambu akibat
berbeda perlakuan.: : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Kadar lignin total yang diperoleh dari setiap perlakuan untuk setiap jenis
bambu didapatkan dari penjumlahan kadar lignin klason dan lignin terlarut asam.
Kadar lignin total tertinggi terdapat pada bambu hitam kontrol yaitu sebesar
40.81% dan terendah pada bambu tali steam dengan pembilasan oleh air yaitu
sebesar 20.45% (Gambar 6). Kadar lignin total akibat perlakuan steam dan
pembilasan secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang signifikan.
50 a1 b1 c1
Kadar lignin total (%)
40
30
20
10
0
sembilang hitam tali
Jenis bambu
Gambar 6 Perubahan kadar lignin total tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam +
bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
lignin klason, lignin terlarut asam, dan lignin total, namun faktor jenis bambu
berpengaruh sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap kadar lignin klason, lignin terlarut
asam, serta lignin total ketiga jenis bambu tersebut. Sementara itu, faktor jenis
perlakuan hanya memberikan pengaruh yang nyata (P ≤ 0.05) terhadap kadar
lignin terlarut asam dari setiap jenis bambu. Berdasarkan uji lanjut Duncan, setiap
faktor jenis bambu berbeda nyata dengan faktor jenis bambu lainnya, sedangkan
pada kadar lignin terlarut asam, jenis perlakuan steam disertai pembilasan NaOH
1% berbeda nyata dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan
steam serta steam disertai pembilasan dengan air.
Perbedaan kadar lignin diduga akibat perbedaan kandungan monomer
guaiasil, metoksil dan proporsi siringil dalam lignin pada setiap jenis bambu
(Akiyama et al. 2003; Musha dan Goring 1974). Lignin merupakan komponen
11
yang cukup kuat dan sangat stabil terhadap perlakuan panas. Yildiz et al. (2006)
melaporkan bahwa lignin merupakan komponen kayu yang stabil meski mendapat
perlakuan panas pada suhu di atas 200 oC.
a1 b1 c1
12.00 a0 ab0 b0 b0
10.00 a0
a0 ab0 ab0
8.00 b0 b0 b0 b0
6.00
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 7 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air dingin tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%; 0: faktor jenis perlakuan; 1: faktor
jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
kadar ekstraktif terlarut air dingin, namun masing-masing faktor berpengaruh
nyata (P ≤ 0.05) terhadap kadar ekstraktif terlarut air dingin. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa setiap faktor jenis bambu berbeda nyata dengan
faktor jenis bambu lainnya, sedangkan kadar ekstraktif terlarut air dingin kontrol
berbeda nyata dengan jenis perlakuan steam disertai pembilasan baik oleh air
maupun NaOH 1%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan steam.
Kadar Ekstraktif Terlarut Air Panas
Zat ekstraktif yang terlarut selama proses ekstraksi air panas antara lain
yaitu tanin, getah, gula, bahan pewarna, dan pati (Fengel dan Wegener 1984).
Kelarutan ekstraktif dalam air panas tertinggi terdapat pada bambu sembilang
kontrol dan bambu sembilang dengan perlakuan steam disertai pembilasan NaOH
1% dan terkecil pada bambu tali dengan perlakuan steam disertai pembilasan oleh
air destilata (Gambar 8).
12
e d a a h g f f d cd b bc
Kadar zat ekstraktif (%)
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 9 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut etanol benzena tiga jenis
bambu akibat berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam +
bilas air, dan : steam + bilas NaOH 1%.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bambu
dengan jenis perlakuan berpengaruh sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap penurunan
13
kadar ekstraktif terlarut etanol-benzena untuk setiap jenis bambu. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa kadar ekstraktif terlarut etanol-benzena untuk setiap
interaksi pada setiap jenis bambu memiliki perbedaan yang nyata terkecuali antara
perlakuan steam disertai pembilasan air dengan steam disertai pembilasan NaOH
1% pada setiap jenis bambu, lalu antara bambu tali kontrol dengan bambu tali
steam, serta antara bambu tali steam dengan bambu tali steam disertai pembilasan
NaOH 1%.
Lukmandaru (2009) melaporkan bahwa zat ekstraktif yang terlarut dalam
etanol-benzena merupakan senyawa-senyawa terpenoid sampai fenolat, atau
hampir semua kelompok senyawa. Secara visual, semakin gelap warna kayu,
maka semakin tinggi kadar ekstraktif yang terlarut etanol benzena. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu tingginya kadar ekstraktif terlarut etanol
benzena pada bambu hitam yang memiliki warna paling gelap dibandingkan
dengan bambu lainnya. Setiadi (2009) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar
zat ekstraktif seperti lilin, resin, lemak, minya dan tannin yang terkandung dalam
bambu, maka bambu tersebut tidak cocok digunakan untuk bahan baku pulp dan
papan komposit.
Kadar Ekstraktif Terlarut NaOH 1%
Kadar ekstraktif yang terlarut dalam pelarut NaOH 1% tertinggi terdapat
pada bambu sembilang kontrol yaitu sebesar 30.99%, sedangkan terendah terdapat
pada bambu tali dengan perlakuan steam disertai pembilasan oleh NaOH 1% yaitu
sebesar 19.24% (Gambar 9). Zat ekstraktif yang terlarut dalam pelarut NaOH 1%
lignin berbobot molekul rendah, pentosan, dan heksosan (Fatriasari dan Hermiati
2008).
40 a a b b c c c c c c c c
Kadar zat ekstraktif (%)
30
20
10
0
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 10 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut NaOH 1% tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bambu
dengan jenis perlakuan berpengaruh nyata (P ≤ 0.05) terhadap penurunan kadar
ekstraktif terlarut NaOH 1%. Penurunan nilai kadar ekstraktif terlarut NaOH 1%
disebabkan oleh zat ekstraktif yang terdegradasi selama proses steam dan terbilas
oleh air destilata serta NaOH 1%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar
ekstraktif larut NaOH 1% pada bambu sembilang terdapat perbedaan yang nyata
antara kadar ekstraktif sembilang kontrol dengan kadar ekstraktif sembilang
dengan perlakuan steam disertai pembilasan, tetapi tidak berbeda nyata dengan
kadar ekstraktif sembilang steam. Semua interaksi antara jenis bambu dan jenis
perlakuan pada bambu sembilang berbeda nyata dengan interaksi kedua faktor
14
pada jenis bambu lainnya. Sementara itu, interaksi faktor jenis bambu dan jenis
perlakuan pada bambu hitam dan tali tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Penentuan kadar ekstraktif terlarut NaOH 1% dapat diajdikan penduga keberadaan
karbohidrat dan komponen berbobot molekul rendah serta tingkat degradasi
komponen kimia kayu oleh organisme perusak (Setiadi 2009).
Nilai pH
Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman suatu substrat. Nilai pH pada
setiap bambu dengan berbagai perlakuan memiliki kecenderungan yang relatif
sama. Nilai pH tertinggi terdapat pada bambu hitam dengan perlakuan steam
disertai pembilasan NaOH 1% yaitu sebesar 6.76, sedangkan nilai pH terendah
terdapat pada bambu tali dengan perlakuan steam yaitu sebesar 4.94 (Gambar 11).
14.00
a1 a1 b1
12.00
10.00
Nilai pH
8.00 b0 a0 ab0 c0 c0
b0 ab0 c0
6.00 a0 b0 a0 ab0
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 11 Perubahan nilai pH tiga jenis bambu akibat berbeda perlakuan. : :
kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam + bilas NaOH 1%
0: faktor jenis perlakuan; 1: faktor jenis bambu.
Simpulan
Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan zat ekstraktif apa saja
yang terlarut pada perlakuan steam dan steam disertai pembilasan secara spesifik.
Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian terkait pengujian lainnya terhadap
strand dari bambu yang telah mengalami perlakuan steam serta pembilasan untuk
mengetahui faktor-faktor lain yang menyebabkan meningkatnya kualitas produk
OSB.
DAFTAR PUSTAKA
Berlian NV, Rahayu E. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Jakarta (ID): PT
Penebar Swadaya.
Bobleter O. 1994. Hydrothermal degradation of polymers derivied from plants.
Prog. Polym. Sci. 19: 797-841.
Boonstra MJ, Tjeerdsma B. 2006. Chemical analysis of heat treated softwoods.
Holz als Roh- und Werkstoff. 64: 204–211.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Produksi Kehutanan. Jakarta (ID):
Badan Pusat Statistik Indonesia.
Browning B L. 1967. Methods of Wood Chemistry Vol. II. New York (USA):
Interscience Publishers.
Dence C W. 1992. Springer Series in Wood Science Methods in Lignin Chemistry.
Berlin (DE): Springer Berlin Heidelberg.
Esteves B, Pereira H. 2009. Wood modification by heat treatment: A review.
BioResour. 4(1): 370-404.
Fatrawana A, Nawawi DS, Febrianto F, Sari RK. 2016. Chemical component
change and wettability analysis of betung bamboo (Dendrocalamus asper)
strand under various treatment. Makalah. Dalam : The 6th International
Symposium for Sustainable Humanosphere (ISSH) A Forum of
Humanosphere Science School (HSS) di Bogor, 15-16 November 2016.
Fatriasari W, Hermiati E. 2008. Analisis morfologi serat dan sifat fisis-kimia pada
enam jenis bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas. JITHH. 1(2): 67-72.
Febrianto F, Jang JH, Lee SH, Santosa IA, Hidayat W, Kwon JH, Kim NH. 2014.
Effect of bamboo species and resin content on properties of OSBs prepared
from steam-treated bamboo strands. J. Wood. Sci. (reviewed).
Febrianto F, Sumardi I, Hidayat W, Maulana S. 2017. Papan Untai Bambu
Berarah: Material Unggul untuk Komponen Bahan Bangunan Struktural.
Bogor (ID): IPB Press.
Fengel D, Wegener G. 1984. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Hardjono
Sastrohamidjojo, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.
Terjemahan dari: Wood Chemistry Ultrastructure Reactions.
Hilmanto R. 2010. Peran bambu betung (Dendrocalamus asper) pada
kualitaspengelolaan lahan. Widyaresearch.13(1): 23-28.
Kocaefe D, Poncsak S, Boluk Y. 2008. Effect of thermal treatment on the
chemical comosotion and mechanical properties of birch and aspen.
BioResour. 3(2): 517-537.
Lukmandaru G. 2009. Pengukuran kadar ekstraktif dan sifat warna pada kayu
teras jati doreng (Tectona grandis). J. For. Sci. 3(2): 67-72.
Matsushita Y, Kakehi A, Miyawaki S, Yasuda S. 2004. Formation and chemical
structures of acid soluble lignin ii: reaction of aromatic nuclei model
compound with xylan in the presence of a counterpart for condensation, and
behavior of lignin model compound with guaiacyl and syringyl nucleiin
72% sulfuric acid. J. Wood. Sci. 50: 136-141.
Maulana S, Febrianto F, Sari RK, Nurdiansyah GM, Sembiring IM. 2016.
Improvement properties of bamboo oriented strand board via steam
modification. Makalah. Dalam : The 6th International Symposium for
Sustainable Humanosphere (ISSH) A Forum of Humanosphere Science
School (HSS) di Bogor, 15-16 November 2016.
17
Milasari YH. 2013. Peranan cacing tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah pada
berbagai tipe tutupan lahan di Dramaga Bogor. [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Musha Y, Goring DAI. 1974. Klason and acid soluble lignin content of hardwood.
J. Wood Sci. 7:133-134.
Nuriyatin N. 2012. Pola ikatan pembuluh bambu sebagai penduga pemanfaatan
bambu. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pizzi A. 1983. Wood Adhesives. New York (USA): Marcel Dekker, INC.
Putra BM. 2014. Ketahanan oriented strand board dari bambu betung
(Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne) terhadap cuaca
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rowell R, Lange S, McSweeny J, Davis M. 2002. Modification of wood fiber
using steam. Di dalam: Philip E. Humphrey, editor. The 6th Pacificrim Bio-
Based Composites Symposium & Workshop On The Chemical Modification
Of Cellulosics: 2002 Oktober 27; Oregon, USA. Oregon (USA): Wood
Science and Engineering Department, Oregon State University. 606-615.
[SBA] Structural Board Association. 2005. Oriented strand board in wood frame
construction. Canada (CA): Structural Board Association.
Setiadi A. 2009. Sifat kimia beberapa jenis bambu pada empat tipe ikatan
pembuluh. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[TAPPI] Technical Association of the Pulp and Paper Industry. 1991. TAPPI Test
methods. Vol.1. Atlanta: TAPPI Press.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties,
Utilization. New York (USA): Van Nostrand Reindhold.
Wang Z, Yang X, Sun B, Chai Y, Liu J, Cao J. 2016. Effect of vacum heat
treatment on the chemical composition of larch wood. BioResour. 11(3):
5743-5750.
Widjaya EA. 2012. The utilization of bamboo: at present and for the future.
Center for Forest Productivity Improvement Research and Development.
International Seminar Strategies and Challenges on Bamboo and Potential
Non Timber Forest Products (NTFP) Management and Utilization: 2011
November 23-24; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Litbang Peningkatan
Produktivitas Hutan.79-85.
Yildiz S, Gezer ED, Yildiz UC. 2006. Mechanical and chemical behavior of
spruce wood modified by heat. Build Environment. 41: 1762–1766.
18
Lampiran 1 Hasil analisis keragaman kadar komponen kimia tiga jenis bambu
Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 9.150a 11 .832 9.175 .000
Intercept 838.511 1 838.511 9249.131 .000
faktorA 3.428 2 1.714 18.906 .000
faktorB 4.589 3 1.530 16.873 .000
faktorA * faktorB 1.133 6 .189 2.082 .132
Error 1.088 12 .091
Total 848.748 24
Corrected Total 10.238 23
a. R Squared = .894 (Adjusted R Squared = .796)
21
RIWAYAT HIDUP