Anda di halaman 1dari 31

PERUBAHAN KADAR KOMPONEN KIMIA PADA

BAMBU SEMBILANG, HITAM, DAN TALI AKIBAT PROSES


STEAM DAN PEMBILASAN

RIO ARDIANSYAH MURDA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Kadar


Komponen Kimia pada Bambu Sembilang, Hitam, dan Tali akibat Proses Steam
dan Pembilasan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2017

Rio Ardiansyah Murda


NIM E24130015
ABSTRAK
RIO ARDIANSYAH MURDA. Perubahan Kadar Komponen Kimia pada Bambu
Sembilang, Hitam, dan Tali akibat Proses Steam dan Pembilasan. Dibimbing oleh
FAUZI FEBRIANTO dan DEDED SARIP NAWAWI.

Bambu memiliki prospek yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku
komposit seperti Oriented Strand Board (OSB). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa perlakuan steam dan pembilasan dengan air dan NaOH 1%
dapat meningkatkan sifat-sifat OSB yang diduga akibat perubahan kadar
komponen kimia bambu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan
kadar komponen kimia bambu jenis sembilang (Dendrocalamus giganteus
Munro), bambu hitam (Gigantochloa nigrocillata Kurz.), dan bambu tali (G. apus
(Bl.ex Schult.f.)) akibat perlakuan steam dan pembilasan. Komponen kimia bambu
dianalisis menggunakan metode yang mengacu pada standar Technical Association
of the Pulp and Paper Industry (TAPPI). Hasil penelitian menunjukkan perubahan
kadar komponen kimia bambu yang paling signifikan terjadi pada kadar
holoselulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan nilai pH. Penurunan kadar
hemiselulosa, penurunan kadar zat ekstraktif, dan peningkatan nilai pH akibat
perlakuan steam disertai pembilasan NaOH 1% akan mampu meningkatkan
kualitas perekatan pada OSB.

Kata kunci : bambu, modifikasi steam, strand, komponen kimia

ABSTRACT

RIO ARDIANSYAH MURDA. Changes of Chemical Components in Three


Species of Bamboo Treated by Steam and Rinsing Processes. Supervised by
FAUZI FEBRIANTO and DEDED SARIP NAWAWI.
Bamboo has good prospects for composite raw materials such as Oriented
Strand Board (OSB). Previous research has shown that steam and rinsing with
water and 1% NaOH solution treatments improved the properties of OSB, which
might be caused by changing in the chemical components content of bamboo.
This study aimed to determine the changing of chemical components content of
sembilang bamboo (Dendrocalamus giganteus Munro), black bamboo
(Gigantochloa nigrocillata Kurz.), and tali bamboo (G. apus (Bl.ex Schult.f.)) due
to steam and rinsing treatment. The chemical components of bamboo were analyzed
referring to the Technical Association of the Pulp and Paper Industry standards
(TAPPI). The results showed that the most significant changes in the chemical
components content of bamboo occured for holocellulose, hemicellulose,
extractive contents, and pH values. The decreasing of hemicellulose, extractive
contents, and increasing pH values due to the steam and 1% NaOH rinsing
treatment may improve the adhesion quality of OSB.

Keywords: bamboo, steam modification, strand, chemical components


PERUBAHAN KADAR KOMPONEN KIMIA PADA BAMBU
SEMBILANG, HITAM, DAN TALI AKIBAT PROSES STEAM
DAN PEMBILASAN

RIO ARDIANSYAH MURDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
Judul Skripsi : Perubahan Kadar Komponen Kimia pada Bambu Sembilang,
Hitam, dan Tali akibat Proses Steam dan Pembilasan
Nama : Rio Ardiansyah Murda
NIM : E24130015

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. Dr. Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.
Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan
judul Perubahan Kadar Komponen Kimia pada Tiga Jenis Bambu akibat Proses
Steam dan Pembilasan ini diharapkan mampu menjadi referensi acuan untuk
pengembangan produk komposit dari bambu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dan
Dr. Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Almarhum Bapak Supriatin dan Bapak
Gunawan selaku laboran Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang telah membantu
pengadaan bahan baku serta bahan kimia untuk penelitian saya. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Papah, Mamah, Kakak, dan seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada
sahabat, teman, dan rekan-rekan khususnya THH 50, SPR, Frekwensi Company,
penghuni THE ACE, penghuni Kosami, DKM ‘Ibaadurrahmaan, dan Jarfis yang
telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan
skripsi saya, serta kepada semua orang yang berjasa membantu saya selama ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2017

Rio Ardiansyah Murda


DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Tempat dan Waktu Penelitian 2
Bahan dan Alat Penelitian 2
Prosedur Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Komponen Kimia Struktural 6
Komponen Kimia Non Struktural 11
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR GAMBAR
1 Perubahan kadar holoselulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 6
2 Perubahan kadar α-selulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 7
3 Perubahan kadar hemiselulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 8
4 Perubahan kadar lignin klason tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 9
5 Perubahan kadar lignin terlarut asam tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 10
6 Perubahan kadar lignin total tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan 10
7 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air dingin tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan 11
8 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air panas tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan 12
9 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut etanol benzena tiga jenis
bambu akibat berbeda perlakuan 12
10 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut NaOH 1% tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan 13
11 Perubahan nilai pH tiga jenis bambu akibat berbeda perlakuan 14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis keragaman kadar komponen kimia tiga jenis bambu 18
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu merupakan tumbuhan yang memiliki ketersediaan serta keragaman


jenis yang melimpah di Indonesia. Ketersediaan bambu yang melimpah membuat
tumbuhan tersebut banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Indonesia mampu
memproduksi 9 694 131 batang bambu pada tahun 2015 (BPS 2016). Selain itu,
terdapat 1 250 jenis bambu di dunia, 160 jenis di antaranya terdapat di Indonesia
dan 122 jenis merupakan endemik Indonesia (Widjaya 2012). Pulau dengan
produksi bambu paling besar adalah Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 6.14
juta batang (63.38%) diikuti oleh Pulau Jawa sebanyak 3.12 juta batang (32.21%),
Pulau Sumatera sebanyak 0.24 juta batang (2.50%), sedangkan sisanya sebanyak
0.19 juta batang (1.91%) diproduksi di Pulau Sulawesi (BPS 2016). Pemanfaatan
bambu untuk bahan bangunan mencapai 80% dan selebihnya dimanfaatkan
sebagai bahan baku kerajinan, furnitur, chopstick, industri pulp dan kertas, serta
keperluan lainnya (Berlian dan Rahayu 1995). Sebagai bahan bangunan, bambu
memiliki beberapa keunggulan antara lain harganya murah, batangnya kuat, ulet,
lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, mudah dikerjakan, dan ringan
sehingga mudah diangkut (Febrianto et al. 2017). Bambu juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu diameter yang terbatas, variabilitas sifat fisis (kerapatan) yang
cukup besar antara pangkal, tengah, dan ujung, dan rentan terhadap serangan
rayap dan bubuk kayu kering (Febrianto et al. 2014). Teknologi konversi bambu
menjadi produk komposit adalah salah satu cara untuk menutupi kekurangan
bambu.
Oriented strand board (OSB) berbahan baku bambu adalah produk
komposit yang sedang dikembangkan saat ini. OSB merupakan panel kayu untuk
penggunaan struktural yang terbuat dari strand kayu yang direkat dengan perekat
eksterior (SBA 2005; APA 2012; Tsoumis 1991). Penggunaan bambu sebagai
bahan baku OSB terbukti menghasilkan produk yang lebih unggul dibandingkan
dengan OSB yang terbuat dari kayu berdasarkan uji sifat fisis, mekanis, serta
efisiensi penggunaan bahan baku (Febrianto et al. 2014). Sifat fisis dan mekanis
OSB dipengaruhi oleh perlakuan steam, kadar perekat, dan lama pemaparan pada
cuaca. Sifat mekanis OSB bambu dengan perlakuan steam lebih baik
dibandingkan dengan OSB tanpa perlakuan (Putra 2014). Akan tetapi, perlakuan
steam pada strand menyebabkan sifat fisis yang cenderung lebih rendah. Menurut
Maulana et al. (2016), sifat fisis, mekanis, dan keawetan OSB bambu betung dan
andong dapat ditingkatkan dengan perlakuan pembilasan setelah proses steam
dengan air dan larutan NaOH 1%. Hal tersebut diduga terjadi karena zat ekstraktif
pada permukaan strand yang terkumpul setelah proses steam terbilas oleh air dan
larutan NaOH 1% sehingga kontak antara strand dan perekat menjadi lebih baik.
Perlakuan steam pada strand dapat meningkatkan sifat mekanis dan
stabilitas dimensi OSB. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan gugus gula bebas
menjadi furan resin, khususnya pada suhu tinggi (Rowell et al. 2002). Perlakuan
steam dan pembilasan pada strand bambu betung dapat menurunkan kadar
holoselulosa, kadar zat ekstraktif, dan memperbesar nilai sudut kontak (Fatrawana
et al. 2016). Selain bambu betung, jenis-jenis bambu yang dapat dijadikan OSB
2

yaitu bambu sembilang, hitam, dan tali. Penelitian tentang perubahan komponen
kimia yang terjadi akibat proses modifikasi steam dan pembilasan pada ketiga
jenis bambu tersebut belum dilakukan.
Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh


perlakuan steam dan pembilasan terhadap sifat kimia bambu melalui penentuan
kadar holoselulosa, α-selulosa, lignin klason, lignin terlarut asam, zat ekstraktif
larut air dingin, zat ekstraktif larut air panas, zat ekstraktif larut etanol-benzena,
dan pH bambu hitam, tali, dan sembilang?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan sifat kimia yang


terjadi pada bambu hitam, tali, dan sembilang akibat perlakuan steam dan
pembilasan serta membandingkan perubahan komponen kimia pada tiga jenis
bambu tersebut.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh data jenis
bambu dengan perubahan komponen kimia yang memenuhi kriteria penggunaan
struktural OSB menentukan jenis bambu yang paling baik digunakan sebagai OSB
berdasarkan perubahan komponen kimia yang terjadi.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2016 sampai Mei 2017 di
Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Laboratorium Biokomposit, dan
Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian
Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian

Bambu tali, hitam, dan sembilang yang telah berumur ± 3 tahun dengan
diameter 10 – 25 cm diperoleh dari Desa Cibeureum Petir, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Bahan kimia sodium hidroksida (NaOH), etanol-benzena, air
destilata, asam sulfat (H2SO4), dan asam asetat (CH3COOH) digunakan untuk
analisis komponen kimia. Peralatan yang digunakan terdiri atas gergaji, wiley mill,
alat golok, oven, saringan 40-60 mesh, waterbath, neraca digital, peralatan gelas
laboratorium, UV-spektrofotometer, dan autoclave.
3

Prosedur Penelitian

Prosedur dalam pembuatan OSB meliputi pembuatan strand, perlakuan


steam, pembilasan, pengeringan, penyimpanan, pembuatan serbuk, pengujian
kadar ekstraktif, pengujian kadar holoselulosa dan α-selulosa, pengujian lignin
klason, dan pengujian acid soluble lignin.

Pembuatan Strand
Sampel dipotong untuk menghilangkan bagian buku, lalu dibuang bagian
kulit dan 1/3 bagian tengah batang bambu untuk meminimalisir kandungan zat
ekstraktif pada sampel uji. Batang bambu disayat tipis dengan tebal rata-rata 0.25
mm untuk dijadikan strand sehingga mudah untuk diberi perlakuan steam dan
pembilasan.

Perlakuan Steam
Strand disusun dalam wadah untuk diberi perlakuan steam. Proses steam
dilakukan dalam autoclave dengan suhu 126 ºC dan tekanan 0.14 MPa selama 60
menit.

Pembilasan dan Pengeringan


Pembilasan sampel menggunakan air destilata dan NaOH 1% dengan
tujuan untuk menghilangkan zat ekstraktif yang masih melekat pada sampel uji.
Strand dipisahkan menjadi 3 sampel. Salah satu dari tiga sampel tersebut tidak
dibilas, satu dibilas dengan air destilata, dan yang lainnya dibilas dengan 1%
NaOH. Setelah pembilasan, sampel dikeringkan pada kondisi suhu kamar. Strand
dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 60 ºC sampai kadar air strand
mencapai 10%.

Pembuatan Serbuk
Analisis komponen kimia menggunakan serbuk berukuran 40-60 mesh.
Penggilingan sampel uji dilakukan dengan menggunakan wiley mill. Serbuk
ukuran 40-60 mesh diperoleh melalui proses penyaringan bertingkat.
Penentuan Kadar Komponen Kimia Struktural
Penentuan Holoselulosa
Metode untuk menentukan holoselulosa mengacu pada Browning (1967).
Sampel sebanyak 2 g ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 80
ml air destilata, 1 g sodium klorit (NaClO2), serta 0.5 ml asam asetat glasial.
Sampel dipanaskan pada 70 - 80 oC menggunakan waterbath. Setiap 1 jam dari
waktu reaksi, ditambahkan 1 g NaClO2 dan 0.5 ml asam asetat sampai 4 kali
ulangan. Setelah residu berwarna keputih-putihan, sampel disaring dan dicuci
menggunakan air destilata panas dan 25 ml asam asetat 10%. Sampel dikeringkan
pada 103±2 oC selama 24 jam dan ditimbang sampai berat keringnya konstan.
Perhitungan kadar holoselulosa ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
( )
( )
4

Penentuan α-selulosa
Sampel holoselulosa sebanyak 1.5 g ditempatkan dalam erlenmeyer 250
ml dan ditambahkan 10 ml 17.5% NaOH pada suhu 20 oC serta diaduk sampai
sampel benar-benar terbasahi. Setelah itu, setiap interval waktu 5 menit
ditambahkan 5 ml NaOH 17.5%. Penambahan dilakukan sebanyak 3 kali sehingga
total volume NaOH 17.5% sebanyak 25 ml. Sampel didiamkan selama 30 menit,
lalu ditambahkan air destilata sebanyak 33 ml dan didiamkan kembali selama 1
jam pada suhu 20 oC. Sampel disaring dan dibilas dengan air destilata panas.
Setelah itu, sampel dibilas lagi dengan asam asetat 10% sebanyak 3 kali diikuti
dengan air destilata panas sampai bebas asam. Sampel dikeringtanurkan pada 103
± 2 oC selama 24 jam dan ditimbang sampai berat keringnya konstan. Perhitungan
kadar α-selulosa ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

( )

Penentuan lignin klason


Metode untuk menentukan lignin klason merujuk kepada Dence (1992).
Sampel bebas ekstraktif seberat 500 mg ditempatkan dalam gelas piala 50 ml, dan
5 ml asam sulfat 72% ditambahkan secara bertahap sambil diaduk. Sampel
disimpan dalam bath pada 20 ± 1 oC selama 3 jam dan sesekali diaduk. Sampel
dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan diencerkan hingga konsentrasi asam
sulfat 3 % yaitu dengan penambahan air hingga total volume 196 ml. Sampel
dipanaskan dalam autoclave selama 30 menit pada suhu 121 oC. Sampel disaring
dengan gelas filter dan dikeringkan pada 103 ± 2 oC selama 24 jam lalu ditimbang
sampai berat keringnya konstan. Kadar lignin klason dihitung dengan rumus :

( )

Penentuan lignin terlarut asam


Kadar lignin terlarut asam diukur bersamaan dengan penentuan lignin
klason merujuk pada metode yang dijelaskan oleh Dence (1992). Volume filtrat
pada pengujian lignin klason digenapkan menjadi 500 ml. Filtrat tersebur diuji
dengan alat spektrofotometer untuk menentukan lignin terlarut asam. Pengukuran
dilakukan dengan penyerapan UV pada panjang gelombang 205 nm dengan
menggunakan koefisien absorbansi 110 L/g.cm. Pengukuran blanko menggunakan
larutan asam sulfat 72% hasil pengenceran dari 5 ml menjadi 500 ml. Kadar lignin
terlarut asam dihitung dengan rumus :

Keterangan:
A : Nilai serapan pada alat spektrofotometer
5

: Faktor pengenceran larutan


CV : Konsentrasi lignin terlarut asam (g/l)

Penentuan Kadar Komponen Kimia Non-struktural


Penentuan ekstraktif laurt Air Dingin
Sampel (2 g) ditempatkan dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 300
ml air destilata. Ekstraksi dilakukan pada 23 ± 2 °C selama 48 jam. Sampel
disaring dan dicuci dengan 200 ml air destilata dingin. Sampel dikeringkan pada
103 ± 2 °C sampai berat keringnya konstan.
Penentuan ekstraktif larut air panas
Sampel (2 g) dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
100 ml air destilata panas. Sampel diekstraksi selama 3 jam pada suhu 100 oC.
Sampel disaring dan dicuci dengan 200 ml air panas. Sampel dikeringkan pada
103 ± 2 °C sampai berat keringnya konstan.
Penentuan ekstraktif larut NaOH 1%
Pengukuran kadar zat ekstraktif terlarut dalam NaOH 1% mengacu pada
standar TAPPI T 212 om 88. Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1%. Erlenmeyer ditempatkan
dalam waterbath dengan tingkat air dalam bak di atas air dalam erlenmeyer
selama 60 menit. Larutan diaduk dengan pengaduk kaca saat pemanasan 10, 15
dan 25 menit. Sampel dicuci dengan air panas dan ditambahkan 25 ml asam asetat
10% sebanyak 2 kali. Sampel dicuci kembali dengan air panas hingga bebas asam.
Sampel dikeringkan pada 103 ± 2 °C sampai bobot keringnya konstan.
Penentuan ekstraktif larut etanol-benzena
Pengukuran kadar zat ekstraktif mengacu pada standar TAPPI T 204 om 88.
Sampel sebanyak 2 g ditempatkan dalam timbel kertas yang telah diketahui
bobotnya. Sampel dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi dengan larutan
alkohol : benzena (1:2) selama 6-8 jam. Sampel dicuci dengan etanol dan diangin-
anginkan. Sampel dikeringkan pada suhu 103 ± 2 °C hingga bobot keringnya
konstan.
Kadar zat ekstraktif dihitung dengan rumus:

Penentuan pH
Penentuan pH dilakukan menggunakan filtrat pada pengujian kelarutan
dalam air panas. Nilai pH filtrat diuji dengan pH meter.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor, yaitu faktor jenis bambu dengan 3 taraf
(sembilang, hitam, dan tali) dan jenis perlakuan dengan empat taraf (kontrol,
6

steam, steam+bilas air, dan steam+bilas NaOH 1%). Model umum rancangan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + αi +βj + (αβij) + εijk
Keterangan :
Yijk : nilai respon pada jenis bambu ke-i dan jenis perlakuan ke-j pada
ulangan ke-k
μ : nilai rataan umum pengamatan
αi : pengaruh faktor jenis bambu pada taraf ke-i
βj : pengaruh faktor jenis perlakuan pada taraf ke-j
i : jenis bambu (sembilang, hitam, dan tali)
j : jenis perlakuan (steam, steam+bilas air, dan steam+bilas NaOH 1%)
k : ulangan
εijk : pengaruh galat pada faktor jenis bambu ke-i dan jenis perlakuan ke-j
pada ulangan ke-k yang menyebar normal.
Jika hasil analisis tersebut menunjukan hasil yang signifikan, maka
dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat pengaruh yang berbeda nyata antar
jenis perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen Kimia Struktural

Kadar Holoselulosa

Holoselulosa merupakan fraksi total dari karbohidrat yang terdiri atas


selulosa dan hemiselulosa. Kadar holoselulosa tertinggi dimiliki oleh bambu tali
kontrol yaitu 79.50% dan terendah pada bambu sembilang dengan perlakuan
steam yaitu 67.60% (Gambar 1). Perlakuan steam dan steam disertai pembilasan
menyebabkan penurunan kadar holoselulosa bambu sembilang, hitam, dan tali.
Jenis bambu dengan penurunan kadar holoselulosa tertinggi akibat perlakuan
steam dan pembilasan yaitu bambu sembilang.

a1 b1 c1
Kadar Holoselulosa (%)

90 a0
80 a0 a0 c0 bc0 b0 c0 bc0 b0
b0
c0 bc0
70
60
50
40
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 1 Perubahan kadar holoselulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam
+ bilas NaOH 1%; 0: faktor jenis perlakuan; 1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
7

kadar holoselulosa, namun masing-masing faktor berpengaruh sangat nyata (P ≤


0.01) terhadap kadar holoselulosa. Berdasarkan uji lanjut Duncan, setiap faktor
jenis bambu berbeda nyata dengan faktor jenis bambu lainnya. Sementara itu,
kadar holoselulosa kontrol dan kadar holoselulosa steam masing-masing berbeda
nyata dengan semua perlakuan lainnya, sedangkan kadar holoselulosa steam
dilanjutkan pembilasan air berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan steam,
tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan steam disertai pembilasan NaOH 1%.
Pola ikatan pembuluh setiap jenis bambu menyebabkan perbedaan kadar
holoselulosa. Bambu sembilang memiliki pola ikatan pembuluh tipe 3 yang
tersusun atas satu ikatan pembuluh pusat dan satu ikatan serabut, sedangkan
bambu hitam dan tali memiliki pola ikatan pembuluh tipe gabungan 3 dan 4
dengan dominasi tipe 4 yang tersusun atas ikatan pembuluh pusat dan dua ikatan
serabut (Setiadi 2009). Jumlah ikatan serabut yang lebih banyak pada pola ikatan
pembuluh tipe 4 yang diduga menyebabkan kadar holoselulosa bambu hitam dan
tali lebih tinggi dibandingkan dengan bambu sembilang. Struktur holoselulosa
bambu sembilang lebih rentan terhadap perlakuan panas dibandingkan dengan
jenis bambu hitam dan tali. Perlakuan steam dan pembilasan menurunkan kadar
hemiselulosa yang diketahui dapat terdegradasi akibat perlakuan secara termal,
sehingga menyebabkan penurunan kadar holoselulosa secara keseluruhan (Fengel
dan Wegener 1984). Kadar holoselulosa menurun selama perlakuan panas yang
disebabkan oleh depolimerisasi hemiselulosa selama hidrotermolisis dan
degradasi sebagian selulosa selama pengkondisian (Boonstra dan Tjeerdsma
2006).

Kadar α-selulosa

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari α-selulosa, β-selulosa,


dan γ-selulosa. Komponen selulosa yang tidak larut dalam basa kuat disebut α-
selulosa (Bobleter 1994). Kadar α-selulosa tertinggi terdapat pada perlakuan
steam bilas air dan steam bilas NaOH 1% untuk setiap jenis bambu, sedangkan
jenis bambu dengan kadar α-selulosa tertinggi yaitu bambu hitam (Gambar 2).

80 a1 b1 c1
Kadar α-selulosa (%)

70
60
50
40
30
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 2 Perubahan kadar α-selulosa tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam
+ bilas NaOH 1%;1: faktor jenis bambu.
8

Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis


bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
kadar α-selulosa, namun faktor jenis bambu berpengaruh nyata (P ≤ 0.05)
terhadap kadar α-selulosa. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa setiap faktor
jenis bambu berbeda nyata dengan faktor jenis bambu lainnya.
Kadar α-selulosa pada bambu dengan pola ikatan pembuluh tipe 4 memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe 3 yang disebabkan perbedaan
jumlah ikatan serabut pada kedua tipe pola ikatan pembuluh tersebut (Setiadi
2009). Hal tersebut menjelaskan adanya perbedaan kadar α-selulosa masing-
masing jenis bambu. Komponen α-selulosa merupakan komponen selulosa yang
tahan terhadap perlakuan panas dan perlakuan pembilasan NaOH 1%. Selulosa
memiliki struktur kristalin yang sangat teratur sehingga selulosa memiliki
stabilitas yang sangat baik (Fengel dan Wegener 1984). Yildiz et al. (2006)
melaporkan bahwa kristalinitas selulosa dan ketahanannya terhadap alkali akan
meningkat ketika diberi perlakuan panas pada suhu tertentu. Perlakuan
pembilasan NaOH 1% juga tidak berpengaruh pada kadar α-selulosa dikarenakan
struktur kristalin yang dimilikinya tersebut. Hal ini sesuai dengan laporan
Fatriasari dan Hermiati (2008) yang menyebutkan bahwa α-selulosa tidak
termasuk ke dalam zat yang terlarut oleh NaOH 1%.

Kadar Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah polimer berantai pendek dan berbobot molekul rendah


yang sangat terpengaruh oleh perlakuan panas. Esteves dan Pereira (2009)
melaporkan bahwa hemiselulosa merupakan komponen struktural yang paling
pertama terpengaruh oleh perlakuan panas. Kadar hemiselulosa tertinggi dengan
berbagai perlakuan terdapat pada bambu sembilang kontrol yaitu sebesar 19.49%
dan terendah pada bambu hitam yang diberi perlakuan steam disertai pembilasan
oleh air yaitu sebesar 5.27% (Gambar 3).

25 a1 b1 a1
Kadar Hemiselulosa (%)

a0
20 a0
ab0 b0
15 ab0 b0 b0 b0
10 a0
ab0
b0 b0
5

0
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 3 Perubahan kadar hemiselulosa tiga jenis bambu akibat
berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%;1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
kadar hemiselulosa, namun masing-masing faktor berpengaruh nyata (P ≤ 0.05)
terhadap kadar hemiselulosa. Berdasarkan uji lanjut Duncan, faktor jenis bambu
9

sembilang berbeda nyata dengan bambu hitam, tetapi tidak berbeda nyata dengan
bambu tali. Hal tersebut diduga karena pola ikatan pembuluh yang bervariasi pada
setiap jenis bambu dan di setiap bagiannya (Nuriyatin 2012). Sementara itu, kadar
hemiselulosa kontrol berbeda nyata dengan kadar hemiselulosa dengan jenis
perlakuan lainnya. Perlakuan steam dan steam disertai dengan pembilasan terbukti
mampu menurunkan kadar hemiselulosa pada setiap jenis bambu. Hal tersebut
sesuai dengan laporan Kocaefe et al. (2008) yang mengatakan bahwa
hemiselulosa akan terdegradasi (depolimerisasi) oleh perlakuan panas.
Hemiselulosa merupakan komponen struktural yang memiliki struktur
amorf yang tidak teratur dan dapat menurunkan stabilitas dimensi produk OSB.
Dengan begitu, penurunan kadar hemiselulosa pada ketiga jenis bambu oleh
perlakuan steam dan steam disertai pembilasan diduga mampu meningkatkan
stabilitas dimensi OSB. Hal tersebut sesuai dengan laporan Maulana et al. (2016)
yang menunjukan bahwa sifat fisis, mekanis, dan keawetan OSB bambu betung
dan andong dapat ditingkatkan dengan perlakuan steam disertai pembilasan
dengan air dan larutan NaOH 1%.

Kadar lignin

Lignin merupakan komponen struktural pada bambu yang berfungsi untuk


menopang batang bambu. Lignin dibagi menjadi lignin klason dan lignin terlarut
asam yang merupakan parameter sifat kimia lignin yang berkaitan dengan reaktivitas
monomer penyusun lignin (Matsushita et al. 2004). Kadar lignin klason pada setiap
bambu relatif tidak mengalami perubahan signifikan akibat perlakuan steam dan
pembilasan. Nilai kadar lignin klason tertinggi terdapat pada bambu hitam kontrol
yaitu sebesar 39.63% dan terendah pada bambu tali steam dengan pembilasan oleh
air yaitu sebesar 19.74% (Gambar 4).

45
Kadar Lignin Klason (%)

a1 b1 c1
40
35
30
25
20
15
10
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 4 Perubahan kadar lignin klason tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan.: : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam +
bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Kadar lignin terlarut asam tertinggi terdapat pada bambu sembilang kontrol
yaitu sebesar 2.37% dan terendah pada bambu tali steam dengan pembilasan air
yaitu sebesar 0.70% (Gambar 5). Kadar lignin terlarut asam setiap bambu
memiliki kadar lignin terlarut asam berbeda yang diduga disebabkan oleh
perbedaan jenis.
10
3.00
a1 b1 c1
Kadar Lignin Terlarut 2.50
a0 ab0
ab0
Asam (%) b0
2.00
1.50 a0 ab0 ab0 b0 a0
1.00 ab0 ab0 b0
0.50
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 5 Perubahan kadar lignin terlarut asam tiga jenis bambu akibat
berbeda perlakuan.: : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Kadar lignin total yang diperoleh dari setiap perlakuan untuk setiap jenis
bambu didapatkan dari penjumlahan kadar lignin klason dan lignin terlarut asam.
Kadar lignin total tertinggi terdapat pada bambu hitam kontrol yaitu sebesar
40.81% dan terendah pada bambu tali steam dengan pembilasan oleh air yaitu
sebesar 20.45% (Gambar 6). Kadar lignin total akibat perlakuan steam dan
pembilasan secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang signifikan.

50 a1 b1 c1
Kadar lignin total (%)

40
30
20
10
0
sembilang hitam tali
Jenis bambu
Gambar 6 Perubahan kadar lignin total tiga jenis bambu akibat berbeda
perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam +
bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
lignin klason, lignin terlarut asam, dan lignin total, namun faktor jenis bambu
berpengaruh sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap kadar lignin klason, lignin terlarut
asam, serta lignin total ketiga jenis bambu tersebut. Sementara itu, faktor jenis
perlakuan hanya memberikan pengaruh yang nyata (P ≤ 0.05) terhadap kadar
lignin terlarut asam dari setiap jenis bambu. Berdasarkan uji lanjut Duncan, setiap
faktor jenis bambu berbeda nyata dengan faktor jenis bambu lainnya, sedangkan
pada kadar lignin terlarut asam, jenis perlakuan steam disertai pembilasan NaOH
1% berbeda nyata dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan
steam serta steam disertai pembilasan dengan air.
Perbedaan kadar lignin diduga akibat perbedaan kandungan monomer
guaiasil, metoksil dan proporsi siringil dalam lignin pada setiap jenis bambu
(Akiyama et al. 2003; Musha dan Goring 1974). Lignin merupakan komponen
11

yang cukup kuat dan sangat stabil terhadap perlakuan panas. Yildiz et al. (2006)
melaporkan bahwa lignin merupakan komponen kayu yang stabil meski mendapat
perlakuan panas pada suhu di atas 200 oC.

Komponen Kimia Non Struktural

Kadar Ekstraktif Terlarut Air Dingin


Kadar zat ekstraktif terlarut air dingin tertinggi ditemukan pada bambu
sembilang steam dengan pembilasan NaOH 1% yaitu sebesar 10.47%, sedangkan
kadar ekstraktif terlarut air dingin terendah ditemukan pada bambu hitam steam
dengan pembilasan oleh air destitalata yaitu sebesar 5.34% (Gambar 7). Zat
ekstraktif yang terlarut secara signifikan pada kelarutan dengan air dingin yaitu
pati. Pati merupakan salah satu zat ekstraktif yang mengganggu penetrasi perekat
(Pizzi 1983).
Kadar zat ekstraktif (%)

a1 b1 c1
12.00 a0 ab0 b0 b0
10.00 a0
a0 ab0 ab0
8.00 b0 b0 b0 b0
6.00
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 7 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air dingin tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%; 0: faktor jenis perlakuan; 1: faktor
jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap
kadar ekstraktif terlarut air dingin, namun masing-masing faktor berpengaruh
nyata (P ≤ 0.05) terhadap kadar ekstraktif terlarut air dingin. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa setiap faktor jenis bambu berbeda nyata dengan
faktor jenis bambu lainnya, sedangkan kadar ekstraktif terlarut air dingin kontrol
berbeda nyata dengan jenis perlakuan steam disertai pembilasan baik oleh air
maupun NaOH 1%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan steam.
Kadar Ekstraktif Terlarut Air Panas
Zat ekstraktif yang terlarut selama proses ekstraksi air panas antara lain
yaitu tanin, getah, gula, bahan pewarna, dan pati (Fengel dan Wegener 1984).
Kelarutan ekstraktif dalam air panas tertinggi terdapat pada bambu sembilang
kontrol dan bambu sembilang dengan perlakuan steam disertai pembilasan NaOH
1% dan terkecil pada bambu tali dengan perlakuan steam disertai pembilasan oleh
air destilata (Gambar 8).
12

Kadar zat ekstraktif (%)


12.00 a1 b1 c1
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 8 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut air panas tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan. ; : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%; 1: faktor jenis bambu.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara faktor jenis
bambu dengan faktor jenis perlakuan dan faktor jenis perlakuan tidak berpengaruh
nyata (P ≥ 0.05) terhadap kadar ekstraktif terlarut air panas, namun faktor jenis
bambu berpengaruh sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap kadar ekstraktif terlarut air
panas. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa setiap faktor jenis bambu
berbeda nyata dengan faktor jenis bambu lainnya.
Ketiga jenis bambu menunjukkan respon terhadap perlakuan yang diberikan
dengan turunnya kadar zat ekstraktif masing-masing jenis bambu meskipun tidak
signifikan. Esteves dan Pereira (2009) melaporkan bahwa zat ekstraktif pada kayu
terutama zat terbang (volatile contents) akan terdegradasi dan menguap selama
perlakuan panas. Zat ekstraktif akan terkumpul di permukaan strand saat diberi
perlakuan panas (Pizzi 1983), sehingga perlakuan pembilasan dapat
menghilangkan zat ekstraktif yang masih tertinggal di permukaan strand.
Kadar Ekstraktif Terlarut Etanol Benzena
Kadar ekstraktif yang terlarut dalam pelarut polar etanol benzena tertinggi
terdapat pada bambu hitam kontrol yaitu sebesar 9.57%, sedangkan terendah
terdapat pada bambu sembilang dengan perlakuan steam disertai pembilasan oleh
NaOH 1% yaitu sebesar 5.52% (Gambar 9).

e d a a h g f f d cd b bc
Kadar zat ekstraktif (%)

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 9 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut etanol benzena tiga jenis
bambu akibat berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam +
bilas air, dan : steam + bilas NaOH 1%.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bambu
dengan jenis perlakuan berpengaruh sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap penurunan
13

kadar ekstraktif terlarut etanol-benzena untuk setiap jenis bambu. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa kadar ekstraktif terlarut etanol-benzena untuk setiap
interaksi pada setiap jenis bambu memiliki perbedaan yang nyata terkecuali antara
perlakuan steam disertai pembilasan air dengan steam disertai pembilasan NaOH
1% pada setiap jenis bambu, lalu antara bambu tali kontrol dengan bambu tali
steam, serta antara bambu tali steam dengan bambu tali steam disertai pembilasan
NaOH 1%.
Lukmandaru (2009) melaporkan bahwa zat ekstraktif yang terlarut dalam
etanol-benzena merupakan senyawa-senyawa terpenoid sampai fenolat, atau
hampir semua kelompok senyawa. Secara visual, semakin gelap warna kayu,
maka semakin tinggi kadar ekstraktif yang terlarut etanol benzena. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu tingginya kadar ekstraktif terlarut etanol
benzena pada bambu hitam yang memiliki warna paling gelap dibandingkan
dengan bambu lainnya. Setiadi (2009) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar
zat ekstraktif seperti lilin, resin, lemak, minya dan tannin yang terkandung dalam
bambu, maka bambu tersebut tidak cocok digunakan untuk bahan baku pulp dan
papan komposit.
Kadar Ekstraktif Terlarut NaOH 1%
Kadar ekstraktif yang terlarut dalam pelarut NaOH 1% tertinggi terdapat
pada bambu sembilang kontrol yaitu sebesar 30.99%, sedangkan terendah terdapat
pada bambu tali dengan perlakuan steam disertai pembilasan oleh NaOH 1% yaitu
sebesar 19.24% (Gambar 9). Zat ekstraktif yang terlarut dalam pelarut NaOH 1%
lignin berbobot molekul rendah, pentosan, dan heksosan (Fatriasari dan Hermiati
2008).

40 a a b b c c c c c c c c
Kadar zat ekstraktif (%)

30
20
10
0
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 10 Perubahan kadar zat ekstraktif terlarut NaOH 1% tiga jenis bambu
akibat berbeda perlakuan. : : kontrol, : steam, : steam + bilas air,
dan : steam + bilas NaOH 1%.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bambu
dengan jenis perlakuan berpengaruh nyata (P ≤ 0.05) terhadap penurunan kadar
ekstraktif terlarut NaOH 1%. Penurunan nilai kadar ekstraktif terlarut NaOH 1%
disebabkan oleh zat ekstraktif yang terdegradasi selama proses steam dan terbilas
oleh air destilata serta NaOH 1%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar
ekstraktif larut NaOH 1% pada bambu sembilang terdapat perbedaan yang nyata
antara kadar ekstraktif sembilang kontrol dengan kadar ekstraktif sembilang
dengan perlakuan steam disertai pembilasan, tetapi tidak berbeda nyata dengan
kadar ekstraktif sembilang steam. Semua interaksi antara jenis bambu dan jenis
perlakuan pada bambu sembilang berbeda nyata dengan interaksi kedua faktor
14

pada jenis bambu lainnya. Sementara itu, interaksi faktor jenis bambu dan jenis
perlakuan pada bambu hitam dan tali tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Penentuan kadar ekstraktif terlarut NaOH 1% dapat diajdikan penduga keberadaan
karbohidrat dan komponen berbobot molekul rendah serta tingkat degradasi
komponen kimia kayu oleh organisme perusak (Setiadi 2009).
Nilai pH
Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman suatu substrat. Nilai pH pada
setiap bambu dengan berbagai perlakuan memiliki kecenderungan yang relatif
sama. Nilai pH tertinggi terdapat pada bambu hitam dengan perlakuan steam
disertai pembilasan NaOH 1% yaitu sebesar 6.76, sedangkan nilai pH terendah
terdapat pada bambu tali dengan perlakuan steam yaitu sebesar 4.94 (Gambar 11).

14.00
a1 a1 b1
12.00
10.00
Nilai pH

8.00 b0 a0 ab0 c0 c0
b0 ab0 c0
6.00 a0 b0 a0 ab0
4.00
2.00
0.00
sembilang hitam tali
Jenis Bambu
Gambar 11 Perubahan nilai pH tiga jenis bambu akibat berbeda perlakuan. : :
kontrol, : steam, : steam + bilas air, dan : steam + bilas NaOH 1%
0: faktor jenis perlakuan; 1: faktor jenis bambu.

Hasil analisis statistika menunjukkan Hasil analisis statistika menunjukkan


bahwa interaksi antara faktor jenis bambu dengan faktor jenis perlakuan tidak
berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap nilai pH, namun masing-masing faktor
berpengaruh sangat nyata (P ≤ 0.01) terhadap nilai pH ketiga jenis bambu. Uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa faktor jenis bambu sembilang berbeda nyata
dengan faktor jenis bambu tali, namun tidak berbeda nyata dengan faktor jenis
bambu hitam. Uji lanjut Duncan pada faktor jenis perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata antara pH kontrol dengan pH perlakuan steam dan steam
disertai pembilasan NaOH 1%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan
steam disertai pembilasan air. Nilai pH perlakuan steam berbeda nyata dengan pH
kontrol dan pH perlakuan steam disertai pembilasan NaOH 1%, namun tidak
berbeda nyata dengan pH perlakuan steam disertai pembilasan air. Nilai pH
perlakuan steam disertai pembilasan NaOH 1% berbeda nyata dengan semua
perlakuan lainnya.
Ketiga jenis bambu memiliki nilai pH yang cenderung asam dikarenakan
tumbuh di tempat dengan tingkat keasaman yang rendah. Nilai pH tanah di daerah
Dramaga Bogor berkisar antara 3.9-5.4 (Milasari 2013). Hal ini sesuai dengan
laporan Hilmanto (2010) yang menyebutkan bahwa lahan asam disebabkan oleh
curah hujan yang relatif tinggi dan bambu akan menyesuaikan pH dalam tubuhnya
dengan tingkat keasaman tempat tumbuh bambu tersebut. Perlakuan steam
15

menyebabkan penurunan nilai pH bambu. Hal tersebut disebabkan oleh degradasi


hemiselulosa yang dimulai dengan deasetilasi, diikuti oleh depolimerisasi yang
dipercepat oleh asam asetat dan grup hidroksil bebas yang dilepaskan pada
perlakuan panas (Wang et al. 2016; Esteves dan Pereira 2009; Boonstra dan
Tjeerdsma 2006). Grup hidroksil bebas tersebut terkumpul pada permukaan
strand sehingga menurunkan nilai pH. Nilai pH yang cenderung meningkat pada
perlakuan steam dengan pembilasan oleh air dan NaOH 1% disebabkan oleh
terbilasnya grup hidroksil bebas yang terkumpul setalah perlakuan steam. Hal
tersebut mendukung kondisi alkali sebagai kondisi ideal untuk melakuan
perekatan menggunakan perekat fenol formaldehida yang bersifat basa. Hal
tersebut sesuai dengan Pizzi (1983) yang menyatakan bahwa perlakuan alkali
pada substrat yang akan direkat dengan fenol formaldehida akan mempercepat
proses perekatan dan meningkatkan kualitas ikatan perekat dengan sirekat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan steam dan pembilasan menyebabkan perubahan kadar komponen


kimia bambu sembilang, hitam, dan tali melalui proses degradasi dan pelarutan.
Perubahan komponen kimia bambu yang paling signifikan terjadi pada kadar
hemiselulosa, zat ekstraktif, dan nilai pH. Komponen-komponen kimia tersebut
merupakan komponen kimia yang dapat memengaruhi kualitas OSB. Penurunan
kadar hemiselulosa, penurunan kadar zat ekstraktif, serta peningkatan nilai pH
akibat perlakuan steam disertai oleh pembilasan NaOH 1% diduga dapat
meningkatkan kualitas perekatan pada OSB.

Saran

Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan zat ekstraktif apa saja
yang terlarut pada perlakuan steam dan steam disertai pembilasan secara spesifik.
Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian terkait pengujian lainnya terhadap
strand dari bambu yang telah mengalami perlakuan steam serta pembilasan untuk
mengetahui faktor-faktor lain yang menyebabkan meningkatnya kualitas produk
OSB.

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama T, Okuyama T, Matsumoto Y, Meshitsuka G. 2003. Erythro/threo ratio


of β-O-4 structures as an important structural characteristics of lignin. part 3.
ratio of erythro and threo forms of β-O-4 structures in tension wood lignin.
Phytochemistry 64: 1157-1162.
[APA] American Plywood Asociation. 2012. Engineered Wood Handbook and
Grade Glossary. Washington (USA): American Plywood Asociation.
16

Berlian NV, Rahayu E. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Jakarta (ID): PT
Penebar Swadaya.
Bobleter O. 1994. Hydrothermal degradation of polymers derivied from plants.
Prog. Polym. Sci. 19: 797-841.
Boonstra MJ, Tjeerdsma B. 2006. Chemical analysis of heat treated softwoods.
Holz als Roh- und Werkstoff. 64: 204–211.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Produksi Kehutanan. Jakarta (ID):
Badan Pusat Statistik Indonesia.
Browning B L. 1967. Methods of Wood Chemistry Vol. II. New York (USA):
Interscience Publishers.
Dence C W. 1992. Springer Series in Wood Science Methods in Lignin Chemistry.
Berlin (DE): Springer Berlin Heidelberg.
Esteves B, Pereira H. 2009. Wood modification by heat treatment: A review.
BioResour. 4(1): 370-404.
Fatrawana A, Nawawi DS, Febrianto F, Sari RK. 2016. Chemical component
change and wettability analysis of betung bamboo (Dendrocalamus asper)
strand under various treatment. Makalah. Dalam : The 6th International
Symposium for Sustainable Humanosphere (ISSH) A Forum of
Humanosphere Science School (HSS) di Bogor, 15-16 November 2016.
Fatriasari W, Hermiati E. 2008. Analisis morfologi serat dan sifat fisis-kimia pada
enam jenis bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas. JITHH. 1(2): 67-72.
Febrianto F, Jang JH, Lee SH, Santosa IA, Hidayat W, Kwon JH, Kim NH. 2014.
Effect of bamboo species and resin content on properties of OSBs prepared
from steam-treated bamboo strands. J. Wood. Sci. (reviewed).
Febrianto F, Sumardi I, Hidayat W, Maulana S. 2017. Papan Untai Bambu
Berarah: Material Unggul untuk Komponen Bahan Bangunan Struktural.
Bogor (ID): IPB Press.
Fengel D, Wegener G. 1984. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Hardjono
Sastrohamidjojo, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.
Terjemahan dari: Wood Chemistry Ultrastructure Reactions.
Hilmanto R. 2010. Peran bambu betung (Dendrocalamus asper) pada
kualitaspengelolaan lahan. Widyaresearch.13(1): 23-28.
Kocaefe D, Poncsak S, Boluk Y. 2008. Effect of thermal treatment on the
chemical comosotion and mechanical properties of birch and aspen.
BioResour. 3(2): 517-537.
Lukmandaru G. 2009. Pengukuran kadar ekstraktif dan sifat warna pada kayu
teras jati doreng (Tectona grandis). J. For. Sci. 3(2): 67-72.
Matsushita Y, Kakehi A, Miyawaki S, Yasuda S. 2004. Formation and chemical
structures of acid soluble lignin ii: reaction of aromatic nuclei model
compound with xylan in the presence of a counterpart for condensation, and
behavior of lignin model compound with guaiacyl and syringyl nucleiin
72% sulfuric acid. J. Wood. Sci. 50: 136-141.
Maulana S, Febrianto F, Sari RK, Nurdiansyah GM, Sembiring IM. 2016.
Improvement properties of bamboo oriented strand board via steam
modification. Makalah. Dalam : The 6th International Symposium for
Sustainable Humanosphere (ISSH) A Forum of Humanosphere Science
School (HSS) di Bogor, 15-16 November 2016.
17

Milasari YH. 2013. Peranan cacing tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah pada
berbagai tipe tutupan lahan di Dramaga Bogor. [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Musha Y, Goring DAI. 1974. Klason and acid soluble lignin content of hardwood.
J. Wood Sci. 7:133-134.
Nuriyatin N. 2012. Pola ikatan pembuluh bambu sebagai penduga pemanfaatan
bambu. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pizzi A. 1983. Wood Adhesives. New York (USA): Marcel Dekker, INC.
Putra BM. 2014. Ketahanan oriented strand board dari bambu betung
(Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne) terhadap cuaca
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rowell R, Lange S, McSweeny J, Davis M. 2002. Modification of wood fiber
using steam. Di dalam: Philip E. Humphrey, editor. The 6th Pacificrim Bio-
Based Composites Symposium & Workshop On The Chemical Modification
Of Cellulosics: 2002 Oktober 27; Oregon, USA. Oregon (USA): Wood
Science and Engineering Department, Oregon State University. 606-615.
[SBA] Structural Board Association. 2005. Oriented strand board in wood frame
construction. Canada (CA): Structural Board Association.
Setiadi A. 2009. Sifat kimia beberapa jenis bambu pada empat tipe ikatan
pembuluh. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[TAPPI] Technical Association of the Pulp and Paper Industry. 1991. TAPPI Test
methods. Vol.1. Atlanta: TAPPI Press.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties,
Utilization. New York (USA): Van Nostrand Reindhold.
Wang Z, Yang X, Sun B, Chai Y, Liu J, Cao J. 2016. Effect of vacum heat
treatment on the chemical composition of larch wood. BioResour. 11(3):
5743-5750.
Widjaya EA. 2012. The utilization of bamboo: at present and for the future.
Center for Forest Productivity Improvement Research and Development.
International Seminar Strategies and Challenges on Bamboo and Potential
Non Timber Forest Products (NTFP) Management and Utilization: 2011
November 23-24; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Litbang Peningkatan
Produktivitas Hutan.79-85.
Yildiz S, Gezer ED, Yildiz UC. 2006. Mechanical and chemical behavior of
spruce wood modified by heat. Build Environment. 41: 1762–1766.
18

Lampiran 1 Hasil analisis keragaman kadar komponen kimia tiga jenis bambu

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Holoselulosa
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .025a 11 .002 25.160 .000
Intercept 13.323 1 13.323 146204.024 .000
faktorA .018 2 .009 97.898 .000
faktorB .006 3 .002 22.478 .000
faktorA * faktorB .001 6 .000 2.255 .109
Error .001 12 9.112E-05
Total 13.349 24
Corrected Total .026 23
a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .920)

Dependent Variable: alfselulosa


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .060 a
11 .005 6.200 .002
Intercept 9.502 1 9.502 10787.653 .000
faktorA .056 2 .028 32.018 .000
faktorB .003 3 .001 1.065 .400
faktorA * faktorB .001 6 .000 .162 .982
Error .011 12 .001
Total 9.572 24
Corrected Total .071 23
a. R Squared = .850 (Adjusted R Squared = .713)

Dependent Variable: hemiselulosa


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .040 a
11 .004 4.107 .011
Intercept .322 1 .322 360.554 .000
faktorA .028 2 .014 15.789 .000
faktorB .010 3 .003 3.762 .041
faktorA * faktorB .002 6 .000 .386 .874
Error .011 12 .001
Total .373 24
Corrected Total .051 23
a. R Squared = .790 (Adjusted R Squared = .598)

Dependent Variable: lignin klason


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .126a 11 .011 34.757 .000
Intercept 2.168 1 2.168 6593.254 .000
faktorA .124 2 .062 188.778 .000
faktorB .001 3 .000 .591 .633
faktorA * faktorB .001 6 .000 .499 .798
19

Error .004 12 .000


Total 2.297 24
Corrected Total .130 23
a. R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .942)

Dependent Variable: ASL


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .001 a
11 8.021E-05 20.411 .000
Intercept .005 1 .005 1152.604 .000
faktorA .001 2 .000 107.353 .000
faktorB 2.632E-05 3 8.774E-06 2.233 .137
faktorA * faktorB 1.225E-05 6 2.042E-06 .520 .783
Error 4.716E-05 12 3.930E-06
Total .005 24
Corrected Total .001 23
a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .903)

Dependent Variable: lignin total


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .132a 11 .012 31.653 .000
Intercept 2.371 1 2.371 6252.371 .000
faktorA .130 2 .065 171.714 .000
faktorB .001 3 .000 .648 .599
faktorA * faktorB .001 6 .000 .469 .818
Error .005 12 .000
Total 2.508 24
Corrected Total .137 23
a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .936)

Dependent Variable: Ekstraktif larut air dingin


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .004 a
11 .000 5.866 .002
Intercept .142 1 .142 2549.831 .000
faktorA .003 2 .001 24.009 .000
faktorB .001 3 .000 4.677 .022
faktorA * faktorB .000 6 2.294E-05 .412 .857
Error .001 12 5.563E-05
Total .146 24
Corrected Total .004 23
a. R Squared = .843 (Adjusted R Squared = .699)

Dependent Variable: Ekstraktif larut air panas


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .010a 11 .001 7.210 .001
Intercept .139 1 .139 1057.829 .000
faktorA .010 2 .005 36.383 .000
faktorB .001 3 .000 1.681 .224
20

faktorA * faktorB .000 6 3.285E-05 .250 .950


Error .002 12 .000
Total .151 24
Corrected Total .012 23
a. R Squared = .869 (Adjusted R Squared = .748)

Dependent Variable: Ekstraktif larut NaOH 1%


Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .033a 11 .003 62.526 .000
Intercept 1.349 1 1.349 28070.010 .000
faktorA .030 2 .015 307.112 .000
faktorB .002 3 .001 15.467 .000
faktorA * faktorB .001 6 .000 4.527 .013
Error .001 12 4.804E-05
Total 1.382 24
Corrected Total .034 23
a. R Squared = .983 (Adjusted R Squared = .967)
Ekstraktif larut etanol
Dependent Variable:
benzena
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .004 a
11 .000 242.620 .000
Intercept .123 1 .123 86809.529 .000
faktorA .003 2 .001 1039.618 .000
faktorB .001 3 .000 149.843 .000
faktorA * faktorB .000 6 3.307E-05 23.343 .000
Error 1.700E-05 12 1.417E-06
Total .127 24
Corrected Total .004 23
a. R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .991)

Dependent Variable: pH
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 9.150a 11 .832 9.175 .000
Intercept 838.511 1 838.511 9249.131 .000
faktorA 3.428 2 1.714 18.906 .000
faktorB 4.589 3 1.530 16.873 .000
faktorA * faktorB 1.133 6 .189 2.082 .132
Error 1.088 12 .091
Total 848.748 24
Corrected Total 10.238 23
a. R Squared = .894 (Adjusted R Squared = .796)
21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 28 November 1994 sebagai


putra dari Bapak Murdaribo dan Ibu Siti Hodijah sebagai anak bungsu dari dua
bersaudara. Pada tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tasikmalaya dan
pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis menjadi Kepala RT lorong 7
di asrama tingkat persiapan bersama (TPB) C3, Ketua kelas P05 di TPB, asisten
mata kuliah pendidikan agama islam, anggota Komisi D Forum Silaturahim
Lembaga Dakwah Kampus Nusantara, Ketua Dewan Keluarga Mushola
‘Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan, dan Ketua Angkatan Teknologi Hasil
Hutan 50. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan diantaranya menjadi Kepala
Divisi Acara Open House 51, Anggota Divisi Pangan Masa Pengenalan Kampus
Mahasiswa Baru IPB 2014, Anggota Divisi Acara Malam Kreatifitas Rimbawan
2014, Anggota Divisi Acara Bina Corps Rimbawan 2015, Kepala Divisi Public
Relation Leadership and Enterpreneurship School 2015, Anggota Divisi Acara
KOMPAK-DHH 2015, Kepala Divisi Acara Kemah Asik Rimbawan 2016.
Kegiatan praktek yang sudah penulis lakukan adalah Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) Jalur Sancang Barat - Kamojang pada 2015, Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
Bogor Jawa Barat dan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi Jawa
Barat pada 2016, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di KBM - IK II Gresik Perum
Perhutani unit II Jawa Timur pada tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai