ADI POERNOMO
Adi Poernomo
NIM A14150037
ABSTRAK
ADI POERNOMO. Estimasi Kehilangan Karbon serta Perubahan Kadar Air dan
Beberapa Sifat kimia Gambut Akibat Kebakaran Lahan: Studi Kasus Uji
Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa di Desa Buatan I, Kabupaten Siak, Riau.
Dibimbing oleh HERU BAGUS PULUNGGONO dan SUPIANDI SABIHAM.
Kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan kerugian yang cukup berarti
baik segi ekonomi, sosial, maupun ekologi. Salah satu provinsi yang memiliki luas
kebakaran tertinggi adalah Provinsi Riau. Kebakaran merupakan salah satu
penyebab penambahan CO2 ke udara, selain itu juga dapat mengakibatkan
perubahan karakteristik fisik, kimia, dan biologinya. Penelitian ini difokuskan
dalam mengestimasi kehilangan karbon (loss of carbon) dari beberapa jenis
biomassa serta mengidentifikasi kadar air dan beberapa sifat kimia gambut sebelum
dan sesudah dilakukan uji pembakaran. Pengambilan contoh gambut dan lokasi
pembakaran dilakukan pada bulan Juni tahun 2019 di wilayah ring 1 perkebunan
sawit PT. KTU (Kimia Tirta Utama), Kecamatan Koto Gasip, Kabupaten Siak,
Provinsi Riau. Uji pembakaran menunjukkan biomassa karet memiliki jumlah
kehilangan karbon terbesar yaitu 34,34 tonC/ha. Uji Pembakaran juga
menyebabkan penurunan terhadap kadar air gambut yaitu dari rataan 230,8%
menjadi 83,9%. Terjadi peningkatan pH gambut yang bersamaan dengan
peningkatan unsur hara makro total (N, P, dan K), hara mikro total (Cu, Zn, dan
Mn) serta basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na). Peningkatan tersebut
disebabkan oleh penambahan unsur hara dari abu/arang pembakaran biomassa.
Forest and land fires have caused significant losses both in economic, social,
and ecological terms. One of the provinces that has the highest fire area is Riau
Province. Fire is one of the causes of the addition of CO2 to the air, but it can also
cause changes in physical, chemical, and biological characteristics. This research is
focused on estimating of loss of carbon from several types of biomass and
identifying water content and some chemical characteristics of peta before and after
burning test. Sampling of peat and burning test location was carried out in June
2019 in the 1st ring are of PT. Kimia Tirta Utama (KTU), Koto Gasib District, Siak
Regency, Riau Province. The burning test showed that rubber biomass had the
largest amount of carbon loss, which was 34,34 tonC/ha. The burning test also
caused a decrease in peat water content, from average of 230,8% to 83,9%. An
increase in pH of peat coincides with an increase in total macro nutrients (N, P, and
K), total micro nutrients (Cu, Zn, and Mn), and interchangeable bases (Ca, Mg, K,
and Na). The increase was caused by the addition of nutrients from biomass burning
ash/charcoal.
ADI POERNOMO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi yang
dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai Oktober 2019 dengan judul “Estimasi
Kehilangan Karbon serta Perubahan Kadar Air dan Beberapa Sifat Kimia Gambut
Akibat Kebakaran Lahan: Studi Kasus Uji Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa
di Desa Buatan I, Kabupaten Siak, Riau” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, nasihat,dan bimbingan dari
berbagai pihak.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas
dukungan dan bantuan kepada pihak-pihak yang berperan dalam penyelesaian
penelitian dan skripsi ini, antara lain :
1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga penulis yang senantiasa
memberikan segala bentuk dukungan, bantuan, doa dan kasih sayangnya.
2. Dr Ir Heru Bagus Pulunggono, M.Agr sebagai pembimbing skripsi utama
yang selalu membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, M.Agr. sebagai pembimbing skripsi kedua
yang terus memberikan arahan supaya skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Desi Nadalia, SP, M.Si sebagai dosen penguji yang memberikan kritik
serta masukan untuk kebaikan skripsi ini.
5. PT. Kimia Tirta Utama Riau yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas penunjang untuk melaksanakan penelitian.
6. Tim Riset BPDPKS, laboran serta rekan-rekan divisi kimia dan kesuburan
yang telah membantu dan membersamai dari awal hingga selesai.
7. Mahasiswa Ilmu Tanah angkatan 52, dan pihak lainnya yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menjadi rantai keberlanjutan untuk penelitian-penelitian berikutnya supaya
pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian terus maju.
Adi Poernomo
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Definisi Gambut 2
Gambut dan Emisi Gas Rumah Kaca 2
Kebakaran Hutan dan Lahan 3
Sifat Fisik dan Kimia Gambut 4
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Prosedur Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Estimasi Kehilangan Karbon (Loss of Carbon) 11
Perubahan Kadar Air Gambut 13
Perubahan Beberapa Sifat Kimia Gambut 14
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1 Metode analisis biomassa dan gambut 10
2 Pendugaan kehilangan karbon beberapa jenis biomassa 11
3 Luasan kebakaran lahan dan estimasi karbon yang dilepas di Desa 12
Buatan
DAFTAR GAMBAR
1 Denah lokasi uji pembakaran 5
2 Biomassa yang diuji coba 6
3 Plot pengamatan 7
4 Teknik pembakaran melingkar 10
5 Grafik kehilangan karbon beberapa jenis biomassa periode waktu 12
2015-2019
6 Rata-rata kadar air (%) sebelum dan sesudah dibakar 13
7 Rata-rata pH sebelum dan sesudah dibakar 14
8 Rata-rata kandungan N-total gambut sebelum dan sesudah dibakar 15
9 Rata-rata kandungan P-total gambut sebelum dan sesudah dibakar 15
10 Rata-rata kandungan K-total gambut sebelum dan sesudah dibakar 16
11 Rata-rata kandungan Fe gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
12 Rata-rata kandungan Cu gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
13 Rata-rata kandungan Zn gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
14 Rata-rata kandungan Mn gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
15 Rata-rata kandungan Ca-dd sebelum dan sesudah dibakar 18
16 Rata-rata kandungan Mg-dd sebelum dan sesudah dibakar 18
17 Rata-rata kandungan K-dd sebelum dan sesudah dibakar 19
18 Rata-rata kandungan Na-dd sebelum dan sesudah dibakar 19
19 Analisis lapang dan penentuan lokasi uji pembakaran 26
20 Wawancara dan FGD bersama masyarakat terkait kebakaran 26
21 Pembuatan plot uji coba pembakaran 27
22 Persiapan biomassa untuk uji pembakaran 27
23 Lapisan atas gambut setelah dilakukan uji pembakaran 27
24 Uji coba pembakaran beragam biomassa 28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis laboratorium perhitungan C-organik Tanaman 24
2 Hasil analisis Uji beda dua sampel berpasangan terhadap seluruh 25
parameter
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Gambut
Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang berasal dari akumulasi
sisa tanaman yang telah mati, baik yang telah terlapuk maupun yang belum
terlapuk. Akumulasi terus bertambah akibat proses dekomposisi yang terhambat
karena kondisi lahan gambut yang anaerob sehingga menyebabkan rendahnya
tingkat perkembangan biota pengurai (Hardjowigeno 1989). Gambut memiliki
bahan dan proses pembentukan yang khas sehingga gambut memiliki sifat yang
berbeda dari tanah mineral. Berdasarkan proses genetik pembentukan gambut,
gambut di Indonesia termasuk kedalam gambut tropika yang memiliki sifat deposit
lebih berkayu (woody peat) dibandingkan dengan gambut sub tropika.
Gambut dalam Taksonomi Tanah USDA yang disusun oleh Soil Survey Staff
(2010) termasuk kedalam ordo Histosol. Gambut mempunyai kemampuan
menyerap dan menyimpan air lebih tinggi dari pada tanah mineral. Hal ini
dikarenakan gambut didominasi oleh bahan organik sehingga gambut mampu
menyerap air dalam jumlah yang relatif tinggi (Dariah et al. 2014). Lahan gambut
umumnya memiliki tingkat kemasaman yang tinggi dengan pH 3-5 (Agus dan
Subiksa 2008).
Gambut dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat dekomposisinya, yaitu
fibrik, hemik dan saprik (Sabiham dan Furukawa 1986). Bahan fibrik biasanya
berada di lapisan bawah, bahan hemik di lapisan tengah sedangkan bahan saprik
berada di lapisan atas profil tanah. Bahan fibrik berada pada keadaan tergenang
yang suatu saat bahan fibrik akan mengalami pengeringan dan terdekomposisi
menjadi bahan hemik dan bahan saprik. Bahan hemik merupakan bahan yang telah
terdekomposisi sedang dan dicirikan oleh warnanya yang coklat hitam. Bahan
saprik merupakan bahan yang telah terdekomposisi sehingga asal botaninya sudah
tidak dapat diidentifikasi lagi. Gambut berasal dari bahan organik dan dapat terus
mengalami penurunan atau subsiden karena dekomposisi oleh mikrob tanah. Akan
tetapi subsiden bukan hanya dipengaruhi dekomposisi oleh mikrob tanah, subsiden
merupakan fungsi dari pemadatan gambut (compaction), erosi dan, dekomposisi
bahan organik (Sabiham dan Sukarman 2012).
Luas lahan gambut di Indonesia sebesar 14,93 juta hektar, pulau yang
memiliki luasan lahan rawa gambut terbesar adalah pulau Sumatera dengan luasan
sebesar 6,44 juta hektar. Provinsi Riau memiliki luas gambut sebesar 3.867.413 ha
atau 43.4% dari luas wilayah daratannya (BBSDLP 2011). Pembentukan gambut
adalah proses penyerapan karbon. Hutan rawa gambut Indonesia mampu menyerap
karbon antara 0,01–0,03 gigaton setiap tahunnya. Perlu pemahaman tentang gambut
secara detail sehingga dapat menghasilkan cara alternatif untuk membuat ekosistem
ini produktif, namun ramah lingkungan dan berkelanjutan (Sorensen 1993).
Lahan gambut memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai sumber
pakan, habitat, pengatur tata air dan pengendali perubahan iklim. Gambut tergolong
tanah marginal dan rentan terhadap gangguan, sehingga usaha peningkatan
3
Hardjowigeno (2010) menjelaskan bahwa sifat fisik tanah terdiri dari warna
tanah, tekstur, struktur, bulk density, drainase, potensi mengembang dan mengkerut
tanah (Nilai COLE), kematangan tanah (Nilai-N), serta sifat lainnya seperti keadaan
batuan, padas (Pan), kedalaman efektif tanah dan lereng tanah. Sedangkan untuk
sifat kimia tanah yaitu reaksi tanah (pH), koloid tanah, kapasitas tukar kation
(KTK), pertukaran anion, kejenuhan basa, unsur hara essensial, mekanisme
pertukaran hara N, P, K, Ca, Mg, dan unsur mikro.
Penelitian Wijaya (2000) menunjukkan bahwa pembakaran serasah dibawah
tegakan pinus pada berbagai kelas umur memiliki dampak pada sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah. Menurut Wasis (2003) dampak kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi di Kalimantan Tengah terhadap tanah berpengaruh terhadap sifat fisik tanah
yaitu terjadinya pemadatan tanah dan struktur tanah menjadi rusak. Selain itu
perbaikan sifat kimia tanah (pH, KTK, dan KB) di Kalimantan Tengah dikarenakan
kegiatan pembakaran yang bertujuan untuk meningkatkan unsur hara tanah secara
mudah dan murah dilahan yang akan ditanami. Murtinah et al. (2017) menyatakan
bahwa lahan yang berada di TN Kutai Kalimantan Timur pasca kebakaran hutan 19
tahun yang lalu masih berdampak pada sifat fisik tanah yaitu meningkatkan
kerapatan bulk density, penurunan porositas dan permeabilitas tanah dengan fraksi
dominan pasir. Sifat kimia tanah memiliki pH sangat masam, daya hantar listrik
rendah dan KTK rendah, sedangkan kation basa Kalium lebih tinggi. Kebakaran
yang berdampak pada tanah terjadi pada tipe kebakaran bawah. Tipe kebakaran
tajuk dan permukaan tidak berpengaruh pada kondisi fisik-kimia dan biologi tanah.
Kesuburan alamiah gambut dapat berbeda antara satu dan lainnya diakibatkan
adanya perbedaan ketebalan lapisan gambut, tingkat dekomposisi, komposisi
tanaman penyusun gambut serta lapisan tanah mineral yang berada di bawahnya.
Secara kimiawi, gambut umumnya bereaksi masam dengan pH 3 sampai 4,5.
Gambut dangkal umumnya memiliki pH lebih tinggi (pH 4-5,1) dari pada gambut
dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan N total pada gambut termasuk tinggi namun kurang
tersedia bagi tanaman karena nisbah C/N yang tinggi. Kadar abu merupakan
petunjuk yang tepat untuk mengetahui tingkat kesuburan alami gambut. Pada
umumnya gambut dangkal yang terdapat pada tepi kubah memiliki kadar abu
sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1-3 m berkadar sekitar 10% dan
kubah yang lebih tebal dari 3 m berkadar kurang dari 10% bahkan hingga kurang
dari 5%, kapasitas tukar kation gambut umumnya sangat tinggi (90- 200 me/100g)
tetapi kejenuhan basa sangat rendah (BBSDLP 2008). Kandungan kation-kation
basa (Ca, Mg, dan Na) gambut umumnya rendah terutama pada gambut tebal.
Semakin tebal gambut, kadar abu semakin rendah dan kandungan Ca, Mg menurun
mengikuti kedalamannya. Kandungan Unsur mikro pada gambut umumnya sangat
rendah sehingga pelepasan unsur mikro dari proses mineralisasi juga rendah,
dengan demikian unsur mikro kurang tersedia bagi tanaman dan menimbulkan
defisiensi (Dikas 2010).
5
METODE
Bahan yang digunakan untuk analisis sifat kimia gambut adalah contoh
gambut yang diambil dari lahan sebelum dan sesudah dilakukan uji pembakaran.
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia gambut di laboratorium yaitu aquadest,
larutan buffer pH 4.00, 7.00, 10.00, selenium mix, H2SO4 pekat, asam borat 4%,
indikator conway, NaOH 50%, HCl 0,1 N, boraks, HCl 25%, ammonium
heptamolibdat, DTPA, CaCl2.2H2O, HCl 6 N, TEA, HCl pekat, H3BO3, larutan PC,
asam asetat glasial, dan NH3 (25%).
Alat yang digunakan untuk uji pembakaran di lapang adalah bor gambut,
korek api, cangkul, golok, stopwatch, thermal thermometer, tali rafia, pita ukur,
plastik, label, alat dokumentasi, penggaris, dan alat tulis. Alat yang digunakan
untuk analisis sifat kimia gambut di laboratorium adalah neraca analitik, botol
kocok, dispenser, mesin kocok, pH meter, botol semprot, oven, cawan alumunium,
sendok timbang, desikator, tabung digestion, digestion block, alat destilasi, labu
didih, buret, pipet volume, gelas ukur, gelas piala, labu ukur, botol kocok plastik,
mesin kocok, kertas saring, Atomic Absoption Spectrophotometer (AAS), ruang
asam, tabung sentrifuge, stirer, sentrifuge, dan flamephotometer.
6
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) penentuan biomassa
yang akan dibakar, (2) pembuatan plot penelitian, (3) penentuan bobot tanaman
yang akan dibakar, (4) penentuan kadar air dan C-organik biomassa, (4)
pengambilan contoh gambut sebelum dibakar, (5) uji coba pembakaran, (6)
pengambilan contoh gambut sesudah dibakar, dan (7) analisis kimia gambut.
(d) (e)
Gambar 2 Biomassa yang diuji coba (a) padi sawah/ jerami, (b) pangkasan
pelepah kelapa sawit berusia 15 tahun, (c) semak, (d) pohon karet yang terdiri dari
batang, ranting dan daun, (e) rerumputan
1,5m a
0,5m b
0,5m 1,5m 0,5m
Gambar 3 Plot pengamatan (a) plot yang diamati berukuran 1,5x1,5 m dan (b) sekat
bakar berukuran 50 cm
adalah 128,8 kg. Bobot tersebut terdiri dari bobot btang 75,8 kg, bobot
ranting 31,6 kg, dan bobot daun 21,4 kg. Asumsi jika dalam 1 hektar
terdapat pohon karet dengan jarak tanam 4x5 m, maka dalam 1 hektar
terdapat 500 pohon. Bobot biomassa total menjadi 64.400 kg tanaman karet
per hektar. Sehingga dalam luasan 2,25m2 didapatkan bobot 14,49 kg.
5. Rerumputan
Berdasarkan penelitian Manurung (2013) mengatakan bahwa vegetasi
rumput dengan kelas lereng agak landai biomassa total sebesar 10,6 ton/ha.
Jika dikonversikan ke plot berukuran 1,5x1,5m, maka per plot akan
memiliki bobot 2,39 kg.
𝐵𝐵 𝑏𝑇 − 𝐵𝐾 𝑏𝑇
𝐾𝐴(%) = 𝑥100%
𝐵𝐵 𝑏𝑇
Keterangan:
KA : Kadar Air BK : Berat Kering
BB : Berat Basah bT : Bahan Tanaman
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 (%) = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏
% 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔
𝐶 − 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (%) =
1,724
Keterangan:
Bobot b : bobot tanaman basah – bobot setelah di oven 60oC
Bobot c : (bobot setelah di oven 60oC / bobot sebelum di tanur 700oC) x
bobot setelah ditanur 700oC
9
AP.PS 1.1* AP.KS 1.1* AP.SM 1.1* AP.KR 1.1* AP.RT 1.1*
AP.PS 1.2* AP.KS 1.2* AP.SM 1.2* AP.KR 1.2* AP.RT 1.2*
AP.PS 2.1* AP.KS 2.1* AP.SM 2.1* AP.KR 2.1* AP.RT 2.1*
AP.PS 2.2* AP.KS 2.2* AP.SM 2.2* AP.KR 2.2* AP.RT 2.2*
AP.PS 3.1* AP.KS 3.1* AP.SM 3.1* AP.KR 3.1* AP.RT 3.1*
AP.PS 3.2* AP.KS 3.2* AP.SM 3.2* AP.KR 3.2* AP.RT 3.2*
AP.PS 1.1** AP.KS 1.1** AP.SM 1.1** AP.KR 1.1** AP.RT 1.1**
AP.PS 1.2** AP.KS 1.2** AP.SM 1.2** AP.KR 1.2** AP.RT 1.2**
AP.PS 2.1** AP.KS 2.1** AP.SM 2.1** AP.KR 2.1** AP.RT 2.1**
AP.PS 2.2** AP.KS 2.2** AP.SM 2.2** AP.KR 2.2** AP.RT 2.2**
AP.PS 3.1** AP.KS 3.1** AP.SM 3.1** AP.KR 3.1** AP.RT 3.1**
AP.PS 3.2** AP.KS 3.2** AP.SM 3.2** AP.KR 3.2** AP.RT 3.2**
Keterangan:
Kode : PS = Jerami padi SM = Semak
KS = Pangkasan pelepah kelapa sawit RT = Rerumputan
KR = Karet (batang, ranting, daun)
Label yang diikuti “ * ” adalah contoh sebelum dibakar, sedangkan label yang diikuti
“ ** ” adalah contoh sesudah dibakar.
2006). Pengukuran suhu gambut awal dan sesudah dibakar juga dilakukan untuk
melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan gambut tersebut kembali ke suhu awal.
Analisis Data
Data yang didapatkan setelah analisis kimia, kemudian dianalisis
menggunakan uji statistik. Uji beda dua sampel berpasangan (Paired sample T-test)
digunakan peneliti untuk mengetahui pengaruh uji pembakaran biomassa di lahan
gambut terhadap perubahan karakteristik kadar air dan beberapa sifat kimia gambut.
Untuk memudahkan perhitungan peneliti menggunakan program SPSS 16.0 for
windows. Secara manual rumus t-test yang digunakan untuk sampel berpasangan
atau paired adalah sebagai berikut:
11
̅̅̅1 − 𝑋
𝑋 ̅̅̅2
𝑡=
𝑆12 𝑆22 𝑠1 𝑠2
√ + − 2𝑟(
𝑛1 𝑛2 𝑛1 )(𝑛2 )
Keterangan:
̅̅̅
𝑋1 : rata-rata sampel 1 𝑟 : korelasi antara dua sampel
̅̅̅2 : rata-rata sampel 2
𝑋 𝑠1 : simpangan baku sampel 1
𝑆12 : varians sampel 1 𝑠2 : simpangan baku sampel 2
𝑆22 : varians sampel 2 𝑛1 : jumlah individu sampel 1
𝑛2 : jumlah individu sampel 2
Kehilangan C akibat kebakaran lahan cukup besar yaitu pada tahun 2015,
sejak saat itu sampai dengan tahun 2018 tidak terjadi lagi kebakaran. Tanaman yang
terbakar pada tahun 2015 adalah: pelepah sawit, karet, semak (umumnya paku-
pakuan) dan rerumputan. Pada tahun 2019 terjadi lagi kebakaran lahan gambut
seluas 0,025 ha di desa yang sama pada area semak. Rata-rata C yang dilepas ke
atmosfer per tahun sebagai akibat kebakaran lahan selama periode tahun 2015
hingga 2019 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luasan kebakaran lahan dan estimasi karbon yang dilepas di Desa Buatan
I, Siak
2015 2016 2017 2018 2019
Biomassa
............................ (Ha)/ tonC ............................
Pangkasan pelepah kelapa sawit (4) 57,64 0 0 0 0
Karet (batang, ranting, daun) (4) 137,36 0 0 0 0
Semak (8) 180,96 0 0 0 (0,025) 0,57
Rerumputan (4) 24,28 0 0 0 0
Sumber: wawancara MPA (Masyarakat Peduli Api) Desa Buatan I, Siak
200 180.96
150 137.36
Karbon
100
57.64
50 00 0 00 0
24.28 0 00 0.57
0 0
0 0 0
0 0
2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
Jerami Padi Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Semak Karet (batang, ranting, daun)
Hal ini dikarenakan gas CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca sehingga
jika dalam jumlah besar terakumulasi di atmosfer dapat memberikan efek rumah
kaca yang dapat memperburuk kondisi perubahan iklim saat ini. Murdiyarso (1999)
menyatakan bahwa CO2 di udara yang terkonsentrasi di udara dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan peningkatan suhu lingkungan. Oleh karena itu, meskipun
kehilangan karbon dari kebakaran mengalami tren menurun, namun hal ini menjadi
salah satu permasalahan yang harus ditangani dengan bijaksana untuk mencegah
terjadinya perubahan iklim global.
0.00
Plot Jerami Plot Pengkasan Plot Semak Plot Karet Plot
Padi Pelepah Kelapa (batang, Rerumputan
Sawit ranting, daun)
Kadar Air Sebelum Dibakar (%) Kadar Air Setelah Dibakar (%)
Gambar 6 Rata-rata kadar air (%) sebelum dan sesudah dibakar
Berdasarkan gambar 6 dapat diketahui bahwa kadar air gambut sebelum
dibakar berkisar antara 211,1-261,7% degan rata-rata sebesar 230,8%, sedangkan
kadar air gambut sesudah dibakar bekisar antara 62,6-106,2% dengan rata-rata
sebesar 83,9%.
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis).
Kadar air gambut berkisar antara 100-1300% dari berat keringnya (Mutalib et al.
1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air 13 kali dari berat bobotnya
(Purbowaseso 2004). Sebagian besar tanah-tanah organik mengerut ketika
dikeringkan dan mengembang bila dibasahi kembali, kecuali apabila tanah-tanah
tersebut dikeringkan melewati ambang tertentu sehingga terjadi pengeringan tak
balik (irreversible drying) (Andriesse 1988). Penyusutan volume terjadi karena air
di dalam gambut keluar. Gambut mampu memegang air sangat besar tetapi
sebagian besar juga mudah hilang (Indahyani et al. 2017).
Perbedaan kadar air pada plot sebelum dan sesudah dibakar dikarenakan
kurang mampunya gambut untuk mengikat air. Haris (1998) dalam Ramadhan et
al. (2013) menyatakan bahwa proses pengeringan gambut yang berlebihan akan
cenderung merusak struktur ikatan antara air dan koloid (partikel terkecil dari bahan
14
organik yang memiliki muatan) dari gambut. Keadaan ini dapat diartikan bahwa
pada saat kering tidak balik terjadi, struktur ikatan fisik antara air dan koloid
organik sudah mengalami kerusakan akibat pengeringan yang intensif. Pengeringan
yang intensif terhadap gambut akan memercepat proses pematangan bahan gambut
dan menyebabkan permukaan gambut kehilangan kemampuan untuk mengikat air
sehingga pada temperatur yang tinggi saat musim kemarau tiba gambut akan mudah
terbakar (Suryadi et al. 2003 dalam Ramadhan et al. 2013)
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji beda dua sampel berpasangan
pada hasil kadar air gambut sebelum dan sesudah dibakar menunjukkan nilai
signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 2).
Dampak kebakaran terhadap kimia tanah dijelaskan oleh Brown dan Davis
(1973) dan Chandler et al. (1983). Kebakaran akan mengubah sifat-sifat kimia
tanah melalui tiga cara, yaitu mineral dilepaskan dari proses pembakaran yang
tertinggal abu, perubahan mikroklimat setelah kebakaran, dan dekomposisi mineral
liat penyederhana struktur organik menjadi bahan inorganik. Sumbangan nutrisi
tanah akibat kebakaran tidak berlangsung lama dan terbatas. Jika kebakaran terjadi
secara berulang-ulang maka degradasi lahan akan meningkat dan proses
pemiskinan hara tanah akan berlangsung. Parameter karakteristik sifat kimia
gambut yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH, unsur hara makro total (N,
P, dan K), unsur hara mikro total (Fe, Cu, Zn, dan Mn) serta basa-basa dapat
dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na).
pH
Hasil uji coba pembakaran menunjukkan terhadi peningkatan pH gambut.
Tingkat pH gambut sebelum dibakar bekisar 2,97-3,11 dengan rata-rata 3,03,
sedangkan pH gambut sesudah dibakar bekisar 3,86-4,88 dengan rata-rata 4,35
(Gambar 7).
pH
6.00 4.56 4.88 4.41
3.86 4.06
4.00 3.02 3.03 3.11 3.00 2.97
2.00
0.00
Plot Jerami Plot Pengkasan Plot Semak Plot Karet Plot
Padi Pelepah Kelapa (batang, Rerumputan
Sawit ranting, daun)
asam fulvat (Barchia 2006). Kenaikan pH gambut sesuai dengan Chandler et al.
(1983) dalam Sugarto (2005), bahwa abu pembakaran dapat meningkatkan
pertukaran kation sehingga cenderung menaikkan pH tanah.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji beda dua sampel berpasangan
pada derajat keasaman pH antara sebelum dan sesudah dibakar menunjukkan nilai
signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 2). Hal ini
sesuai dengan penelitian Widyasari (2008) yang menyatakan bahwa dampak
kebakaran lahan gambut berpengaruh signifikan terhadap pH tanah. Gimeno-
Garcia et al. (2000) dalam Anang dan Subowo (2012) menyatakan bahwa
kebakaran lahan mampu meningkatkan pH tanah, meningkatkan N-NH4+, fosfor
tersedia, Na+, K+, dan Mg2+, serta menurunkan KTK, dan Ca2+. Berbeda dengan
Penelitian Hermanto (2017) dalam Istiqlaliyah (2019) menunjukkan hasil pH tanah
dengan kebakaran berat yaitu sebesar 4,37 dan pada daerah yang tidak terbakar
sebesar 4,11. Tingkat kebakaran hutan baik dalam intensitas yang ringan, sedang
ataupun berat tidak memengaruhi perubahan pH tanah. Kandungan pH tanah yang
rendah disebabkan oleh tercucinya kation-kation basa yang terjadi di lapisan atas
ke lapisan yang lebih dalam dan akan meninggalkan kation H+ dan Al3+ di lapisan
paling atas yang berperan dalam kemasaman tanah, rendahnya pH tanah akan
menyebabkan ketersediaan unsur hara yang terus menurun dan hasilnya akan
menurunkan produksi tanaman (Darlita et al. 2017).
30.00 26.13
22.57
20.00 16.35 17.69
8.28 7.37 9.34 7.32 8.16
10.00
0.00
Kadar P Sebelum Dibakar (ppm) Kadar P Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan
250.00
199.87 196.59
200.00 163.88 164.12
143.90 139.33 146.64 137.89 146.28 147.48
150.00
100.00
50.00
0.00
Kadar Fe Sebelum Dibakar (ppm) Kadar Fe Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan
100.00
64.66
48.4645.47
50.00 38.24
27.05
2.40 3.13 9.51 2.71 2.61
0.00
Kadar Mn Sebelum Dibakar (ppm) Kadar Mn Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan
22.29
7.03 11.7411.22
2.14 2.77 3.60 2.47 2.03 5.19
0.00
Kadar Ca Sebelum Dibakar (cmol(+)/kg) Kadar Ca Setelah Dibakar (cmol(+)/kg)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan
20.09
9.72 14.30
5.35 9.33
0.29 0.21 0.69 0.50 0.32
0.00
Kadar Mg Sebelum Dibakar (cmol(+)/kg) Kadar Mg Setelah Dibakar (cmol(+)/kg)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji beda dua sampel berpasangan
pada basa-basa dapat dipertukarkan Ca, Mg, K, dan Na antara sebelum dan sesudah
dilakukan uji pembakaran menunjukkan nilai signifikansi (2-arah) 0.000<0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada selang
kepercayaan 95% (Lampiran 2).
Hilangnya karbon dari beberapa jenis biomassa memiliki nilai yang berbeda-
beda. Kehilangan karbon pada saat kebarakan hutan dan lahan pada periode waktu
2015-2019 mengalami tren penurunan. Hal tersebut selaras dengan terjadinya
penurunan jumlah kebakaran hutan dan lahan. Perubahan yang diakibatkan oleh
kebakaran tersebut adalah penurunan kadar air gambut. Selain itu, kebakaran dapat
meningkatkan kandungan hara makro total (N, P, dan K), hara mikro total (Cu, Zn,
dan Mn), serta basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, Na) sesaat setelah terjadi
kebakaran.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap parameter sifat fisik dan kimia
gambut lainnya, begitu juga dengan dampak pembakaran gambut berdasarkan
kedalaman dan kematangan gambut.
20
DAFTAR PUSTAKA
Andriesse JP. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. Bull. 59. 165 hlm.
Agus F, Subiksa IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry
Centre (ICRAF).
Anang MF, Subowo G. 2012. Dampak kebakaran lahan terhadap kesuburan fisik,
kimia, dan biologi tanah serta alternatif penanggulangan dan
pemanfaatannya. Jurnal Sumberdaya Lahan. 6(02): 89-100
Barchia MF. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Yogyakarta
(ID): UGM Pr.
[BBSDLP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250 000. Bogor (ID): BBSDLP.
Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Fire Control and Use. Me Graw Hill Book
Company, Inc. USA.
Chandler CP, Cheney L. Trabaud, William D. 1983. Fire in Forest Fire Behaviour
and Effect. (1): 171-180 Canada. USA.
Darlita RR, Benny J, Rija S, 2017. Analisis beberapa sifat kimia tanah terhadap
peningkatan produksi Kelapa Sawit pada tanah pasir di Perkebunan Kelapa
Sawit Selangkun. Jurnal Agrikultura. 28 (1): 15-20.
Daniel TW, Helms JA, dan Baker FS. 1987. Prinsip -prinsip Silvikultur (terjemahan).
Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Dariah A, Maftuah E, Maswar. 2014. Karakteristik lahan gambut. Di dalam: Nurida
NL, Wihardjaka A, editor. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut
Terdegradasi. Bogor (ID): Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Hlm.
16–29.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Fire Management Global
Assessment 2006. United Nation (US): Food and Agriculture Organization of
the United Nation.
Ganjam M, Sundhakar RC. 2015. Geospatial monitoring and prioritization of forest
fire incidences in Andhra Pradesh, India. Enviro Monit Assess. (187): 616.
Hardjowigeno S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan: Histosol.
Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal
Hirano T, Segah H, Harada T, Limin S, June T, Hirata R, Osaki M. 2007. Carbon
dioxide balance of a tropical peat swamp forest in Kalimantan, Indonesia.
Global Change Biology. (13): 412-425.
Hooijer A, Silvius M, Wosten, H. Page S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2
emissions from drained peatlands in SE Asia. Wageningen: Delft Hydraulics
report Q3943.
Indahyani, S. Sumawinata, B. Darmawan. 2017. Pengukuran retensi air tanah gambut
menggunakan kombinasi three phase meter dan ceramic plate. Buletin Tanah
dan Lahan. 1(1):109-114
Irsan F. 2017. Pendugaan produksi biomassa dan dinamika hara di perkebunan kelapa
sawit dalam satu siklus pertanaman [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanain
Bogor
21
Wosten JHM, Van Den Berg J, Van Eijk P, Gevers GJM, Giesen WBJT, Hooijer A,
Idris A, Leenman PH, Rais DS, Siderius C, Silvius MJ, Suryadiputra N,
Wibisono IT. 2006. Interrelationships between hydrology and ecology in fire
degraded tropical peat swamp forests. Water Resources Development. 22(1):
157–174.
Yudasworo DI. 2001. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik dan kimia tanah
studi kasus di hutan sekunder haurbentes Jasinga-Bogor. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
24
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis Laboratorium Perhitungan C-organik Tanaman
Bobot Setelah di
Bobot Setelah di
Bobot Tanaman
Komoditas (%)
C-Organik Per
Oven 60ºC (g)
% Bobot yang
% C-Organik
Rata-Rata C-
Organik (%)
kode sampel
Bobot b (g)
Bobot c (g)
Basan (g)
hilang
No
(g)
1 AP-PS 1.1 66.3 29.2 2.004 0.255 37.10 3.72 89.98 52.20
52.23
2 AP-PS 1.2 66.3 29.2 2.002 0.252 37.10 3.68 90.09 52.26
3 AP-PS 2.1 127.1 45.4 2.001 0.285 81.70 6.47 92.09 53.41
53.24 52.6
4 AP-PS 2.2 127.1 45.4 2.000 0.306 81.70 6.95 91.50 53.07
5 AP-PS 3.1 115.4 46.5 2.001 0.295 68.90 6.86 90.05 52.23
52.25
6 AP-PS 3.2 115.4 46.5 2.003 0.294 68.90 6.83 90.09 52.26
7 AP-KS 1.1 179.5 74.2 2.002 0.107 105.30 3.97 96.23 55.82
55.81
8 AP-KS 1.2 179.5 74.2 2.006 0.108 105.30 3.99 96.21 55.80
9 AP-KS 2.1 112.8 47.2 2.004 0.074 65.60 1.74 97.34 56.46
56.46 56.3
10 AP-KS 2.2 112.8 47.2 2.003 0.074 65.60 1.74 97.34 56.46
11 AP-KS 3.1 110.3 44.3 2.005 0.079 66.00 1.75 97.36 56.47
56.46
12 AP-KS 3.2 110.3 44.3 2.006 0.080 66.00 1.77 97.32 56.45
13 AP-SM 1.1 50.3 14.7 2.003 0.149 35.60 1.09 96.93 56.22
56.17
14 AP-SM 1.2 50.3 14.7 2.001 0.158 35.60 1.16 96.74 56.11
15 AP-SM 2.1 82.5 27.8 2.006 0.105 54.70 1.46 97.34 56.46
56.47 56.1
16 AP-SM 2.2 82.5 27.8 2.003 0.104 54.70 1.44 97.36 56.47
17 AP-SM 3.1 99 25.4 2.008 0.247 73.60 3.12 95.75 55.54
55.53
18 AP-SM 3.2 99 25.4 2.001 0.249 73.60 3.16 95.71 55.51
19 AP-KR 1.1 64.8 29.3 2.000 0.076 35.50 1.11 96.86 56.19
56.18
20 AP-KR 1.2 64.8 29.3 2.007 0.077 35.50 1.12 96.83 56.17
21 AP-KR 2.1 126 67.9 2.004 0.084 58.10 2.85 95.10 55.16
55.20 55.6
22 AP-KR 2.2 126 67.9 2.006 0.082 58.10 2.78 95.22 55.23
23 AP-KR 3.1 66.2 33.8 2.002 0.087 32.40 1.47 95.47 55.38
55.35
24 AP-KR 3.2 66.2 33.8 2.008 0.089 32.40 1.50 95.38 55.32
25 AP-RT 1.1 130.6 47.1 2.001 0.095 83.50 2.24 97.32 56.45
56.57
26 AP-RT 1.2 130.6 47.1 2.004 0.081 83.50 1.90 97.72 56.68
27 AP-RT 2.1 107.9 43.8 2.008 0.071 64.10 1.55 97.58 56.60
56.51 56.6
28 AP-RT 2.2 107.9 43.8 2.005 0.080 64.10 1.75 97.27 56.42
29 AP-RT 3.1 128.6 41.1 2.005 0.084 87.50 1.72 98.03 56.86
56.8
30 AP-RT 3.2 128.6 41.1 2.006 0.092 87.50 1.88 97.85 56.76
Keterangan:
Kode : PS = Jerami padi SM = Semak
KS = Pangkasan pelepah kelapa sawit RT = Rerumputan
KR = Karet (batang, ranting, daun)
25
Lampiran 2 Hasil analisis uji beda dua sampel berpasangan terhadap seluruh
parameter
RIWAYAT HIDUP