Anda di halaman 1dari 42

ESTIMASI KEHILANGAN KARBON SERTA PERUBAHAN

KADAR AIR DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA GAMBUT


AKIBAT KEBAKARAN LAHAN:
Studi Kasus Uji Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa di Desa
Buatan I, Kabupaten Siak, Riau

ADI POERNOMO

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Kehilangan


Karbon serta Perubahan Kadar Air dan Beberapa Sifat kimia Gambut Akibat
Kebakaran Lahan: Studi Kasus Uji Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa di Desa
Buatan I, Kabupaten Siak, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2020

Adi Poernomo
NIM A14150037
ABSTRAK
ADI POERNOMO. Estimasi Kehilangan Karbon serta Perubahan Kadar Air dan
Beberapa Sifat kimia Gambut Akibat Kebakaran Lahan: Studi Kasus Uji
Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa di Desa Buatan I, Kabupaten Siak, Riau.
Dibimbing oleh HERU BAGUS PULUNGGONO dan SUPIANDI SABIHAM.

Kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan kerugian yang cukup berarti
baik segi ekonomi, sosial, maupun ekologi. Salah satu provinsi yang memiliki luas
kebakaran tertinggi adalah Provinsi Riau. Kebakaran merupakan salah satu
penyebab penambahan CO2 ke udara, selain itu juga dapat mengakibatkan
perubahan karakteristik fisik, kimia, dan biologinya. Penelitian ini difokuskan
dalam mengestimasi kehilangan karbon (loss of carbon) dari beberapa jenis
biomassa serta mengidentifikasi kadar air dan beberapa sifat kimia gambut sebelum
dan sesudah dilakukan uji pembakaran. Pengambilan contoh gambut dan lokasi
pembakaran dilakukan pada bulan Juni tahun 2019 di wilayah ring 1 perkebunan
sawit PT. KTU (Kimia Tirta Utama), Kecamatan Koto Gasip, Kabupaten Siak,
Provinsi Riau. Uji pembakaran menunjukkan biomassa karet memiliki jumlah
kehilangan karbon terbesar yaitu 34,34 tonC/ha. Uji Pembakaran juga
menyebabkan penurunan terhadap kadar air gambut yaitu dari rataan 230,8%
menjadi 83,9%. Terjadi peningkatan pH gambut yang bersamaan dengan
peningkatan unsur hara makro total (N, P, dan K), hara mikro total (Cu, Zn, dan
Mn) serta basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na). Peningkatan tersebut
disebabkan oleh penambahan unsur hara dari abu/arang pembakaran biomassa.

Kata kunci: uji pembakaran, gambut, kehilangan karbon


ABSTRACT

ADI POERNOMO. Estimation of Loss of Carbon and Changes in Water Content


and Some Chemical Properties of Peat Due to Land Fires: A Case Study of The
Burning Test of Several Types of Biomass in Buatan I Village, Siak Regency, Riau.
Supervised by HERU BAGUS PULUNGGONO and SUPIANDI SABIHAM.

Forest and land fires have caused significant losses both in economic, social,
and ecological terms. One of the provinces that has the highest fire area is Riau
Province. Fire is one of the causes of the addition of CO2 to the air, but it can also
cause changes in physical, chemical, and biological characteristics. This research is
focused on estimating of loss of carbon from several types of biomass and
identifying water content and some chemical characteristics of peta before and after
burning test. Sampling of peat and burning test location was carried out in June
2019 in the 1st ring are of PT. Kimia Tirta Utama (KTU), Koto Gasib District, Siak
Regency, Riau Province. The burning test showed that rubber biomass had the
largest amount of carbon loss, which was 34,34 tonC/ha. The burning test also
caused a decrease in peat water content, from average of 230,8% to 83,9%. An
increase in pH of peat coincides with an increase in total macro nutrients (N, P, and
K), total micro nutrients (Cu, Zn, and Mn), and interchangeable bases (Ca, Mg, K,
and Na). The increase was caused by the addition of nutrients from biomass burning
ash/charcoal.

Keywords: burning test, peat, loss of carbon


ESTIMASI KEHILANGAN KARBON SERTA PERUBAHAN
KADAR AIR DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA GAMBUT
AKIBAT KEBAKARAN LAHAN:
Studi Kasus Uji Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa di Desa
Buatan I, Kabupaten Siak, Riau

ADI POERNOMO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Judul Skripsi : Estimasi Kehilangan Karbon serta Perubahan Kadar Air
dan Beberapa Sifat kimia Gambut Akibat Kebakaran
Lahan: Studi Kasus Uji Pembakaran Beberapa Jenis
Biomassa di Desa Buatan I, Kabupaten Siak, Riau
Nama : Adi Poernomo
NIM : A14150037

Disetujui oleh

Dr Ir Heru Bagus Pulunggono, M.Agr Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, M.Agr


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi yang
dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai Oktober 2019 dengan judul “Estimasi
Kehilangan Karbon serta Perubahan Kadar Air dan Beberapa Sifat Kimia Gambut
Akibat Kebakaran Lahan: Studi Kasus Uji Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa
di Desa Buatan I, Kabupaten Siak, Riau” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, nasihat,dan bimbingan dari
berbagai pihak.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas
dukungan dan bantuan kepada pihak-pihak yang berperan dalam penyelesaian
penelitian dan skripsi ini, antara lain :
1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga penulis yang senantiasa
memberikan segala bentuk dukungan, bantuan, doa dan kasih sayangnya.
2. Dr Ir Heru Bagus Pulunggono, M.Agr sebagai pembimbing skripsi utama
yang selalu membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, M.Agr. sebagai pembimbing skripsi kedua
yang terus memberikan arahan supaya skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Desi Nadalia, SP, M.Si sebagai dosen penguji yang memberikan kritik
serta masukan untuk kebaikan skripsi ini.
5. PT. Kimia Tirta Utama Riau yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas penunjang untuk melaksanakan penelitian.
6. Tim Riset BPDPKS, laboran serta rekan-rekan divisi kimia dan kesuburan
yang telah membantu dan membersamai dari awal hingga selesai.
7. Mahasiswa Ilmu Tanah angkatan 52, dan pihak lainnya yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menjadi rantai keberlanjutan untuk penelitian-penelitian berikutnya supaya
pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian terus maju.

Bogor, Mei 2020

Adi Poernomo
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Definisi Gambut 2
Gambut dan Emisi Gas Rumah Kaca 2
Kebakaran Hutan dan Lahan 3
Sifat Fisik dan Kimia Gambut 4
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Prosedur Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Estimasi Kehilangan Karbon (Loss of Carbon) 11
Perubahan Kadar Air Gambut 13
Perubahan Beberapa Sifat Kimia Gambut 14
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1 Metode analisis biomassa dan gambut 10
2 Pendugaan kehilangan karbon beberapa jenis biomassa 11
3 Luasan kebakaran lahan dan estimasi karbon yang dilepas di Desa 12
Buatan

DAFTAR GAMBAR
1 Denah lokasi uji pembakaran 5
2 Biomassa yang diuji coba 6
3 Plot pengamatan 7
4 Teknik pembakaran melingkar 10
5 Grafik kehilangan karbon beberapa jenis biomassa periode waktu 12
2015-2019
6 Rata-rata kadar air (%) sebelum dan sesudah dibakar 13
7 Rata-rata pH sebelum dan sesudah dibakar 14
8 Rata-rata kandungan N-total gambut sebelum dan sesudah dibakar 15
9 Rata-rata kandungan P-total gambut sebelum dan sesudah dibakar 15
10 Rata-rata kandungan K-total gambut sebelum dan sesudah dibakar 16
11 Rata-rata kandungan Fe gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
12 Rata-rata kandungan Cu gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
13 Rata-rata kandungan Zn gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
14 Rata-rata kandungan Mn gambut sebelum dan sesudah dibakar 17
15 Rata-rata kandungan Ca-dd sebelum dan sesudah dibakar 18
16 Rata-rata kandungan Mg-dd sebelum dan sesudah dibakar 18
17 Rata-rata kandungan K-dd sebelum dan sesudah dibakar 19
18 Rata-rata kandungan Na-dd sebelum dan sesudah dibakar 19
19 Analisis lapang dan penentuan lokasi uji pembakaran 26
20 Wawancara dan FGD bersama masyarakat terkait kebakaran 26
21 Pembuatan plot uji coba pembakaran 27
22 Persiapan biomassa untuk uji pembakaran 27
23 Lapisan atas gambut setelah dilakukan uji pembakaran 27
24 Uji coba pembakaran beragam biomassa 28

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis laboratorium perhitungan C-organik Tanaman 24
2 Hasil analisis Uji beda dua sampel berpasangan terhadap seluruh 25
parameter
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu permasalahan lingkungan utama terkait degradasi lahan tropis


adalah kebakaran lahan. Kebakaran telah diidentifikasi sebagai salah satu isu
lingkungan utama yang memiliki dampak terhadap keanekaragaman hayati dan
iklim global jangka panjang (Ganjam et al. 2015). Luas kebakaran hutan dan lahan
di Indonesia pada tahun 2015 ditaksir sebesar 261.060 hektar (KLHK 2016). KLHK
juga menyampaikan bahwa salah satu provinsi yang memiliki luas kebakaran
tertinggi adalah Provinsi Riau, hal ini didukung dengan hasil taksiran luas sebesar
6.301 hektar pada tahun 2014 (KLHK 2015) menjadi 4.040 hektar pada tahun 2015
(KLHK 2016). Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2015), permasalahan ini
sebagai isu penting dan sebagai rutinitas tahunan yang telah menghabiskan
anggaran dalam jumlah yang cukup besar untuk pemadaman kebakaran.
Kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan kerugian yang cukup berarti
baik segi ekonomi, sosial, maupun ekologi (FAO 2007). Studi internasional
menunjukkan bahwa kira-kira 90 persen kebakaran lahan disebabkan oleh manusia,
sedangkan hanya sebagian kecil dari kebakaran yang memiliki penyebab alami,
misalnya petir (Vacik et al. 2011). Kebakaran lahan di Indonesia khususnya di
Kalimantan dan Sumatera sebagian besar disebabkan oleh manusia (Suratmo et al.
2003), namun keparahannya tergantung pada faktor lingkungan (Syaufina 2008).
Menurut Syaufina (2008), kebakaran lahan merupakan salah satu penyebab
penambahan CO2 ke udara, selain pembukaan lahan hutan dan konversi hutan.
Kebakaran di lahan gambut juga mengakibatkan perubahan pada karakteristik fisik,
kimia, dan biologinya. Besaran perubahan karakteristik tersebut bergantung pada
luas dan tingkat keparahan kebakaran gambut yang terjadi. Oleh karena itu,
penelitian ini difokuskan pada pendugaan kehilangan karbon dari beberapa jenis
biomassa serta mengidentifikasi perubahan kadar air dan beberapa sifat kimia
gambut sebelum dan sesudah dilakukan uji coba pembakaran di Desa Buatan I,
Kecamatan Koto Gasip, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Tujan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengestimasi kehilangan karbon serta perubahan


kadar air dan beberapa sifat kimia gambut yang terdiri dari kadar air, pH, hara
makro total (N, P, dan K), hara mikro total (Fe, Cu, Zn, dan Mn), dan basa-basa
dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na) sebagai akibat dari kebakaran lahan.

Manfaat Penelitian

Informasi terkait dampak kebarakan lahan terhadap estimasi kehilangan


karbon serta perubahan kadar air dan beberapa sifat kimia gambut yang diperoleh
dari penelitian ini, dapat dimanfaatkan sebagai informasi rehabilitasi lahan yang
terbakar serta menjadi acuan kepada masyarakat agar lebih peduli dalam menjaga
kelestarian ekologi lahan gambut.
2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Gambut

Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang berasal dari akumulasi
sisa tanaman yang telah mati, baik yang telah terlapuk maupun yang belum
terlapuk. Akumulasi terus bertambah akibat proses dekomposisi yang terhambat
karena kondisi lahan gambut yang anaerob sehingga menyebabkan rendahnya
tingkat perkembangan biota pengurai (Hardjowigeno 1989). Gambut memiliki
bahan dan proses pembentukan yang khas sehingga gambut memiliki sifat yang
berbeda dari tanah mineral. Berdasarkan proses genetik pembentukan gambut,
gambut di Indonesia termasuk kedalam gambut tropika yang memiliki sifat deposit
lebih berkayu (woody peat) dibandingkan dengan gambut sub tropika.
Gambut dalam Taksonomi Tanah USDA yang disusun oleh Soil Survey Staff
(2010) termasuk kedalam ordo Histosol. Gambut mempunyai kemampuan
menyerap dan menyimpan air lebih tinggi dari pada tanah mineral. Hal ini
dikarenakan gambut didominasi oleh bahan organik sehingga gambut mampu
menyerap air dalam jumlah yang relatif tinggi (Dariah et al. 2014). Lahan gambut
umumnya memiliki tingkat kemasaman yang tinggi dengan pH 3-5 (Agus dan
Subiksa 2008).
Gambut dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat dekomposisinya, yaitu
fibrik, hemik dan saprik (Sabiham dan Furukawa 1986). Bahan fibrik biasanya
berada di lapisan bawah, bahan hemik di lapisan tengah sedangkan bahan saprik
berada di lapisan atas profil tanah. Bahan fibrik berada pada keadaan tergenang
yang suatu saat bahan fibrik akan mengalami pengeringan dan terdekomposisi
menjadi bahan hemik dan bahan saprik. Bahan hemik merupakan bahan yang telah
terdekomposisi sedang dan dicirikan oleh warnanya yang coklat hitam. Bahan
saprik merupakan bahan yang telah terdekomposisi sehingga asal botaninya sudah
tidak dapat diidentifikasi lagi. Gambut berasal dari bahan organik dan dapat terus
mengalami penurunan atau subsiden karena dekomposisi oleh mikrob tanah. Akan
tetapi subsiden bukan hanya dipengaruhi dekomposisi oleh mikrob tanah, subsiden
merupakan fungsi dari pemadatan gambut (compaction), erosi dan, dekomposisi
bahan organik (Sabiham dan Sukarman 2012).

Gambut dan Emisi Gas Rumah Kaca

Luas lahan gambut di Indonesia sebesar 14,93 juta hektar, pulau yang
memiliki luasan lahan rawa gambut terbesar adalah pulau Sumatera dengan luasan
sebesar 6,44 juta hektar. Provinsi Riau memiliki luas gambut sebesar 3.867.413 ha
atau 43.4% dari luas wilayah daratannya (BBSDLP 2011). Pembentukan gambut
adalah proses penyerapan karbon. Hutan rawa gambut Indonesia mampu menyerap
karbon antara 0,01–0,03 gigaton setiap tahunnya. Perlu pemahaman tentang gambut
secara detail sehingga dapat menghasilkan cara alternatif untuk membuat ekosistem
ini produktif, namun ramah lingkungan dan berkelanjutan (Sorensen 1993).
Lahan gambut memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai sumber
pakan, habitat, pengatur tata air dan pengendali perubahan iklim. Gambut tergolong
tanah marginal dan rentan terhadap gangguan, sehingga usaha peningkatan
3

produktivitas lahan harus diikuti usaha mencegah kerusakan ekosistem. Kerusakan


lahan gambut terjadi karena penebangan pohon dan konversi hutan menjadi
penggunaan lain yang menyebabkan pengeringan gambut, pemadatan gambut,
subsidensi, dan kebakaran. Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, lahan gambut
memiliki kandungan karbon yang besar, sehingga gambut berperan sangat penting
sebagai pengaman perubahan iklim global. Jika lahan gambut terbakar, atau
terdegradasi, akan teremisi berbagai jenis gas rumah kaca (terutama CO2, N2O, dan
CH4) ke atmosfer yang siap untuk merubah iklim global. Oleh karena itu lahan
gambut harus dijaga kelestariannya dari berbagai penyebab kerusakan. Penurunan
emisi dari deforestasi dan pengrusakan hutan, atau Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation (REDD) adalah sebuah mekanisme
pengurangan deforestasi dan pengrusakan hutan dengan maksud mengurangi emisi
dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut. Skema REDD yang akan
memberikan kompensasi terhadap upaya mencegah deforestasi termasuk pada
lahan gambut diharapkan mampu meningkatkan kelestarian lahan gambut (Wibowo
2009).
Kebakaran hutan Indonesia diperkirakan memiliki cadangan karbon terbesar
pada gambut tropis yaitu 57,4 Gt atau setara 65% dari total karbon gambut tropis
(Page et al. 2011). Simpanan karbon dalam gambut dapat keluar ke atmosfer
melalui dua cara yaitu: (1) pembakaran lahan gambut dan (2) oksidasi lahan gambut
akibat turunnya muka air tanah gambut (Hooijer et al. 2006), selain karena faktor
pembuatan saluran, oksidasi gambut tergantung juga pada faktor lama musim
kemarau-hujan, kuantitas dan kualitas bahan organik gambut, temperatur dan
kelembaban tanah (Hirano et al. 2007).

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan didefinisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap


bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara
bebas dan tidak terkendali, sedangkan kebakaran lahan terjadi di kawasan non hutan
(Brown dan Davis 1973). Kebakaran di Indonesia seringkali membakar areal hutan
dan areal non hutan dalam waktu bersamaan akibat penjalaran api yang berasal dari
kawasan hutan menuju kawasan non hutan, atau sebaliknya. Hasilnya, istilah
kebakaran hutan dan lahan menjadi istilah yang melekat untuk kejadian kebakaran
di Indonesia (Syaufina 2008).
Proses pembakaran terjadi melalui dua proses yaitu proses kimia dan fisika.
Sebagai suatu reaksi kimia, proses ini sebenarnya merupakan proses yang
berlawanan dari proses fotosintesis. Brown dan Davis (1973) menjelaskan secara
sederhana hubungan antara proses fotosintesis dengan pembakaran dapat
digambarkan sebagai berikut:
Fotosintesis : CO2 + H2O + Energi matahari → C6H12O6 + O2
Pembakaran : C6H12O6 + O2 + suhu penyalaan → CO2 + H2O + panas
Pada proses fotosintesis, energi matahari terpusat secara perlahan-lahan,
sedangkan pada proses pembakaran, energi berupa panas dilepaskan secara cepat.
Selain panas, proses pembakaran (combustion) juga menghasilkan beberapa jenis
gas, terutama CO2, uap air, dan partikel-partikel.
4

Sifat Fisik dan Kimia Gambut

Hardjowigeno (2010) menjelaskan bahwa sifat fisik tanah terdiri dari warna
tanah, tekstur, struktur, bulk density, drainase, potensi mengembang dan mengkerut
tanah (Nilai COLE), kematangan tanah (Nilai-N), serta sifat lainnya seperti keadaan
batuan, padas (Pan), kedalaman efektif tanah dan lereng tanah. Sedangkan untuk
sifat kimia tanah yaitu reaksi tanah (pH), koloid tanah, kapasitas tukar kation
(KTK), pertukaran anion, kejenuhan basa, unsur hara essensial, mekanisme
pertukaran hara N, P, K, Ca, Mg, dan unsur mikro.
Penelitian Wijaya (2000) menunjukkan bahwa pembakaran serasah dibawah
tegakan pinus pada berbagai kelas umur memiliki dampak pada sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah. Menurut Wasis (2003) dampak kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi di Kalimantan Tengah terhadap tanah berpengaruh terhadap sifat fisik tanah
yaitu terjadinya pemadatan tanah dan struktur tanah menjadi rusak. Selain itu
perbaikan sifat kimia tanah (pH, KTK, dan KB) di Kalimantan Tengah dikarenakan
kegiatan pembakaran yang bertujuan untuk meningkatkan unsur hara tanah secara
mudah dan murah dilahan yang akan ditanami. Murtinah et al. (2017) menyatakan
bahwa lahan yang berada di TN Kutai Kalimantan Timur pasca kebakaran hutan 19
tahun yang lalu masih berdampak pada sifat fisik tanah yaitu meningkatkan
kerapatan bulk density, penurunan porositas dan permeabilitas tanah dengan fraksi
dominan pasir. Sifat kimia tanah memiliki pH sangat masam, daya hantar listrik
rendah dan KTK rendah, sedangkan kation basa Kalium lebih tinggi. Kebakaran
yang berdampak pada tanah terjadi pada tipe kebakaran bawah. Tipe kebakaran
tajuk dan permukaan tidak berpengaruh pada kondisi fisik-kimia dan biologi tanah.
Kesuburan alamiah gambut dapat berbeda antara satu dan lainnya diakibatkan
adanya perbedaan ketebalan lapisan gambut, tingkat dekomposisi, komposisi
tanaman penyusun gambut serta lapisan tanah mineral yang berada di bawahnya.
Secara kimiawi, gambut umumnya bereaksi masam dengan pH 3 sampai 4,5.
Gambut dangkal umumnya memiliki pH lebih tinggi (pH 4-5,1) dari pada gambut
dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan N total pada gambut termasuk tinggi namun kurang
tersedia bagi tanaman karena nisbah C/N yang tinggi. Kadar abu merupakan
petunjuk yang tepat untuk mengetahui tingkat kesuburan alami gambut. Pada
umumnya gambut dangkal yang terdapat pada tepi kubah memiliki kadar abu
sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1-3 m berkadar sekitar 10% dan
kubah yang lebih tebal dari 3 m berkadar kurang dari 10% bahkan hingga kurang
dari 5%, kapasitas tukar kation gambut umumnya sangat tinggi (90- 200 me/100g)
tetapi kejenuhan basa sangat rendah (BBSDLP 2008). Kandungan kation-kation
basa (Ca, Mg, dan Na) gambut umumnya rendah terutama pada gambut tebal.
Semakin tebal gambut, kadar abu semakin rendah dan kandungan Ca, Mg menurun
mengikuti kedalamannya. Kandungan Unsur mikro pada gambut umumnya sangat
rendah sehingga pelepasan unsur mikro dari proses mineralisasi juga rendah,
dengan demikian unsur mikro kurang tersedia bagi tanaman dan menimbulkan
defisiensi (Dikas 2010).
5

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 5 bulan (Juni 2019 sampai Oktober 2019).


Pengambilan contoh gambut dan lokasi uji coba pembakaran dilakukan pada bulan
Juni 2019 di wilayah ring 1 perkebunan kelapa sawit PT. KTU (Kimia Tirta Utama)
yang berada di Desa Buatan I, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Provinsi
Riau. Analisis kadar air dan beberapa sifat kimia gambut dilakukan pada bulan
September 2019 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Denah lokasi uji pembakaran

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk analisis sifat kimia gambut adalah contoh
gambut yang diambil dari lahan sebelum dan sesudah dilakukan uji pembakaran.
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia gambut di laboratorium yaitu aquadest,
larutan buffer pH 4.00, 7.00, 10.00, selenium mix, H2SO4 pekat, asam borat 4%,
indikator conway, NaOH 50%, HCl 0,1 N, boraks, HCl 25%, ammonium
heptamolibdat, DTPA, CaCl2.2H2O, HCl 6 N, TEA, HCl pekat, H3BO3, larutan PC,
asam asetat glasial, dan NH3 (25%).
Alat yang digunakan untuk uji pembakaran di lapang adalah bor gambut,
korek api, cangkul, golok, stopwatch, thermal thermometer, tali rafia, pita ukur,
plastik, label, alat dokumentasi, penggaris, dan alat tulis. Alat yang digunakan
untuk analisis sifat kimia gambut di laboratorium adalah neraca analitik, botol
kocok, dispenser, mesin kocok, pH meter, botol semprot, oven, cawan alumunium,
sendok timbang, desikator, tabung digestion, digestion block, alat destilasi, labu
didih, buret, pipet volume, gelas ukur, gelas piala, labu ukur, botol kocok plastik,
mesin kocok, kertas saring, Atomic Absoption Spectrophotometer (AAS), ruang
asam, tabung sentrifuge, stirer, sentrifuge, dan flamephotometer.
6

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) penentuan biomassa
yang akan dibakar, (2) pembuatan plot penelitian, (3) penentuan bobot tanaman
yang akan dibakar, (4) penentuan kadar air dan C-organik biomassa, (4)
pengambilan contoh gambut sebelum dibakar, (5) uji coba pembakaran, (6)
pengambilan contoh gambut sesudah dibakar, dan (7) analisis kimia gambut.

Penentuan Biomassa yang Akan Dibakar


Analisis lapang dilakukan sebelum dilaksanakannya uji coba pembakaran.
Berdasarkan hasil analisis lapang, terdapat 5 jenis biomassa yang dominan berada
di desa tersebut, yaitu padi sawah (jerami), pangkasan pelepah kelapa sawit (berusia
15 tahun), semak, pohon karet (batang, ranting, dan daun), serta rerumputan. Oleh
karena itu, uji coba pembakaran akan menggunakan 5 jenis biomassa tersebut.

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 2 Biomassa yang diuji coba (a) padi sawah/ jerami, (b) pangkasan
pelepah kelapa sawit berusia 15 tahun, (c) semak, (d) pohon karet yang terdiri dari
batang, ranting dan daun, (e) rerumputan

Pembuatan Plot Penelitian


Penentuan plot dilakukan dengan cara random sampling. Plot uji pembakaran
berada pada koordinat 0º45’39.8”N 101º47’04.2”E. Plot yang dibakar berukuran
1,5x1,5 m dengan sekat bakar disekitarnya yang berukuran 50 cm. Masing-masing
plot dibuat 3 kali ulangan, sehingga terdapat 15 plot uji coba pembakaran. Plot
penelitian berada pada lahan gambut dengan tingkat kematangan saprik dengan
kedalaman gambut rataan 78 cm. Suhu rataan gambut di lokasi penelitian adalah
29,22oC. Penggambaran plot akan dijelaskan pada Gambar berikut ini. (Gambar 3)
7

0,5m Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1,5m a

0,5m b
0,5m 1,5m 0,5m
Gambar 3 Plot pengamatan (a) plot yang diamati berukuran 1,5x1,5 m dan (b) sekat
bakar berukuran 50 cm

Penentuan Bobot Tanaman yang Akan Dibakar


Penentuan bobot tanaman dilakukan dengan cara mengonversi bobot tanaman
dalam luasan hektar. Berikut perhitungan yang digunakan.
1. Padi Sawah/ jerami
Berdasarkan hasil di lapang didapatkan padi milik warga yang gagal
panen dan dibiarkan mengering begitu saja. Peneliti mengambil padi
tersebut sebanyak 3 plot sesuai dengan luasan yang diharapkan yaitu
1,5x1,5m per plotnya. Plot 1 (Ulangan 1) memiliki bobot sebesar 2,80 kg,
plot 2 (Ulangan 2) sebesar 3,90 kg, dan plot 3 (Ulangan 3) 3,38 kg. Jika
dikonversikan kedalam luasan hektar, rataan bobot biomassa adalah
14.933,3 kg.
2. Pangkasan pelepah kelapa sawit (berusia 15 tahun)
Bagian kelapa sawit yang digunakan adalah pelepah hasil pangkasan.
Berdasarkan penelitian Irsan (2017), mengatakan bahwa pemangkasan
dilakukan secara rutin 4-6 kali dalam setahun. Setiap proses pemangkasan
akan mengembalikan 2-4 pelepah ke tanah. Populasi tanaman kelapa sawit
dalam satu hektar dengan jarak tanam 9x9m dengan menggunakan tipe
tanam persegi adalah 133 tanaman (ditambah baris ke-0). Diasumsikan
dalam setahun dilakukan pemangkasan sebanyak 6 kali dengan
mengembalikan 4 pelepah ke tanah. Jadi, terdapat sebanyak 3.192 pelepah
per hektar pertahun. Berdasarkan data lapang, bobot segar pelepah (basah)
adalah 8,15 kg yang terdiri dari bobot batang 6,34 kg dan bobot daun 1,81
kg. Maka, per hektar akan didapatkan bobot pelepah segar 26.014,8 kg. Jika
dikonversikan ke luasan plot penelitian, maka per plot didapatkan bobot
pelepah sebanyak 5,85 kg.
3. Semak
Berdasarkan hasil di lapangan didapatkan semak liar. Peneliti
mengambil semak tersebut sesuai dengan luasan yang diharapkan yaitu
1,5x1,5m per plotnya. Plot 1 (Ulangan 1) memiliki bobot sebanyak 9,52 kg,
plot 2 (Ulangan 2) sebanyak 9,24 kg, dan plot 3 (Ulangan 3) sebanyak 9,21
kg. Jika dikonversikan kedalam luasan hektar, rataan bobot biomassa adalah
41.422,2 kg.
4. Karet (batang, ranting, dan daun)
Bagian karet yang digunakan adalah batang, ranting, dan daun.
Berdasarkan penelitian Saragih (2011) total bobot basah tanaman karet
adalah 363.9 kg. Berdasarkan hasil di lapang, bobot basah tanaman karet
8

adalah 128,8 kg. Bobot tersebut terdiri dari bobot btang 75,8 kg, bobot
ranting 31,6 kg, dan bobot daun 21,4 kg. Asumsi jika dalam 1 hektar
terdapat pohon karet dengan jarak tanam 4x5 m, maka dalam 1 hektar
terdapat 500 pohon. Bobot biomassa total menjadi 64.400 kg tanaman karet
per hektar. Sehingga dalam luasan 2,25m2 didapatkan bobot 14,49 kg.
5. Rerumputan
Berdasarkan penelitian Manurung (2013) mengatakan bahwa vegetasi
rumput dengan kelas lereng agak landai biomassa total sebesar 10,6 ton/ha.
Jika dikonversikan ke plot berukuran 1,5x1,5m, maka per plot akan
memiliki bobot 2,39 kg.

Masing-masing ulangan pada biomassa padi sawah dan semak memiliki


bobot yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan biomassa diambil secara langsung di
lapang, dimana mempunyai luas lahan berbeda-beda yang kemudian bobot
perhektar nya merupakan hasil rata-rata.

Penentuan Kadar Air dan C-Organik Biomassa


Kadar air biomassa diketahui dengan cara mengambil sampel biomassa pada
saat biomassa dalam kondisi basah, kemudian sampel biomassa dimasukkan
kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 60ºC. Kadar air didapatkan setelah bobot
biomassa setelah di oven berada pada kondisi konstan/stabil. Penghitungan C-
organik menggunakan metode gravimetri dimana % bobot yang hilang dibagi
1,724. Data C-organik biomassa akan digunakan sebagai dasar perhitungan
pendugaan karbon yang hilang oleh biomassa. Pengukuran pendugaan kehilangan
karbon dilakukan dengan cara menghitung jumlah C-organik masing-masing
biomassa, kemudian dikalikan dengan besaran massa berdiri (standing stocks) dan
dikonversi kedalam luasan hektar. Adapun rumus yang digunakan adalah

𝐵𝐵 𝑏𝑇 − 𝐵𝐾 𝑏𝑇
𝐾𝐴(%) = 𝑥100%
𝐵𝐵 𝑏𝑇
Keterangan:
KA : Kadar Air BK : Berat Kering
BB : Berat Basah bT : Bahan Tanaman

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 (%) = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏

% 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔
𝐶 − 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (%) =
1,724
Keterangan:
Bobot b : bobot tanaman basah – bobot setelah di oven 60oC
Bobot c : (bobot setelah di oven 60oC / bobot sebelum di tanur 700oC) x
bobot setelah ditanur 700oC
9

%𝐶 − 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 𝑥 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘𝑠


𝐿𝑂𝐶 =
1000
Keterangan:
LOC : Loss of Carbon (tonC/ha)
Massa Berdiri : Ukuran biomassa yang ada pada saat pengamatan
dalam satuan tertentu
1000 : konversi satuan kg ke ton

Pengambilan Contoh Gambut


Pengambilan contoh gambut dilakukan pada masing-masing plot percobaan.
Pengambilan dilakukan dua kali yaitu pada saat sebelum pembakaran dan sesudah
pembakaran. Sebelum pembakaran, masing-masing plot diambil contoh sebanyak
2 ulangan. Begitu juga sesudah pembakaran (suhu gambut kembali ke suhu awal),
masing-masing plot diambil contoh sebanyak 2 ulangan. Sehingga total contoh
sebanyak 60. Pengambilan contoh setiap ulangan dari masing-masing plot
dilakukan dengan cara mengambil 6 contoh gambut individu atau 6 titik contoh
yang diambil secara zig-zag. Pada setiap titik diambil + 500 g gambut pada
kedalaman 0-20 cm. Kemudian contoh gambut dicampurkan secara merata dan
ditempatkan pada plastik yang bersih. Selanjutnya gambut di kering udarakan
sebelum dilakukan analisa di laboratorium. Berikut ilustrasi pengambilan contoh
gambut sebelum dan sesudah dilakukan uji pembakaran.

AP.PS 1.1* AP.KS 1.1* AP.SM 1.1* AP.KR 1.1* AP.RT 1.1*
AP.PS 1.2* AP.KS 1.2* AP.SM 1.2* AP.KR 1.2* AP.RT 1.2*
AP.PS 2.1* AP.KS 2.1* AP.SM 2.1* AP.KR 2.1* AP.RT 2.1*
AP.PS 2.2* AP.KS 2.2* AP.SM 2.2* AP.KR 2.2* AP.RT 2.2*
AP.PS 3.1* AP.KS 3.1* AP.SM 3.1* AP.KR 3.1* AP.RT 3.1*
AP.PS 3.2* AP.KS 3.2* AP.SM 3.2* AP.KR 3.2* AP.RT 3.2*

AP.PS 1.1** AP.KS 1.1** AP.SM 1.1** AP.KR 1.1** AP.RT 1.1**
AP.PS 1.2** AP.KS 1.2** AP.SM 1.2** AP.KR 1.2** AP.RT 1.2**
AP.PS 2.1** AP.KS 2.1** AP.SM 2.1** AP.KR 2.1** AP.RT 2.1**
AP.PS 2.2** AP.KS 2.2** AP.SM 2.2** AP.KR 2.2** AP.RT 2.2**
AP.PS 3.1** AP.KS 3.1** AP.SM 3.1** AP.KR 3.1** AP.RT 3.1**
AP.PS 3.2** AP.KS 3.2** AP.SM 3.2** AP.KR 3.2** AP.RT 3.2**
Keterangan:
Kode : PS = Jerami padi SM = Semak
KS = Pangkasan pelepah kelapa sawit RT = Rerumputan
KR = Karet (batang, ranting, daun)
Label yang diikuti “ * ” adalah contoh sebelum dibakar, sedangkan label yang diikuti
“ ** ” adalah contoh sesudah dibakar.

Uji Coba Pembakaran


Uji coba pembakaran yang dilakukan menggunakan teknik pembakaran
melingkar. Teknik ini umum digunakan oleh peladang di Indonesia yang proses
pembakarannya dimulai dari sisi atau pinggir lahan yang akan dijadikan ladang.
Teknik ini dapat dilakukan oleh 2 orang sampai lebih sesuai dengan kebutuhkan
peladang. Perbedaan jumlah orang yang membakar ditentukan oleh faktor
banyaknya anggota keluarga peladang, luas areal dan topografi lahan (Kuswandi
10

2006). Pengukuran suhu gambut awal dan sesudah dibakar juga dilakukan untuk
melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan gambut tersebut kembali ke suhu awal.

Keterangan : Arah angin


Arah pembakaran
Pembakar
Titik penyulitan api
Sekat bakar

Gambar 4 Teknik pembakaran melingkar (ring-firing) oleh 2 orang pembakar

Analisis Kimia Gambut


Analisis sifat kimia yang dilakukan meliputi: C-organik tanaman (%), pH,
unsur hara makro total: N (%), P (ppm) dan K (Cmol(+)/kg), unsur hara mikro total:
Fe, Cu, Zn, dan Mn (Cmol(+)/kg) serta basa-basa dapat dipertukarkan: Ca, Mg, K,
Na (ppm).

Tabel 1 Metode analisis biomassa dan gambut


Jenis unsur/analisis Metode ekstraksi
C-organik tanaman Gravimetri
pH H2O (1:5)
Unsur Hara Makro Total:
N Kjeldahl
P HCl 25%
K HCl 25%
Unsur Hara Mikro Total:
Fe DTPA
Cu DTPA
Zn DTPA
Mn DTPA
Basa-basa dapat dipertukarkan:
Ca N NH4Oac pH 7.0
Mg N NH4Oac pH 7.0
K N NH4Oac pH 7.0
Na N NH4Oac pH 7.0

Analisis Data
Data yang didapatkan setelah analisis kimia, kemudian dianalisis
menggunakan uji statistik. Uji beda dua sampel berpasangan (Paired sample T-test)
digunakan peneliti untuk mengetahui pengaruh uji pembakaran biomassa di lahan
gambut terhadap perubahan karakteristik kadar air dan beberapa sifat kimia gambut.
Untuk memudahkan perhitungan peneliti menggunakan program SPSS 16.0 for
windows. Secara manual rumus t-test yang digunakan untuk sampel berpasangan
atau paired adalah sebagai berikut:
11

̅̅̅1 − 𝑋
𝑋 ̅̅̅2
𝑡=
𝑆12 𝑆22 𝑠1 𝑠2
√ + − 2𝑟(
𝑛1 𝑛2 𝑛1 )(𝑛2 )
Keterangan:
̅̅̅
𝑋1 : rata-rata sampel 1 𝑟 : korelasi antara dua sampel
̅̅̅2 : rata-rata sampel 2
𝑋 𝑠1 : simpangan baku sampel 1
𝑆12 : varians sampel 1 𝑠2 : simpangan baku sampel 2
𝑆22 : varians sampel 2 𝑛1 : jumlah individu sampel 1
𝑛2 : jumlah individu sampel 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Estimasi Kehilangan Karbon (Loss of Carbon)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa C-organik masing-masing biomassa


memiliki jumlah yang berbeda dan sangat tinggi. Biomassa rerumputan memiliki
kandungan C-organik tertinggi yaitu 56,6%, kemudian pangkasan pelepah kelapa
sawit 55,4%, Semak 54,6%, karet (batang, ranting, daun) 53,3%, dan jerami padi
dengan kandungan C-organik terendah 52,3%. Pendugaan kehilangan karbon
beberapa jenis biomassa di Desa Buatan I, Kecamatan Koto Gasip, Siak, Riau pada
tahun 2019 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pendugaan kehilangan karbon beberapa jenis biomassa


C- Massa Kehilangan Kehilangan
Massa Berdiri
Biomassa organik Berdiri Karbon Karbon
(satuan)
(%) (kg/ha) (kgC/ha) (tonC/ha)
Jerami Padi 52,3 3,23 Kg/2,25 m2 14.355,56 7.503,65 7,50
Pangkasan 8,15
Pelepah Kelapa 55,4 Kg/Pelepah/ 26.014,8 14.406,99 14,41
Sawit Pohon
Semak 54,6 9,32 Kg/2,25 m2 41.422,22 22.620,55 22,62
Karet (Batang,
53,3 128,8 Kg/Pohon 64.400 34.344,52 34,34
Ranting, Daun)
Rerumputan 56,6 2,41 Kg/2,25 m2 10.711,11 6.065,70 6,07

Berdasarkan kandungan C-organik masing-masing plot dengan beragam


biomassa, didapatkan estimasi kehilangan karbon. Biomassa karet memiliki jumlah
kehilangan karbon terbesar yaitu 34,34 tonC/ha, kemudian biomassa semak 22,62
tonC/ha, dilanjutkan biomassa pangkasan pelepah kelapa sawit 14,41 tonC/ha,
jerami padi 7,50 tonC/ha, serta kehilangan karbon terkecil yaitu rerumputan 6,07
tonC/ha.
12

Kehilangan C akibat kebakaran lahan cukup besar yaitu pada tahun 2015,
sejak saat itu sampai dengan tahun 2018 tidak terjadi lagi kebakaran. Tanaman yang
terbakar pada tahun 2015 adalah: pelepah sawit, karet, semak (umumnya paku-
pakuan) dan rerumputan. Pada tahun 2019 terjadi lagi kebakaran lahan gambut
seluas 0,025 ha di desa yang sama pada area semak. Rata-rata C yang dilepas ke
atmosfer per tahun sebagai akibat kebakaran lahan selama periode tahun 2015
hingga 2019 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Luasan kebakaran lahan dan estimasi karbon yang dilepas di Desa Buatan
I, Siak
2015 2016 2017 2018 2019
Biomassa
............................ (Ha)/ tonC ............................
Pangkasan pelepah kelapa sawit (4) 57,64 0 0 0 0
Karet (batang, ranting, daun) (4) 137,36 0 0 0 0
Semak (8) 180,96 0 0 0 (0,025) 0,57
Rerumputan (4) 24,28 0 0 0 0
Sumber: wawancara MPA (Masyarakat Peduli Api) Desa Buatan I, Siak

Berdasarkan hasil penelitian, kebakaran hutan dan lahan menghasilkan tren


penurunan sumbangan karbon yang dilepas terhadap lingkungan, hal tersebut
selaras dengan menurunnya tingkat kebakaran hutan pada periode 2015-2019.
Berikut merupakan grafik penurunan kehilangan karbon di lokasi penelitian
(Gambar 5).
Kehilangan Karbon (Loss of Carbon)

200 180.96
150 137.36
Karbon

100
57.64
50 00 0 00 0
24.28 0 00 0.57
0 0
0 0 0
0 0
2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
Jerami Padi Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Semak Karet (batang, ranting, daun)

Gambar 5 Grafik kehilangan karbon beberapa jenis biomassa periode waktu


2015-2019

Data yang dihimpun dari Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim


KLHK (2018) menyebutkan bahwa pada tahun 2017, sektor yang memberikan
kontribusi terhadap emisi GRK nasional adalah sektor energi (49%), diikuti oleh
sektor kehutanan dan kebakaran gambut (25%) dan pertanian (11%). Pada tahun
2015 dan 2016 berturut-turut sektor kehutanan dan kebakaran gambut menyumbang
emisi sebesar 66% dan 43%. Dengan demikian, pada tahun 2017 terjadi penurunan
emisi sektor kehutanan dan kebakaran gambut yang sangat signifikan. Emisi gas
CO2 yang dihasilkan tentunya memperparah permasalahan perubahan iklim global.
13

Hal ini dikarenakan gas CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca sehingga
jika dalam jumlah besar terakumulasi di atmosfer dapat memberikan efek rumah
kaca yang dapat memperburuk kondisi perubahan iklim saat ini. Murdiyarso (1999)
menyatakan bahwa CO2 di udara yang terkonsentrasi di udara dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan peningkatan suhu lingkungan. Oleh karena itu, meskipun
kehilangan karbon dari kebakaran mengalami tren menurun, namun hal ini menjadi
salah satu permasalahan yang harus ditangani dengan bijaksana untuk mencegah
terjadinya perubahan iklim global.

Perubahan Kadar Air Gambut

Kebakaran membuat tanah menjadi terbuka dengan hilangnya serasah,


tumbuhan bawah, serta tajuk yang meningkatkan suhu dan laju evaporasi, sekaligus
menyebabkan hilangnya bahan organik yang menurunkan kandungan air tersedia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebakaran yang menimbulkan pemanasan
tanah dapat menghancurkan struktur tanah, memengaruhi total porositas dan ukuran
pori tanah (Prakoso 2005).
Kadar Air Gambut
300.00 255,1 261,7
211,1 213,1 212,9
200.00
98,9 106,2
100.00 82,1 69,4 62,6

0.00
Plot Jerami Plot Pengkasan Plot Semak Plot Karet Plot
Padi Pelepah Kelapa (batang, Rerumputan
Sawit ranting, daun)
Kadar Air Sebelum Dibakar (%) Kadar Air Setelah Dibakar (%)
Gambar 6 Rata-rata kadar air (%) sebelum dan sesudah dibakar
Berdasarkan gambar 6 dapat diketahui bahwa kadar air gambut sebelum
dibakar berkisar antara 211,1-261,7% degan rata-rata sebesar 230,8%, sedangkan
kadar air gambut sesudah dibakar bekisar antara 62,6-106,2% dengan rata-rata
sebesar 83,9%.
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis).
Kadar air gambut berkisar antara 100-1300% dari berat keringnya (Mutalib et al.
1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air 13 kali dari berat bobotnya
(Purbowaseso 2004). Sebagian besar tanah-tanah organik mengerut ketika
dikeringkan dan mengembang bila dibasahi kembali, kecuali apabila tanah-tanah
tersebut dikeringkan melewati ambang tertentu sehingga terjadi pengeringan tak
balik (irreversible drying) (Andriesse 1988). Penyusutan volume terjadi karena air
di dalam gambut keluar. Gambut mampu memegang air sangat besar tetapi
sebagian besar juga mudah hilang (Indahyani et al. 2017).
Perbedaan kadar air pada plot sebelum dan sesudah dibakar dikarenakan
kurang mampunya gambut untuk mengikat air. Haris (1998) dalam Ramadhan et
al. (2013) menyatakan bahwa proses pengeringan gambut yang berlebihan akan
cenderung merusak struktur ikatan antara air dan koloid (partikel terkecil dari bahan
14

organik yang memiliki muatan) dari gambut. Keadaan ini dapat diartikan bahwa
pada saat kering tidak balik terjadi, struktur ikatan fisik antara air dan koloid
organik sudah mengalami kerusakan akibat pengeringan yang intensif. Pengeringan
yang intensif terhadap gambut akan memercepat proses pematangan bahan gambut
dan menyebabkan permukaan gambut kehilangan kemampuan untuk mengikat air
sehingga pada temperatur yang tinggi saat musim kemarau tiba gambut akan mudah
terbakar (Suryadi et al. 2003 dalam Ramadhan et al. 2013)
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji beda dua sampel berpasangan
pada hasil kadar air gambut sebelum dan sesudah dibakar menunjukkan nilai
signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 2).

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Gambut

Dampak kebakaran terhadap kimia tanah dijelaskan oleh Brown dan Davis
(1973) dan Chandler et al. (1983). Kebakaran akan mengubah sifat-sifat kimia
tanah melalui tiga cara, yaitu mineral dilepaskan dari proses pembakaran yang
tertinggal abu, perubahan mikroklimat setelah kebakaran, dan dekomposisi mineral
liat penyederhana struktur organik menjadi bahan inorganik. Sumbangan nutrisi
tanah akibat kebakaran tidak berlangsung lama dan terbatas. Jika kebakaran terjadi
secara berulang-ulang maka degradasi lahan akan meningkat dan proses
pemiskinan hara tanah akan berlangsung. Parameter karakteristik sifat kimia
gambut yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH, unsur hara makro total (N,
P, dan K), unsur hara mikro total (Fe, Cu, Zn, dan Mn) serta basa-basa dapat
dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na).

pH
Hasil uji coba pembakaran menunjukkan terhadi peningkatan pH gambut.
Tingkat pH gambut sebelum dibakar bekisar 2,97-3,11 dengan rata-rata 3,03,
sedangkan pH gambut sesudah dibakar bekisar 3,86-4,88 dengan rata-rata 4,35
(Gambar 7).
pH
6.00 4.56 4.88 4.41
3.86 4.06
4.00 3.02 3.03 3.11 3.00 2.97
2.00
0.00
Plot Jerami Plot Pengkasan Plot Semak Plot Karet Plot
Padi Pelepah Kelapa (batang, Rerumputan
Sawit ranting, daun)

pH Sebelum Dibakar pH Sesudah Dibakar

Gambar 7 Rata-rata pH sebelum dan sesudah dibakar


Kemasaman tanah (pH) adalah suatu parameter penunjuk keaktifan ion-ion
H+ dalam larutan tanah. Ion-ion tersebut berkeseimbangan dengan H tidak
terdisosiasi senyawa-senyawa dapat larut dan tidak dapat larut yang terdapat dalam
sistem tanah tersebut (Purwowidodo 2005). Tingginya kemasaman gambut ini
disebabkan oleh tingginya kandungan asam-asam organik, yaitu asam humat dan
15

asam fulvat (Barchia 2006). Kenaikan pH gambut sesuai dengan Chandler et al.
(1983) dalam Sugarto (2005), bahwa abu pembakaran dapat meningkatkan
pertukaran kation sehingga cenderung menaikkan pH tanah.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji beda dua sampel berpasangan
pada derajat keasaman pH antara sebelum dan sesudah dibakar menunjukkan nilai
signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 2). Hal ini
sesuai dengan penelitian Widyasari (2008) yang menyatakan bahwa dampak
kebakaran lahan gambut berpengaruh signifikan terhadap pH tanah. Gimeno-
Garcia et al. (2000) dalam Anang dan Subowo (2012) menyatakan bahwa
kebakaran lahan mampu meningkatkan pH tanah, meningkatkan N-NH4+, fosfor
tersedia, Na+, K+, dan Mg2+, serta menurunkan KTK, dan Ca2+. Berbeda dengan
Penelitian Hermanto (2017) dalam Istiqlaliyah (2019) menunjukkan hasil pH tanah
dengan kebakaran berat yaitu sebesar 4,37 dan pada daerah yang tidak terbakar
sebesar 4,11. Tingkat kebakaran hutan baik dalam intensitas yang ringan, sedang
ataupun berat tidak memengaruhi perubahan pH tanah. Kandungan pH tanah yang
rendah disebabkan oleh tercucinya kation-kation basa yang terjadi di lapisan atas
ke lapisan yang lebih dalam dan akan meninggalkan kation H+ dan Al3+ di lapisan
paling atas yang berperan dalam kemasaman tanah, rendahnya pH tanah akan
menyebabkan ketersediaan unsur hara yang terus menurun dan hasilnya akan
menurunkan produksi tanaman (Darlita et al. 2017).

Hara Makro Total (N, P, dan K)


Hasil analisis laboratorium memerlihatkan kandungan hara makro total N, P
dan K dalam gambut mengalami peningkatan sesudah dilakukan uji coba
pembakaran. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10.
Kandungan Hara Makro Total (N)
2.00 1.56
1.13 1.32 1.21 1.18
0.74 0.63 0.68 0.77 0.60
0.00
Kadar N Sebelum Dibakar (%) Kadar N Sesudah Dibakar (%)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 8 Rata-rata kandungan N-total gambut sebelum dan sesudah dibakar


Kandungan Hara Makro Total (P)
50.00
38.27
40.00

30.00 26.13
22.57
20.00 16.35 17.69
8.28 7.37 9.34 7.32 8.16
10.00

0.00
Kadar P Sebelum Dibakar (ppm) Kadar P Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 9 Rata-rata kandungan P-total gambut sebelum dan sesudah dibakar


16

Kandungan Hara Makro Total (K)


0.10 0.07 0.07 0.07
0.05 0.06
0.01 0.01 0.01 0.00 0.00
0.00
Kadar K Sebelum Dibakar (Cmol(+)/kg) Kadar K Sesudah Dibakar (Cmol(+)/kg)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 10 Rata-rata kandungan K-total gambut sebelum dan sesudah dibakar

Analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan uji beda dua sampel


berpasangan pada hara makro total N, P, dan K antara sebelum dan sesudah dibakar
menunjukkan nilai signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran
2).
Peningkatan unsur hara disebabkan oleh penambahan unsur hara dari
abu/arang pembakaran biomassa. Bahan organik yang berasal dari biomassa
merupakan sumber N utama dalam tanah. Proses pembakaran menyebabkan
hilangnya tutupan lahan yang dapat meningkatkan suhu lingkungan (Hardjowigeno
2010). Penelitian Anang dan Subowo (2012) menunjukkan ketersediaan hara N
pasca kebakaran ternyata meningkat. Peningkatan N baik dalam NH4+ dan NO3-
dari pasca kebakaran ternyata memiliki pengaruh jangka pendek, sebab pada dua
tahun setelah kejadian kebakaran jumlah N makin menurun. Penurunan tersebut
terkait dengan makin rendahnya laju mineralisasi dan juga nitrifikasi serta
meningkatnya laju immobilisasi. Giardina dan Rhoades (2001) dalam Anang dan
Subowo (2012) menunjukkan bahwa tebang dan tebang-bakar menunjukkan laju
mineralisasi dan nitrifikasi lebih tinggi daripada kontrol dan tanpa tebang-bakar.
Hal itu sebagai salah satu alasan bahwa pembakaran hutan dan lahan seringkali
dilakukan para peladang berpindah di daerah tropis termasuk Indonesia untuk
pengkayaan unsur hara sebelum tanam padi ladang.
Unsur P gambut sesudah dibakar cenderung mengalami peningkatan.
Berbeda dengan penelitian Istiqlaliyah (2019), dimana unsur P setelah dilakukan
pembakaran cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan adanya
pencucian tanah (leaching) oleh air hujan. Menurut Daniel et al. (1987) unsur P
merupakan unsur yang paling mudah tercuci. Faktor yang menyebabkan perbedaan
adalah waktu dan interval pengambilan contoh. Penelitian Istiqlaliyah (2019)
diambil dalam interval waktu mingguan, sedangkan dalam penelitian ini, contoh
diambil sesaat setelah biomassa menjadi abu dan suhu gambut kembali normal.

Hara Mikro Total (Fe, Cu, Zn, dan Mn)


Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah
yang sangat kecil, tetapi fungsinya penting dan tidak tergantikan (Lahuddin 2005).
Berdasarkan hasil analisis laboratorium didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan
kandungan unsur hara mikro yang terdiri dari Cu, Zn , dan Mn, sedangkan unsur
Fe terjadi penurunan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 11,
12, 13, dan 14).
17

Kandungan Hara Mikro Total (Fe)

250.00
199.87 196.59
200.00 163.88 164.12
143.90 139.33 146.64 137.89 146.28 147.48
150.00
100.00
50.00
0.00
Kadar Fe Sebelum Dibakar (ppm) Kadar Fe Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 11 Rata-rata kandungan Fe gambut sebelum dan sesudah dibakar

Kandungan Hara Mikro Total (Cu)


1.00
0.49 0.38 0.25
0.12 0.13 0.16 0.14 0.14 0.15 0.26
0.00
Kadar Cu Sebelum Dibakar (ppm) Kadar Cu Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 12 Rata-rata kandungan Cu gambut sebelum dan sesudah dibakar


Kandungan Hara Mikro Total (Zn)
20.00
12.70
8.13 6.88
4.53 4.94
1.17 1.54 1.36 3.37 1.26
0.00
Kadar Zn Sebelum Dibakar (ppm) Kadar Zn Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 13 Rata-rata kandungan Zn gambut sebelum dan sesudah dibakar

Kandungan Hara Mikro Total (Mn)

100.00
64.66
48.4645.47
50.00 38.24
27.05
2.40 3.13 9.51 2.71 2.61
0.00
Kadar Mn Sebelum Dibakar (ppm) Kadar Mn Sesudah Dibakar (ppm)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 14 Rata-rata kandungan Mn gambut sebelum dan sesudah dibakar


18

Analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan uji beda dua sampel


berpasangan pada hara mikro total Fe, Cu, Zn, dan Mn antara sebelum dan setelah
dibakar menunjukkan nilai signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan
95% pada unsur Fe, Cu, Zn, dan Mn (Lampiran 2). Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Rahmasari (2011) dimana dalam hasil analisis di Areal UPT Taman
Hutan Raya R. Soerjo pada bulan Mei dan Juni 2010, menunjukkan unsur hara
mikro meningkat pada tingkat kebakaran berat yang telah terbakar selama setahun.
Sehingga kebakaran dapat memengaruhi kesuburan tanah dan membatasi tingkat
pertumbuhan pada tanaman.

Basa-Basa Dapat Dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na)


Basa-basa yang dapat dipertukarkan meliputi Kalsium (Ca), Magnesium
(Mg), Kalium (K), dan Natrium (Na). Berdasarkan hasil analisis laboratorium,
terjadi peningkatan basa-basa dapat dipertukarkan sesudah dilakukan uji
pembakaran. Ca merupakan kation yang paling cocok untuk mengurangi
kemasaman atau manaikkan pH tanah (BKS. PTN, 1991 dalam Sianturi 2006).
Hasil ini berbeda dengan penelitian Yudasworo (2001) dimana nilai Ca sesaat
setelah kebakaran mengalami penurunan, akan tetapi pada periode 8 bulan setelah
terbakar kandungan Ca meningkat dari 2,27 me/100g menjadi 2,61 me/100g.
Peningkatan nilai kalium senada dengan penelitian Widyasari (2008), dimana
terjadi peningkatan setelah pembakaran. Begitu juga dengan peningkatan nilai Na
senada dengan penelitian Yudasworo (2001) yang menyebutkan bahwa kandungan
natrium mengalami peningkatan. Peningkatan basa-basa ini disebabkan oleh karena
pembakaran serasah dan tumbuhan bawah (dalam hal ini biomassa) yang
memberikan sumbangan basa-basa dari penguraian bahan organik atau humus,
terutama dari abu hasil pembakaran biomassa. Peningkatan basa-basa tersebut
dapat dilihat pada Gambar 15, 16, 17 dan 18.

50.00 Kadar Basa-Basa Dapat Dipertukarkan (Ca)

22.29
7.03 11.7411.22
2.14 2.77 3.60 2.47 2.03 5.19
0.00
Kadar Ca Sebelum Dibakar (cmol(+)/kg) Kadar Ca Setelah Dibakar (cmol(+)/kg)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 15 Rata-rata kandungan Ca-dd sebelum dan sesudah dibakar

50.00 Kadar Basa-Basa Dapat Dipertukarkan (Mg)

20.09
9.72 14.30
5.35 9.33
0.29 0.21 0.69 0.50 0.32
0.00
Kadar Mg Sebelum Dibakar (cmol(+)/kg) Kadar Mg Setelah Dibakar (cmol(+)/kg)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan

Gambar 16 Rata-rata kandungan Mg-dd sebelum dan sesudah dibakar


19

10.00 Kadar Basa-Basa Dapat Dipertukarkan (K) 9.09


7.07
4.39
1.86 2.05
0.13 0.10 0.11 0.09 0.09
0.00
Kadar K Sebelum Dibakar (cmol(+)/kg) Kadar K Setelah Dibakar (cmol(+)/kg)
Plot Jerami Padi Plot Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Plot Semak Plot Karet (batang, ranting, daun) Plot Rerumputan
Gambar 17 Rata-rata kandungan K-dd sebelum dan sesudah dibakar

20.00 Kadar Basa-Basa Dapat Dipertukarkan (Na)


9.53
5.36 4.17 5.54 7.36
0.25 0.20 0.19 0.12 0.12
0.00
Kadar Natrium Sebelum Dibakar Kadar Natrium Sesudah Dibakar
(cmol(+)/kg) (cmol(+)/kg)
Jerami Padi Pengkasan Pelepah Kelapa Sawit Semak Karet (batang, ranting, daun) Rerumputan
Gambar 18 Rata-rata kandungan Na-dd sebelum dan sesudah dibakar

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji beda dua sampel berpasangan
pada basa-basa dapat dipertukarkan Ca, Mg, K, dan Na antara sebelum dan sesudah
dilakukan uji pembakaran menunjukkan nilai signifikansi (2-arah) 0.000<0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada selang
kepercayaan 95% (Lampiran 2).

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Hilangnya karbon dari beberapa jenis biomassa memiliki nilai yang berbeda-
beda. Kehilangan karbon pada saat kebarakan hutan dan lahan pada periode waktu
2015-2019 mengalami tren penurunan. Hal tersebut selaras dengan terjadinya
penurunan jumlah kebakaran hutan dan lahan. Perubahan yang diakibatkan oleh
kebakaran tersebut adalah penurunan kadar air gambut. Selain itu, kebakaran dapat
meningkatkan kandungan hara makro total (N, P, dan K), hara mikro total (Cu, Zn,
dan Mn), serta basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, Na) sesaat setelah terjadi
kebakaran.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap parameter sifat fisik dan kimia
gambut lainnya, begitu juga dengan dampak pembakaran gambut berdasarkan
kedalaman dan kematangan gambut.
20

DAFTAR PUSTAKA

Andriesse JP. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. Bull. 59. 165 hlm.
Agus F, Subiksa IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry
Centre (ICRAF).
Anang MF, Subowo G. 2012. Dampak kebakaran lahan terhadap kesuburan fisik,
kimia, dan biologi tanah serta alternatif penanggulangan dan
pemanfaatannya. Jurnal Sumberdaya Lahan. 6(02): 89-100
Barchia MF. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Yogyakarta
(ID): UGM Pr.
[BBSDLP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250 000. Bogor (ID): BBSDLP.
Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Fire Control and Use. Me Graw Hill Book
Company, Inc. USA.
Chandler CP, Cheney L. Trabaud, William D. 1983. Fire in Forest Fire Behaviour
and Effect. (1): 171-180 Canada. USA.
Darlita RR, Benny J, Rija S, 2017. Analisis beberapa sifat kimia tanah terhadap
peningkatan produksi Kelapa Sawit pada tanah pasir di Perkebunan Kelapa
Sawit Selangkun. Jurnal Agrikultura. 28 (1): 15-20.
Daniel TW, Helms JA, dan Baker FS. 1987. Prinsip -prinsip Silvikultur (terjemahan).
Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Dariah A, Maftuah E, Maswar. 2014. Karakteristik lahan gambut. Di dalam: Nurida
NL, Wihardjaka A, editor. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut
Terdegradasi. Bogor (ID): Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Hlm.
16–29.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Fire Management Global
Assessment 2006. United Nation (US): Food and Agriculture Organization of
the United Nation.
Ganjam M, Sundhakar RC. 2015. Geospatial monitoring and prioritization of forest
fire incidences in Andhra Pradesh, India. Enviro Monit Assess. (187): 616.
Hardjowigeno S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan: Histosol.
Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal
Hirano T, Segah H, Harada T, Limin S, June T, Hirata R, Osaki M. 2007. Carbon
dioxide balance of a tropical peat swamp forest in Kalimantan, Indonesia.
Global Change Biology. (13): 412-425.
Hooijer A, Silvius M, Wosten, H. Page S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2
emissions from drained peatlands in SE Asia. Wageningen: Delft Hydraulics
report Q3943.
Indahyani, S. Sumawinata, B. Darmawan. 2017. Pengukuran retensi air tanah gambut
menggunakan kombinasi three phase meter dan ceramic plate. Buletin Tanah
dan Lahan. 1(1):109-114
Irsan F. 2017. Pendugaan produksi biomassa dan dinamika hara di perkebunan kelapa
sawit dalam satu siklus pertanaman [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanain
Bogor
21

Istiqlaliyah PS. 2019. Dampak pembakaran terkendali (controlled burning) terhadap


sifat tanah dan pertumbuhan tanaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Iswanto DS. 2005. Perubahan sifat fisik dan kimia gambut pada lahan bekas terbakar
di tegakan acacia crassicarpan PT. Sebangun Bumi andalas wood industries,
Propinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. Statistik Tahun 2018.
Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Statistik Kementerian
Kehutanan Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Statistik Kementerian
Kehutanan Tahun 2015. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.
Lahuddin. 2005. Pengaruh jenis tanah, pemupukan dan NaHCO3 pada tanah tergenang
terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi sawah. Jurnal
Penelitian Pertanian. (24): 13-22.
Manurung SM, Rauf A, Razali. 2013. Kajian total biomassa rerumputan dan
pengaruhnya terhadap tata air tanah di daerah tangkapan air Danau Toba.
Studi kasus di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. Jurnal Online
Agroekoteknologi. 1(4): 1319-1329
Murdiyarso D. 1999. Strategi Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim [Internet].
[Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. [diunduh 2019 November
20]. Tersedia pada: www.perpustakaanmenlh.or.id
Murtinah V, Edwin M, Bane O. 2017. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik dan
kimia tanah di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Jurnal Pertanian
Terpadu. 2(5): 128-139.
Mutalib, A.A, Lim JS, Wong MH, and Koonvai L. 1991. Characterization, distribution
and utilization of peat in Malaysia. In Proc. International Symposium on
Tropical Peatland. 1991 Meyi 6-10.; Kuching, Malaysia. Hlm. 7-16.
Njurumana GND, Mariana T, Tri. PY. 2008. Kajian Penerapan Sistem Kaliwu dalam
Pengelolaan Tata Air di Sumba Barat. Buletin Penelitian Hutan 642. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Page SE, Rieley JO, Banks CJ. 2011. Global and regional importance of the tropical
peatland carbon pool. J. Global Change Biology Bioenergy. (17): 798-818.
Prakoso, Y. 2005. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisika tanah di hutan
tanaman sekunder akasia (accacia mangium) di Desa Langensari Kecamatan
Parung Kuda Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Priandi RN. 2005. Dampak kebakaran hutan terhadap tumbuhan bawah dan sifat kimia
tanah hutan di hutan pendidikan Gunung Walat-Sukabumi. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Purbowaseso, B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): Rineka Cipta
Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Rahmasari, E.K. 2011. Komposisi dan struktur vegetasi pada areal hutan bekas
terbakar di Taman Hutan Raya R. Soerjo, Malang. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
22

Ramadhan S, Yusran FH, Haris A, Asmawi S. 2013. Pengaruh pembakaran gambut


terhadap gugus fungsional organic yang dihubungkan dengan kadar air
gambut. Jurnal EnviroScienteae. (9): 112-123
Riwandi. 2001. Kajian stabilitas gambut tropika Indonesia berdasarkan analisis
kehilangan karbon organik, sifat fisiko kimia, dan komposisi bahan gambut
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sabiham S, H. Furukawa. 1986. Study of floral composition of peat in the lower
Batanghari river basin of Jambi, Sumatera. Southeast Asian Studies, Kyoto
Univ. 24(2): 113-132.
Sabiham S, Sukarman. 2012. Pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan kelapa
sawit di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan. 6(2): 55-66.
Saragih ES, Muhdi, Hanafiah DF. 2011. Pendugaan cadangan karbon pada tanaman
karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) umur 0 tahun di perkebunan rakyat
Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. Hml 143-148
Sianturi, F. 2006. Perubahan sifat fisik dan kimia tanah pada areal bekas terbakar di
tegakan puspa (Schima wallichii Korth). [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy Eleventh Edition. Washington DC
(US): United States Department of Agriculture.
Sugarto IS. 2005. Perubahan sifat fisik dan kimia tanah setelah 1, 2, dan 3 tahun
pembakaran di hutan sekunder, Jasinga Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian
Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia; Perilaku, Penyebab, dan
Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing.
Sorensen. 1993. Indonesian peat swamp forests and their role as a carbon sink.
Chemosphere. 27(6): 1065–1082.
Syukur A, Indah NM. 2006. Kajian pengaruh pemberian macam pupuk organik
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe di inceptisol Karanganyar.
Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan. 6(2).
Vacik H, Arndt N, Arpaci A, Koch V, Muller M, Gossow H. 2011. Characterisation
of forest fire in Austria. Austrian Journal of Forest Sciences. 128(1): 1–31.
Wasis B. 2003. Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap kerusak tanah. Jurnal
Manajemen Hutan Tropika. 2(9): 79-86.
Wibowo. 2009. Peran lahan gambut dalam perubahan iklim global. Tekno Hutan
Tanaman. 2(1): 19–28.
Widyasari N, Eka A. 2008. Pengaruh sifat fisik dan kimia tanah gambut dua tahun
setelah terbakar dalam mempengaruhi pertumbuhan Acacia crassicarpa a.
Cunn. Ex Benth di areal IUPHHKHT PT. Sebangun Bumi Andalas Wood
Industries. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijaya K. 2000. Analisis deskriptif pengaruh pembakaran serasah secara terkendali
terhadap sifat-sifat tanah di bawah tegakan Pinus merkusii Jungh. Et de
Vriesa pada berbagai kelas umur di RPH Tenjowaringin, BKPH Singaparna,
KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanain Bogor.
23

Wosten JHM, Van Den Berg J, Van Eijk P, Gevers GJM, Giesen WBJT, Hooijer A,
Idris A, Leenman PH, Rais DS, Siderius C, Silvius MJ, Suryadiputra N,
Wibisono IT. 2006. Interrelationships between hydrology and ecology in fire
degraded tropical peat swamp forests. Water Resources Development. 22(1):
157–174.
Yudasworo DI. 2001. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik dan kimia tanah
studi kasus di hutan sekunder haurbentes Jasinga-Bogor. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
24

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis Laboratorium Perhitungan C-organik Tanaman

Bobot Setelah di

Bobot Setelah di
Bobot Tanaman

Tanur 700ºC (g)


Bobot Sebelum
di Tanur 700ºC

Komoditas (%)
C-Organik Per
Oven 60ºC (g)

% Bobot yang

% C-Organik

Rata-Rata C-
Organik (%)
kode sampel

Bobot b (g)

Bobot c (g)
Basan (g)

hilang
No

(g)
1 AP-PS 1.1 66.3 29.2 2.004 0.255 37.10 3.72 89.98 52.20
52.23
2 AP-PS 1.2 66.3 29.2 2.002 0.252 37.10 3.68 90.09 52.26
3 AP-PS 2.1 127.1 45.4 2.001 0.285 81.70 6.47 92.09 53.41
53.24 52.6
4 AP-PS 2.2 127.1 45.4 2.000 0.306 81.70 6.95 91.50 53.07
5 AP-PS 3.1 115.4 46.5 2.001 0.295 68.90 6.86 90.05 52.23
52.25
6 AP-PS 3.2 115.4 46.5 2.003 0.294 68.90 6.83 90.09 52.26
7 AP-KS 1.1 179.5 74.2 2.002 0.107 105.30 3.97 96.23 55.82
55.81
8 AP-KS 1.2 179.5 74.2 2.006 0.108 105.30 3.99 96.21 55.80
9 AP-KS 2.1 112.8 47.2 2.004 0.074 65.60 1.74 97.34 56.46
56.46 56.3
10 AP-KS 2.2 112.8 47.2 2.003 0.074 65.60 1.74 97.34 56.46
11 AP-KS 3.1 110.3 44.3 2.005 0.079 66.00 1.75 97.36 56.47
56.46
12 AP-KS 3.2 110.3 44.3 2.006 0.080 66.00 1.77 97.32 56.45
13 AP-SM 1.1 50.3 14.7 2.003 0.149 35.60 1.09 96.93 56.22
56.17
14 AP-SM 1.2 50.3 14.7 2.001 0.158 35.60 1.16 96.74 56.11
15 AP-SM 2.1 82.5 27.8 2.006 0.105 54.70 1.46 97.34 56.46
56.47 56.1
16 AP-SM 2.2 82.5 27.8 2.003 0.104 54.70 1.44 97.36 56.47
17 AP-SM 3.1 99 25.4 2.008 0.247 73.60 3.12 95.75 55.54
55.53
18 AP-SM 3.2 99 25.4 2.001 0.249 73.60 3.16 95.71 55.51
19 AP-KR 1.1 64.8 29.3 2.000 0.076 35.50 1.11 96.86 56.19
56.18
20 AP-KR 1.2 64.8 29.3 2.007 0.077 35.50 1.12 96.83 56.17
21 AP-KR 2.1 126 67.9 2.004 0.084 58.10 2.85 95.10 55.16
55.20 55.6
22 AP-KR 2.2 126 67.9 2.006 0.082 58.10 2.78 95.22 55.23
23 AP-KR 3.1 66.2 33.8 2.002 0.087 32.40 1.47 95.47 55.38
55.35
24 AP-KR 3.2 66.2 33.8 2.008 0.089 32.40 1.50 95.38 55.32
25 AP-RT 1.1 130.6 47.1 2.001 0.095 83.50 2.24 97.32 56.45
56.57
26 AP-RT 1.2 130.6 47.1 2.004 0.081 83.50 1.90 97.72 56.68
27 AP-RT 2.1 107.9 43.8 2.008 0.071 64.10 1.55 97.58 56.60
56.51 56.6
28 AP-RT 2.2 107.9 43.8 2.005 0.080 64.10 1.75 97.27 56.42
29 AP-RT 3.1 128.6 41.1 2.005 0.084 87.50 1.72 98.03 56.86
56.8
30 AP-RT 3.2 128.6 41.1 2.006 0.092 87.50 1.88 97.85 56.76
Keterangan:
Kode : PS = Jerami padi SM = Semak
KS = Pangkasan pelepah kelapa sawit RT = Rerumputan
KR = Karet (batang, ranting, daun)
25

Lampiran 2 Hasil analisis uji beda dua sampel berpasangan terhadap seluruh
parameter

Uji Beda Dua Sampel Berpasangan


Perbedaan Berpasangan
Perbedaan Interval
nilai rata- keyakinan 95% signifi
Simpa
rata dari Std. untuk perbedaan kansi
ngan t df
parameter Error (2-
baku Te Ter
yang arah)
rendah tinggi
diamati*
KA Pre - Post 146.9 57.36 10.47 125.52 168.36 14.03 29 0.00
pH Pre - Post -1.33 0.77 0.14 -1.61 -1.04 -9.45 29 0.00
N-total Pre - Post -0.596 0.28 0.05 -0.70 -0.4911 -11.6 29 0.00
P-total Pre - Post -0.357 0.289 0.05 -0.47 -0.2493 -6.78 29 0.00
K-total Pre - Post -0.073 0.017 0.003 -0.08 -0.0667 -23.7 29 0.00
Fe Pre - Post 20.232 40.24 7.35 5.21 35.257 2.754 29 0.01
Cu Pre - Post -0.168 0.21 0.04 -0.25 -0.090 -4.38 29 0.00
Zn Pre - Post -5.697 3.33 0.61 -6.94 -4.453 -9.37 29 0.00
Mn Pre - Post -40.70 25.56 4.67 -50.25 -31.157 -8.72 29 0.00
Ca-dd Pre - Post -8.897 9.11 1.66 -12.30 -5.497 -5.35 29 0.00
Mg-dd Pre - Post -11.36 8.72 1.59 -14.61 -8.098 -7.13 29 0.00
K-dd Pre - Post -4.785 4.26 0.78 -6.38 -3.195 -6.16 29 0.00
Na-dd Pre - Post -6.215 4.19 0.77 -7.78 -4.651 -8.13 29 0.00
Keterangan:
nilai signifikansi (2-arah) 0.000<0.05, maka terdapat perbedaan yang signifikan
pada selang kepercayaan 95%.
*perbedaan nilai rata-rata dari parameter sebelum terhadap sesudah dibakar.
26

Gambar 19 Analisis lapang dan penentuan lokasi uji pembakaran

Gambar 20 Wawancara dan FGD bersama masyarakat terkait kebakaran


27

Gambar 21 Pembuatan plot uji coba pembakaran

Gambar 22 Persiapan biomassa untuk uji coba pembakaran

Gambar 23 Lapisan atas gambut setelah dilakuan uji pembakaran


28

Gambar 24 Uji coba pembakaran beragam biomassa


29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bondowoso, Jawa Timur


pada tanggal 27 September 1996 dari pasangan Bapak
Martoyo dan Ibu Anisatul Hairiyah. Penulis merupakan
anak kedua dari enam bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun
2009 di SDN Kademangan 1, pada tahun 2012 di SMPN
1 Bondowoso, pada tahun 2015 di SMAN 1 Tenggarang,
dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis
mendapatkan beberapa beasiswa, diantaranya Beasiswa Karya Salemba Empat,
Beasiswa Rumah Kepemimpinan, dan Beasiswa Asrama Kepemimpinan dan Kader
Pejuang Pertanian. Selain itu penulis aktif dalam organisasi diantaranya Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) periode 2016-2017
sebagai staff, Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) periode 2017-2018
sebagai anggota, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM Faperta)
periode 2018-2019 sebagai kepala departemen, Ikatan BEM Pertanian Indonesia
(IBEMPI) periode 2018-2019 sebagai staff ahli. Penulis juga diamahi sebagai Duta
IPB pada tahun 2018. Berbagai kepanitiaan penulis juga ikuti diantaranya project
leader pemilihan IPB Green Environnmental Ambassador (Duta Lingkungan) pada
tahun 2016, ketua pelaksana Masa Pengenalan Kampus (MPF) Faperta IPB 2017.
Penulis merupakan penggagas kegiatan di tingkat internasional yaitu Agri Youth
Leader Mission pada tahun 2018 di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Jolotigo,
Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah pada tahun 2018 dan juga melaksanakan
Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB) selama 6 bulan di Pupuk
Indonesia Grup penempatan Kompartemen Riset, PT. Petrokimia Gresik pada tahun
2019. Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah politik pertanian tahun
2019. Penulis juga berpartisipasi dalam program internasional diantaranya, Future
Leader Camp Batik Festival di Kyoto Jepang pada tahun 2017, pelatihan Agri
Youth Leader Mission di Malaysia, Singapura dan Thailand pada tahun 2018 dan
2019, Asia Pacific Agriculture Student Summit di Kaohsiung, Taiwan pada tahun
2019, dan lain sebagai

Anda mungkin juga menyukai