com
Lalu Muhamad Alfian Ramdani, Sukainil Ahzan*, Dwi Sabda Budi Prasetya
Pendidikan Fisika, Fakultas Sains, Teknik, dan Sains Terapan, Universitas
Pendidikan Mandalika, Indonesia
* Email Penulis yang Sesuai:sukainilahzan@ikipmataram.ac.id
Bagaimana cara mengutip artikel ini? Ramdani, L., M., A., Ahzan, S., & Prasetya, D., S., B. (2020). Pengaruh Jenis
dan Komposisi Perekat Terhadap Sifat Fisik dan Laju Pembakaran
Biobriket Eceng Gondok.Lensa: Jurnal Kependidikan Fisika, 8(2), 85-92.
doi:https://doi.org/10.33394/j-lkf.v8i2.2786
PERKENALAN
Kebutuhan minyak tanah bersubsidi untuk oven tembakau di wilayah NTB yang menggunakan
13.509 unit oven mencapai 45 juta liter (Wijana & Nurchayati, 2013). Penggunaan energi ini
harus segera diimbangi dengan penyediaan energi alternatif guna mengatasi kelangkaan
sumber energi minyak bumi (Elfiano, et al., 2014). Jika tidak ditemukan sumber energi baru,
dikhawatirkan industri yang bergantung pada minyak bumi akan mengalami defisit energi
(Ayuningtias, 2019). Penggunaan kayu sebagai pengganti minyak tanah untuk bahan bakar
banyak digunakan karena harganya yang relatif murah dan mudah didapat. Namun jika
dilakukan terus menerus akan menurunkan potensi kayu dan menimbulkan masalah serius bagi
kelestarian lingkungan.
Salah satu peluang sebagai sumber energi alternatif adalah biomassa dengan cara memutarnya
menjadi briket. Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, hasil budidaya
dan limbah industri (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan) (Supriyatno &
Crishna, 2010). Briket adalah bahan bakar padat yang diperoleh dari pengepresan bahan yang
berukuran relatif kecil atau tidak beraturan (Agustina & Syafrian, 2005). Penggunaan briket dapat
menghemat penggunaan bahan bakar fosil dan dapat mengurangi dampak emisi karbon (Supatata,
et al., 2013).
Salah satu potensi biomassa yang dapat dijadikan briket adalah eceng gondok.
Selain pertumbuhannya yang sangat cepat, eceng gondok juga banyak mengandung unsur
karbon terutama selulosa (C6H10HAI5)n (Pangga & Ahzan, 2019). Kandungan selulosa eceng
gondok kering cukup tinggi yaitu 64,51% (Fachry, et al., 2010). Sehingga eceng gondok
sangat cocok sebagai bahan baku pembuatan briket.
Kualitas briket tidak hanya ditentukan oleh bahan bakunya saja, tetapi faktor lainnya
adalah jenis dan komposisi perekatnya. Jenis bahan perekat akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap sifat dan karakteristik briket yang dihasilkan karena adanya perbedaan
kandungan kimia perekat (Lestari, et al., 2010). Hasil penelitian Utomo dan Primastuti (2013)
menunjukkan bahwa briket berbahan dasar eceng gondok dengan perekat tepung tapioka lebih
baik dibandingkan tepung terigu. Sejalan dengan penelitian Erlinda Ningsih, dkk (2016) tentang
pengaruh jenis perekat pada briket, disebutkan bahwa yang paling baik dan memenuhi SNI
diantara getah karet, arpus, tepung tapioka dan sagu adalah tapioka dengan komposisi perekat
20%.
Selain jenis perekat, faktor jumlah perekat juga bisa mempengaruhi
kualitas briket (Permatasari & Utami, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Patabang (2011), diketahui bahwa variasi jumlah perekat mempengaruhi kualitas briket
yang dihasilkan. Hasil penelitian Amin, dkk (2017) menunjukkan bahwa nilai kadar air
meningkat dengan meningkatnya persentase perekat pada briket. Namun, nilai kalor
mencapai titik maksimum untuk perekat tapioka 7%. Hasil penelitian Hendra (2011)
menunjukkan karakteristik briket eceng gondok terbaik adalah briket arang eceng
gondok dengan daya rekat 5%, untuk briket campuran dengan daya rekat 12,5%, dan
biobriket eceng gondok dengan daya rekat 15%.
Data di atas menginformasikan bahwa eceng gondok merupakan bahan baku briket yang
baik. Namun Firdaus (2011) menjelaskan bahwa 30% dari total luas Bendungan Batujai di
Lombok Tengah telah tertutup eceng gondok. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatannya
belum maksimal. Hal ini menginspirasi saya sebagai peneliti untuk melakukan penelitian
dengan tujuan mengetahui pengaruh jenis dan komposisi bahan perekat dalam pembuatan
biobriket eceng gondok terhadap sifat fisik dan laju pembakaran biobriket eceng gondok.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan studi literasi. Rancangan
penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu.
-1
6% 9% 12% 15%
Komposisi Perekat
Penambahan komposisi perekat menyebabkan briket memiliki densitas yang lebih tinggi sehingga
pori-pori briket akan mengecil. Karim, dkk (2016) menambahkan bahwa briket yang berpori kecil
menyebabkan air yang terperangkap di dalamnya sulit menguap selama proses pengovenan.
Selain komposisi perekat, faktor lain yang mempengaruhi kadar air dalam briket adalah
jenis perekat yang digunakan. Hal ini disebabkan zat kimia yang terkandung dalam bahan
perekat berbeda. Bahan perekat terbaik adalah yang memiliki kadar air paling sedikit yaitu
semen dengan komposisi 6%. Semen adalah perekat hidrolik yang mengeras bila dicampur
dengan air. Selain itu perekat ini lebih kuat dibandingkan perekat organik seperti tapioka dan
gandum, namun biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dan menghasilkan abu yang lebih banyak
(Miskah, et al, 2016).
Kepadatan
Kepadatan briket adalah perbandingan antara massa dan volume briket. Densitas
lengkap dari biobriket yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.
0,60
Kepadatan (g/cm3)
0,40
0,20
0,00
6% 9% 12% 15%
Komposisi Perekat
Nilai Kalor
Nilai kalor atau kalor adalah jumlah energi panas yang dilepaskan atau dihasilkan oleh
suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran bahan bakar tersebut. Nilai kalor merupakan
parameter utama dalam menentukan kualitas biobriket yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai
kalor maka kualitas briket semakin baik. Nilai kalor lengkap dari biobriket yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 4.
5000
4000
3000
2000
Nilai Kalor
1000
(Kal)
0
6% 9% 12% 15%
Komposisi Perekat
5
x 0,01
4
Tingkat Pembakaran (g/s)
3
2
1
0
6% 9% 12% 15%
Komposisi Perekat
briket kehilangan banyak massa dalam waktu singkat yang mengakibatkan briket memiliki tingkat
pembakaran yang lebih tinggi.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air terendah dimiliki oleh
biobriket perekat semen 6% dengan nilai 5,138%, tertinggi dimiliki oleh biobriket
perekat tepung terigu 15% dengan nilai 13,953%. Kepadatan terendah dimiliki oleh
biobriket perekat tapioka 6% dengan nilai 0,412 g/cm3, tertinggi pada biobriket
perekat semen 15% dengan nilai 0,513 g/cm3. Nilai kalor terendah dimiliki oleh
biobriket perekat tepung terigu 15% dengan nilai 2984,520 kalori, tertinggi adalah
biobriket perekat tapioka 9% dengan nilai 4476,780 kalori. Laju pembakaran
terendah dimiliki oleh biobriket perekat semen 6% dengan nilai 0,029543 g/s,
tertinggi pada biobriket perekat tepung terigu 15% dengan nilai 0,042431 g/s.
Penambahan perekat menyebabkan kadar air, densitas dan laju pembakaran
biobriket meningkat tetapi nilai kalornya cenderung menurun.
REKOMMENTASI
Saran yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini adalah dalam tahap
persiapan, pembuatan dan pengujian biobriket disarankan untuk dilakukan secara
bersamaan dan mendapatkan perlakuan yang sama untuk meminimalkan dampak
faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban yang tidak dapat dipastikan selalu
sama pada saat penelitian karena memanfaatkan sinar matahari. Selain itu, perlu
adanya kajian lebih lanjut mengenai biobriket eceng gondok dengan variabel yang
berbeda untuk menghasilkan nilai yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI).
REFERENSI
Afriyanto, MR (2011). Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat pada Pembuatan
Briket Blotong sebagai Bahan Bakar Alternatif.Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor.
Agustina, SE & Syafrian A. (2005). Mesin Pengempa Briket Limbah Biomassa, Salah
Satu Solusi Penyediaan Bahan Bakar Pengganti BBM untuk Rumah Tangga dan
Industri Kecil. dalamSeminar Nasional dan Kongres Perteta. Bandung, Indonesia.
Amin, AZ, Pramono, Sunyoto. (2017). Pengaruh Variasi Jumlah Perekat Tepung
Tapioka Terhadap Karakteristik Briket Arang Tempurung Kelapa.Jurnal Sainteknol.
15(2): 111-118.
Ayuningtias, AW (2019). Uji Karakteristik Biobriket dari Tanaman Eceng Gondok dan
Sekam Padi dengan Variasi dan Perekat Berbeda.Skripsi S1.
UniversitasMuhammadiyah Surakarta.
Elfiano, E., Subekti, P., Sadil, A. (2014). Analisa Proksimat dan Nilai Kalor Pada Briket
Bioarang Limbah Ampas Tebu dan Arang Kayu.Jurnal Aptek. 6(1): 57-64.
Fachry, AR, Sari, TI, Dipura, AY, Najamudin, J. (2010). Mencari Suhu Optimal
Proses Karbonisasi dan Pengaruh Campuran Batubara terhadap Kualitas Briket Eceng
Gondok.Jurnal Teknik Kimia. 17(2), April 2010.
Firdaus, A. (2011). Dampak Pencemaran Lingkungan Kota Praya Terhadap Kualitas Air
Waduk Batujai.Buletin Geologi Tata Lingkungan. 21(2): 69-82.
Hendra, D. (2011). Pemanfaatan Eceng Eondok (Eichornia crassipes) untuk Bahan Baku
Briket sebagai Bahan Bakar Alternatif.Jurnal Penelitian Hasil Hutan.29(2): 189-210.
Iriany, Meliza, Abednego, F., Sibarani, S., Irvan. (2016). Pengaruh Perbandingan Massa
Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa serta Kadar Perekat Tapioka Terhadap
Karakteristik Briket.Jurnal Teknik Kimia. 5(1): 20-26
Ismayana, A. & Afriyanto, MR (2012). Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat pada
Pembuatan Briket Blotong sebagai Bahan Bakar Alternatif.Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. 21(3): 186-193.
Karim, MA, Ariyanto, E., Firmansyah, A. (2014). Biobriket Enceng Gondok
(Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Bakar Energi Terbarukan.Reaktor. 15(1): 59- 63.
Lestari, L., Aripin., Yanti., Zainuddin., Sukmawati., Marliani. (2010). Analisis Kualitas
Briket Arang Tongkol Jagung yang Menggunakan Bahan Perekat Sagu dan Kanji.
Jurnal Aplikasi Fisika. 6(2): 93-96.
Maryono, Sudding, Rahmawati. (2013). Pembuatan dan Analisis Mutu Briket Arang
Tempurung Kelapa Ditinjau dari Kadar Kanji.Jurnal Chemika. 14(1): 74-83. Miskah,
S., Lestari, A., Damayanti, EP (2016). Pengaruh Variasi Jumlah Campuran
Perekat Tapioka dan Semen Terhadap Pembuatan Biobriket Ampas Tebu.Jurnal Teknik
Kimia. 22(4): 11-18.
Ningsih, E., Mirzayanti, YW, Himawan, HS, Indriani, HM (2016). Pengaruh Jenis
Perekat Pada Briket Dari Kulit Buah Bintaro Terhadap Waktu Bakar. dalam
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.Yogyakarta, Indonesia.
Pangga, D. & Ahzan, S. (2019). Pengembangan Eceng Gondok sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Briket Sumber Energi Alternatif. dalamSeminarNasional. Mataram,
Indonesia: FPMIPA, IKIP Mataram.
Patabang, D. (2011). Studi Karakteristik Termal Briket Arang Kulit Buah Kakao.Jurnal
Mekanikal, 2(1): 23-31.
Permatasari, IY & Utami, D. (2015). Pembuatan dan Karakteristik Briket Arang dari
Limbah Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) dengan Menggunakan Variasi
Jenis Bahan Perekat dan Jumlah Bahan Perekat. dalamSeminar Nasional Kimia,(pp
59-69), Yogyakarta, Indonesia: Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA UNY.
Ristianingsih, Y., Ulfa, A., Syafitri, RKS (2015). Mempengaruhi Suhu dan Konsentrasi
Perekat Terhadap Karakteristik Briket Bioarang Berbahan Dasar Baku Tandan Kosong
Kelapa Sawit dengan Proses Pirolisis.Jurnal Konversi. 4(2): 16-22. Supatata, N., Buates,
J., Hariyanont, P. (2013). Karakterisasi Briket Bahan Bakar Yang Dibuat
dari Lumpur Limbah yang Dicampur dengan Eceng Gondok dan Lumpur Limbah yang
Dicampur dengan Sedge.Jurnal Internasional Ilmu dan Pembangunan Lingkungan. 4(2):
179-181. Supriyatno & Crisna BM (2010). Studi Kasus Energi Alternatif Briket Sampah
Lingkungan Kampus POLBAN Bandung. dalamProsiding Seminar Nasional Teknik
Kimia “Kejuangan”. Yogyakarta, Indonesia: UMY.
Wijana, M. & Nurchayati. (2013). Desain Tungku Briket Biomassa System Kontinyu
Sebagai Teknologi Pemanfaatan Energi Alternatif Pengganti Bahan Bakar Terpakai
Pada Oven Tembakau Di Masyarakat Pedesaan.Jurnal Teknik Mesin Universitas
Mataram. 3(1): 60-66.
Lensa: Jurnal Kependidikan Fisika|Desember 2020, Volume 8, Nomor 2 92