Anda di halaman 1dari 58

Pengaruh Hutan Mangrove Terhadap Kesuburan

Tanah di Lahan Pesisir Baros

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Wajib


Siswa Kelas XI SMA Kolese De Britto
Tahun Ajaran 2023/2024

oleh:

Ambrosius Tyaga Pradipta Aditama XI MIPA-1/02


Christophorus Nandana Refaya XI MIPA-4/09
Febrian Dwianto XI MIPA-5/12

SMA KOLESE DE BRITTO


YOGYAKARTA
2023

i
Pengaruh Hutan Mangrove Terhadap Kesuburan
Tanah di Lahan Pesisir Baros

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Wajib


Siswa Kelas XI SMA Kolese De Britto
Tahun Ajaran 2023/2024

oleh:
Ambrosius Tyaga Pradipta Aditama XI MIPA-1/02
Christophorus Nandana Refaya XI MIPA-4/09
Febrian Dwianto XI MIPA-5/12

SMA KOLESE DE BRITTO


YOGYAKARTA
2023

ii
Lembar Pengesahan

Makalah dengan judul “Pengaruh Hutan Mangrove Terhadap Kesuburan


Tanah di Lahan Pesisir Baros” ini telah diterima dan disetujui sebagai salah satu
tugas wajib
siswa kelas XI SMA Kolese De Britto
pada tanggal 28 Februari 2024

Mengetahui,
Kepala SMA Kolese De Britto Pembimbing,

FX. Catur Supatmono, S.Pd., M.Ed. Al. Prima Adhi Putra, S.Pd.

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Kami menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa makalah dengan judul
“Pengaruh Hutan Mangrove Terhadap Kesuburan Tanah di Lahan Pesisir
Baros”ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang
telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya
karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februari 2024

Ketua Kelompok Anggota 1 Anggota 2

Febrian Dwianto Ambrosius Tyaga Pradipta Christophorus Nandana


Aditama Refaya

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya
ilmiah tentang “Pengaruh Hutan Mangrove Terhadap Kesuburan Tanah di lahan
Pesisir Baros”.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Al Prima Adhi Putra S.Pd.
selaku pembimbing yang memberikan arahan, saran dan masukan. F. Wahyu
Indriastuti, S.Pd. selaku guru biologi SMA Kolese De Britto yang juga terus
memberi kami masukan dan arahan. Organisasi Akar Napas yang membantu dalam
memberikan solusi dari karya ilmiah kami dan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Tentunya, penulisan makalah ini tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena
itu, kami dengan terbuka menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan
juga inspirasi untuk pembaca.

Yogyakarta, 2024

Ambrosius Tyaga Pradipta Aditama


Christophorus Nandana Refaya
Febrian Dwianto

iv

v
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vi

ABSTRAK ix-x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1. 2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Kerangka Berpikir 5

BAB II LANDASAN TEORI 6

2.1 Hutan Mangrove 6

2.2 Wilayah Estuari 9

2.3 Kesuburan Tanah 14

2.4 Sifat Kimia Tanah 16

2.4.1 Reaksi pH Tanah 16

2.4.2 C-Organik 17

vi
2.4.3 Fosfor (P2O5) 18

2.4.4 Natrium (Na) 18

2.4.5 Kejenuhan Basa (KB) 20

2.4.6 Kapasitas Tukar Kation (KTK) 21

2.5 Sifat Fisik Tanah 22

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 24

3.1 Jenis Penelitian 24

3.2 Ruang Lingkup 25

3.2.1 Ruang Lingkup Penelitian 25

3.2.2 Subjek Penelitian 25

3.2.3 Objek Penelitian 26

3.3 Variabel Penelitian 26

3.3.1 Variabel Bebas 26

3.3.2 Variabel Terikat 26

3.3.3 Variabel Pengganggu 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data 27

3.5 Teknik Analisis Data 27

3.6 Tahap-Tahap Penelitian 27

3.6.1 Na Metode Titrasi Argentometri 28

3.6.2 Kandungan Fosfor (P2O5) 28

3.6.3 Kandungan C-Organik 30

3.6.4 Kandungan pH 31

3.7 Hipotesis 31

vii
BAB IV HASIL ANALISIS DAN DATA PENELITIAN 32

4.1 Hasil Data Penelitian 32

4.2 Pembahasan 32

4.2.1 Kandungan Natrium 33

4.2.2 Kandungan pH 34

4.2.3 Kandungan C-Organik 35

4.2.4 Kandungan P2O5 36

4.3 Keberadaan Mangrove Terhadap Kandungan Natrium 37

4.4 Hubugan pH dengan Unsur Lain 38

4.5 Hubungan Kadar C-Organik dengan Kesuburan Tanah 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 46

viii
ABSTRACT
This research aims to determine the effect that causes differences in the chemical
fertility of soil in agricultural land in the Baros estuary area that is covered with
mangroves and not covered with mangroves in the Baros village, Tirtohargo sub-
district, Kretek district, Bantul regency, as well as to support horticultural farming
efforts in the Baros village, Tirtohargo sub-district, Kretek district, Bantul regency.
Soil samples were taken at two locations, namely in the part of the land covered by
mangroves and land that is not covered by mangroves. Furthermore, the soil was
analyzed for its chemical properties in the Soil Chemistry and Fertility Laboratory.
Soil research was conducted from September to October 2023. The results of the
analysis of several chemical properties of the soil in the agricultural land in the
Baros village, Tirtohargo sub-district, Kretek district, showed that the soil acidity
(soil pH) was in a slightly acidic state (5.4 - 6.7), organic C had low to moderate
content values (2.1-4.7), and the Phosphorus (P2O5) nutrient content was in a low
state (0.43 - 0.64). In general, based on the laboratory analysis results, the chemical
fertility of the soil in the Baros village, Tirtohargo sub-district, Kretek district, is at
a low level.

ix
ABSTRAK
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh yang menyebabkan perbedaan keadaan
kesuburan kimia tanah pada lahan pertanian daerah estuari Baros yang terlindungi
mangrove dan tidak terlindungi mangrove di desa Baros, Kelurahan Tirtohargo,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, sekaligus untuk menunjang usaha pertanian
hortikultura di desa Baros, Kelurahan Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten
Bantul. Pengambilan sampel tanah dilakukan di dua lokasi yaitu di bagian lahan
yang terlindungi Mangrove dan lahan yang tidak terlindungi Mangrove.
Selanjutnya tanah di analisis sifat kimia tanah di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah. Penelitian tanah berlangsung pada September sampai Oktober
2023. Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah pada lahan pertanian di desa Baros,
Kelurahan Tirtohargo, Kecamatan Kretek, menunjukan bahwa kemasaman tanah
(pH tanah) berada pada keadaan agak masam ( 5,4 - 6,7 ), C-organik memiliki nilai
kandungan rendah sampai sedang ( 2,1- 4,7), kandungan hara Fosfor (P2O5) berada
pada keadaan rendah ( 0,43 - 0,64). Secara umum berdasarkan hasil analisis
laboratorium menyatakan bahwa kesuburan kimia tanah di desa Baros, Kelurahan
Tirtohargo, Kecamatan Kretek, berada pada tingkat yang rendah.

x
xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Daerah estuari merupakan perairan muara sungai semi terlindungi yang

berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat

bercampur dengan air tawar dari sungai dengan lingkungan laut 1. Keberadaan

daerah estuari niscaya atau dapat tidak terlepas dari keberadaan Hutan mangrove di

sekitarnya. Mangrove adalah komunitas pohon tropis yang dapat tumbuh subur

dalam kondisi yang tidak dapat ditoleransi oleh jenis pohon tropis lainnya,

Mangrove dapat tumbuh subur dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Beberapa

jenis mangrove yang umum di Indonesia adalah Rhizophora, Avicennia, Bruguiera,

Sonneratia, Ceriops, dan Nypa.

Mangrove memiliki sistem perakaran yang unik, berkat sistem perakaran

mangrove yang kompleks, rapat, dan lebat, yang dapat menangkap sisa bahan

organik dan endapan yang terbawa air laut dari daratan sehingga mangrove berperan

dalam mempengaruhi kesuburan tanah di lahan pesisir. Kesuburan tanah adalah

kondisi atau keadaan dan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan

tanaman dengan berbagai komponen di dalamnya, seperti biologi, kimiawi, dan

fisika. Kesuburan tanah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kedalaman efektif,

1
DKP: “Estuari, Ibunya Pantai” https://dkp.kulonprogokab.go.id/detil/218/estuari-ibunya-pantai.
Diakses tanggal 12 Desember 2023

1
tekstur, struktur, kelembaban, tata udara, reaksi tanah (pH), bahan organik,

banyaknya unsur hara, cadangan unsur hara, dan ketersediaan terhadap

pertumbuhan tanaman. Kesuburan tanah dapat dievaluasi melalui uji kandungan

yang terdapat dalam tanah(kimiawi).

Salah satu daerah yang memiliki ekosistem mangrove di Daerah Istimewa

Yogyakarta yakni Pantai Baros. Kawasan mangrove Baros berada di muara Sungai

Opak Yogyakarta yang merupakan lahan Sultan Ground dengan luas ± 25 Ha.

Sampai sekarang mangrove yang sudah tumbuh dengan baik berwujud rimbunan

seluas 6-7 ha 2. Jenis mangrove yang ditanam yaitu Avicennia sp., Rhizophora sp.,

Bruguera sp., dan Nypa sp. Kawasan mangrove Baros mempunyai keunikan khusus

yang tidak ada di kawasan mangrove lain, yaitu adanya lahan pertanian yang

berjarak dekat dengan kawasan mangrove.

Lahan pertanian yang terdapat di sekitar Kawasan mangrove Baros cukup

unik dan hanya ada satu satunya di Yogyakarta atau mungkin di Indonesia.

Kawasan ini dapat disebut unik karena, dari yang biasanya kita jumpai, lahan

pertanian di daerah pesisir berjarak cukup jauh dari batas daratan dan air. Kawasan

ini memiliki lahan pertanian yang dekat dengan perbatasan darat dan air. Mangrove

yang melindungi atau menutupi lahan pertanian bisa menjadi dugaan yang kuat

mengenai dapat berlangsungnya sektor pertanian. Hal ini berkaitan dengan

2
BKSDA: “Kawasan EKSITU” https://bksdajogja.org/kawasan-eksitu-/detail/73/kawasan-
mangrove-baros.html. Diakses tanggal 7 September 2023.

2
kesuburan tanah dari lahan pertanian yang terlindungi oleh mangrove di kawasan

mangrove Baros

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

pengaruh hutan mangrove terhadap kesuburan tanah di lahan pesisir Baros, dengan

tujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik hutan mangrove dan

parameter kesuburan tanah, serta memberikan rekomendasi untuk pengelolaan dan

pelestarian hutan mangrove dan tanah di lahan pesisir Baros.

Makalah ini akan membahas dan menyimpulkan mengenai perbandingan

kesuburan lahan yang terlindungi hutan mangrove serta kesuburan lahan yang tidak

terlindungi hutan mangrove untuk membuktikan peranan dari hutan mangrove

sebagai penangkap sisa bahan organik dan endapan yang terbawa air laut yang

memengaruhi kesuburan tanah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah hutan mangrove Baros memengaruhi kesuburan tanah lahan di

pesisir Pantai Baros?

2. Bagaimana analisis hasil uji sampel terhadap kesuburan tanah di daerah

pesisir Baros dengan membandingkan kandungan dalam tanah di daerah

yang terlindungi mangrove dan yang tidak terlindungi ?

3
1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh hutan mangrove terhadap kesuburan tanah lahan

pesisir Pantai Baros

2. Menganalisis hasil dari uji sampel tanah untuk melihat kesuburan tanah

yang terlindungi mangrove dan tidak terlindungi mangrove.

1.4 Manfaat Penelitian

Bagi Peneliti

1. Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi tugas penulisan karya ilmiah

kelas 11

2. Memperluas pengetahuan mengenai hutan mangrove serta pengaruhnya

bagi pertanian di pesisir pantai

3. Mengembangkan kemampuan menggabungkan hasil bacaan dari berbagai

sumber jurnal

4. Mengembangkan sikap berfikir ilmiah dan adaptif sebagai peneliti disaat

proses pengerjaan karya ilmiah

Bagi Pembaca

1. Pembaca dapat memperluas pengetahuan terkait mangrove beserta salah

satu manfaatnya terhadap lahan tanah di pesisir pantai

2. Mengetahui pengaruh hutan mangrove terhadap lahan tanah di pesisir

pantai.

4
3. Memahami pentingnya hutan mangrove sebagai ekosistem pendukung

kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan.

1.5 Kerangka Berpikir

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hutan Mangrove

Menurut Tomlinson (1986) dan Wightman (1989), mangrove adalah

tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Hutan

mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai atau daerah estuari daerah

pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Ciri ciri hutan

mangrove sebagai berikut:

1. Hutan mangrove didominasi oleh tumbuhan mangrove atau tumbuhan

bakau, yang memiliki akar keluar dari permukaan air, tumbuh di daerah

pasang-surut, baik di perairan payau maupun di pantai karang

2. Akar mangrove mencuat ke permukaan tanah dengan jelas, Menyediakan

habitat yang penting bagi berbagai jenis burung, ikan, kepiting, dan

organisme lainnya

3. Hutan mangrove biasanya memiliki lapisan tanah yang lembab dan

berlumpur, karena terus menerus terkena air pasang surut.

4. Hutan mangrove hidup pada daerah intertidal yang jenis tanahnya

berlumpur, berlempung, atau berpasir, daerah atau lahannya tergenang air

laut atau payau

5. Hutan mangrove biasanya ditemukan di kawasan pantai, teluk dangkal,

estuaria, delta sungai, dan daerah pantai yang terlindung

6
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang

disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara

adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai

dan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut perpaduan antara air sungai dan air laut,

yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitasnya

bertoleransi terhadap garam. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove, dan

pada saat pasang pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau

(Waryono, 2000). Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,

yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak

ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang

terlindung (Gunarto, 2004).

Asal-usul istilah “mangrove” tidak diketahui secara pasti. Ada yang

menyebutkan bahwa istilah “mangrove“ berasal dari bahasa Melayu yaitu

“mangimangi” atau “mangin”, kemudian ada pula yang menyebutkan bahwa istilah

tersebut merupakan kombinasi dari bahasa Portugis dan Inggris “mangue” dan

“grove”, sehingga bila dirangkaikan menjadi “mangrove”. Mangrove adalah jenis

tanaman dikotil yang hidup di habitat air payau. Habitat mangrove seringkali

ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut. Lokasi ini yang

kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang air laut yang besar. Hutan

7
mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara

320 Lintang Utara dan 380 Lintang Selatan (Irwanto, 2006).

Hutan mangrove juga dikenal dengan istilah tidal forest, coastal woodland,

vloedbossen, atau hutan payau. Banyak kalangan yang sering menyebut hutan

pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya hutan tersebut lebih tepat

disebut hutan mangrove. Istilah “mangrove” disini digunakan sebagai pengganti

istilah bakau untuk menghindarkan adanya salah pengertian dengan hutan yang

terdiri atas pohon bakau Rhizophora sp. Hal ini dikarenakan bukan hanya pohon

bakau saja yang tumbuh di sana, namun masih terdapat banyak jenis tumbuhan lain

yang hidup di dalamnya. Istilah mangrove tidak hanya diperuntukkan untuk

klasifikasi spesies tertentu saja, tetapi istilah ini dideskripsikan untuk tanaman

tropis yang bersifat halophytic atau toleran terhadap garam. Selain itu, mampu

tumbuh di tanah basah lunak, habitat air laut, dan mampu terkena fluktuasi pasang

surut juga merupakan cakupan deskripsi tumbuhan yang dapat disebut sebagai

spesies tumbuhan “mangrove” (Anonim, 2008) 3.

Mangrove dapat berperan sebagai biofilter pencemaran air. Misalnya,

mangrove yang tumbuh di ujung sungai besar berperan sebagai penampung

terakhir bagi limbah dari industri di perkotaan dan perkampungan hulu yang

terbawa aliran sungai. Mangrove memiliki kemampuan untuk mengakumulasi

3
Prasetya Nur, Struktur Komunitas Mangrove di Daerah Wonorejo Pantai Timur Surabaya,
(Surabaya: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, 2011), h.6.

8
logam berat yang terdapat dalam ekosistem tempat tumbuhnya. Mangrove jenis

Avicennia marina mempunyai peranan yang lebih baik dari jenis Rhizophora sp

sebagai biofilter pencemaran air 4

Selain itu mangrove mampu menyerap garam dari air laut melalui proses

osmosis yang terjadi di akar mereka. Proses ini memungkinkan mangrove untuk

bertahan hidup di lingkungan yang asin. Dengan menyerap garam, mangrove

membantu menjaga keseimbangan pH tanah di sekitarnya. Hal ini dapat

meningkatkan kesuburan tanah.

2.2 Wilayah Estuari

Estuari adalah perairan muara sungai semi terlindungi yang berhubungan

bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan

air tawar dari sungai. Estuari merupakan zona peralihan antara lingkungan sungai

dengan lingkungan laut, maka kondisi estuari dipengaruhi oleh karakter sungai

yang membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang

dibawanya), maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut,

pola gelombang, kadar garam, serta arus laut). 5

4
Kariada, Nana, and Andin Irsadi. “Peranan Mangrove Sebagai Biofilter Pencemaran Air
Wilayah Tambak Bandeng Tapak, Semarang.” vol. 21, 2014, p. 189. Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Semarang.
5
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kulonprogo. “DKP - Estuari, Ibunya Pantai.” Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kulon Progo, 19 November 2020,
https://dkp.kulonprogokab.go.id/detil/218/estuari-ibunya-pantai. Diakses tanggal 11 September
2023.

9
Estuari merupakan suatu mintakat peralihan (zona transisi) antara lingkungan

sungai dengan lingkungan laut, dan dengan demikian, dipengaruhi baik oleh

karakter sungai yang membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan

sedimentasi yang dibawanya), maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain

(misalnya pasang surut, pola gelombang, kadar garam, serta arus laut). Masuknya

baik air tawar maupun air laut ke estuari merupakan faktor yang meningkatkan

kesuburan perairan, dan menjadikan estuari sebagai salah satu habitat alami yang

paling produktif di dunia 6.

Estuari digolong-golongkan berdasarkan sifat geomorfologinya atau

sirkulasi air di dalamnya.

Klasifikasi wilayah estuaria berdasarkan geomorfologi:

Lembah sungai yang tenggelam

Tipe estuari ini kebanyakan mulai terbentuk antara 15.000 dan 6.000 tahun

yang silam, ketika tudung es mencair dan permukaan laut naik menggenangi muara-

muara sungai purba. Di samping itu, proses penurunan lahan di wilayah pesisir turut

menyumbang pada proses ini. Tipe ini terutama terbentuk di muara sungai-sungai

yang melalui wilayah yang pesisirnya lebar; membentuk daerah estuari sempit dan

relatif dangkal di arah daratan, dan melebar dan mendalam ke arah laut. Rasio lebar

perairan terhadap dalamnya termasuk besar; dengan kedalaman perairan jarang-

6
McLusky, Donald S., dan Michael Elliott. The Estuarine Ecosystem: Ecology, Threats and
Management. OUP Oxford, 2004. Diakses tanggal 7 November 2023.

10
jarang melebihi 30 m (98 ft). Salah satu contohnya adalah muara Sungai Hudson di

Amerika Serikat.

Tipe laguna

Estuari tipe ini hampir terisolasi oleh karena adanya beting penghalang di

arah lautnya, baik berupa pulau ataupun tanjung penghalang. Dengan demikian,

laguna estuari ini hanya terhubung dengan laut terbuka melalui satu atau beberapa

celah yang relatif sempit, tempat keluar masuknya air. Tipe ini biasanya terbentuk

di wilayah yang pantainya landai, pada tepi benua yang secara tektonik stabil, di

tepi laut pinggiran yang ombaknya tidak terlalu besar.

Beting-beting penghalang itu dapat terbentuk oleh beberapa hal, misalnya:

● Beting pasir yang terbentuk dari pasir dasar laut yang terangkat dan

diendapkan oleh gelombang laut; biasanya berupa beting memanjang

sejajar dengan garis pantai.

● Beting lumpur sedimen yang dibawa sungai, tetapi tertahan oleh

gelombang dan arus laut, dan diendapkan di sebelah muka muara.

● Beting karang yang berasal dari batu atau tanah pantai yang tererosi

ketika terjadi penggenangan oleh air laut yang menaik, sehingga

membentuk semacam teluk kecil; beting batu itu adalah sisa-sisa yang

tidak turut tererosi.

● Beting tanah atau pasir yang berasal dari ujung (tanjung kecil) yang

tererosi pinggirannya, tetapi bertambah panjang karena tambahan

endapan di ujungnya akibat arus laut dan gelombang.

11
Tipe fjord

Estuari tipe fjord ini terbentuk di muara sungai yang berlembah dalam

karena tererosi oleh aliran es (gletser). Secara khas estuari semacam ini mempunyai

lembah dengan penampang serupa huruf-U, bertebing curam, dengan dasar yang

berbatu-batu dan berkontur khas akibat terkikis aliran gletser. Di hulunya, estuari

ini bisa jadi sangat dalam, dapat melebihi 300 m (980 ft). Namun ujungnya dangkal

karena endapan serpih batu-batuan acap membentuk gigir (semacam beting atau

gosong) di bawah air. Apabila gigir ini sangat dangkal, dapat menghalangi

pertukaran air (tawar dengan laut) sedemikian sehingga air sangat sedikit bertukar,

dan air-air di bawah garis kedalaman gigir boleh dikatakan sangat jarang

bersirkulasi, atau stagnan dalam jangka yang panjang.

Tipe pengaruh tektonik

Adalah estuari yang terbentuk karena pergerakan tanah yang disebabkan

oleh aktivitas patahan tektonik, vulkanisme, atau tanah longsor. Tipe ini sangat

sedikit ditemukan; salah satunya adalah estuari di Teluk San Francisco, yang

terbentuk oleh pergerakan sesar San Andreas. 7

Klasifikasi Berdasarkan Sirkulasi Air:

Estuari baji garam

Estuari tipe ini terbentuk di muara sungai-sungai besar, di mana aliran air

tawar dari daratan mengatasi masuknya air laut, sementara pengaruh pasang laut

7
Wolanski, Eric. Estuarine Ecohydrology. Amsterdam, Elsevier Science, 2007. Diakses 8
November 2023.

12
tak begitu kentara. Lapisan air tawar dari sungai mengalir di atas lapisan air laut,

dengan ketebalan yang semakin menipis dengan semakin jauh jaraknya ke tengah

laut. Sebaliknya, di dasar perairan air laut bergerak ke daratan, dengan ujung yang

tipis menuju pangkal estuari; penampang dari sisi serupa dengan baji yang menusuk

ke daratan di bawah permukaan air. Tipe ini juga disebut sebagai estuari

berstratifikasi sempurna, karena adanya lapisan-lapisan yang jelas dari air tawar, air

laut, dan lapisan campuran di antara keduanya.

Estuari berstratifikasi sebagian

Pada tempat-tempat di mana air pasang kurang lebih seimbang dengan

aliran air tawar di muara sungai, turbulensi yang diakibatkannya telah mendorong

percampuran yang lebih merata di kolom-kolom air. Sehingga stratifikasi kadar

garam di air lebih terjadi secara horizontal daripada vertikal; di mana kadar garam

atau salinitas ini bertambah dengan semakin jauhnya jarak dari mulut sungai. Tipe

ini adalah yang paling umum didapati, dan juga dikenal sebagai estuari campuran

sebagian. Contohnya adalah estuari Teluk Chesapeake di Amerika Serikat.

Estuari homogen vertikal

Percampuran air laut akibat pasang surut berlangsung sedemikian kuatnya,

mengatasi keluaran air tawar dari sungai, dan mengakibatkan stratifikasi vertikal

hilang sama sekali. Demikian pula, akibat kuatnya percampuran itu hampir tak ada

lagi batas yang tegas antara air tawar dengan air asin di estuari, semua menjadi

gradual sifatnya; dan karenanya juga disebut estuari campuran sempurna.

13
Estuari inversi

Estuari ini terbentuk di wilayah beriklim kering, di mana laju penguapan air

(evaporasi) mengatasi aliran masuk air tawar. Aliran air tawar dan air laut sama-

sama masuk dan menguap di tengah estuari, di mana terbentuk zona bersalinitas

maksimum. Air dengan kadar garam tertinggi itu kemudian tenggelam dan mengalir

keluar ke laut di lapisan bawah. Dengan demikian terbentuk pola stratifikasi

salinitas dan aliran air yang berkebalikan dengan estuari baji garam, sehingga

disebut estuari inversi atau estuari negatif.

Estuari berkala

Estuari ini berubah-ubah sifat dan tipenya secara dramatis, bergantung pada

masuknya air tawar ke dalam sistem, yang dipengaruhi oleh iklim dan musim.

Estuari ini dapat berubah dari sepenuhnya bersifat laut menjadi tipe-tipe yang lain.

Day, J. H. (1981). Estuarine Ecology. Rotterdam: A. A. Balkema. ISBN 90-6191-205-9.

2.3 Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menghasilkan produk

pertanian yang diinginkan dalam lingkungan tanah tersebut. Hasil pertanian

didukung oleh kesuburan tanah sebesar 50% karena tanah yang subur dapat

menghasilkan produksi pertanian yang optimal (Liyanda et al. 2013). Faktor

pembentuk tanah seperti bahan induk, relief, organisme, dan waktu dapat

14
mendominasi di tempat tersebut. Tanah yang subur dapat menjadi produktif jika

dikelola dengan baik dengan teknik budidaya yang tepat (Yuwono, 2007).

Menurut Handayanto et al. (2017) kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah,

serta jumlah dan keseimbangan unsur hara dalam tanah dapat mempengaruhi

kesuburan tanah. Berikut ini merupakan lima prinsip dalam pengelolaan kesuburan

tanah, yaitu:

a. Perlu adanya penambahan unsur hara yang terangkut oleh tanaman.

b. Perlu mempertahankan kondisi fisik tanah.

c. Tidak adanya pertumbuhan gulma, hama, dan penyakit pada tanaman.

d. Tidak adanya peningkatan kemasaman tanah atau konsentrasi unsur

beracun.

e. Adanya pengendalian erosi tanah.

Kemampuan tanah dalam menyediakan hara merupakan faktor penting bagi

keberhasilan pertumbuhan tanaman. Bahan organik digunakan oleh tanaman untuk

mendapatkan energi, mengoptimalkan pertumbuhan serta kualitas produksi (Budi

& Sari, 2015).

Penentuan nilai kesuburan tanah dapat dilakukan melalui penilaian

kesuburan tanah yang meliputi analisis tanah. Analisis tanah perlu dilakukan agar

diketahui pH, kadar unsur hara, bahan organik, dan sebagainya sehingga

kandungannya dapat dibandingkan dengan kebutuhan setiap tanaman. Berdasarkan

hasil penilaian kesuburan tanah dapat ditentukan langkah-langkah untuk

mengembalikan kesuburan tanah sesuai dengan kebutuhan setiap tanaman. Analisis

tanah terbagi menjadi dua yaitu analisis fisika tanah dan analisis kimia tanah (Soil

15
Survey Staff, 2014). Menurut Rosmarkam & Yuwono (2002) pengambilan contoh

tanah dapat menggunakan sistem 4 composite sample, yaitu dengan cara

mencampurkan contoh tanah yang diambil dari suatu area tertentu.

2.4 Sifat Kimia Tanah

2.4.1. Reaksi pH Tanah

Reaksi pH tanah menentukan seberapa asam atau alkalinitas tanah yang

dinyatakan dengan nilai pH yang menunjukkan tingkat konsentrasi nilai H + dalam

tanah, semakin tinggi kandungan ion H + dalam tanah, maka dapat memberikan

pengaruh negatif bagi kesuburan tanah karena tanah akan semakin masam. Selain

itu ada pula ion OH yang jumlahnya berbanding terbalik dengan ion H+

(Hardjowigeno, 2015).

Menurut Mulyani et al. (2010) pada umumnya lahan kering merupakan

lahan masam dengan pH 4,6-5,5 serta memiliki kandungan hara seperti unsur N, P,

K, dan Ca yang rendah. Tanah masam berasal dari bahan induk yang telah tua dan

memiliki hambatan seperti pH tanah yang rendah, alumunium yang dapat ditukar

dalam tanah tinggi, terjadinya kekurangan unsur fosfor dan kalsium, dan keracunan

mangan.

Reaksi pH tanah perlu diketahui agar tanaman mendapatkan lingkungan pH

yang optimal. Sebagian tanaman dapat mentolerir adanya perubahan pH, namun

ada pula tanaman yang tidak dapat mentolerir perubahan pH. Selain itu,

ketersediaan hara tanaman serta kelarutan Al dan Fe dapat dipengaruhi oleh pH

tanah. Kelarutan Al dan Fe yang tinggi disebabkan oleh pH yang sangat rendah,

16
sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal dan akan berdampak

buruk pada kesuburan tanah sehingga ketersediaan hara berkurang dan tanaman

keracunan Al dan Fe (Karamina et al. 2017).

2.4.2. C-Organik

Menurut Waluyaningsih (2008) C-organik memiliki peran untuk

mendukung dan menyuplai hara bagi pertumbuhan tanaman. Bahan organik dapat

diperlukan untuk menambah kesuburan tanah dan menyimpan unsur hara mikro

serta faktor lainnya yang biasanya tidak ditemukan dalam pupuk anorganik.

Penentuan bahan 5 organik tanah umumnya didasarkan pada jumlah kandungan C-

organik. C-organik dalam tanah terbentuk dari berapa tahap dekomposisi bahan

organik (Augustin & Cihacek, 2016).

Kandungan C-organik perlu dipertahankan tidak kurang dari 2% agar

kandungan bahan organik tanah tidak berkurang dikarenakan proses dekomposisi

mineralisasi, sehingga perlu adanya penambahan bahan organik setiap tahunnya

(Prijono, 2013). Menurut Sukaryorini et al. (2016) penggunaan C-organik yang

berlebihan akan menghambat perkembangan mikroorganisme dalam tanah

sedangkan jika C-organik tanah kurang maka akan mengurangi kesuburan tanah.

Hal ini dikarenakan kation-kation dalam tanah mudah mengalami pencucian.

Kandungan Corganik yang optimal berada di antara 2,01-3,00%.

Menurut Njurumana et al. (2008) rendahnya C-organik dapat digunakan

sebagai petunjuk untuk mengetahui rendahnya kandungan bahan organik tanah. Hal

ini dikarenakan lapisan tanah bagian atas merupakan tempat berkumpulnya bahan

17
organik. Selain itu, faktor yang menyebabkan kandungan C-organik rendah yaitu

adanya perbedaan jumlah vegetasi yang tumbuh pada lahan tersebut.

2.4.3. Fosfor (P) Tersedia dalam Tanah

Ketersediaan hara fosfor yang optimal berada pada pH 6,00-7,00. Unsur

hara fosfor yang rendah berada pada kisaran pH 4,6-5,5 yang dapat disebabkan oleh

berkurangnya bahan organik akibat dekomposisi sehingga menyebabkan

ketersediaan humus menjadi rendah yang menyuplai ketersediaan P (Hanafiah,

2007).

Damanik et al. (2011) mengemukakan bahwa fosfor memiliki peran dalam

beberapa kegiatan: (1) pembelahan sel dan pembentukan lemak dan albumin; (2)

pembentukan bunga, buah dan biji; (3) kematangan tanaman melawan efek

nitrogen, (4) stimulasi perkembangan akar, (5) peningkatan kualitas hasil tanaman,

dan (6) ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Aktivitas organisme yang kurang optimal, pH tanah yang terlalu asam atau

basa dapat menjadi faktor lain yang dapat menghambat pemanfaatan fosfor. Al dan

Fe oksida dapat mengikat P sehingga ketersediaan fosfor, KTK, dan ketersediaan

bahan 6 organik yang rendah dapat menyebabkan defisiensi hara tanah. Hal tersebut

dapat berdampak buruk terhadap kesuburan tanah (Herviyanti et al. 2012).

2.4.4. Natrium (Na)

Natrium merupakan unsur hara mikro yang diserap tanaman dalam bentuk

Na+. Natrium dapat berpengaruh baik secara positif maupun negatif terhadap

18
pertumbuhan tanaman. Kelebihan Na pada tanah akan menyebabkan tanah

terdispersi sehingga mudah tererosi 8 (Djajadi dan Murdiyati, 2000).

https://jtsl.ub.ac.id/index.php/jtsl/article/download/211/pdf/491

Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke-6 setelah Ca, yaitu 2,75%,

yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan

tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang

berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah

alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh

> 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen-komponen

dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber

utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).

Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur

hara tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung Na,

tanaman tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu

mengandung unsur Na dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Natrium sering

berpengaruh terhadap kualitas produksi, baik yang bersifat positif maupun negative.

Misalnya, sampai kadar tertentu Na berpengaruh baik terhadap kualitas daun

tembakau terutama daya bakarnya. Penagruh Na yang baik pada pertumbuhan

tanaman bila kadar K relative rendah. Pada konsentrasi K yang rendah, pemberian

8
Fitria, Anita Dwy, et al. “KETERKAITAN KETERSEDIAAN UNSUR HARA Ca, Mg, DAN
Na DENGAN PRODUKSI DAN MUTU TEMBAKAU KEMLOKO DI KABUPATEN
TEMANGGUNG, JAWA TENGAH.” vol. 5 No 2, 2018, p. 860. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

19
Na menaikkan prodiksi cukup tinggi, sedangkan pada kosentrasi K yang tinggi,

pemberian Na sedikit menurunkan produksi (Afandie, 2009).

https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3795#:~:text=Sedangkan%20natri

um%20merupakan%20unsur%20hara,menggunakan%20AAS%20ataupun%20fla

me%20fotometer.

2.4.5. Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa dengan pH tanah sangat berkaitan erat, umumnya tanah

dengan pH rendah cenderung membuat tanah semakin masam, sehingga kejenuhan

basa lebih rendah sedangkan jika pH tanah tinggi maka kejenuhan basanya akan

tinggi. Pada tanah dengan kejenuhan basa yang rendah, sebagian besar kompleks

jerapan tanahnya 7 diisi dengan kation asam seperti Al+++ dan H+ . Tanah dengan

kation asam yang berlebih, akan menjadi racun bagi tanaman. Kondisi ini umumnya

terlihat pada tanahtanah masam (Hardjowigeno, 2015). Kejenuhan basa yang

rendah dan reaksi tanah masam biasanya menunjukkan kesuburan tanah yang

rendah karena mengurangi ketersediaan unsur hara (Sembiring et al. 2015)

Menurut Suastika et al. (2014) tanah yang subur dapat dikatakan jika

memiliki kejenuhan basa >80%, tanah cukup subur jika memiliki kejenuhan basa

50-80%, dan tanah tidak subur jika memiliki kejenuhan basa <50%. Berdasarkan

sifat tanahnya, tanah dengan kejenuhan basa >80% akan membebaskan kation basa

dan memungkinkan pertukarannya lebih mudah dibandingkan tanah dengan

kejenuhan basa 50%.

20
2.4.6. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat

kaitannya dengan kesuburan tanah. Kesuburan tanah yang lebih tinggi merupakan

hasil dari peningkatan kemampuan tanah dengan nilai KTK tinggi untuk menahan

dan memasok unsur hara dibandingkan dengan nilai KTK lebih rendah. KTK tanah

yang tinggi dapat meningkatkan kesuburan tanah jika mengandung kation basa

seperti Ca, Mg, K, dan Na, namun dapat menurunkan kesuburan tanah jika

mengandung kation asam seperti Al dan H. Hal tersebut disebabkan unsur hara yang

terkandung dalam kompleks jerapan koloid maka unsur hara tersebut tidak mudah

hilang tercuci oleh air (Subowo, 2010). Tujuan kimiawi bahan organik dalam tanah

adalah untuk meningkatkan KTK tanah, menyimpan unsur hara bagi tanaman, dan

menyalurkan unsur hara tersebut (Conte, 2014).

Menurut Purba (2020) pada penelitian kajian kesuburan tanah pertanian

lahan kering, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai KTK pada lahan kering

memiliki status rendah hingga sedang. Nilai KTK pada lahan kering berkisar antara

9,51-22,19 cmol/kg. Kandungan bahan organik tanah yang sangat rendah dan

tekstur tanah lempung berpasir dapat menjadi penyebab rendahnya nilai KTK.

Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan

menukar kation. Hal ini dikarenakan pelapukan bahan organik menghasilkan humus

yang merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga memiliki permukaan yang

dapat menahan unsur hara dan air (Kumalasari et al. 2013).

21
2.4.7. Basa di Tukar dalam Tanah

Terdapat empat basa yang dapat dipertukarkan, yaitu Natrium (Na), Kalium

(K), Magnesium (Mg), dan Kalsium (Ca). Secara umm tanah memiliki tingkat

kejenuhan basa yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan muatan efektif,

kemampuan pertukaran kation, dan perubahan pH. Selain itu, basa yang dapat

ditukar oleh ion H+ dan Al3+ dengan naiknya pH yang akan menghasilkan berbagai

tingkat kejenuhan basa (Foth, 2010).

Menurut Hardjowigeno (2015) kejenuhan basa menggambarkan proporsi

kation basa terhadap semua kation yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah.

Jumlah kation terbesar yang dapat dijerap oleh tanah memberikan gambaran

seberapa besar nilai kapasitas tukar kationnya. Tanaman membutuhkan kation basa

sebagai komponen utamanya karena kation basa biasanya mudah tercuci, sehingga

tanah dengan tingkat kejenuhan basa yang tinggi menunjukkan bahwa tanah

tersebut belum banyak tercuci dan merupakan tanah yang subur.

2.5. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah sangat penting dalam mendorong pertumbuhan tanaman.

Efektivitas pengolahan tanah dinilai dengan menggunakan ukuran seperti kerapatan

isi dan kekuatan tanah. Sifat fisik tanah berdapat pada sifat tanah lainnya seperti

kapasitas untuk menahan air dan mendukung pertumbuhan tanaman (Arsyad,

2006).

22
Menurut Hardjowigeno (2015) ada 13 jenis tekstur tanah yang berbeda

antara lain pasir, debu, liat, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung

berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir,

dan liat berdebu.

Susunan relatif dari ketiga ukuran partikel tanah yaitu, pasir berukuran 2

mm50 µm, debu berukuran 50-2 µm, dan liat berukuran <2 µm menentukan tekstur

tanah (Soil Survey Staff, 2014). Tanah bertekstur pasir adalah tanah dengan

konsentrasi pasir >70%, porositas rendah <40%, dan beberapa ruang pori besar

akan memiliki aerasi yang kuat, konduktivitasnya yang cepat, tetapi sedikit

kapasitas untuk menyimpan zat hara. Tanah liat memiliki kandungan liat >35% dan

mempunyai daya tampung yang besar untuk menahan air dan hara tanaman (Arifin,

2010). Dalam hal laju ilfiltrasi, penetrasi, dan kapasitas tanah untuk menahan air

serta tekstur tanah mempengaruhi pengelolaan air tanah. Limpasan permukaan

tergantung pada kualitas tanah yaitu kapasitas infiltrasinya yang mengacu pada

kapasitasnya untuk menyerap udara dan permeabilitasnya dari lapisan tanah yang

berbeda yang mengacu pada kapasitasnya dalam mengalirkan udara atau lapisan

udara ke lapisan bawah profil tanah (Hanafiah, 2007).

Salah satu sifat fisik tanah yang paling umum dikenal adalah warna tanah

yang sering digunakan untuk menggambarkan tanah dalam hal sifat lainnya. Warna

tanah bukan hanya representasi fisik tanah, warna tanah juga dapat memberikan

informasi penting seperti bahan induk bagi tanah yang baru berkembang, kondisi

iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan kesuburan tanah atau

produktivitas tanah (Hanafiah, 2007)

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif komparatif. Data

yang dibuat berupa kadar pH, C-Organik, Fosfor (P2O5) dan Na pada lahan pesisir

Baros, yang bertujuan untuk dijadikan parameter kesuburan tanah Untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan, maka dilakukan pengujian laboratorium

terhadap dua sampel berupa sampel pertama, yaitu tanah yang diambil dari pesisir

24
pantai Baros yang terlindungi mangrove dan sampel kedua, yaitu tanah yang

diambil dari pesisir Pantai Baros yang tidak terlindungi mangrove.

3.2 Ruang Lingkup, Subjek, dan Objek Penelitian

3.2.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membatasi ruang lingkupnya di lahan tanah

daerah estuari Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Titik sampel tanah yang diperlukan percobaan adalah

pada titik

Keterangan:

T1: Daerah pengambilan sampel tanah di lahan terlindungi mangrove

T2: Daerah pengambilan sampel tanah di lahan yang tidak terlindungi mangrove

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek Penelitian dalam Karya tulis ini ialah Sampel tanah yang

diambil dari dua lokasi, di lahan pertanian pantai Baros, yaitu

sampel T1 (lahan terlindungi hutan mangrove) dan sampel T2

25
(lahan tidak terlindungi hutan mangrove), yang dalam penelitian ini

akan diuji kandungannya.

3.2.3 Objek Penelitian

Pada penelitian ini, subjek penelitian yang digunakan

sebagai variabel terikat adalah lahan tanah pertanian yang akan

dipengaruhi oleh tanah yang terlindungi tanaman mangrove (T1) dan

tanah yang tidak terlindungi tanaman mangrove (T2). Hasil dari uji

laboratorium subjek penelitian akan digunakan untuk melihat

perbandingan tingkat kesuburan tanah berdasarkan perbedaan jarak

tanam yang akan digunakan untuk menganalisa dampak hutan

mangrove untuk kesuburan tanah di lahan pesisir.

3.3 Vari abel Dalam Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas yang akan berpengaruh terhadap variabel

terikat adalah hutan mangrove yang menutupi tanah pertanian

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat yang muncul berupa kadar komponen kimia

tanah yaitu pH, P2O5, Na, dan C-Organik

26
3.3.3 Variabel Pengganggu

Dalam penelitian kali ini pun terdapat beberapa hal yang

tidak dikehendaki dan muncul yang mengakibatkan terganggu nya

hasil utama yang ingin dituju dalam penelitian ini seperti curah

hujan, hama, pasang surut air laut, aktivitas vandalisme pertanian di

sekitar tempat pelaksanaan penelitian, dan kelembaban udara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menguji tanah dengan melakukan uji

sampel yang dilakukan di lab untuk mendapatkan data dari Ph, C-Organik,

Na, dan Fosfor yang terkandung dalam objek penelitian. Sampel tanah

diambil dengan metode pengambilan sampel tanah utuh, yang nantinya akan

dikorelasikan dengan teori yang sudah ada untuk membuktikan dan

memaparkan tingkat kesuburan tanah pada dua wilayah yang berbeda.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data ini digunakan teknik komparatif yaitu

dengan membandingkan dua data, dengan tujuan mencari perbedaan yang

muncul antara dua data variabel yang telah dikumpulkan.

3.6 Tahap-Tahap Penelitian

Dimulai dengan melakukan wawancara dengan pemuda-pemudi

Baros sebagai validasi pernyataan fungsi hutan mangrove yang berpengaruh

27
pada pertanian, lalu dilanjutkan dengan pengambilan sampel tanah dari dua

wilayah yang telah ditentukan untuk dilakukan uji lab untuk didapat data

yang mendukung kesuburan tanah. Setelah didapatkan data dari dua sampel

tanah dengan lokasi yang telah ditetapkan, dilakukan perbandingan terhadap

dua hasil data dengan memerhatikan teori yang telah dipaparkan pada bab

bab sebelumnya.

3.6.1 Prosedur Analisa Na Metode Titrasi Argentometri

1. Timbang sampel sebanyak 5 gram ke dalam erlenmayer 100

ml, tambahkan aquadest 100 ml menggunakan labu ukur.

2. Gojog larutan supaya homogeny lalu ambil 25 ml ( duplo ).

Tambahkan 3 ml indicator K2CrO4 5%.

3. Titrasi menggunakan larutan standar AgNO3 0,1 N sampai

berubah warna menjadi merah bata.

4. Catat volume titrasi yang diperoleh.

3.6.2 Analisis Kandungan Fosfor

spektrofotometri Vanadat-Molibdat adalah metode analisis kimia

yang digunakan untuk menentukan kadar fosfat dalam larutan. Metode

28
ini didasarkan pada reaksi antara fosfat dengan vanadat dan molibdat,

yang membentuk senyawa kompleks berwarna kuning 9 . Intensitas warna

kuning tersebut berbanding lurus dengan konsentrasi fosfat dalam

larutan, dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 880 nm2. Metode ini memiliki keunggulan seperti sensitivitas

tinggi, selektivitas baik, dan mudah dilakukan 10

Prosedur analisa fosfor (P2O5) menggunakan metode

Spektrofotometri Vanadat-Molibdat dirumuskan:

𝑋𝑋 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
% kadar Phosphor = 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ( 𝑚𝑚𝑚𝑚 )
𝑥𝑥 100%

Linier range dapat digambarkan dari kurva kalibrasi dengan

memplotkan antara sumbu x dan sumbu y, dimana sumbu x adalah log

konsentrasi natrium dan kalium sedangkan sumbu y adalah beda

potensial yang dihasilkan. Respon yang linier ditunjukkan melalui

persamaan garis sebagai berikut :

y = bx + a

dimana b adalah kemiringan kurva kalibrasi (slope) dan a adalah

perpotongan terhadap sumbu y (Caulcut, 1995).

𝐵𝐵𝐵𝐵. 𝑃𝑃2𝑂𝑂5
% Kadar P2O5 = % Kadar Phosphor x 𝐵𝐵𝐵𝐵 . 2𝑃𝑃

9
Saputro, dkk. Modifikasi Pati Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Metode Ikatan Silang
Menggunakan Natrium Tripolifosfat, 2012. Universitas Pendidikan Indonesia
10
Susiana, Nurmalawati, et al. Validasi dan Verifikasi Metode Uji Fosfat dengan Spektrofotometer
UVI-VIS di Laboratorium Kimia, 2021. Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.

29
141,95
= % Kadar Phosphor x 61,95

= % Kadar Phosphor x 2,291 = 2,3

3.6.3 Analisis Kandungan C-Organik

Analisis kandungan karbon organik (C-Organik) dilakukan dengan

menggunakan metode Walkley & Black 11 (Horwitz, 2000) dalam metode

ini dilakukan beberapa tahap untuk mendapat hasil persenan kadar C-

Organik yaitu:

1) Ditimbang 5 g sample, dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,

selanjutnya ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan dikocok.

2) Ditambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok, dan diamkan selama 30

menit.

3) Selanjutnya diencerkan dengan air bebas ion, kemudian diukur

absorbansi larutan jernih sampel menggunakan spectrophotometer

pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding, dibuat

standar 0 dan 250 ppm dengan memipet 0 dan 5 ml.

4) larutan standar 5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml

11
Horwitz, W. Official Methods of Analysis of AOAC International. Gaithersburg, Maryland,
2000. AOAC International. Diakses 11 Desember 2023.

30
Prosedur analisa Carbon Organik (C-Organik)/ bahan organik

dirumuskan:

𝑋𝑋
% Kadar Carbon Organik = 𝑥𝑥 100%
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ( 𝑚𝑚𝑚𝑚 )

𝑦𝑦−𝑎𝑎
X= 𝑏𝑏

% Kadar Bahan Organik = % Kadar Carbon Organik x 100/58

3.6.4 Analisis Kandungan Ph

Analisa kandungan Ph didapat dari angka yang tertera pada Ph Meter

setelah diberikan 10 gram sampel yang dicampur dengan aquades di

dalam gelas beker.

menunjukan indikator kesuburan tanah terhadap data yang didapat dan

akhirnya dilakukan penarikan kesimpulan dari data yang telah divalidasi.

3.7 Hipotesis

Hipotesis yang kelompok simpulkan berdasarkan Tanah dari lahan yang terlindungi

mangrove(T1) lebih subur daripada tanah dari lahan yang tidak terlindungi

mangrove(T2) karena mangrove memiliki pengaruh positif terhadap kesuburan tanah di

lahan pesisir Baros.

31
BAB IV

HASIL ANALISIS DAN DATA PENELITIAN

4.1 Hasil Data Penelitian

Setelah dilakukan uji laboratorium terhadap dua objek tanah didapatkan

hasil berupa data yang disajikan dalam tabel berikut

Tabel Hasil Pengujian Kandungan Natrium, Fosfor (P2O5) C-Organik dan PH

No Kode Na (%) P2O5 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

1 T1 0,0263 0,0307 0,6827 0,6850

2 T2 0,0331 0,0372 0,4328 0,4309

No Kode C. Organik (%) PH

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

1 T1 4,6279 4,7205 6,72 6,74

2 T2 2,0361 2,0998 5,41 5,4

4.2 Pembahasan

Proses analisis status kesuburan tanah berdasarkan data yang didapat dari uji

laboratorium dilakukan dengan penilaian dan perbandingan sifat kimia dari masing-

32
masing sampel tanah, yang telah dibahas dalam landasan teori mengenai sifat kimia

tanah Terdapat empat parameter tanah yang digunakan dalam penelitian ini untuk

menilai status kesuburan tanah yaitu kadar Natrium, kadar P2O5 tersedia, C-

Organik, dan PH tanah. Kadar unsur hara yang diperoleh dari data bila

dibandingkan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah maka dapat diketahui

apakah status unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah, rendah, sedang, tinggi

dan sangat tinggi sesuai kriteria yang sudah ditetapkan seperti pada Tabel sebagai

berikut:

4.2.1 Kandungan Natrium

Grafik 1: Perbandingan kandungan Natrium

Natrium merupakan unsur hara mikro yang diserap oleh tanaman

dalam bentuk Na+. Grafik 1 menunjukan perbedaan persentase kandungan

Natrium pada tanah pertanian yang terlindungi oleh hutan mangrove dengan

0,0263% untuk ulangan 1 dan 0,0307% untuk Ulangan 2 serta yang tidak

terlindungi oleh hutan mangrove dengan 0,0331% untuk Ulangan 1 dan

0,0372% untuk Ulangan 2.

33
Dari data tersebut didapat perbedaan yang signifikan dari persentase kadar

Natrium dari tanah lahan pertanian yang terlindungi dan tidak terlindungi

hutan mangrove dengan perbedaan rata-rata dari Ulangan 1 dan Ulangan 2

sebesar 0,0065.5% Natrium dapat berpengaruh baik secara positif maupun

negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Kelebihan Na pada tanah akan

menyebabkan tanah terdispersi sehingga mudah tererosi (Djajadi dan

Murdiyati, 2000)

4.2.2 Kandungan pH
Grafik 2: Perbandingan pH Tanah

Grafik 1 menunjukan perbedaan persentase kandungan pH pada

tanah pertanian yang terlindungi oleh hutan mangrove dengan 6,72 untuk

ulangan 1 dan 6,74 untuk Ulangan 2 serta yang tidak terlindungi oleh hutan

mangrove dengan 5,41 untuk Ulangan 1 dan 5,40 untuk Ulangan 2. PH

normal bagi tanah berkisar pada 6,00-7,00, bila pH berada dibawah kondisi

34
tersebut tanah bisa dikatakan asam dan sebaliknya bila pH berada diatas

kondisi tersebut tanah bisa dikatakan basa. Lahan akan dikatakan asam saat

berada pada pH 4,6-5,5 yang memengaruhi ketersediaan bahan organik

dalam tanah yang akhirnya mengakibatkan kandungan unsur hara seperti N,

C, K, P, dan Ca yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang

memiliki PH normal. Kondisi PH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan

hara fosfor yang terkandung dalam tanah dengan ketersediaan hara fosfor

akan optimal bila berada pada pH 6,00-7,00.

4.2.3 Kandungan C-Organik


Grafik 3: Perbandingan kandungan C-Organik

C-organik memiliki peran untuk mendukung dan menyuplai hara

bagi pertumbuhan tanaman. Grafik 2 menunjukan perbedaan sangat nyata

persentase kandungan C-Organik pada tanah yang terlindungi mangrove

dengan 4,6279% untuk Ulangan 1 dan 4,7205% untuk Ulangan 2, serta pada

tanah yang tidak terlindungi mangrove dengan 2,0361% untuk Ulangan 1

dan 2,0998% untuk Ulangan 2. Dari data tersebut didapat perbedaan sangat

35
nyata kadar C-Organik dari tanah lahan pertanian yang terlindungi dan tidak

terlindungi mangrove dengan perbedaan rata-rata dari Ulangan 1 dan

Ulangan 2 sebesar 2,6062%. Rendahnya C-organik dapat digunakan sebagai

petunjuk untuk mengetahui rendahnya kandungan bahan organik tanah yang

mengandung banyak unsur hara mikro lainnya. Kandungan C-Organik yang

optimal berada di antara 2,01-3,00 (Sukaryoni et al.) sehingga dapat

dikatakan kondisi T1 dan T2 masih dalam keadaan optimal, namun T1

memiliki kandungan yang jauh lebih tinggi dari pada T2 dengan perbedaan

lebih dari 2%

4.2.4 Kandungan P2O5


Grafik 4: Perbandingan kandungan P2O5

Grafik P2O5 menunjukan perbedaan persentase kandungan P2O5

pada tanah pertanian yang terlindungi oleh hutan mangrove dengan

0,6827% untuk ulangan 1 dan 0,6850% untuk Ulangan 2 serta yang tidak

terlindungi oleh hutan mangrove dengan 0,4328% untuk Ulangan 1 dan

0,4309% untuk Ulangan 2.

36
Dari data tersebut didapat perbedaan yang signifikan dari persentase kadar

P2O5 dari tanah lahan pertanian yang terlindungi dan tidak terlindungi

hutan mangrove dengan perbedaan rata-rata dari Ulangan 1 dan Ulangan 2

sebesar 0,252%. Perbedaan tersebut menunjukan perbandingan lurus dari

karbon organik (C-Organik) yang lebih tinggi sehingga P2O5 yang

merupakan unsur hara mikro juga akan lebih tinggi. Hal tersebut

menunjukan bahwa pH tanah merupakan kondisi yang penting bagi

ketersediaan bahan-bahan organik lainnya yang merujuk pada tingkat

kesuburan suatu tanah

Berdasarkan data dan pembahasan tersebut, didapat bahwa sampel tanah

yang terlindungi oleh mangrove (T1) memiliki kondisi yang lebih baik

dibandingkan dengan tanah yang tidak terlindungi oleh mangrove (T2). Kondisi

tersebut ditunjukan melalui perbedaan angka pada hasil laboratorium berupa

kondisi pH tanah, kandungan Na, C-Organik, dan P2O5. Data hasil laboratorium

tersebut memiliki kaitannya antara satu dengan yang lain yang akhirnya akan

menyimpulkan perbedaan kondisi dari dua sampel tanah tersebut.

4.3 Pengaruh Keberadaan Mangrove Terhadap Kandungan Natrium dalam


Tanah
Berdasarkan hipotesis yang telah dibuat, dapat dibuktikan bahwa T1

memiliki kandungan Na (Natrium) yang lebih kecil dibandingkan dengan T2, yang

mana hal tersebut membuktikan bahwa adanya pengaruh mangrove dalam

menangkal kandungan garam dalam air dengan kemampuan sekresi garam yang

dimiliki melalui akar dan daunnya. Dalam hal ini kelebihan kandungan Natrium

37
dapat membuat tanah terdispresi sehingga menyebabkan tanah semakin mudah

tererosi.

4.4 Hubungan Antara PH dengan Unsur Lainnya

Dapat dilihat perbedaan data PH tanah antara dua sampel, didapat kondisi

T1 lebih normal dibanding dengan T2 yang lebih asam. PH berpengaruh terhadap

kesediaan unsur hara pada tanah, kemudian hal ini didukung dengan hasil data unsur

hara lainnya seperti C-Organik dan P2O5 yang menunjukan T1 memiliki

kandungan yang lebih tinggi dari T2.

Dikatakan bahwa kandungan unsur hara fosfor akan optimal bila berada

pada PH 6,00-7,00 karena bahan organik akan lebih tersedia pada kondisi pH

tersebut yang mana kondisi tersebut ditunjukan oleh T1 yang memiliki PH 6,73 dan

berbanding lurus dengan kadar C-Organik (Karbon Organik) sehingga

memengaruhi kandungan P2O5 (Fosforus Pentaoksida) yang 0,252% lebih tinggi

dibanding T2.

4.5 Hubungan Kadar C-Organik dengan Tingkat Kesuburan


C-Organik merupakan nilai yang menunjukan kandungan bahan organik

yang berada dalam tanah, semakin tinggi kandungan bahan organik dalam tanah

maka akan semakin tinggi pula produktivitas dan keberlanjutan umur tanaman (Yuli

Priyanto, 2010) Dari grafik 3 didapatkan kembali bahwa kandungan C-Organik T1

jauh lebih tinggi dari T2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kandungan bahan organik

tanah antara lain (Akbari, 2016) : Iklim, vegetasi / organisme tanah, topografi,

bahan induk dan pengelolaan pertanian (cropping).

38
\

39
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan paparan yang telah dituliskan pada bab bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penting tentang ketertarikan

kami akan pengaruh hutan mangrove terhadap kesuburan tanah di lahan pertanian

pesisir pantai Baros.

Pertama, pH tanah menunjukkan perbedaan yang mencolok antara lahan

yang terlindungi oleh mangrove (T1) dan lahan tak terlindungi(T2). Lahan yang

terlindungi oleh mangrove menunjukkan pH yang lebih mendekati netral, kondisi

yang dianggap optimal untuk ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Sebaliknya,

lahan terbuka atau tidak terlindungi lebih cenderung memiliki pH yang agak

masam, yang dapat menghambat ketersediaan unsur hara seperti pada salah satu

unsur mikro yaitu fosfor (P2O5). Maka dari hal tersebut dapart disimpulkan bahwa

hutan mangrove dapat membantu memperbaiki pH tanah menjadi lebih netral, yang

menguntungkan untuk pertanian melalui kemampuannya untuk memfiltrasi

Selain itu, analisis menunjukkan bahwa kandungan natrium (Na) lebih

rendah pada lahan yang terlindungi mangrove (T1) dibandingkan dengan lahan

terbuka (T2). Kadar Na yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan tanah seperti

dispersi dan erosi. Kehadiran mangrove membantu menyerap Na berlebih dari air

laut, yang pada gilirannya mengurangi risiko dispersi dan erosi tanah.

40
Selanjutnya, kandungan bahan organik (C-Organik) pada lahan yang

dilindungi mangrove (T1) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lahan terbuka

(T2). C-Organik ini memainkan peran penting sebagai sumber energi dan hara bagi

tanaman, sehingga kandungan yang tinggi akan meningkatkan kesuburan tanah.

Mangrove memberikan kontribusi melalui serasahnya yang menambah kandungan

C-Organik, sehingga meningkatkan kesuburan tanah di area pertanian yang

dilindunginya.

Terakhir, kandungan fosfor (P2O5) juga menunjukkan perbedaan yang

signifikan antara T1 dan T2, dengan kadar yang lebih tinggi pada lahan yang

dilindungi mangrove (T1). P adalah unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman,

dan ketersediaannya dipengaruhi oleh pH dan kandungan bahan organik tanah.

Dengan pH yang netral dan kandungan C-Organik yang tinggi, ketersediaan P pada

lahan yang terlindungi mangrove lebih baik dibandingkan dengan lahan terbuka.

Keseluruhan, keberadaan hutan mangrove memiliki pengaruh yang

signifikan dalam memperbaiki kualitas kimia tanah di lahan pertanian pesisir. Dari

perbaikan pH, penurunan kadar Na yang berlebih, hingga peningkatan kandungan

C-Organik dan ketersediaan fosfor, mangrove berperan vital dalam meningkatkan

kesuburan lahan pertanian di wilayah pesisir Baros.

41
Dengan demikian, kajian ini secara jelas menunjukkan bahwa keberadaan

hutan mangrove memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kesuburan kimiawi

tanah pertanian di kawasan pesisir pantai Baros, Juga dari kajian tersebut

menunjukkan bahwa Hipotesis pertama kami (H0) Mangrove berperan vital dalam

memperkaya kandungan bahan organik dan unsur hara melalui serasahnya, serta

memperbaiki sifat kimia tanah agar lebih ideal mendukung pertumbuhan tanaman

budidaya pertanian. Oleh karena itu, upaya pelestarian hutan mangrove perlu terus

digalakkan selain fungsinya dalam menahan pengikisan tanah namun juga guna

menjaga keberlangsungan produktivitas lahan pertanian di wilayah pesisir pantai.

5.2. Saran

Karena keterbatasan biaya dan alat selama pengujian sampel, peneliti saat

ini memiliki beberapa saran bagi para peneliti selanjutnya yang akan membahas

topik perspektif yang serupa:

1. Dalam mengambil sample tanah peneliti diharapkan untuk lebih

memperhatikan pengemasan sample dikarenakan unsur-unsur di dalam

tanah sangat rentan terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kandungan yang terdapat di dalamnya baik itu suhu ataupun kelembapan

2. Penelitian selanjutnya dapat menggali lebih terkait hubungan kesuburan

tanah dengan Parameter lainnya seperti KTK yang dapat melengkapi

penelitian yang sudah dilakukan

3. Peneliti dapat melengkapi data kualitatif sebagai validasi data dengan

wawancara kepada pengelola lahan terkait dengan mangrove yang menjadi

fokus utama atau sudut pandang utama dalam penelitian ini.

42
4. Agar didapatkan hasil yang lebih baik lagi dalam penulisan karya tulis

lanjutan dari karya ilmiah ini dapat diambil lagi perspektif geografis yaitu

mengenai jenis sedimen yang ada, jenis sedimen dapat ditambahkan dalam

karya ilmiah ini untuk lebih meyakinkan perspektif tentang kesuburan

tanah.

5. Karena kapasitas peneliti sebagai siswa SMA yang belum mencapai

kompetensi mengenai validasi data lebih lanjut seperti uji-t atau teil test,

kami menyarankan agar topik ini dapat diujikan lagi validitas datanya

menggunakan uji-t.

6. Penelitian ini memiliki cakupan ruang lingkup yang luas sehingga variabel

pengganggu sangat memengaruhi hasil yang nantinya akan didapatkan.

Kami menyadari bahwa hasil dalam karya ilmiah kami tidak selalu aktual

atau memiliki waktu ketidak relevanan angka hasil pengujian karena

banyaknya variabel pengganggu karena ruang lingkup yang luas. Sehingga

saran kami untuk penelitian selanjutnya lebih baik lagi apabila lebih

memerhatikan variabel pengganggu sehingga data yang didapatkan bisa

lebih bertahan lama dan juga teknik pengambilan sampel harus

diperhatikan agar hasil saat pengujian didapatkan hasil yang sesuai dengan

kondisi asli.

43
Daftar Pustaka

Ayunda, Kartika. STATUS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN KERING DI

DESA DONOROJO, KECAMATAN DONOROJO, KABUPATEN PACITAN,

JAWA TIMUR, 2022, p. 4. Program Kekhususan Agroteknologi, Program Studi

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Nasional Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kulonprogo. “DKP - Estuari, Ibunya

Pantai.” Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kulon Progo, 19 November

2020, https://dkp.kulonprogokab.go.id/detil/218/estuari-ibunya-pantai. Accessed

11 September 2023.

“DKP - Estuari, Ibunya Pantai.” Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Kulon Progo, 19 November 2020,

https://dkp.kulonprogokab.go.id/detil/218/estuari-ibunya-pantai. Accessed 12

December 2023.

Fitria, Anita Dwy, et al. “KETERKAITAN KETERSEDIAAN UNSUR HARA

Ca, Mg, DAN Na DENGAN PRODUKSI DAN MUTU TEMBAKAU

KEMLOKO DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH.” vol. Jurnal

Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 5 No 2, 2018, p. 860. Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Horwitz, W. Official Methods of Analysis of AOAC International. Gaithersburg,

Maryland, 2000. AOAC International. Accessed 11 Desember 2023.

Kariada, Nana, and Andin Irsadi. “Peranan Mangrove Sebagai Biofilter

Pencemaran Air Wilayah Tambak Bandeng Tapak, Semarang.” vol. 21, 2014, p.

189. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang.

“Kawasan EKSITU.” Kawasan EKSITU, https://bksdajogja.org/kawasan-eksitu-

/detail/73/kawasan-mangrove-baros.html. Accessed 7 September 2023.

44
Ma'aruf, Amar. Karakteristik Lahan Pesisir dan Pengelolaanya untuk Pertanian,

p. 1. Fakultas Pertanian, Universitas Asahan, Sumatra Utara. Accessed 7

November 2023.

McLusky, Donald S., and Michael Elliott. The Estuarine Ecosystem: Ecology,

Threats and Management. OUP Oxford, 2004. Accessed 7 November 2023.

Risnandar, Cecep. “Jenis-jenis Hutan di Indonesia - Ensiklopedi Jurnal Bumi.”

Jurnal Bumi, 2018, https://jurnalbumi.com/knol/jenis-jenis-hutan-di-indonesia/.

Accessed 21 September 2023.

Saputro, dkk. Modifikasi Pati Talas (Colocasia esculenta L.) dengan Metode

Ikatan Silang Menggunakan Natrium Tripolifosfat, 2012.

Susiana, Nurmalawati, et al. Validasi dan Verifikasi Metode Uji Fosfat dengan

Spektrofotometer UVI-VIS di Laboratorium Kimia, 2021. Laboratorium Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.

Wolanski, Eric. Estuarine Ecohydrology. Amsterdam, Elsevier Science, 2007.

Accessed 8 November 2023.

45
Lampiran

Lab. Chem-Mix Pratama


HASIL ANALISA
Nomor:001/CMP/11/2023
Laboratorium Pengujian : Laboratorium Chem-Mix Pratama
Tanggal Pengujian : 01 November 2023

No Kode Na (%) P2O5 (%)


Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 T1 0,0263 0,0307 0,6827 0,6850
2 T2 0,0331 0,0372 0,4328 0,4309

No Kode C. Organik (%) PH


Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 T1 4,6279 4,7205 6,7200 6,7400
2 T2 2,0361 2,0998 5,4100 5,4000

46

Anda mungkin juga menyukai