Anda di halaman 1dari 23

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/307022690

Kajian Pemanfaatan Sumber Air Baku dalam Menunjang Lahan Sawah Techno
(Studi Kasus pada Pilot Project Sawah Techno Wapeko, Kabupaten Merauke)

Conference Paper · October 2015


DOI: 10.13140/RG.2.2.12159.41120

CITATIONS READS

0 1,437

1 author:

Edwin Maulana
Parangtritis Geomaritime Science Park
66 PUBLICATIONS   23 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Edwin Maulana on 27 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Kajian Pemanfaatan Sumber Air Baku


dalam Menunjang Lahan Sawah Techno
(Studi Kasus pada Pilot Project Sawah Techno Wapeko, Kabupaten Merauke)

Aries Dwi Wahyu Rahmadana1a, Edwin Maulana2ab, Evi Dwi Lestari3a, Junun Sartohadi4c
a Peneliti, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM
b Staf Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial (BIG)
c Staf Pengajar Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM)
email: aries.rahmadana@gmail.com (1), edwinmaulana35@yahoo.com (2),
lestari_evi_dwi@yahoo.com (3), junun@ugm.ac.id (4)

ABSTRAK

Sawah techno merupakan lahan sawah yang dikembangkan dengan teknologi pertanian modern guna
meningkatkan produksi. Kebutuhan air baku untuk memenuhi sistem irigasi pertanian modern mutlak
diperlukan guna menunjang pertumbuhan tanaman dan produktifitas lahan. Tujuan penelitian adalah 1)
mengetahui sumber air baku yang layak untuk dimanfaatkan sebagai sarana irigasi pertanian dan 2)
mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanfaatan sumber air baku yang tersedia.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan, analisis laboratorium dan studi literatur.
Survei lapangan dilakukan untuk mengambil sampel air permukaan yang diindikasikan layak menjadi
sumber air baku lokasi lahan pertanian. Analisis laboratorium dilakukan dengan menganalisa sifat fisika
(TDS, TSS dan temperatur), kimia (pH, DO, BOD5, COD, pospat, nitrat, cadmium, tembaga, timbal dan
boron) dan biologi (fecal coliform dan coliform total) yang terkandung pada sumber air baku. Studi
literatur dilakukan dengan menginventarisasi dan menganalisa hasil-hasil kajian pemanfaatan
sumberdaya air.
Sumber air baku untuk irigasi dapat berasal dari air permukaan dan air bawah permukaan. Air
permukaan berasal dari Sungai Kumbe dan rawa yang berada di sekitar lokasi pilot project sawah techno
Wapeko. Air permukaan secara kualitas layak digunakan sebagai sumber air baku pertanian. Kandungan
fisika, kimia, dan biologi sumber air baku sebagian besar masih pada ambang batas (normal), namun
sedikit terdapat anomali pada kandungan kimia (BOD5, COD dan pospat) yang disebabkan oleh
pencemaran limbah. Anomali pada kandungan kimia tidak berpengaruh besar terhadap kualitas air,
namun tetap harus dilakukan monitoring secara berkala sehingga kualitas air tetap terjaga. Air bawah
permukaan pada sumur dangkal kurang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku sedangkan sumur
dalam lebih berpotensi dimanfaatkan sebagai air baku irigasi. Dampak lingkungan dengan terbuka lahan
dengan kandungan pyrite terindikasi pada beberapa saluran irigasi dan ancaman penurunan muka tanah
akibat penurapan airtanah yang melebihi kapasitas.

Kata kunci: Sumber air baku, sawah techno, Kabupaten Merauke

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Merauke berada di kawasan Timur Indonesia memiliki potensi sumberdaya
alam yang melimpah. Pengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekaligus menjalankan program pemerintah yang berhubungan dengan
kedaulatan dan ketahanan pangan. Kabupaten Merauke memiliki luas wilayah 4,6 juta hektar
yang belum optimal dimanfaatkan sehingga perlu sinergitas dalam pengembangan wilayah.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Kajian fisik, ekonomi, sosial dan budaya perlu dilakukan guna mendukung tujuan
pengembangan wilayah Kabupaten Merauke. Integritas pengembangan wilayah tahap awal mulai
dilakukan pada pilot project sawah techno dan akan dikembangkan pada satu juta hektar lahan di
Kabupaten Merauke yang selanjutnya disebut Sejuta Lahan Merauke (SLM) (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi Pilot Project Sawah Techno Kabupaten Merauke


Sumber: Tim SLM P2EB UGM, 2015
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Potensi lahan yang luas dengan topografi dominan datar menyebabkan sebagian
wilayahnya sesuai untuk tanaman padi. Percetakan sawah dapat dilakukan dengan
memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan di Kabupaten Merauke. Sawah techno
merupakan lahan pertanian sawah yang dikelola dengan mengembangkan kemajuan teknologi
pertanian modern guna meningkatkan produksi hasil pertanian terutama padi. Penggunaan
teknologi terbaru perlu dilakukan karena lahan yang sangat luas dan sumberdaya manusia yang
terbatas sehingga tidak mungkin dapat optimal dikelola tanpa bantuan teknologi pertanian.

Sumberdaya air merupakan faktor utama sebagai syarat tumbuh tanaman selain media
tanam dan bibit tanaman. Sumberdaya air memiliki standar baku sesuai terkait fungsi air
bedasarkan sifat fisika, kimia dan biologi. Identifikasi potensi sumberdaya air untuk air baku
pertanian sawah merupakan tujuan utama untuk dapat mendukung tujuan pencetakan lahan
sawah di Kabupaten Merauke. Sumber air baku menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam pengembangan lahan di Kabupaten Merauke.

1.2. Tujuan
Kabupaten Merauke merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang dipilih untuk
dijadikan percontohan pengembangan sawah techno. Sawah techno dapat berproduksi secara
optimal apabila didukung sumberdaya air baku untuk pertanian. Tujuan penelitian ini adalah 1)
mengetahui sumber air baku yang layak untuk dimanfaatkan sebagai sarana irigasi pertanian dan
2) mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanfaatan sumber air baku yang tersedia.

II. METODOLOGI

Kajian potensi sumber air baku irigasi difokuskan pada sungai-sungai di sekitar lahan
1.000 ha. Kajian untuk mengetahui sumber air baku menggunakan pendekatan landscape
analysis. Landscape analysis merupakan analisis yang mempertimbangkan aspek bentangalahan
dalam mengindikasikan karakteristik permukaan bumi. Survei lapangan dilakukan untuk
memperoleh sampel air dan mengetahui kondisi aktual air di lokasi kajian. Kajian pustaka
dilakukan guna memperoleh informasi potensi sumber air baku air tanah dalam. Air tanah dalam
difokuskan pada indikasi potensi air menggunakan metode geolistrik tanpa mengambil sampel
air dalam karena keterbatasan waktu, peralatan dan biaya.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Pengambilan sampel air permukaan diprioritaskan pada daerah Distrik Kurik yang
merupakan pilot project SLM. Sampel air yang diambil pada masing-masing titik adalah 600 ml.
Sampel air yang diperoleh di lapangan diolah lebih lanjut di laboratorium hidrologi untuk diuji
kandungan fisika, kimia dan biologi. Pengujian kualitas air dilakukan berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang sudah ditetapkan pada tiap parameter air.

Standar baku mutu yang diacu dalam menentukan kualitas air adalah Baku Mutu Air PP
No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi
mutu air yang digunakan adalah Kelas IV. Klasifikasi mutu air Kelas IV merupakan klasifikasi
air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi tanaman atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan irigasi. Parameter dan metode uji air
disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Parameter dan metode analisis air


Baku Mutu Air PP
Parameter Satuan Metode Uji
No. 82/2001 Klas IV
FISIKA
TDS mg/L 2000 SNI 06-6989.27-2005
TSS mg/L 40 SNI 06-6989.3-2004
0
Temperatur C Deviasi 5 SNI 06-6989.23-2005
KIMIA
Ph - 5.0 - 9.0 SNI 06-6989.11-2004
Oksigen Terlarut mg/L 0 SNI 06-6989.14-2004
(DO)
B O D5 mg/L 12 SNI 06-6989.57-2008
COD mg/L 100 SNI 06-6989.2-2009
Pospat (PO4-P) mg/L 5 SNI 06-6989.31-2005
Nitrat (N03) mg/L 20 IK 9.5.4.1 (Spektrofotometri)
Cadmium (Cd) mg/L 0.01 SNI 06-6989.37-2005
Tembaga (CU+2) mg/L 0.2 SNI 06-6989.6-2004
+2
Timbal (Pb ) mg/L 0.03 SNI 06-6989.45-2005
Boron (Bo) mg/L 1 SNI 06-2481-1991
BIOLOGI
Fecal Coliform MPN/100mL 2000 SNI 01-2332-1991
Coliform Total MPN/100mL 10000 SNI 01-2332-1991
Sumber: Tim SLM P2EB UGM, 2015

Analisis deskriptif eksploratif dilakukan untuk mengetahui potensi pemanfaatan air


bawah tanah di lahan 1.000 ha. Data potensi airtanah lahan 1.000 ha diketahui berdasarkan data
geolistrik (data sekunder). Analisis kondisi air bawah permukaan dilakukan berdasarkan analisis
peta sistem lahan dan peta geologi di lahan 1.000 ha. Hasil analisis sistem lahan dan geologi
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

diuraikan secara deskriptif eksploratif dan dikaitkan dengan teori maupun penelitian terdahulu
sehingga dapat diketahui potensi pemanfaatan air bawah tanah di lahan 1.000 ha.

III. HASIL KAJIAN


3.1. Potensi Air Permukaan
Potensi air permukaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dikaji lebih
mendalam. Keberadaan air permukaan dapat menguntungkan apabila jumlah air yang ada cukup
dan memenuhi standar baku mutu. Berdasarkan landasan permasalahan, pengkajian potensi air
permukaan sangat penting untuk dilakukan.
Keberadaan sungai-sungai besar di Kabupaten Merauke menjadi berkah tersendiri bagi
program SLM. Air yang dialirkan dari sungai-sungai di Kabupaten Merauke berpotensi untuk
dijadikan sumber air irigasi lahan pertanian. Pengkajian terhadap kualitas air dari sungai-sungai
di Kabupaten Merauke (terutama sungai di sekitar lahan 1.000 ha) dilakukan untuk menjajaki
potensi air sungai untuk keperluan irigasi lahan pertanian. Pengambilan sampel air pada pra studi
kelayakan dilakukan di empat titik mengingat keterbatasan waktu, biaya dan sarana untuk
mengakses semua titik sampel. Beberapa sungai yang diambil sampel airnya adalah Sungai
Wapeko, Salor, Kumbe dan Muting. Titik-titik pengambilan sampel air dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Titik Survei Sungai Kabupaten Merauke


Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Pengambilan sampel air di Kabupaten Merauke dilakukan pada masa musim penghujan,
yaitu Januari 2015. Analisa laboratorium dilakukan setelah kegiatan survei selesai dilakukan.
Analisa baku mutu air permukaan didasarkan pada hasil analisa laboratorium kualitas air. Hasil
analisis laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian kualitas air Kabupaten Merauke


Nama Sungai
Parameter Satuan
Wapeko Salor Kumbe Muting
FISIKA
TDS mg/L 1780 8 - 112
TSS mg/L 27.1 3.8 9.3 3.2
0
Temperatur C 23.3 23.4 23.3 23.3
KIMA
pH - 6.17 6.66 7.39 7.24
Oksigen Terlarut (DO) mg/L 8.30 7.45 7.43 8.30
B O D5 mg/L 0.73 1.31 1.60 0.87
COD mg/L 1.48 3.21 15.8 5.93
Pospat (PO4-P) mg/L - 0.094 0.170 -
Nitrat (N03) mg/L 2.702 ≤0.066 ≤0.066 ≤0.066
Cadmium (Cd) mg/L 0.0079 0.0070 0.0065 ≤0.001
+2
Tembaga (Cu ) mg/L 0.0471 0.0096 0.0035 0.0157
Timbal (Pb+2) mg/L 0.0374 0.1167 0.0545 0.0545
Boron (Bo) mg/L 0.0078 0.0278 ≤0.0001 ≤0.0001
BIOLOGI
Fecal coliform MPN/100mL 11 3 3 -
Coliform total MPN/100mL 22 6 6 -
Sumber: Analisis Laboratorium, 2015

3.1.1. Sungai Wapeko


Sungai Wapeko termasuk dalam saluran tersier yang terletak dekat dengan project
percontohan lahan 1.000 ha. Sekilas, sungai Wapeko lebih terlihat seperti rawa-rawa karena
sangat dangkal, bentuknya agak lebar, selalu tergenang dan berukuran cukup luas. Penggunaan
lahan di sekitar pengambilan sampel di Sungai Wapeko didominasi oleh lahan sawah yang masih
ditanami/diolah serta hutan. Sungai Wapeko pada musim penghujan selalu digenangi air, namun
pada musim kemarau selalu kering. Sungai dengan tipe seperti ini dikenal dengan nama sungai
Intermitten. Pada musim kemarau daerah pada sekitar Sungai Wapeko terlihat retak-retak dan
diindikasikan terdapat bidang gelincir (slickenside) pada lapisan tanah bagian dalam. Gambar
lokasi pengambilan sampel air di Sungai Wapeko dapat dilihat pada Gambar 3.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

a b

c d

Gambar 3. Lokasi Survei Sungai Wapeko. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai
Wapeko; c) Foto Sungai Wapeko yang selalu tergenang saat musim penghujan; d) Titik pengambilan
sampel di Sungai Wapeko. Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan fisika air di Sungai Wapeko yang
perlu mendapatkan perhatian serius adalah kandungan Total Dissolved Solid (TDS) mencapai
1780 mg/L. Nilai TDS sebenarnya masih bisa digunakan untuk keperluan irigasi, namun hampir
mendekati ambang batas pemanfaatan air untuk irigasi yaitu sebesar 2000 mg/L. Nilai TDS di
Sungai Wapeko tergolong tinggi dibanding sampel air di tempat lain. Tingginya nilai TDS di
Sungai Wapeko disebabkan oleh pencucian kontaminasi tanah dan limbah pertanian dari sungai
di bagian hulu.
Nilai Total Suspended Solid (TSS) di Sungai Wapeko juga tergolong cukup tinggi
dibandingkan dengan titik sampel yang lain. TSS merupakan padatan yang menyebabkan
kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Nilai TSS yang tinggi dapat
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

menghambat fotosintesis di dalam air. Nilai TSS di Sungai Wapeko adalah 27,1 mg/L. Nilai TSS
di Sungai Wapeko masih dapat digunakan untuk kepentingan irigasi.
Kandungan unsur kimia di Sungai Wapeko semua memenuhi standar kualitas air untuk
pertanian. Kandungan pH, BOD5, COD, dan timbal di Sungai Wapeko tergolong lebih rendah
dibanding sampel air di titik yang lain. Kandungan pH di Sungai Wapeko tergolong normal
walaupun Wapeko merupakan daerah rawa. Tingkat pH dapat normal karena pada musim
kemarau, air pada sungai Wapeko kering, sehingga tidak terjadi genangan air dalam waktu lama
yang menyebabkan pH pada air menjadi tinggi. Kandungan Biochemical Oxygen Demand, 5
days (BOD5) di Sungai Wapeko tergolong rendah karena sungai Wapeko tidak dilalui oleh
limbah yang disebabkan oleh industri. Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah cair
dengan memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Kandungan COD di
Sungai Wapeko adalah 1.48 mg/L. Nilai COD tergolong sangat rendah karena batas kriteria
mutu air nilai COD diperbolehkan hingga 100 mg/L. Kandungan timbal di Sungai Wapeko
tergolong sangat rendah, yakni 0,374 mg/L. Kandungan timbal di Sungai Wapeko berasal dari
sumber alami, yaitu tanah dan bukan bersumber dari industri.
Kandungan oksigen terlarut, nitrat dan tembaga di Sungai Wapeko tergolong cukup
tinggi dibandingkan dengan sampel air yang lain. Oksigen terlarut/dissolved oxygen (DO)
merupakan bentuk konsentrasi oksigen dalam air. Nilai DO pada Sungai Wapeko adalah 8,30
mg/L. Nilai DO yang tergolong tinggi mengindikasikan bahwa kandungan oksigen dalam air di
Sungai Wapeko bagus untuk pertumbuhan tanaman. Nitrat (N03) merupakan bentuk inorganik
dari derivat senyawa nitrogen. Senyawa nitrat biasanya digunakan oleh tanaman untuk proses
fotositesis. Nitrat yang terkandung dalam Sungai Wapeko adalah 2,702 mg/L. Nilai nitrat
tergolong rendah, karena batas kandungan nitrat dalam air untuk tujuan pertanian adalah 20
mg/L. Kandungan nitrat di Sungai Wapeko yang rendah mengindikasikan bahwa air pada Sungai
Wapeko belum tercemar oleh industri maupun pupuk hasil tanaman pertanian. Tembaga
merupakan salah satu logam alami yang diperlukan untuk pertumbuhan mahluk hidup
(Setyawati, 2004). Kandungan tembaga dapat berdampak positif asalkan jumlahnya tidak
berlebihan. Kandungan tembaga pada Sungai Wapeko adalah 0,0471 mg/L dan nilainya jauh di
bawah ambang batas baku mutu, sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Kandungan biologi air di Sungai Wapeko yang diteliti adalah unsur fecal caliform dan
caliform total. Fecal caliform merupakan bakteri yang dihasilkan dari kotoran hewan berdarah
panas, sedangkan caliform total merupakan bakteri yang diproduksi oleh kotoran hewan dan
manusia. Kedua unsur biologi fecal caliform dan caliform total di Sungai Wapeko lebih tinggi
dibanding sungai lain, namun nilainya masih sangat jauh dari ambang batas baku mutu air untuk
fungsi irigasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa air di Sungai Wapeko dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi pertanian. Parameter pengukuran air yang perlu
diwaspadai adalah kandungan TDS dan TSS yang hampir mendekati ambang batas kriteria air
untuk irigasi pertanian. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kadar TDS dan TSS
adalah dengan membuat sudetan air dari sungai yang lebih besar sehingga air dapat mengalir dan
sirkulasi air tetap terjaga.

3.1.2. Sungai Salor


Sungai Salor merupakan sungai buatan (irigrasi primer) yang digunakan untuk mengaliri
sawah di lahan 1.000 ha. Sungai Salor tergolong dalam saluran sekunder yang sumber airnya
berasal dari air hujan dan sudetan Sungai Kumbe. Lebar Sungai Salor berkisar antara 3-4 meter
dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu keadaan
gerimis dan pada masa cocok tanam tanaman padi. Apabila dilihat dari foto udara, bentuk Sungai
Salor seperti kumpulan persegi panjang yang ditata rapi berjajar dengan petak-petak sawah pada
lahan 1.000 ha. Bentuk sungai yang berjajar dengan elevasi datar membuat Sungai Salor terlihat
hampir tidak mengalir, dan cenderung lebih mirip kolam penampungan air irigasi dengan volume
air yang relatif stabil. Sungai Salor memiliki fungsi utama sebagai sumber air irigasi, dan fungsi
sekunder sebagai kolam ikan. Lokasi pengambilan sampel air di Sungai Salor dapat dilihat pada
Gambar 4.
Kandungan unsur fisika air di Sungai Salor yang terdiri dari TSS, TDS dan temperatur air
adalah normal. Bahkan berdasarkan standar baku mutu yang berlaku, air di Sungai Salor masih
masuk dalam kriteria air layak minum. Kandungan TDS dan TSS masing-masing adalah 8 mg/L
dan 3,8 mg/L. Kadar unsur TDS dan TSS sangat jauh di bawah standar baku mutu air untuk
pertanian. Temperatur air di Sungai Salor adalah 23,4 0C. Kondisi temperatur Sungai Salor masih
tergolong normal.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

a b

c d

Gambar 4. Lokasi Survei Sungai Salor. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai Salor;
c) Foto Sungai Salor; d) Titik pengambilan sampel di Sungai Salor.
Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015

Kandungan unsur kimia di Sungai Salor semuanya tergolong normal dan dapat digunakan
untuk kepentingan irigasi pertanian. Beberapa kandungan unsur kimia air di Sungai Salor yang
lebih tinggi dibandingkan sampel air di Sungai lain adalah kandungan cadmium (Cd), timbal
(Tb+2), dan boron (Bo). Cadmium merupakan salah satu unsur logam yang ditemukan dalam air.
Penyebab ditemukannya cadmium pada Sungai Salor adalah karena endapan erosi. Nilai
cadmium di Sungai Salor adalah 0,0070 mg/L. Nilai cadmium tergolong tinggi dibanding sampel
yang lain, namun masih jauh di bawah baku mutu air untuk pertanian. Kandungan timbal di
Sungai Salor adalah 0,1167 mg/L. Nilai timbal di Sungai Salor lebih tinggi dibandingkan dengan
sampel air yang lain karena sirkulasi air di Sungai Salor tergolong rendah sehingga tidak terjadi
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

pencucian limbah air. Kandungan timbal di Sungai Salor bersumber dari alam sehingga kadar
timbalnya tidak terlalu tinggi. Kondisi timbal di Sungai Salor masih jauh di bawah standar baku
mutu. Boron merupakan unsur non-logam dan merupakan satu-satunya unsur non-logam dari
kelompok 13 tabel periodik unsur. Nilai unsur boron di Sungai Salor adalah 0,0278 mg/L.
Kandungan boron di Sungai Salor berasal dari sumber alami, yaitu tanah di sekitar sungai.
Kandungan boron di Sungai Salor masih tergolong dalam kondisi aman untuk keperluan irigasi.
Kandungan biologi air di Sungai Salor nilainya sangat rendah. Kandungan unsur fecal
caliform dan caliform total tergolong sangat rendah karena Sungai Salor jauh dari pemukiman
dan sangat jarang binatang yang berhabitat di Sungai Salor. Berdasarkan analisis di atas dapat
disimpulkan bahwa kandungan air di Sungai Salor adalah aman untuk digunakan sebagai sumber
air baku irigasi.

3.1.3. Sungai Kumbe


Sungai Kumbe merupakan saluran primer yang terletak di Kabupaten Merauke. Panjang
Sungai Kumbe mencapai 260 km dengan lebar rata-rata 209 meter berdasarkan data Dinas
Perhubungan Propinsi Papua tahun 2001. Arus di Sungai Kumbe tergolong cukup tenang dengan
kecepatan rata-rata 1,26 km per jam. Beberapa distrik di Kabupaten Merauke yang dilalui Sungai
Kumbe di antaranya adalah Distrik Ulilin, Muting, Animha, Tanah Miring, Kurik, Malind dan
Semangga. Pola aliran Sungai Kumbe berbentuk seperti cabang-cabang pohon, atau dikenal
dengan pola Dendritik. Bentuk Sungai Kumbe didominasi oleh bentuk meandering, karena
terpengaruh oleh topografi Kabupaten Merauke yang didominasi oleh dataran. Pengambilan
sampel dilakukan di bagian hilir Sungai Kumbe, tepatnya di bagian sungai yang dekat dengan
project percontohan lahan 1.000 ha. Warna air Sungai Kumbe di dekat lahan 1.000 ha adalah
coklat pekat. Warna sungai menunjukkan bahwa tingkat erosi di bagian hulu cukup tinggi.
Lokasi pengambilan sampel air di Sungai Kumbe dapat dilihat pada gambar 5.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kondisi fisika air di Sungai Kumbe masih di
bawah standar baku mutu air untuk irigasi pertanian. Nilai TDS dan TSS di Sungai Kumbe
tergolong rendah dibandingkan dengan sampel air yang lain. Nilai TDS dan TSS tergolong
rendah karena air pada Sungai Kumbe selalu mengalir sehingga terjadi pemurnian air. Suhu air
rata-rata di Sungai Kumbe berkisar 23,3 0C.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

a b

Gambar 5. Lokasi Survei Sungai Kumbe. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai
Kumbe; c) Foto titik pengambilan sampel di Sungai Kumbe.
Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015

Kondisi unsur kimia air di Sungai Kumbe cukup bervariasi. Kandungan unsur pH,
BOD5, COD, dan phospat (PO4-P) tergolong cukup tinggi dibanding dengan sampel air lain.
Kondisi tersebut disebabkan pada bagian hulu dari Sungai Kumbe terdapat beberapa perkebunan
sawit, sehingga kemungkinan besar limbahnya ada yang dibuang ke dalam Sungai Kumbe. Nilai
BOD5, COD, dan (PO4-P) di Sungai Kumbe walaupun lebih tinggi dibanding dengan sampel
lain, namun kandungan unsur kimia air Sungai Kumbe masih jauh di bawah standar baku mutu
air untuk pertanian. Hal tersebut disebabkan karena sungai Kumbe memiliki tubuh air yang
sangat panjang, yaitu 260 km. Menurut Noviriana, (2010) semakin panjang sungai maka
kemampuan self purification sungai akan semakin bagus yang ditandai dengan semakin
meningkatnya nilai DO (dissolved oxygen) dalam air. Kandungan tembaga (CU+2) dan boron
(BO) di Sungai Kumbe cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sungai lain. Nilai tembaga
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

dan boron di Sungai Kumbe masing-masing adalah 0,0035 mg/L dan ≤0.0001mg/L. Kandungan
tembaga dan boron yang rendah dapat berdampak baik pada proses pertumbuhan tanaman.
Kandungan biologi air di Sungai Kumbe semuanya dalam kondisi normal. Lebar sungai
Kumbe yang mencapai 209 m (Dinas Perhubungan Propinsi Papua, 2001) dan tubuh air yang
sangat panjang membuat kondisi fecal caliform dan caliform total selalu dalam kondisi normal.
Berdasarkan hasil sidik cepat di lapangan dan analisis laboratorium dapat disimpulkan bahwa
kondisi air di Sungai Kumbe dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku irigisi.

3.1.4. Sungai Muting


Sungai Muting merupakan saluran sekunder yang berhulu di Kabupaten Bovendigoel.
Pola aliran Sungai Muting termasuk dalam pola aliran trellis. Bentuk Sungai Muting cenderung
lurus dengan arus yang relatif cepat. Penggunaan lahan yang dominan di daerah aliran Sungai
Muting berupa perkebunan, hutan dan pertanian. Kondisi topografi di daerah pengambilan
sampel didominasi oleh daerah bergelombang dengan bentuk lereng undulating. Topografi yang
bergelombang menyebabkan kecepatan arus Sungai Muting tergolong cepat. Warna air di Sungai
Muting pada saat pengambilan sampel air adalah jernih. Lokasi pengambilan sampel air di
Sungai Muting dapat dilihat pada Gambar 6.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan fisika air di Sungai Muting tergolong
cocok untuk digunakan sebagai sumber air baku irigasi pertanian. Kandungan unsur TDS dan
TSS di Sungai Muting tergolong cukup rendah. Nilai TDS dan TSS di Sungai Muting adalah 112
mg/L dan 3,2 mg/L. Temperatur air di Sungai Muting juga cukup normal, yaitu 23,3 0C.
Kandungan unsur kimia di Sungai Muting semuanya memenuhi standar baku mutu air
irigasi. Kondisi lereng di sekitar Muting yang berbentuk undulating mengakibatkan aliran air
cukup deras, sehingga menyebabkan kemampuan self purification air di Sungai Muting cukup
baik. Konsentrasi kandungan BOD5, cadmium (Cd) dan boron (BO) di Sungai Muting jauh lebih
rendah dibanding sampel air lain. Letak geografis Sungai Muting yang berada di bagian hulu dan
tidak adanya industri di daerah Muting mengakibatkan kandungan kimia air di Sungai Muting
sangat steril dari pencemaran limbah industri.
Kandungan biologi air di Sungai Muting sangat baik. Kandungan unsur fecal caliform
dan caliform total di Sungai Muting tidak ada sama sekali. Berdasarkan hasil analisis
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

laboratorium dapat disimpulkan bahwa kondisi air di Sungai Muting sangat sesuai untuk
digunakan sebagai sumber air baku irigasi.

a b

c d

Gambar 6. Lokasi Survei Sungai Muting. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai
Muting; c) Foto titik pengambilan sampel di Sungai Muting; d) Foto kondisi air yang sangat jernih,
namun tidak ada organisme yang hidup di Sungai Muting.
Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015

3.2. Potensi Air Bawah Tanah di lahan 1.000 ha


Air bawah tanah disebut juga air tanah yang berfungsi sebagai sumber air cadangan yang
tersimpan di dalam permukaan bumi. Keberadaan air tanah sangat terbatas untuk dapat
dimanfaatkan. Penelitian di United State of America (USA) menunjukkan penggunaan air dari
curah hujan 100% akan berubah menjadi evapotranspirasi, aliran permukaan (sungai) dan air
tanah (groundwater) (Word & Trimble, 2004 dalam Kodoatie, 2012). Komposisi perubahan air
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

hujan ditunjukkan pada Gambar 7. Air tanah memiliki komposisi paling sedikit dan perlu dijaga
kelestariannya karena jumlahnya yang terbatas.
3,5
Evapotranspirasi

29,5
Air permukaan
(sungai)
67
Air tanah
(groundwater)

Gambar 7. Komposisi perubahan 100% air hujan


Sumber: Word & Trimble, 2004 dalam Kodoatie, 2012

Air tanah dapat dimanfaatkan apabila air permukaan sudah tidak mampu memenuhi
kebutuhan dan kelayakan pemanfaatan air. Keberadaan air tanah pada lokasi lahan sawah
mekanis dikaji berdasarkan survei geolistrik. Survei geolistrik dilakukan untuk eksplorasi air
tanah (aquifer) pada lokasi rencana persawahan mekanis di Wapeko, Distrik Kurik, Kabupaten
Merauke, Papua. Kegiatan survei geolistrik telah dilakukan PT. METRA DUTA LESTARI oleh
PT. ARTHA TYANI MINERAL pada bulan Oktober 2014. Air tanah lokasi persawahan
mekanis di Wapeko yang berpotensi sebagai sumber air pertanian berada pada kedalaman yang
bervariasi. Potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan untuk sawah mekanis didasarkan pada
lapisan bawah permukaan pada titik duga pengeboran di dalamnya (Tabel 4).
Tabel 4. Lapisan Bawah Permukaan Sawah Mekanis di Wapeko
Titik Duga Titik Duga Titik Duga
No Bagian
Kedalaman Lapisan Kedalaman Lapisan Kedalaman Lapisan
L01_11 L01_12 L01_13
<3,74 m penutup <1,2 m penutup <1 m Penutup
3,74-50,2 m pasir 1,2-6 m pasir 1-9 m Pasir
1 Utara
>50,2 m pasir 6-30,2 m pasir 9-36,5 m Pasir
30,2-67,2m pasiran 36,5-95,8 m pasiran
>67,2 m pasir >95,8 m Pasir
L01_14 L01_15 L01_16
<5,54 m penutup <1,4 m penutup <1,8 m penutup
2 Tengah 5,54-43,81 m pasir 1,4-9,61 m pasir 1,8-47,5 m pasir
>43,81 m pasir 9,61-42,16 m pasir >47,5 m pasir
>42,16 m pasir
L01_17 L01_18 L01_19
<1,02 m penutup <1,2 m penutup <2,51 m penutup
3 Selatan 1,02-4,29 m pasir 1,2-5,25 m pasir 2,51-101 m pasir
4,29-59,1 m pasir 5,25-23 m pasir >101 m pasir
>59,1 m pasir >23 m pasir
Sumber: Anonim, 2014
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Survei geolistrik ditujukan untuk mengetahui keberadaan lapisan pembawa air tanah
(aquifer) sebagai lapisan pasir porus yang memungkinkan sebagai jebakan air tanah dan dapat
ditemukan sebagai sumber air berkualiatas baik, serta cukup untuk memenuhi kebutuhan air di
lokasi yang direncanakan pengeboran air tanah (Anonim, 2014). Metode geolistrik yang
digunakan yaitu berdasarkan susunan elektroda SCHLUMBERGER untuk menunjukkan
perbedaan nilai hambatan jenis (resitivity) batuan bawah permukaan. Perbedaan nilai hambatan
jenis dipengaruhi oleh perbedaan sifat fisik batuan dan kondisi batuan kompak (fresh) atau
batuan lapuk pada setiap lapisan bawah permukaan. Lokasi potensi penempatan sumur berada
diantara titik duga L01_12 dan L01_13 dengan radius 100 - 200 m (Gambar 8). Potensi air tanah
yang dapat dimanfaatkan pada lahan persawahan diperkirakan memiliki debit mencapai 16
m3/jam.

Gambar 8. Lokasi Pendugaan Potensi Air tanah dan Survei Geolistrik


Sumber: Anonim, 2014
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Lokasi sawah mekanis memiliki potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan. Air tanah
pada lokasi sawah mekanis yang berpotensi sebagai sumber air tanah dangkal pada kedalaman
9,61 – 50,2 m dan sumber air tanah dalam (artesis) pada kedalaman 67,2 - 150 m. Gambar 9
menunjukkan ilustrasi lapisan bawah permukaan area sawah mekanis Wapeko yang memiliki
potensi air tanah untuk dimanfaatkan. Pada dasarnya air tanah merupakan cadangan sumberdaya
air apabila air permukaan sudah tidak mampu mendukung kehidupan. Proses pembentukan
lapisan potensi air tanah baik air tanah dangkal maupun air tanah dalam (artesis) membutuhkan
waktu yang lama (skala geologi). Pengambilan air tanah melalui sumur akan mempengaruhi
terhadap kondisi perlapisan bawah permukaan. Pengambilan air tanah tanpa memperhatikan
kualitas dan kuantitas penurapan memiliki pengaruh terhadap wilayah sekitar sumur.

Gambar 9. Potensi Air tanah Area Lahan 1000 ha Sawah Mekanis


Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015

Proses terbentuknya sumber air bawah tanah berbeda dengan sumber air permukaan. Air
bawah permukaan memperoleh pasokan air melalui tahap infiltrasi yang melewati lapisan
penutup bawah permukaan. Air yang bersumber dari hujan ataupun aliran permukaan tidak dapat
secara langsung masuk ke dalam lapisan bawah pemukaan karena mengalami penyaringan oleh
material permukaan yang berbeda-beda jenis dan sifat dalam interaksi dengan air. Semakin porus
material maka air akan lebih mudah untuk mengalir, akan tetapi waktu yang dibutuhkan tidak
dalam skala kehidupan manusia melainkan skala geologi. Berbeda dengan air permukaan yang
keberadaannya bergantung pada kondisi iklim yang dapat diamati dan dianalisis kuantitas dan
kualitas airnya.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Penurapan air tanah sebagai sumber kegiatan manusia perlu untuk diminimalisir
penggunaanya. Hilangnya air tanah yang merupakan cadangan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan dapat terjadi apabila pemanfaatannya tidak sesuai dengan ketersediaan dan
kualitasnya. Beberapa dampak penurapan air tanah yang kurang memperhatikan kondisi air tanah
bawah permukaan menyebabkan kekeringan, intrusi dan amblesan tanah (land subsidence)
(Kodoatie, 2012).
Pengambilan air tanah pada lokasi sawah mekanis memiliki potensi kekeringan dan
amblesan tanah. Potensi kekeringan dapat terjadi apabila sumur air tanah diambil secara
berlebihan. Terjadinya kekeringan pada sumur-sumur dangkal dan semakin dalamnya penurapan
air tanah menyebabkan sumber air tanah akan mati akibat terjadinya pemadatan pada lapisan
sekitar penurapan (Gambar 10). Air tanah berada di bawah permukaan tanah berfungsi sebagai
cadangan air bersih yang dapat dimanfaatkan dengan pertimbangan secara tepat. Pengambilan air
tanah secara berlebihan dapat mengganggu kehidupan manusia yang mengelola lahan di
permukaan terutama dalam kegiatan produktivitas pertaniaan.

a b

Gambar 10. Ilustrasi Pengambilan Air tanah Area Lahan 1000 ha Sawah Mekanis; a) sumur ditempatkan
pada lapisan potensi air tanah; b) penurapan air tanah menyebabkan dinding lapisan bawah permukaan
menuju bibir sumur.
Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015

Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan land subsidance sehingga
relief permukaan yang terbentuk akan semakin cekung sehingga berpotensi menjadi daerah
genangan air permukaan (banjir). Pengambilan air tanah sangat ditentukan oleh material
penyusun lapisan aquifer untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber air tanah. Material penyusun
lapisan aquifer bawah permukaan dapat diamati berdasarkan kondisi geologi dan genesis
tanahnya.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Material yang ada di areal lahan sawah mekanis merupakan material aluvial yang
terbentuk pada zaman quarter (<100.000 tahun yang lalu) dan bersumber dari zaman pre-tersier
(7 juta tahun yang lalu) dari wilayah yang lebih tinggi (Pegunungan Jaya Wijaya). Material
aluvial yang berumur quarter tua (sisi Selatan Papua) sangat berbeda dengan material aluvial
yang berumur quarter muda (sekitar gunungapi aktif, contohnya Lampung dan Yogyakarta).
Material pada sisi Selatan Papua memiliki material yang sudah mulai mampat dan sifat porus
yang semakin lamban menyebabkan pasokan untuk air tanah berlangsung lama. Berbeda dengan
material aluvial muda yang memiliki material yang bersifat porus. Material porus quarter muda
lebih mudah memperoleh pasokan air tanah sehingga lebih bisa diturap seperti di sekitar
Gunungapi Merapi (Adji, 2006).
Kondisi bawah permukaan lahan sawah mekanis dapat menjadi acuhan kemungkinan
keberadaan sumber air tanah akan tetapi tidak disarankan untuk diambil mengingat kondisi air
permukaan masih melimpah. Sumber air tanah membutuhkan waktu pembentukan yang lama
dengan kapasitas yang tidak sebesar air permukaan. Pengambilan air tanah untuk pertanian
merupakan gagasan terakhir yang dapat diputuskan apabila sudah tidak terdapat potensi air
permukaan.

IV. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dari kajian air baku di pilot project sawah techno Wapeko adalah sebagai berikut.
1. Potensi sumber air baku irigasi yang diteliti merupakan sumber air permukaan (sungai) di
sekitar pilot project SLM. Kandungan fisika, kimia dan biologi air diteliti di laboratorium air.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa semua titik sampel di sekitar pilot project
SLM masih di bawah baku mutu air untuk irigasi pertanian.
2. Kondisi bawah permukaan lahan sawah mekanis dapat menjadi acuhan kemungkinan
keberadaan sumber air tanah akan tetapi tidak disarankan untuk diambil mengingat kondisi
air permukaan masih melimpah. Sumber air tanah membutuhkan waktu pembentukan yang
lama dengan kapasitas yang tidak sebesar air permukaan. Pengambilan air tanah untuk
pertanian merupakan gagasan terakhir yang dapat diputuskan apabila sudah tidak terdapat
potensi air permukaan.
3. Pengambilan air tanah pada lokasi sawah mekanis memiliki potensi kekeringan dan amblesan
tanah. Potensi kekeringan dapat terjadi apabila sumur air tanah diambil secara berlebihan.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Terjadinya kekeringan pada sumur-sumur dangkal dan semakin dalamnya penurapan air
tanah menyebabkan sumber air tanah akan mati akibat terjadinya pemadatan pada lapisan
sekitar penurapan.

Saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil kajian air baku di pilot project sawah techno
Wapeko adalah sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai kebutuhan dan ketersediaan air
permukaan yang dapat dilakukan guna melengkapi data sehingga keberlanjutan kegiatan
penerapan sawah techno terus berlangsung.
2. Penurapan airtanah merupakan pilhan terakhir dalam pemilihan pemenuhan kebutuhan
air permukaan sudah tidak dapat dipenuhi dan diupayakan ketersediannya.
3. Kajian air baku di pilot project sawah techno Wapeko merupakan pra studi kelayakan
(pra Feasibility Study(pra-FS)) yang mengindikasikan sementara sehingga perlu dikaji
lebih mendalam dan menyeluruh pada kegiatan studi kelayakan (Feasibility Study(FS))
agar kegiatan penerapan sawah techno dapat berjalan secara berkelanjutan.

Ucapan Terimakasih
Kajian pemanfaatan sumber air baku dalam menunjang lahan sawah techno tidak terlepas dari
kerjasama beberapa pihak. Kerjasama antara Komunitas Sahabat Jokowi (KSJ) dengan
Penelitian dan Pelatihan Ekonomika Bisnis (P2EB) Univeritas Gadjah Mada untuk melakukan
pra studi kelayakan (pra Feasibility Study (pra-FS)) pada pilot project sawah techno di
Kabupaten Merauke.Tim SLM P2EB UGM yang terdiri dari penulis dibantu oleh Prof. Tri
Widodo, PhD., Makruf Nurudin, PhD., Jangkung Handoyo Mulyo, PhD., Ir. Suci Handayani,
M.Sc. Sugiyarto M.Sc, Abraham Wirotomo M.Sc., dan Alberth, M.Sc.

Daftar Pustaka
Adji, T. N. 2006. A Discussion of Groundwater Determination by Means of Its Recharge Within
the Southern Part of Merapi Volcano. Proceeding of Volcano International Gathering.
Yogyakarta: Pembangunan Nasional University, pp. 235-244, September 2006
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015

Anonim. 2014. Survei Geolistrik untuk Air tanah di Rencana Persawahan di Daerah Merauke,
Papua. Laporan PT. ARTHA TYANI MINERAL kepada PT. METRA DUTA
LESTARI. Jakarta
Kodoatie, R. J. 2012. Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Penerbit Andi
Setyawati, Siska. 2004. Kandungan Tembaga dalam Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes,
Solms) Perairan dan Sedimen Berdasarkan tata Guna Lahan di Sekitar Sungai Banger
Pekalongan. Skripsi. FMIPA UNDIP.
Tim SLM P2EB UGM. 2015. Laporan Akhir Pra Studi Kelayakan: Pembukaan Lahan Pertanian
Satu Juta Hektar di Kabupaten Merauke (Sejuta Lahan Merauke/SLM). Laporan.
Kerjasama Komunitas Sahabat Jokowi (KSJ) dengan Penelitian dan Pelatihan
Ekonomika Bisnis (P2EB) Univeritas Gadjah Mada. Yogyakarta: Penelitian dan
Pelatihan Ekonomika Bisnis (P2EB) Univeritas Gadjah Mada.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai