Anda di halaman 1dari 42

PERMASALAHAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

(Laporan Praktikum Pengantar Konservasi Sumber Daya Hutan)

oleh

Komang Intan Gayatri


2214151059
Kelompok 1

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehidupan di Bumi ditandai dengan kehadiran manusia, hewan, tumbuhan,
dan mikrobia. Pada sejarahnya, perkembangan kehidupan menyatakan bahwa
mikrobia adalah awal dari kehidupan, kemudian diikuti oleh tumbuhan berdaun
hijau, hewan, dan yang terakhir adalah manusia. Mesikipun manusia muncul
paling terakhir, manusia adalah individu dengan perkembangan fungsi organ yang
paling sempurna. Tumbuhan berdaun hijau adalah makhluk hidup yang mandiri,
karena tumbuhan dapat mengubah air dan karbon dioksida menjadi karbohidrat
yang dibutuhkan dalam kehidupan. Sedangkan makhluk lainnya, memperoleh
pangan dari tumbuhan atau makhluk lainnya. Manusia sendiri juga memerlukan
makhluk lainnya seperti tumbuhan untuk bernapas, tumbuhan dan hewan sebagai
sumber makanan (Astirin, 2000). Tumbuhan, hewan, serta mikrobia dan
habitatnya mencakup pengertian dari keanekaragaman hayati. Sehingga dapat
dikatakan keanekaragaman hayati adalah tumpuan dan menghasilkan bahan pokok
bagi manusia (Ngakan, 2018).
Bermacam bentuk kehidupan yang ada di daratan, perairan, maupun udara
pada suatu ruang dan waktu, dari hewan, tumbuhan, dan juga mikroorganisme
yang merupakan makhluk terkecil disebut dengan keanekaragaman hayati.
Indonesia termasuk ke dalam negara yang beriklim tropis yang terletak di garis
khatulistiwa. Dibandingkan dengan negara beriklim non tropis, negara tropis
memiliki keanekaragaman hayati yang lebih melimpah (Suwarso et al., 2019).
Kelimpahan keanekaragaman hayati yang dimiliki, membuat Indonesia dikenal
dengan negara megabiodiversitas. Indonesia adalah negara dengan biodiversitas
tertinggi di Asia Tenggara. Dibuktikannya dengan persebaran keanekaragaman
hayati yang berada dalam Zona Oriental, Zona Australia, dan Zona peralihan. Hal
ini menjadikan keunikan keanekaragaman hayati Indonesia (Akmal, 2022).
Pada kenyataanya, manusia sangat bergantung pada keanekaragaman hayati,
terutama pada negara-negara berkembang yang kebutuhan dasarnya masih
terbatas yaitu kebutuhan primer (sandang, pangan, papan), pendidikan, dan
kesehatan (Astirin, 2000). Keanekaragaman hayati Indonesia juga merupakan
sumber daya yang amat penting bagi pembangunan nasional. Sejumlah sektor
seperti sektor kehutanan, pertanian, perikanan, kesehatan, ilmu pendidikan dan
pengetahuan, industri, hingga kepariwisataan bergantung pada keanekaragaman
hayati secara langsung ataupun tidak langsung dengan keanekaragaman flora dan
faunanya, ekosistem alami serta fungsi lingkungan yang dihasilkan. Sifat yang
dapat memperbaiki merupakan keunnggulan utama dalam memanfaatkan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan (Siboro, 2019). Namun apa yang
terjadi jika pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak dilakukan dengan bijaksana
dan pengelolaan secara lestari? Hal tersebut tentu akan menimbulkan
permasalahan-permasalahan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, praktikum
ini perlu dilakukan dengan tujuan mengetahui apa saja yang dapat disebabkan
karena hal tersebut.

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum kali ini agar mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan permasalahan keanekaragaman hayati.
2. Menganalisa dan menyimpulkan permasalahan keanekaragaman hayati
berdasarkan tingkatannya.
II. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Maret 2023, pukul 07.00-09.50
WIB, di Ruang KHT 2, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung, Bandar Lampung.

2.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum adalah ATK (alat tulis) dan laptop.
Bahan yang digunakan pada praktikum adalah referensi dari berbagai sumber.

2.3. Prosedur Kerja


Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum:
1. Mengeksplorasi dan mengumpulkan informasi permasalahan keanekaragaman
hayati.
2. Melakukan analisa permasalahan keanekaragaman hayati dan penyebab
kepunahan serta mempelajari pola-polanya.
3. Menyusun informasi dan hasil analisa dalam laporan ilmiah.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Dari kegiatan praktikum, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Permasalahan KEHATI “Perusakan Habitat”
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Dampak dari
pertambangan sangat
jelas memperkecil habitat
menjadi mikrohabitat
yang homogen dan
terpecah pecah dengan
1 Pertambangan √ √ √
menurunnya kekayaan
jenisnya, sehingga akan
menjadi langka bahkan
punah apabila jauh dari
sumber air (Muslim et al.,
2018).
Metode penangkapan
ikan dengan bahan
peledak memberikan
dampak yang tidak
Penangkapan menguntungkan secara
2 √ √ √
ikan peledak biologi sebab dapat
merusak habitat biota laut
dan mempengaruhi
5iodiversity perairan
(Bubun et al., 2016).
Tabel 1 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Dampak dari kebakaran
hutan adalah hilangnya
berbagai manfaat
ekosistem dari hutan dan
Pembakaran
3 √ √ √ potensi lain yang
hutan
terkandung di dalamnya
termasuk keaneka-
ragaman hayati (Rasyid,
2014).
Penggunaan lahan oleh
setiap kegiatan
pembangunan akan
mengubah tatanan
lingkungan hutan menjadi
tatanan lingkungan baru
yang mengakibatkan
Alih fungsi perubahan pada
4 √
lahan kelestarian lingkungan
seperti penurunan
kualitas air bersih yang
nantinya akan berbahaya
bagi kehidupan habitat
tertentu dalam ekosistem
yang terkena dampak
(Anisah et al., 2021).
Penebangan hutan secara
ilegal itu sangat
berdampak terhadap
Penebangan
5 √ √ √ keadaan ekosistem di
secara ilegal
Indonesia. Penebangan
hutan mengurangi
keragaman hayati dan
Tabel 1 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
memusnahkan habitat
satwa liar. Dalam jangka
panjang, ini dapat
√ √ √ menyebabkan kepunahan
spesies tertentu dan
mengurangi produktivitas
hutan (Bawono, 2011).

Tabel 2. Permasalahan KEHATI “Fragmentasi Habitat”


Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Hal ini berakibat terhapus
perubahan kawasan hutan
yang menyebabkan
terputusnya saya jelajah
Pembukaan (homerange) dan rantai
lahan makanan satwa liar.
1 √ √ √
pertanian pada Adanya perubahan
kawasan hutan ekologis tersebut memicu
perubahan perilaku alami
satwa liar dan menjadi
risiko ekologis (Mustafa
et al., 2019)
Keberadaan ruas jalan tol
yang melalui hutan
lindung ini dapat
Pembangunan memutuskan atau
2 √ √
jalan tol menghambat pergerakan
satwa liar di kedua
ekosistem dan dapat
memicu peningkatan
Tabel 2 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
konflik manusia dengan
satwa liar (Damayanti,
2023).
Hal ini menyebabkan
isolasi populasi,
degradasi kualitas habitat,
Sistem
hingga penyempitan
3 silvikultur √ √
habitat yang dapat
tebang habis
mengancam kelestarian
satwa liar (Gunawan et
al., 2009).
Pembukaan lahan hutan
menjadi areal perkebunan
mengancam keberadaan
satwa liar, contohnya
orangutan. Orangutan
kehilangan habitatnya
Pembukaan yaitu pohon pakan dan
4 lahan √ √ √ pohon tempat mereka
perkebunan bersarang. Ancaman
terbesarnya adalah
hilangnya habitat
terutama dikarenakan
konservasi hutan menjadi
perkebunan kelapa sawit
(Hayuni, 2017).
Keadaan ini telah
menciptakan efek tepi
Pembangunan
bagi hidupan satwa liar.
5 pemukiman √ √ √
Menurut Ahmad et al
baru
(2011), efek tepi dapa
mempengaruhi dinamika
Tabel 2 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
kehidupan satwaliar, baik
tingkah laku, reproduksi
maupun ekologi.

Tabel 3. Permasalahan KEHATI “Degradasi Habitat dan Berbagai Polusi


Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Pemabakaran Lahan
Hutan: Pembakaran lahan
membawa dampak yang
besar pada
keanekaragaman hayati.
Lahan yang terbakar
berantakan sulit
Pembakran dipulihkan, karena
1 √ √
lahan hutan struktur tanahnya
mengalami kerusakan.
Hilangnya tumbuh-
tumbuhan menyebabkan
lahan terbuka, sehingga
mudah tererosi, dan tidak
dapat lagi menahan banjir
(Edorita. 2011).
Penebangan hutan secara
liar mengakibatkan
punahnya keaneka-
Penebangan
ragaman hayati,
2 hutan secara √ √ √
meskipun hutan tropis
liar
hanya seluas 6% dari
permukaan bumi tetapi
sekitar 80-90% dari
Tabel 3 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
spesies ada di dalamnya.
Akibat penebangan liar
yang dilakukan secara
besar-besaran ada sekitar
100 spesies hewan
menurun setiap hari,
keanekaragaman hayati
dari berbagai daerah
hilang dalam skala besar
(Indrawan, 2013).
Memberikan dampak
buruk berupa polusi
udara. Udara beracun
memaksa spesies satwa
liar berpindah ke tempat
Polusi industri baru. Polutan beracun
3 √ √
pabrik mengendap diatas
permukaan air dan udara
dapat memengaruhi
hewan, tumbuhan dan
spesies laut (Frison,
2006).
Pencemaran air dipahami
sebagai keadaan dimana
kondisi air mengalami
perubahan akibat
Pencemaran masuknya suatu
4 √ √ √
air komponen asing kedalam
air yang mengganggu
kondisi air sebelumnya.
Pencemaran air sendiri
dapat berupa air tawar
Tabel 3 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
dan laut. Pencemaran air
laut dapat disebabkan
oleh pembuangan limbah
cair industri yang
sebelumnya dibuang ke
sungai dan bermuara ke
laut, pembuangan limbah
rumah tangga baik itu
plastik, industri pakaian
dan masih banyak lagi
semuanya ketika dibuang
ke suangai atau aliran air
akan bermuara ke laut.
Pencemaran air tawar
tidak jauh berbeda, hal ini
dapat berasal dari sampah
rumah tangga, limbah
cair industri, pestisida,
pupuk kimia dan sedimen
hasil erosi (Balen, 1988).
Pencemaran udara
merupakan menurunkan
kualitas udara karena
masuknya unsur-unsur
lain yang berbahaya ke
Pencemaran dalam udara atau
5 √ √ √
udara atmosfer. Bentuk
degradasi kualitas
lingkungan selanjutnya
yaitu berupa pencemaran
udara seperti sulfikar
dioksida, nitrogen oksida,
Tabel 3 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
karbon monoksida dan
timbal. Beberapa
senyawa tersebut berasal
dari industri dan alat
transportasi berupa
kendaraan (Waryono,
1973).

Tabel 4. Permasalahan KEHATI “Perubahan Iklim Global”


Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Dampak dari pemanasan
global adalah perubahan
iklim, seperti naiknya
permukaan laut, yang
Pemanasan berakibat pada
1 √ √
global tenggelamnya pulau-
pulau kecil. Naiknya suhu
laut juga mengakibatkan
hasil perikanan akan
menurun (Leu, 2021).
Dampak negatif dari
kebakaran hutan salah
Kebakaran satunya mencakup
2 √
hutan tentang perubahan iklim
mikro maupun global
(Tuhulele, 2014).
Kegiatan transportasi,
Alih fungsi industri dan rumah
3 √
lahan tangga dalam kota dalam
memproduksi berbagai
Tabel 4 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
jenis gas buang telah
mendorong percepatan
terjadinya efek rumah
kaca yang menimbulkan
pemanasan global dan
perubahan iklim
(Dunggio, 2015).
Daerah kutub sangat
dipengaruhi fluktuasi
(aliran) matahari.
Perubahan kecil dalam
keseimbangan radiasi
ultraviolet dan inframerah
dapat menyebabkan
penolakan kembali proses
Perubahan konveksi yang timbul
4 Pola edaran √ √ dalam bentuk udara panas
Matahari yang bergerak mengitari
bumi. Udara panas ini
yang kemudian dapat
membuat lapisan es di
daerah kutub dapat
mencair dan mengancam
kehidupan hewan di
daerah tersebut. (Dueñas
et al., 2021).
Produksi makanan juga
bisa menghasilkan emisi
Produksi karbon dioksida, metana,
5 √
makanan dan gas rumah kaca lain.
Emisi tersebut berasal
dari pembukaan lahan
Tabel 4 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
pertanian, aplikasi pupuk
pertanian, penggunaan
energi untuk peralatan
pertanian maupun perahu
nelayan. yang mendorong
peningkatan suhu bumi.
(Lubis, 2021).

Tabel 5. Permasalahan KEHATI “Eksploitasi Berlebihan”


Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Berbagai spesies tanaman
pangan hilang
dikarenakan pe-
ngembalaan ternak yang
Peng- berlebihan dengan
gembalaan pemanenan yang tidak
1 √ √
ternak terkendali dari alam
berlebihan (misal: tanaman obat,
jenis kayu). Hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya
spesies hingga merusak
habitat (Afza, 2016).
Rusaknya habitat tanam-
Perluasan
2 √ an akibat perluasaan
perkotaan
perkotaan (Afza, 2016).
Kegiatan ini dapat
Penangkapan
merusak ekosistem
ikan
3 √ √ bawah laut, hancurnya
menggunakan
terumbu karang. Selain
bahan peledak
itu dapat menurunkan
Tabel 5 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
kesejahteraan nelayan
dan penghasilannya
hingga dampak ekonomi
dan kedaulatan negara
(Hasugian, 2019).
Kebakaran hutan,
kebanyakan dari peris-
tiwa kebakaran hutan
terjadi karena faktor
kesengajaan. Beberapa
pihak yang tidak ber-
tanggung jawab sengaja
Pembakaran membakar hutan untuk
hutan untuk dijadikan lahan per-
4 √ √ √
pembukaan kebunan, pemukiman,
lahan peternakan, dan yang
lainnya. Kebakaran dapat
mengakibatkan hilangnya
habitat-habitat tersebut,
maka hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya
kepunahan spesies (Afza,
2016).
Hewan-hewan ini diambil
dari habitat aslinya yang
kemudian dilatih agar
Pertunjukkan sesuai keinginan
5 dan atraksi √ √ √ manusia. Tentunya
hewan banyak sekali kematian
yang disebabkan oleh
kegiatan ini, Unit
Penelitian Konservasi
Tabel 5 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Satwa Liar di Universitas
Oxford, memperkirakan
bahwa lebih dari 550.000
hewan liar di dunia
menderita di tangan
atraksi yang tidak
bertanggung jawab
(Indrawan et al., 2007).

Tabel 6. Permasalahan KEHATI “Perburuan dan Perambahan”


Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Perburuan satwa didalam
kawasan Cagar Alam
Gunung Papandayan:
Adapun satwa yang
Perburuan
diburu antara lain babi
satwa dalam
1 √ √ hutan (Sus scrofa ) yang
kawasan cagar
dianggap sebagai hama
alam
pertanian, kijang
(Muntiacus muntjak), dan
jenis burung kepudang
wan walik (Zuhri, 2007).
Perburuan satwa
dilindungi di TN Bromo
Semeru: Kegiatan
Perburuan
perburuan pada TN sudah
2 satwa √ √
marak terjadi dan
dilindungi
beberapa pelaku sudah
ditangkap. Kasus
perburuan tersebut
Tabel 6 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
terjadi di kawasan
konservasi alam yang
seharusnya aman bagi
satwa dilindungi
(Achmadi, 2016).
Perambahan Kawasan TN
Gunung Ciremai:
Menggunakan pola
Perambahan tumpang sari. Sistem
3 √ √ √
kasawasan tersebut cendrung
mengarah pada
perambahan kawasan
hutan (Yusri et al.,2012).
Kebutuhan lahan
pertanian, karena hanya
Perambahan
4 √ √ √ sedikit masyarakat yang
hutan
memiliki lahan pertanian
(Raharja et al., 2018).
Perambahan penjualan
lahan secara individu:
Dalam perambahan
penjualan lahan secara
individu, mengakibatkan
Perambahan kegiatan konversi pada
pernjualan lahan hutan dalam usaha
5 √ √ √
lahan secara bukan kehutanan yang
individu menyebabkan deforestasi
akibat peramabahan.
Hutan tanaman industri
merupakan pelaksanaan
dari konversi hutan.
Tabel 6 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Dalam hal ini tidak
berpengaruh dalam gen,
spesies karenaakan
dibukakan lahan yang
baru (Andriani, 2020).

Tabel 7. Permasalahan KEHATI “Spesies Asing Pengganggu”


Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Clidemia hirta merupakan
tumbuhan gulma dan
invasif yang banyak
tumbuh di lahan
pertanian, lahan bekas
tebangan dan merupakan
spesies pionir yang
agresif karena
kemampuan bijinya
berkecambah cepat, yang
menginvasi tempat-
1 Clidemia hirta √ √
tempat terbuka, tanah
longsor, tepi jalan, jalan
setapak, ladang bekas
tebangan dan rumpang di
hutan serta dapat cepat
tumbuh dan toleran
terhadap naungan.
Sehingga tanaman ini
menyerap semua zat hara
dan air dan tidak
memberikan kesempatan
Tabel 7 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
tumbuhan lain
disekitarnya untuk
tumbuh Clidemia hirta
tercatat dalam 100spesies
asing paling invasif di
dunia (ISSG, 2005).
Ledakan populasi
belalang kembara dapat
menimbulkan kerugian
dalam skala besar, karena
jika serangannya parah
maka daun-daun tanaman
padi akan tersisa tulang
daunnya saja dan
tentunya akan berdampak
pada penurunan
produktivitas tanaman
padi. Belalang yang
Ledakan
menyerang tanaman padi
2 populasi √ √
baik padi Varietas
belalang
Unggul maupun padi
lokal di lokasi penelitian,
diduga berasal dari
populasi tanaman yang
terdapat di sekitar lokasi
yang banyak ditumbuhi
jenis gulma berdaun
lebar, tanaman jagung
dan tanaman sorghum.
Jenis-jenis tanaman ini
yang merupakan sumber
makanan bagi belalang
Tabel 7 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
untuk bertahan hidup
(Nik et al., 2017).
Ikan nila (Oreochromis
niloticus) aslinya berasal
dari Mesir. Ikan ini
merupakan spesies asli
Afrika kemudian di-
introduksi ke Indonesia
pada tahun 1969. Ikan ini
merupakan pemakan
3 Ikan Nila √ √
segala dan jika sudah
kehabisan pakan maka
tidak segan memangsa
jenis ikan lainnya. Di
danau Air tawar, Aceh,
nila telah menggusur
populasi ikan depik
(DLHK, 2019)
Ikan Red devil hidup di
daerah permukaan dan
teritorial di suatu
perairan, serta mudah
berkembang biak, ikan
betinanya sekali bertelur
Ikan Red mampu mengeluarkan
4 √ √ √
Devil ribuan telur dan dapat
bertelur sepanjang waktu,
sehingga ikan ini diduga
mempunyai kemampuan
memijah sepanjang
tahun. Hasil analisis
pakan diperoleh bahwa
Tabel 7 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
ikan red devil me-
manfaatkan tumbuhan,
moluska, dan ikan. Oleh
karenanya ikan ini
termasuk ikan omnivore
karnivora yang me-
manfaatkan ikan sebagai
pakan utamanya,
sehingga mampu
mendesak perkembangan
jenis ikan lainnya yang
ada di perairan tersebut.
Ikan ini berkembangbiak
sangat cepat dan
mengancam kelangsung-
an hidup jenis satwa air
lainnya (Kartamihardja et
al., 2006).
Imperata cylindrica atau
alang-alang adalah jenis
tumbuhan asli dari
daratan Asia. Bagi petani
alang-alang sangat
merugikan karena dapat
menurunkan hasil per-
5 Alang-alang √ √
tanian, karena alangalang
ini mengakibatkan per-
saingan dengan tanaman
budidaya dalam me-
nyerap nutrisi. Alang-
alang sangat sulit untuk
dikendalikan karena ber-
Tabel 7 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
kembang biaknya sangat
cepat dan mudah. Alang-
alang saat ini menjadi
salah satu dari sepuluh
tumbuhan invasif ber-
bahaya di dunia. Di
habitat alaminya tumbuh-
an ini juga terkadang
merugikan dan menjadi
salah satu penyebab
kebakaran hutan. Alang-
alang telah digolongkan
sebagai salah satu
tumbuhan invasive
khususnya di daerah
tropis dan subtropis di
seluruh dunia. Alang-
alang digolongkan invasif
karena mampu tumbuh
dengan cepat di tanah
bekas pengolahan seperti
kebun, pembukaan lahan
untuk bangunan, dan
pinggir jalan (Sayfulloh,
2020).
Tabel 8. Permasalahan KEHATI “Penyakit"
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Duriat et. al. (2007),
menyatakan bahwa
“Antraknosa, layu
Fusarium, bercak daun
Cercospora, busuk daun
Phytophtora, busuk buah,
Jamur patogen rebah batang, dan layu
1 pada cabai √ bakteri merupakan ber-
merah bagai penyakit yang
menyebabkan pertum-
buhan tanaman cabai
merah terhambat”. Pe-
nyebab penyakit tersebut
didominasi oleh jamur
patogen.
Penyakit sering me-
nimbulkan kerugian yang
berarti pada tanaman
kelapa sawit. Setiap tahun
kerugian yang ditimbul-
kan oleh serangan
penyakit bisa mencapai
Serangan jutaan rupiah setiap
2 jamur pada √ √ hektar tanaman kelapa
kelapa sawit sawit. Penyakit pada
tanaman sawit adalah
serangan jamur, sedang-
kan bakteri atau virus
jarang dijumpai dan tidak
menimbulkan kerusakan
yang berarti (Defitri,
2015).
Tabel 8 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Corynespora cassiicola
merupakan salah satu
penyakit penting pada
tanaman karet di
Indonesia dan negara-
negara penghasil karet
alam lainnya di Asia dan
Afrika. PGDC pertama
kali muncul di Indonesia
sekitar tahun 1980, yang
menyerang klon-klon
hasil pertukaran
Internasional seperti KRS
21, RRIC 103 dan RRIM
725 yang berasal dari
Penyakit gugur
Thailand, Sri Lanka dan
3 daun √ √
Malaysia. Dalam per-
corynespora
kembangannya, penyakit
ini mulai menyerang
klon-klon lain dimana
jumlah klon yang
terserang dan intensitas
penyakit yang di
akibatkannya semakin
meningkat dari tahun ke
tahun. Beberapa klon
yang sebelumnya
diketahui tahan dilapor
kan menjadi terserang
berat seperti klon GT 1
dan RRIM 600 (Breton,
2000).
Tabel 8 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Efek pengenceran mem-
prediksi korelasi negatif
antara keanekaragaman
hayati dan risiko
penyakit, karena
penurunan keaneka-
ragaman dapat meng-
akibatkan peningkatan
kelimpahan spesies inang
fokus yang memfasilitasi
penularan penyakit
Kedua hipotesis ini dapat
dianggap mewakili
rangkaian ekstrem,
karena efek keaneka-
Efek ragaman pada risiko
4 √
pengenceran penyakit akan terkait
dengan kisaran inang
patogen: Efek
Amplifikasi akan mem-
butuhkan patogen
generalis, sedangkan
kisaran inang yang lebih
terbatas dari patogen,
atau semakin tinggi
perbedaan antara inang
bersama dalam ke-
mampuan mereka untuk
memperkuat atau men-
transmisikan patogen,
semakin tinggi efek dilusi
(Sastrahidayat, 2011).
Tabel 8 (Lanjutan)
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Jamur Batrachochytrium
dendrobatidis muncul
sebagai ancaman global
bagi amfibi selain
beberapa penyebab stres
lingkungan seperti
perusakan habitat dan
perubahan iklim. Katak
Amerika invasif, Rana
catesbeiana, diketahui
menyebarkan jamur ke
habitat baru sehingga
membahayakan banyak
Jamur
5 Batrachochytri √ √ spesies amfibi asli
-um ancaman global bagi
amfibi selain beberapa
penyebab stres
lingkungan seperti pe-
rusakan habitat dan
perubahan iklim. Katak
Amerika invasif, Rana
catesbeiana, diketahui
menyebarkan jamur ke
habitat baru sehingga
membahayakan banyak
spesies amfibi asli
(Harini, 2000).
Tabel 9. Permasalahan KEHATI “Kerentanan Terhadap Kepunahan”
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Berbagai penelitian
menunjukkan krisis iklim
berdampak pada
meningkatnya fenomena
pergeseran biogeografis,
ketidakcocokan tanaman
berbunga dan penyerbuk-
nya, dan mungkin
meningkat hingga tingkat
Perubahan kepunahan dampak dari
1 √
iklim dari perubahan iklim
telah menyentuh bumi
hingga ke titik terkecil,
seperti serangga pe-
nyerbuk yang berperan
penting dalam regenerasi
dan reproduksi tanaman
dalam ekosistem hutan
maupun sistem pertanian
(Ubaidillah, 2010).
Spesies yang tidak punya
kemampuan migrasi akan
mempunyai sensitifitas
yang tinggi dibandingkan
Migrasi spesies yang bisa migrasi
spesies yang terhadap kepunahan.
2 √
tidak dapat Spesies yang dapat
bermigrasi migrasi dapat meng-
hindari dari kondisi
lingkungan yang tidak
menguntungkan
(Surakusumah, 2011).
Tabel 9. Permasalahan KEHATI “Kerentanan Terhadap Kepunahan”
Dampak pada Tingkatan
No. Kegiatan Deskripsi
Genetik Spesies Ekosistem
Populasi satwa primata
sangat dipengaruhi oleh
kondisi habitat mereka,
yang menyediakan sum-
ber makanan dan tempat
hidup. gangguan dan
Perusakan tekanan yang dialami
3 √
habitat oleh sebuah Kawasan
dapat menurunkan
kualitas habitat dan
selanjutnya berakibat
pada kritisnya populasi
satwa primate
(Basalamah et al.,2010)
Keberadaan harimau
Sumatra yang terdapat di
Kabupaten Seluma, Kaur,
Bengkulu Tengah,
Bengkulu Utara,
Mukomuko dan Lebong
Perusakan saat ini kami perkirakan
4 √
hutan lindung hanya berjumlah sekitar
50 ekor saja akibat
banyaknya perusakan
hutan lindung yang
menjadi habitat satwa-
satwa langka tersebut
(Afza, 2011)
Siklus hidup yang sangat
Siklus hidup kompleks spesies dengan
5 √
yang kompleks siklus hidup yang
kompleks, bila siklus
hidupnya memerlukan
beberapa elemen yang
berbeda pada waktu yang
sangat spesifik, maka
spesies ini rentan bila ada
gangguan pada salah satu
elemen dalam siklus
hidupnya (Lubis, 2011).

3.2. Pembahasan
Dari hasil praktikum, ditemukan bahwa banyak terdapat permasalahan pada
keanekaragaman hayati. Masalah-masalah yang dihadapi dalam upaya
melestarikan keanekaragaman hayati disebabkan baik dari pemerintah, pengusaha,
dan masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, berbagai pihak memunculkan
perbedaan kepentingan yang terkadang menimbulkan permasalahan-permasalahan
terhadap keanekaragaman hayati. Permasalahan keanekaragaman hayati tersebut
diantaranya ada perusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat dan
berbagai polusi, perusakan iklim global, eksploitasi berlebihan, perburuan dan
perambahan, spesies asing pengganggu, penyakit, dan kerentanan terhadap
kepunahan.
Perusakan habitat adalah proses yang menjadikan habitat alami tidak dapat
berfungsi dengan baik untuk menyokong kehidupan spesies aslinya. Kerusakan
habitat salah satunya disebabkan oleh manusia dalam memenuhi keperluan-
keperluan mereka, seperti fragmentasi hutan, dan hilangnya habitat (Supriatna,
2008). Kerusakan habitat dapat disebabkan seperti kegiatan pertambangan yang
memembuat keanekaragaman hayati menurun, penangkapan ikan menggunakan
bahan peledak, pembakaran hutan yang membuat hilangnya manfaat ekosistem.
Penyebab lainnya yaitu alih fungsi lahan, dan penebangan secara illegal yang
dampaknya langsung kepada ekosistem.
Fragmentasi habitat adalah proses perubahan lingkungan yang mempunyai
peran penting terhadap evolusi dan biologi konservasi (Pistanty, 2022).
Fragmentasi habiat diartikan sebagai pemecah habitat organisme menjadi
fragment (patches) habitat sehingga organisme tersebut kesulitan dalam
melakukan pergerakan dari fragment habitat yang satu ke yang fragment habitat
lainnya (Lamatoa et al., 2013). Fragmentasi habitat berpengaruh pada keberadaan
suatu spesies dengan cara membatasi spesies dalam pergerakannya mencari
makanan, mengurangi daerah jelajah aslinya, serta perubahan kondisi lingkungan
(Koneri, 2008). Terbukti bahwa fragmentasi habitat adalah hal yang sangat
merugikan bagi spesies satwa dan dapat mempercepat kepunahan
keanekaragaman hayati (Gunawan et al., 2010). Contoh kegiatan fragmentasi
habitat yaitu pembukaan lahan pertanian pada kawasan hutan, pembangunan jalan
tol, sistem silvikultur tebang habis, pembukaan lahan perkebunan, dan
pembangunan pemukiman baru.
Penurunan kualitas tempat tinggal makhluk hidup tertentu yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia maupun alam disebut dengan degradasi habitat (Kholid et
al., 2020). Degradasi habitat dapat disebabkan oleh beberapa kegiatan terutama
yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. Contohnya yaitu pembakaran lahan
hutan yang menyebabkan rusaknya struktur tanah pada hutan, penebangan hutan
secara liar, polusi industri pabrik yang dapat membuat satwa berpindah dar
habitatnya. Selain itu ada juga pencemaran pada air dan udara juga menjadi
penyebab degradasi habitat.
Perubahan yang terjadi pada iklim global menjadikan tantangan yang
dihadapi masyarakat dunia saat ini. Suhu meningkat dengan kecepatan yang suli
diperkirakan (IPCC, 2021). Penyebab utama dari efek rumah kaca ini adalah
karbon dioksida (CO2), oksida-oksida nitrat (NOx), dan metana (CH4). Hal
tersebut disebabkan melalui pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa
(Lehmann et al., 2006; Haefele, 2007). Kegiatan yang berkaitan dengan
perubahan pada iklim global seperti pemanasan global, pembakaran hutan, alih
fungsi lahan, perubahan edaran pola matahari, dan juga produksi makanan yang
menghasilkan zat seperti karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca lainnya.
Suatu tindakan pemanfaatan yang digunakan untuk kepentingan diri sendiri
adalah perbuatan tidak terpuji yang disebut dengan eksploitasi (Lestari, 2012).
Berdasarkan pandangan yang individualistik-materialistik, eksploitasi sumber
daya alam menyebabkan timbulnya konflik-konflik yang menyebabkan korban
pada manusia dan kerusakan lingkungan. Selain itu eksploitasi juga dapat
menimbulkan pemisah antara kesejahteraan dan kemiskinan (Armawi, 2013).
Beberapa kegiatan yang termasuk eksploitasi berlebihan diantaranya
pengembalaan ternak berlebihan, perluasan perkotaan, penangkapan ikan
menggunakan bahan peledak, pembakaran hutan untuk pembukaan lahan, dan
pertunjukkan atraksi hewan.
Perburuan dan perambahan hutan sudah menjadi permasalahan klasik yang
dialami oleh hampir semua negara terhadap keberadaan satwa liar (Laatung,
2015). Kegiatan yang termasuk perburuan dan perambahan yaitu perambahan
kawasan hutan dan Taman Nasional serta perburuan satwa. Perburuan dapat
dikatakan ilegal bila:
1. Tidak dilakukan saat musimnya.
2. Tidak memiliki izin yang sah.
3. Menjual secara illegal demi memperoleh keuntungan.
4. Dilakukan di luar waktu yang diizinkan.
5. Menggunakan senjata yang dilarang untuk berburu.
6. Tanaman atau hewan yang diburu pada wilayah yang dibatasi.
7. Jenis umpan tidak manusiawi
(Setiawan, 2020).
Spesies asing yang berada dalam sebuah ekosistem baru dan setelahnya
beradaptasi kemudian bersaing dengan spesies aslinya disebut dengan spesies
asing pengganggu. Beberapa spesies asing yang berbentuk varietas baru secara
nyata memang dapat memberikan benefit dalam ekonomi serta memberi
kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat. Tetapi, beberapa spesies asing
memiliki kemampuan tumbuh dan menyebar yang cepat. Sehingga dapat
mengalahkan spesies asli yang disebut dengan spesies asing invasif atau invasive
alien species (IAS). Kegiatan berupa pemasukan, penyebaran dan juga
penggunaan berbagai spesies secara sengaja maupun tidak sengaja yang
digunakan untuk kepentingan perdagangan ataupun non perdagangan adalah
sumber dari perkembangan spesies asing invasif pada suatu negara (Sunaryo et
al., 2012). Contoh spesies asing pengganggu yaitu tumbuhan gulma seperti
Clidemia hirta, belalang kembara, ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan red
devil, dan Imperata cylindrica atau alang-alang.
Permasalahan keanekaragaman hayati lainnya dapat disebabkan oleh
penyakit. Penyakit pada keanekaragaman hayati khususnya tumbuhan sering
disebabkan oleh jamur dan virus (Hariani et al., 2022). Contoh penyebab penyakit
pada keanekaragaman hayati diantaranya jamur patogen pada cabai merah, jamur
pada kelapa sawit, penyakit gugur daun cornynespora, dan jamur Batrachochytri.
Penyakit pada keanekaragaman dapat juga disebabkan oleh efek pengenceran
yang memprediksi korelasi negatif dan berisiko penyakit yang meningkatkan
kelimpahan spesies inang.
Kepunahan sudah menjadi kenyataan dimulai sejak hidup itu sendiri
muncul. Spesies-spesies yang berada di Bumi sekarang ini adalah spesies-spesies
yang berhasil bertahan kurang lebih sekitar setengah milyar dari spesies yang
diduga sudah ada sebelumnya. Kepunahan adalah proses yang terjadi secara alami
(Lubis, 2011). Kepunahan dapat terjadi diakibatkan oleh perubahan iklim,
kemampuan migrasi spesies yang sebenernya tidak bisa bermigrasi, perusakan
habitat asli, perusakan hutan lindung, serta siklus hidup yang sangat kompleks.
IV. SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Terdapat permasalahan-permasalahan keanekaragaman hayati diantaranya
perusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat dan berbagai polusi,
perubahan iklim global, eksploitasi berlebihan, perburuan dan perambahan,
spesies asing pengganggu, serta kerentanan terhadap kepunahan.
2. Permasalahan keanekaragaman hayati berdasarkan tingkatannya dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu yang berdampak pada genetik, spesies, dan
ekosistem. Berdasarkan tabel hasil, permasalahan KEHATI pada tingkat
genetik paling banyak disebabkan oleh degradasi habitat dan berbagai polusi
dan perburuan dan perambahan. Permasalahan KEHATI pada tingkat spesies
paling banyak disebabkan oleh fragmentasi habitat, degradasi habitat dan
berbagai polusi, perburuan dan perambahan, spesies asing pengganggu.
Permasalahan KEHATI pada tingkat ekosistem paling banyak disebabkan oleh
degradasi habitat, perubahan iklim global, dan eksploitasi berlebihan.

4.2. Saran
Diharapkan agar praktikan lebih banyak literasi dan teliti mengenai
permasalahan keanekaragaman hayati yang ada agar dapat mengelompokkan jenis
permasalahan-permasalahan keanekaragaman hayati berdasarkan tingkatannya
yaitu pada tingkat genetik, spesies, dan ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S.D.M. 2016. Penanggulangan perburuan satwa yang dilindungi oleh


masyarakat adat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. NOVUM:
Jurnal Hukum. 2 (3): 184-191.

Afza, H. 2016. Peran konservasi dan karakterisasi plasma nutfah padi beras merah
dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 35(3): 143-153.

Ahmad, Z., Sinyo, Y., Ahmad, H., Tamalene, M.N., Papuangan, N., Abdullah, A.,
... Hasan, S. 2017. Keanekaragaman jenis burung di beberapa objek wisata
Kota Ternate: upaya mengetahui dan konservasi habitat burung endemik.
SAINTIFIK@. 1(1): 26-31.

Akmal. 2022. Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas). Akmal’s Library. Jakarta.


63 hlm.

Anisah, A.P., Ju, A.B., Tng, A., Zikra, E., Weley, N.C., Fitri, W. 2021. Dampak
alih fungsi lahan terhadap keberlanjutan suplai air bersih dalam menjaga
ekosistem darat. Jurnal Syntax Admiration. 2(12): 2246-2259.

Armawi, A. 2013. Kajian filosofis terhadap pemikiran human-ekologi dalam


pemanfaatan sumberdaya alam. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 20(1): 57-
67.

Astirin, O.P. 2000. Permasalahan pengelolaan kena keragaman hayati di


Indonesia. Biodiversitas. 1(1): 36-40.
Balen, SV. 1988. The terrestrial mangrove birds of Java. Symposium on
Mangrove Management: its ecological and economic considerations.
Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology. 353 hlm.

Bawono, B.T., Mashdurohatun, A. 2011. Penegakan hukum pidana di bidang


illegal logging bagi kelestarian lingkungan hidup dan upaya
penanggulangannya. Jurnal Hukum Unissula. 26(2): 590-611.

Bubun, R.L., Anwar, L.O. 2016. Penyuluhan Dampak Metode Penangkapan Ikan
Destructive Terhadap Perikanan Berkelanjutan. Research Report. 125-132.

Damayanti, D. 2023. Perencanaan dan konservasi satwa untuk mitigasi dampak


pembangunan jalan tol Aceh. Jurnal HPJI (Himpunan Pengembangan Jalan
Indonesia). 9(1): 41-48.

Dinas Lingkungan hidup dan Kehutanan Daerah istimewa Yogyakarta. 2019.


Pengelolaan Jenis Asing Invasif. https://dlhk.jogjaprov.go.id/pengelolaan-
jenis-asing-invasif-jai. Diakses pada tanggal 18 Maret 2023, pukul 06.45
WIB.

Dueñas, A., Jiménez, U., G., Bosker, T., 2021. The effects of climate change on
wildlife biodiversity of the galapagos islands. Climate Change Ecology. 2.
p.100026.

Dunggio, M. F. 2015. Pengaruh alih fungsi lahan terhadap perubahan iklim (studi
kasus Kota Gorontalo). Jurnal Teknik. 1: 79-150.

Edorita, W. 2011. Pertanggungjawaban terhadap pencemaran dan perusakan


lingkungan hidup akibat kebakaran hutan dilihat dari perspektif hukum.
Jurnal Ilmu Hukum. 2 (1): 145-153.
Frison, E.A, Smith, Jika, Johns, T., Cherfas, J., Eyzaguirre, PB. 2006.
Keanekaragaman hayati pertanian, gizi, dan kesehatan: membuat perbedaan
terhadap kelaparan dan gizi di negara berkembang. Buletin Pangan dan
Gizi. 27 (2): 167-179.

Gunawan, H., Prasetyo, L.B., Mardiastuti, A., Kartono, A.P. 2009. Habitat macan
tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) di lanskap hutan produksi
yang terfragmentasi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 6(2):
95-114.

Gunawan, H., Prasetyo, L.B., Mardiastuti, A., Kartono, A.P. 2010. Fragmentasi
hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam. 7(1): 75-91.

Haefele, S.M. 2007. Black soil, green rice. International Rice ResearchInstitute.
6(2): 26-27.

Hariani, A., Rahayu, S., Pratiwi, A.E., Haroh, I., Rosadi, I. 2022. Peran Genetika
Molekuler dalam Perspektif Konservasi Keanekaragaman Hayati. PT Nasya
Expanding Management. Pekalongan. 473 hlm.

Hasugian, E.P.A. 2019. Tindak pidana penangkapan ikan dengan bahan peledak di
Wilayah Laut Indonesia. Lex. 8(1): 105-112.

Hayuni, W. 2017. Persepsi Masyarakat Terhadap Kebebasan Fragmentasi


Habitat Orang Utan Sumatera (Pongo Abelii) di Hutan Rawa Tripa Sebagai
Penunjang Mata Kuliah Ekologi dan Masalah Lingkungan. Doctoral
dissertation. UIN Ar-Raniry.

Indrawan M., Primack, R.B., Supriatna, J. 2013. Biologi Konservasi (Edisi


Revisi). Yayasan Obor Indonesiaa. Jakarta.
Indrawan, M., Primarck R.B., Suprijatna, J. 2007. Biologi Konservasi (Edisi
Revisi). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Invasive Species Specialist Group. 2005. Global invasive species database:


http://www.issg.org/database. Diakses pada tanggal 18 Maret 2023, pukul
06.30 WIB.

IPCC. 2001. Climate Change 2001, The scientific basis. Technical summaryby
workgroup I of the intergovernmental panel on climatic change. Cambridge,
UK. Cambridge University Press.

Kartamihardja, E.S., C. Umar. 2006. Struktur dan kebiasaan makan komunitas


ikan di Zona Limnetic Waduk Ir. Djuanda, Jawa Barat. J. Lit. Perikan.Ind. 2
(3): 9 hlm.

Kholid, N., Syamsiyah, N.R. 2020. Penerapan tolok ukur mac dari greenship
neighborhood versi 1.0 dan evaluasi subjektif pada kawasan kebun raya
indrokilo di Boyolali. Jurnal Sinektika. 17(1): 41-45.

Koneri, R. 2008. Pengaruh fragmentasi habitat terhadap keragaman serangga.


Pacific Journal. 2(2): 137-141.

Laatung, S. 2015. Stratifikasi penggunaan tajuk oleh Yaki (Macaca nigra) di


Cagar Alam Tangkoko Duasudara Sulawesi Utara. ZOOTEC. 35(1): 151-
163.

Lamatoa, D.C., Koneri, R., Siahaan, R., Maabuat, P.V. 2013. Populasi kupu-kupu
(Lepidoptera) di Pulau Mantehage, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains.
13(1): 52-56

Lehmann, J., J. Gaunt, M. Rondon. 2006. Biochar sequestration interrestrial


ecosystems-a review. Mitigation and Adaptation Strategiesfor Global
Change. 11: 403-427.
Lestari, N.A. 2012. Eksploitasi pada perempuan sales promotion girls. Komunitas.
4(2): 139-147.

Leu, B. 2021. Dampak pemanasan global dan upaya pengen-daliannya melalui


pendidikan lingkungan hidup dan pendidikan Islam. AT-TADBIR: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam. 1(2): 1-15.

Lubis, D.P. 2011. Pengaruh perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati di


Indonesia. Jurnal Geografi. 3(2): 107-117.

Muslim, T., Rayadin, Y., Suhardiman, A. 2018. Preferensi habitat berdasarkan


distribusi spasial herpetofauna di kawasan pertambangan batubara PT
Singlurus Pratama, Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor. 17(1): 175-190.

Mustafa, T., Abdullah, A., Khairil, K. 2019. Analisis habitat gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus) berdasarkan Software Smart di Kecamatan
Peunaron Kabupaten Aceh Timur. BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi Teknologi
dan Kependidikan. 6(1): 1-10.

Ngakan, P.O. 2018. Konservasi keanekaragaman hayati untuk mewujudkan


pembangunan berkelanjutan di Indonesia. In Prosiding Seminar Nasional
Biodiversity Conservation. 4: 1-16.

Nik, N., Rusae A., Atini, B. 2017. Identifikasi hama dan aplikasi bioinsektisida
pada belalang kembara (Locusta migratoria, L) sebagai model pengendalian
hama terpadu pada tanaman sorgum. Savana Cendana Jurnal Pertanian
Konservasi Lahan Kering. 2(3): 46–47.

Pistanty, M.A. 2022. Suistanable development goals protect extinction of


biodiversity Nepenthes sp. Pratama Medika: Jurnal Kesehatan. 1(2): 69-85.
Raharja, I.F., Nuriyatman, E., Permatasari, B. 2018. Kewenangan Balai Besar
Taman Nasional Kerinci Seblat dalam penegakan hukum terhadap
perambahan hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat. Jurnal Selat. 6(1): 01-
18.

Rasyid, F. 2014. Permasalahan dan dampak kebakaran hutan. Jurnal Lingkar


Widyaiswara. 1(4). 47-59.

Sayfulloh, A. Riniarti, M. Santoso, T. 2020. Jenis-jenis tumbuhan asing invasif di


Resort Sukaraja Atas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Sylva
Lestari. 8(1): 109-120.

Setiawan, M.R. 2020. Analisis yuridis penjatuhan hukuman bagi pelaku


perburuaan liar di Kawasan Hutan Taman Nasional Way Kambas. Doctoral
Dissertation.Universitas Muhammadiyah Metro.

Siboro, T.D. 2019. Manfaat keanekaragaman hayati terhadap lingkungan. Jurnal


Ilmiah Simantek. 3(1): 1-4.

Sunaryo, S., Uji, T., Tihurua, E.F. 2012. Komposisi jenis dan potensi ancaman
tumbuhan asing invasif di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa
Barat. Berita Biologi. 11(2): 231-239.

Supriatna, Jatna. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.


Jakarta. 482 hlm.

Suwarso, E., Paulus, D. R., Widanirmala, M. 2019. Kajian database


keanekaragaman hayati Kota Semarang. Jurnal Riptek. 13(1): 79-91.

Suyodono, I., Syaufina, L., Suharjito, D. 2014. Analisis pola kemitraan


agroforestri dalam rangka mengurangi ancaman perambahan hutan (studi
kasus tumpangsari tanaman pangan di IUPHHK-HT Pulau Laut Kotabaru
Kalimantan Selatan). Journal of Natural Resources and Environmental
Management. 4(1): 1-1.
Tuhulele, P.T. 2014. Kebakaran hutan di Indonesia dan proses penegakan
hukumnya sebagai komitmen dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Supremasi Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum. 3(2): 25 hlm.

Waryono, Tarsoen. 1973. Studi Permudaan Alam Bruguiera ginorrizha Lamk. di


Segara Anakan Cilacap. Publikasi Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat.
Bandung. 23 hlm.

Yusri, A., Basuni, S., Prasetyo, L.B. 2012. Analisis faktor penyebab perambahan
kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi. 17(1): 1-5.

Zuhri, M., Sulistyawati, E. 2007. Pengelolaan Perlindungan Cagar Alam Gunung


Papandayan. In Presented on Seminar Nasional Penelitian Lingkungan di
Perguruan Tinggi. 10 hlm.
LAMPIRAN
Lampiran plagiarisme

(Gambar 1. Plagiarism Scan)

(Gambar 2. Statistik Jumlah Kata Ekstra)

Anda mungkin juga menyukai