Anda di halaman 1dari 37

02 Mei 2019

PENDAYAGUNAAN HASIL KAJIAN DDDTLH


DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN
RENDAH KARBON

JULIJANTI

Disampaikan Pada Acara Fasilitasi dan Bimbingan Teknis


Pengarusutamaan D3TLH Ekoregion Sulawesi Maluku
Makassar, 2-3 Mei 2019
DIREKTORAT PENCEGAHAN DAMPAK LINGKUNGAN KEBIJAKAN
WILAYAH DAN SEKTOR
PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN (Sustainable Development)
 Komitmen Nasional  Pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim,
sehingga perlu kemampuan untuk beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim
 Kondisi Indonesia: memiliki sumber daya alam yang tinggi (hutan, kehati,
cadangan karbon, sumberdaya energi dan mineral, termasuk laut); tetapi juga
rentan terhadap bencana alam

Perencanaan Berbasis Lahan  Komprehensif dan Holistik

Ketahanan: Pangan, Air dan Energi

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM


BERKELANJUTAN  PB/SD
DEFINISI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Sustainable Development)
1. Pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini
dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa
datang
2. Memperbaiki kualitas kehidupan manusia dengan tetap
memelihara kemampuan daya dukung sumberdaya alam dan
lingkungan hidup dari ekosistem yang menopangnya (UNEP)
3. Kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan
hidup, dimensi ekonomi dan aspek sosial politik sedemikian Keberlanjutan:

3 Matra PB
rupa masing-masing terhadap pola perubahan yang terjadi 1.Ekonomi
pada kegiatan manusia (produksi, konsumsi, dsb) dapat
menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan 2.Sosial
masa mendatang dan disertai akses pembangunan sosial 3.Ekologi
ekonomi tanpa melampaui batas ambang lingkungan (WCED,
1987)
4. Upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
URGENSI DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LH DALAM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
Keberlanjutan SosBud

3 Matra SD
Keberlanjutan Ekonomi - UU No. 41/1999 (Kehutanan)
- UU No. 26/2007 (Penataan Ruang)
Syarat - UU No. 27/2007 (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil)
Keberlanjutan Ekologi - UU No. 29/2009 (Ketransmigrasian)
- UU No. 30/2007 (Energi)
- UU No. 4/2009 (Tambang dan Minerba)
- UU No. 32/2009 (PPLH)
Pelestarian fungsi LH (Pasal 1 angka 2) - UU No. 41/2009 (Pertanian Berkelanjutn)
 pengendalian pemanfaatan SDA-L - UU No. 19/2013 (Pemberdayaan Petani)
- UU No. 37/2014 (KTA)
- UU No. 39/2014 (Perkebunan)

Memelihara DDDTLH (Pasal 1 angka 6)

PENGUKURAN DDDTLH - RPPLH


- RENCANA PEMBANGUNAN BERBASIS LH 
DDDTLH Optimum =
(Supply – Demand) + SUSTAINABLE DEVELOPMENT
cadangan
DDDTLH KLHS, AMDAL
Urgensi Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development/SD)

3 Matra SD: Faktor Yang Mempengaruhi SD: Prinsip2 Sustainable Development:


1.Keberlanjutan Sosial 1.Pertumbuhan penduduk (population) 1.Keberlanjutan proses pembangunan melalui:
budaya 2.Kegiatan atau ekspansi industri (industrial terjaminnya keberlanjutan sumber alam dan
output per capita) keberlanjutan kualitas lingkungan dan manusia
3.Kebutuhan bahan-bahan konsumsi (food per 2.Ambang batas penggunaan sumber alam
2. Keberlanjutan capita) (terutama udara, air, tanah)
Ekonomi 4.Polusi 3.Korelasi langsung antara kuantitas lingkungan
5.Sumberdaya dan daya dukung dan daya dengan kualitas hidup
Syarat: tampung lingkungan 4.Pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya
3. Keberlanjutan tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan
Ekologi lain di masa depan
5.Kesejahteraan untuk generasi saat ini dan generasi
mendatang

Pendekatan Ecosystem Services

 Karakteristik
Alamiah (Bentang
alam dan tipe Daya Dukung dan Daya Tampung Pembangunan
vegetasi asli Lingkungan Hidup Berkelanjutan
 Penutup Lahan (Kinerja Jasling dan DDDTLH)
Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan (WCED, 1987)
1. Keberlanjutan proses pembangunan melalui:
a. terjaminnya keberlanjutan sumber alam
b. keberlanjutan kualitas lingkungan dan manusia
2. Ambang batas penggunaan sumber alam (terutama udara, air, tanah)
 Supply vs demand
3. Korelasi langsung antara kuantitas lingkungan dengan kualitas hidup 
kuantitas = jumlah yang tersedia (supply)
4. Pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya tidak menutup
kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di masa depan
5. Kesejahteraan untuk generasi saat ini dan generasi mendatang

Pasal 12 Ayat (2) bahwa Pemanfaatan SDA dilaksanakan berdasarkan


DDDTLH dengan memperhatikan:
1.Keberlajutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
2.Keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
3.Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat
KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PERENCANAAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Sustainable Development)
KAJIAN DDDTLH DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

ABIOTIK BIOTIK AKTIVITAS Kecenderungan


Perubahan
Kinerja Jasa LH

Pasal 12 Ayat (2)


UU 32/2009 terkait
Rambu-Rambu
dalam
Pemanfaatan SDA

Dibentuk oleh:
Interaksi -Karakteristik
Ekosistem Bentang Alam Pembangunan
-Tipe Vegetasi Berkelanjutan

Tekanan
Penduduk
KAJIAN DDLH PAPUA DALAM
RANGKA KEBIJAKAN PENGAMAN
PEMBANGUNAN PAPUA
KAPASITAS ALAMIAH: FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP PULAU PAPUA

3 kombinasi dominan karakteristik BA dan TV:


1.Peg. struktural lipatan bermaterial batuan
4,54% 5
metamorfik & vegetasi hutan batuan ultrabasa
pamah  Fungsi perlindungan terhadap
bencana alam, pembentukan & regenerasi
6,66% 4
tanah dan berperan dalam mempertahankan
siklus hara.
2.Peg. struktural lipatan bermaterial batuan
23,30% 3
metamorfik & vegetasi hutan batuan ultrabasa
peg. atas  Fungsi pengatur iklim, pencegah
terhadap bencana serta pengatur air & pemurni
58,64% 2
air melalui proses kondensasi kabut menjadi air
di peg.
3.Peg. glasial bermaterial batuan sedimen
70,08% 1
karbonat & vegetasi hutan batugamping peg.
subalpin  Fungsi pengatur air.

3 kombinasi dominan karakteristik BA dan TV:


1.Peg. struktural lipatan bermaterial batuan meta-
1 77,86%
morfik & vegetasi hutan batuan ultrabasa pamah 
Fungsi pengaturan & pencegahan terhadap bencana,
pembentukan & regenerasi tanah serta berperan
2 77,83%
dalam keseimbangan siklus hara
2.Peg. struktural lipatan bermaterial batuan meta-
morfik & vegetasi hutan batuan ultrabasa peg. atas 
3 43,83%
Fungsi pengatur iklim, pencegah terhadap bencana
KETERANGAN FUNGSI LH:
1.konservasi dan penyimpanan stok
serta pengatur air & pemurni air melalui proses 4 30,82%
kondensasi kabut menjadi air di peg.
karbon 3.Peg. denudasional bermaterial campuran batuan
2.kapasitas pemurnian air beku luar & piroklastiik dan vegetasi hutan pamah (non 5 30,69%
dipterokarpa)  Fungsi perlindungan terhadap
3.siklus hidrologi bencana longsor.
4.produksi serealia dan non serealia
5.penyimpanan air
KINERJA JASA LH SEBAGAI PENYEDIA AIR DAN KECENDERUNGAN PERUBAHANNYA

Kinerja Jasa LH 1 26,67% 26,59% 2 Kecenderungan Perubahan


Sebagai Penyedia 9 0 Kinerja Jasa LH Sebagai
9 68,12% 67,86% Penyedia Air Tahun 1996-2016 0,26%
Air 1
6 0,60% 0,87% 6 95,90%
0,16% 0,16%
3,36%
3,85% 4,51%

Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah

Kecenderungan menurun 3,36% Kecenderungan


Indikasi kecenderungan perubahan penutupan lahan yang menurun:
meningkat
1.Hutan lahan kering primer  hutan lahan kering sekunder (2,97% 0,26%
atau 6.439 ha)
2.Hutan lahan kering sekunder  semak belukar (0,17% atau 360 ha)
3.Hutan lahan kering sekunder lahan terbuka (0,07% atau 158 ha)
4.Perubahan penutup lahan lain-lain (0,05% atau 115 ha)
KINERJA JASA LH SEBAGAI PENGATUR AIR DAN KECENDERUNGAN PERUBAHANNYA

Kinerja Jasa LH 1 58,27% 57,54% 2 Kecenderungan Perubahan


Sebagai Pengatur 9 0 Kinerja Jasa LH Sebagai Pengatur
Air 9 35,30% 33,20%
1 Air Tahun 1996-2016 3,36%
6 1,39% 3,88% 6
92,54%
0,94% 4,61%
3,52%
3,52% 0,75%

Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah

Kecenderungan
Kecenderungan meningkat 3,36% menurun 3,52%
Indikasi kecenderungan perubahan penutupan lahan yang meningkat:
1.Semak belukar menjadi savana sebesar 3,36% atau seluas 7.281 ha
2.Semak belukar menjadi tubuh air sebesar 0,0014% atau seluas 3 ha
3.Perubahan penutup lahan lain-lain (0% atau 0 ha)
KINERJA JASA LH SEBAGAI PENYEDIA PANGAN DAN KECENDERUNGAN PERUBAHANNYA

Kinerja Jasa LH 1 2,08% 2,00% 2 Kecenderungan Perubahan


Sebagai Penyedia 9 0 Kinerja Jasa LH Sebagai Penyedia
Pangan 9 74,78% 72,70%
1 Pangan Tahun 1996-2016 0,26%
6 17,33% 17,00% 6
95,99%
2,54% 5,26%
3,17%
2,70% 3,10%

Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah

Kecenderungan
Kecenderungan menurun 3,17% meningkat
Indikasi kecenderungan perubahan penutupan lahan yang menurun: 0,26%
1.Hutan lahan kering primer  hutan lahan kering sekunder (2,97%
atau 6.439 ha)
2.Semak belukar  lahan terbuka (0,08% atau 165 ha)
3.Hutan lahan kering sekunder lahan terbuka (0,07% atau 159 ha)
4.Perubahan penutup lahan lain-lain (0,05% atau 115 ha)
KINERJA JASA LH SEBAGAI PENGATUR IKLIM DAN KECENDERUNGAN PERUBAHANNYA

Kinerja Jasa LH 1 88,00% 85,20% 2 Kecenderungan Perubahan


Sebagai Pengatur 9 0 Kinerja Jasa LH Sebagai Pengatur
Iklim 9 6,72% 9,21%
1 Iklim Tahun 1996-2016 0,00%
6 5,00% 5,00% 6
95,82%
0,08% 0,40%
0,01%
3,60%
0,17%

Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah

Kecenderungan
Kecenderungan menurun 3,60%
meningkat 0%
Indikasi kecenderungan perubahan penutupan lahan yang menurun:
1.Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder (3% atau 6.439 ha)
2.Hutan lahan kering sekunder pertanian lahan kering campur semak (0,26%
atau 570 ha)
3.Hutan lahan kering sekunder semak belukar (0,17% atau 360 ha)
4.Perubahan penutup lahan lain-lain (0,20% atau 440 ha)
DAYA DUKUNG AIR DAN PANGAN PULAU PAPUA

Daya Dukung Air Papua Daya Dukung Pangan Papua

Belum Belum
Terlampaui Terlampaui
Kebutuhan Terlampaui Ketersediaan Terlampaui
Kab/ Ketersediaan Air Kab/ Kebutuhan Total
Air Total Air Total
Kota (m3/Tahun) Luas Luas Luas Kota (Kkal/Tahun) Luas Luas Luas
(m3/Thn) Luas (Ha) (Kkal/Tahun) Luas (Ha)
(%) (Ha) (%) (%) (Ha) (%)
Nduga 38.512.666 12.599.776.627 701.433 100   0,00
Nduga 60.430.819.209 75.222.996.000 619.460 88,31 81.972 11,69
Paniai 87.840.816 7.679.947.577 471.980 100   0,00
Paniai 32.799.479.614 131.292.598.750 338.233 71,66 133.747 28,34
INTERAKSI MASYARAKAT DENGAN ALAM

• Dalam pandangan sistem ekologi sosial interaksi OAP dan penduduk


Papua dapat dikenali dengan 3 parameter yaitu: (1) kerentanan
(vulnerability), (2) ketahanan (resilience), dan (3) keberlanjutan
(sustainability).
• Kerentanan berkaitan dengan segala sesuatu yang akan menyebabkan bahaya
pada masa yang akan datang dalam sebuah ekosistem. Kerentanan memiliki
kontekstual ekologi karena terkait dengan biofisik dan sosio ekonomi
• Ketahanan mempunyai pengertian kemampuan suatu masyarakat dalam
beradaptasi terhadap suatu perubahan yang mereka alami atau akan alami
sebagai upaya perlindungan pada ekosistem dari berbagai pengaruh perubahan
sosial dan lingkungan hidup.
Menunjang
Kerentanan
Keberlanjutan
Ketahanan

Setelah potensi kerentanan diketahui, maka dapat diketahui


bentuk ketahanan yang sesuai, sehingga pola adaptasi akan
menunjang keberlanjutan yang mengikuti kelompok
masyarakat tertentu.
SKENARIO PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mempertimbangkan informasi sbb:


1.Daya dukung air
2.Daya dukung pangan
3.Tekanan penduduk pada lahan untuk menghasilkan pangan
4.Kecenderungan perubahan jasa lingkungan tahun 1996-2016
5.Status perizinan sumberdaya alam
SKENARIO PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mempertimbangkan informasi sbb:


1.Daya dukung air
2.Daya dukung pangan Pasal 12 Ayat (2)
UU 32/2009 terkait
3.Tekanan penduduk pada lahan untuk menghasilkan pangan Rambu-Rambu
4.Kecenderungan perubahan jasa lingkungan tahun 1996-2016 dalam
Pemanfaatan SDA
5.Status perizinan sumberdaya alam
ARAHAN PEMBANGUNAN PULAU PAPUA

1. Perubahan Pemanfaatan Ruang  8 arahan


2. Kedaulatan dan Ketahanan Pangan  6 arahan
3. Pengendalian Izin Tambang  4 arahan
4. Pengendalian Izin Pemanfaatan, Pelepasan dan Konversi
Kawasan Hutan 6 arahan
5. Pengendalian Perlindungan OAP  6 arahan
6. Pengendalian Pemukiman  2 arahan
DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG AIR NASIONAL
(No. SK. 297/Menlhk/Setjen/PLA.3/4/2019)
Tahapan Penetapan Daya Dukung dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup Nasional

1. Memahami karakteristik bentang alam dan tipe vegetasi


asli di Wilayah Ekoregion
2. pembuatan peta kinerja jasa lingkungan hidup dengan
pendekatan Kesepakatan para Ahli
3. penentuan status DDDTLH (DDDTLH indikatif) dengan
mempertemukan kebutuhan dan ketersediaan dengan
menggunakan pendekatan sistem Grid.
DEFINISI OPERASIONAL UNTUK SUMBER DATA DAN INDIKATOR
PENDUKUNGNYA
INDIKATOR KUNCI
oJasa Lingkungan: Manfaat yang diperoleh dari fungsi LH bagi manusia, baik melalui suksesi alami maupun campur
tangan manusia (Manfaat yang diperoleh dari ekosistem dan fungsi LH bagi manusia dan keberlangsungan
kehidupan yang diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup,
penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya  menurut PP No.46/2017)
Fungsi Penyedia
Fungsi Pengatur
Fungsi Pendukung
Fungsi Budaya
oDaya Dukung LH: Kemampuan LH untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antarkeduanya.
oDaya Tampung LH: Kemampuan LH untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya
PARAMETER
oBentanglahan: dataran vulkanik, pegunungan struktural, dst (land system)
oEkosistem (Tipe Vegetasi asli): karst, gambut, hutan pamah, dst
oTutupan Lahan: hutan primer, hutan sekunder, mangrove, permukiman, dst

INDIKATOR PENDUKUNG
oPenyedia Pangan: pemahaman konsep fungsi ketersediaan pangan, dst
oRegulator air: pemahaman konsep fungsi pengaturan air, dst
odan seterusnya
Penyusunan peta kinerja jasa lingkungan hidup
dengan pendekatan Kesepakatan para Ahli
Jasa Lingkungan: Fungsi, indikator keadaan dan indikator kinerja
Jasa
No Fungsi Indikator Keadaan Indikator Kinerja Bobot
Lingkungan
Fungsi Penyediaan Bentuk lahan Evegetasi Penutup
asli Lahan
1 Pangan a.Ketersediaan tanaman Stok total dan rata-rata Produktivitas bersih 0.28 0.12 0.6
(serealia dan non serealia) dalam kg/ha (dalam kcal/ha/tahun
yang dapat dimakan atau unit lainnya)
b.Ketersediaan hewan yang
bisa dimakan

2 Air Ketersediaan air untuk Jumlah total air (m3/ha) Jumlah maksimum 0.28 0.12 0.6
dimanfaatkan ekstraksi air secara
berkelanjutan
(m3/ha/tahun)
3 Serat, bahan Ketersediaan spesies atau Total biomassa (kg/ha) Jumlah optimum yang 0.15 0.35 0.5
bakar dan komponen abiotik dengan layak diekstraksi
material lain potensi penggunaan kayu, (kg/ha/tahun)
bahan bakar, atau bahan
dasar
4 Sumberdaya Ketersediaan spesies Total nilai 'bank gen' , Indeks keanekaragaman 0.1 0.4 0.5
genetik dengan materi genetik yang jumlah substansi, hayati
(berpotensi) bermanfaat, biomassa (contohnya
misalnya untuk pengobatan jumlah spesies atau
dan spesies ornamental. sub spesies)
Fungsi Pengaturan
5 Pengaturan kualitas udara Kapasitas ekosistem untuk Tutupan lahan yang Luasan tutupan lahan yang bervegetasi 0.08 0.32 0.6
menyerap aerosol dan bahan bervegetasi (Ha). (Ha)
kimia dari atmosfer.
6 Pengaturan iklim Pengaruh ekosistem terhadap Tupan lahan yang Luasan tutupan lahan yang bervegetasi 0.12 0.28 0.6
iklim lokal dan global melalui bervegetasi (Ha) (Ha)
tutupan lahan dan proses yang
dimediasi secara biologis
7 Mitigasi terhadap bencana Struktur alam yang berfungsi Karakteristik bentang Luasan karakteristik bentang lahan, 0.08 0.32 0.6
alam untuk pencegahan dan lahan, vegetasi dan vegetasi dan penutupan yang berfungsi
perlindungan dari kebakaran penutupan lahan sebagai pencegahan dan perlindungan
lahan, abrasi, longsor, badai, terhadap bencana alam (hektar). (to
gempa bumi, banjir dan tsunami.
8 Pengaturan air Peran bentangalam dan penutup Kapasitas infiltrasi Kuantitas infiltrasi dan retensi air serta 0.28 0.12 0.6
lahan dalam infiltrasi air dan (litology, topografi, curah pengaruhnya terhadap wilayah
pelepasan air secara berkala hujan, vegetasi, tutupan) hidrologis (contohnya irigasi)
dan retensi air (vegetasi,
topografi, litology) dalam
m3
9 Pemurnian air dan pengolahan Peran biota dan abiotik dalam Kapasitas flushing Kemampuan limbah yang dapat di 0.42 0.28 0.3
limbah proses pembersihan atau (penggelontoran), debit, flushing (gelontor) secara alami ,
penguraian materi organik, topografi, dan meretansi m3/detik, lama waktu pengendapan
senyawa dan nutrisi steril di beban limbah dilihat
sungai, danau, dan wilayah dengan vegetasi
pesisir.
10 Pengaturan penyerbukan Ketergantungan tanaman Keanekaragaman dan Jumlah dan dampak dari spesies 0.08 0.32 0.6
alami budidaya pada penyerbuk alami kelimpahan spesies penyerbuk
penyerbuk
11 Pengendalian Hama Kontrol populasi hama melalui Jumlah dan dampak dari Pengurangan penyakit manusia, hama 0.08 0.32 0.6
hubungan trofik speises pengontrol hama penyakit hewan
Fungsi Pendukung
12 Habitat dan Pentingnya ekosistem untuk Jumlah spesies dan Ketergantungan ekosistem 0.24 0.16 0.6
Keanekaragama menyediaan habitat untuk individu transien lain (atau ekonomi) pada jasa
n hayati pembiakan, makan, istirahat (khususnnya dengan berkembangbiak
dan untuk spesies transien nilai komersil)

13 Pembentukan Peran proses alami dalam Penutupan akar Jumlah pucuk tanah yang 0.2 0.2 0.6
dan regenerasi pembentukan dan tanaman contohnya dihasilkan per ha/tahun
tanah regenerasi tanah bioturbasi

14 Produksi primer Kemampuan lingkungan Biomassa tumbuhan Jumlah biomassa (m3/hektar) 3 7


dalam mengkonversi energi (m3/hektar)
dari matahari menjadi
bentuk organik melalui
proses fotosintesis

15 Siklus hara Kemampuan ekosistem Kesuburan tanah, Laju dekomposisi bahan 6 4


untuk mendukung proses tingkat produksi organik (satuan berat/satuan
pelapukan bahan organik pertanian waktu)
Fungsi Budaya
16 Estetika: apresiasi Kualitas estetika dari Jumlah/luas fitur Menyatakan nilai estetika, 6 4
pemandangan alam bentang alam contohnya bentang alam dengan contohnya: jumlah rumah dengan
(selain melalui berdasarkan struktur penetapan batas area alami, jumlah
kegiatan rekreasi keberagaman, 'kehijauan', apresiasi/penghargaan pengguna dari "rute yang indah"
yang disengaja) ketenangan

17 Rekreasi: peluang Bentang alam dengan daya Jumlah/luas fitur Jumlah maksimum orang dan 6 4
untuk kegiatan tarik kehidupan liar bentang alam dan fasilitas secara berkelanjutan
pariwisata dan kehidupan liar dengan
rekreasi penetapan nilai rekreasi

18 Warisan budaya dan Pentingnya fitur bentang Jumlah/luas fitur Jumlah masyarakat adat yang 6 4
Identitas: rasa alam atau spesies secara bentang alam atau menggunakan bentang alam untuk
tempat dan milik budaya (perlu ditambahkan spesies yang penting identitas dan warisan budaya
infromasi keberadaan secara budaya
masyarakat adat)
PULAU SULAWESI Tipe Vegetasi Skala 1:250.000 Penutup Lahan Skala 1:250.000
Tipe Vegetasi Skor
Vegetasi hutan batuan ultrabasa 2,0 Penutupan Lahan Skor
Vegetasi hutan batuan ultrabasa pamah 2,0 Hutan lahan kering primer 3,0
Bentang Alam Skala Vegetasi hutan batuan ultrabasa pamah monsun 2,0
Hutan lahan kering sekunder / bekas 2,0
tebangan
1:500.000 Vegetasi hutan batugamping monsun pamah pada
bentang alam karst
2,0
Hutan mangrove primer 1,0
Nama Bentanglahan Skor Vegetasi hutan batugamping monsun pegunungan pada 3,0 Hutan rawa primer 4,0
Danau 5,0 bentang alam karst
Hutan tanaman 1,0
Vegetasi hutan batugamping pamah monsun 2,0
Dataran Fluvial 4,0 Vegetasi hutan batugamping pamah monsun merangas 2,0 Semak belukar 2,0
pada bentang alam karst Perkebunan / Kebun 1,0
Vegetasi hutan batugamping pamah pada bentang alam 2,0
Dataran Pantai 3,0 karst Permukiman / Lahan terbangun 1,0
Pegunungan Struktural 3,0 Vegetasi hutan batugamping pegunungan 3,0
Lahan terbuka 1,0
Vegetasi hutan batugamping pegunungan pada bentang 2,0
alam karst Savanna / Padang rumput 1,0
Pegunungan Vulkanik 3,0 Vegetasi hutan gambut 1,0
Vegetasi hutan pamah (non dipterokarpa) 5,0 Tubuh air 5,0
Hutan mangrove sekunder / bekas 1,0
Perbukitan Denudasional 3,0 Vegetasi hutan pamah monsun malar hijau 4,0 tebangan
Perbukitan Karst 2,0 Vegetasi hutan pamah monsun merangas 3,0
Hutan rawa sekunder / bekas 3,0
Vegetasi hutan pantai 3,0
tebangan
Vegetasi hutan pantai monsun 3,0
Perbukitan Struktural 3,0 Semak belukar rawa 2,0
Vegetasi hutan pegunungan atas 4,0 Pertanian lahan kering 2,0
Vegetasi hutan pegunungan bawah 5,0 Pertanian lahan kering campur 2,0
Perbukitan Vulkanik 3,0 Vegetasi hutan pegunungan bawah monsun (monsoon 3,0 semak / kebun campur
lower mountain forest)
Vegetasi hutan rawa air tawar pada bentang alam karst 4,0 Sawah 3,0
Vegetasi hutan ultrabasa pegunungan 2,0 Tambak 3,0
Vegetasi mangrove 2,0 Bandara / Pelabuhan 1,0
Vegetasi savana monsun pamah 2,0
Vegetasi savanna pegunungan monsun 3,0
Transmigrasi 2,0
Vegetasi terna rawa air tawar 4,0 Pertambangan 1,0
Vegetasi terna rawa gambut 1,0 Rawa 4,0
Vegetasi terna tepian danau 4,0
Vegetasi terna tepian sungai 4,0
• Formulasi DDLH:

DDDTLH saat ini =f {Bentang lahan, Vegetasi, Penutup Lahan}

=(wbl x sbl)+(wveg x sveg)+(wpl x spl)

Keterangan :
DDDTLH = Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
wbl = bobot bentuklahan
sbl = skor bentuklahan
wveg = bobot vegetasi
sveg = skor vegetasi
wpl = bobot penutup lahan
spl = skor penutup lahan
KERANGKA PENENTUAN STATUS DAYA DUKUNG PENYEDIAAN AIR PERMUKAAN
PETA JASA LINGKUNGAN
Karakter Bentang PENGATUR TATA AIR
Alam (KLHK)
Fungsi Menyediakan

Informasi pendukung
Penutupan Lahan Air yang
Eksisting (KLHK) Didistribusikan secara
spasial dalam Grid 1 Km2 KETERSEDIAAN
Vegetasi Asli (m3/thn)
(BIG, LIPI, KLHK)
Data Ketersediaan Air
Per Wilayah Sungai
yang Didistribusikan STATUS DAYA DUKUNG
secara Spasial dalam Grid 1 Km2
Standar Kebutuhan Domestik PENYEDIAAN AIR
per Kapita (Kemen PU) PERMUKAAN
Jumlah Penduduk Per
Jumlah Kebutuhan (Terlampaui / Belum
Domestik yang
Kabupaten yang Didistribusikan secara
Terlampaui)
didistribusikan secara KEBUTUHAN
Spasial dalam Grid 1 Km2 TOTAL
spasial dalam grid 1 Km2 (BPS)
(m3/thn) OUTPUT
Standar Kebutuhan Per
Penggunaan Lahan (Kementan Jumlah Kebutuhan OUTPUT
& Kemen PU) Berdasarkan
Penggunaan Lahan
Peta Penutupan yang Didistribusikan
Lahan (KLHK) secara Spasial dalam Grid 1 Km2
INPUT
KERANGKA PENENTUAN STATUS DAYA DUKUNG PENYEDIAAN PANGAN
PETA STATUS DAYA
Karakter Bentang DUKUNG AIR
Alam (KLHK)

Informasi pendukung
Fungsi Menyediakan Pangan
Penutupan Lahan Yang Didistribusikan Secara
Eksisting (KLHK) Spasial Dalam Grid 1 Km2 KETERSEDIAAN
(Kkal/Thn)
Vegetasi Asli
(BIG, LIPI, KLHK) Data Ketersediaan
Pangan Per Kab./
Kota (Kkal) Yang
STATUS DAYA DUKUNG
Didistribusikan Secara PENYEDIAAN PANGAN
Spasial Dalam Grid 1 Km2 (Terlampaui / Belum
Terlampaui)
Angka Kecukupan Energi
per Kapita (Kemenkes)
Jumlah Kebutuhan
Pangan Yang Telah
OUTPUT
KEBUTUHAN
Jumlah Penduduk Terdistribusikan (Kkal/Thn)
per Kabupaten Secara Spasial *) Khusus Papua, status daya dukung
yang Didistribusikan penyediaan pangan juga harus
secara Spasial dalam Grid 1 memperhatikan trend kinerja jasa
Km2 (BPS) lingkungan penyediaan pangan alami
INPUT karena ketersediaan pangan masyarakat
masih bergantung pada pengambilan
langsung dari alam
Status daya dukung lingkungan hidup nasional diperoleh dari perhitungan kemampuan
penyediaan air permukaan dan kemampuan alam mendukung penyediaan pangan. Kedua
indikator tersebut dipilih atas dasar isu nasional yang mencakup ketahanan air dan pangan.

Informasi daya dukung lingkungan hidup pada tingkat Daerah/Lokal, harus diperkaya melalui
penghitungan kemampuan berbagai jenis jasa lingkungan yang secara spesifik digunakan oleh
masyarakat setempat dalam menopang kehidupan. Prinsip dari informasi daya dukung lingkungan
hidup pada tingkat daerah/lokal adalah perlindungan ruang hidup masyarakat.
Status daya dukung lingkungan hidup nasional menjadi acuan daerah dalam menghitung daya
dukung lingkungan hidupnya masing-masing dengan tetap memperhatikan kesatuan ekosistem
dan pendekatan pulau.
Daya Dukung Air
Per Pulau
Secara umum, daya dukung air Indonesia berdasarkan pulau adalah sebagai berikut:
1.Perhitungan daya dukung air hanya memperhitungkan ketersediaan air permukaan.
2.Kondisinya belum terlampaui namun tergantung pada keberlanjutan jasa lingkungan pengatur air
karena menopang keberlanjutan siklus air alami dan kestabilan debit air permukaan.
3.Pulau Jawa daya dukung airnya sudah mendekati titik maksimal. Akibatnya kerusakan ekosistem dan
tambahan intensitas pembangunan yang boros air sangat mengancam keberlanjutan daya dukung air
pulau tersebut.
4.Pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap keberlanjutan daya dukung air karena keterbatasan
ekosistem yang memberikan jasa lingkungan pengatur air dan penyedia air serta tingginya kepadatan
penduduk
DAYA DUKUNG AIR PULAU SULAWESI DAN MALUKU

Belum Belum
Daya Dukung dan Daya Tampung Ketersediaan Kebutuhan Air Total Terlampaui Terlampaui
Provinsi Indikasi Status Terlampaui Terlampaui
Air (M3/Tahun) (M3/Tahun) (Ha) (%Ha)
(Ha) (%Ha)
Gorontalo 4,742,219,094.21 2,780,845,424.52 Belum Terlampaui 832,684.35 69.15% 371,471.28 30.85%
Sulawesi Barat 14,190,269,827.17 4,733,451,097.21 Belum Terlampaui 1,428,238.41 86.10% 230,492.60 13.90%
Peta Daya Dukung dan Daya Sulawesi Selatan 43,706,142,790.80 22,709,002,991.18 Belum Terlampaui 3,509,341.76 76.67% 1,067,995.28 23.33%
Tampung Air Pulau Sulawesi Sulawesi Tengah 45,194,092,380.33 9,822,111,454.81 Belum Terlampaui 5,265,645.07 86.06% 852,798.11 13.94%
Sulawesi Tenggara 20,730,139,859.23 8,890,115,170.28 Belum Terlampaui 2,962,047.16 80.88% 700,319.35 19.12%
Sulawesi Utara 9,509,009,311.94 5,070,104,727.75 Belum Terlampaui 1,189,379.08 81.92% 262,556.25 18.08%
                 
Peta Daya Dukung dan Daya Maluku 31,823,342,731.83 4,037,647,163.30 Belum Terlampaui 4,421,410.80 95.63% 202,018.22 4.37%
Tampung Air Kepulauan Maluku Maluku Utara 18,182,140,615.77 4,386,575,975.01 Belum Terlampaui 2,943,540.38 93.60% 201,383.51 6.40%
KECENDERUNGAN PERUBAHAN KINERJA JASA LH PENGATUR AIR PULAU SULAWESI DAN MALUKU
Pengatur Air
Pulau Provinsi Indeks
Kecenderungan Jasa
Lingkungan Luas (Ha) Luas (%)
Sula GORONTALO Meningkat 35.679,88 2,95%
wesi   Menurun 287.652,08 23,78%
  Tetap 880.941,70 72,83%
  (blank) 5.376,55 0,44%
GORONTALO Total   1.209.650,21 6,33%
SULAWESI BARAT Meningkat 89.054,22 5,36%
  Menurun 712.735,91 42,93%
  Tetap 852.910,46 51,37%
  (blank) 5.654,49 0,34%
SULAWESI BARAT Total   1.660.355,07 8,68%
SULAWESI SELATAN Meningkat 1.389.579,72 30,42%
  Menurun 964.332,10 21,11%
  Tetap 2.185.687,03 47,84%
  (blank) 29.035,00 0,64%
SULAWESI SELATAN Total   4.568.633,85 23,90%
SULAWESI TENGAH Meningkat 320.578,59 4,91%
  Menurun 1.992.587,66 30,54%
  Tetap 4.161.219,14 63,77%
  (blank) 50.597,90 0,78%
SULAWESI TENGAH Total   6.524.983,29 34,13%
SULAWESI TENGGARA Meningkat 50.371,10 1,37%
  Menurun 1.396.250,69 37,91%
  Tetap 2.201.174,04 59,77%
  (blank) 34.832,34 0,95%
SULAWESI TENGGARA Total   3.682.628,17 19,26%
SULAWESI UTARA Meningkat 182.027,87 12,37%
  Menurun 298.458,51 20,28%
  Tetap 978.311,40 66,47%
  (blank) 13.096,42 0,89%
SULAWESI UTARA Total   1.471.894,20 7,70%
Grand Total   19.118.144,80 100,00%
Malu MALUKU Meningkat 326.618,38 7,29%
ku   Menurun 359.258,38 8,01%
  Tetap 3.796.886,35 84,70%
MALUKU Total   4.482.763,11 59,02%
MALUKU UTARA Meningkat 59.333,80 1,91%
  Menurun 832.715,60 26,75%
  Tetap 2.220.520,46 71,34%
MALUKU UTARA Total   3.112.569,86 40,98%
Grand Total   7.595.332,97 100,00%
TERIMAKASIH

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAMPAK LINGKUNGAN KEBIJAKAN


WILAYAH DAN SEKTOR

Anda mungkin juga menyukai