PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Jawa, Maluku, dan Papua. Kayu ini termasuk jenis kayu dengan kelas kuat dan
kelas awet IV sampai V (PKKI 1961). Sifat dan karakteristik yang rendah
tersebut, menjadikan kayu sengon belum dapat dimanfaatkan sebagai bahan
konstruksi. Oleh sebab itu rekayasa kayu sengon sebagai kayu laminasi
merupakan alternatif dalam mengoptimalkan pemanfaatan kayu sengon
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), kayu sengon banyak digunakan untuk
bahan bangunan perumahan terutama dipedesaan, peti, papan partikel, papan
serat, papan wool semen, dan barang kerajinan lainnya. Berat jenis kayu sengon
rata-rata 0,33 (0,24‒0,49) dengan kelas awet dan kelas kuat IV‒V. Tanaman
sengon dapat ditebang ketika umur panen sudah tercapai. Umur panen (periode
rotasi) biasanya tergantung pada tujuan produksi. Untuk tujuan produksi kayu
pulp, pemanenan dapat dilakukan sekitar 8 tahun, sedangkan untuk produksi kayu
pertukangan, panen dapat dilakukan pada umur 12–15 tahun. Untuk tanaman
sengon dengan sistem wanatani, panen biasanya dilakukan sekitar 10–15 tahun.
Rotasi umum untuk produksi kayu pulp adalah 6–8 tahun sedangkan untuk
produksi kayu gergajian sekitar 15–17 tahun (Krisnawati et. al. 2011).
Tambunan, B., Nandika, D., 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Dumanauw, J.F. 1984. Mengenal Kayu. Edisi 2 Cetakan 2. Jakarta: PT. Gramedia.
Kurnia A. 2009. Sifat keterawetan dan keawetan kayu durian, limus, dan duku
terhadap rayap kayu kering, rayap tanah, dan jamur pelapuk [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai
Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai
Bahan Baku. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.