kayu di Indonesia: 1. Periode Rintisan (sd 1957) 2. Periode depresi 1958 – 1971 3. Periode pembangunan 1972 - sekarang PERIODE RINTISAN Industri pertama pengawetan kayu di Indonesia dimulai tahun 1939 di Bengkalis. Bahan pengawet yang digunakan campuran garam, tembaga, chrom, arsen. Industri ini tidak diketahui beritanya sejak pendudukan Jepang di Indonesia. Pentingnya pengawetan kayu lebih terasa lagi setelah PD II dan mulai dikembangkan cabang di Indonesia. Tahun 1949 perusahaan Belanda mengembangkan industri pengawetan kayu di Indonesia. Tahun 1951perusahaan tersebut mendirikan instalasi pengawetan kayu dengan proses vakum/tekanan di Surabaya. Instalasi kedua di Jakarta dengan kapasitas 30.000m3 Beberapa tahun kemudian didirikan instalasi di Palembang dan Medan. PERIODE DEPRESI Sesudah tahun 1957 produksi kayu awetan merosot sehingga tahun 1963 hanya 2 instalasi yang beroperasi, yaitu di Surabaya dan Jakarta dengan kapasitas 1-3% dari kapasitas. Usaha pengawetan kayu mengalami depresi dan hampir lumpuh. Hal ini dikarenakan kurangnya permintaan kayu awetan terutama PJKA dan PTT (sekarang Telkom). Rendahnya permintaan kayu awetan oleh PJKA karena: Mahalnya harga kayu awetan Pengalaman kurang baik Industri pengawetan mengalami kemunduran dalam periode ini dikarenakan keadaan perekonomian yang sangat parah waktu itu. Inflasi, prasarana buruk dan sulitnya devisa mempengaruhi perkembangan industri pengawetan kayu. PERIODE PEMBANGUNAN Sesudah Tahun 1966 dengan semakin baiknya perekonomian negara dan adanya REPELITA thn 1969 maka memberi peluang untuk mengembangkan usaha di bidang perkayuan. Tahun 1972 PJKA memiliki industri pengawetan kayu sendiri. Tahun 1973 didirikan 4 industri pengawetan tiang kayu untuk keperluan PLA Pengawetan kayu untuk perumahan dimulai oleh PT. INHUTANI di Kalimantan Timur. PENGAWETAN KAYU Kayu merupakan bahan bangunan yang sangat penting bagi manusia. Sifatyang tidak menguntungkan dari kayu adalah rentan terhadap faktor perusak kayu Tiapjenis kayu memiliki daya tahan berbeda terhadap faktor perusak kayu. PENGAWETAN KAYU: usaha untuk menambah daya tahan kayu terhadap faktor- faktor perusak kayu dengan tujuan agar umur pakai kayu (service life) bertambah atau agar keawetannya bertambah dan secara ekonomis menguntungkan. Prinsip pengawetan kayu: memasukkan bahan pengawet kedalam kayu dengan tujuan untuk melindungi kayu atau memperpanjang umur pakai kayu. Tujuan pengawetan kayu dibedakan menjadi dua: 1. Bertujuan untuk mempertahankan mutu kayu sebagai bahan baku. 2. Bertujuan untuk mempertinggi mutu hasil produksi. Dari 4.000 jenis kayu di Indonesia, 15-20% termasuk kelas awet I dan II. Sisanya 80-85% termasuk kelas tidak awet III, IV dan V.
Dengan memanfaatkan kayu yang lebih rendah kelas awetnya
dan dapat diperpanjang umur pakainya, berarti kita telah menghemat sumber daya alam berupa hutan dan penebangan hutan dapat dikurangi. Keuntungan pengawetan kayu: 1. Jenis kayu yang tidak/kurang awet dapat digunakan sehingga pemanfaatan SDA dapat efisien 2. Memperpanjang umur pakai kayu yang berarti penghematan 3. Kayu awetan dapat bernilai ekspor sehingga menambah devisa negara 4. Industri pengawetan menambah tenaga kerja KEAWETAN KAYU KEAWETAN KAYU: daya tahan kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Keawetan alami kayu ditentukan oleh oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap faktor perusak kayu. Hal ini menyebabkan keawetan alami kayu berbeda menurut jenis, dalam jenis kayu yang sama maupun dalam pohon yang sama. Kayu Gubal Variasi keawetan dalam pohon yang sama terjadi antar kayu Kayu Teras gubal dan kayu teras.
Kayu teras lebih awet dari kayu
gubal.
Zat ekstraktif dalam kayu terjadi bersamaan
dengan perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras. Keawetan kayu dipengaruhi oleh faktor tempat dimana kayu digunakan. Contoh: 1. Pemakaian bawah atap lebih awet dari pada pemakaian luar ruangan (berhubungan dengan tanah lembab). 2. Kayu di daerah pegunungan tinggi relatif lebih awet dari dataran rendah (berhubungan dengan suhu, kelembaban, tanah). Keawetan kayu lebih penting di daerah tropis seperti Kalimantan Barat karena dengan suhu dan kelembaban tinggi organisma perusak kayu berkembang biak dengan subur.
Klasifikasi keawetan kayu adalah
penggolongan jenis kayu menurut derajat ketahanannya terhadap serangan organisma perusak kayu pada saat kayu tersebut belum mengalami proses kimiawi Di Indonesia keawetan alami kayu dibagi kedalam 5 kelas yaitu:
Kelas Awet Batasan keawetan alami kayu
I Sangat awet II Awet III Agak awet IV Tidak awet V Mudah rusak/rentan KETERAWETAN KAYU KETERAWETAN KAYU: mudah tidaknya suatu jenis kayu dimasuki oleh larutan bahan pengawet. Sifatini penting bagi jenis kayu tropis yang sebagian besar merupakan kayu daun lebar yang lebih sulit diawetkan dari kayu daun jarum. Faktoryang mempengaruhi keterawetan kayu: sifat kayu itu sendiri, cara pengawetan, bahan pengawet yang digunakan. Keterawetan kayu=permeabilita=treatibilitas. Treatibilitas: mudah tidaknya kayu diperlakukan/diawetkan. Klasifikasi keterawetan kayu: 1. Kelas A (mudah), penetrasi lebih dari 90% 2. Kelas B (sedang), penetrasi 50- 90% 3. Kelas C (sukar), penetrasi 10-50% 4. Kelas D (sangat sukar), penetrasi klurang dari 10% SEKIAN TERIMA KASIH