Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN

Kayu telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, karena kayu telah banyak digunakan sebagai
alat perlengkapan sehari-hari mengingat beberapa karakteristik khas kayu yang tidak dijumpai pada
bahan lain, yaitu : (1) tersedia hamper di seluruh dunia, (2) mudah diperoleh dalam berbagai bentuk
dan ukuran, (3) relative mudah pengerjaannya, (4) penampilan sangat dekoratif dan alami serta (5)
relative ringan.
Kayu merupakan komponen penting dalam perumahan, khususnya untuk kusen, pintu, jendela
dan bagian-bagian lain dari suatu bangunan perumahan. Penggunaan kayu juga semakin berkembang,
tidak hanya menjadi komponen kontruksi bangunan, namun juga sebagai bahan baku perangkat
interior. Banyaknya penggunaan kayu dan semakin tingginya minat masyarakat akan produk-produk
olahan kayu, membuat hasil hutan ini mampu menempati posisi penting dalam peringkat kebutuhan
masyarakat.
Di sisi lain, dari sekitar 4000 jenis kayu Indonesia Sebagian besar (80-85%) berkelas awet rendah
(III, IV dan V) dan hanya sedikit yang berkelas awet tinggi. Kayu tidak awet memiliki kelemahan antara
lain dapat dirusak atau dilapuk oleh organisme perusak kayu, akibatnya umur kayu menjadi menurun.
Padahal nilai suatu jenis kayu untuk keperluan bangunan perumahan dan perangkat interior sangat
ditentukan keawetannya. Karena bagaimanapun kuatnya kayu tersebut penggunaannya tidak akan
berarti jika umur pakainya pendek.
Fenomena inilah yang mendorong upaya untuk melakukan pengawetan kayu, diantaranya
dengan melapisi kayu menggunakan bahan beracun sehingga kayu tidak terserang organisme perusak
kayu. Kasus perusakan kayu oleh organisme perusak tidak hanya menimbulkan masalah secara teknis
namun juga secara ekonomis. Selai itu kerusakan kayu oleh organisme perusak mengakibatkan
komponen bangunan harus diganti. Dengan kata lain, laju konsumsi kayu dan kebutuhan kayu akan
semakin meningkat yang berakibat pada laju penebangan hutan tidak bisa diminimalisasi dari tahun ke
tahun.
II. ASPEK PENGAWETAN KAYU

A. Keawetan Kayu
Salah satu kekurangan kayu adalah dapat dirusak oleh organisme hidup seperti jamur,
serangga dan binatang laut yang hidup merombak komponen utama pembentuk kayu seperti
lignin dan selulosa, serta menurunkan kekuatan kayu. Mereka menggerek kayu sebagai
makanan maupun tempat tinggal. Usia pakai kayu tergantung kepada kelas awet kayu terhadap
factor perusak.
Keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan factor perusak kayu
dari golongan biologis. Keawetan alami kayu ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun
terhadap organisme perusak. Dalam hal ini tiap jenis kayu mempunyai zat ekstraktif yang
berlainan, sehingga mengakibatkan ketahanan kayu terhadap factor perusak juga berlainan.
Pada umumnya kayu gubal mempunyai keawetan yang lebih rendah dibanding kayu teras,
karena kayu gubal tidak mengandung zat ekstraktif.
Oey Djoen Seng (1964) dalam Djarwanto dan Abdurrahim (2000), membagi kayu dalam
lima kelas keawetan di Indonesia berdasarkan usia pakai kayu pada berbagai kondisi tempat
pemakaian, tanpa menyebutkan secara spesifik jenis organisme yang menyebabkan kerusakan
kayu tersebut. Kayu yang paling tahan terhadap organisme perusak dinyatakan dalam kayu kelas
awet satu yang berarti emmiliki keawetan tinggi dan yang paling tidak tahan dinyatakan dalam
kelas awet lima yang berarti sangat rentan terhadap organisme perusak.

Kondisi Tempat Kayu Dipakai Kelas Awet


I II III IV V
Selalu
berhubungan
dengan tanah
lembab
Hanya
dipengaruhi
cuaca tapi
dijaga supaya
tidak
terendam air
dan tidak
kekurangan
air
Di bawah
atap, tidak
berhubungan
dengan tanah
lembab dan
tidak
kekurangan
udara

B. Keterawetan Kayu

Anda mungkin juga menyukai