Kayu adalah
bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras
karena
mengalami lignifikasi. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat
akumulasi
selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan di
batang.Kayu
digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak,
membuat
perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka
atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga
dan sebagainya.
Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet :
- Kelas awet I (sangat awet), misal : kayu sonokeling, jati
- Kelas awet II (awet), misal : kayu merbau, mahoni
- Kelas awet III (kurang awet), misal : kayu karet, pinus
- Kelas awet IV (tidak awet), misal : kayu sengon
- Kelas awet V (sangat tidak awet)
Pengawetan kayu merupakan metode untuk menambah tingkat keawetan dari kayu dengan perlakuan fisik
maupun kimia. Pengawetan kayu bertujuan untuk menambah umur pakai kayu lebih lama, terutama kayu
yang dipakai untuk material bangunan atau perabot luar ruangan, karena penggunaan tersebut yang paling
rentan terhadap degradasi kayu akibat serangga/organisme maupun faktor abiotis (panas, hujan, lembab).
Dalam SNI 03-5010.1-1999, hanya kayu dengan kelas awet III, IV dan V lah yang memerlukan
pengawetan, tetapi pada keperluan tertentu, bagian kayu gubal dari kayu kelas awet I dan II juga perlu
diawetkan. Metode pengawetan kayu sangat beragam, bahan kimia seperti borax menjadi salah satu bahan
yang digunakan untuk mengawetkan kayu dalam metode vakum, pencelupan dingin, pencelupan panas
hingga metode pemolesan.
Tindakan Pencegahan
Namun demikian dalam hubungannya dengan lingkungan dan kesehatan pemakai, pengawetan kayu pada
perabot sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
1. Minimalkan pengawetan kayu dan jangan lakukan pengawetan khemis apabila produk furniture anda
merupakan produk potensial kontak langsung dengan makanan.
2. Hindari penggunaan kayu yang diawetkan untuk konstruksi yang berpotensi kontak langsung dengan
air minum dan air bersih.
3. Buang sisa kayu hasil pengawetan dengan cara dikubur, hindari pembakaran/dijadikan bahan bakar.
Asap kayu hasil pengawetan berpotensi mengandung bahan kimia berbahaya.
4. Hindari diri anda dari debu gergaji/amplas terlalu banyak, gunakan masker yang memadai.
5. Bagi anda yang terlibat pada pengawetan, terutama yang kontak langsung dengan bahan kimia,
gunakan safety wear dan cuci bersih secara terpisah, pakaian maupun bagian tubuh anda yang sangat
rentan masih terdapat residu bahan kimia.
6. Perhatikan pengolahan dan pembuangan limbah hasil tindakan pengawetan kayu.
PENGAWETAN KAYU
UNTUK PERUMAHAN DAN GEDUNG
1. Ruang lingkup
Standar ini meliputi definisi, acuan, lambang dan singkatan, istilah, syarat pengawetan, dan cara
pengawetan, sebagai pedoman pengawetan kayu untuk perumahan dan gedung yang tidak berhubungan
langsung dengan tanah.
2. Acuan
Keputusan Menteri Pertanian No. 326/KPTS.270/4/94 tanggal 28 April 1994, perihal pencabutan
pendaftaran dan izin pestisida yang berbahaya yang mengandung kaftofol atau senyawa arsen.
3. Definisi
Pengawetan kayu untuk perumahan dan gedung adalah suatu proses memasukkan bahan pengawet ke
dalam kayu dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan kayu terhadap serangan organisme perusak
kayu sehingga dapat memperpanjang masa pakai kayu.
4. Lambang
4.1. CCB adalah tembaga-khrom-boron
4.2. CCF adalah tembaga-khrom-flour
5. Istilah
5.1. Bahan pengawet adalah suatu bahan kimia yang bila dimaksukkan ke dalam kayu dapat
meningkatkan ketahanan kayu dari serangan organisme perusak kayu yaitu serangga (rayap tanah, rayap
kayu kering, bubuk kayu kering) dan jamur perusak kayu.
5.2. Bubuk kayu kering adalah serangga yang menyerang kayu dalam keadaan kering, dicirikan oleh
adanya lubang gerek dan kotoran berbentuk tepung halus.
5.3. Gedung adalah bangunan untuk kantor, tempat pertemuan atau tempat pertunjukan.
5.4. Gubal adalah bagian kayu antara kulit dan kayu teras, pada umumnya berwarna lebih terang dari
kayu teras serta mudah terserang organisme perusak kayu:
5.5. Jamur perusak adalah golongan jamur yang dapat merombak selulosa atau selulosa dan lignin,
sehingga kayu menjadi lapuk.
5.6. Keawetan kayu adalah daya tahan sesuatu jenis kayu terhadap serangan organisme perusak kayu.
5.7. Kelas awet kayu adalah tingkatan keawetan alami dari kayu teras, berdasarkan lamanya pemakaian
kayu terdiri dari:
5.7.1. Kelas awet I (sangat awet).
5.7.2. Kelas awet II (awet)
5.7.3. Kelas awet III (kurang awet)
Komposisi
Bahan aktif
CuSO4.5H2O
K2Cr2O7
H3BO3
33
37
25
Bentuk
95%
Bubuk
CCB2
CuSO4
K2Cr2O7
H3BO3
34
38
25
97%
Bubuk
CCB3
CuSO4
Na2Cr2O7
H3BO3
28,6
43,9
27,5
100%
Bubuk
CCB4
CuSO4.5H2O
Na2Cr2O7.2H2O
H3BO3
32,4
36,0
21,6
90%
Pasta
CuSiF6.4H2O
(NH4)2Cr2O7
36,3
63,7
100%
Bubuk
4
CCF
5
6.2.3. Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet
Jenis
Bentuk/Formulasi
Retensi (kg/m3)
Dibawah atap
Di luar atap
Penetrasi (mm)
CCB1
8,0
8,4
11,0
11,6
5
5
CCB2
8,0
8,2
11,0
11,3
5
5
CCB3
8,0
8,0
11,0
11,0
5
5
CCB4
8,0
8,0
11,0
12,2
5
5
CCF
6,0
6,0
8,6
8,6
5
5
6.2.4. Cara pengujian retensi dan penetrasi sesuai dengan SNI-3233-1992 tentang tata cara
pengawetan kayu dengan cara pemulasan, pencelupan dan rendaman.
7. Cara Pengawetan
7.1. Cara pengawetan yang digunakan dalam standar ini terdiri dari:
7.1.1. Pengawetan secara vakum-tekan
7.1.2. Pengawetan secara rendaman dingin
7.1.3. Pengawetan secara rendaman panas dingin
7.2. Tata cara pengawetan diatur sesuai dengan SNI-3233-1992 tentang tata cara pengawetan kayu
dengan cara pemulasan, pencelupan dan rendaman.